Anda di halaman 1dari 25

Laporan Praktikum Farmakoterapi Penyakit

Kulit, Tulang, Sendi, Mata, dan THT


COMPOUNDING DAN DISPENSING SERTA KIE
PENYAKIT KULIT

Disusun oleh:
Mohamad akbar gumelar

(221FF03057)

PRODI S1 FARMASI FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA


TAHUN AJARAN 2023/2024
I. Tujuan
a. Kompetensi yang Dicapai :
Mahasiswa mampu Mengoordinasikan Pola
Pengobatan, Evaluasi Terapi, dan KIE sistem
peliput (penyakit kulit) termasuk Perubahan
Gaya Hidup serta parameter pemeriksaan
dengan teori untuk menarik kesimpulan
b. Tujuan Praktikum :
1. Mahasiswa terlatihan dalam melakukan
pengkajian Resep
2. Mahasiswa mampu melakukan
Compounding dan Dispensing yang terdiri
dari penyiapan, penyerahan dan
pemberian KIE
3. Mahasiswa mampu membuat Etiket dan
Copy Resep
II. Prinsip
Berdasarkan resep yang diterima dan menyiapkan
Resep, mengisi dokumen sesuai form dan format yang
telah disediakan
III. Dasar Teori
Resep adalah permintaan tertulis dari seorang
dokter, dokter gigi, dokter hewan yang diberi izin
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku kepada apoteker pengelola apotek untuk
menyiapkan dan atau membuat, meracik serta
menyerahkan obat kepada pasien (Syamsuni,
2006). Sedangkan menurut Permenkes RI Nomor
58 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Farmasi
di Rumah Sakit, resep adalah permintaan tertulis
dari Dokter atau Dokter Gigi, kepada apoteker, baik
dalam bentuk paper maupun electronic untuk
menyediakan dan menyerahkan obat bagi pasien
sesuai peraturan yang berlaku.
Peran Seorang Farmasis dalam pelayanan resep
adalah bagaimana asuhan kefarmasian
(Pharmaceutical Care) menjadi filosofi dalam
praktik pengerjaan resep. Asuhan kefarmasian
adalah tanggung-jawab Farmasis khussunya
Apoteker dalam penyediaan terapi obat secara
langsung dengan tujuan mencapai manfaat optimal
bagi peningkatan kualitas hidup pasien.
Penulisan resep untuk obat yang mengandung
narkortika dan psikotropika tidak boleh ada
ulangan (iterasi). Alamat pasien dan aturan pakai
harus jelas, tidak boleh ditulis sudah tahu pakainya
(usus cognitus). Resep obat yang diminta harus
segera dilayani terlebih dahulu Dokter akan
menuliskan Periculum in Mora (berbahaya bila di
tunda) di bagian kanan atas. Resep obat yang tidak
boleh diulang Dokter akan menuliskan Ne iteretur
yang artinya tidak boleh diulang (Anief, 1993).
Resep pada era sekarang ini ada dua jenis
bentuk resep, yaitu peresepan secara manual
dalam bentuk paper dengan menulis menggunakan
kertas resep langsung ataupun secara electronic
dengan sistem komputer. Menurut Anief (1993),
peresepan obat harus memuat beberapa unsur
diantaranya:
a. Nama, alamat dan nomor izin praktek Dokter,
Dokter Gigi dan Dokter Hewan.
b. Tanggal penulisan resep (inscriptio).
c. Aturan pemakaian obat yang tertulis
(signatura).
d. Tanda R/ pada bagian kiri setiap penulisan
resep. Nama setiap obat atau komposisi obat
(invocatio).
e. Tanda tangan atau paraf Dokter penulis resep,
sesuai dengan perundang- undangan yang
berlaku (subscriptio).
f. Jenis hewan dan nama serta alamat pemiliknya
untuk resep Dokter Hewan.
g. Tanda seru dan paraf Dokter untuk resep yang
mengandung obat yang jumlahnya melebihi
dosis maksimal.

IV. Alat Bahan


Alat
Alat Tulis
Mortir

Stamper

Sudip

Kalkulator

Kertas
saring

Bahan
Etiket
dan
Label

Resep
Dokter

Hidroco
rtison
Cr dan
Oint

Sacch
Lactis
CTM

Tisue

Sarung
Tangan

Masker
V. Prosedur Kerja
Prosedur
Langkah selanjutnya dilakukan sebagai berikut:
VI. Hasil Praktikum

No keterangan Gambar

1 Skrining Resep

Skrining resep
Check Drug Related Problem
Kriteria pemeriksaan
List (DRP)/Medication Eror
Nama Dokter 
Persyaratan administratif

SIP 
Tanggal Penulisan Resep 
Tanda Tangan/Paraf
BB dan Jenis Kelamin Pasien tidak
Penulis Resep
ada.
Nama, Alamat, Umur, Berat 
Konfirmasi pada pasien
Badan, dan Jenis Kelamin Pasien
Nama Obat Potensi, Dosis, Jumlah 
Pengkajian resep

Yang Diminta
Cara Pemakaian Yang Jelas 
Bentuk Sediaan 
Dosis Obat 
Farmasetik
Kesesuain

Potensi Obat 
Stabilitas 
Inkompatibilitas 
Cara dan Lama Pemberian 
Adanya Alergi 
Efek Samping 
Pertimbangan

Interaksi 
klinis

Underdose, hidrocortison dalam ISO


Kesesuain 
2,5%

(Dosis, Durasai, Jumlah Obat, dll)
Perhitungan
2 resep untuk di
racik

CTM

Penyiapan
3
sediaan
Hydrocortisone

Saccharum lactis
Penimbangan
4
SL 50mg

Memasukan
Sebagian SL ke
dalam mortir
5
untuk melapisi
pori pori mortir
lalu di gerus
Memasukan
CTM sebanyak
6 2,5 tablet sesuai
dengan
perhitungan

Setelah CTM di
masukan di
gerus lalu,
masukan SL
7
yang belum di
masukan lalu di
gerus ad
homogen

Pembagian obat
ke kertas
8
perkamen
sebanyak 10
Pembungkusan
sediaan obat
9
yang sudah di
racik

10 Eso
11 Meso

12 PIO
Sediaan obat
yang sudah di
13
beri etiket putih
dan biru

Copy resep
untuk menebus
14
Sebagian obat
yang kurang
Dokumentasi/
15
Data PIO

VII. Pembahasan
Pada praktikum kali ini yaitu mengenai compunding dan
dispending, yang bertujuan untuk melakukan pengkajian
Resep, coumpounding dan dispending yang terdiri dari
penyiapan, penyerahan dan pemberian KIE dan pemberian
etiket copy resep. Hal pertama yang di lakukan yaitu Skrining
resep, pengkajian resep, pengkajian resep terdiri dari beberapa
bagian yaitu persyaratan administrasi, kesesuain farmasetika
dan pertimbangan klinis.

Skrining resep merupakan suatu pemeriksaan resep yang


pertama kali dilakukan tenaga teknis kefarmasian setelah resep
di terima. Ada tiga aspek yang perlu diperhatikan dalam
skrining resep yakni kelengkapan administratif, kesesuaian
farmasetik dan pertimbangan klinis. Aspek administratif resep
merupakan skrining awal pada saat resep dilayani di apotek,
skrining administratif perlu dilakukan karena mencakup seluruh
informasi di dalam resep yang berkaitan dengan kejelasan
tulisan obat, keabsahan resep, dan kejelasan informasi di dalam
resep.

Kajian resep secara administratif merupakan asapek yang


sangat penting dalam peresepan karena dapat membantu
mengurangi terjadinya medication error. Bentuk medication
error yang terjadi adalah pada fase prescribing (error terjadi
pada penulisan resep) yaitu kesalahan yang terjadi selama
proses peresepan obat atau penulisan resep.

Melalui hasil pengamatan dari praktikum diketahui pada


skrining resep ada yang tidak lengkap, pada resep di bagian
pengkajian farmasetik yaitu berat badan dan jenis kelamin
pasien, masalah ini tenaga teknis kefarmasian harus minta
konfirmasi kepada pasien untuk memastikan atau menanyakan
berat badan dan jenis kelamin pasien nya, karena berat badan
pasien berpengaruh pada saat melakukan formulir racikan
pada perhitungan dosis obat untuk pasien. Dalam hal ini dokter
berperan baik dalam proses penyembuhan pasien sehingga
tidak berpotensi untuk terjadi medication error.

Selanjut nya yaitu frekuensi pemberian obat. Pada resep


seharusnya frekuensi pemberian ditulis dengan jelas dan
lengkap. Penulisan frekuensi pemberian obat sangat penting
dalam resep agar ketika dalam proses pelayanan tidak terjadi
kesalahan informasi penggunaan obat yang tepat. Misal nya
obat diminum 3 kali sehari 1 jam sebelum makan atau 2 jam
sesudah makan. Dengan informasi tersebut, maka diharapkan
pasien akan mendapatkan obat yang benar di gunakan.
selanjutnya yaitu melakukan peracikan atau Campouding,
yaitu proses melibatkan pembuatan (preparation),
pencampuran (mixing), pemasangan (assembling),
pembungkusan (packaging), dan pemberian label (labelling)
dari obat atau alat sesuai dengan resep dokter yang berlisensi
atas inisiatif yang didasarkan atas hubungan dokter/pasien/
farmasis/compounder dalam praktek professional.
Compounding adalah pembuatan sediaan farmasi oleh
apoteker untuk memenuhi kebutuhan pasien ketika obat yang
tersedia secara komersial tidak memenuhi kebutuhan tersebut,
apoteker harus mempertimbangkan sifat fisik dan kimia dari
masing-masing bahan aktif untuk menyiapkan obat yang aman
(Burch, 2017). Pada resep tersebut terdiri dari 2 resep untuk
resep yang pertama yaitu CTM (Chlorphenamine maleate)
sebanyak 2,5 tab, yang diracik dengan saccharum lactis sebesar
50mg, sudah melalui perhitungan di lembar formular
peracikan, dengan praescriptio m.f. La pulv dtd. No X (campur
dan buatlah serbuk terbagi berikan dalam dosis, No 10), pada
resep pertama harus melakukan perhitungan dosis karena pada
resep obat ini racikan, jadi praktikan harus menghitung dosis
nya untuk di racik, perhitungan tersebut yaitu CTM 1x10/4
mg=2,5 tablet, dan perhitungan pada zat tambahan nya
saccharum lactis yaitu 5x10=50mg, dengan signatura (aturan
penggunaan obat) tandai 3 kali sehari 1 serbuk lalu di beri etiket
warna putih karena obat masuk melalui oral/tenggorokan.
Kemudian resep kedua yaitu hidrocortison 0,1% dengan
signatura (atura penggunaan obat) tandai oleskan pada bagian
luar kulit yang gatal untuk resep kedua yaitu bentuk sediaan
semi padat (salep) dan bukan obat racikan maka tidak di
perlukan perhitungan pada resep kedua, lalu di berikan etiket
biru karena obat untuk bagian luar/tidak melalui tenggorokan.

Alat yang digunakan yaitu mortar dan stemper Mortir dan


stamper adalah alat yang digunakan untuk mengecilkan ukuran
partikel serbuk, mengubah kristal menjadi serbuk, mencampur
serbuk, mencampur serbuk dengan liquid, membuat krim,
mortar dan stamper dapat berguna sebagai alat pembuatan
obat. Serbuk yaitu campuran kering bahan obat atau zat kimia
yang dihaluskan untuk pemakaian oral/dalam atau untuk
pemakaian luar. Bentuk serbuk mempunyai luas permukaan
yang lebih luas sehingga lebih mudah larut dan lebih mudah
terdispersi daripada bentuk sediaan padatan lainnya (seperti
kapsul, tablet, pil).

Kemudian setelah peracikan kita melakukan dispending,


dispending yaitu rangkaian proses mulai dari diterimanya resep
atau permintaan obat hingga penyerahan obat kepada pasien
atau pelanggan. Ini merupakan salah satu aktivitas pelayanan
kefarmasian klinik di apotek sesuai dengan permenkes Nomor
73 Tahun 2016. Apotek perlu melakukan dispending yang baik
untuk mencegah terjadinya kesalahan dalam penyiapan obat
dan memastikan penggunaan obat yang benar dan rasional.
Pada pelayanan resep, maka di lakukan setelah hasil pengkajian
resep memenuhi syarat.

Dimana kita menyerahkan obat kepada pasien, sebelum


diserahkan kita harus konfirmasi terlebih dahulu apakah betul
dengan pasiennya sendiri atau dengan keluarga pasien dan
double chack untuk memastikan obat tidak tertukar dengan
pasien lain. Kebetulan pada saat praktikum didalam resep
pasien berusia 2 tahun dan praktikan mengkonfirmasi kepada
wali/ibunya pasien. Kemudian setelah mengkonfirmasi kita
serahkan obat kepada pasien dengan menjelaskan cara
menggunakan obat, dan cara pemakaian obat dan kasihkan
copy resep yang sudah di buat kan, pada pembuatan copy resep
kami menuliskan semua sesuai dengan resep dari dokter akan
tetapi kami beri tanda di setiap resep dengan tanda resep yang
sudah disediakan dengan tanda DET dan resep yang belum atau
ada yang belum di sediakan di kasih tanda NEDET 1 yang artinya
sudah di berikan 1 tetapi pada resep, obat dibutuhkan 2 maka
dengan copy resep pasien bisa membeli obat tersebut di
pelayanan kefarmasian dengan mengasihkan copy resep yang
sudah sesuai dengan dosis dan sebagai nya dari dokter. Lalu
setelah itu tanyakan apakah ada yang belum di mengerti atau
belum paham, kalo ada yang belum di mengerti kita jelaskan
kembali dengan baik dan benar sesuai dengan literatur atau
buku panduan farmasi, pada saat praktikum pasien
menanyakan terkait untuk penyimpanan obat dimana?, lalu
praktikan atau tenaga teknis kefarmasian mengasih tahu untuk
penyimpanan obat sebaik nya di dalam ruangan dengan suhu
30C dan tidak boleh terkena sinar matahari, referensi/literatur
untuk penyimpanan itu dari FI edisi IV, terkait pertanyaan
pasien tersebut masuk kedalam jenis pertanyaan stabilitas.

ESO oleh tenaga kesehatan di Indonesia masih bersifat


sukarela (voluntary reporting) dengan menggunakan formulir
pelaporan ESO berwarna kuning, yang dikenal sebagai Form
Kuning (Lampiran 1). Monitoring tersebut dilakukan terhadap
seluruh obat beredar dan digunakan dalam pelayanan
kesehatan di Indonesia. Aktifitas monitoring ESO dan juga
pelaporannya oleh sejawat tenaga kesehatan sebagai
healthcare provider merupakan suatu tool yang dapat
digunakan untuk mendeteksi kemungkinan terjadinya ESO yang
serius dan jarang terjadi (rare). Pelaporan mesok yaitu pada
setiap kejadian yang dicurigai sebagai efek samping obat perlu
dilaporkan, baik efek samping yang belum diketahui hubungan
kausalnya (KTD/AE) maupun yang sudah pasti merupakan suatu
ESO (ADR).

Cara melaporkan ESO yaitu ;Informasi KTD atau ESO yang


hendak dilaporkan diisikan ke dalam formulir pelaporan ESO/
formulir kuning yang tersedia. Dalam penyiapan pelaporan KTD
atau ESO, sejawat tenaga kesehatan dapat menggali informasi
dari pasien atau keluarga pasien. Untuk melengkapi informasi
lain yang dibutuhkan dalam pelaporan dapat diperoleh dari
catatan medis pasien

VIII. Kesimpulan
Dari hasil yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa
mahasiswa sudah terlatihan dalam melakukan pengkajian
resep , yaitu dimulai dari pengkajian administrasi, pengkajian
farmasetika dan pengkajian klinis. Sudah mampu melakukan
compounding yaitu peracikan suatu obat dan dispensing yang
terdiri dari penyiapan, penyerahan dan pemberian KIE.
Pemberian etiket berdasarkan warna, dimana untuk warna biru
yaitu untuk obat luar/tidak melalui tenggorokan dan untuk
yang berwarna putih untuk obat dalam/melalui tenggorokan.
IX. Daftar Pustaka
Anderson R.W. et.al, Risk of Handling Injectable Antineoplastic
Agents. Am.J.Hosp.Pharm.,1982, 39:1881-1887
Anief, M. 2000. Ilmu Meracik Obat Teori dan Praktik.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. P. 25.
Anonim. 1980. Peraturan Pemerintah No.25 tahun 1980
tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah No.
26 tahun 1965 tentang
Anonim. 2004. Keputusan Mentri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004
tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek.
Jakarta: Direktorat Jendral Yanfar dan Alkes Depkes
RI.
Apotek. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Aseptic Dispensing, Dr. Mohd. Baidi Bahari. Associate
Professor of Clinical Pharmacy. School of
Pharmaceutical Sciences. University sains Malaysia.
ASHP, Study Guide, Safe Handling of Cytotoxic and Hazardous
Drugs, 1990.
Berpotensi Menimbulkan Medication Error di Rumah Sakit dan
10 Apotek di Yogyakarta. Yogyakarta
Dwiprahasto Iwan, Erna Kristin. 2008. Intervensi Pelatihan
untuk Meminimalkan Risiko Medication Error di
Pusat Pelayanan Kesehatan Primer. Jurnal Berkala
Ilmu Kedokteran
Hartayu, T.S, dan Widayati, A. Kajian Kelengkapan Resep
Pediatri yang Injectable Drug Administration Guide.
UCL Hospitals. The Pharmacy Department.
University College London Hospitals. 2000.
Kemenkes. 2019. Pelayanan Kefarmasian Di Puskesmas
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 2019
Petunjuk Teknis Standar Pelayanan Kefarmasian Di
Apotik.
Khairunnisa, dkk. 2013. Laporan Penelitian: Kelengkapan
Persyaratan dan Kesalahan Penulisan Resep Pada
Apotek – Apotek di Kota Medan.

Anda mungkin juga menyukai