Warna biru : penulisan sendiri hasil dari buku, artikel, jurnal
Warna hijau : kutipan dari buku, artikel, jurnal BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pembangunan menggunakan material ferosemen telah menyebar ke berbagai
daerah di Indonesia. Diantaranya adalah pengaplikasian material ferosemen untuk pembangunan saluran irigasi tersier di Kabupaten Sleman pada tahun 2017. Dikerjakan oleh Badan Penelitian dan Bangunan dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Dibandingkan dengan pasangan batu kali atau bata untuk saluran irigasi tersier, dinding ferosemen lebih mudah untuk diaplikasikan dan biaya konstruksi lebih rendah. Menurut Tim Audit Direktur Jenderal Sumber Daya Air, kerusakan saluran irigasi di wilayah Indonesia hampir mencapai 30 % untuk saluran tersier dan sekunder, sedangkan kerusakan saluran primer mencapai 60 %. Penyebab dari kerusakan saluran irigasi karena longsoran tanah dan penumpukan sedimen. Pengembangan material ferosemen sangat penting untuk meningkatkan insfrastruktur secara fleksibel, efisien dan biaya konstruksi yang murah. Ferosemen merupakan perpanjangan dari beton bertulang (Naaman, 2002). Ferosemen adalah suatu tipe dinding beton bertulang tipis yang terbuat dari mortar semen hidrolis ditulangi dengan jaring kawat dengan jarak spasi yang rapat dan ukuran diameter kawat yang relatif kecil serta dipasang terus-menerus. kawat dapat terbuat dari metal atau material lain yang sejenis (Naaman, 2000). Aplikasi ferosemen cukup luas karena sifat fisiknya yang tipis, mudah dalam pengerjaan, kuat tarik yang baik, kedap air, ringan, tahan api, mudah diadaptasikan dalam berbagai bentuk fisik, dan biaya konstruksi yang lebih murah dibandingkan dengan beton biasa. Namun ferosemen memiliki kelemahan terhadap kapasitas kuat lenturnya. Menurut Naaman, 2002 dalam Ferrocement International Revival menyatakan bahwa penggunaan gabungan dari jaring kawat atau kawat jala yang dan potongan - potongan serat menghasilkan kombinasi optimal untuk perilaku lentur dan harus dieksplorasi lebih lanjut dalam penelitian selanjutnya. Kombinasi tersebut membantu untuk meningkatkan ketahanan geser dan meningkatkan kekuatan tarik jaring kawat sebanyak mungkin serta meningkatkan ketahanan lentur. Secara umum beberapa macam bahan serat yang dapat dipakai untuk memperbaiki sifat beton telah dilaporkan oleh ACI Committe 544, Report on Fiber reinforced Concrete. Bahan-bahan serat tersebut antara lain adalah baja ( steel), plastik (polypropylene), kaca (glass), dan karbon (carbon). Untuk keperluan non struktural serat dari bahan alamiah dapat digunakan. Banyak penelitan yang dilakukan untuk mengetahui kemampuan dari material ferosemen, salah satunya adalah penelitian Sumanto (2012), tentang hubungan persentase tulangan terhadap variasi tebal elemen lentur ferosemen. Peneliti menguji karakteristik mekanik pada ferosemen dengan variasi tebal 2,5 cm, 5 cm, 7,5 cm dan 10 cm dengan masing-masing ketebalan diberi persentase tulangan dengan variasi 4%, 6%, dan 8% dari ketebalan ferosemen. Hasil penelitian tersebut menunjukan kuat lentur optimal didapat pada persentase lapisan jaring kawat sebesar 4 % dengan ketebalan elemen pelat ferosemen 5 cm. Penambahan serat roving ke dalam campuran ferosemen dengan variasi persentase tertentu, penulis memiliki tujuan untuk mengetahui pengaruh sifat mekanik dan persentase optimal variasi serat roving 21%, 23%, 25%, 27% dan 29% terhadap berat semen pada elemen lentur ferosemen hybrid pada ketebalan pelat 5 cm. Untuk penggunaan lapisan jaring kawat, penulis mengacu dari penelitian Sumanto (2012), yaitu dengan menggunakan persentase sebesar 4% dari ketebalan pelat elemen ferosemen.
1.2. Rumusan Masalah
Kekuatan elemen struktural sangat penting dalam suatu bangunan. Dengan elemen struktur yang kuat dapat menjamin ketahanan bangunan dan keselamatan bagi penggunannya. Bukan hanya sekedar sturktur yang kuat, namun juga faktor ekonomis dan mudah dalam penerapannya. sehingga masyarakat dengan kemampuan terbatas dari segi finansial dan keterampilan mampu untuk menerapkannya.