Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada era perkembangan dunia kons truksi seperti yang terjadi saat ini telah
banyak dijumpai pemanfaatan teknologi konstruksi, sebagai substitusi material yang
telah digunakan sebelumnya. Sejalan dengan meningkatnya kebutuhan dalam dunia
konstruksi, menjadikan penggunaan teknologi konstruksi sangat diperlukan, guna
untuk menunjang pengembangan dan keberhasilan dunia konstruksi. Perkembangan
teknologi dalam dunia konstruksi di indonesia saat ini memberikan manfaat sangaat
besar, terutama diaplikasikan sebagai struktur dalam konstruksi teknik sipil, bebrapa
contoh pekerjaan seperti pembangunan jalan, jembatan, gedung, bendungan dan lain
sebagainya. Konstruksi yang dibangun hampir selalu menggunakan beton sebagai
bahan struktur. Hal ini dikarenakan beton memiliki banyak sifat dan manfaat, antara
lain bahan baku beton mudah didapat, harga relatif murah, mudah untuk dibentuk
sesuai kebutuhan, dan tidak memerlukan perawatan yang berlebihan, disamping
segala keunggulan beton sebagai bahan struktural, beton juga mempunyai beberapa
kelemahan yang perlu dipertimbangkan, seperti berat sendiri beton yang besar, sekitar
2400kg/m3, juga keterbatasan terhadap luas penampangnya mengingat beton sendiri
harus teraplikasi dengan volume yang cukup untuk dapat berfungsi dengan baik,
selain dari itu beton sendiri lemah terhadap tegangan tarik mengakibatkan beton
mengalami retak saat terjadi terikan yang ekstrim kondisi ini diawali dengan retak
awal pada selimut beton yang akan berdampak terhadap besi tulangan pada beton.
Dalam perencanaan struktur beton bertulang, tegangan tarik akibat beban dipikul oleh
baja tulangan.

Teknologi konstruksi seperti penambahan material lain akan membedakan


jenisnya, misalnya yang ditambahkan tulangan baja maka akan terbentuk beton
bertulang. Proses awal terjadinya beton yaitu karena proses hidrasi antara air dengan
semen, yang selanjutnya jika ditambahkan dengan agregat halus maka akan menjadi
mortar, dan jika ditambahkan lagi dengan agregat kasar maka terbentuklah beton dan
juga jika dikombinasika dengan bahan lain menjadika jenis material dengan fisik
yang berbeda. Peroses terbentuknya dapat dilihat pada gambar 1.1

Serat (Fiber)
Semen Hybrid
Pasta Semen Ferosemen
Air Mortar
Agregat Halus

KawatAnyam

Penambahan
Tulangan, Sera, JenisBeton
Beton Agregat Ringan,
(Dengan atau tidak menggunakan
Prestress, Precast.
Beton Bertulang, Beton Serat,
bahan tambah)
Beton Prestress, Beton Precast.

Gambar 1. 1
Sumber : Mulyono (2005)

Mengenai bagan alir diatas menjelaskan alur proses terjadinya beton akan tetapi
sebelum terjadinya beton mortarlah yang terlebih dahulu terbentuk sebelum adanya
campuran agregat kasar, mortar juga bisa membentuk proses terjadinya ferosemen.
Ferosemen adalah sejenis komposit dengan kombinasi mortar dengan beberapa lapis
kawat ayam sebagai pengut.

Ferosemen merupakan salah satu teknologi konstruksi bidang teknik sipil yang
cocok untuk diterapkan dalam berbagai bentuk konstruksi. Ferosemen dibuat dari mortar
(campuran semen dan pasir) dan tulangan berupa jaring kawat (mesh reinforced) yang
dikerjakan menggunakan tenaga manusia (manual) membentuk suatu konstruksi tipis
berkisar (2–5 cm), Naaman (2000).

Gambar 1. 2 Ferosemen
Sumber : ferrosement applications in defeloping countries (1985)

Ferosemen sebenarnya adalah komposit tipis yang dibuat dari matriks mortar
dan diperkuat dengan lapisan kawat ayam berdiameter kecil, ferosemen juga dapat
dianggap sebagai komposit tipis dengan kinerja tinggi yang menggunakan lapisan
kawat anyam dan berbentuk suatu kesatuan konstruksi yang cukup kuat. Karena
distribusi dari tulangan yang kecil tapi lebih merata maka memperkecil kemungkinan
mortar untuk retak-retak. Tebal ferosemen pada umumnya berkisar 10 mm hingga 60
mm dengan volume tulangan berkisar antara 6% hingga 8% dari seluruh isi
konstruksi. Secara spesifik ferosemen sendiri adalah beton bertulang dengan
berwujud kusus, yakni dengan konfigurasi tulangan yang cenderung lebih rapat dari
beton bertulang. Walaupun disebut juga beton bertulang komposit ferosemen
tidak memiliki karakter yang sama seperti beton bertulang pada umumnya, terutama
pada tingkatan tegangan yang sedang, Dikarena penyebaran tulangan yang kecil dan
merata dapat meminimalisir crack terhadap selimut mortar. Selain itu juga
ketahanan terhadap beban desak, ketahanan terhadap beban kejut, dan sifat water
proof yang baik. Kardiyono (2007).

Menurut Robert M. Jones dalam Mechanics of Composite Material (1999),


komposit adalah material hasil kombinasi makroskopis dari dua atau lebih komponen
yang berbeda, dengan tujuan untuk mendapatkan sifat fisik dan mekanik tertentu,
masing-masing bahan yang dikombinasi dapat mempertahankan sifat fisiknya yang
lebih baik dari pada sifat masing-masing komponen penyusunya.
Komposit sendiri terbagai menjadi dua kelasifikasi kelompok tulangan
bersambung dan tulangan tidak bersambung. Berdasarkan pengelompokannya
ferosemen termasuk tulangan bersambung Naaman (2000: 38), Klasifikasi yang lebih
jelasnya ditampilkan pada Gambar 1.4

Gambar 1. 3 Klasifikasi keluarga beton


Sumber : Naaman (2000)

Pengembangan teknologi ferosemen di Indonesia telah dilakukan lebih dari


40 tahun lalu. Pada mulanya ferosemen diterapkan pada bangunan-bangunan tepi
pantai seperti bangunan pemecah gelombang. Setelah tahun 1978, teknologi
ferosemen telah mengalami banyak perkembangan yaitu diterapkannya sebagai
bahan untuk konstruksi perahu, kubah masjid, bangunan monumen, irigasi, dan pada
pembangunan rumah pracetak (Djausal, 2001).
Pembahasan mengenai keunggulam dan manfaat ferosemen, yang dikutip dari
beberapa peneliti yang membahasa tentang hal serupa seperti dari salah satu peneliti
relevan, dengan demikian penulis ingin mengetahui tebal optimal dari lapisan kawat
anyam yang optimal pada ferosemen. Menurut jurnal Sumanto (2011), tentang
hubungan persentase tulangan terhadap variasi tebal elemen lentur ferosemen. Peneliti
tersebut untuk meneliti kerakteristik fisik dan mekanik yang optimal pada ferosemen
dengan variasi ketebal 2,5 cm, 5,0 cm, 7,5 cm dan, 10 cm dengan variasi persentase
tulangan masing-masing terhadap ketebalan menggunakan variasi persentase 4%, 6%,
dan 8% (terhadap tebalan ferosemen), guna mendapatkan kapasitas momen lentur
optimal pada kaitan tebal elemen dan persenase tulangan kawat anyam. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa persentase variasi yang paling optimal diperoleh
dari variasi tebal elemen lentur ferosemen dengan lapisan kawat anyam sebesar
elemen 4% dengan ketebal 5 cm.
Seperti yang kita ketahui, ferosemen memiliki batas maksimum terhadap
kekuatan tarik dan lenturnya. Dan penulis ingin memaksimalkan keunggulan dari
ferosemen dengan menambahkan campuran serat kaca (fiber glass). Menambahkan
serat bahan campuran diharapkan dapat meningkatkan kinerja ferosement, seperti
peningkatan penyerapan energi, pengurangan retak plastik pada usia dini dan juga
mengurangi bagian lepas dari permukaan ferosemen pada saat mortar mengalami
keretakan.
Persentase volume serat yang diimpelemntasikan berdasarkan persentase
fraksi volume dan panjang fiber glass yang mengacu pada ACI PRC-549.3-22, Glass
Fiber-Reinforced Concrete Premix—Report, dengan panjang serat 0.25 sampai
dengan 1.5 inci, aatau 6 hingga 38 mm, dengan konsentrasi serat 0.23% sampai
dengan 4.0% dari volume keseluruhan atau fraksi. Dari acuan ACI (American
Concrete Institut) tersebut penulis ingin meneliti persentase penambahan variasi fiber
glass yang sudah dipotong-potong sepanjang 12 mm ± 3 mm dengan variasi 0.73%,
1.22%, 1.71%, 2.20%, dan 2.69% (terhadap fraksi). Penambahan serat pada
ferosemen manjadikanya ferosemen hybrid.
Perlu diketahui penggunaan variasi serat terlalu sedikit atau terlalu banyak
tidak menghasilkan efek yang baik terhadap ferosemen. Jika variasi serat yang
digunakan terlalu banyak maka akan mengurangi kelecakan dengan sangat drastis.
Ferosemen akan sulit dipadatkan dan banyak rongga udara yang terjebak didalamnya,
kebanyakan serat juga akan mengakibatkan retak, dimana serat akan saling berkaitan
dan membentuk bola yang sangat berongga yang akan mengurangi kekuatan dari
ferosemennya.
Menurut ASTM (American Society for Testing and Material) menjelaskan
bahwa serat setidaknya mempunyai panjang 100 kali diameternya dan minimal 5mm.
Serat pada umumnya berupa batang-batang dengan diameter antara 5 dan 500 m
dan panjang sekitar 25mm sampai 100mm. Bahan serat dapat berupa serat asbestos,
serat tumbuh-tumbuhan (jerami, bambu, ijuk), serat pelastik (polypropylene),atau
potongan kawat baja.
Tujuan dari penelitian ini adalah ingin menerapkan berdasarkan modul
RISHA, dengan mensubstitusikan penggunaan ferosemen, hal ini dilakukan dengan
tujuan ingin menonjolkan karakter ferosemen sebagai rumah murah (low cost
housing) dan bahan substitusi yang lebih ringan dan tidak kalah dengan beton
bertulang. Dengan ini diharapkan elemen ferosemen untuk mencari bahan substitusi
beton bertulang pada bangunan Rumah Instan Sederhana Sehat (RISHA) sebagai
pengaplikasian elemen ferosemen. Dimana RISHA mempunyai komponen yang
bersifat modular membuat ruang yang terbentuk menjadi sangat kaku, dimana
ukurannya mengacu pada ukuran 3 meter. RISHA menggunakan sistem struktur
rangka yang terdiri dari kolom dan balok, komponen RISHA terdiri dari tiga macam,
yaitu Panel 1 sebagai balok, Panel 2 sebagai kolom, dan Panel 3 sebagai simpul. Bisa
kita lihat pada Gambar.
ferosemen adalah terestrial dan laut. Ini telah digunakan di perumahan (terutama
elemen atap), tangki air, pipa, perahu air, tongkang, kapal, waduk, kolam renang,
pekerjaan pertanian, silo dan gudang.
Bahan penyusun dasar yang dibutuhkan untuk ferrocement adalah semen,
pasir, air dan wire mesh. Semen biasanya harus dari tipe Portland biasa. Rasio semen-
pasir untuk mortar bervariasi dari 1:1,5 sampai 1:2,5 dan rasio air-semen, dari 0,35
sampai 0,50 berat. Jaring kawat dari berbagai jenis, seperti heksagonal (jaring kawat
ayam), anyaman, dilas, diperluas dan jaring Watson, telah digunakan. Jaring kawat
umumnya terdiri dari kabel berdiameter 0,5 hingga 1,5 mm dan berjarak 5 hingga 25
mm.
Aplikasi ferrocement pada struktur ukuran kecil dan elemen struktur telah
menjamur di negara berkembang. Contohnya termasuk tangki air, silo biji-bijian,
kubah, tongkang, tempat berlindung dari tanah, dermaga apung, ponton, balok atap,
dan kapal tanker minyak. Di satu sisi, ferosemen telah menjadi bahan "serba guna"
untuk produk tipis dan potensi kombinasinya dengan bahan lain (seperti serat dan
prategang) merupakan bukti keserbagunaannya. Peningkatan pemanfaatan ferosemen
diyakini akan terus berlanjut. Di negara-negara industri, hal ini dapat berupa produksi
mekanis dari elemen-elemen berukuran kecil seperti lembaran semen dan pipa untuk
menggantikan produk semen asbes.
Pasar perumahan telah menjadi paling cocok saat ini untuk penggunaan kulit
kelongsong, atap dan eksterior yang terbuat dari ferrocement.
Teknologi ferrocement akan terus menjangkau rentang yang sangat luas, dari
teknologi yang cukup sederhana yang hanya membutuhkan investasi kecil pada alat
dan perlengkapan, hingga teknologi yang sangat maju di mana robot akan
menggantikan tenaga kerja dengan biaya yang sangat murah.
Sementara peraturan dan pedoman yang ada untuk beton bertulang
menawarkan titik awal yang baik, akan ada kebutuhan yang meningkat untuk
pedoman dan pedoman yang lebih baik yang secara khusus diarahkan pada produk
berbahan dasar ferosemen dan semen tipis. Di AS, misalnya, persyaratan tahan api
mengenai penutup beton minimum untuk tulangan tidak dan tidak dapat diterapkan
pada ferosemen. Namun persyaratan seperti itu menghalangi penggunaannya. Di sisi
"analisis-desain", di masa depan, perhatian khusus harus diberikan untuk
menyederhanakan keterlibatan analitis, menyediakan alat bantu desain dan
mengurangi upaya total yang ditujukan untuk proses "analisis-desain". Karena
sebagian besar pembangun struktur ferosemen kecil adalah non-teknis, tidak realistis
untuk berasumsi bahwa mereka akan mampu dan mau mengikuti metodologi desain
yang kompleks.
mungkin memiliki kekuatan luluh tarik tidak lebih dari sekitar 240 MPa. Saat

ini, tersedia kabel baja dengan kekuatan tarik 15 kali lebih tinggi. Selain itu, bahan

penguat tidak hanya mencakup baja tetapi juga serat polimer kinerja tinggi lainnya

seperti kaca, karbon, aramid (Kevlar), Spectra, dan lain-lain.

Beberapa kemajuan menuju penyederhanaan telah dibuat melalui Ferrocement


Model Code yang diterbitkan oleh International Ferrocement Society. Ini harus
memfasilitasi penerimaan dan implementasi ferrocment di seluruh dan membuka
jalan bagi perkembangan masa depan tanpa hambatan. Seperti banyak bahan
struktural, peningkatan aktivitas pendidikan dan peningkatan aplikasi akan bergerak
secara bertahap, dan akan berkorelasi kuat. Kemungkinan subjek ferosemen akan
menemukan jalannya ke kursus yang berkaitan dengan beton bertulang, pelat dan
cangkang, dan komposit matriks rapuh.

Tujuan dari penelitian ini adalah ingin menerapkan berdasarkan modul


RISHA, dengan mensubstitusikan penggunaan ferosemen, hal ini dilakukan dengan
tujuan ingin menonjolkan karakter ferosemen sebagai rumah murah (low cost
housing) dan bahan substitusi yang lebih ringan dan tidak kalah dengan beton
bertulang. Dengan ini diharapkan elemen ferosemen untuk mencari bahan substitusi
beton bertulang pada bangunan Rumah Instan Sederhana Sehat (RISHA) sebagai
pengaplikasian elemen ferosemen. Dimana RISHA mempunyai komponen yang
bersifat modular membuat ruang yang terbentuk menjadi sangat kaku, dimana
ukurannya mengacu pada ukuran 3 meter. RISHA menggunakan sistem struktur
rangka yang terdiri dari kolom dan balok, komponen RISHA terdiri dari tiga macam,
yaitu Panel 1 sebagai balok, Panel 2 sebagai kolom, dan Panel 3 sebagai simpul. Bisa
kita lihat pada Gambar.
Gambar 1. 4 Modular Pengaplikasian Rumah Instan Sederhana Sehat
Sumber: https://www.hipwee.com/ bangun-rumah-risha-satu-lantai-pencerahan-nih
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka di dapat rumusan masalah sebagai


berikut ;
1. Mengetahui karakter fisik dan mekanik ferosemen terhadap penambahan
variasi serat roving/fiber glass, dengan variasi 0.73%, 1.22%, 1.71%, 2.20%,
dan 2.69% (terhadap fraksi).
2. Mengetahui persentase optimal variasi campuran pada ferosemen

1.3 Tujuan Penelitian


1. Mengetahui komposisi optimal dari variasi 0.73%, 1.22%, 1.71%, 2.20%,
dan 2.69% (terhadap fraksi).
2. Mengetahui karakter peluang material ferosemen sebagai bahan subtitusi
panel risha.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Secara umum menambah pengetahuan mengenai karakteristik kubus


mortar dengan bahan ferosemen hybrid,
2. Memperoleh kuat lentur optomal pada plat ferosemen untuk
kebutuhan aplikasi konstruksi material substitusi pelat beton
konvensional bertulang atau bahan lainnya,
3. Memberikan informasi tambahan mengenai hubungan variasi
campuran Serat Roving/fiber glass pada elemen ferosemen dengan
persentase yang optimal.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian


Agar penelitian ini dapat terfokus pada tujuan dari penelitian ini, maka
peneliti mengambil kesimpulan bahwa objek penelitian terbatas pada pengaruh
penggunaan fiber glass terhadap kuat lentur. Dalam pengujian ini yang termaksud
dalam ruang lingkup sebagai berikut :
1. Ferosemen yang direncanakan adalah mortar semen hidraulik dengan
lapisan 3 jaringan kawat anyam, tebal 5cm dan bahan tambah Serat
roving/fiber glass dengan variasi penambahan campuran 0.73%, 1.22%,
1.71%, 2.20%, dan 2.69% (terhadap fraksi).
2. Sifat mekanis mortar sebagai sebagai bahan yang diuji hanya berat jenis,
kuat tekan dan kuat lentur.
3. Fiber glass yang digunakan memiliki diameter 0,01 mm dengan panjang
potongan 12 mm.
4. Bentuk sampel pengujian plat ini berukuran 600 mm x 150 mm x 150 mm.
5. Batasan untuk pembuatan benda uji kubus mortar :
a. Perhitungan mix design dengan menggunakan metode volume
absolute.
b. Faktor air semen (FAS) digunakan 0,5.
c. Faktor pasir semen yang digunakan 1;2.5
d. Standar pengujian mengacu pada peraturan ACI (American Concrete
Institut) dan ASTM (American Society for Testing and Material).

1.6 Sistem Penulisan


Sistematika penulisan mencakup keseluruhan isi dari karya ilmiah meliputi
BAB I Pendahuluan sampai denga BAB V Kesimpulan dan Saran

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini menguraikan tentang latar belakang penelitian, rumusan masalah,


tujuan penelitian, manfaat penelitian, ruang lingkup penelitian dan dilanjutkan
dengan sistematika penulisan.
BAB II LANDASAN TEORI

Pada bab ini menyajikan dasar teori, uraian umum, dan uraian khusus
mengenai ferosemen, serat fiber dan campuran yang akan digunakan yaitu variasi
Serat roving/fiber glass yang akan diteliti berdasarkan referensi- referensi yang
diperoleh penulis.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN


Dalam bab ini menjelaskan tentang bagan alir tahap dan prosedur penelitian
yang terdiri dari studi literatur, pengadaan material, pengadaan peralatan, pengujian
agregat halus, perencanaan campuran untuk mortar, pembuatan adukan pertama,
pembuatan dan perawatan mortar, pelaksanaan pengujian, serta pengumpulan dan
analisa data.

BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA

Bab ini berisikan data data perhitungan dari hasil pengujian yang dilakukan.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisi kesimpulan dan saran dari penulis mengenai karya ilmiah yang
sudah dilaksanakan.

Anda mungkin juga menyukai