Anda di halaman 1dari 44

ANALISA PENGARUH VARIASI CAMPURAN KAWAT

BENDRAT TERHADAP KUAT LENTUR ELEMEN


FEROSEMEN

AAN ANTONI ANDRIAWAN


NPM: 17.07.0.006

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS RIAU KEPULAUAN
BATAM
2022
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

1.1.1 Definisi Beton

Secara umum kita melihat bahwa pertumbuhan atau perkembangan

industri konstruksi di Indonesia cukup pesat, meskipun harus masalah krisis

ekonomi. Hampir 60% material yang umumnya pada umumnya dipadukan

dengan baja (composite) atau jenis lainnya. Konstruksi beton dapat dijumpai

dalam pembuatan gedung-gedung, jalan (rigit pavement), bendung, saluran,

dan lainnya yang secara umum dibagi menjadi dua yakni untuk konstruksi

bahwa (under structure) maupun konstruksi atas (upper structure). (Tri

Mulyono 2004,2005:135). Perancangan beton harus memenuhi kiteria

perancangan standar yang berlaku. Peraturan dan tata cara perancangan

tersebut antara lain adalah ASTM, ACI, JIS, ataupun SNI. Metode yang

dapat digunakan antara lain Road Note No.4 ACI (American Concrete

Institute), dan cara SK.SNI-T-15-1990-03 atau DoE/PU serta cara coba-

coba “Try and Error”. Perancangan sendiri dimaksudkan untuk

mendapatkan beton yang baik harus memenuhi dua kinerja utamanya, yaitu

kuat tekan yang tinggi dan mudah dikerjakan (workability). Selain hal

tersebut, beton yang dirancang harus memenuhi kiteria antara lain, tahan

lama atau awet (durability), murah (aspect economic cost) dan tahan haus.

(Tri Mulyono 2004,2005:135)

Beton merupakan fungsi dari bahan penyusunnya yang terdiri dari

bahan semen hidrolik (Portland cement), agregat kasar, agregat halus, air
dan bahan tambah (admixture atau additive). Untuk mengetahui dan

mempelajari prilaku elemen gabungan (bahan-bahan penyusun beton), kita

memerlukan pengetahuan mengenai karakteristik masing-masing komponen

(Ir.Tri Mulyono 2004:3). Beton dapat dibedakan menjadi tiga bagian

berdasarkan beratnya yaitu beton berat, beton normal, dan beton ringan.

Beton dapat dibedakan berdasarkan material pembentuknya dan kegunaan

strukturnya. Beton jenis lain pada prinsipnya sama dengan beton normal

yang telah dibicarakan diawal, yang membedakannya adalah material

tambahan yang digunakan. (Ir.Tri Mulyono 2004:307).

Tabel 1.1.1 Jenis Beton Berdasarkan Berat Jenis dan Pemakaiannya

Berat Jenis Beton

Jenis Beton (kg/m³) Pemakaian

Beton Sangat Ringan < 1000 Non - Struktur

Beton Ringan 1000 - 2000 Struktur Jaringan

Beton Normal 2300 - 2500 Struktur

Berat > 3000 Prisai Sinar X

Sumber: Tjokrodimuljo, K (2003)

1.1.2 Ferosemen

Di sisi lain, sebenarnya ada material substitusi struktur beton yang

lebih efisien dan ekonomis yaitu ferosemen (ferrocement). ”Ferosemen

adalah sejenis beton bertulang yang berukuran tipis biasanya dibuat dari

mortar semen hidraulik ditulangi kawat dengan jarak lapisan dan ukuran

jaringan kawat yang rapat. Jaringannya bisa terbuat dari metalik atau
material lain yang sejenis” (Naaman, 2000: 9) dikutip dari (ACI Committee

549, 1980). Berdasarkan beberapa pengertian dan definisi menurut Pedoman

Beton 1989 Draft Konsesus dan terminologi ASTM C-125 ferosemen

termasuk kategori beton ringan total atau beton ringan berpasir. Menurut

definisinya adalah beton yang seluruh agregat terdiri dari agregat halus

dengan berat normal (Ir. Tri Mulyono 2004, 2005: 136).

Ferrosemen adalah merupakan komposit dan anggota dari struktur

beton keluarga Komposit berbasis semen umumnya dipandang sebagai dua

komponen, matriks berbasis semen dan bala bantuan. Sebenarnya, hanya

matriksnya saja (yang umumnya terdiri atas semen, pasir, air, dan aditif

lainnya) yang dapat dianggap sebagai gabungan itu sendiri. (Naaman

2000:38).

Gambar 1.1.2
Klasifikasi Keluarga Beton Struktural

SEMEN KOMPOSIT

TULANGAN SEMEN MATRIKS


(baja; FRP; dll) KOMPOSIT (Meton; Mortar; Pasta;
Semen)

TULANGAN BERSAMBUNG TULANGAN TIDAK


BERSAMBUNG

BETON BETON
BERTULANG PRATEGANG

BETON FEROSEMEN BETON FIBER BERTULANG


BERTULANG (Dari jaringan (Premix; Shotcrete; Slurry
PARISAL tulangan lain yang Infiltrated)
berlembar tipis)

APLIKASI YANG BERDIRI SENDIRI


ATAU KOMBINASI APLIKASI
(Tulangan bersambung ditambah tidak
bersambung komposit hybrid)
Sumber: Naaman (2000:39)

Penggunaan ferosemen di negara-negara industri, khususnya Amerika

Utara, sangat minim. Hal ini mungkin karena ketersediaan yang siap dan

biaya yang relatif rendah dari bahan konstruksi pesaing lainnya seperti

kayu dan kayu lapis, yang dapat dengan mudah dikerjakan dengan tenaga

kerja tidak terampil. Namun demikian, semakin banyak bukti bahwa bahkan

dinegara-negara industri, ferrosement dapat bersaing secara biaya melalui

fabrikasi mekanis dan pilihan tulangan mesh yang tepat. Misalnya, elemen

ferosemen yang diproduksi pabrik menggunakan mesh logam yang

diperluas alih-alih anyaman wire mesh, mungkin harganya dua hingga tiga

kali lebih murah daripada elemen ferosemen konvensional yang diproduksi

secara manual dengan kinerja yang setara. Meningkatnya ketersediaan serat

diperkuat polimer (FRP) atau jaring plastik dan penggunaan kombinasi

jarring dan serat, kemungkinan akan mengarah pada pengurangan biaya

lebih lanjut. Agar kompetitif di Amerika Utara, ferrocement harus

menemukan aplikasi di mana bahan lain tidak kompetitif dari segi biaya,

atau di mana sifat-sifatnya dibutuhkan secara unik, atau di mana biaya

tenaga kerja tidak menjadi kendala. Contohnya termasuk bisnis lembaran

semen, aplikasi di mana ketahanan api diperlukan, aplikasi kelautan, dan

semakin banyak, pekerjaan perbaikan, dan perkuatan.

Ferosemen mempunyai beberapa keunggulan yang sudah teruji di

lapangan dibandingkan memakai metode konvensional lainnya. Beberapa

keunggulan ferosemen antara lain adalah sebagai berikut :


1. Kekuatan cenderung lebih tinggi dibandingkan jenis beton pada

umumnya.

2. Konstruksi beton cenderung lebih ringan, sehingga pemakaian dapat

dilakukan pada tanah yang memiliki daya dukung rendah.

3. Konstruksi memiliki kekuatan, daya lentur dan ketahanan yang baik

dibandingkan teknologi beton pada umumnya.

4. Beton ini cenderung lebih ekonomis apabila dibandingkan dengan jenis

teknologi konvensional.

5. Pemakaian beton ini dapat diaplikasikan ke dalam tahap fisik, hidrolik

maupun mekanik.

6. Pemakaian bahan material lokal dan mampu dibuat dengan cara in situ

maupun tempat lain untuk dilakukan perangkaian di lapangan.

7. Penggunaannya lebih efektif dan efisien dengan cara sederhana,

sekaligus dapat diaplikasikan di berbagai macam lokasi.

8. Pemakaiannya dapat dioperasikan oleh petani untuk mendorong

penggunaan teknologi ferosemen dalam peningkatan kerja jaringan

irigasi tersier.

Sangatlah informatif untuk meninjau ukuran dan jenis beberapa

struktur atau elemen struktural yang dibangun dengan besi untuk

memberikan gambaran tentang ruang lingkup dan jangkauannya. Berikut

adalah beberapa contoh yang didokumentasikan :


Gambar 1.3 Penggunaan cangkang berpola rusuk (Pier Luigi)

Gambar 1.4 Kapal layar menggunkan ferosemen


(Joseph-louis Lambot)

Dalam dunia konstruksi saat ini, kebutuhan akan material konstruksi

semakin bertambah seiring dengan pembangunan yang semakin pesat.

Material konstruksi yang paling sering digunakan salah satunya adalah

material beton. Terdapat berbagai jenis beton berdasarkan kegunaannya

seperti beton  bertulang, beton mortar, beton ringan, beton hampa, beton

precast (pracetak), dan masih banyak lagi. Dalam berbagai jenis beton

tersebut, terdapat beton pracetak yang merupakan salah satu jenis yang

paling efisien dalam segi waktu dan  pemasangan. Dengan keunggulannya,


beton pracetak merupakan salah satu jenis yang paling sering dipakai dalam

konstruksi berskala besar.

1.1.3 Beton Precast (Pracetak)

Beton pracetak, sesuai dengan namanya jenis beton ini adalah beton

yang telah dicetak dan dibuat terlebih dahulu di suatu tempat sebelum

digunakan pada lokasi konstruksi. Beton ini dibuat berdasarkan cetakan dan

ukuran tertentu yang sudah di tentukan oleh perusahaan penyedia yang telah

menyesuaikan dengan kebutuhan yang ada di lapangan. Selain itu, beton

pracetak juga di jaga dan dirawat sesuai prosedur yang telah ditetapkan

hingga beton mencapai umur  perawatan. Begitu beton sudah mencapai

umur perawatan, barulah beton pracetak akan dikirimkan ke lokasi

konstruksi.

Berbagai jenis beton pracetak yang sering digunakan di Indonesia

dalam kegiatan konstruksi adalah sebagai berikut.

1. Pagar, panel, kolom dan U-ditch

Gambar 1.1.3 Pagar panel dan kolom dan U-ditch

2. Box culvert dan Paving block


Gambar 1.1.3 Box culvert dan Paving block

3. Kanstin dan Road barrier

Gambar 1.1.3 Kanstin dan Road barrier

4. Buis beton

Gambar 1.1.3 Buis beton

Beton pracetak merupakan beton yang telah dicetak dan dibuat terlebih

dahulu di suatu tempat sebelum digunakan pada lokasi konstruksi. Beton ini

dibuat berdasarkan cetakan dan ukuran tertentu yang sudah di tentukan oleh

perusahaan penyedia yang telah menyesuaikan dengan kebutuhan yang ada

di lapangan. Namun tidak hanya itu saja, beton pracetak juga bisa di

aplikasikan dalam bentuk struktur rumah atau yang lainnya. Seperti beton

pracetak yang di aplikasikan oleh RISHA (rumah instan sederhana sehat).


1.1.4 Risha (Rumah Instan Sederhana Sehat)

Risha adalah perwujudan sebuah rumah dengan desain modular, yaitu

konsep yang membagi sistem menjadi bagian-bagian kecil (modul) dengan

ukuran yang efisien agar dapat dirakit menjadi sejumlah besar produk yang

berbeda-beda. Risha merupakan sebuah penemuan yang menggunakan

teknologi konstruksi knock down yang dapat dibangun dengan waktu cepat

(oleh sebab itu disebut sebagai teknologi instan), dengan menggunakan

bahan beton bertulang pada struktur utamanya, karena itu pula, ia

mendorong pelaku UKM untuk mengembangkan usaha produksi panel

beton.

Risha ini dibangun pada dua tempat yaitu industri komponen

dan installing di site. kedua proses tersebut dapat dilakukan secara parallel,

yaitu pada saat lokasi disiapkan pematangan lahan dan pembangunan

infrastruktur maka di workshop dibuat komponen-komponennya. ketika

komponen siap dan lokasi telah matang, maka komponen di rakit di site.

RISHA telah diterapkan dan direplikasikan oleh stakeholder antara lain

beberapa UKM. Respon dari pengguna produk ini cukup tinggi, dan saat ini

lebih banyak diminati untuk kebutuhan pembangunan vila-vila, banyak yang

tertarik untuk memiliki bangunan ini karena keunikan, sedangkan untuk

kelompok masyarakat berpenghasilan rendah yang menjadi kendala adalah

belum adanya sistem pembiayaan yang mampu memfasilitasi kemampuan

mereka, peminatan akan teknologi tersebut cukup tinggi.


Berikut ada gambar dan ukuran untuk panel risha :

Gambar 1.1.3 Modul dan ukuran risha

Adapun cara pengaplikasian komponen RISHA di sambung dengan mur-

baut. Komponen terdiri dari 3 (tiga) panel beton sebagai elemen struktur.

Komponen ini dapat membetuk struktur pondasi, sloof, kolom, balok, dan kuda-

kuda, selain itu komponen dapat juga berfungsi sebagai tiang pagar, drainase,

carport, dan tangga (optional). Dinding pengisi, penutup lantai dan atap, pintu dan

jendela dapat disesuaikan sesuai kebutuhan. Dengan prinsip modular ini tidak ada

batasan luas bangunan yang dapat dibuat, namun tetap modul kelipatan 9 m2

Dengan ukuran sesuai prinsip ukuran rumah sederhana sehat (RISHA).

Gambar 1.1.4 Pengaplikasian Rumah Instan Sederhana Sehat


Dari hasil uraian diatas maka penulis ingin mensubsitusikan bahan

pracetak struktur Risha dengan metode ferosemen, dimana maksud dan

tujuan dalam penelitian ini penulis ingin membuat bahan bangunan rumah

semurah mungkin (low cost housing). Selain dari itu penulis ingin mengatasi

kelemahan ferosemen akibat tegangan tarik dan lentur, salah satunya dengan

penambahan serat baja (bendrat). Pemberian serat ini diberikan secara acak

dalam adukan beton yang dapat menahan perambatan dan pelebaran retak-

retak yang terlalu cepat pada ferosemen, akibat panas hidrasi maupun akibat

pembebananan.

Banyak penilitian lain yang telah membahas tentang ferosemen,

namun penulis mengutip dari salah satu penelitian mahasiswa UIB

(sumanto) mengenai Analisa “Hubungan Persentase Tulangan Terhadap

Variasi Tebal Elemen Lentur Ferosemen”. Dimana peneliti menguji fisik

profil yang optimal pada ferosemen dengan variasi tebal 2,5cm; 5cm; 7,5cm

dan 10cm, dengan masing-masing ketebalan diberi variasi presentase

tulangan 4%, 6%, dan 8% (dari ketebalan ferosemen) untuk mengetahuin

kapasitas momen lentur optimal pada hubungan tebal elemen dan presentase

tulangan jaringan kawat tersebut. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa

momen yang didapat pada kedua metode memiliki krakteristik yang sama

yaitu cenderung meningkat nilai momennya seiring dengan bertambahnya

ketebalan elemen dan presentase tulangan dan kapasitas momen lentur

optimal yang didapat dalam hubungan presentase tulangan terhadap variasi

tebal elemen lentur ferosemen adalah ferosemen dengan presentase sebesar

4% dan ketebalan elemen sebesar 50mm. Dari uraian diatas penulis


melanjutkan penelitian tersebut dengan menggunakan tebal 50mm dengan

lapisan tulangan kawat anyam tiga lapis.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka penulis akan merumuskan

permasalahan yang akan diteliti sebagai berikut :

1. Penelitian untuk mengetahui bagaimana karakteristik fisik dan mekanik

ferosemen dengan penambahan serat kawat bendrat terhadap kuat lentur

pada konsentrasi serat lurus dan dengan panjang 4 ± 1 cm diameter  0.8mm

dan menggunakan variasi komposisi 0%; 3%; 5%; 7%; 9%; dan 12% (dari

berat semen).

2. serta untuk mengetahui presentase optimal dalam campuran ferosemen.

Gambar 1.2 Kawat Baja (bendrat)

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan yang dicapai dari kegiatan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui komposisi optimal penambahan kawat bendrat terhadap kuat

tekan dan kuat lentur , dengan penambahan variasi presentase kawat bendrat

terhadap berat semen pada campuran ferosemen.

2. Mengetahui probabilitasi bahan subsitusi untuk element pracetak RISHA.

1.4 Manfaat Penelitian

Peneliatin ini diharapkan dapat bermanfaat untuk :

1. Secara umum menambah pengetahuan mengenai karakteristik kubus mortar

dengan bahan ferosemen hybrid.

2. Memperoleh kapasitas lentur teoritis elemen pelat ferosemen untuk

kebutuhan aplikasi konstruksi material substitusi pelat beton konvensional

bertulang atau bahan lainnya.

3. Memberikan informasi tambahan mengenai hubungan variasi campuran

kawat bendrat pada elemen ferosemen dengan persentase yang optimal pada

elemen pelat lentur ferosemen.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Agar penelitian ini dapat terfokus dan terarah pada tujuan utamanya, maka

peneliti mengambil kesimpulan bahwa objek penelitian dibatasi hanya pada

pengaruh penggunaan kawat bendrat terhadap kuat tekan dan kuat lentur . Dalam

pengujian ini yang termasuk dalam ruang lingkupnya sebagai berikut :

1. Ferosemen yang direncanakan adalah mortar semen hidraulik dengan lapisan

3 jaringan kawat, tebal 5cm dan bahan tambah kawat bendrat dengan variasi

penambahan campuran 0%, 3%, 5%, 7%, 9%, dan 12% (dari berat semen).
2. Sifat mekanis mortar sebagai bahan yang diuji hanyalah berat jenis, kuat

tekan dan kuat lentur.

3. Kawat bendrat yang digunakan adalah yang telah dipotong-potong sepanjang

4 ± 1cm dengan diameter 0,80 mm.

4. Bentuk model plat yang digunakan untuk ukuran sample 60cm x 15cm x 5cm

5. Batasan untuk pembuatan benda uji kubus mortar :

a. Perhitungan mix design dengan menggunakan metode volume absolute.

b. Faktor air semen (FAS) diambil 0,5.

c. Factor pasir semen yang digunakan 1:2,5.

d. Standart pengujiam mengacu pada peraturan ACI (American Concrete

Institude) dan ASTM (American Society for Testing and Material).

Gambar 1.5 Plat Ferosemen dan Sample Kubus

1.6 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan tugas akhir ini terdiri dari beberapa bab dan sub bab,

masing-masing bab menjelaskan dengan perincian sebagai berikut :

1. BAB I PENDAHULUAN
Bab ini menguraikan tentang latar belakang penelitian, rumusan masalah,

tujuan penelitian, manfaat penelitian, ruang lingkup penelitian dan

dilanjutkan dengan sistematika penulisan.

2. BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini menyajikan dasar teori, uraian umum, dan uraian khusus

mengenai ferrocement, serat fiber dan campuran yang akan digunakan yaitu

variasi kawat bendrat yang akan diteliti berdasarkan referensi-referensi yang

diperoleh penulis.

3. BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Dalam bab ini menjelaskan tentang bagan alir tahap dan prosedur

penelitian yang terdiri dari studi literatur, pengadaan material, pengadaan

peralatan, pemeriksaan agregat halus, perencanaan campuran untuk mortar,

pembuatan adukan pertama, pembuatan dan perawatan mortar, pelaksanaan

pengujian, serta pengumpulan dan analisa data.

4. BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA

Bab ini berisikan penjelasan data-data yang telah dikumpulkan dan hasil

perhitungan..

5. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Berisikan tentang kesimpulan dan saran dari penulis.


BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Umum

Ferrocement adalah komposit dari Ferro (Besi) dan semen (mortir semen).

Ferosemen dapat dianggap sebagai jenis konstruksi beton bertulang berdinding

tipis di mana kawat jeruji berdiameter kecil digunakan secara seragam di seluruh

penampang dari pada batang tulangan yang ditempatkan secara terpisah dan di

mana mortar semen Portland digunakan sebagai pengganti beton. Dalam

ferrocement, jaringan kawat diisi dengan mortar semen. Ini adalah komposit,

dibentuk dengan jaringan kawat yang dirajut erat baja rangka bulat yang dililit

rapat dan diresapi dengan mortar semen yang kaya seperti yang ditunjukkan pada

gambar berikut.

Gambar 2.1 Konstruksi Struktur Ferosemen

Dengan Ferrocement dimungkinkan untuk membuat berbagai elemen

struktural, dapat digunakan pada pondasi, dinding, lantai, atap, cangkang dll.

Mereka berdinding tipis, ringan, tahan lama dan memiliki tingkat impermeabilitas

yang tinggi. Ini menggabungkan sifat-sifat bagian tipis dan kekuatan baja yang
tinggi. Selain itu tidak perlu bekisting atau penutup untuk casting. Ferrocement

memiliki aplikasi di semua bidang konstruksi sipil, termasuk struktur penahan air

dan tanah, komponen bangunan, struktur ruang berukuran besar, jembatan, kubah,

bendungan, kapal, saluran, bunker, silo, pabrik pengolahan air dan limbah.

Keberadaan ferosemen saat ini kurang popular dibandingkan beton maupun

semen lainnya. Padahal ferosemen merupakan teknologi alternatif yang ekonomis

dan dapat dimanfaatkan sebagai bahan bangunan maupun bahan untuk membuat

pesawat luar angkasa sekalipun. Demikian terungkap dalam Symposium on

Ferocement and Thin Reinforced Cement Composites ke-9 (1999).

Menurut Ir. Anshori Djausal, M.T. (1999), penggunaan ferosemen

sebenarnya sudah ada sejak abad ke-18 namun penggunaan ferosemen kurang

popular karena pada saat itu teknologi untuk menghasilkan bahan-bahan

pencampur ferosemen belum berkembang dengan baik. Akibatnya, beton yang

memiliki usia relatif sama berkembang dengan pesat dan populer. “Dilihat dari

ketahanannya terhadap pukulan yang mendadak, ferosemen jauh lebih baik. Di

samping itu, ferosemen dapat digunakan untuk berbagai macam proyek, mulai

pembuatan vas bunga sampai robot yang menggunakan teknologi tinggi”.

2.2 Perbandingan RCC dan Ferosemen

Komposit ferosemen memiliki cirri yang berbeda dengan beton semen

bertulang. Fitur seperti ketebalan produk, matriks yang digunakan dalam produk,

penguatan, kekuatan, prilaku structural, dll. Yang membedakannya diberikan di

table berkut :
Tabel 2.2 Perbandingan RCC dan Ferosemen

Sr.
Fitur RCC Ferosemen
No

1. Ketebalan Minimal 7.5mm Berdinding tipis 50 – 50mm

2. Bahan matriks Beton semen Kaya akan mortar semen

Batang baja > Kawat halur terus menerus

3. Tulangan diameter 6mm jaringan tersebar seluruh

terpisah jarak jauh tubuh struktur.

Lemah dalam Kekuatan tarik tinggi,

4. Kekuatan ketegangan, ikatan unggul ikatan dan kuat

dan geser. geser.

5. Daya tarik 4 – 6 kg/cm² 80 – 90 kg/cm²

Kekuatan untuk

6. berat 15 – 10 45 – 90

perbandingan.

Bekesting dan Kawat yang diikat erat


Peoses
7. penutup sangat bertindak sebagai
pengecoran
penting. pendukung pengecoran

8. Komposisi Heterogen Hampir Homogen

Perolehan Karena ukuran dan


9. Karena bentuk struktur.
kekuatan bentuk tulangan.

Prilaku
10. Kaku Tidak kaku.
structural

2.3 Bahan Pembentuk Ferosemen

Menurut Antonie. E Naaman (former chairman of American Concrete

Institute Commite 549) campuran hidraulis untuk ferosemen harus direncanakan

menurut standart prosedur mix design untuk mortar dan beton. Pada umumnya
mortar ferosemen terdiri dari semen Portland, pasir halus, air, dan admixture

tambahan lainnya. Untuk lebih jelasnya mengenai bahan pembentuk ferosemen,

maka material pembentuk ferosemen berdasarkan ACI 549 Chapter 3 - Materials

Requirements dapat dijabarkan sebagai berikut.

2.3.1 Mortar

Menurut Naaman (2000: 15), campuran semen hidraulik untuk

ferosemen harus direncanakan menurut standar prosedur mix design untuk

mortar dan beton. Pada umumnya mortar terdiri dari semen portland,

agregat halus (pasir), air, dan admixture tambahan lainnya. Berdasarkan

ACI Committee 549 (1999: 4) mortar biasanya mengandung 95% dari total

volume ferosemen dan mempunyai pengaruh yang besar pada perilaku

terhadap produk akhir. Oleh karena itu, dalam pemilihan material-material

seharusnya diberi perhatian ekstra pada semen, mineral admixtures, agregat

halus, dan dalam pencampuran serta penempatan mortar.

ACI Committee 549 (1999: 5) menyatakan interval perbandingan

campuran berdasarkan berat untuk ferosemen yang dianjurkan adalah rasio

pasir- semen berada pada (S/C) 1,5 – 2,5 dan untuk rasio air-semen (W/C)

berada pada 0,35 – 0,5.

2.3.2 Semen Portland

Semen yang digunakan dalam pembuatan ferosemen adalah semen

portland, berupa bahan hidrolik yang berfungsi sebagai perekat diantara

bahan-bahan penyusun lainnya. Semen ini dibuat dari serbuk halus mineral

kristalin dengan komposisi utama adalah kalsium dan aluminium silikat,


penambahan air pada mineral ini akan membentuk suatu pasta yang jika

mengering akan mempunyai kekuatan seperti batu.

Kekuatan yang dihasilkan oleh semen portland merupakan proses

hidrasi, dimana dalam proses kimiawinya akan berupa rekristalisasi dalam

bentuk kristal- kristal yang saling mengunci, sehingga membentuk gel

semen yang mempunyai kekuatan tinggi apabila mengeras.

Semen Portland yang memenuhi syarat sesuai SNI 16-2049-2004 atau

standar uji bahan bangunan yang telah diakui lainnya. Semen harus segar,

konsistensi seragam, dan bebas dari benjolan asing, serta harus disimpan

ditempat yang kering dan dala waktu yang sesingkat mungkin.

2.3.3 Agregat

Agregat adalah material inti dari beton dengan fungsi sebagai pengisi.

Untuk beton ferosemen agregat yang digunakan adalah agregat halus,

dikarenakan ukuran ferosemen yang berkisar antara 10 mm sampai dengan

50 mm. Agregat halus yang digunakan harus sesuai dengan Standar

Nasional Indonesia (SNI 1970:2008) yang diadopsi dari Standar Industri

Indonesia (SII) 0052-80 atau American Standard For Testing Material

(ASTM) C 330 atau standar uji bahan bangunan yang diakui lainnya.

Agregat harus bersih, bebas dari material organik dan zat merugikan

lainnya.

Fungsi dari agregat adalah sebagai bahan pengisi yang akan

membentuk mortar dengan dicampur air dan semen, dimana pasir harus

lolos dari saringan no. 4 dan tertahan pada saringan no. 100 saringan standar
Amerika. Agregat ini tidak boleh mengandung zat organik yang berlebihan,

untuk itu maka agregat harus dibuktikan dengan pengujian menggunakan

larutan NaOH 3% sehingga menghasilkan warna standar yang

diperbolehkan. American Concrete Institute (ACI) Commite 304

memberikan standar penggunaan pasir yang lolos saringan no 50 (0,30 mm)

berkisar antara 15 % sampai dengan 30 %. Namun bagaimanapun, ukuran

partikel maksimum harus dikontrol oleh kendala konstruksi seperti ukuran

jaringan kawat dan jarak antar jaringan kawat.

Mutu suatu agregat ditentukan oleh kandungan lumpur yang

bercampur dan ikut pada saat pengambilan dari sumber penambangan

material. Semakin sedikit lumpur yang terkandung didalam agregat maka

semakin baik agregat digunakan untuk bahan campuran beton. Berhubungan

dengan kandungan kadar lumpur agregat, sesuai dengan SNI 1970:2008

dinyatakan bahwa jumlah kandungan lumpur yang diijinkan dalam agregat

halus adalah maksimal 5% dari seluruh berat agregat karena bila terlalu

banyak akan sangat berpengaruh terhadap kekuatan beton.


Tabel 1. Gradasi Agregat Halus (Pasir)

Gradasi Agregat
120
100
100
85
Presentase Butir Lolos

80 80
60
60
50
40 30

20 25
10
10
0 2
0.15 0.3 0.7 1.1 2.3
Ukuran Saringan

Sumber: ACI Committee 549 (1999:5)

2.1.4 Air

Air sesuai standar ACI Commite 549. Air yang digunakan dalam

campuran mortar harus bersih, dan tidak megandung zat kimia merugikan.

Air harus terbebas dari material organic, lumpur, minyak, gula, klorida, dan

zat asam. Air harus memiliki pH ≤ 7 untuk meminimalkan penurunan pH

dari bubur mortar dan air tidak diperbolehkan menggunakan air yang

mengandung garam. Selain itu, air dan semen akan terjadi reaksi kimia,

maka diperlukan perbandingan atau faktor air semen yang baik yang akan

menghasilkan kualitas beton yang baik.

2.1.5 Proporsi Campuran

Perencanaan proporsi campuran mengacu pada ACI Commite 549 in

design, Construction, and Repair of Ferosemen dimana kisaran proporsi

yang direkomendasikan untuk aplikasi ferosemen umumnya perbandingan


campuran berdasarkan berat untuk ferosemen yang dianjurkan adalah rasio

pasir dan semen (S/C) berada pada 1,5 – 2,5 serta untuk rasio air dan semen

(W/S) sekitar 0,35 – 0,5.

Panduan cepat untuk berbagai campuran mortar berdasarkan ukuran

volume dan berat diberikan dalam table berikut :

Tabel 2.1.5 (1) Campuran mortar semen berdasarkan volume


Campuran mortar kering = 1,33 x (Campuran mortar basah)
(Jumlah per M³ mortar basah)
Campuran Semen Pasir Kering

Dengan Volume (Liter) (Liter)

1:1 666 666

1 : 1,5 533 800

1:2 444 888

1 : 2,5 380 952

1:3 333 1000

1:4 267 1066

Tabel 2.1.5 (2) Panduan cepat untuk campuran mortar


menurut beratnya untuk berbagai jenis pasir.
Pasir dalam liter perkantong semen
Campuran Per kantong
berdasarkan semen Kering Sungai Basah
volume (kg) Kepadatan Kepadatan Kepadatan
1600 kg/m³ 1800 kg/m³ 2000 kg/m³
1:1 50 31.25 27.77 25.00
1 : 1,5 75 46.87 41.67 37.50
1:2 100 62.50 55.55 50.00
1 : 2,5 125 78.12 69.44 62.50
1:3 150 94.00 83.33 75.00
1 :4 200 125.00 111.00 100.00

2.1.6 Tulangan
Tulangan pada beton digunakan untuk menahan gaya-gaya yang

bekerja pada beton, baik itu pembebanan, puntir, maupun lentur yang akan

mengakibatkan retak dan patah pada beton (Sulaeman, 2005). Penulangan

pada beton ferosemen hanya menggunakan kawat anyaman atau kawat jala.

Kawat anyaman atau kawat jala merupakan salah satu bahan pengisi

beton ferosemen. Fungsi dari kawat ini adalah untuk membuat bentuk

beton yang diinginkan dan menyerap tegangan-tegangan tarik pada

konstruksi. Jumlah lapisan kawat anyam ini umumnya 2 lapis sampai

dengan 8 lapis sesuai dengan perencanaan (Sulaeman, 2005).

Menurut ACI 549 Chapter 3-Materials Requirements menyatakan

bahwa kawat anyam umumnya memiliki bukaan hexagonal atau persegi.

Kawat anyaman dengan bukaan hexagonal kadang-kadang disebut sebagai

kawat kandang ayam atau kandang burung. Struktur kawat anyaman

hexagonal tidak seefisien kawat anyaman persegi karena jaring kawat tidak

selalu berorientasi pada arah tegangan utama (maksimum). Namun sangat

fleksibel dan dapat digunakan dalam elemen ganda melengkung.

Dalam penelitian ini, kawat anyaman yang digunakan adalah kawat

anyam berbentuk persegi, dengan diameter 0,8 mm - 1 mm dengan jarak

antar lubang sebesar 10 mm – 25 mm. Hal ini dipilih karena mudah dalam

pengerjaan benda uji, mudah ditemukan dipasaran, dan harganya tidak

terlalu mahal.

Gambar 2.1.6 Jenis-jenis Jaringan Kawat (wire mesh)


Sumber: ACI Commite 549 (1999:6)

2.2 Pengaplikasian Ferosemen

2.2.1 Dinding Penahan Tanah (DPT)

Mempertahankan timbunan tanah selalu menjadi masalah bagi para

insinyur yang bergerak dibidang jalan, jembatan, bendungan dan lain-lain.

Dinding muka berbentuk melengkung dan menghadap kea rah tanah

cembung. Dinding berbentng lengkung ini hampir tidak setebal 75mm tetapi

menahan beban tekanan tanah 6 hingga 8 meter.

Dinding penahan besi seperti gambar dibawah terbukti lebih murah

dan hemat biaya, hal ini karena bentuk dan memberikan kekuatan. Tidak

seperti RCC, dining ini cukup tipis dan kaku untuk memperhitungkan

kelangsingannya.

Gambar 2.2.1 Dinding penahan ferosemen


Dinding penahan counterfort yang tipis telat dibangun dalam

ferosemen di telagaon dekat pune seperti yang ditunjukan gambar dibawah.

Mereka telah terbukti lebih murah oleh 40.5% dibandingkan dengan yang

tradisional.

Gambar 2.2.1 Tembok penahan counterfort ferosemen

2.2.2 Rumah Bumi

Rumah bawah tanah seperti yang ditunjukkan pada gambar dibawah

sangat umum di Amerika Serikat. Di India juga orang telah membangun

rumah seperti itu. Mereka cukup keren di musim panas juga. Rumah

ditutupi dengan tanah dan rumput di atasnya.


Gambar 2.2.2 Rumah Bumi

Banyak penelitian yang dilakukan dengan ferosemen ini, namun untuk

mengatasi kelemahan akibat tegangan tarik dan lentur, salah satunya ialah

dengan penambahan serat (fiber). Serat terbagi menjadi beberapa jenis,

namun penulis menggunakan salah satu serat yaitu serat baja (bendrat),

selain dengan materialnya yang mudah ditemukan, harganya dari serat baja

juga relative murah.

2.3 Serat Beton (Fiber Concrete)

Penggunaan fiber sebenarnya sudah ada sejak dahulu, misalnya jerami

digunakan untuk memperkuat batu bata dan rambut kuda untuk memperkuat

plasteran. Pada tahun 1900 sudah ada peneliti yang menggunakan fiber asbes

dalam pasta semen, meskipun demikian fiber baru mulai popular digunakan

dalam adukan beton pada akhir 1950. (Paul nugraha, antoni 2004:332).

Menurut (Tri Mulyono 2004,2005:309) Campuran beton ditambah serat,

umumnya berupa batang-batang dengan ukuran 5-500m, dengan panjang sekitar

25mm. Bahan serat dapat berupa asbestos, serat plastic (poly-propylane), atau

potongan kawat baja. Kelemahannya sulit dikerjakan, namun lebih banyak

kelebihanya antara lain kemungkinan terjadi segregasi kecil, dektail, dan tahan

benturan.
(Kardiyono Tjokrodimulyo) penambahan serat ke dalam beton untuk

memperbaiki kuat tarik belah beton, mengingat kuat tarik belah beton sangat

rendah yang merupakan salah satu kelemahan dari beton itu sendiri. Kuat tarik

belah yang rendah mengakibatkan beton mudah retak, yang pada akhirnya

mengurangi keawetan beton itu sendiri. Ditambahnya serat ke dalam beton

ternyata dapat menjadi lebih tahan terhadap retak.

Bahan yang termasuk fiber adalah baja (stell), Plastic (polypropylene),

polymers, asbes dan carbon. Keuntungan kegunaan yang lain adalah dapat

menigkatkan beban kejut (impact resistance), ketahanan terhadapa kelelahan,

ketahanan terhadap pengaruh susut, dapat meningkatkan kekuatan lentur (flexural

strength) dan meningkatkan kekuatan geser balok beton fiber.

Tabel 2.2 Berbagai fiber yang digunakan dalam beton

Berat Young’s Kuat Perpanjangan


Diameter
Fiber Jenis Modulus Tarik pada saat putus
(mm)
(10³ kg/m³) (GPa) (GPa) (%)

Asbestors

Chrysotile 0.02-20 2.55 164 3.1 2-3.0

Crocidolite 0.1-20 3.37 196 3.5 2-3.0

Polypropylene 20-200 0.09 5-10.0 0.5 10-20.0

Nyloon

(High >4 1.14 4 0.9 -15

Tenacity)

Glass 9-15.0 -2.6 -80 2-4.0 2-3.5

Baja 50-5000 7.86 200 1-3.0 3-4.0

Carbon 1.6 50 >0.7 -1.4

Sumber: Dikutip dari (Paul Nugraha, Antoni 2004:333)

Pemakain bahan tambah serat bersifat untuk menambah kuat tarik belah pada
beton dan mengurangi retak rambut (micro crack). Dengan adanya retak rambut

lambat laun beton dapat di lalui udara atau air yang dapat membuat tulangan

berkarat dan sangat mengurangi rasio luas permukaan tulangan, dengan sendirinya

mengurangi ketahanan dari struktur beton itu sendiri. Sehingga akan

menimbulkan biaya baru yang lebih besar untuk memperbaikinya di banding

menggunakan beton serat.

Naaman dan Najm (1991) meneliti beton serat yang menggunakan serat

baja. Penelitian ini menggunakan pull out serat baja dengan mortar semen.

Dengan menggunakan tiga bentuk serat yang berbeda (lurus, deform dan berkait),

penambahan additife latex, fly ash dan microsilica. Serat-serat berkait dan

deformed fibers memiliki pullout resistance lebih tinggi dibandingkan dengan

serat baja yang lurus. Hal ini dikarenakan sumbangan mekanis dari serat berkait

dan deformed fibers dalam hal pullout resistance bisa mencapai seratus kali dari

serat lurus atau rata.

Beton serat umumnya diaplikasikan pada penampang yang tebal, termasuk

pelat, penambahan dimensi terhadap pelat eksisting dan aplikasi shotcrete untuk

perlindungan beton. Serat kawat bendrat adalah bahan tambah berupa serat baja,

yang mempunyai tujuan untuk memperbaiki kuat tarik belah beton. Pada saat ini

sudah banyak yang menggunakan beton serat baja.

Beton sangat tidak tahan terhadap tarik, sehingga pada perencanaan elemen

struktur daerah tarik beton dipasang tulangan. Pada kondisi beban normal dimana

keretakan beton belum terjadi maka elemen struktur akan tetap stabil. Tetapi pada

beban yang besar kadang-kadang akan terjadi keretakan pada daerah tarik. Bila

lebar / dalam retak cukup besar maka tulangan akan menjadi tidak terlindung,
sehingga terjadi kontak dengan udara. Akibatnya korosi akan segera terjadi, yang

dalam proses waktu tertentu akan mengurangi kekuatan struktur balok tersebut.

Penambahan serat kawat bendrat pada beton di antaranya adalah untuk

mengatasi masalah di atas. Serat kawat bendrat pada beton akan berfungsi sebagai

tulangan mikro yang disebarkan secara merata dengan orientasi acak, sehingga

dapat mencegah atau mengurangi terjadinya retakan retakan beton akibat

pembebanan maupun panas hidrasi.

2.4 Analisa Perhitungan

2.3.1 Kuat Tekan Beton

Beton merupakan suatu bahan kontruksi yang mempunyai sifat

kekuatan tekan yang khas, yaitu apabila diperiksa dengan sejumlah besar

benda-benda uji, nilai nya akan menyebar sekitar suatu nilai rata- rata

tertentu.

Berdasarkan beban runtuh yang dapat diterima oleh benda uji, maka

nilai kuat tekan beton ringan structural dapat dihitung dengan menggunakan

rumus dibawah ini :

P
c =
A
…………………………………………………

Dimana :

c = Kuat tekan (kg/cm²)

P = Beban runtuh yang dapat diterima oleh benda uji (kg)

A = Luas bidang tekan (cm²).

2.3.2 Modulus Elastisitas


Modulus elastisitas adalah rasio dari tegangan normal tarik atau tekan

terhadap regangan. Modulus elastisitas tergantung pada umur beton, sifat-

sifat agregat dan semen, kecepatan pembebanan, jenid dan ukuran dari benda

uji.

1. Untuk pengujian dimana patahnya benda uji ada didaerah pusat pada 1/3

jarak titik perletakan pada bagian tarik dari beton, maka kuat lentur beton

dihitung menurut persamaan :

P.1
1 = 2 …………………………………………………………………
b.h

2. Untuk pengujian dimana patahnya benda uji ada diluar pusat (diluar daerah

1/3 jarak titik perletakan) dibagian tarik beton, dan jarak antara titik pusat

titik patah kurang dari 5% dari panjang titik perletakan maka kuat lentur

beton dihitung menurut persamaan

3P.a
1 = 2 …………………………………………………….
b .h

Keterangan :

1 = Kuat lentur benda uji (MPa).

P = Beban tertinggi yang dilanjutkan mesin uji (pembacaan dalam

ton sampai 3 angka dibelakang koma).

1 = Jarak (bentang) antara dua garis perletakan (mm)

b = Lebar tampang lintang patah arah horizontal (mm)

h = Lebar tampang lintang patah arah vertikal (mm)

a = Jarak rata-rata antara tampang lintang patah dan tumpuan luar

yang terdekat, diukur pada empat tempat pada sisi titik dari

betang (m)
3. Untuk benda uji yang patahnya diluar 1/3 lebar pusat pada bagian tarik

beton dan jarak antara titik pembebanan dan titik patah lebih dari 5%

batang, hasilm pengujian tidak dipergunakan.

2.3.3 Regangan Beton

Regangan Beton di peroleh dari perubahan panjang dibagi panjang

awal. Analisa regangan beton dapat dijelaskan Seperti digambar 2.3.3

Benda Uji

Yang seharusnya diukur (X)

Yang Terukur (L = 2X)


cm
Y
60

Dial

Cincin Dudukan

Gambar 2.3.3 Analisa Regangan Beton

Panjang awal diukur antara dudukan dial atas dan bawah sebesar Y.

Perubahan dial diletakkan pada sisi luar benda uji semetris dengan

perpengunci. Nilai perubahan panjang yang terukur pada sisi dial sebesar

L = 2X, rumus regangan beton menjadi

X 2X l
 = Y = 2Y = 2Y

……………………………………………………..
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini membahas permasalahan dalam penulisan karya ilmiah yang

memerlukan pedoman dalam mempelajari, menganalisa dan memahami

permasalahan untuk mendapatkan data serta memperoleh proyeksi yang sesuai

dengan kenyataan dari hal yang berkaitan dengan penulisan.

Dalam bab ini akan dibahas tentang prosedur penelitian yang akan dilakukan

secara lengkap, baik pengujian terhadap material (agregat halus), campuran

komposisi, pengujian terhadap kuat tekan mortar dan kuat lentur serta pengolahan

dan pembahasan pada data-data yang dikumpulkan.

Dalam penelitian ini tidak dilakukan pengujian terhadap semen yang

digunakan karena dianggap semen yang digunakan telah memenuhi Standar

Nasional Indonesia (SNI) maupun standar internasional seperti American Society

for Testing and Material (ASTM).

3.2 Skema Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan sesuai dengan skema metode penelitian yang telah

ditentukan. Metode penelitian tersebut diperlihatkan pada Gambar 3.1 berikut :


Gambar 3.2 Skema Penelitian

Mulai

Studi Literatur

Pengumpulan Data Skunder Pengumpulan Data Primer

Persiapan Alat dan Bahan

Semen Air Pasir Kawat Bendrat

Pemeriksaan Agregat Halus Kuat Tarik Wire Mesh


Sifat-sifat fisik meliputi: Dan
Berat Jenis, Gradasi, Absorbsi, Modulus Elastis
Kandungan Bahan Organik dan Kadar Lumpur

Tidak Sifat Fisik


Memenuhi Standart SNI

Mix Design

Pengujian Slump

Tidak
Memenuhi Standart SNI

Pembuatan Benda Uji Sample Plat dan Benda Uji Kubus

Perawatan

Pengujian Kuat Tekan dan Kuat Lentur

Analisis Data

Kesimpulan

Selesai
3.3 Studi Literatur

Penelitian ini ada dua jeni data yang digunakan dalam menganalisa

keoptimalan tebal elemen dan presentase tulangan yaitu sebagai berikut:

3.3.1 Data Primer

Data primer merupakan data-data yang didapat dari hasil penelitian

laboratorium yang dilakukan sendiri untuk mendapatkan hasil tersebut. Pada

penelitian ini akan melakukan pengujian untuk mendapat data-data primer

berupa data karakteristik agregat halus yang digunakan dan kuat tekan mortar.

3.3.2 Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang didapat dari hasil penelitian orang

lain yang digunakan sebagai referensi dalam penelitian. Data sekunder yang

diperlukan berupa data kuat tarik wire mesh dan modulus elastisitas.

3.3.3 Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data untuk memperoleh data yang relevan baik

data primer maupun data sekunder untuk menjawab permasalahan yang

dikemukakan seperti di atas dikumpulkan dan dikaji dengan studi dokumen

dan disusun secara sistematis dan digunakan untuk menganalisis

permasalahan serta penelitian.

3.4 Persiapan Alat dan Bahan

3.4.1 Bahan
Bahan yang digunakan sebagai objek penelitian ini adalah

Ferrocement yang terbuat mortar yang dilapisi jaringan kawat yang di campur

dengan kawat bendrat. Dimana mortar adalah campuran dari semen air dan

agregat halus. Peneliti menggunakan kawat loket sebagai tulangan dari

ferrocement yang akan dibuat.

3.4.2 Alat

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari

Laboratorium PT. Perkasa Beton Batam.

3.5 Pemeriksaan Bahan Penyusun Ferosemen

Tahap pertama yang dilaksanakan dalam pembuatan mortar adalah pemilihan

bahan-bahan penyusun. Pemilihan bahan-bahan penyusun yang baik akan

menghasikan mortar yang baik pula. Setelah mengevaluasi apa saja bahan-bahan

yang akan digunakan, maka diperlukan pemeriksaan bahan di laboratorium. Hal

ini penting karena untuk mengetahui apakah bahan-bahan yang kita pilih sudah

sesuai standar dan dapat digunakan untuk campuran beton.

3.5.1 Semen Portland

Dalam melakukan penelitian ini, semen portland yang digunakan

berupa semen tipe I merk semen Padang yang banyak dipakai di kota Batam

dan dapat dibeli di toko-toko bangunan dengan kemasan 50 kg/sak dan berat

jenis semen 3,15 gr/cm3.


Gambar 3.5.1 Semen Portland

3.5.2 Agregat Halus

Agregat halus (pasir halus) yang digunakan berasal dari pasir

tongkang yang diangkut dari pulau Moro oleh CV Mega Citra Granit.

Pemeriksaan agregat halus yang diuji meliputi pemeriksaan gradasi, berat

jenis, absorbsi (penyerapan), kandungan bahan organik, dan kadar lumpur.

Hasil pengujian dapat dilihat pada lampiran-lampiran pengujian.

Agregat halus yang dipakai adalah pasir alam yang dilakukan

pemeriksaan-pemeriksaan sebagai berikut:

a. Analisa ayakan.

b. Pemeriksaan berat jenis dan absorbs

c. Pemeriksaan berat isi

d. Pemeriksaan kadar lumpur (pencucian pasir lewat ayakan no 200)

e. Pemeriksaan kandungan organik (colorimetric test)

f. Pemeriksaan kadar liat (clay lump)

1. Analisa Ayakan

a. Tujuan
Untuk memeriksa penyebaran butiran (gradasi) dan

menentukan nilai modulus kehalusan pasir (FM).

b. Hasil pemeriksaan

Modulus kehalusan pasir (FM) :

c. Pedoman

% Kumulatif tertahan hingga ayakan 0.15 mm


FM =
100

Berdasarkan nilai modulus kehalusan (FM), agregat halus dibagi

dalam beberapa kelas, yaitu:

Pasir halus : 2,20 < FM < 2,60

Pasir sedang : 2,60 < FM < 2,90

Pasir kasar : 2,90 < FM < 3,20

2. Pemeriksaan Berat Jenis dan Absorbsi

a. Tujuan

Untuk menentukan berat jenis (specific gravity) dan penyerapan air

(absorbsi) pasir.

b. Hasil pemeriksaan

Berat jenis SSD :

Berat jenis kering :

Beart jenis semu :

Absorbsi :

c. Pedoman

Berat jenis SSD adalah perbandingan antara berat dalam keadaan

SSD dengan volume dalam keadaan SSD. Keadaan SSD (Saturated

Surface Dry) dimana permukaan jenuh dengan uap air sedangkan


dalamnya kering, keadaan kering dimana pori-pori berisikan udara

tanpa air dengan kandungan air sama dengan nol, sedangkan keadaan

semu dimana basah total dengan pori-pori penuh air. Absorbsi atau

penyerapan air adalah persentase dari berat yang hilang terhadap

berat kering dimana absorbsi terjadi dari keadaan SSD sampai kering.

Hasil pengujian harus memenuhi:

Berat jenis kering < berat jenis SSD < berat jenis semu

3. Pemeriksaan Berat Isi

a. Tujuan

Untuk menentukan berat isi (unit weight) pasir dalam keadaan padat

dan longgar.

b. Hasil pemeriksaan

Berat isi keadaan rojok/padat :

Berat isi keadaan longgar :

c. Pedoman

Dari hasil pemeriksaan diketahui bahwa berat isi dengan cara

merojok lebih besar daripada berat isi dengan cara menyiram, hal

ini berarti bahwa pasir akan lebih padat bila dirojok daripada

disiram. Dengan mengetahui berat isi maka kita dapat mengetahui

berat dengan hanya mengetahui volumenya saja.

4. Pemeriksaan Kadar Lumpur (Pencucian Pasir Lewat Ayakan no 200)

a. Tujuan
Untuk memeriksa kandungan lumpur pada pasir.

b. Hasil pemeriksaan

Kandungan lumpur :

c. Pedoman

Kandungan lumpur yang terdapat pada agregat halus tidak

dibenarkan melebihi 5% (dari berat kering). Apabila kadar lumpur

melebihi 5% maka pasir harus dicuci.

5. Pemeriksaan Kandungan Organik (Colorimetric Test)

a. Tujuan

Untuk memeriksa kadar bahan organic yang terkandung dalam pasir.

b. Hasil pemeriksaan

Warna kuning terang (standar warna No.3), memenuhi persyaratan.

c. Pedoman

Standar warna No.3 adalah batas yang menentukan apakah kadar

bahan organik pada pasir lebih kurang dari yang disyaratkan.

6. Pemeriksaan Kadar Liat (Clay Lump)

a. Tujuan

Untuk memeriksa kandungan liat pada pasir.

b. Hasil pemeriksaan

Kandungan liat :

c. Pedoman

Kandungan liat yang terdapat pada agregat halus tidak boleh

melebihi 1% (dari berat kering). Apabila kadar liat melebihi 1%

maka pasir harus dicuci.


Gambar 3.5.2 Aregat Halus

3.5.3 Air

Air yang digunakan merupakan air yang diambil dari PT Adhya Tirta

Batam (ATB) yang layak dijadikan air minum sehingga layak dijadikan air

campuran mortar.

3.5.4 Kawat loket (Jaringan Kawat Anyam)

Kawat yang digunakan adalah kawat loket yang sering di temukan di

toko matrial. Kawat loket dengan ukuran tebal 0.8 mm dan jarak spasi ±

1cm dan didapat hasil sebagai berikut:

Gambar 3.5.4 Kawat loket


3.5.5. Kawat bendrat

Kawat bendrtar yang digunakan adalah yang sering di temukan di

toko matrial. terhadap kawat loket dengan ukuran tebal 0.8 mm dipotong-

potong dengan panjang ± 4cm dan didapat hasil sebagai berikut:

Anda mungkin juga menyukai