Anda di halaman 1dari 3

Mata Kuliah Hukum Lingkungan

Diskusi 5
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah memberikan sanksi administratif berupa
paksaan pemerintah kepada Pertamina Refinery Unit V di Balikpapan, Kalimantan Timur, pada
30 April 2018. Kalangan organisasi masyarakat sipil meminta KLHK maupun Pertamina,
transparan dalam pelaksanaan dan pengawasan sanksi itu.

Berdasarkan informasi yang diperoleh Mongabay, ada tujuh sanksi kepada Pertamina.
Pertama, pemulihan lingkungan terdampak tumpahan minyak. Ada 12 lokasi tersebar di pantai,
kawasan mangrove dan lain-lain. Sanksi ini perlu dilaksanakan pemulihan selama 180 hari.

Kedua, perubahan izin lingkungan agar dampak operasional single point monitoring itu terhadap
alur pelayaran umum masuk dalam dampak penting hipotetik pada kajian analisa mengenai
dampak lingkungan (180 hari). Ketiga, dampak lalu lintas kapal pada keamanan penyaluran
pipa bawah laut (180 hari).

Keempat, audit lingkungan terhadap seluruh operasional kegiatan dengan memasukkan risiko
terhadap seluruh pipa kilang dan proses produksi (180 hari). Kelima, membuat sistem
penanganan dini tumpahan minyak, dengan membuat SOP (30 hari) dan membuat sistem
pemantauan otomatis pengiriman minyak mentah dari terminal Lawe-Lawe menuju Pertamina
Balikpapan (90 hari).

Keenam, inspeksi pipa secara berkala setahun sekali (30 hari). Ketujuh, tata kerja penggunaan
alat pengoperasian pompa (transfer crude oil) dalam keadaan darurat (30 hari).

Sumber:
https://www.mongabay.co.id/2018/05/23/kasus-tumpahan-minyak-icel-sanksi-administratif-
pertamina-harus-transparan/

Berdasarkan kasus di atas

1. Jelaskan bentuk-bentuk sanksi paksaan pemerintah!


2. Apakah paksaan pemerintah dapat diberikan tanpa didahului dengan sanksi teguran?
Jelaskan bilamana hal tersebut terjadi?

Jawaban_1
Berdasarakan Petunjuk Pelaksanaan Penerapan Sanksi Administratif di Bidang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yaitu sesuai dengan Lampiran I Peraturan Menteri
Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 02 Tahun 2013, bahwa penerapan Paksaan
pemerintah adalah sanksi administratif berupa tindakan nyata untuk menghentikan pelanggaran
dan/atau memulihkan dalam keadaan semula. Sanksi administrasi mempunyai fungsi sebagai
instrumen pengendalian, pencegahan, dan penanggulangan perbuatan yang dilarang oleh
ketentuan-ketentuan lingkungan hidup; Penegakan hukum administratif di bidang perlindungan
dan pengelolaan lingkungan hidup didasarkan atas dua instrumen penting, yaitu pengawasan
terhadap ketaatan penanggung jawab usaha dan penerapan sanksi administrative (Samekto,
2021).

Terkait sanksi administaratif oleh pemerintah berbentuk teguran tertulis sebagai pemberian
sanksi kepada penganggung jawab usaha atas kegiatannya yang telah melakukan pelanggaran
peraturan perundang-undangan dan persyaratan yang ditentukan dalam izin lingkungan, yang
pelanggarannya yang secara teknis masih dapat dilakukan perbaikan dan belum menimbulkan
dampak negatif terhadap lingkungan hidup (Siahaan, 2009). Sehingga sanksi administrasi
masih memiliki batasan konsekuensi, yaitu bagi perusahaan masih bisa diberikan sanksi
administrative ini bila pelanggarannya terbukti secara pasti belum menimbulkan dampak negatif
terhadap lingkungan hidup berupa pencemaran dan perusakan.

Menurut Permen LHRI No. 02 Tahun 2013, dalam penerapan sanksi paksaan pemerintah dapat
dilakukan terhadap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan dengan terlebih dahulu
diberikan teguran tertulis. Adapun penerapan sanksi paksaan pemerintah dapat dijatuhkan pula
tanpa didahului dengan teguran tertulis apabila pelanggaran yang dilakukan menimbulkan: 1)
Ancaman yang sangat serius bagi manusia dan lingkungan hidup; 2) Dampak yang lebih besar
dan lebih luas jika tidak segera dihentikan pencemaran dan/atau perusakannya; dan/atau 3)
Kerugian yang lebih besar bagi lingkungan hidup jika tidak segera dihentikan pencemaran
dan/atau perusakannya. Kemudian terkait sanksi paksaan pemerintah dapat dilakukan dalam
bentuk:
1. penghentian sementara kegiatan produksi;
2. pemindahan sarana produksi;
3. penutupan saluran pembuangan air limbah atau emisi;
4. pembongkaran;
5. penyitaan terhadap barang atau alat yang berpotensi menimbulkan pelanggaran;
6. penghentian sementara seluruh kegiatan; dan/atau
7. tindakan lain yang bertujuan untuk menghentikan pelanggaran dan tindakan memulihkan
fungsi lingkungan hidup.

Jawaban_2
Kemudian terkait dengan apakah sanksi paksaan pemerintah dapat diberikan tanpa didahului
dengan sanksi teguran, maka argumentasi saya rujukan pada Permen LHRI No. 02 Tahun
2013, dimana dalam pemberian sanksi harus tetap sesuai kaidah procedural yang dimualai dari
teguran tertulis, hingga sampai tindakan pemberian sanksi, yang dimana secara procedural
harus melalui mekanisme patuh administrasi hokum yaitu terkait penerapan sanksi
administrative harus ditetapkan dengan menggunakan keputusan tata usaha negara, sehingga
dapat terpenuhi unsur-unsur ketepatan bentuk hokum, ketepatan substansi, kepastian tiadanya
cacat yuridis dalam penerapan sanksi dan terpenuhinya asas kelestarian dan keberlanjutan.

Sehingga berdasarkan kaidah tersebut diatas, maka sanksi administrative sah bisa
dilaksanakan bila dilakukan berdasarkan kaidah-kaidah procedural hokum, dan salah satunya
adalah diawali dengan pemberian sanksi teguran sebagai permulaan penerapannya.
Dan bilamana kejadian pemberian sanksi paksaan pemerintah diberikan tanpa didahului
dengan sanksi teguran, maka sanksi tersebut berlawanan hokum, sehingga sanksi tersebut
dinyatakan batal dan pemerintah harus segera menarik atau mencabut sanksinya untuk
kemudian dilakukan langkah yang procedural terkait ketentuan yang berlaku. Bila kemudian
perlu dilakukan penyelidikan lebih lanjut untuk membuktikan telah terjadi pelanggaran, maka
langkah tersebut sebagai bentuk upaya pembuktian untuk kemudian bisa memberikan sanksi-
sanksi sesuai dengan alur prosedurnya dan termasuk kriteria sanksi yang akan diberikan.

Daftar pustaka:
Samekto, A. 2021. Hukum Lingkungan. Edisi2. Buku Materi Pokok HKUM4210/2sks/Modul 1-6.
Cetakan Kesebelas. Penerbit Universitas Terbuka. Tangerang Selatan.

Siahaan, N.H.T. 2009, Hukum Lingkungan, Pancuran Alam, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai