UNIVERSITAS INDONESIA
Universitas Indonesia
2
Abstrak
Lingkungan hidup merupakan aspek yang penting dalam kelangsungan hidup manusia
serta makhluk lain. Bahwa lingkungan hidup baik dan sehat merupakan hak asasi dan
konstitusional setiap warga Indonesia. Oleh atas hak mendasar itu kesehatan dan mutu
lingkungan hidup sekitar kita tidak bisa diabaikan dan wajib untuk dilindungi.
Perlindungan lingkungan hidup tidak akan dimungkinkan jika tidak ada sanksi atau
hukuman yang menjatuhkan beban bagi siapapun yang mencemari lingkungan hidup
sebagai alat untuk mencegah dan memperbaiki mutu lingkungan hidup.
Abstract
The environment is an essential part in the growth, prosperity and survival of the
human race and all other species we depend on. It is for such a reason why the health
and quality of the environment is a necessity we cannot afford to ignore. However the
safety and health of the planet could feasibly be achieved without laws and sanctions
enacted by governments to deter anyone who in their interest would cause harm to the
environment knowingly or unknowingly and to provide not only deterrence but also
reparation.
I. Pendahuluan
Keberadaan lingkungan hidup merupakan bagian dari aspek kehidupan manusia
yang menjaga kelangsungan hidup kita. Namun dalam prakteknya kesehatan dan
kualitas dari lingkungan hidup di sekitar kita seringkali diabaikan sehingga terjadilah
pencemaran yang tidak hanya berbahaya bagi kualitas hidup akan tetapi kelangsungan
hidup manusia serta makhluk lainnya. Berbagai kegiatan masyarakat yang
memanfaatkan sumber daya alam sementara disisi lain kegiatan tersebut justru
cenderung merusak lingkungan, bahkan merugikan pihak lain secara langsung. Korelasi
terhadap kualitas lingkungan hidup dan aktivitas serta kelalaian manusia merupakan
masalah yang tidak lagi bisa diabaikan. Pemerintah berkewajiban untuk menjamin
kesehatan lingkungan hidup sebagai salah satu hak mendasar dari seluruh rakyat
Indonesia sebagaimana diatur dalam Pasal 28H UUD 1945. Korporasi dalam masa ini
Universitas Indonesia
3
dan masa yang akan datang bertanggung jawab untuk sebagian besar dari pencemaran
lingkungan yang terjadi serta dampak dari pencemaran tersebut terhadap kualitas hidup
serta bencana alam yang timbul Dalam menjalankan kewajibannya pemerintah untuk
menjaga kualitas lingkungan hidup, pemerintah menerapkan salah satu instrumen
penegakan hukum bagi korporasi atau siapapun yang mengancam mutu lingkungan
hidup yakni Sanksi Administratif berupa paksaan.1
Sanksi Paksaan merupakan sanksi dari pemerintah yang menjadi salah satu dari
4 (empat) sanksi administrasi yang disebutkan dalam Pasal 76 ayat (2) UU No. 32
Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (“UUPPLH”).
Sanksi Administrasi berupa Sanksi Paksaan ini akan diberikan kepada penanggung
jawab usaha dan/atau kegiatan apabila dalam pengawasan ternyata ditemukan
pelanggaran terhadap izin lingkungan. Paksaan pemerintah adalah sanksi administratif
berupa tindakan nyata untuk menghentikan pelanggaran dan/atau memulihkan dalam
keadaan semula. Sanksi administrasi berupa paksaan pemerintah dapat dijatuhkan
1
Mukhlish. “Konsep Hukum Administrasi Lingkungan Dalam Mewujudkan Pembangunan
Berkelanjutan.” Wacana Hukum dan Konstitusi Jurnal Konstitusi, Vol. 7 No. 2 (April 2010). Hlm. 67-
98.
2
Wibisana, Andri Gunawan. “Pengelolaan Lingkungan Melalui Izin Terintegrasi dan Berantai:
Sebuah Perbandingan Atas Perizinan Lingkungan di Berbagai Negara.” Jurnal Hukum dan Pembangunan
48 No. 2 (2018). Hlm. 222-255.
Universitas Indonesia
4
kepada penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan dengan terlebih dahulu memberikan
teguran tertulis.3
Adapun beberapa pengecualian terhadap Sanksi Paksaan yakni tidak
diperlukannya teguran tertulis sebagai pendahuluan yang disebutkan dalam Pasal 80
ayat (2) UUPPLH, yaitu terhadap pelanggaran yang dilakukan menimbulkan :
(a) ancaman serius bagi manusia dan lingkungan hidup;
(b) dampak yang lebih besar dan lebih luas jika tidak segera dihentikan pencemaran
dan/atau perusakannya; dan/atau
(c) kerugian yang lebih besar bagi lingkungan hidup jika tidak segera dihentikan
pencemaran dan/atau perusakannya.
3
Indonesia, Kementerian Lingkungan Hidup. Permen LH tentang Pedoman Penerapan Sanksi,
Permen No. 2 Tahun 2013, Lampiran I hlm. 12.
Universitas Indonesia
5
membuat lubang sampling pada cerobong emisi, membuang atau melepaskan limbah ke
media lingkungan melebihi baku mutu air limbah, tidak memenuhi persyaratan
sebagaimana yang tertuang dalam izin, tidak mengoptimalkan kinerja IPAL, tidak
memisahkan saluran air limbah dengan limpasan air hujan, tidak membuat saluran air
limbah yang kedap air, tidak mengoptimalkan kinerja fasilitas pengendalian pencemaran
udara, tidak memasang alat scrubber, tidak memiliki fasilitas sampling udara, membuah
limbah B3 di luar TPS limbah B3, tidak memiliki saluran dan bak untuk menampung
tumpahan limbah B3.
Universitas Indonesia
6
Tata cara pengenaan sanksi administratif secara lengkap dan lengkap diatur
dalam Lampiran I Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 2 Tahun 2013, dan
4
Indonesia, Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU No. 32
Tahun 2009, LN No. 140 Tahun 2009, TLN No. 5059, Ps. 76-83.
5
Ibid., Ps.76 ayat (2).
6
Indonesia, Kementerian Lingkungan Hidup. Permen LH tentang Pedoman Penerapan Sanksi,
Permen No. 2 Tahun 2013, Ps. 5 ayat (1).
Universitas Indonesia
7
diperkuat oleh Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2021 tentang
Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif Dan Tata Cara Penerimaan Bukan Pajak
Yang Berasal Dari Denda Administratif Bidang Kehutanan. Lampiran menyatakan
bahwa pengenaan sanksi akan dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan
dan prinsip-prinsip umum bisnis yang bertanggung jawab. perilaku (“AUPB”) dan
kewenangan untuk menerapkan sanksi administratif menurut undang-undang. Ini
termasuk:7
Menurut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 2 Tahun 2013, Pasal 5 Ayat
2, disposisi administratif adalah sebagai berikut: dapat diimplementasikan melalui tiga
mekanisme yaitu inkremental/bertahap, bebas, dan/atau kumulatif. Lampiran I Peraturan
Menteri Lingkungan Hidup Nomor 2 Tahun 2013 menyebutkan bahwa pengenaan
sanksi dapat dilakukan secara bertahap. Ini berarti bahwa sanksi mulai dari yang paling
ringan sampai yang paling berat. Kegagalan untuk mematuhi sanksi yang lebih ringan
akan mengakibatkan sanksi yang lebih berat dijatuhkan.8 Hal ini berbeda dengan sanksi
yang memberikan keleluasaan dan kewenangan kepada petugas dalam menentukan
sanksi berdasarkan tingkat pelanggaran yang dilakukan. Kemudian mengenai penerapan
sanksi administratif secara kumulatif, antara lain kumulatif internal dan eksternal.
Mengakumulasikan beberapa jenis sanksi merupakan metode kumulatif internal,
7
Indonesia, Kementerian Lingkungan Hidup. Permen LH tentang Pedoman Penerapan Sanksi,
Permen No. 2 Tahun 2013, Lampiran I hlm.6.
8
Andrew Korompis Ngala, “Sanksi Administratif Dalam Hukum Lingkungan Menurut Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup”, Lex Crimen
7 (Januari-Maret 2018), hlm. 39.
Universitas Indonesia
8
Universitas Indonesia
9
Universitas Indonesia
10
Dapat diketahui melalui kasus ini apabila gugatan tidak diputuskan NO maka
adapun beberapa hal yang dapat diketahui tidak sesuai dengan ketaatan perusahaan
namun juga dapat ditelaah lebih lanjut dari sisi perusahaan. Pertama mengenai objek
sengketa sudah memenuhi unsur-unsur Pasal 1 angka 9 UU PTUN dengan penjabaran
sebagai berikut:
a. Objek sengketa dikeluarkan oleh Pejabat TUN yang berwenang, yaitu Menteri
Lingkungan Hidup;
b. Objek sengketa bersifat konkret karena adanya sanksi administratif; dan
c. Objek sengketa bersifat individual karena ditujukan kepada PT Kaswari Unggul
secara spesifik dan final.13
Lebih lanjut objek sengketa juga memuat sanksi administratif dan menurut Pasal
76 UUPPLH merupakan suatu sanksi yang ditujukan kepada penanggung jawab usaha
dan/atau kegiatan jika dalam pengawasan ditemukan pelanggaran terhadap izin
lingkungan. Bentuk-bentuk dari sanksi administratif diatur pada Pasal 76 Ayat (2) UU
12
Indonesia, Undang-Undang Peradilan Tata Usaha Negara, Undang-Undang Nomor. 5 Tahun
1986, Ps. 55.
13
Ibid., Ps. 1 angka 9.
Universitas Indonesia
11
Secara spesifik terhadap pengembalian lahan eks areal kebakaran, merujuk pada
Pasal 80 Ayat (1) UUPPLH, sanksi administratif yang berbentuk paksaan pemerintah
berupa penghentian sementara kegiatan produksi, pemindahan sarana produksi,
penutupan saluran pembuangan air limbah atau emisi, pembongkaran penyitaan
terhadap barang atau alat yang berpotensi menimbulkan pelanggaran, penghentian
sementara seluruh kegiatan, atau tindakan lain yang bertujuan untuk menghentikan
pelanggaran dan tindakan memulihkan fungsi lingkungan hidup. 14 Tidak dapat
dikatakan pengembalian lahan termasuk ke dalam salah satu sanksi paksaan pemerintah.
Hal ini dikarenakan tindakan berupa sanksi pengembalian lahan tidak memberikan
jaminan bahwa fungsi lingkungan hidup akan pulih, karena kejadian berupa kebakaran
tidak dapat berhenti begitu saja dan telah terjadi. Terhadap lahan areal kebakaran
tersebut juga diperoleh PT Kaswari Unggul berdasarkan Hak Guna Usaha yang
didasarkan pada Keputusan Menteri Agraria dan Tata Ruang (Kepala Badan Pertanahan
Nasional) Nomor: 58/HGU/KEM-ATR/BPN/2015 Tanggal 11 Juni 2015. Sehingga
sebagaimana diatur dalam undang-undang secara khusus pada Pasal 18 dan Pasal 34
Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. 15
Lebih lanjut permintaan maaf bukanlah termasuk ke dalam hal-hal yang merupakan
paksaan pemerintah. Selain itu, paksaan pemerintah sendiri memiliki fungsi untuk
memulihkan fungsi lingkungan hidup. Akan tetapi, dalam hal ini permintaan maaf tidak
berfungsi memulihkan keadaan fungsi lingkungan hidup melainkan memulihkan
14
Indonesia, Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU No. 32
Tahun 2009, LN No. 140 Tahun 2009, TLN No. 5059, Ps. 80 ayat (1).
15
Indonesia, Undang-Undang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, UU No. 5 Tahun 1960,
LN No. 140 Tahun 1960, Ps. 18.
Universitas Indonesia
12
keadaan masyarakat yang telah dirugikan karena rusaknya lingkungan hidup tersebut.
Maka dari itu, permintaan maaf bukan termasuk sanksi administratif paksaan
pemerintah. Penerapan lain dapat dilihat juga pada kasus oil spill yang terjadi di
Kalimantan Timur pada tahun 2018. Pertamina selaku badan usaha yang bertanggung
jawab atas kelalaian tumpahnya oli dari saluran di dasar laut yang terjadi akibat
tersangkut jangkar kapal. Dalam halnya Sanksi Paksaan yang dijatuhkan kepada
Pertamina tercantum dalam Surat Keputusan Nomor 2631 Tahun 2018 yang mencakup;
Universitas Indonesia
13
oleh kedua belah pihak. Hal ini diperlukan adanya pemahaman dan konsep yang sama
antara regulator dengan pelaku usaha. Diluar apakah ternyata sengketa antar kedua
belah pihak pada akhirnya kadaluarsa atau NO, diperlukan adanya keselarasan
klasifikasi sanksi paksaan supaya dapat sesuai dengan ketaatan yang dilakukan oleh
perusahaan. Sehingga setelah dilakukan analisis terhadap salah satu kasus yang dapat
menjadi acuan hingga landmark case, masih terdapat kekeliruan baik dari segi
pemahaman hingga praktik yang dilakukan oleh kedua pihak yaitu regulator dan pelaku
usaha. Selain kekeliruan permasalahan lain yang timbul juga masalah transparansi
Dapat dilakukan spesifikasi dari adanya bentuk-bentuk sanksi paksaan pemerintah
menurut Pasal 80 ayat (1) UUPPLH dengan kemungkinan-kemungkinan pelanggaran
yang lebih spesifik dan kondisional lagi mengacu pada kasus PT Kaswari Unggul.
V. Penutup
Dari uraian yang telah disampaikan, dapat disimpulkan beberapa hal bahwa
penerapan sanksi paksaan pemerintah lingkungan hidup dari adanya penerapan sanksi
administratif semata-mata hanya untuk menjalankan keberlangsungan lingkungan hidup
serta menjaga dari pencemaran yang dapat terjadi. Hal ini sebagai tidak lanjut dari izin
lingkungan di Indonesia menjadi syarat yang wajib dimiliki oleh setiap usaha atau
kegiatan guna mengendalikan perbuatan konkret suatu individu atau usaha agar tidak
terjadi kerusakan lingkungan.
Spesifik terhadap sanksi administratif sebagai bentuk dari tindakan nyata untuk
menghentikan pelanggaran dan/atau kesalahan untuk memperbaiki dan/atau
memulihkan dengan mengembalikan dalam keadaan semula. Salah satu sanksi
administratif adalah paksaan pemerintah, paksaan ini hanya diberikan apabila terjadi
pelanggaran, yang tidak hanya sebatas pada kesengajaan, akan tetapi kelalaian dari
warga masyarakat termasuk badan hukum perdata juga dapat dikenakan sanksi. Setelah
pemerintah memberikan izin, maka pemerintah harus mengawasinya, dan ketika dalam
pengawasan tersebut terjadi pelanggaran maka pemerintah dengan kewenangannya
dapat memberikan sanksi pada pelanggar, sehingga sanksi dan pengawasan erat
kaitannya dan merupakan konsep dari Hukum Administrasi negara.
Universitas Indonesia
14
Universitas Indonesia
15
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Andrew Korompis Ngala, “Sanksi Administratif Dalam Hukum Lingkungan
Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup”, Lex Crimen 7 (Januari-Maret 2018), hlm. 39.
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Indonesia, Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup,
UU No. 32 Tahun 2009.
Indonesia, Undang-Undang Administrasi Pemerintahan, Ps. 10 ayat (2),
Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan tata Usaha Negara.
Indonesia, Undang-Undang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, UU No. 5
Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.
Indonesia, Undang-Undang Peradilan Tata Usaha Negara, UU No. 5 Tahun
1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.
Artikel
Mukhlish. “Konsep Hukum Administrasi Lingkungan Dalam Mewujudkan
Pembangunan Berkelanjutan.” Wacana Hukum dan Konstitusi Jurnal
Konstitusi, Vol. 7 No. 2 (April 2010).
Wibisana, Andri Gunawan. “Pengelolaan Lingkungan Melalui Izin Terintegrasi
dan Berantai: Sebuah Perbandingan Atas Perizinan Lingkungan di Berbagai
Negara.” Jurnal Hukum dan Pembangunan 48 No. 2 (2018).
Universitas Indonesia