Anda di halaman 1dari 60

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Makna sebuah administrasi selalu berkaitan dengan pengelolaan urusan negara.
Dijabarkan secara luas, administrasi publik merupakan segala sesuatu yang dilakukan
untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. Administrasi publik tidak mengabaikan
aktivitas tertentu terhadap tingkat pemerintahan tertentu. Suatu administrasi publik
juga dapat dikatakan pekerjaaan dengan memusatkan perhatian utama pada masalah
yang ada pada organisasi baik publik maupun swasta serta bagi semua agen-agen
administratif. Hal yang paling utama administrasi publik bersinggungan dengan faktor
penting yang mempengaruhi melalui jangkauan tanggung jawab eksekutif secara
menyeluruh (Marx, 1949).
Adanya penyelenggaraan administrasi publik sendiri bermaksud menyediakan
pelayanan kepada masyarakat atau pelayanan publik. Berdasarkan Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, “Pelayanan publik adalah kegiatan
atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang,
jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan
publik”. Pelayanan publik mencakup bidang pendidikan, pengajaran, ketenagakerjaan
dan jasa bisnis, perumahan, telekomunikasi dan informasi, lingkungan, kesehatan,
jaminan sosial, energi, perbankan, transportasi, SDA, wisata, dan sebagainya. Adapun
pelayanan publik dasar untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat. Pelayanan
publik mengenai pemenuhan kebutuhan dasar tersebut yaitu pelayanan pendidikan,
kesehatan, jaminan sosial, serta ekonomi.
Pelayanan pertama yang dibahas adalah pelayanan pendidikan. Berdasarkan
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, negara
memiliki keharusan memberikan pelayanan pendidikan yang terjamin, juga bermutu
untuk setiap warga negaranya tanpa adanya diskriminasi. Pelayanan kedua yaitu
pelayanan kesehatan, disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009
tentang Kesehatan, dimana adanya hak akses ke layanan medis yang aman,
berkualitas, dan murah bagi semua individu. Pemerintah bertanggung jawab
memberikan sarana kesehatan berupa fisik, sosial, serta sumber daya secara setara.
Selanjutnya adalah pelayanan ekonomi, contoh dari pelayanan ini adalah seperti
penyediaan kebutuhan pokok untuk masyarakat. Kebutuhan pokok yang dimaksud
seperti beras, minyak, gula, daging, telur, susu, garam, tepung, sayuran, serta yang
lainnya. Pada kasus ini, pemerintah harus mempertahankan ketersediaan serta
kestabilan harga dari kebutuhan pokok masyarakat (Hardiyansyah, 2018). Pelayanan
yang terakhir adalah jaminan sosial. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, “Jaminan sosial adalah salah satu
bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi
kebutuhan dasar hidupnya yang layak”. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009
tentang Kesejahteraan Sosial menyebutkan, maksud dari tersedianya jaminan sosial
yaitu agar orang miskin, yatim piatu, lansia, orang yang memiliki keterbelakangan
fisik maupun mental, mantan pasien dengan penyakit serius yang kurang mampu
dapat tertanggung oleh negara sehingga keperluannya tercukupi.
Setiap warga negara berhak menerima semua kebutuhan dasar, termasuk
pelayanan sosial. Kesejahteraan sosial adalah keadaan terpenuhinya kebutuhan
material, spiritual, dan sosial warga negara sehingga dapat menjalani kehidupan yang
layak serta mengembangkan diri dengan tujuan untuk melaksanakan fungsi sosial
(Undang-undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial). Oleh karena
itu, dibutuhkan pelayanan sosial yang menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)
salah satu fungsinya adalah meningkatkan kondisi kehidupan masyarakat.
1.2 Identifikasi Masalah

Gambar 1.1 Persentase Jumlah Penduduk Lanjut Usia di Indonesia Tahun 2018-
2021
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2018-2021

Salah satu kategori warga negara yang berhak menerima pelayanan sosial adalah
lansia (lanjut usia). Penduduk lansia adalah penduduk yang telah berusia 60 tahun
keatas (Undang-undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia).
Menurut data yang bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS), di Indonesia pada
tahun 2018 hingga 2021 total penduduk usia lanjut mengalami peningkatan. Terlihat
pada gambar 1.1, terdapat 9,27% penduduk lansia di Indonesia atau sejumlah 24,49
juta penduduk pada tahun 2018. Peningkatan jumlah penduduk lansia di tahun
berikutnya yakni 2019 dengan persentase 9,60% atau sejumlah 25,64 juta penduduk.
Pada tahun selanjutnya yakni tahun 2020, peningkatan terjadi hingga menunjukkan
angka 26,82 juta penduduk atau sejumlah 9,92%. Kemudian pada tahun 2021,
penduduk lansia menunjukkan persentase 10,82% atau sekitar 29,3 juta penduduk
(Badan Pusat Statistik, 2018-2021).

Gambar 1.2 Rasio Ketergantungan Penduduk Lansia Terhadap Usia Produktif


Tahun 2018-2021
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2021

Jumlah penduduk lanjut usia sangat mempengaruhi angka rasio ketergantungan.


Hal tersebut dikarenakan kelompok kurang produktif meningkatkan beban yang harus
ditanggung oleh kelompok usia produktif. Selama empat tahun terakhir, angka rasio
ketergantungan mengalami peningkatan. Pada tahun 2021, jumlah angka rasio
ketergantungan pada tahun 2018 adalah sejumlah 14,49 yang kemudian di tahun 2019
terjadi peningkatan yakni menjadi 15,01. Pada tahun 2020 mencapai angka 15,54 dan
pada tahun 2021 mengalami peningkatan hingga menunjukkan angka 16,76 atau yang
berarti bahwa setidaknya terdapat 17 lansia yang ditanggung oleh setiap 100
kelompok usia produktif berusia 15-59 tahun (Badan Pusat Statistik, 2021).
Seiring dengan meningkatnya kesejahteraan penduduk maka akan mengakibatkan
jumlah penduduk dengan usia lanjut juga ikut meningkat. Hal ini bisa berdampak
positif maupun negatif bagi sebuah negara. Oleh sebab itu, untuk menciptakan
penduduk lanjut usia yang sejahtera maka dibutuhkan program atau kebijakan yang
tepat sehingga para lanjut usia mampu diberdayakan (Badan Pusat Statistik, 2021).
Pemerintah juga telah menetapkan kebijakan bagi peningkatan kesejahteraan
penduduk usia lanjut di Indonesia. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun
2004 tentang Pelaksanaan Upaya Peningkatan Kesejahteraan Sosial bagi Lanjut Usia,
beberapa upaya yang dilakukan meliputi pelayanan pelatihan dan pendidikan,
kesehatan, keagamaan dan mental spiritual, kemudahan dalam penggunaan fasilitas,
sarana, dan prasarana umum, kesempatan kerja, kemudahan dalam layanan dan
bantuan hukum, serta bantuan sosial. Bagi lansia tidak potensial meliputi pelayanan
keagamaan dan mental spiritual, kemudahan dalam penggunaan fasilitas, sarana, dan
prasarana umum, kesehatan, kemudahan dalam layanan dan bantuan hukum, serta
perlindungan sosial.

Gambar 1.3 Angka Harapan Hidup Berdasarkan Provinsi dan Jenis Kelamin
Tahun 2018 - 2021
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2021

Untuk menilai performa pemerintah dalam rangka peningkatan kesejahteraan


penduduk serta khususnya peningkatan tingkat kesehatan, digunakan suatu indikator
yakni Angka/Usia Harapan Hidup. Indikator tersebut ditujukan untuk
menggambarkan kualitas hidup dari penduduk. Secara ideal, Angka Kematian
Menurut Umur digunakan untuk menghitung Angka Harapan Hidup. Tabel pada
Gambar 1.3 menunjukkan bahwa dari tahun 2018 hingga 2021 terjadi peningkatan
pada Angka Harapan Hidup (AHH) di Indonesia. Meskipun begitu, peningkatan AHH
dari tahun 2018 hingga 2021 tidak terlalu signifikan. Oleh karena itu, kebijakan dan
program-program yang mendukung upaya peningkatan kesejahteraan lansia Indonesia
sangat dibutuhkan (BPS, 2021)
Di bidang pendidikan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998
tentang Kesejahteraan Lanjut Usia menyebutkan bahwa lanjut usia (lansia)
mempunyai hak yang sama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara. Sebagai bentuk penghormatan dan penghargaan kepada mereka, lansia
diberikan hak untuk meningkatkan kesejahteraan sosial, salah satunya yaitu hak
mendapatkan pelayanan pendidikan dan pelatihan.

Gambar 1.4 Perkembangan Rata-rata Lama Sekolah Lansia (tahun), 2017- 2021
Sumber: Badan Pusat Statistik, Susenas Maret 2021

Rendahnya tingkat pendidikan lansia sejalan dengan rendahnya rata-rata lama


sekolah lansia. Secara umum, rata-rata lansia bersekolah selama 5,14 tahun atau setara
dengan belum tamat SD/sederajat. Angka tersebut lebih rendah daripada rata-rata
lama sekolah penduduk usia 15 tahun ke atas secara nasional yang sebesar 8,97 tahun.
Selama lima tahun terakhir, rata-rata lama sekolah lansia mengalami peningkatan dari
4,65 tahun pada tahun 2017 menjadi 5,14 tahun pada tahun 2021 (Badan Pusat
Statistik, 2021)

Dalam bidang kesehatan sesuai amanat Undang-Undang Dasar 1945, kesehatan


merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus
diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia. Menurut World Health
Organization, kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang
memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial, dan ekonomis. Menurut
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, kesehatan adalah keadaan
sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap
orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
Gambar 1.5 Perkembangan Angka Kesakitan Lansia (persen), 2015-2021
Sumber: Badan Pusat Statistik, Susenas Maret, 2021

Angka kesakitan lansia mencapai titik terendah selama kurun waktu tujuh tahun
terakhir. Pada tahun 2015, angka kesakitan lansia sebesar 28,62 persen, terus
mengalami penurunan dari tahun ke tahun hingga mencapai 22,48 persen pada tahun
2021. Penyakit pada lansia umumnya merupakan gabungan dari kelainan-kelainan
yang timbul akibat gaya hidup di masa muda dan proses penuaan secara alami. Oleh
karena itu, harus dilakukan berbagai tindakan preventif, seperti memiliki pola hidup
yang sehat, baik bagi lansia maupun penduduk yang masih muda (Badan Pusat
Statistik, Susenas Maret, 2021)
Di bidang ketenagakerjaan, suatu penelitian menemukan bahwa lansia bekerja dan
memiliki penghasilan sendiri cenderung akan meningkatkan kesejahteraannya
(Kartini dan Kartika, 2020).

Gambar 1.6 Perkembangan Rata-rata Penghasilan Lansia Bekerja (000 rupiah),


2018-2021
Sumber : BPS Sakernas Agustus, 2021
Secara umum, rata-rata penghasilan lansia bekerja mengalami penurunan selama
periode tahun 2018-2021. Rata-rata penghasilan lansia bekerja sebesar 1,49 juta
rupiah per bulan pada tahun 2018, menurun menjadi 1,34 juta rupiah di tahun 2021.
Walau demikian, rata-rata penghasilan dari lansia bekerja sempat mengalami
peningkatan pada tahun 2019 (BPS Sakernas Agustus, 2021)
Di bidang jaminan sosial, menurut Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang
Sistem Jaminan Sosial Nasional, disebutkan bahwa jaminan sosial adalah salah satu
bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi
kebutuhan dasar hidupnya yang layak. Jenis-jenis program jaminan sosial meliputi
jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun, dan
jaminan kematian.

Gambar 1.7 Perkembangan Rumah Tangga Lansia yang Memiliki Jaminan


Sosial, 2013-2021
Sumber: BPS Susenas Maret, 2013-2021

Statistik jaminan sosial yang dicakup pada publikasi ini meliputi jaminan pensiun,
jaminan hari tua, asuransi kecelakaan kerja, asuransi kematian, dan pesangon
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Secara umum, Gambar 1.7 di atas
memperlihatkan selama periode tahun 2013-2021, terjadi peningkatan persentase
rumah tangga lansia yang memiliki jaminan sosial. Akan tetapi, peningkatan tersebut
mengalami hambatan pada periode tahun 2014, 2019, dan 2021. Pada tahun 2021,
persentase rumah tangga lansia yang memiliki jaminan sosial menurun menjadi 11,62
persen dari 13,84 persen pada tahun sebelumnya. (BPS Susenas Maret, 2013-2021).
Berdasarkan pemaparan identifikasi masalah yang disertai dengan data empiris di
atas, maka dapat disimpulkan beberapa permasalahan dalam kesejahteraan lansia,
yakni sebagai berikut.
1. Persentase penduduk lansia di Indonesia terus mengalami peningkatan dari tahun
2018-2021.
2. Angka rasio ketergantungan lansia terhadap usia produktif di tahun 2018-2021
mengalami peningkatan, sejalan dengan naiknya persentase jumlah penduduk
lansia.
3. Persentase Angka Harapan Hidup (AHH) dari tahun 2018 hingga 2021 mengalami
kenaikan, namun tidak signifikan.
4. Persentase kesakitan lansia terus mengalami penurunan hingga mencapai 22,48
persen pada tahun 2021.
5. Rata-rata penghasilan lansia bekerja mengalami penurunan selama periode tahun
2018-2021.
6. Persentase rumah tangga lansia yang memiliki jaminan sosial pada tahun 2021
mengalami penurunan menjadi 11,62 persen.
Berdasarkan data empiris dan permasalahan yang telah diidentifikasi, maka
pemerintah memiliki beberapa program dalam rangka peningkatan kesejahteraan
sosial. Sebagai kelompok penduduk yang memiliki kerentanan sosial ekonomi yang
tinggi, lansia membutuhkan perlindungan sosial yang memadai, baik berupa bantuan
sosial maupun jaminan sosial. Salah satu upaya dari Peningkatan Kesejahteraan
Lansia adalah Pelayanan Sosial Lansia. Peraturan Menteri Sosial Nomor 19 Tahun
2012 tentang Pedoman Pelayanan Sosial Lansia menyebutkan bahwa pelayanan sosial
lansia adalah upaya yang ditujukan untuk membantu lansia dalam memulihkan dan
mengembangkan fungsi sosialnya. Secara garis besar, program pelayanan dan
pemberdayaan lanjut usia meliputi program Asistensi Rehabilitasi Sosial (ATENSI)
dan Sentral Layanan Sosial (SERASI), program Asistensi Sosial Lanjut Usia Telantar
(ASLUT), program pendampingan sosial lansia melalui perawatan di rumah (home
care), program family support lansia, program rehabilitasi sosial lanjut usia (Progress
LU), pendamping sosial profesional lanjut usia, dukungan teknis lanjut usia, dan
bantuan sosial lanjut usia. Selain itu, Kementerian Kesehatan juga menjalankan
berbagai program yang ditujukan untuk peningkatan akses dan kualitas layanan
kesehatan bagi lansia di fasilitas kesehatan primer dan rujukan serta pemberdayaan
potensi lansia di masyarakat.
Terdapat program terbaru dari pemerintah untuk memperkuat layanan lansia
dengan program ATENSI. Menurut Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia
Nomor 16 Tahun 2020 Tentang Asistensi Rehabilitasi Sosial, dijelaskan bahwa
ATENSI adalah layanan rehabilitasi sosial yang menggunakan pendekatan berbasis
keluarga, komunitas, dan/atau residensial melalui kegiatan dukungan pemenuhan
hidup layak, perawatan sosial dan/atau pengasuhan anak, dukungan keluarga, terapi
fisik, terapi psikososial, terapi mental spiritual, pelatihan vokasional, pembinaan
kewirausahaan, bantuan dan asistensi sosial serta dukungan aksesibilitas.
ATENSI menitik beratkan pada perubahan paradigma dari pelayanan sosial
sektoral/fragmentaris menjadi pelayanan sosial terpadu dan berkelanjutan (one stop
services/ single window services); menjangkau seluruh warga yang mengalami
masalah sosial (universal approach) & strategi inklusif; merespon masalah aktual
secara komprehensif, terstandarisasi dan professional, sehingga siapapun PPKS yang
mengalami permasalahan sosial akan mendapatkan layanan. Pelaksanaan ATENSI
dilakukan secara sistematis dan terstandar mengutamakan pencegahan serta
mengedepankan peran dan tanggung jawab keluarga serta masyarakat.
Panti werdha atau Panti Sosial Tresna Werdha merupakan tempat pelayanan sosial
bagi lansia dan termasuk ke dalam foster care. Menurut Armando Morales di dalam
Budhi Wibhawa, dkk. (2010) foster care merupakan pelayanan yang bersifat tidak
permanen, sehingga masih dimungkinkan untuk berhubungan dengan keluarga
aslinya. Dilihat dari strategi pelayanan sosial, maka panti werdha termasuk ke dalam
institutional based services, yaitu dalam pelayanan ini individu yang mengalami
masalah ditempatkan dalam lembaga pelayanan sosial (Wibhawa, dkk., 2010).
Sistem pengelolaan Panti Werdha ada yang dikelola oleh pemerintah maupun
pihak swasta. Berdasarkan Kebijakan dan Program Pelayanan Sosial Lansia di
Indonesia (2003:2), terdapat dua cara dalam menangani permasalahan lansia yang
berkembang selama ini, yaitu pelayanan dalam panti dan luar panti. Pelayanan dalam
Panti Sosial Tresna Werdha meliputi pemberian pangan, sandang, papan,
pemeliharaan kesehatan, dan pelayanan bimbingan mental keagamaan, serta pengisian
waktu luang termasuk didalamnya rekreasi, olahraga dan keterampilan. Pelayanan di
luar panti para lansia tetap berada di lingkungan keluarganya dengan diberikan
bantuan makanan dan pemberdayaan di Bidang Usaha Ekonomis Produktif (UEP)
melalui pendekatan kelembagaan sebagai investasi sosial dan merupakan bantuan
yang diberikan kepada lansia potensial yang kurang mampu.
Kehadiran panti werdha membantu para lansia untuk mempertahankan
kepribadiannya, memberikan jaminan kehidupan secara wajar baik secara fisik
maupun psikologis. Sesuai dengan permasalahan lansia, pada umumnya
penyelenggaraan panti werdha mempunyai tujuan antara lain agar terpenuhi
kebutuhan hidup lansia, agar di hari tuanya dalam keadaan tentram lahir dan batin,
dapat menjalani proses penuaannya dengan sehat dan mandiri. (Departemen Sosial RI,
1997).
Secara umum, panti werdha memiliki fungsi sebagai pusat pelayanan
kesejahteraan lansia (dalam memenuhi kebutuhan pokok lansia), menyediakan suatu
wadah dan memberikan kesempatan pula bagi lansia melakukan aktivitas-aktivitas
sosial rekreasi, bertujuan membuat lansia dapat menjalani proses penuaannya dengan
sehat dan mandiri. Pelayanan yang diberikan oleh panti werdha kepada lansia dengan
berbagai program yang ada mempunyai tujuan akhir yaitu untuk meningkatkan
keberfungsian sosial lansia dan terwujudnya kesejahteraan lansia yang berpengaruh
terhadap kemampuan lansia untuk melewati masa tuanya dengan berbagai penurunan
yang terjadi, sehingga lansia dapat berperan aktif di berbagai kegiatan tanpa adanya
rasa beban maupun rasa bersalah karena kurangnya pendampingan dari pihak
keluarga.
Meskipun sistem pelayanan yang diberikan berbeda-beda, tetapi baik pelayanan di
dalam maupun di luar panti mempunyai tujuan yang sama untuk meningkatkan
keberfungsian lansia dan mencapai tingkat kesejahteraan lansia di masa tuanya,
sehingga dengan proses penuaan dan penurunan yang dialami dapat berfungsi secara
sosial seperti dahulu.
1.3 Rumusan Masalah
1. Bagaimana peningkatan kesejahteraan lanjut usia di indonesia?
2. Program apa yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia untuk meningkatkan
kesejahteraan lanjut usia?
3. Bagaimana model rekomendasi untuk menyelesaikan kesejahteraan lansia
Indonesia?
1.4 Tujuan Penelitian
1. Memaparkan kondisi peningkatan kesejahteraan lanjut usia di indonesia.
2. Memaparkan program yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia untuk
meningkatkan kesejahteraan lanjut usia.
3. Merekomendasikan suatu model penyelesaian masalah kesejahteraan lanjut usia
Indonesia.

BAB II
KAJIAN TEORI

2.1 Administrasi Publik


Menurut Gie (1999:14), definisi administrasi merupakan serangkaian pekerjaan
pokok yang dilakukan oleh sekelompok orang dengan sistemasi kerja sama untuk
mencapai tujuan tertentu. Sedangkan menurut Siagian (2012:13), administrasi
merupakan suatu rasionalitas tertentu untuk pencapaian tujuan yang telah ditentukan
sebelumnya dengan keseluruhan proses kerja sama antara dua orang atau lebih.
Sedangkan administrasi publik menurut Chandler dan Plano (1988:29), hakikat
administrasi publik merupakan suatu metode mengensi sumber daya dan anggota
publik yang diorganisir guna merumuskan, mengelola suatu keputusan dan kebijakan
publik dan mengimplementasikannya.
Menurut Gie (2009:9), terdapat ruang lingkup administrasi yang terdiri dari
informasi tentang suatu peristiwa yang diperoleh melalui pengamatan sebagai
berikut.
a. Menghimpun
Menghimpun merupakan kegiatan untuk mengumpulkan dengan mencari
informasi secara mendetail yang kemudian disimpan untuk bisa gunakan bila
diperlukan.
b. Mencatat
Mencatat merupakan suatu kegiatan yang bertujuan untuk disimpan, dibaca atau
dikirim dimana kegiatan ini setelah menghimpun data suatu organisasi.
c. Mengelola
Mengelola merupakan proses menganalisi data yang bertujuan untuk mendapatkan
hasil dari data himpun.
d. Menyimpan
Menyimpan merupakan aktivitas mendokumentasikan data guna digunakan
kembali jika diperlukan.
e. Mengirim
Mengirim merupakan aktivitas di berbagai data kepada pihak lain dari dalam
organisasi maupun dari luar suatu organisasi.

2.2 Pelayanan Publik Dasar


Berdasarkan Kamus Bahasa Indonesia, pelayanan mempunyai tiga pengertian,
yaitu tentang atau metode dalam melayani; upaya melayani keperluan sesama dengan
mendapatkan bayaran; keringanan yang diberikan pada kegiatan dagang barang dan
jasa. Jadi, pelayanan bisa dijelaskan sebagai kegiatan yang bertujuan menolong,
menyediakan serta mengelola barang dan jasa suatu kelompok untuk kelompok
berikutnya (Hardiyansyah, 2018). Sementara itu, berdasarkan Undang-Undang Nomor
25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, “Pelayanan publik adalah kegiatan atau
rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang,
jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan
publik”.
Pelayanan publik mencakup bidang pendidikan, pengajaran, ketenagakerjaan dan
jasa bisnis, perumahan, telekomunikasi dan informasi, lingkungan, kesehatan,
jaminan sosial, energi, perbankan, transportasi, SDA, wisata, dan sebagainya.
Pemerintah bertugas melakukan pelayanan dasar bagi setiap warga negaranya dengan
menyediakan kebutuhan pokok agar kesejahteraan rakyat meningkat. Pelayanan
publik mengenai pemenuhan kebutuhan dasar tersebut yaitu pelayanan pendidikan,
kesehatan, jaminan sosial, serta ekonomi.
1. Pelayanan pendidikan
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”. Semua
masyarakat berhak atas pelayanan pendidikan yang berkualitas, juga negara harus
menyediakan pelayanan pendidikan yang terjamin untuk setiap warga negaranya
tanpa adanya diskriminasi. Pemerintah berkewajiban untuk menyediakan lahan,
gedung, alat dan infrastruktur sebagai pendukung jalannya kegiatan pendidikan
yang tepat standar, hingga menyediakan biaya Pendidikan bagi warga negaranya
yang berprestasi dan tidak mampu.
Selain itu juga, adapun disebutkan pada Keputusan Menteri Pendidikan
Nasional Republik Indonesia Nomor 129a/U /2004 Tentang Standar Pelayanan
Minimal Bidang Pendidikan Menteri Pendidikan Nasional, atas dasar wewenang
Provinsi selayaknya daerah otonom, wewenang pengadaan pendidikan, pemuda,
serta olahraga diberikan pada pemerintah daerah, maka dari itu untuk memastikan
terciptanya kualitas pendidikan yang diadakan daerah, harus ditetapkan Standar
Pelayanan Minimal (SPM) bidang pendidikan. SPM bidang pendidikan yaitu
pengukur performa kerja pelayanan pendidikan diadakan oleh Daerah. SPM
Pendidikan mencakup macam pelayanan, juga mencakup parameter kerja minimal
seperti, kategori-kategori siswa didik, sarana dan prasarana, kualifikasi guru
pengajar, dan lain sebagainya. Pemerintah memberikan fasilitas pengadaan
pemuda dan pendidikan jasmani berkenaan pada SPM kabupaten/kota. Wujud
pemberian pemerintah yaitu berupa pembuatan standar teknis, pedoman,
bimbingan, dan pelatihan:
a. Perkiraan keperluan pelayanan pendidikan, pemuda serta olahraga menurut SPM.
b. Pembuatan jadwal kerja serta parameter kerja untuk mencapai tujuan SPM.
c. Evaluasi pengukuran kerja.
d. Pembuatan laporan kerja pada pengadaan pemenuhan SPM dalam bidang pendidikan,
pemuda dan olahraga.
2. Pelayanan kesehatan
Dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, kesehatan
adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang
memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
Sumber daya pada bidang kesehatan meliputi semua yang berwujud anggaran,
personel, perbekalan kesehatan, ketersediaan obat serta perangkat kesehatan,
sarana juga teknologi digunakan mengadakan kegiatan pada sektor kesehatan
yang dilaksanakan Pemerintah, pemerintah daerah, dengan warga negara. Semua
individu masyarakat berhak atas pelayanan kesehatan dengan aman, berkualitas,
serta murah. Untuk mendapatkan tingkat kesehatan yang tinggi bagi seluruh
masyarakat, pemerintah harus menyediakan beberapa hal berikut, antara lain:
a. Memberikan sarana kesehatan, serta sumber daya medis dengan setara.
b. Memberikan jalan mudah untuk menggapai informasi, pendidikan, dan sarana
pelayanan kesehatan.
c. Menguatkan dan menggalakkan masyarakat untuk berpartisipasi pada setiap wujud
usaha bidang kesehatan.
d. Memastikan pengadaan, pemerataan, juga keterjangkauan pengadaan farmasi serta
perangkat kesehatan, dilakukan dengan berdasarkan kegunaan, harga, dan faktor
pemerataan.
e. Menyediakan sumber daya, sarana, serta penyelenggaraan pelayanan medis yang
komprehensif juga berkelanjutan, meliputi pelayanan medis keadaan darurat dan
setelah bencana. Pelayanan gawat darurat dengan tujuan menolong nyawa dan
mencegah cacat berkelanjutan serta demi kepentingan terbaik pasien.
Pelayanan kesehatan mencakup:
a. Pelayanan kesehatan perorangan, merupakan layanan yang diperuntukan memulihkan
serta mengembalikan kesehatan perorangan maupun keluarga.
b. Pelayanan kesehatan masyarakat, yaitu yang diperuntukan menjaga dan memperkuat
kesehatan, juga menangkal penyakit satu kelompok dan masyarakat.
Upaya kesehatan dilaksanakan secara tersusun, komprehensif, dan
berkelanjutan berwujud kegiatan dengan beberapa pendekatan seperti sebagai
berikut, antara lain:
a. Pelayanan kesehatan promotif, dimana rangkaian aktivitas pelayanan kesehatan
mengedepankan aksi promosi kesehatan.
b. Pelayanan kesehatan preventif, yaitu aktivitas penangkalan pada suatu problem
kesehatan/penyakit.
c. Pelayanan kesehatan kuratif, yaitu deretan tindakan pengobatan dimaksudkan
menyembuhkan dan mengendalikan penyakit, meminimalisir kesakitan karena
penyakit, serta mengendalikan cacat guna kualitas penderita bisa terjaga secara
optimal.
d. Pelayanan kesehatan rehabilitatif, yaitu rangkaian aktivitas mengikutsertakan kembali
mantan penderita pada masyarakat agar bisa beradaptasi kembali menjadi masyarakat
normal yang bermanfaat untuk dirinya dan masyarakat lain secara maksimal menurut
kapasitasnya.
3. Pelayanan ekonomi
Contoh dari layanan ini adalah seperti penyediaan kebutuhan pokok untuk
masyarakat. Kebutuhan pokok yang dimaksud seperti beras, minyak, gula, daging,
telur, susu, garam, tepung, sayuran, serta yang lainnya. Pada kasus ini, pemerintah
harus mempertahankan ketersediaan serta kestabilan harga dari kebutuhan pokok
masyarakat (Hardiyansyah, 2018).
Berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2015
Tentang Penetapan Dan Penyimpanan Barang Kebutuhan Pokok Dan Barang
Penting, pengendalian pengadaan dan kestabilan harga bahan pokok, pemerintah
pusat juga daerah menurut kekuasaannya, memiliki tugas sebagai berikut:
a. Menaikkan dan menjaga produksi.
b. Memperluas fasilitas produksi.
c. Memperluas infrastruktur.
d. Membimbing pelaku ekonomi.
e. Memperluas fasilitas perniagaan.
f. Memaksimalkan perniagaan interinsuler.
g. Melaksanakan monitoring serta meninjau harga.
h. Memperluas data produk tingkat nasional.
i. Mengatur gudang serta pasokan.
j. Menaikkan aliran peredaran produk.
k. Mengendalikan impor / ekspor.
l. Mengadakan bantuan biaya transportasi dari wilayah terpencil, terluar, serta
perbatasan.
4. Pelayanan jaminan sosial
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan
Sosial Nasional, “Jaminan sosial adalah salah satu bentuk perlindungan sosial
untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya
yang layak”. Jenis program jaminan sosial meliputi:
a. Jaminan kesehatan, yaitu jaminan mendapatkan keuntungan perawatan dan proteksi
kesehatan.
b. Jaminan kecelakaan kerja, yaitu mendapatkan asuransi pemeliharaan kesehatan serta
sumbangan uang jika terjadi kecelakaan kerja.
c. Jaminan hari tua, yaitu asuransi berupa uang pada saat purna tugas, cacat total, hingga
kematian.
d. Jaminan pensiun, yaitu asuransi menjaga kelayakan kualitas hidup ketika tidak
memiliki atau berkurangnya penghasilan akibat mendekati purna tugas / cacat total.
e. Jaminan kematian, yaitu asuransi yang diberikan pada orang yang berhak atas warisan
seseorang yang meninggal dunia.
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial
menyebutkan, maksud dari tersedianya jaminan sosial yaitu agar orang miskin,
yatim piatu, lansia, orang yang memiliki keterbelakangan fisik maupun mental,
mantan pasien dengan penyakit serius yang kurang mampu dapat tertanggung oleh
negara sehingga keperluannya tercukupi.

2.3 Kebijakan
2.3.1 Konsep Kebijakan
Lembaga pemerintah memiliki kewenangan serta kewajiban untuk
menyelenggarakan pemerintahan. Penyelenggaraan tersebut meliputi aktivitas
mengatur, mengurus, membimbing, membina atau membangun, mendidik,
memberdayakan, serta melayani berbagai macam urusan pemerintahan yang
menyangkut kepentingan dan kebutuhan dasar guna meningkatkan kenyamanan,
keadilan, kemakmuran, dan kesejahteraan masyarakat. Pada prinsipnya, kegiatan
mengatur atau goverri merupakan kegiatan kebijakan publik yang mencerminkan
fungsi pemerintahan. Kebijakan publik tersebut dilakukan oleh pemerintah melalui
badan publik serta lembaga non pemerintah yang meliputi lembaga swasta, lembaga
sosial politik, lembaga masyarakat, dan lain sebagainya (Ibrahim & Supriatna, 2019).
Menurut Patton dan Swawicki (1982:85), kebijakan atau policy adalah
seperangkat tindakan yang ditetapkan oleh pemerintah atau suatu institusi. Kemudian
menurut Jones (1984), kebijakan berkaitan dengan karakteristik perilaku keputusan
yang konsisten dan representatif dari suatu institusi pemerintah. Kebijakan tersebut
relevan dengan arah tindakan seorang pemimpin baik dalam bentuk tulis maupun
verbal serta bersifat pilihan dan adaptif yang kemudian dilakukan dalam suatu badan
publik. Sejalan dengan definisi kebijakan kedua ahli sebelumnya, menurut Ibrahim
dan Supriatna (2019), kebijakan merujuk pada setiap langkah yang dilakukan oleh
pimpinan mulai dari tahap penentuan kebijakan. Kebijakan tersebut digunakan
sebagai pedoman bagi kegiatan yang harus dilaksanakan, termasuk kegiatan
penyusunan rencana itu sendiri.

2.3.2 Formulasi Kebijakan


Formulasi Menurut Dunn (2000), perumusan kebijakan (policy Formulation)
adalah pengembangan dan sintesis terhadap alternatif-alternatif pemecahan masalah.
Winarno (2002) menyatakan bahwa, masing-masing alternatif bersaing untuk di pilih
sebagai kebijakan dalam rangka untuk memecahkan masalah. Menurut Islamy
menyatakan bahwa, formulasi kebijakan sama dengan pembentukan kebijakan
merupakan serangkaian tindakan pemilihan berbagai alternatif yang dilakukan secara
terus menerus dan tidak pernah selesai. Dapat disimpulkan dari pengertian formulasi
kebijakan di atas bahwa, formulasi kebijakan publik adalah langkah awal dalam
proses kebijakan publik secara keseluruhan dan yang terjadi pada tahap ini akan
sangat menentukan berhasil tidaknya kebijakan publik yang dibuat itu pada masa
yang akan datang. Oleh karena itu, sangat perlu kehati-hatian lebih dari para pembuat
kebijakan ketika akan melakukan formulasi kebijakan publik. Formulasi kebijakan
yang baik adalah yang berorientasi pada implementasi dan evaluasi.

2.4 Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia


2.4.1 Kesejahteraan Sosial
Menurut Undang-Undang No. 11 Tahun 2009 tentang kesejahteraan sosial,
kesejahteraan sosial adalah keadaan terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan
sosial masyarakat sehingga dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri,
sehingga mampu menerapkan fungsi sosial dalam kehidupannya. Penyelenggaraan
kesejahteraan sosial merupakan solusi yang terarah, terpadu, dan berkelanjutan yang
dilakukan baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, dan masyarakat
dalam bentuk pelayanan sosial untuk memenuhi kebutuhan dasar setiap warga negara,
yang meliputi rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial, dan
perlindungan sosial.
Wilensky dan Lebeaux (1965) mendefinisikan bahwa kesejahteraan sosial adalah
suatu sistem yang terorganisasi terhadap pelayanan-pelayanan dan lembaga- lembaga
sosial, yang didirikan untuk membantu para individu dan kelompok-kelompok agar
dapat meningkatkan taraf hidup dan kesehatan yang memuaskan. Artinya adalah agar
tercipta hubungan-hubungan personal dan sosial yang dapat memberi kesempatan
kepada individu-individu pengembangan kemampuan-kemampuan mereka seluas-
luasnya dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kebutuhan-
kebutuhan masing-masing.
Selanjutnya, Wickeden menjelaskan definisi kesejahteraan sosial merupakan
sebuah sistem peraturan, program-program, pelayanan-pelayanan yang memperkuat
atau memberi jaminan penyediaan pertolongan untuk memenuhi kebutuhan-
kebutuhan sosial yang dianggap sebagai dasar bagi masyarakat dan keteraturan sosial.
Segel dan Bruzy (1998) berpendapat bahwa kebijakan sosial juga termasuk bagian
dari sistem kesejahteraan sosial. Sistem kesejahteraan sosial terdiri dari usaha-usaha
dan struktur-struktur yang terorganisasi untuk menghadirkan kesejahteraan
masyarakat.
Secara sederhana, sistem kesejahteraan sosial dapat dirumuskan menjadi empat
bagian yang saling berhubungan, yaitu: 1) isu sosial; 2) fungsi kebijakan; 3)
perundangan/peraturan; 4) program-program kesejahteraan sosial. Sistem
kesejahteraan sosial diawali dari mengenali isu sosial yang ada di masyarakat. Saat
isu tersebut dianggap sebagai perhatian sosial, maka fase selanjutnya adalah
mengartikulasikan tujuan-tujuan kebijakan. Tujuan-tujuan tersebut mampu
menghasilkan suatu posisi publik yang diciptakan melalui perundangan atau
peraturan. Setelah itu, perundangan diterjemahkan ke dalam implementasi melalui
penerapan suatu program kesejahteraan sosial.
2.4.2. Lanjut Usia
Menurut WHO, lansia (lanjut usia) merupakan seseorang yang telah berusia enam
puluh tahun keatas. Penuaan atau lansia akan menghadirkan suatu tantangan dan
peluang. Suatu peluang yang bisa diambil disini yaitu permintaan untuk perawatan
kesehatan serta perawatan jangka panjang yang membutuhkan tenaga kerja lebih
besar dan mengajak setiap sektor untuk memerangi ageism. Dalam tingkat biologis,
lanjut usia adalah penuaan hasil dari berbagai dampak kerusakan sel dari waktu ke
waktu. Dampak ini mengakibatkan menurunnya kapasitas fisik dan mental seseorang,
serta resiko penyakit dan kematian akan meningkat. Di samping itu, penuaan atau
lanjut usia dapat dikatakan dengan perubahan kehidupan seseorang seperti pensiun
atau kematian.
Dalam struktur kependudukannya, lanjut usia adalah kelompok usia “beban” yang
akan bergantung kepada kelompok usia produktif. Mereka juga menjadi penduduk
yang paling rentan karena mengalami ketidakstabilan dalam keuangan (finansial),
tingkat kesehatan, dan membutuhkan pendampingan (Badan Pusat Statistik, 2021).
Lanjut usia memiliki beberapa kategori, sebagai berikut.
1. Penduduk lansia merupakan penduduk berusia enam puluh tahun keatas. Lansia
terdiri dari:
a. Lansia muda yang berusia sekitar 60-69 tahun
b. Lansia madya yang berusia 70-79 tahun
c. Lansia tua yang berusia usia 80 tahun keatas
2. Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia
a. Lansia Potensial merupakan lanjut usia yang masih mampu bekerja dan menghasilkan
barang atau jasa.
b. Lansia Tidak Potensial adalah lanjut usia yang tidak mampu mencari nafkah dan
hidup bergantung kepada orang lain.
2.4.3 Peningkatan Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia
Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut
Usia mengartikan bahwa penduduk yang berusia lanjut adalah seseorang yang telah
berusia atau memasuki usia enam puluh tahun keatas. Pada Pasal 3 Undang-Undang
tersebut menyatakan bahwa penduduk lansia diberdayakan untuk meningkatkan
kesejahteraan sosialnya, hal agar lansia memiliki peran dalam kegiatan pembangunan
dengan memperhatikan kondisi, pengalaman, serta memelihara kesejahteraan hidup
para lansia. Pelaksanaan dalam meningkatkan kesejahteraan sosial lansia ini
dilakukan secara serempak serta menjadi tanggung jawab Pemerintah dan masyarakat.
Definisi dari kesejahteraan sosial tertuang dalam Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 11 tahun 2009 tentang kesejahteraan sosial, yaitu keadaan dimana
kebutuhan warga negara terpenuhi sehingga bisa hidup dengan layak dan mampu
melakukan fungsinya dalam kehidupan sosial. Dari hal ini dapat dikatakan bahwa
kesejahteraan sosial menjadi titik imbang dari tatanan kehidupan manusia dari
berbagai aspek yang dimilikinya.
Pembangunan bagi kesejahteraan sosial merupakan upaya untuk mencapai tujuan
yang ada dalam konstitusi negara Indonesia. Dimana warga negara Indonesia berhak
untuk mendapatkan keadilan sosial, dilindungi, serta mampu mendapatkan
kesejahteraan tidak terkecuali lansia. Adapun syarat yang mencerminkan adanya
kesejahteraan sosial sebagai berikut.
1. Saat masalah sosial dapat dikelola atau direncanakan dengan baik.
2. Saat kebutuhan terpenuhi dalam segala aspek kehidupan.
3. Saat peluang sosial tersedia secara maksimal sehingga menguntungkan warga
negara.
Usaha yang dapat dilakukan untuk menunjang peningkatan kesejahteraan
sosial lanjut usia yaitu dilakukan perlindungan sosial. Perlindungan sosial dapat
diberikan pada lansia dengan tujuan untuk kemudahan pelayanan bagi lanjut usia
tidak potensial agar mampu untuk mewujudkan taraf hidup yang wajar. Selain itu,
dapat diberikan bantuan sosial bagi para lansia. Bantuan sosial diberikan secara tidak
tetap bagi lansia potensial untuk dapat meningkatkan taraf kesejahteraan sosial.

BAB IV
PEMAPARAN DATA, PEMBAHASAN, DAN REKOMENDASI

4.1 Penyajian Permasalahan dan Program Pemerintah


4.1.1 Permasalahan Terkait Kesejahteraan Lanjut Usia di Indonesia
Menurut Badan Pusat Statistik (2018-2021), persentase penduduk lansia tahun
2018-2021 di Indonesia terus mengalami peningkatan. Menurut gambar 3.1, kenaikan
tertinggi terjadi pada tahun 2020-2021 yakni dengan persentase 0,9%. Total penduduk
lansia 2018 adalah sebesar 24,49 juta penduduk. Kemudian terjadi kenaikan sejumlah
1,15 juta penduduk di tahun 2019 sehingga menjadi 25,64 juta penduduk. Terjadi
kenaikan sebesar 1,18 juta penduduk di tahun 2020 yang menyebabkan jumlahnya
menjadi 26, 82 juta penduduk. Kemudian di tahun 2021, terjadi kenaikan sejumlah 2,5
juta penduduk yang menyebabkan jumlah penduduk lansia di tahun 2021 adalah
sebesar 29,3 juta penduduk. Kenaikan jumlah penduduk lansia yang terjadi tiap tahun
sejalan dengan bertambah besarnya tanggung jawab pemerintah dalam menyediakan
pelayanan sosial untuk para lansia tersebut.

Gambar 4.1 Persentase Jumlah Penduduk Lansia Indonesia Tahun 2018-2021


Sumber: Badan Pusat Statistik, 2018-2021

Peningkatan total penduduk lansia tidak hanya sejalan dengan tanggung jawab
pemerintah dalam menyediakan pelayanan sosial, tetapi juga sejalan dengan
meningkatnya angka rasio ketergantungan lansia terhadap usia produktif. Menurut
Badan Pusat Statistik (2021), angka rasio ketergantungan pada tahun 2018 mencapai
14,49. Hal tersebut berarti bahwa terdapat setidaknya 14 lansia yang ditanggung oleh
100 usia produktif. Kemudian angka tersebut mengalami kenaikan pada tahun 2019
yakni menjadi sebesar 15,01. Kemudian pada tahun 2020 dan 2021 juga mengalami
kenaikan masing-masing menjadi sejumlah 15,54 dan 16,76. Berdasarkan data
tersebut, dapat disimpulkan bahwa semakin meningkatnya angka rasio
ketergantungan, maka semakin meningkat pula tanggungan penduduk Indonesia usia
produktif terhadap penduduk lanjut usia di Indonesia.
Gambar 4.2 Rasio Ketergantungan Penduduk Lansia Terhadap Usia Produktif
Tahun 2018-2021
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2021

Lansia yang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dengan bekerja dan memiliki
penghasilan sendiri cenderung dapat meningkatkan kesejahteraannya. Namun di
Indonesia, dalam empat tahun terakhir, terjadi penurunan dalam hal rata-rata
penghasilan lansia bekerja yakni pada periode 2019-2020 dan 2020-2021. Menurut
Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) 2021, rata-rata penghasilan lansia bekerja
tahun 2018 adalah sejumlah 1,48 juta rupiah. Pada tahun 2019 mengalami kenaikan
menjadi sebesar 1,56 juta rupiah. Kemudian pada tahun 2020, yakni tahun
kemunculan pandemi COVID-19, rata-rata penghasilan mengalami penurunan yakni
menjadi sebesar 1,45 juta rupiah. Nominal tersebut terus mengalami penurunan
hingga tahun 2021, yakni menjadi sebesar 1,34 juta rupiah.
Gambar 4.3 Perkembangan Rata-rata Penghasilan Lansia Bekerja 2018-2021
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2021

Mayoritas lansia yang bekerja merupakan lansia yang mengemban pendidikan


hingga tingkat rendah saja (Sekolah Dasar dan tidak lulus Sekolah Dasar atau tidak
bersekolah). Gambar 3.3 menunjukkan bahwa hampir setengah lansia yang bekerja
didominasi oleh lansia yang tidak pernah bersekolah atau tidak tamat SD. Selain itu,
dapat disimpulkan juga bahwa semakin tinggi pendidikan, maka semakin kecil
peluang lansia untuk bekerja pada hari tuanya. Hal tersebut juga didukung dengan
penelitian Affandi (2009) yang menyebutkan bahwa lansia dengan pendidikan rendah
lebih tidak dapat menikmati usia tuanya karena bekerja dibandingkan dengan lansia
yang berpendidikan tinggi. Hal tersebut dapat terjadi karena lansia dengan tingkat
pendidikan tinggi cenderung memiliki upah yang lebih baik di usia produktifnya.
Jika melihat kondisi saat pandemi COVID-19, data dari BPS tersebut didukung
dengan penelitian yang dilakukan oleh lembaga SurveyMETER pada tahun 2021.
Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa selama pandemi COVID-19, penurunan
pendapatan telah dialami oleh lebih dari separuh responden. Oleh sebab itu, dapat
disimpulkan bahwa pendapatan responden yang bekerja atau menggantungkan
pendapatan pada anak yang tidak tinggal serumah sangat terpengaruh dengan adanya
pandemi COVID-19. Di antara responden yang pendapatannya menurun, 40% dari
mereka mengaku bahwa kualitas pangan mereka juga berkurang. Oleh karena itu,
program bantuan dari pemerintah sangat dibutuhkan oleh penduduk lansia dalam
menjalani kehidupan sehari-hari mereka.
Gambar 4.4 Tingkat Pendidikan Lansia yang Bekerja Tahun 2019
Sumber: Sakernas Agustus 2019

Meskipun terdapat banyak alasan yang membuat lansia masih bekerja (seperti
masih mampu secara fisik dan mental, desakan ekonomi, dan aktualisasi diri), namun
pada dasarnya, lansia merupakan penduduk yang secara biologis telah mengalami
proses menua. Proses menua merupakan penurunan daya tahan fisik, sehingga
semakin rentan terhadap berbagai jenis penyakit. Proses tersebut juga terjadi pada
lansia di Indonesia. Hal tersebut dibuktikan dengan data dari BPS Susenas Maret
2021, yang menunjukkan bahwa angka kesakitan lansia sebagian besar mengalami
penurunan selama 7 tahun terakhir (2015-2021). Dalam kurun waktu 7 tahun terakhir,
angka kesakitan lansia berada pada titik terendah pada tahun 2021, yakni sebesar
22,48%. Hal tersebut berarti bahwa sebanyak 22,48% lansia merasa terganggu dalam
melakukan aktivitas sehari-harinya akibat dari keluhan kesehatan yang mereka alami.
Jika dikaitkan dengan pandemi COVID-19, sekitar 16% responden dalam
penelitian yang diselenggarakan oleh lembaga SurveyMETER (2020) menyatakan
bahwa kondisi kesehatan fisik mereka menurun selama pandemi. Salah satu kendala
yang dialami adalah kesulitan untuk mengakses fasilitas kesehatan ketika hendak
melakukan konsultasi kesehatan, terdapat sekitar 11% dari responden yang
mengalami kesulitan tersebut. Alasan yang paling umum adalah kekhawatiran akan
terinfeksi virus corona di fasilitas kesehatan yang akan mereka datangi. Kemudian
sekitar 12% responden yang memerlukan obat rutin, melaporkan bahwa mereka
kehabisan obat selama pandemi. Alasan yang paling umum adalah kekurangan uang
untuk membeli obat (45%).

Gambar 4.5 Perkembangan Angka Kesakitan Lansia (persen), 2015-2021


Sumber: BPS Susenas Maret, 2021

Dengan berbagai kerentanan baik dalam hal ekonomi, kesehatan, dan aspek
lainnya, penduduk lansia membutuhkan jaminan sosial untuk menunjang
kesejahteraan hidupnya. Namun, menurut data BPS Susenas Maret 2021,
perkembangan rumah tangga lanjut usia di Indonesia yang memiliki jaminan sosial
relatif tidak stabil pada tahun 2019 hingga 2021. Pada periode 2019-2020,
perkembangan rumah tangga lansia yang memiliki jaminan sosial sempat mengalami
kenaikan, dari 12,90% menjadi 13,84%. Namun, pada periode 2020-2021 mengalami
penurunan dari 13,84% menjadi 11,62%. Oleh sebab itu, diperlukan upaya yang lebih
untuk meningkatkan pemberian jaminan sosial terhadap rumah tangga lanjut usia di
Indonesia.
Gambar 4.6 Perkembangan Rumah Tangga Lansia yang Memiliki Jaminan
Sosial, 2013-2021
Sumber: BPS Susenas Maret, 2013-2021

Kesimpulan Permasalahan:
Berdasarkan data empiris yang telah disajikan, dapat disimpulkan bahwa jumlah
lansia di Indonesia meningkat dari tahun 2018 hingga 2021, namun tingkat
kesejahteraan lansia dapat dikatakan cukup rendah. Hal tersebut dapat dibuktikan
dengan:
1. Rendahnya rata-rata penghasilan lansia bekerja, terutama saat memasuki pandemi
COVID-19;
2. Rendahnya rata-rata penghasilan berdampak pada menurunnya kualitas pangan;
3. Dalam kurun waktu 7 tahun terakhir, angka kesakitan lansia berada pada titik
terendah pada tahun 2021, yakni dengan persentase 22,48%.
4. Pandemi COVID-19 menyebabkan penurunan kondisi kesehatan fisik lansia;
5. Pandemi COVID-19 menyebabkan para lansia mengalami kesulitan dalam
mengakses fasilitas kesehatan;
6. Selama pandemi COVID-19, para lansia seringkali kehabisan obat dengan alasan
utama yakni kekurangan dana untuk membeli obat.

4.1.2 Program Pemerintah Dalam Mengatasi Masalah Kesejahteraan Sosial Lanjut


Usia
A. ATENSI
Kementerian Sosial menghadirkan sebuah program yang dapat memenuhi hak-
hak penduduk lanjut usia di Indonesia. Program ini disebut dengan ATENSI
(Asistensi Rehabilitasi Sosial bagi Lanjut Usia). Beberapa program rehabilitasi
yang dilaksanakan melalui ATENSI adalah sebagai berikut:
1. Bantuan pemenuhan kebutuhan hidup layak. Program ini diselenggarakan
dalam bentuk pemberian bansos, bantuan sarana dan prasarana dasar seperti
sandang pangan papan, serta bantuan kebutuhan dasar lainnya.
2. Perawatan sosial dan/atau pengasuhan anak. Program ini diselenggarakan
dalam bentuk memberi perawatan, pengasuhan, pemberian perhatian yang
kontinu, serta pemberian bantuan sarana dan prasarana untuk perawatan sosial
dan/atau pengasuhan anak.
3. Dukungan keluarga. Program tersebut dilaksanakan dalam bentuk
pendampingan bagi keluarga dan penguatan kapabilitas dan tanggung jawab
sosial keluarga serta memberikan bantuan perlengkapan bagi keluarga atau
anggota keluarga.
4. Pemberian terapi fisik, psikososial, dan mental spiritual. Kegiatan yang
dilakukan dalam terapi fisik yaitu terapi elektronik, pijat urut, latihan
terapeutik, pemberian dukungan alat bantu, pelatihan dan terapi olahraga.
Kegiatan yang dilakukan dalam terapi psikososial yaitu terapi untuk mengatasi
masalah yang berkaitan dengan aspek kognisi, psikis, dan sosial, serta
dukungan alat bantu. Sedangkan untuk terapi mental spiritual dapat dilakukan
dengan cara meditasi, terapi seni, ibadah keagamaan, dan/atau terapi yang
mengutamakan harmoni serta terapi lain yang dapat menggunakan alat bantu.
5. Pemberian pelatihan pembinaan kewirausahaan. Program ini dilaksanakan
dengan tujuan untuk mendukung penyaluran potensi, bakat, minat, serta
menghasilkan kegiatan baru yang produktif, akses modal usaha ekonomi,
bantuan kemandirian, bantuan sarana dan prasarana produksi, serta
mengembangkan jejaring pemasaran.
6. Bantuan sosial dan asistensi sosial.
Bantuan sosial memiliki artian bantuan kepada
perorangan/keluarga/kelompok/suatu masyarakat di suatu daerah dalam
bentuk uang, barang, atau jasa. Sedangkan untuk asistensi sosial sendiri yaitu
bantuan bagi perorangan/keluarga/kelompok/suatu masyarakat di suatu daerah
yang dapat berupa uang, barang, jasa pelayanan, dan/atau jaminan sosial.
7. Dukungan aksesibilitas. Program ini dilaksanakan dalam bentuk kegiatan
sosialisasi, fasilitasi, dan advokasi sosial kepada pemangku kepentingan serta
penyediaan sarana dan prasarana yang memenuhi standar aksesibilitas.

Implementasi ATENSI
Kementerian Sosial RI melalui Balai Budhi Dharma Bekasi menyediakan
bantuan berupa Asistensi Rehabilitasi Sosial bagi 4 orang lanjut usia yang menjadi
binaan Lembaga Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia (LKS LU) Thariiqul Jannah
Kota Bekasi.
Penyerahan bantuan sebelumnya, yaitu ATENSI dilakukan setelah pada
tanggal 27 Mei 2021 dilaksanakan asesmen komprehensif atas kebutuhan para
lansia binaan LKS LU Thariiqul Jannah. Hasil asesmen tersebut menunjukkan
berbagai permasalahan dan kebutuhan alat aksesibilitas berupa kursi roda dan
tongkat jalan.
Sebagai tindak lanjut hasil asesmen yang telah dilaksanakan, Kepala Seksi
Layanan Rehabilitasi Sosial Balai Budhi Dharma Bekasi, Indrawan bersama
Mugiono menyerahkan bantuan ATENSI alat aksesibilitas untuk 4 orang lanjut
usia berupa 2 buah kursi roda dan 2 buah tongkat jalan bagi lansia di Kelurahan
Pengasinan Kecamatan Rawalumbu Kota Bekasi.

B. SERASI
SERASI (Sentra Layanan Sosial) merupakan layanan sosial yang
diintegrasikan bagi penduduk lanjut usia untuk bisa memenuhi kebutuhan sehari-
harinya dan mendapatkan solusi terbaik atas masalah yang dihadapi dengan cara
yang efektif, efisien dan berkelanjutan. Proses penyelesaian masalah ini dilakukan
melalui rujukan atau penyelesaian masalah secara langsung.
SERASI dalam hal layanan Asistensi Rehabilitasi Sosial bagi lanjut usia
merupakan:
1. Garis besar pelayanan komprehensif menurut penduduk lansia di Indonesia;
2. Kantor menjadi tempat layanan lapangan pemerintah untuk pembayaran
(tunai/non tunai) demi perlindungan sosial lanjut usia seperti lanjut usia
miskin dan rentan, atau yang mengalami goncangan dan krisis;
3. Penyedia layanan rehabilitasi sosial pemerintah bagi lanjut usia secara
langsung dan/atau melalui LKS LU (PUSAKA)
Implementasi SERASI
Diperlukan suatu penghubung bagi masyarakat lanjut usia yang mengalami
disfungsi sosial untuk memperoleh pelayanan sesuai kebutuhan lanjut usia yang
dapat tersedia di berbagai macam Balai, SERASI menjadi program penunjang itu.
Disamping itu Lanjut Usia juga dapat mengakses bantuan lain yang sesuai dengan
kebutuhan melalui SERASI berupa layanan rujukan, yang selanjutnya diteruskan
oleh Layanan SERASI yang ada di Balai/Loka kepada Unit yang memberikan
bantuan atau program tersebut. Adapun bantuan atau program rujukan yang bisa
diakses lanjut usia melalui SERASI diantaranya bantuan perumahan , pangan, air
bersih, lapangan kerja, identitas dan kebutuhan dasar lainnya.
Konsekuensi dari hadirnya ATENSI menuntut perlunya mengkoneksikan
cukup banyak pihak, dimulai dari tingkat keluarga hingga lembaga tingkat atas
juga mengkoneksikan layanan sosial lainnya. Oleh karena itu, Kementerian Sosial
melalui Ditjen Rehabilitasi Sosial berupaya untuk mewujudkan sistem Sentra
Layanan Sosial (SERASI) sebagai wujud pelayanan publik tanpa spesialisasi.
Implementasi SERASI adalah wujud dari perubahan paradigma layanan
rehabilitasi sosial yang awalnya bersifat sektoral menjadi layanan terpadu atau
dikenal juga dengan one stop service. Contoh penerapannya adalah semua ragam
disabilitas akan direspon dalam pelayanan satu pintu.
Kehadiran SERASI harus mampu menjembatani setiap kebutuhan masyarakat,
terutama bagi penyandang disabilitas. SERASI harus mampu menunjukkan bahwa
birokrasi yang dijalankan harus mampu mengakomodasi setiap kebutuhan dari
masyarakat. Diharapkan dengan program SERASI terdapat satu pintu layanan
yang mampu menyelesaikan berbagai permasalahan masyarakat.

C. Asistensi Sosial Lanjut Usia Terlantar (ASLUT)


Menurut Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2013
tentang Program Asistensi Sosial Lanjut Usia Terlantar, program ASLUT
merupakan kegiatan pemerintah yang dilakukan untuk membantu lansia terlantar
dalam bentuk uang dengan didampingi oleh pihak yang bertanggung jawab untuk
memenuhi kebutuhan hidup lansia terlantar. Lansia terlantar adalah lanjut usia
yang tidak potensial, tidak memiliki dana atau tabungan yang cukup, serta aset
sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhannya secara penuh. Tujuan dari program
ASLUT sendiri untuk memberikan bantuan kepada lanjut usia terlantar sehingga
dapat meningkatkan taraf kesejahteraannya. Ada beberapa kriteria dan persyaratan
bagi penerima program ASLUT. Kriteria penerima program ini antara lain:
1. Difokuskan bagi lansia terlantar dengan usia 60 tahun keatas, mengidap
penyakit menahun, hidup bergantung orang lain, tidak sanggup melakukan
aktivitasnya sehari-hari, serta miskin atau tidak berpenghasilan tetap.
2. Lanjut usia terlantar berusia 70 tahun keatas tidak potensial, miskin, serta
tidak memiliki penghasilan tetap.
Selanjutnya, persyaratan bagi penerima program ASLUT tertulis di Pasal 4,
yaitu:
1. Tercatat dan disetujui sebagai penerima program ASLUT.
2. Memiliki Kartu Tanda Penduduk serta surat atau kartu yang menjadi
pelengkap syarat program tersebut dari Kepala Desa/Lurah.
3. Menyertakan foto diri yang terakhir.
Dalam Ayat 2, terdapat pula penerima program yang tidak sesuai dengan
persyaratan yang telah dicantumkan di atas. Maka, hal ini menjadi resiko sehingga
nantinya harus dikembalikan ke negara dan menjadi tugas bagi dinas sosial
setempat. Kemudian, Ayat 3 menyatakan jika terjadi pengembalian dana bantuan
itu kepada negara sehingga berpengaruh kepada realisasi alokasi anggaran
bantuan program yang telah dilakukan, maka bantuan ini akan diberikan kepada
provinsi/kabupaten/kota yang memiliki kewajiban yang sama terhadap program
ASLUT.
Prosedur pelaksanaan program ASLUT direalisasikan melalui beberapa
tahapan, yaitu (1) sosialisasi program, (2) pendataan, menyeleksi, serta
memverifikasi calon penerima program ASLUT, (3) menetapkan dan mengganti
penerima, (4) sanksi, (5) memberikan pembinaan bagi pendamping, (6)
menyalurkan uang, (7) pendampingan, serta (8) memantau, melakukan penilaian
dan pelaporan. Prosedur ini akan dilakukan secara bertahap baik melalui Dinas
Sosial di Kabupaten/Kota, Provinsi, hingga Direktorat Rehabilitasi Sosial (Ariani
et al, 2015).

Implementasi Program ASLUT di Kota Kediri


Abdullah Abu Bakar selaku Wali Kota Kediri pada Rabu, 5 Mei 2021
mengunjungi salah satu rumah yang ada di Kelurahan Singonegaran. Pemilik
rumah tersebut adalah lansia bernama Sumali yang berusia 75 tahun, ia tinggal di
rumah berukuran 3x3 meter tersebut seorang diri. Wali Kota berkunjung ke
rumahnya bertujuan untuk memberikan bantuan dari program ASLUT secara
langsung. Kehadiran Wali Kota Kediri juga didampingi oleh Kepala Dinas Sosial,
Kepala Dinas Perumahan dan Kawasan Pemukiman, dan Lurah Singonegaran.
Pihak pemerintah meninjau langsung rumah Sumali yang kondisinya
memprihatinkan, rumah tersebut masih beralaskan tanah dan atapnya juga mulai
rapuh. Wali Kota langsung menginstruksikan perintah kepada Kepala Dinas
Perumahan dan Kawasan Pemukiman untuk melakukan renovasi atau bedah
rumah dengan melalui program tidak layak huni. Dengan adanya program yang
diberikan kepada Sumali sebagai lansia yang terlantar atau hidup sebatang kara,
diharapkan bantuan ASLUT bisa berguna dan bermanfaat dalam mencukupi
kebutuhan hidupnya sehari-hari. Abdullah menyatakan bahwa Sumali sudah
mendapatkan bantuan ASLUT dari tahun 2020 hingga sekarang. Sebagai
penerima program ASLUT, Sumali mengatakan ia sangat terbantu dengan adanya
program ini. Sebelum menerima bantuan ASLUT, Sumali hanya mengandalkan
upahnya dalam jasa service radio untuk memenuhi kebutuhannya setiap hari.
Apalagi beberapa tahun terakhir, jasa service radionya sepi sehingga kesulitan
untuk memenuhi kebutuhannya (Masyhari, 2021).
Implementasi Program ASLUT di Desa Sugihwaras, Sidoarjo
Sasaran utama dari program ASLUT adalah lanjut usia terlantar dan keluarga
miskin yang ada di Indonesia, upaya program ini untuk mensejahterakan dan
menanggulangi kemiskinan yang terjadi. Contohnya Desa Sugihwaras, Sidoarjo
yang diwakili oleh Syaiful selaku kepala desa. Ia selalu berusaha untuk
menyalurkan dan memberikan secara tepat sasaran bantuan dari program yang
telah dilakukan oleh Pemerintah Pusat. Implementasi dari program ASLUT ini
memiliki manfaat yang sangat besar bagi penduduk Desa Sugihwaras, khususnya
bagi penduduk lanjut usia dan terlantar. Setiap lanjut usia terlantar akan diberikan
santunan 200.000 per bulan. Pemerintah Desa Sugihwaras berusaha
merealisasikan program ASLUT sebaik mungkin agar dapat berguna serta tepat
sasaran, hal ini bertujuan untuk mencapai keinginan pemerintah dalam
menanggulangi kemiskinan serta keadilan bagi rakyat Indonesia.
Program ini harus tetap berlanjut agar dapat mengentas kemiskinan penduduk
yang terjadi khususnya di daerah-daerah. Desa Sugihwaras juga diharapkan dapat
mengakhiri kesenjangan sosial yang terjadi dan menurunkan tingkat kemiskinan
dari desa tersebut. Hal ini didukung pula oleh pemerintah desa yang mendukung
rakyat kecil dalam meningkatkan taraf kesejahteraan hidupnya
(sugihwaras.desa.id, 2018).

D. Home Care
Layanan Home Care menjadi salah satu pelayanan kesehatan yang diberikan
bagi klien di rumah mereka. Layanan ini bertujuan untuk pemeliharaan kesehatan
klien dalam upaya mencegah penyakit, resiko kambuh, dan rehabilitasi kesehatan
(Bukit, 2008). Tiga unsur utama yang ada dalam layanan Home Care adalah
pengelolaan pelayanan, pelaksanaan pelayanan, serta klien. Pengelolaan
pelayanan merupakan unit yang memiliki tanggung jawab dalam mengelola
perawatan kesehatan yang dilakukan di rumah, meliputi tenaga kesehatan, sarana
dan prasarana, serta bagaimana mekanisme dan pelayanan tersebut sesuai dengan
aturan yang telah ditetapkan. Pelaksanaan pelayanan merupakan tenaga kesehatan
yang menjadi pelaksana layanan, terdiri dari perawat, dokter, ahli gizi, fisioterapi,
serta tenaga terkait maupun tidak terkait lainnya. Klien merupakan penerima
layanan kesehatan dengan melibatkan satu anggota keluarga yang menjadi
penanggung jawab. Jika diperlukan, anggota keluarga juga dapat memilih seorang
sebagai perawat (care-giver) yang melayani kebutuhan klien setiap hari (Prasetyo
et al, 2010).
Manfaat layanan Home Care menurut Home Care for Seniors (2011) antara
lain:
a. Memberikan harkat dan kemandirian klien yang membutuhkan perawatan;
b. Membantu mencegah dan menunda perawatan yang dilakukan di Rumah
Sakit;
c. Memberikan kebebasan secara maksimal dan kenyamanan bagi klien;
d. Menawarkan perawatan kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan klien serta
keluarga;
e. Adanya dukungan keluarga serta menjaga kebersamaan.
Kriteria klien Home Care untuk melakukan perawatan di rumah adalah
homebound, kebutuhan pelayanan yang terampil, dan rencana penanganan klien.
Klien (Homebound) harus tinggal di rumahnya sendiri, tidak sering diluar rumah,
dan tidak berhubungan dengan keperluan medis. Kebutuhan pelayanan yang
terampil harus didasarkan oleh kondisi yang diderita klien. Klien membutuhkan
satu pelayanan yang terampil dalam perawatan yang dilakukannya di rumah.
Rencana penanganan klien juga dapat menerima layanan bantuan kesehatan di
rumah dan pelayanan dari pekerja sosial yang dibutuhkan (Zang, 2003).
Implementasi Layanan Home Care Geriatri di RSU Bhakti Husada Krikilan
Layanan Home Care Geriatri di RSU Bhakti Husada Krikilan ditujukan untuk
pelayanan kesehatan bagi pasien lansia. Hal ini guna meningkatkan kesejahteraan
lansia, memperpanjang harapan hidup, dan mewujudkan adanya kemandirian.
Pelayanan ini membantu dalam pemenuhan kebutuhan pasien. Tenaga kesehatan
dari RSU Bhakti Husada Krikilan akan mengunjungi pasien dari rumah ke rumah.
Menurut dokter yang menangani layanan ini, Dr, Billardi menyatakan program
yang dilakukan ini mulai meningkat dan peminatnya bertambah. Permintaan yang
dilayani dalam program ini seperti pelayanan fisioterapi, pemeriksaan dokter,
serta pemeriksaan laboratorium bagi pasien. Harapan dari adanya program
layanan ini tentu saja demi memperbaiki dan meningkatkan kesehatan dari pasien
lansia yang tidak mampu pergi ke rumah sakit. Layanan Home Care Geriatri ini
tidak hanya menangani pasien atau lansia yang sakit saja, tetapi juga lansia yang
membutuhkan pemeriksaan atau kontrol kesehatan, pemeriksaan laboratorium,
konsultasi gizi, serta fisioterapi. Pelayanan di rumah sakit ini juga cukup mudah
dan proses pendaftarannya akan didampingi oleh tenaga kesehatan disana agar
sesuai dengan kebutuhan yang diinginkan oleh pasien (Sodiqin, 2022).
Implementasi Layanan Home Care di Desa Bendo, Boyolali
Sejak munculnya pandemi COVID-19 di Indonesia, kondisi ini menjadi hal
yang harus diperhatikan secara khusus oleh pemerintah. Lansia menjadi golongan
yang mudah atau rentan terkena virus COVID-19 ini. Maka dari itu, tim satgas
COVID-19 di Desa Bendo, Boyolali melakukan layanan Home Care bagi
masyarakat di desa tersebut. Lansia di Desa Bendo belum melakukan vaksinasi,
Kepala Desa Bendo menyatakan ada 170 lansia yang dikunjungi untuk melakukan
vaksinasi. Tim dari tenaga kesehatan yang bertugas yaitu bidan Desa Bendo
mengatakan bahwa kegiatan pelayanan Home Care ini dilakukan untuk melayani
masyarakat lansia yang mayoritas memiliki permasalahan kesehatan. Ia
menjelaskan jika masih ada yang belum lolos skrining untuk vaksin, maka akan
ditunda hingga tim kesehatan melakukan penjadwalan ulang untuk vaksinasi
selanjutnya. Tim kesehatan yang melaksanakan Home Care bagi lansia di Desa
Bendo mengharapkan pelaksanaan vaksinasi yang dilakukan ini dapat terlaksana
secara maksimal (Prass, 2021).

E. Family Support
Family support merupakan salah satu jenis program bantuan untuk lansia
dalam menunjang aktivitasnya, seperti kegiatan mengisi kesenggangan,
menciptakan bisnis baru, hingga kegiatan pembangunan diri pada berbagai hal
yang disuka sesuai kemampuannya. Program ini bertujuan untuk meningkatkan
ekonomi masyarakat keluarga yang tidak mampu dalam menanggung kebutuhan
dari seorang lansia. Kegiatan ini dilaksanakan dengan menyalurkan uang pada
Lembaga Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia (LKS-LU), kemudian diserahkan pada
famili kurang mampu yang menanggung kebutuhan seorang lansia, bantuan yang
diberikan sendiri sebesar Rp 3.000.000/tahun. Wujud pelaksanaan kegiatan dari
Family Support ini meliputi pengobatan dan pemeliharaan; pengajaran rohaniah,
jasmani, sosial dan konseling psikososial; layanan aksesibilitas; dukungan sosial;
pengajaran resosialisasi; rujukan. Tolok ukur dari pihak yang menerima bantuan
ini adalah keluarga kurang mampu yang mempunyai seorang lansia berumur lebih
dari 60 tahun, daftar tunggu ASLUT atau exit ASLUT, serta keluarga yang sudah
memanfaatkan dengan baik bantuan yang diterima sebelumnya. Indikator
keberhasilan atau persentase lansia dalam keluarga kurang mampu yang tercukupi
keperluan pokok hidupnya dalam satu tahun adalah berdasarkan pada dalam satu
hari lansia dapat makan dua kali atau lebih, memiliki lebih dari dua pakaian atau
lebih dan menggantinya dalam seminggu, lansia tidur dalam rumah, kebutuhan air
tercukupi, memperoleh sarana kesehatan secara rutin, mendapatkan kunjungan
oleh pendamping secara rutin, dan ekonomi keluarga lansia meningkat (InteL
Resos, n.d.).
Program ini telah diimplementasikan di berbagai daerah, salah satunya adalah
pada Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Sebanyak 50 orang lansia kurang
mampu yang masih produktif dan memiliki bisnis menerima bantuan melalui
anggaran tahun 2021 yang diajukan oleh pemerintah daerah. Bantuan ini
disalurkan pada LKS Kinasih Gunungkidul dan Orsos Melati Sleman yang sudah
berkomitmen untuk berperan sebagai pendamping secara intensif. Bantuan yang
akan diterima berupa perlengkapan bisnis dan material, seperti kompor dan gas,
serokan alumunium, spatula, penggorengan, tepung, minyak, gula dan penyedap
rasa untuk bisnis gorengan/angkringan. Sedangkan untuk bisnis minuman bantuan
yang diberikan seperti blender, pisau, cerek, gelas, buah, gula, jahe, susu, teh,
bubuk kopi dan sedotan. Harapan dari dilaksanakannya program ini adalah bisa
menolong mencukupi keperluan hidup pokok lansia yang kurang mampu agar
dapat meningkatkan kesejahteraannya (Dinas Sosial Daerah Istimewa Yogyakarta,
2021).

F. Progres LU
Progres Lansia dimaksudkan menawarkan rehabilitasi sosial, pendampingan,
dorongan teknis dan aksesibilitas untuk lansia sehingga bisa mengembalikan,
membangun, serta memperluas fungsi sosialnya menjadi normal. Selain itu,
Progres Lansia juga dilaksanakan untuk memberikan kehidupan yang berkualitas
di masa tua seorang lansia dalam kehidupan pribadi, keluarga, dan masyarakat.
Lansia yang menjadi target dari Progres LU sendiri harus memenuhi beberapa
syarat seperti berumur lebih dari 60 tahun, hidup sebatangkara atau tinggal satu
atap dengan pasangannya; tidak potensial/ potensial, bukan pemeroleh Program
Keluarga Harapan (PKH), golongan tidak mampu, serta mempunyai
penanggungjawab lansia. Kegiatan-kegiatan yang ada dalam program ini adalah
berupa rehabilitasi sosial untuk lansia, aktivitasnya adalah:
a. Perawatan Sosial
Perawatan sosial dilakukan dengan adanya kunjungan kepada lansia oleh
pendamping dengan minimal 40 kali kunjungan. Juga ada pula perawatan
sosial dalam keluarga. Bagi lansia yang sudah tidak memiliki keluarga,
dilakukan dengan adanya penunjukkan keluarga pengganti.
b. Terapi
LKS lansia memberikan terapi jasmani, penghidupan, rohani dan psikososial.
Program pengobatan diselenggarakan secara terpadu didukung kepedulian
sosial dan dukungan keluarga.
c. Family Support
Bantuan untuk lansia dalam menunjang aktivitasnya, seperti kegiatan mengisi
kesenggangan, membuat bisnis baru, hingga kegiatan pembangunan diri pada
berbagai hal yang disuka sesuai kemampuannya.
d. Bantuan Bertujuan Lanjut Usia (Bantu Lansia)
Bantuan ini diberikan secara langsung kepada lansia untuk memenuhi
kebutuhan hidup yang layak. Lansia harus memenuhi beberapa persyaratan
seperti memiliki NIK dan ID BDT, sebagai basis data status ekonomi lansia;
berusia lebih dari 60 tahun; bukan keluarga pemeroleh PKH; hidup sebatang
kara maupun dengan pasangan sesama lansia; dan bukan penerima PKH
(InteL Resos, n.d.).
Contoh daerah di Indonesia pelaksana program ini yaitu Kabupaten Gowa,
Sulawesi Selatan. Melalui Progres LU Tahun 2020, 1.093 lansia menerima
bantuan sosial dari Kementerian Sosial Republik Indonesia. Bantuan ini
disalurkan oleh Balai Rehabilitasi Lansia Gau Mabaji Kemensos di Kabupaten
Gowa. Kabupaten Gowa mendapatkan bantuan dari PROGRES-LU senilai Rp
2.951.100.000 yang kemudian diberikan pada 12 Lembaga Kesejahteraan Sosial
(LKS). Selain Kabupaten Gowa, dilaksanakan penyaluran bantuan PROGRES-LU
untuk 8.900 lansia pada sepuluh daerah area kerja Balai Rehabilitasi Sosial Lanjut
Usia (BRSLU) “Gau Mabaji” Kabupaten Gowa. Wilayah kerja yang dimaksud
yaitu Provinsi Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan
Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, NTB, NTT, dan
Bali. Pemberian bantuan PROGRES-LU disalurkan oleh 157 Lembaga
Kesejahteraan Sosial (LKS) yang ada pada daerah area kerja Balai Lansia Gau
Mabaji. Jumlah bantuan senilai Rp 24.030.000.000 (Hasma, 2020).
G. Pendampingan Sosial Profesional Lanjut Usia
Pendampingan sosial lanjut usia adalah suatu proses interaksi dalam bentuk
ikatan sosial antara pendamping dengan lanjut usia untuk memberikan kemudahan
kepada lanjut usia agar dapat mengidentifikasi kebutuhan dan memecahkan
permasalahan yang dihadapinya melalui pencegahan, pemulihan dan
pengembangan meliputi aspek fisik, sosial, mental emosional, intelektual,
vokasional dan spiritual (Kemensos RI,2014). Pendamping lanjut usia memiliki
fungsi yaitu sebagai berikut:
1. Fungsi pencegahan, yaitu melakukan berbagai kegiatan untuk mencegah agar
lanjut usia tidak mengalami kesulitan atau masalah.
2. Fungsi pemulihan, yaitu melakukan berbagai kegiatan untuk memenuhi
kebutuhan, mengatasi kesulitan, dan memecahkan masalah yang dialami lanjut
usia.
3. Fungsi pengembangan, yaitu melakukan berbagai kegiatan untuk menjaga dan
atau meningkatkan kemampuan lanjut usia dalam melakukan berbagai
aktivitas sehari-hari atau menyalurkan hobi dan bakat.
Peran pendamping sangatlah penting bagi kesuksesan semua program
peningkatan kesejahteraan lanjut usia. Karena peran pendamping lanjut usia
(Caregiver) karena pendamping tidak hanya menemani, tetapi juga menggantikan
orang-orang terdekat dari lanjut usia yang menjadi tanggung jawabnya. Oleh
karena itu, pendamping lansia haruslah orang yang profesional, ulet, dan
mempunyai perhatian yang lebih untuk lansia yang dirawatnya. Umumnya lansia
sangat ingin diperhatikan jadi pendamping harus mampu menjadi pengganti posisi
anak atau keluarga orang yang dijaganya. Jika berbagai cara ini dilakukan akan
mampu meningkatkan kualitas hidup lansia yang dijaganya (Widyausuma, 2013).
Pendamping seperti halnya pekerja sosial juga didasarkan pada pengetahuan
dan keterampilan. Para pendamping ini dalam melaksanakan tugasnya juga
memiliki tahapan-tahapan yang harus dilalui. Mereka pun dituntut untuk mampu
menguasai teknik-teknik pendampingan dan juga teknik-teknik lain yang ada
kaitannya dengan penanganan lanjut usia. Peran yang dimiliki pendamping lanjut
usia sebaiknya mencerminkan prinsip-prinsip metode pekerjaan sosial, yaitu
mengutamakan lanjut usia sebagai subjek (pelaku) kegiatan pelayanan sosial
untuk mengalihkan situasi dan kondisi yang dirasakannya (Widyakusuma, 2013).
Salah satu Implementasi Program Pendampingan Lansia adalah di Panti Sosial
Tresna Werdha Karitas Cimahi. Panti Sosial Tresna Werdha Karitas berlokasi di
Jalan Ibu Sangki Gang Haji Enur Cibeber Cimahi. Pelaksanaan program
pendampingan lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Karitas digunakan untuk
menampung dan mendampingi serta lansia yang miskin dan terlantar supaya
diberikan fasilitas yang layak mulai dari kebutuhan makan, kebutuhan minum
sampai kebutuhan aktualisasi diri. Kegiatan yang dilaksanakan di PSTWK, seperti
bangun tidur, senam, jalan santai, perawatan kebersihan lansia, beribadah,
menyiapkan dan memberi makan minum lansia, bebas santai, dan istirahat
bertujuan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari lansia, sehingga lansia merasa
nyaman, aman, dan betah tinggal di panti. Berdasarkan hasil wawancara dengan
pemilik yayasan bahwa tenaga pendamping di Panti Sosial Tresna Werdha,
kemampuan mereka dalam melakukan pendampingan diperoleh secara instan atau
otodidak serta pendampingan bersifat sukarela (Ester, 2015).
H. Dukungan Teknis Lanjut Usia
Dukungan teknis lanjut usia yaitu program untuk mendukung peningkatan
kesejahteraan masyarakat lanjut usia (Kemensos,2018). Dukungan teknis dapat
berupa pemberian bantuan yang diberikan kepada lanjut usia miskin dan terlantar
berupa makanan tambahan dan alat bantu yang berguna untuk menunjang
kehidupan sehari-hari yg lebih layak. Berikut merupakan program kementerian
sosial sebagai dari bentuk dukungan teknis untuk lanjut usia:
a. Dukungan aksesibilitas
Dukungan yang diberikan kepada lanjut usia dalam bentuk pemenuhan hak
hidup yang layak dan aksesibilitas yang berupa:
 Pemenuhan hak hidup yang layak lanjut usia (penambahan gizi, suplemen
daya tahan tubuh, makanan dan minuman khusus lansia, perlengkapan
tidur)
 Aksesibilitas lanjut usia (bantuan untuk memudahkan lanjut usia
beraktivitas seperti: Kruk, tripot, tongkat elbow, kaca mata, kursi roda,
walker, alat bantu pendengaran).
b. Dukungan teknis (Regulasi)
Berupa penyusunan regulasi untuk mendukung dan mengatur program
kesejahteraan lanjut usia.
c. Bantuan bertujuan lanjut usia (BANTU LU)
Bantuan untuk lanjut usia miskin dalam rumah tangga miskin non keluarga,
dalam bentuk bantuan non tunai, terapi dan dukungan keluarga. Tujuan dari
bantuan ini yaitu untuk meningkatkan pemenuhan hak hidup layak lanjut usia
tidak potensial, meningkatkan tanggung jawab sosial keluarga dan masyarakat,
meningkatkan kapabilitas sosial lanjut usia tidak potensial.
d. Dukungan keluarga
Kegiatan penguatan peran keluarga/wali kepada lanjut usia potensial yang
berupa dukungan emosional, dukungan penghormatan, dukungan
instrumental, dukungan informasi, dukungan kelompok.
Salah satu contoh implementasi dukungan teknis di daerah Istimewa
Yogyakarta, yaitu pada tahun 2019 ini DIY mendapatkan bantuan sosial melalui
Program Dukungan Keluarga lanjut usia untuk 140 lanjut usia, Kota Yogyakarta
mendapatkan bantuan untuk 40 lanjut usia dan Kabupaten Sleman untuk 100
Lanjut Usia. Berdasarkan wilayah maka sebaran penerima manfaat di wilayah
Kota meliputi 8 kecamatan yaitu kecamatan Jetis, Kotagede,
Umbulharjo,Tegalrejo, Wirobrajan, Mergangsan, Keraton, Gondokusuman,
sedangkan untuk kabupaten Sleman meliputi satu kecamatan yaitu Moyudan.
Pelaksanaan dukungan keluarga lanjut usia diberikan bantuan bertujuan, berupa
uang tunai sebesar Rp 3.000.000 (tiga juta rupiah)/Lanjut usia. Bantuan ini dapat
digunakan untuk pendirian usaha baru, pengembangan usaha bagi lanjut usia yang
sudah memiliki usaha rintisan, pengembangan aktivitas lanjut usia (The SMERU
Research Institute,2020).
Program dukungan keluarga lanjut usia tahun 2019 ini melibatkan wali atau
orang yang bukan keluarga lanjut usia yaitu bisa tetangga terdekatnya atau tokoh
masyarakat setempat untuk memberikan dukungan kepada lanjut usia. Tugasnya
pendamping memberikan penguatan kepada wali, Penguatan yang diberikan wali
kepada lanjut usia potensial yaitu:
1. Dukungan emosional. Dukungan ini berupa ajakan berkomunikasi,
mendengarkan dan aktivitas yang bersifat verbal.
2. Dukungan informasi. Dukungan ini termasuk didalamnya memberikan
nasihat, saran atau umpan balik apa yang dilakukan lanjut usia.
3. Dukungan penghormatan. Dukungan dapat berupa pemberian semangat dan
menghargai pendapat lanjut usia.
4. Dukungan kelompok. Dukungan dapat berupa motivasi bagi seseorang dalam
usaha untuk mengurangi tekanan yang dirasakan.
5. Dukungan instrumental. Bentuk dukungan ini meliputi dukungan teknis
jasmani seperti pelayanan, bantuan financial dan material atau berupa bantuan
nyata, dukungan ini dapat berupa bentuk benda atau alat yang dibutuhkan
seorang lanjut usia.
Dalam program pemberian dukungan keluarga ini, diharapkan wali memiliki
kemampuan untuk memberikan dukungan kepada lansia supaya kondisi
kesejahteraan lansia secara psikologis mendapat penguatan, tidak ada tekan-
tekanan dari kondisi lingkungannya. Dalam bantuan dukungan keluarga bukanlah
sekedar uang, uang hanya stimulus. Meningkatkan kualitas kebahagian
kesejahteraan lansia tidak harus sekedar dengan uangnya saja namun adanya
dukungan dari keluarga atau lingkungannya itulah aspek utamanya. Feri Afrianto,
S.Psi. Disperindag DIY memberikan kesempatan untuk lanjut usia jika
menginginkan pelatihan, memberikan kesempatan lanjut usia untuk memberi
merek dagang agar produknya lebih paten serta memberikan No IRT (Nomor
Industri Rumah Tangga) secara gratis, info lebih lanjut bisa koordinasi langsung
dengan Disperindag DIY (The SMERU Research Institute,2020).

I. Bansos Lanjut Usia


Peningkatan penduduk lansia di Indonesia perlu menjadi perhatian. Hal ini
disebabkan oleh penduduk lansia sangat rentan terhadap berbagai risiko utamanya
dalam hal ekonomi. Fenomena lain yang perlu menjadi perhatian adalah
kemiskinan pada lansia. Tingkat kemiskinan nasional lebih rendah 9,4% daripada
tingkat kemiskinan lansia dimana sebesar 11,1% (Susenas Maret 2019).
Penduduk lanjut usia memiliki berbagai kerentanan dan keterbatasan,
sayangnya perlindungan sosial khususnya bantuan sosial (bansos) yang diterima
oleh lansia ternyata jumlahnya masih sangat terbatas. Padahal penduduk lanjut
usia akan dibantu mengurangi ketimpangan sosial dan kemiskinan pada sistem
perlindungan sosial yang komprehensif. Sebagai implementasi penerapannya,
simulasi dari pemberian bantuan sosial lansia pada usia 65 tahun ke atas senilai
Rp600.000 per bulan akan berkontribusi pada pengurangan menjadi 8,8% angka
kemiskinan nasional. Jika pemberian bantuan sosial lansia tersebut hanya
diberikan sebesar Rp300.000 per bulan maka menjadi 9,4% angka kemiskinan
nasional akan tetap menurun. (Susenas, 2017).
1. Program Bansos dari Dana APBN melalui PKH Komponen Lansia
Program bansos dalam perlindungan sosial lansia yang berasal dari dana
APBN melalui Kemensos salah satunya adalah program PKH Komponen
Lansia. Program PKH komponen lansia dalam perjalanannya mengalami
perubahan dimana seperti cakupan usia, jumlah lansia dalam satu KPM, unit
sasaran dan jumlah bantuan. Cakupan program pada tahun 2016 sampai 2020
kecuali tahun 2017 hanya mencakup usia 70 tahun ke atas bagi lansia. Pada
tahun 2020, besaran bantuan untuk komponen lansia sebagai dampak pandemi
Covid-19 bansos menjadi Rp3.000.000 per tahun meningkat 25% dari tahun
sebelumnya yang dimana pencairannya dilakukan setiap bulan. Besaran
bantuan komponen lansia tahun 2020 sebesar Rp300.000 per bulan masih di
bawah batasan pendapatan garis kemiskinan. Berdasarkan data BPS tahun
2020 penerima PKH komponen lansia baru mencapai 11,13 persen lansia. Jika
dilihat dari status ekonomi rumah tangga masih ada penyaluran PKH yang
kurang tepat sasaran yaitu 1,48% yang mana rumah tangga lansia yang masih
tercatat menjadi penerima PKH kelompok pengeluaran sebesar 20%. Di sisi
lain, seyogyanya yang lebih berhak menerima PKH rumah tangga lansia
adalah kelompok 40 persen terbawah (BPS, 2020).
Pada Oktober 2021 pemberian bansos pada lansia lanjut usia yang berusia
70 tahun ke atas dan penyandang disabilitas sebesar Rp4.800.000. Uang tunai
tersebut diberi kepada komponen penerima manfaat (PM) Bansos PKH Lansia
penyandang disabilitas sama rata Rp2.400.000 juta per tahun. Penyaluran
dilaksanakan melalui Bank Himbara (BRI, BNI, BTN, dan Mandiri) uang
akan ditransfer langsung ke masing-masing rekening PM. Kemensos telah
mengalokasikan pagu anggaran Bansos PKH tahun ini sebesar Rp 28,71 triliun
dan akan disalurkan secara merata kepada 10 juta keluarga PM anggota DTKS
Kemensos. (Kemensos, 2021)
2. Program Bansos dari APBD di DKI Jakarta dengan Kartu Lansia Jakarta
(KLJ).
Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) merupakan asal mula
program bansos perlindungan sosial lansia yang di luncurkan oleh pemerintah
daerah (pemda) baru dilakukan di beberapa daerah salah satunya DKI Jakarta
dengan program yakni Kartu Lansia Jakarta (KLJ).
Kartu Lansia Jakarta (KLJ) adalah suatu program dengan kebijakan
pemerintah daerah untuk pemenuhan kebutuhan pokok khususnya bagi warga
lansia dimana mereka yang sudah memenuhi persyaratan dan kriteria yang
telah ditentukan. Bantuan dana sebesar Rp600.000 akkan diperoleh setiap
bulan dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pencairannya per tiga bulan sekali
melalui ATM & Bank DKI. Kemudian data penerima KLJ dapat diperoleh
dari Basis Data Terpadu Program Penanganan Fakir Miskin (BDT-PPFM)
yang dimoderenisasi oleh Badan Pusat Statistik dan tentunya sudah
diverifikasi serta divalidasi oleh Kementerian Sosial Republik Indonesia.
Program KLJ bertujuan untuk pencapaian visi dengan mewujudkan DKI
Jakarta yang smart living atau bisa dikatakan salah satu upaya strategis. Hal
ini dimaksudkan agar lanjut usia dapat mempunyai hidup yang berkualitas.
Selain itu, program KLJ ini juga bertujuan untuk pengentasan kemiskinan
dengan meningkatkan kesejahteraan lanjut usia (City & Smart, 2017).
Dasar hukum kebijakan Kartu Lansia Jakarta tertuang dalam Peraturan
Gubernur No. 193 Tahun 2017 yang selanjutnya disebut Bansos PKD bagi
Lansia. Sasaran pembuatan kebijakan pada program Kartu Lansia Jakarta oleh
Pemprov DKI Jakarta utamanya kepada lansia yang berpenghasilan sangat
kecil bahkan tidak memiliki penghasilan yang tetap. Selain itu, juga kepada
lansia yang mengalami sakit menahun dan sampai pada menyentuh kelapisan
paling bawah yaitu pada lansia yang terlantar secara psikisnya dan sosialnya
(City & Smart, 2017).
Untuk memperoleh Kartu Lansia Jakarta tedapat syarat utama yaitu bagi
warga DKI Jakarta yang sudah berusia 60 tahun ke atas. Selain itu, melihat
dari juga kondisi status dari sosial ekonominya. Mereka dalam kondisi ini
adalah mereka yang telah terdaftar di dalam Basis Data Terpadu. Namun, jika
memenuhi persyaratan sebagai penerima manfaat dari Kartu Lansia Jakarta
tapi belum terdaftar dalam Basis Data Terpadu, maka dapat diusulkan melalui
proses Mekanisme Pemutakhiran Mandiri (MPM) di kelurahan setempat. (City
& Smart, 2017).
Secara implementasinya program dari Kartu Lansia Jakarta dapat
dikatakan sangat membantu dalam menangani permasalahan pada lansia dari
semua aspek. Disisi lain, pelaksanaan Program Kartu Lansia Jakarta belum
sepenuhnya berjalan baik. Ha ini dikarena terdapat hambatan dari segi
koordinasi yang kurang baik antara stakeholder (Novanti, 2020). Diharapkan
hambatan program tersebut dapat diatasi dengan baik dan dapat menjadi
teladan bagi wilayah lainnya.

J. Posyandu Lansia
Posyandu Lansia merupakan posko pelayanan kesehatan yang ada di suatu
wilayah tertentu yang ditujukan bagi masyarakat lanjut usia di suatu wilayah
tertentu yang digerakkan oleh kader masyarakat setempat. Program ini juga
merupakan kebijakan dari pemerintah melalui pelibatan peran serta lansia,
keluarga, tokoh masyarakat dan organisasi sosial yang penyelenggaraannya
melalui program puskesmas untuk meningkatkan pelayanan kesehatan lansia
(Kemenkes, 2011).
Posyandu lansia memiliki tujuan antara lain dapat mendekatkan pelayanan
lansia dengan meningkatkan peran serta masyarakat sekitar, meningkatkan
jangkauan pelayanan kesehatan lansia di masyarakat, menumbukan komunikasi
yang baik antara masyarakat lanjut usia (Sunaryo, 2015).
Beikut adalah dua kelompok yang merupakan sasaran posyandu lansia
menurut Depkes RI (2006), yaitu:
1. Sasaran langsung. Sasaran yang meliputi kelompok dengan usia 45 s.d 59
tahun, lansia 60 tahun keatas, dan kelompok lansia risiko tinggi (usia lebih
dari 70 tahun).
2. Sasaran tidak langsung. Sasaran yang meliputi masyarakat di lingkungan
lansia berada, lansia yang masih memiliki keluarga, dan organisasi sosial yang
bergerak dalam pembinaan lansia.
Di berbagai wilayah yang mana semakin meningkatnya populasi lanjut usia
dan sebagai perwujudan nyata dari pelayanan sosial dan kesehatan pada lanjut
usia, pemerintah telah memformulasikan berbagai kebijakan pelayanan kesehatan
lanjut usia. Dimana pemerintah telah mencanangkan beberapa jenjang pelayanan
pada lanjut usia melalui pelayanan di tingkat masyarakat adalah posyandu lansia,
pelayanan kesehatan lansia tingkat dasar adalah puskesmas, dan pelayanan
kesehatan tingkat lanjutan adalah rumah sakit (Fallen, 2011)
Dibentuknya program posyandu lansia ini memiliki dasar hukum yang
tercantum dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2004
tentang pelaksanaan upaya peningkatan kesejahteraan sosial lanjut usia. Berkaitan
dengan posyandu lansia, Pemerintah Provinsi Jawa Timur juga menerbitkan
Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 5 Tahun 2007 tentang
kesejahteraan lanjut usia pada pasal 8 ayat 1 yang berkaitan dengan aspek
peningkatan kesejahteraan lansia dengan meliputi pelayanan pelayanan kesehatan,
keagamaan dan mental spiritual, pelayanan untuk mendapatkan kemudahan dalam
penggunaan fasilitas sarana dan prasarana umum, pelayanan kesempatan kerja,
pemberian kemudahan dan layanan bantuan hukum, pelayanan pendidikan dan
pelatihan, dan bantuan perlindungan sosial.
Implementasi Program Posyandu Lansia di Kota Malang
Posyandu lansia ini merupaka suatu program sudah dilaksanakan di berbagai
daerah khususnya yang memiliki desa aktif dalam program posyandu lansia.
Posyandu lansia umumnya dilakukan pada tingkat RW. Salah satu implementasi
program posyandu lansia yang sudah berjalan yakni pada Kota Malang. Program
tersebut dilakukan di RW 1 Kelurahan Polowijen Kecamatan Blimbing Kota
Malang.
Posyandu Lansia ini dilaksanakan sekali dalam sebulan. Beberapa kegiatan
yang dilakukan yaitu pemberian makanan tambahan, senam lansia, penyuluhan
tentang kesehatan bergabung dengan pelayanan kesehatan yang dilakukan secara
bergantian, dan pengukuran tinggi dan berat badan. Kegiatan posyandu di RW I
Kelurahan Polowijen ini diikuti sekitar 49 orang dari jumlah seluruh lansia sekitar
212 orang. Hal ini menunjukkan bahwa persentase yang datang hanya 23%
(Aininah,dkk. 2021). Disini program yang dilakukan di RW 1 Kelurahan
Polowijen ini masih terlihat rendahnya keikutsertaan lansia dalam kegiatan
posyandu sehingga pelaksanaan program posyandu lansia belum bisa maksimal.
4.2 Pembahasan
A. ATENSI
Asistensi Rehabilitasi Sosial (ATENSI) adalah pelayanan rehabilitas sosial
yang menerapkan pendekatan berbasis keluarga, komunitas, atau residensial
melalui dukungan pemenuhan kebutuhan hidup layak, dukungan keluarga,
bantuan sosial, dukungan aksesibilitas, dan lain sebagainya. Rehabilitasi sosial
disini memiliki arti sebagai upaya pemulihan dan pengembangan kemampuan
bagi para penyandang disabilitas yang mengalami disfungsi sosial sehingga
mampu melaksanakan fungsi sosialnya seperti pada umumnya (Kementerian
Sosial, 2020).
Asisten Deputi Pemberdayaan Disabilitas dan Lansia Kemenko PMK
menyampaikan ATENSI adalah salah satu program strategis dalam upaya
penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak penyandang disabilitas.
Program ini meliputi perlindungan sosial, pemberdayaan sosial, jaminan sosial,
dan rehabilitasi sosial (Ponco Respati Nugroho, 2021). PLT Asisten Deputi
Bidang Disabilitas dan Lansia Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan
Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) Ade Rustama menjelaskan,
pemerintah telah melakukan upaya untuk mewujudkan lansia dengan penuaan
yang sehat dan bahagia.
Pemerintah saat ini telah merancang pula program Asistensi Rehabilitasi
Sosial (ATENSI) untuk mempersiapkan lansia sejahtera, bermartabat, dan bahagia
sejak dini. Persiapan tersebut adalah dengan membuat program jaminan sosial
PKH dan BPNT bagi lansia, jaminan pensiun, juga jaminan kesehatan.
Selanjutnya, pemerintah akan mengaktifkan balai-balai sosial dan kesehatan yang
dapat memenuhi kebutuhan lansia," ucapnya dalam Rapat Koordinasi Kebijakan
Program ATENSI (Ade Rustama, 2021).
Perlu penguatan pada akses layanan dalam proses intervensi lansia. Termasuk
layanan fisik, mental spiritual dan kehidupan berkelanjutan. Selain itu perlu juga
diperhatikan aspek untuk mengakomodasi budaya dan kearifan lokal. Untuk
program ATENSI, perlu diikuti dengan transformasi kelembagaan, Balai, Panti,
Loka dan Layanan Kesehatan untuk memberikan layanan multifungsi menjadi
layanan pusat keluarga dan komunitas. Sehingga keberadaan balai loka dan panti
semakin mendekatkan masyarakat (Ade Rustama, 2021).

B. Sentra Layanan Sosial (SERASI)


SERASI atau Sentra Layanan Sosial merupakan pelayanan sosial yang telah
terintegrasi bagi penduduk lanjut usia untuk dapat memenuhi kebutuhan dan
memperoleh solusi terhadap masalah yang dihadapi secara efektif, efisien dan
berkelanjutan melalui rujukan atau penyelesaian masalah secara langsung.
Penyelenggaraan SERASI dilakukan oleh Balai/ Loka Lanjut Usia di lingkungan
Kementerian Sosial yang memiliki peran untuk bekerja sama dengan
dinas/instansi sosial, serta GRHA dan PUSAKA. Penyelenggaraan program
SERASI telah menggunakan sistem teknologi, komunikasi, dan informasi yang
juga terhubung dengan sistem layanan dan rujukan terpadu di daerah, juga sistem
informasi layanan sosial dasar yang dilakukan oleh perangkat daerah/unit
pelaksana teknis daerah (GRHA) dan atau PUSAKA (Kementerian Sosial, 2020)
SERASI hadir sebagai wadah bagi PPKS untuk mendapatkan layanan
ATENSI secara efektif, efisien, dan berkelanjutan. Penyelenggaraan SERASI
dilakukan dari lingkup nasional hingga regional.
Kasus penelantaran penduduk lanjut usia (lansia) semakin banyak.
Kementerian Sosial melalui Direktorat Jenderal Rehabilitasi Sosial berkomitmen
memberi kemudahan akses layanan pendampingan pada lansia. Pemerintah pun
mewujudkannya melalui program Asistensi Rehabilitasi Sosial (Atensi) dan
Sentral Layanan Sosial (Serasi). Dengan dilaksanakannya program ini, balai dan
loka di bawah naungan Kemensos berkembang menjadi multifungsi, sehingga
para lansia bisa mendapat layanan pendampingan (Hari, 2020).
Pelaksanaan SERASI memanfaatkan sistem teknologi, komunikasi, dan
informasi yang terhubung dengan sistem layanan dan rujukan terpadu di tingkat
daerah (GRHA) dan PUSAKA, juga sistem informasi layanan sosial dasar yang
dilaksanakan oleh perangkat daerah/unit pelaksana teknis daerah (GRHA) dan
atau PUSAKA. Dalam pelaksanaan SERASI oleh Balai/Loka Lanjut Usia di
lingkungan Kementerian Sosial ditetapkan oleh Direktur Jenderal Rehabilitasi
Sosial dalam Pedoman Operasional SERASI (Kementerian Sosial, 2020).

C. Asistensi Sosial Lanjut Usia Terlantar (ASLUT)


Pelaksanaan program ASLUT memiliki tujuan untuk melakukan upaya
perlindungan sosial yang mencegah atau menanggulangi adanya guncangan sosial,
membantu lanjut usia (lansia) yang mengalami sakit menahun dan hidup dengan
bergantung kepada orang lain, miskin, serta terlantar (Salmah & Chulaifah, 2015).
Sesuai dengan penelitian terdahulu, pelaksanaan program ASLUT di Kota
Kediri telah dilakukan dengan tujuan yang sama dan sesuai dengan Peraturan
Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2013. Contoh implementasi
ini dilakukan Wali Kota Kediri dalam kunjungannya ke salah satu rumah milik
lansia bernama Sumali berusia 75 tahun yang tinggal seorang diri. Rumah yang
ditempatinya itu berukuran 3x3 meter dan tidak layak huni. Kunjungan Wali Kota
Kediri bertujuan memberikan bantuan secara langsung bagi Sumali karena melihat
hidupnya yang masih bergantung kepada orang lain, terlantar, dan mengalami
kemiskinan. Setelah melakukan kunjungan dan meninjau langsung ke rumah
Sumali, Wali Kota Kediri beserta dengan Kepala Dinas Perumahan dan Kawasan
Permukiman dan Lurah setempat menginstruksikan renovasi dengan program
yang telah ada (Masyhari, 2021). Selain itu, pelaksanaan program ASLUT
dilakukan di Desa Sugihwaras, Sidoarjo dengan memberikan bantuan kepada
lanjut usia secara tepat sasaran. Hal ini diwakili oleh Syaiful selaku Kepala Desa.
Lanjut usia terlantar yang ada di Desa Sugihwaras akan diberikan santunan
200.000 setiap bulannya. Program ASLUT direalisasikan secara tepat sasaran agar
berguna untuk menanggulangi kemiskinan bagi masyarakatnya. Desa Sugihwaras
diharapkan bisa mengakhiri kesenjangan sosial yang terjadi (Sugihwaras.desa.id.,
2018).
Pendamping program ASLUT ditugaskan sebagai seseorang yang memberikan
bimbingan bagi pelayanan dalam pelaksanaan ASLUT. Kriteria dari pendamping
tersebut harus memiliki komitmen, tanggung jawab, dan disiplin saat
melaksanakan kewajiban dan tugasnya, memiliki moral yang baik, mampu
berkomunikasi serta membangun relasi dengan berbagai pihak, serta yang
terutama merupakan penduduk daerah setempat dan bukan Pegawai Negeri Sipil
(Ariani, dkk., 2015).
Dalam implementasi program ASLUT yang dilakukan di Kota Kediri dan
Desa Sugihwaras, pendamping yang bertugas dalam membimbing masyarakat
dalam pelaksanaan program ini adalah Kepala Desa atau Lurah di daerah setempat
yang memang dipercaya untuk merealisasikan program ASLUT. Model analisis
kebijakan dalam program ASLUT menurut Dunn (1999) merupakan Model
Retrospektif atau Application Oriented. Dalam penerapannya, program ASLUT
menggunakan pendekatan evaluatif untuk menilai proses serta kegunaan dari
program tersebut dan memberikan rekomendasi dalam implementasinya di masa
mendatang.

D. Home Care
Home Care memiliki tiga unsur utama yaitu pengelolaan pelayanan,
melaksanakan pelayanan, serta adanya klien (pasien). Pengelolaan pelayanan ini
merupakan unit kerja yang memiliki tanggung jawab dalam mengelola perawatan
kesehatan yang dilakukan di rumah, meliputi tenaga kesehatan, sarana dan
prasarana, serta bagaimana mekanisme dan pelayanan tersebut sesuai dengan
aturan yang telah ditetapkan (Prasetyo, 2010).
Contoh implementasi pelayanan Home Care yang diberikan kepada lanjut usia
(lansia) adalah pelayanan fisioterapi, pengobatan, kontrol, dan pemeriksaan
laboratorium. Pelayanan ini diberikan bagi lansia agar membantu mempermudah
perawatan bagi pasien tanpa harus pergi ke Rumah Sakit. Pelayanan fisioterapi
merupakan layanan yang bertujuan untuk memulihkan fungsi tubuh. Bagi lansia
adanya penurunan fungsi dalam tubuh memang sering terjadi, hal ini memiliki
pengaruh pada kekuatan otot, postur, lemak yang menumpuk di area tertentu, dan
penurunan fungsi lainnya. Hal ini menyebabkan lansia mudah kehilangan
keseimbangan sehingga dapat mengalami cedera karena kurangnya kontrol dalam
diri (Munawwarah & Nindya, 2015).
Salah satu program pelayanan Home Care Geriatri bagi lansia ini dilaksanakan
di RSU Bhakti Husada Krikilan, tujuannya untuk memberikan kesejahteraan
lansia serta memperpanjang harapan hidup. Pelayanan yang diberikan yaitu
fisioterapi yang berguna untuk membantu para lansia dalam meningkatkan fungsi
gerak dalam tubuhnya sehingga lansia tidak membutuhkan bantuan dari orang lain
ataupun alat bantu yang tersedia. Adanya layanan Home Care Geriatri di RSU
Bhakti Husada Krikilan ini mempermudah pasien lansia sehingga tidak perlu
untuk datang ke Rumah Sakit (Sodiqin, 2022).
Selain pelayanan fisioterapi, RSU Bhakti Husada Krikilan juga melayani
pengobatan, kontrol kesehatan, dan pemeriksaan laboratorium. Home Care
menjadi bagian atau lanjutan dari pelayanan kesehatan berkelanjutan yang
diberikan kepada seseorang dan keluarga di tempat tinggal atau rumah dengan
tujuan untuk meningkatkan, mempertahankan, atau memulihkan kesehatan
sehingga meminimalkan dampak penyakit. Demi pemenuhan kebutuhan pasien
lansia bagi kesehatannya, maka pelayanan Home Care mulai gencar dilakukan.
Pasien lansia di RSU Bhakti Husada Krikilan juga semakin bertambah peminatnya
seiring berjalannya waktu. (Wahyudi, 2019).
Implementasi pelayanan Home Care selanjutnya berkaitan dengan munculnya
pandemi COVID-19. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian menyatakan jika
vaksinasi bagi lansia harus segera dilakukan untuk mencegah dampak yang terjadi
terutama untuk kesehatan lansia. Maka dari itu, lahirlah program Home Care dan
Home Delivery yang bertujuan mempercepat pemberian vaksinasi dengan target
10.000 lansia (Librianty, 2021).
Sejak COVID-19 hadir di Indonesia, pemerintah secara khusus harus
memperhatikan kondisi dari para lansia yang rentan terserang virus COVID-19
ini. Contoh implementasinya dilakukan tim satgas COVID-19 di Desa Bendo,
Boyolali, pihak tersebut berinisiatif untuk merealisasikan layanan Home Care bagi
penduduk lansia yang rentan terserang virus. Kepala Desa setempat mengatakan
bahwa ada 170 lansia yang dikunjungi untuk melakukan vaksinasi. Tenaga
kesehatan yang bertugas dalam pelayanan Home Care ini adalah bidan Desa
Bendo, ia mengatakan bahwa pelayanan ini diberikan kepada penduduk lansia
yang mayoritasnya mengalami permasalahan kesehatan. Tim satgas yang bertugas
akan melakukan pemberian vaksinasi ini secara maksimal demi kesehatan para
lansia di Desa Bendo (Prass, 2021).

E. Family Support
Mutu hidup di hari tua yang harapan hidup, kepuasan dalam hidup, kesehatan
psikologis dan mental, fungsi kognitif, kesehatan fisik, pemasukan dan keadaan
hidup, serta dukungan dan jaringan sosial merupakan sesuatu yang kompleks.
Untuk menaikkan mutu hidup lansia, bisa didapat dari dukungan keluarga dengan
memberikan motivasi dan kenyamanan. Adanya dampak positif yang dirasakan
dari dukungan keluarga untuk mutu hidup lansia, karena anggota keluarga
merupakan hubungan yang tidak terpisahkan (Kadarwati, Soemanto, & Murti,
2017). Keluarga dapat menjadi support system terbaik untuk lansia agar tetap
terjaga kesehatannya. Dukungan keluarga dapat membuat sikap, cara, atau model
hidup seseorang, yang kemudian berpengaruh terhadap tingkat kesehatan dan
mutu hidupnya. Keluarga memiliki fungsi dukungan informasional, penilaian,
instrumental, hingga emosional (Zahara & Anastasya, 2020).
Lansia membutuhkan keluarganya untuk menerimanya dalam keadaan apapun
sebagai pendukungnya. Namun terkadang, beberapa lansia mengaku mendapatkan
perhatian dan rasa peduli yang tidak cukup dari keluarga sehingga mengakibatkan
lansia menganggap bahwa hidupnya sudah tidak berharga lagi. Hal tersebut sering
terjadi pada keluarga yang disibukkan dengan berbagai masalah hidup seperti
kemiskinan, atau keluarga yang enggan untuk menanggung keadaan yang
menyulitkan seperti lansia yang rentan sakit. Kurangnya dukungan rasa peduli
dari keluarga dapat mengakibatkan lansia menganggap bahwa dirinya hanyalah
beban, terlebih saat lansia sakit, adapun keluarga lansia yang tidak memberikan
perhatian secara maksimal (Zahara & Anastasya, 2020). Pemaparan teori diatas
diimplementasikan dengan adanya program yang ditujukan pada lansia, yaitu
Family support. Family support memberikan bantuan pada keluarga kurang
mampu yang menanggung kebutuhan seorang lansia. Selain itu, Family Support
juga berupa perawatan dan pengasuhan; pengajaran rohaniah, jasmani, sosial dan
konseling psikososial; layanan aksesibilitas; dukungan sosial; pengajaran
resosialisasi; rujukan. (InteL Resos, n.d.).
F. Progres LU
Rehabilitasi merupakan kegiatan dalam menolong seseorang untuk dapat
menjalankan kehidupan sosialnya seperti semula. Kegiatan ini merupakan
pemberian layanan serta pendampingan dalam membuat rencana hidup yang baru
pada individua, golongan, atau kelompok tertentu supaya bisa bersosialisasi lagi
dengan masyarakat luas (Astutik, 2014). Salah satu golongan masyarakat yang
membutuhkan rehabilitasi adalah golongan lansia. Sesuai yang telah dijelaskan
bahwa rehabilitasi dapat mengembalikan kehidupan seseorang seperti sedia kala,
hal tersebut cocok dengan lansia yang lemah dalam hal kesehatan, psikologis,
sosial, dan ekonomi. Indonesia merupakan negara dengan mayoritas lansia yang
berpendidikan rendah, banyak lansia yang masih bekerja di sektor informal
dengan status ekonomi rata-rata bawah. Maka dari itu, dibutuhkan strategi serta
pelayanan berkelanjutan berdasarkan keperluan lansia. Untuk menjawab teori
yang telah dipaparkan tersebut, pemerintah saat ini telah memiliki Program
Rehabilitasi Sosial Lanjut Usia (Progres LU). Melalui Direktorat Jenderal
Rehabilitasi Sosial Kementerian Sosial Republik Indonesia, program ini adalah
usaha yang dirancang untuk menolong lansia mengembalikan dan meningkatkan
fungsi sosialnya (Madanih, 2021).
Kegiatan-kegiatan yang ada dalam program ini adalah berupa rehabilitasi
sosial bagi lanjut usia, kegiatannya meliputi Perawatan Sosial; Terapi berupa
terapi jasmani, penghidupan, rohani dan psikososial; Family Support, yaitu
kegiatan pengembangan diri di berbagai bidang yang disuka sesuai
kemampuannya; serta Bantuan Bertujuan Lanjut Usia (Bantu Lansia), bantuan ini
diberikan secara langsung kepada lansia untuk memenuhi kebutuhan hidup yang
layak (InteL Resos, n.d.).

G. Pendampingan Sosial Profesional Lanjut Usia


Pendamping sosial merupakan garda depan Kementrian sosial dalam
menjalankan tugas penyelenggaraan kesejahteraan sosial lanjut usia. Mereka
mengawal dan memastikan program Kemensos berjalan dengan baik. Bisa
dikatakan, kehadiran negara di tengah masyarakat yang kesulitan salah satunya
ditentukan dari performa dari para pendamping. Kementerian Sosial juga
menekankan pentingnya peran pendamping. Mereka meminta pendamping PKH
dan Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK) aktif monitoring dan
melaporkan berbagai permasalahan sosial di wilayah tugas mereka. Termasuk
aktif membantu pemerintah daerah dalam pemutakhiran data
(Pendampingsosial.com, 2022).
Dikutip pada berita tribunnews.com (2015), Kementerian Sosial sudah
menyiapkan tenaga pendamping lansia di level non institusi. Kemensos belum
memperoleh data jumlah lansia yang dibutuhkan pendamping serta mendorong
penyedia jasa layanan pendamping lansia mampu memenuhi apa yang menjadi
kebutuhan lansia.
Untuk membentuk pendamping yang profesional maka perlu adanya arahan
pembelajaran untuk para pendamping agar dapat meningkatkan kualitasnya dalam
mendampingi para lanjut usia. Kementerian sosial memberikan arahan pada
kegiatan Rapat Koordinasi Pendamping Profesional Lanjut Usia di Hotel
Amaroossa Grande Bekasi. Melalui kegiatan ini diharapkan dapat meningkatkan
kompetensi, kemampuan, pengetahuan dan keterampilan serta kinerja para
pendamping yang lebih baik dan profesional (Kemensos,2019).

H. Dukungan Teknis Lanjut Usia


Lansia di Indonesia berada pada posisi yang sanagat rentan. Hal ini dapat
dilihat dari kondisi sosial ekonomi, kondisi kesehatan dan disabilitas, dan struktur
rumah tangga dan pola pengeluaran lansia. Seperti, tingginya tingkat kemiskinan
lansia, rendahnya pendidikan lansia, dan banyaknya lansia yang mengalami
keluhan kesehatan mengindikasikan kerentanan tersebut. Di lain sisi, masih
banyaknya lansia yang bekerja membuktikan bahwa di usianya yang sudah lanjut,
para lansia masih harus menanggung beban ekonomi, mereka juga harus hidup
sendiri dan berasal dari kelompok ekonomi menengah ke bawah. Hal ini
menjadikan lansia sebagai kelompok yang sangat rentan yang memerlukan
perlindungan sosial dan dukungan, khususnya bantuan sosial untuk memenuhi
kebutuhan dasarnya (The SMERU Research Institute,2020).
Pemerintah sudah memiliki berbagai program untuk meningkatkan
kesejahteraan lansia, tetapi program-program tersebut sangat terbatas dan belum
optimal. Hal ini karena program bantuan sosial lansia hanya menyasar kelompok
ekonomi terbawah. Bahkan, belum semua lansia dari kelompok ini menerima
program-program bantuan sosial. Sementara itu, lansia dari kelompok pengeluaran
20% teratas seharusnya mengakses program-program perlindungan sosial yang
bersifat kontribusi (bukan bantuan sosial), seperti program jaminan pensiun,
jaminan hari tua, dan asuransi kesehatan (The SMERU Research Institute,2020).
Pada kasus lain dalam penelitian yang dilakukan di Kecamatan Sidikalang
Kabupaten Dairi, salah satu Informan mengatakan bahwa tidak ada dukungan dari
keluarga yang menyarankan untuk mengikuti kegiatan Posyandu Lansia itu
sendiri. Dukungan keluarga juga sangat berperan dalam mendorong minat dan
kesediaan lansia untuk mengikuti kegiatan Posyandu Lansia. Keluarga bisa
menjadi motivator kuat bagi lansia apabila selalu menyediakan diri untuk
mendampingi atau mengantar lansia ke posyandu, mengingatkan lansia jika lupa
jadwal posyandu dan berusaha membantu mengatasi segala permasalahan bersama
lansia (Juniardi,2012 ).

Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan program


pemberian dukungan teknis masih belum berjalan sesuai tujuan di beberapa
daerah. Pemerintah sudah berupaya memberikan dukungan berupa dukungan
seperti bantuan, regulasi yang mengatur tentang perlindungan sosial lanjut usia
dan peningkatan kesejahteraan lanjut usia. Seperti contoh pemerintah daerah DIY
memberikan bantuan kepada lanjut usia. Namun, di beberapa daerah masih belum
diimbangi dengan dukungan keluarga dimana dukungan keluarga ini sangat
penting untuk meningkatkan kesejahteraan lanjut usia, seperti yang terjadi di
Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi. Kegiatan dukungan keluarga lanjut usia
merupakan salah satu upaya peningkatan usaha lanjut usia yang potensial dengan
melibatkan dukungan keluarga atau lingkungan sosial tempat lanjut usia tinggal,
yang dimaksud lanjut usia potensial yaitu lanjut usia yang sehat, aktif masih
mampu melakukan aktivitas sehari-hari, serta tidak mengalami hambatan dalam
kemampuan kemandirian fungsional/ADL (Activity Daily Living) dan AIDL
(Instrumental Activity Daily Living) (dinsos.jogja, 2019).

I. Bansos Lanjut Usia


Program Bansos Lanjut Usia umunya sudah dilakukan oleh pemerintah di
berbagai wilayah dengan penyaluran dari pemerintah daerah. Wilensky dan
Lebeaux (1965) mengemukakan bahwa kesejahteraan sosial sebagai suatu sistem
dari berbagai pelayanan dan lembaga sosial yang terorganisasi dan bertujuan
membantu individu dan kelompok untuk pencapaian kesehatan taraf tingkat hidup
yang maksimal. Hal ini dilakukan guna terciptanya antar hubungan-hubungan
personal dan sosial untuk memberi kesempatan kepada individu-individu dengan
membuka selebar-lebarnya dan juga peningkatan kebutuhan yang diperlukan
dimasyarakat.
Dasar hukum program perlindungan sosial untuk lansia diatur dalam Pasal 28
H ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang
dinyatakan bahwa setiap orang berhak mendapat kemudahan dan pelakuan khusus
untuk memperoleh manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan.
Selain itu terdapat juga Undang-Undang (UU) No. 13 Tahun 1998 Tentang
Kesejahteraan Lansia, UU Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial
(SJSN) yang memberikan kerangka hukum untuk perlindungan sosial di
Indonesia, dan UU Nomor 11 Tahun 2009 Tentang Kesejahteraan Sosial.
Program bantuan sosial lansia tersebut dikategorikan menjadi dua pembagian
yaitu program bansos dari dana APBN menggunakan program PKH dan program
bansos dari dana APBD. Program bansos dari dana APBD tersebut, diambil
sample implementasi program Kartu Lansia Jakarta (KLJ). Berdasarkan dua
program bansos tersebut, memiliki persamaan tujuan yaitu bertujuan untuk
meningkatkan kesejahteraan sosial bagi lanjut usia sesuai dengan kebutuhannya.
Dimana tujuan baik ini sangat relevan dengan teori dari Wilensky dan Lebeaux
(1965) mengenai pemahaman kesejahteraan sosial. Hal ini sesuai dengan
kebijakan-kebijakan yang dirumuskan dan diimplementasikan pemerintah melalui
program-program bansos. Di samping itu, dalam implementasinya masih terdapat
kekurangan yang harus segera dibenahi dari pemerintah. Sehingga, selalu perlu
adanya evaluasi kebijakan yang lebih mendalam terutama pada aspek sosialisasi
atas penetapan kebijakan. Dalam hal ini seharusnya pada saat penetapan
kebijakan, pemberian dukungan yang potitif dari pemerintah pusat dan pemerintah
daerah sangat diperlukan. Sehingga kebijakan ini dapat berjalan selaras dengan
perumusan kebijakan yang tepat.
J. Posyandu Lansia
Pemanfaatan posyandu sangat penting dilakukan untuk meningkatkan
pelayanan kesehatan khusunya lansia. Hal ini merupakan beberapa faktor dalam
proses pengambilan keputusan yang dipengaruhi oleh nilai-nilai sosial budaya,
kesadaran akan kesehatan, pengetahuan yang memadai, dan pola relasi gender
yang ada di masyarakat (Kemenkes, 2010).
Selanjutnya pelayanan kesehatan itu sendiri merupakan sebuah rangkaian
pelayanan kesehatan dengan sasaran khusus yakni masyarakat guna pemberian
pelayanan preventif dan promotif (Notoatmodjo, 2012).
Berdasarkan Undang-undang Kesehatan nomor 36 tahun 2009 tentang
kesehatan merumuskan bahwa prinsip non diskriminatif, partisipatif dan
berkelanjutan merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan dan memelihara
kesehatan masyarakat termasuk lanjut usia.
Menurut Komnas (2010), program posyandu lansia ini mencakup upaya
perbaikan seperti:
1. Upaya promotif dengan pemberian gizi usia lanjut untuk meningkatkan
kesegaran jasmani dan melaksanakan penyuluhan tentang pentingnya perilaku
hidup sehat;
2. Preventif yaitu tindakan dalam mencegah penyakit dengan mendeteksi dini
penyakit lansia;
3. Kuratif yaitu pemberian layanan untuk mengobati penyakit yang diderita oleh
lansia;
4. Rehabilitatif yaitu pemberian layanan pskikologi dengan konseling untuk
meningkatkan rasa pecaya diri pada lansia;
5. Pengukuran tekanan darah dan penghitungan denyut nadi selama satu menit;
6. Pemeriksaan kadar gula darah untuk mendeteksi penyakit diabetes;
7. Penyuluhan yang bisa dilakukan dengan mengunjungi rumah ke rumah
berkaitan konseling kesehatan.
Dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan kegiatan posyandu lansia tersebut
relevan dengan Undang-undang Kesehatan nomor 36 tahun 2009 tentang
kesehatan, yang mana dasar hukum tersebut memiliki tujuan untuk
menyejahterakan masyarakat khususnya lanjut usia. Selain itu upaya program
posyandu lansia sebagai wujud komitmen dari negara Indonesia melalui kebijakan
pemerintah dengan inovasi programnya untuk melindungi dan mengayomi seluruh
penduduknya termasuk penduduk lansia sudah terlaksana sejak merdeka.
Penduduk lanjut usia juga memiliki hak dan kesempatan yang sama karena
merupakan bagian utuh di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Oleh sebab
itu, hak dan kesempatan dan hak bagi lanjut usia tidak lepas dari besarnya masalah
kesehatan dan kependudukan.

4.3 Rekomendasi
Jepang merupakan negara yang dikenal memiliki penduduk tertua di dunia. Pada
tahun 2019, persentase penduduk berusia 65 tahun keatas di negara ini mencapai
angka hampir 28,4% dari jumlah populasi yang diperkirakan akan terjadi peningkatan
hingga mencapai persentase 40% pada tahun 2040-2050 (Cabinet Office, 2020).
Seiring dengan bertambahnya populasi lansia di Jepang, maka kebutuhan akan medis
dan kesejahteraan juga perlu ditingkatkan. Oleh sebab itu, pemerintah Jepang
membentuk suatu program yakni Long-term Care Insurance (LTCI) System pada
tahun 2000 (Yamada & Arai, 2020).
LTCI adalah program wajib yang menyediakan manfaat untuk perawatan lansia
jangka panjang. Program ini berlaku secara publik. Dalam program ini, penduduk
berusia 40 tahun ke atas berkontribusi dengan membayar premi yang disesuaikan
dengan jumlah pendapatan. Penduduk yang memenuhi syarat untuk mengakses
program ini dibagi menjadi dua kategori: Kategori 1 (penduduk berusia 65 tahun ke
atas) dan Kategori 2 (penduduk berusia 45-64 tahun yang dilindungi oleh skema
asuransi kesehatan lainnya). Kategori 1 dikatakan memenuhi syarat apabila mereka
menerima Sertifikasi untuk Kebutuhan Perawatan Jangka Panjang atau Sertifikasi
untuk Kebutuhan Dukungan. Kemudian untuk kategori 2, dikatakan memenuhi syarat
untuk mendapatkan layanan setelah mereka menerima Sertifikasi untuk Kebutuhan
Perawatan Jangka Panjang atau Sertifikasi untuk Kebutuhan Pendukung karena
penyakit terkait penuaan (penyakit tertentu) (Japan Health Policy NOW, 2022).
Penduduk yang memenuhi syarat dinilai berdasarkan satu kuesioner dengan 74
indikator yang berhubungan dengan aktivitas sehari-hari, keputusan yang diperoleh
dari dewan pengurus persetujuan perawatan jangka panjang (berdasarkan keputusan
awal yang dihasilkan dari data di komputer), laporan kunjungan rumah, dan pendapat
dari dokter. Ada tujuh tingkat perawatan jangka panjang yang memerlukan sertifikat:
kebutuhan dukungan pada tingkat 1 dan 2 serta kebutuhan perawatan tingkat 1
(kecacatan yang paling tidak parah) hingga tingkat 5 (kecacatan paling parah)
(Yamada & Arai, 2020).
Pemberian layanan LTCI diberikan kepada penduduk yang bersertifikasi
dukungan atau perawatan sesuai dengan kebutuhan perawatan dan penilaian
sertifikasi mereka. Manfaat asuransi ini meliputi sebagai berikut (Yamada & Arai,
2020).
1. In-home services (misalnya, kunjungan rumah/layanan harian dan
layanan/perawatan jangka pendek).
2. Layanan menggunakan fasilitas, termasuk:
a. Fasilitas kesejahteraan perawatan jangka panjang atau panti jompo khusus;
b. Fasilitas perawatan kesehatan jangka panjang atau fasilitas pelayanan kesehatan
geriatri;
c. Fasilitas perawatan medis jangka panjang atau sanatorium perawatan medis jangka
panjang
Semua layanan tersebut didapatkan tanpa tunjangan tunai atau tunjangan langsung
lainnya bagi pengasuh keluarga. Penduduk lansia dapat memilih dan menggunakan
fasilitas yang disediakan sesuai dengan perawatan yang dibutuhkan. Oleh karena itu,
manajer perawatan secara aktif terlibat dalam rencana perawatan dan pengaturan
layanan. Bagi penduduk yang tidak memenuhi syarat asuransi ini, mereka dapat
memanfaatkan layanan perawatan pencegahan (Yamada & Arai, 2020).
Gambar 4.6 Penerapan Program Long-term Care Insurance
Sumber: diolah penulis

Pembiayaan Long-term Care Insurance berasal dari kontribusi pemerintah dan


masyarakat. Kontribusi dari masyarakat dilakukan melalui pembayaran premi yang
mana membiayai sejumlah 50% dari total pembiayaan dengan rincian 23% untuk
kategori 1 dan sejumlah 27% untuk kategori 2. Kemudian, 50% lagi dari total
pembiayaan ditanggung oleh pemerintah melalui pajak dengan rincian pemerintah
pusat sejumlah 25%, provinsi sejumlah 12%, dan kota/kabupaten sejumlah 13%.
Pembiayaan tersebut digunakan oleh penerima layanan yang dibedakan menjadi dua
kategori, yaitu kategori pertama adalah penduduk berusia 65 tahun ke atas dan
kategori kedua adalah penduduk yang berusia 45 hingga 64 tahun yang secara
bersamaan terdaftar dalam skema asuransi kesehatan lainnya. Kategori 1 dan 2
dikatakan memenuhi syarat apabila lolos dalam sertifikasi yang dilakukan melalui
penilaian menggunakan kuesioner mengenai kehidupan sehari-hari calon penerima
layanan, survei atau kunjungan ke rumah, dan rekomendasi dari dokter. Setelah lolos
dalam sertifikasi dan menerima Sertifikasi untuk Kebutuhan Perawatan Jangka
Panjang atau Sertifikasi untuk Kebutuhan Dukungan (kategori 1) atau untuk kategori
2 menerima Sertifikasi untuk Kebutuhan Perawatan Jangka Panjang atau Sertifikasi
untuk Kebutuhan Pendukung karena penyakit terkait penuaan (penyakit tertentu),
maka penduduk bersertifikat tersebut berhak memperoleh jenis layanan kesehatan dan
kesejahteraan yang terdiri atas in-home services (misalnya, kunjungan rumah/layanan
harian dan layanan/perawatan jangka pendek) serta layanan penggunaan fasilitas
(panti jompo khusus, geriatri, dan sanatorium perawatan medis jangka panjang).
Jika sistem Long-term Care Insurance diterapkan di Indonesia, diharapkan
program ini dapat membantu kesejahteraan lansia melalui kolaborasi antara
pemerintah dengan masyarakat terutama penduduk berusia 40 tahun ke atas melalui
pembayaran premi yang disesuaikan dengan jumlah pendapatan mereka.
Gambar 4.7 Sistem Long-term Care Insurance di Jepang Pada Tahun
2018
Sumber: Yamada & Arai (2020). Diadaptasi dari Japan Ministry of Internal Affairs
and Communications

Melalui program LTCI, kehidupan lanjut usia di Indonesia menjadi lebih terjamin,
termasuk kesejahteraan di hari tua. Hal tersebut dikarenakan lanjut usia dapat memilih
dan menggunakan fasilitas yang disediakan sesuai dengan kebutuhan perawatan
mereka. Selain itu, program ini juga memiliki tiga prinsip penting, yakni (JHPN,
2020): 1) dukungan kemandirian, dengan maksud tidak hanya memberi perawatan
jangka panjang yang diperlukan tetapi juga mendukung kemandirian lanjut usia; 2)
berorientasi pengguna, yakni memberikan akses kepada pengguna yang terintegrasi ke
pelayanan kesehatan dan kesejahteraan dari berbagai entitas yang didasarkan atas
keleluasaan individu; 3) sistem asuransi sosial, yakni menggunakan skema asuransi
sosial dengan hubungan yang jelas antara manfaat dan beban.
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa:
1. Secara empiris, kondisi peningkatan kesejahteraan penduduk lanjut usia di
Indonesia masih dihadapkan dengan berbagai macam permasalahan, yakni: 1)
rendahnya rata-rata penghasilan lansia bekerja, terutama saat memasuki pandemi
COVID-19; 2) rendahnya rata-rata penghasilan berdampak pada menurunnya
kualitas pangan; 3) dalam kurun waktu 7 tahun terakhir, angka kesakitan lansia
berada pada titik terendah pada tahun 2021, yakni dengan persentase 22,48%; 4)
Pandemi COVID-19 menyebabkan penurunan kondisi kesehatan fisik lansia; 5)
Pandemi COVID-19 menyebabkan para lansia mengalami kesulitan dalam
mengakses fasilitas kesehatan; 6) Selama pandemi COVID-19, para lansia
seringkali kehabisan obat dengan alasan utama yakni kekurangan dana untuk
membeli obat.
2. Upaya Pemerintah Indonesia dalam meningkatkan kesejahteraan lansia adalah
dengan melakukan penerapan program ATENSI, SERASI, ASLUT, Home Care,
Family Support, Progres LU, Pendampingan Sosial Profesional Lanjut Usia,
Dukungan Teknis Lanjut Usia, Bansos Lanjut Usia, dan Posyandu Lanjut Usia.
3. Peneliti merekomendasikan program pembiayaan Long-term Care Insurance
sebagai model rekomendasi program pengentasan masalah kesejahteraan lanjut
usia yang dapat diterapkan di Indonesia.
5.2 Saran
1. Akses penduduk lanjut usia terhadap layanan yang meliputi layanan fisik, mental
spiritual dan kehidupan perlu dipermudah sehingga tercipta pemerataan pelayanan
terhadap penduduk lanjut usia.
2. Beberapa perubahan kelembagaan program diperlukan agar program-program
tersebut dapat memberikan pelayanan yang multifungsi.
3. Percepatan vaksinasi COVID-19 untuk para lansia harus segera dilakukan. Hal
tersebut dilakukan karena para lansia merupakan orang yang rentan akan
terinfeksi virus COVID-19.
4. Untuk membentuk pendamping yang profesional maka perlu adanya arahan
pembelajaran untuk para pendamping agar dapat meningkatkan kualitasnya dalam
mendampingi para lanjut usia.

Anda mungkin juga menyukai