PENDAHULUAN
Gambar 1.1 Persentase Jumlah Penduduk Lanjut Usia di Indonesia Tahun 2018-
2021
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2018-2021
Salah satu kategori warga negara yang berhak menerima pelayanan sosial adalah
lansia (lanjut usia). Penduduk lansia adalah penduduk yang telah berusia 60 tahun
keatas (Undang-undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia).
Menurut data yang bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS), di Indonesia pada
tahun 2018 hingga 2021 total penduduk usia lanjut mengalami peningkatan. Terlihat
pada gambar 1.1, terdapat 9,27% penduduk lansia di Indonesia atau sejumlah 24,49
juta penduduk pada tahun 2018. Peningkatan jumlah penduduk lansia di tahun
berikutnya yakni 2019 dengan persentase 9,60% atau sejumlah 25,64 juta penduduk.
Pada tahun selanjutnya yakni tahun 2020, peningkatan terjadi hingga menunjukkan
angka 26,82 juta penduduk atau sejumlah 9,92%. Kemudian pada tahun 2021,
penduduk lansia menunjukkan persentase 10,82% atau sekitar 29,3 juta penduduk
(Badan Pusat Statistik, 2018-2021).
Gambar 1.3 Angka Harapan Hidup Berdasarkan Provinsi dan Jenis Kelamin
Tahun 2018 - 2021
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2021
Gambar 1.4 Perkembangan Rata-rata Lama Sekolah Lansia (tahun), 2017- 2021
Sumber: Badan Pusat Statistik, Susenas Maret 2021
Angka kesakitan lansia mencapai titik terendah selama kurun waktu tujuh tahun
terakhir. Pada tahun 2015, angka kesakitan lansia sebesar 28,62 persen, terus
mengalami penurunan dari tahun ke tahun hingga mencapai 22,48 persen pada tahun
2021. Penyakit pada lansia umumnya merupakan gabungan dari kelainan-kelainan
yang timbul akibat gaya hidup di masa muda dan proses penuaan secara alami. Oleh
karena itu, harus dilakukan berbagai tindakan preventif, seperti memiliki pola hidup
yang sehat, baik bagi lansia maupun penduduk yang masih muda (Badan Pusat
Statistik, Susenas Maret, 2021)
Di bidang ketenagakerjaan, suatu penelitian menemukan bahwa lansia bekerja dan
memiliki penghasilan sendiri cenderung akan meningkatkan kesejahteraannya
(Kartini dan Kartika, 2020).
Statistik jaminan sosial yang dicakup pada publikasi ini meliputi jaminan pensiun,
jaminan hari tua, asuransi kecelakaan kerja, asuransi kematian, dan pesangon
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Secara umum, Gambar 1.7 di atas
memperlihatkan selama periode tahun 2013-2021, terjadi peningkatan persentase
rumah tangga lansia yang memiliki jaminan sosial. Akan tetapi, peningkatan tersebut
mengalami hambatan pada periode tahun 2014, 2019, dan 2021. Pada tahun 2021,
persentase rumah tangga lansia yang memiliki jaminan sosial menurun menjadi 11,62
persen dari 13,84 persen pada tahun sebelumnya. (BPS Susenas Maret, 2013-2021).
Berdasarkan pemaparan identifikasi masalah yang disertai dengan data empiris di
atas, maka dapat disimpulkan beberapa permasalahan dalam kesejahteraan lansia,
yakni sebagai berikut.
1. Persentase penduduk lansia di Indonesia terus mengalami peningkatan dari tahun
2018-2021.
2. Angka rasio ketergantungan lansia terhadap usia produktif di tahun 2018-2021
mengalami peningkatan, sejalan dengan naiknya persentase jumlah penduduk
lansia.
3. Persentase Angka Harapan Hidup (AHH) dari tahun 2018 hingga 2021 mengalami
kenaikan, namun tidak signifikan.
4. Persentase kesakitan lansia terus mengalami penurunan hingga mencapai 22,48
persen pada tahun 2021.
5. Rata-rata penghasilan lansia bekerja mengalami penurunan selama periode tahun
2018-2021.
6. Persentase rumah tangga lansia yang memiliki jaminan sosial pada tahun 2021
mengalami penurunan menjadi 11,62 persen.
Berdasarkan data empiris dan permasalahan yang telah diidentifikasi, maka
pemerintah memiliki beberapa program dalam rangka peningkatan kesejahteraan
sosial. Sebagai kelompok penduduk yang memiliki kerentanan sosial ekonomi yang
tinggi, lansia membutuhkan perlindungan sosial yang memadai, baik berupa bantuan
sosial maupun jaminan sosial. Salah satu upaya dari Peningkatan Kesejahteraan
Lansia adalah Pelayanan Sosial Lansia. Peraturan Menteri Sosial Nomor 19 Tahun
2012 tentang Pedoman Pelayanan Sosial Lansia menyebutkan bahwa pelayanan sosial
lansia adalah upaya yang ditujukan untuk membantu lansia dalam memulihkan dan
mengembangkan fungsi sosialnya. Secara garis besar, program pelayanan dan
pemberdayaan lanjut usia meliputi program Asistensi Rehabilitasi Sosial (ATENSI)
dan Sentral Layanan Sosial (SERASI), program Asistensi Sosial Lanjut Usia Telantar
(ASLUT), program pendampingan sosial lansia melalui perawatan di rumah (home
care), program family support lansia, program rehabilitasi sosial lanjut usia (Progress
LU), pendamping sosial profesional lanjut usia, dukungan teknis lanjut usia, dan
bantuan sosial lanjut usia. Selain itu, Kementerian Kesehatan juga menjalankan
berbagai program yang ditujukan untuk peningkatan akses dan kualitas layanan
kesehatan bagi lansia di fasilitas kesehatan primer dan rujukan serta pemberdayaan
potensi lansia di masyarakat.
Terdapat program terbaru dari pemerintah untuk memperkuat layanan lansia
dengan program ATENSI. Menurut Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia
Nomor 16 Tahun 2020 Tentang Asistensi Rehabilitasi Sosial, dijelaskan bahwa
ATENSI adalah layanan rehabilitasi sosial yang menggunakan pendekatan berbasis
keluarga, komunitas, dan/atau residensial melalui kegiatan dukungan pemenuhan
hidup layak, perawatan sosial dan/atau pengasuhan anak, dukungan keluarga, terapi
fisik, terapi psikososial, terapi mental spiritual, pelatihan vokasional, pembinaan
kewirausahaan, bantuan dan asistensi sosial serta dukungan aksesibilitas.
ATENSI menitik beratkan pada perubahan paradigma dari pelayanan sosial
sektoral/fragmentaris menjadi pelayanan sosial terpadu dan berkelanjutan (one stop
services/ single window services); menjangkau seluruh warga yang mengalami
masalah sosial (universal approach) & strategi inklusif; merespon masalah aktual
secara komprehensif, terstandarisasi dan professional, sehingga siapapun PPKS yang
mengalami permasalahan sosial akan mendapatkan layanan. Pelaksanaan ATENSI
dilakukan secara sistematis dan terstandar mengutamakan pencegahan serta
mengedepankan peran dan tanggung jawab keluarga serta masyarakat.
Panti werdha atau Panti Sosial Tresna Werdha merupakan tempat pelayanan sosial
bagi lansia dan termasuk ke dalam foster care. Menurut Armando Morales di dalam
Budhi Wibhawa, dkk. (2010) foster care merupakan pelayanan yang bersifat tidak
permanen, sehingga masih dimungkinkan untuk berhubungan dengan keluarga
aslinya. Dilihat dari strategi pelayanan sosial, maka panti werdha termasuk ke dalam
institutional based services, yaitu dalam pelayanan ini individu yang mengalami
masalah ditempatkan dalam lembaga pelayanan sosial (Wibhawa, dkk., 2010).
Sistem pengelolaan Panti Werdha ada yang dikelola oleh pemerintah maupun
pihak swasta. Berdasarkan Kebijakan dan Program Pelayanan Sosial Lansia di
Indonesia (2003:2), terdapat dua cara dalam menangani permasalahan lansia yang
berkembang selama ini, yaitu pelayanan dalam panti dan luar panti. Pelayanan dalam
Panti Sosial Tresna Werdha meliputi pemberian pangan, sandang, papan,
pemeliharaan kesehatan, dan pelayanan bimbingan mental keagamaan, serta pengisian
waktu luang termasuk didalamnya rekreasi, olahraga dan keterampilan. Pelayanan di
luar panti para lansia tetap berada di lingkungan keluarganya dengan diberikan
bantuan makanan dan pemberdayaan di Bidang Usaha Ekonomis Produktif (UEP)
melalui pendekatan kelembagaan sebagai investasi sosial dan merupakan bantuan
yang diberikan kepada lansia potensial yang kurang mampu.
Kehadiran panti werdha membantu para lansia untuk mempertahankan
kepribadiannya, memberikan jaminan kehidupan secara wajar baik secara fisik
maupun psikologis. Sesuai dengan permasalahan lansia, pada umumnya
penyelenggaraan panti werdha mempunyai tujuan antara lain agar terpenuhi
kebutuhan hidup lansia, agar di hari tuanya dalam keadaan tentram lahir dan batin,
dapat menjalani proses penuaannya dengan sehat dan mandiri. (Departemen Sosial RI,
1997).
Secara umum, panti werdha memiliki fungsi sebagai pusat pelayanan
kesejahteraan lansia (dalam memenuhi kebutuhan pokok lansia), menyediakan suatu
wadah dan memberikan kesempatan pula bagi lansia melakukan aktivitas-aktivitas
sosial rekreasi, bertujuan membuat lansia dapat menjalani proses penuaannya dengan
sehat dan mandiri. Pelayanan yang diberikan oleh panti werdha kepada lansia dengan
berbagai program yang ada mempunyai tujuan akhir yaitu untuk meningkatkan
keberfungsian sosial lansia dan terwujudnya kesejahteraan lansia yang berpengaruh
terhadap kemampuan lansia untuk melewati masa tuanya dengan berbagai penurunan
yang terjadi, sehingga lansia dapat berperan aktif di berbagai kegiatan tanpa adanya
rasa beban maupun rasa bersalah karena kurangnya pendampingan dari pihak
keluarga.
Meskipun sistem pelayanan yang diberikan berbeda-beda, tetapi baik pelayanan di
dalam maupun di luar panti mempunyai tujuan yang sama untuk meningkatkan
keberfungsian lansia dan mencapai tingkat kesejahteraan lansia di masa tuanya,
sehingga dengan proses penuaan dan penurunan yang dialami dapat berfungsi secara
sosial seperti dahulu.
1.3 Rumusan Masalah
1. Bagaimana peningkatan kesejahteraan lanjut usia di indonesia?
2. Program apa yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia untuk meningkatkan
kesejahteraan lanjut usia?
3. Bagaimana model rekomendasi untuk menyelesaikan kesejahteraan lansia
Indonesia?
1.4 Tujuan Penelitian
1. Memaparkan kondisi peningkatan kesejahteraan lanjut usia di indonesia.
2. Memaparkan program yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia untuk
meningkatkan kesejahteraan lanjut usia.
3. Merekomendasikan suatu model penyelesaian masalah kesejahteraan lanjut usia
Indonesia.
BAB II
KAJIAN TEORI
2.3 Kebijakan
2.3.1 Konsep Kebijakan
Lembaga pemerintah memiliki kewenangan serta kewajiban untuk
menyelenggarakan pemerintahan. Penyelenggaraan tersebut meliputi aktivitas
mengatur, mengurus, membimbing, membina atau membangun, mendidik,
memberdayakan, serta melayani berbagai macam urusan pemerintahan yang
menyangkut kepentingan dan kebutuhan dasar guna meningkatkan kenyamanan,
keadilan, kemakmuran, dan kesejahteraan masyarakat. Pada prinsipnya, kegiatan
mengatur atau goverri merupakan kegiatan kebijakan publik yang mencerminkan
fungsi pemerintahan. Kebijakan publik tersebut dilakukan oleh pemerintah melalui
badan publik serta lembaga non pemerintah yang meliputi lembaga swasta, lembaga
sosial politik, lembaga masyarakat, dan lain sebagainya (Ibrahim & Supriatna, 2019).
Menurut Patton dan Swawicki (1982:85), kebijakan atau policy adalah
seperangkat tindakan yang ditetapkan oleh pemerintah atau suatu institusi. Kemudian
menurut Jones (1984), kebijakan berkaitan dengan karakteristik perilaku keputusan
yang konsisten dan representatif dari suatu institusi pemerintah. Kebijakan tersebut
relevan dengan arah tindakan seorang pemimpin baik dalam bentuk tulis maupun
verbal serta bersifat pilihan dan adaptif yang kemudian dilakukan dalam suatu badan
publik. Sejalan dengan definisi kebijakan kedua ahli sebelumnya, menurut Ibrahim
dan Supriatna (2019), kebijakan merujuk pada setiap langkah yang dilakukan oleh
pimpinan mulai dari tahap penentuan kebijakan. Kebijakan tersebut digunakan
sebagai pedoman bagi kegiatan yang harus dilaksanakan, termasuk kegiatan
penyusunan rencana itu sendiri.
BAB IV
PEMAPARAN DATA, PEMBAHASAN, DAN REKOMENDASI
Peningkatan total penduduk lansia tidak hanya sejalan dengan tanggung jawab
pemerintah dalam menyediakan pelayanan sosial, tetapi juga sejalan dengan
meningkatnya angka rasio ketergantungan lansia terhadap usia produktif. Menurut
Badan Pusat Statistik (2021), angka rasio ketergantungan pada tahun 2018 mencapai
14,49. Hal tersebut berarti bahwa terdapat setidaknya 14 lansia yang ditanggung oleh
100 usia produktif. Kemudian angka tersebut mengalami kenaikan pada tahun 2019
yakni menjadi sebesar 15,01. Kemudian pada tahun 2020 dan 2021 juga mengalami
kenaikan masing-masing menjadi sejumlah 15,54 dan 16,76. Berdasarkan data
tersebut, dapat disimpulkan bahwa semakin meningkatnya angka rasio
ketergantungan, maka semakin meningkat pula tanggungan penduduk Indonesia usia
produktif terhadap penduduk lanjut usia di Indonesia.
Gambar 4.2 Rasio Ketergantungan Penduduk Lansia Terhadap Usia Produktif
Tahun 2018-2021
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2021
Lansia yang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dengan bekerja dan memiliki
penghasilan sendiri cenderung dapat meningkatkan kesejahteraannya. Namun di
Indonesia, dalam empat tahun terakhir, terjadi penurunan dalam hal rata-rata
penghasilan lansia bekerja yakni pada periode 2019-2020 dan 2020-2021. Menurut
Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) 2021, rata-rata penghasilan lansia bekerja
tahun 2018 adalah sejumlah 1,48 juta rupiah. Pada tahun 2019 mengalami kenaikan
menjadi sebesar 1,56 juta rupiah. Kemudian pada tahun 2020, yakni tahun
kemunculan pandemi COVID-19, rata-rata penghasilan mengalami penurunan yakni
menjadi sebesar 1,45 juta rupiah. Nominal tersebut terus mengalami penurunan
hingga tahun 2021, yakni menjadi sebesar 1,34 juta rupiah.
Gambar 4.3 Perkembangan Rata-rata Penghasilan Lansia Bekerja 2018-2021
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2021
Meskipun terdapat banyak alasan yang membuat lansia masih bekerja (seperti
masih mampu secara fisik dan mental, desakan ekonomi, dan aktualisasi diri), namun
pada dasarnya, lansia merupakan penduduk yang secara biologis telah mengalami
proses menua. Proses menua merupakan penurunan daya tahan fisik, sehingga
semakin rentan terhadap berbagai jenis penyakit. Proses tersebut juga terjadi pada
lansia di Indonesia. Hal tersebut dibuktikan dengan data dari BPS Susenas Maret
2021, yang menunjukkan bahwa angka kesakitan lansia sebagian besar mengalami
penurunan selama 7 tahun terakhir (2015-2021). Dalam kurun waktu 7 tahun terakhir,
angka kesakitan lansia berada pada titik terendah pada tahun 2021, yakni sebesar
22,48%. Hal tersebut berarti bahwa sebanyak 22,48% lansia merasa terganggu dalam
melakukan aktivitas sehari-harinya akibat dari keluhan kesehatan yang mereka alami.
Jika dikaitkan dengan pandemi COVID-19, sekitar 16% responden dalam
penelitian yang diselenggarakan oleh lembaga SurveyMETER (2020) menyatakan
bahwa kondisi kesehatan fisik mereka menurun selama pandemi. Salah satu kendala
yang dialami adalah kesulitan untuk mengakses fasilitas kesehatan ketika hendak
melakukan konsultasi kesehatan, terdapat sekitar 11% dari responden yang
mengalami kesulitan tersebut. Alasan yang paling umum adalah kekhawatiran akan
terinfeksi virus corona di fasilitas kesehatan yang akan mereka datangi. Kemudian
sekitar 12% responden yang memerlukan obat rutin, melaporkan bahwa mereka
kehabisan obat selama pandemi. Alasan yang paling umum adalah kekurangan uang
untuk membeli obat (45%).
Dengan berbagai kerentanan baik dalam hal ekonomi, kesehatan, dan aspek
lainnya, penduduk lansia membutuhkan jaminan sosial untuk menunjang
kesejahteraan hidupnya. Namun, menurut data BPS Susenas Maret 2021,
perkembangan rumah tangga lanjut usia di Indonesia yang memiliki jaminan sosial
relatif tidak stabil pada tahun 2019 hingga 2021. Pada periode 2019-2020,
perkembangan rumah tangga lansia yang memiliki jaminan sosial sempat mengalami
kenaikan, dari 12,90% menjadi 13,84%. Namun, pada periode 2020-2021 mengalami
penurunan dari 13,84% menjadi 11,62%. Oleh sebab itu, diperlukan upaya yang lebih
untuk meningkatkan pemberian jaminan sosial terhadap rumah tangga lanjut usia di
Indonesia.
Gambar 4.6 Perkembangan Rumah Tangga Lansia yang Memiliki Jaminan
Sosial, 2013-2021
Sumber: BPS Susenas Maret, 2013-2021
Kesimpulan Permasalahan:
Berdasarkan data empiris yang telah disajikan, dapat disimpulkan bahwa jumlah
lansia di Indonesia meningkat dari tahun 2018 hingga 2021, namun tingkat
kesejahteraan lansia dapat dikatakan cukup rendah. Hal tersebut dapat dibuktikan
dengan:
1. Rendahnya rata-rata penghasilan lansia bekerja, terutama saat memasuki pandemi
COVID-19;
2. Rendahnya rata-rata penghasilan berdampak pada menurunnya kualitas pangan;
3. Dalam kurun waktu 7 tahun terakhir, angka kesakitan lansia berada pada titik
terendah pada tahun 2021, yakni dengan persentase 22,48%.
4. Pandemi COVID-19 menyebabkan penurunan kondisi kesehatan fisik lansia;
5. Pandemi COVID-19 menyebabkan para lansia mengalami kesulitan dalam
mengakses fasilitas kesehatan;
6. Selama pandemi COVID-19, para lansia seringkali kehabisan obat dengan alasan
utama yakni kekurangan dana untuk membeli obat.
Implementasi ATENSI
Kementerian Sosial RI melalui Balai Budhi Dharma Bekasi menyediakan
bantuan berupa Asistensi Rehabilitasi Sosial bagi 4 orang lanjut usia yang menjadi
binaan Lembaga Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia (LKS LU) Thariiqul Jannah
Kota Bekasi.
Penyerahan bantuan sebelumnya, yaitu ATENSI dilakukan setelah pada
tanggal 27 Mei 2021 dilaksanakan asesmen komprehensif atas kebutuhan para
lansia binaan LKS LU Thariiqul Jannah. Hasil asesmen tersebut menunjukkan
berbagai permasalahan dan kebutuhan alat aksesibilitas berupa kursi roda dan
tongkat jalan.
Sebagai tindak lanjut hasil asesmen yang telah dilaksanakan, Kepala Seksi
Layanan Rehabilitasi Sosial Balai Budhi Dharma Bekasi, Indrawan bersama
Mugiono menyerahkan bantuan ATENSI alat aksesibilitas untuk 4 orang lanjut
usia berupa 2 buah kursi roda dan 2 buah tongkat jalan bagi lansia di Kelurahan
Pengasinan Kecamatan Rawalumbu Kota Bekasi.
B. SERASI
SERASI (Sentra Layanan Sosial) merupakan layanan sosial yang
diintegrasikan bagi penduduk lanjut usia untuk bisa memenuhi kebutuhan sehari-
harinya dan mendapatkan solusi terbaik atas masalah yang dihadapi dengan cara
yang efektif, efisien dan berkelanjutan. Proses penyelesaian masalah ini dilakukan
melalui rujukan atau penyelesaian masalah secara langsung.
SERASI dalam hal layanan Asistensi Rehabilitasi Sosial bagi lanjut usia
merupakan:
1. Garis besar pelayanan komprehensif menurut penduduk lansia di Indonesia;
2. Kantor menjadi tempat layanan lapangan pemerintah untuk pembayaran
(tunai/non tunai) demi perlindungan sosial lanjut usia seperti lanjut usia
miskin dan rentan, atau yang mengalami goncangan dan krisis;
3. Penyedia layanan rehabilitasi sosial pemerintah bagi lanjut usia secara
langsung dan/atau melalui LKS LU (PUSAKA)
Implementasi SERASI
Diperlukan suatu penghubung bagi masyarakat lanjut usia yang mengalami
disfungsi sosial untuk memperoleh pelayanan sesuai kebutuhan lanjut usia yang
dapat tersedia di berbagai macam Balai, SERASI menjadi program penunjang itu.
Disamping itu Lanjut Usia juga dapat mengakses bantuan lain yang sesuai dengan
kebutuhan melalui SERASI berupa layanan rujukan, yang selanjutnya diteruskan
oleh Layanan SERASI yang ada di Balai/Loka kepada Unit yang memberikan
bantuan atau program tersebut. Adapun bantuan atau program rujukan yang bisa
diakses lanjut usia melalui SERASI diantaranya bantuan perumahan , pangan, air
bersih, lapangan kerja, identitas dan kebutuhan dasar lainnya.
Konsekuensi dari hadirnya ATENSI menuntut perlunya mengkoneksikan
cukup banyak pihak, dimulai dari tingkat keluarga hingga lembaga tingkat atas
juga mengkoneksikan layanan sosial lainnya. Oleh karena itu, Kementerian Sosial
melalui Ditjen Rehabilitasi Sosial berupaya untuk mewujudkan sistem Sentra
Layanan Sosial (SERASI) sebagai wujud pelayanan publik tanpa spesialisasi.
Implementasi SERASI adalah wujud dari perubahan paradigma layanan
rehabilitasi sosial yang awalnya bersifat sektoral menjadi layanan terpadu atau
dikenal juga dengan one stop service. Contoh penerapannya adalah semua ragam
disabilitas akan direspon dalam pelayanan satu pintu.
Kehadiran SERASI harus mampu menjembatani setiap kebutuhan masyarakat,
terutama bagi penyandang disabilitas. SERASI harus mampu menunjukkan bahwa
birokrasi yang dijalankan harus mampu mengakomodasi setiap kebutuhan dari
masyarakat. Diharapkan dengan program SERASI terdapat satu pintu layanan
yang mampu menyelesaikan berbagai permasalahan masyarakat.
D. Home Care
Layanan Home Care menjadi salah satu pelayanan kesehatan yang diberikan
bagi klien di rumah mereka. Layanan ini bertujuan untuk pemeliharaan kesehatan
klien dalam upaya mencegah penyakit, resiko kambuh, dan rehabilitasi kesehatan
(Bukit, 2008). Tiga unsur utama yang ada dalam layanan Home Care adalah
pengelolaan pelayanan, pelaksanaan pelayanan, serta klien. Pengelolaan
pelayanan merupakan unit yang memiliki tanggung jawab dalam mengelola
perawatan kesehatan yang dilakukan di rumah, meliputi tenaga kesehatan, sarana
dan prasarana, serta bagaimana mekanisme dan pelayanan tersebut sesuai dengan
aturan yang telah ditetapkan. Pelaksanaan pelayanan merupakan tenaga kesehatan
yang menjadi pelaksana layanan, terdiri dari perawat, dokter, ahli gizi, fisioterapi,
serta tenaga terkait maupun tidak terkait lainnya. Klien merupakan penerima
layanan kesehatan dengan melibatkan satu anggota keluarga yang menjadi
penanggung jawab. Jika diperlukan, anggota keluarga juga dapat memilih seorang
sebagai perawat (care-giver) yang melayani kebutuhan klien setiap hari (Prasetyo
et al, 2010).
Manfaat layanan Home Care menurut Home Care for Seniors (2011) antara
lain:
a. Memberikan harkat dan kemandirian klien yang membutuhkan perawatan;
b. Membantu mencegah dan menunda perawatan yang dilakukan di Rumah
Sakit;
c. Memberikan kebebasan secara maksimal dan kenyamanan bagi klien;
d. Menawarkan perawatan kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan klien serta
keluarga;
e. Adanya dukungan keluarga serta menjaga kebersamaan.
Kriteria klien Home Care untuk melakukan perawatan di rumah adalah
homebound, kebutuhan pelayanan yang terampil, dan rencana penanganan klien.
Klien (Homebound) harus tinggal di rumahnya sendiri, tidak sering diluar rumah,
dan tidak berhubungan dengan keperluan medis. Kebutuhan pelayanan yang
terampil harus didasarkan oleh kondisi yang diderita klien. Klien membutuhkan
satu pelayanan yang terampil dalam perawatan yang dilakukannya di rumah.
Rencana penanganan klien juga dapat menerima layanan bantuan kesehatan di
rumah dan pelayanan dari pekerja sosial yang dibutuhkan (Zang, 2003).
Implementasi Layanan Home Care Geriatri di RSU Bhakti Husada Krikilan
Layanan Home Care Geriatri di RSU Bhakti Husada Krikilan ditujukan untuk
pelayanan kesehatan bagi pasien lansia. Hal ini guna meningkatkan kesejahteraan
lansia, memperpanjang harapan hidup, dan mewujudkan adanya kemandirian.
Pelayanan ini membantu dalam pemenuhan kebutuhan pasien. Tenaga kesehatan
dari RSU Bhakti Husada Krikilan akan mengunjungi pasien dari rumah ke rumah.
Menurut dokter yang menangani layanan ini, Dr, Billardi menyatakan program
yang dilakukan ini mulai meningkat dan peminatnya bertambah. Permintaan yang
dilayani dalam program ini seperti pelayanan fisioterapi, pemeriksaan dokter,
serta pemeriksaan laboratorium bagi pasien. Harapan dari adanya program
layanan ini tentu saja demi memperbaiki dan meningkatkan kesehatan dari pasien
lansia yang tidak mampu pergi ke rumah sakit. Layanan Home Care Geriatri ini
tidak hanya menangani pasien atau lansia yang sakit saja, tetapi juga lansia yang
membutuhkan pemeriksaan atau kontrol kesehatan, pemeriksaan laboratorium,
konsultasi gizi, serta fisioterapi. Pelayanan di rumah sakit ini juga cukup mudah
dan proses pendaftarannya akan didampingi oleh tenaga kesehatan disana agar
sesuai dengan kebutuhan yang diinginkan oleh pasien (Sodiqin, 2022).
Implementasi Layanan Home Care di Desa Bendo, Boyolali
Sejak munculnya pandemi COVID-19 di Indonesia, kondisi ini menjadi hal
yang harus diperhatikan secara khusus oleh pemerintah. Lansia menjadi golongan
yang mudah atau rentan terkena virus COVID-19 ini. Maka dari itu, tim satgas
COVID-19 di Desa Bendo, Boyolali melakukan layanan Home Care bagi
masyarakat di desa tersebut. Lansia di Desa Bendo belum melakukan vaksinasi,
Kepala Desa Bendo menyatakan ada 170 lansia yang dikunjungi untuk melakukan
vaksinasi. Tim dari tenaga kesehatan yang bertugas yaitu bidan Desa Bendo
mengatakan bahwa kegiatan pelayanan Home Care ini dilakukan untuk melayani
masyarakat lansia yang mayoritas memiliki permasalahan kesehatan. Ia
menjelaskan jika masih ada yang belum lolos skrining untuk vaksin, maka akan
ditunda hingga tim kesehatan melakukan penjadwalan ulang untuk vaksinasi
selanjutnya. Tim kesehatan yang melaksanakan Home Care bagi lansia di Desa
Bendo mengharapkan pelaksanaan vaksinasi yang dilakukan ini dapat terlaksana
secara maksimal (Prass, 2021).
E. Family Support
Family support merupakan salah satu jenis program bantuan untuk lansia
dalam menunjang aktivitasnya, seperti kegiatan mengisi kesenggangan,
menciptakan bisnis baru, hingga kegiatan pembangunan diri pada berbagai hal
yang disuka sesuai kemampuannya. Program ini bertujuan untuk meningkatkan
ekonomi masyarakat keluarga yang tidak mampu dalam menanggung kebutuhan
dari seorang lansia. Kegiatan ini dilaksanakan dengan menyalurkan uang pada
Lembaga Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia (LKS-LU), kemudian diserahkan pada
famili kurang mampu yang menanggung kebutuhan seorang lansia, bantuan yang
diberikan sendiri sebesar Rp 3.000.000/tahun. Wujud pelaksanaan kegiatan dari
Family Support ini meliputi pengobatan dan pemeliharaan; pengajaran rohaniah,
jasmani, sosial dan konseling psikososial; layanan aksesibilitas; dukungan sosial;
pengajaran resosialisasi; rujukan. Tolok ukur dari pihak yang menerima bantuan
ini adalah keluarga kurang mampu yang mempunyai seorang lansia berumur lebih
dari 60 tahun, daftar tunggu ASLUT atau exit ASLUT, serta keluarga yang sudah
memanfaatkan dengan baik bantuan yang diterima sebelumnya. Indikator
keberhasilan atau persentase lansia dalam keluarga kurang mampu yang tercukupi
keperluan pokok hidupnya dalam satu tahun adalah berdasarkan pada dalam satu
hari lansia dapat makan dua kali atau lebih, memiliki lebih dari dua pakaian atau
lebih dan menggantinya dalam seminggu, lansia tidur dalam rumah, kebutuhan air
tercukupi, memperoleh sarana kesehatan secara rutin, mendapatkan kunjungan
oleh pendamping secara rutin, dan ekonomi keluarga lansia meningkat (InteL
Resos, n.d.).
Program ini telah diimplementasikan di berbagai daerah, salah satunya adalah
pada Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Sebanyak 50 orang lansia kurang
mampu yang masih produktif dan memiliki bisnis menerima bantuan melalui
anggaran tahun 2021 yang diajukan oleh pemerintah daerah. Bantuan ini
disalurkan pada LKS Kinasih Gunungkidul dan Orsos Melati Sleman yang sudah
berkomitmen untuk berperan sebagai pendamping secara intensif. Bantuan yang
akan diterima berupa perlengkapan bisnis dan material, seperti kompor dan gas,
serokan alumunium, spatula, penggorengan, tepung, minyak, gula dan penyedap
rasa untuk bisnis gorengan/angkringan. Sedangkan untuk bisnis minuman bantuan
yang diberikan seperti blender, pisau, cerek, gelas, buah, gula, jahe, susu, teh,
bubuk kopi dan sedotan. Harapan dari dilaksanakannya program ini adalah bisa
menolong mencukupi keperluan hidup pokok lansia yang kurang mampu agar
dapat meningkatkan kesejahteraannya (Dinas Sosial Daerah Istimewa Yogyakarta,
2021).
F. Progres LU
Progres Lansia dimaksudkan menawarkan rehabilitasi sosial, pendampingan,
dorongan teknis dan aksesibilitas untuk lansia sehingga bisa mengembalikan,
membangun, serta memperluas fungsi sosialnya menjadi normal. Selain itu,
Progres Lansia juga dilaksanakan untuk memberikan kehidupan yang berkualitas
di masa tua seorang lansia dalam kehidupan pribadi, keluarga, dan masyarakat.
Lansia yang menjadi target dari Progres LU sendiri harus memenuhi beberapa
syarat seperti berumur lebih dari 60 tahun, hidup sebatangkara atau tinggal satu
atap dengan pasangannya; tidak potensial/ potensial, bukan pemeroleh Program
Keluarga Harapan (PKH), golongan tidak mampu, serta mempunyai
penanggungjawab lansia. Kegiatan-kegiatan yang ada dalam program ini adalah
berupa rehabilitasi sosial untuk lansia, aktivitasnya adalah:
a. Perawatan Sosial
Perawatan sosial dilakukan dengan adanya kunjungan kepada lansia oleh
pendamping dengan minimal 40 kali kunjungan. Juga ada pula perawatan
sosial dalam keluarga. Bagi lansia yang sudah tidak memiliki keluarga,
dilakukan dengan adanya penunjukkan keluarga pengganti.
b. Terapi
LKS lansia memberikan terapi jasmani, penghidupan, rohani dan psikososial.
Program pengobatan diselenggarakan secara terpadu didukung kepedulian
sosial dan dukungan keluarga.
c. Family Support
Bantuan untuk lansia dalam menunjang aktivitasnya, seperti kegiatan mengisi
kesenggangan, membuat bisnis baru, hingga kegiatan pembangunan diri pada
berbagai hal yang disuka sesuai kemampuannya.
d. Bantuan Bertujuan Lanjut Usia (Bantu Lansia)
Bantuan ini diberikan secara langsung kepada lansia untuk memenuhi
kebutuhan hidup yang layak. Lansia harus memenuhi beberapa persyaratan
seperti memiliki NIK dan ID BDT, sebagai basis data status ekonomi lansia;
berusia lebih dari 60 tahun; bukan keluarga pemeroleh PKH; hidup sebatang
kara maupun dengan pasangan sesama lansia; dan bukan penerima PKH
(InteL Resos, n.d.).
Contoh daerah di Indonesia pelaksana program ini yaitu Kabupaten Gowa,
Sulawesi Selatan. Melalui Progres LU Tahun 2020, 1.093 lansia menerima
bantuan sosial dari Kementerian Sosial Republik Indonesia. Bantuan ini
disalurkan oleh Balai Rehabilitasi Lansia Gau Mabaji Kemensos di Kabupaten
Gowa. Kabupaten Gowa mendapatkan bantuan dari PROGRES-LU senilai Rp
2.951.100.000 yang kemudian diberikan pada 12 Lembaga Kesejahteraan Sosial
(LKS). Selain Kabupaten Gowa, dilaksanakan penyaluran bantuan PROGRES-LU
untuk 8.900 lansia pada sepuluh daerah area kerja Balai Rehabilitasi Sosial Lanjut
Usia (BRSLU) “Gau Mabaji” Kabupaten Gowa. Wilayah kerja yang dimaksud
yaitu Provinsi Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan
Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, NTB, NTT, dan
Bali. Pemberian bantuan PROGRES-LU disalurkan oleh 157 Lembaga
Kesejahteraan Sosial (LKS) yang ada pada daerah area kerja Balai Lansia Gau
Mabaji. Jumlah bantuan senilai Rp 24.030.000.000 (Hasma, 2020).
G. Pendampingan Sosial Profesional Lanjut Usia
Pendampingan sosial lanjut usia adalah suatu proses interaksi dalam bentuk
ikatan sosial antara pendamping dengan lanjut usia untuk memberikan kemudahan
kepada lanjut usia agar dapat mengidentifikasi kebutuhan dan memecahkan
permasalahan yang dihadapinya melalui pencegahan, pemulihan dan
pengembangan meliputi aspek fisik, sosial, mental emosional, intelektual,
vokasional dan spiritual (Kemensos RI,2014). Pendamping lanjut usia memiliki
fungsi yaitu sebagai berikut:
1. Fungsi pencegahan, yaitu melakukan berbagai kegiatan untuk mencegah agar
lanjut usia tidak mengalami kesulitan atau masalah.
2. Fungsi pemulihan, yaitu melakukan berbagai kegiatan untuk memenuhi
kebutuhan, mengatasi kesulitan, dan memecahkan masalah yang dialami lanjut
usia.
3. Fungsi pengembangan, yaitu melakukan berbagai kegiatan untuk menjaga dan
atau meningkatkan kemampuan lanjut usia dalam melakukan berbagai
aktivitas sehari-hari atau menyalurkan hobi dan bakat.
Peran pendamping sangatlah penting bagi kesuksesan semua program
peningkatan kesejahteraan lanjut usia. Karena peran pendamping lanjut usia
(Caregiver) karena pendamping tidak hanya menemani, tetapi juga menggantikan
orang-orang terdekat dari lanjut usia yang menjadi tanggung jawabnya. Oleh
karena itu, pendamping lansia haruslah orang yang profesional, ulet, dan
mempunyai perhatian yang lebih untuk lansia yang dirawatnya. Umumnya lansia
sangat ingin diperhatikan jadi pendamping harus mampu menjadi pengganti posisi
anak atau keluarga orang yang dijaganya. Jika berbagai cara ini dilakukan akan
mampu meningkatkan kualitas hidup lansia yang dijaganya (Widyausuma, 2013).
Pendamping seperti halnya pekerja sosial juga didasarkan pada pengetahuan
dan keterampilan. Para pendamping ini dalam melaksanakan tugasnya juga
memiliki tahapan-tahapan yang harus dilalui. Mereka pun dituntut untuk mampu
menguasai teknik-teknik pendampingan dan juga teknik-teknik lain yang ada
kaitannya dengan penanganan lanjut usia. Peran yang dimiliki pendamping lanjut
usia sebaiknya mencerminkan prinsip-prinsip metode pekerjaan sosial, yaitu
mengutamakan lanjut usia sebagai subjek (pelaku) kegiatan pelayanan sosial
untuk mengalihkan situasi dan kondisi yang dirasakannya (Widyakusuma, 2013).
Salah satu Implementasi Program Pendampingan Lansia adalah di Panti Sosial
Tresna Werdha Karitas Cimahi. Panti Sosial Tresna Werdha Karitas berlokasi di
Jalan Ibu Sangki Gang Haji Enur Cibeber Cimahi. Pelaksanaan program
pendampingan lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Karitas digunakan untuk
menampung dan mendampingi serta lansia yang miskin dan terlantar supaya
diberikan fasilitas yang layak mulai dari kebutuhan makan, kebutuhan minum
sampai kebutuhan aktualisasi diri. Kegiatan yang dilaksanakan di PSTWK, seperti
bangun tidur, senam, jalan santai, perawatan kebersihan lansia, beribadah,
menyiapkan dan memberi makan minum lansia, bebas santai, dan istirahat
bertujuan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari lansia, sehingga lansia merasa
nyaman, aman, dan betah tinggal di panti. Berdasarkan hasil wawancara dengan
pemilik yayasan bahwa tenaga pendamping di Panti Sosial Tresna Werdha,
kemampuan mereka dalam melakukan pendampingan diperoleh secara instan atau
otodidak serta pendampingan bersifat sukarela (Ester, 2015).
H. Dukungan Teknis Lanjut Usia
Dukungan teknis lanjut usia yaitu program untuk mendukung peningkatan
kesejahteraan masyarakat lanjut usia (Kemensos,2018). Dukungan teknis dapat
berupa pemberian bantuan yang diberikan kepada lanjut usia miskin dan terlantar
berupa makanan tambahan dan alat bantu yang berguna untuk menunjang
kehidupan sehari-hari yg lebih layak. Berikut merupakan program kementerian
sosial sebagai dari bentuk dukungan teknis untuk lanjut usia:
a. Dukungan aksesibilitas
Dukungan yang diberikan kepada lanjut usia dalam bentuk pemenuhan hak
hidup yang layak dan aksesibilitas yang berupa:
Pemenuhan hak hidup yang layak lanjut usia (penambahan gizi, suplemen
daya tahan tubuh, makanan dan minuman khusus lansia, perlengkapan
tidur)
Aksesibilitas lanjut usia (bantuan untuk memudahkan lanjut usia
beraktivitas seperti: Kruk, tripot, tongkat elbow, kaca mata, kursi roda,
walker, alat bantu pendengaran).
b. Dukungan teknis (Regulasi)
Berupa penyusunan regulasi untuk mendukung dan mengatur program
kesejahteraan lanjut usia.
c. Bantuan bertujuan lanjut usia (BANTU LU)
Bantuan untuk lanjut usia miskin dalam rumah tangga miskin non keluarga,
dalam bentuk bantuan non tunai, terapi dan dukungan keluarga. Tujuan dari
bantuan ini yaitu untuk meningkatkan pemenuhan hak hidup layak lanjut usia
tidak potensial, meningkatkan tanggung jawab sosial keluarga dan masyarakat,
meningkatkan kapabilitas sosial lanjut usia tidak potensial.
d. Dukungan keluarga
Kegiatan penguatan peran keluarga/wali kepada lanjut usia potensial yang
berupa dukungan emosional, dukungan penghormatan, dukungan
instrumental, dukungan informasi, dukungan kelompok.
Salah satu contoh implementasi dukungan teknis di daerah Istimewa
Yogyakarta, yaitu pada tahun 2019 ini DIY mendapatkan bantuan sosial melalui
Program Dukungan Keluarga lanjut usia untuk 140 lanjut usia, Kota Yogyakarta
mendapatkan bantuan untuk 40 lanjut usia dan Kabupaten Sleman untuk 100
Lanjut Usia. Berdasarkan wilayah maka sebaran penerima manfaat di wilayah
Kota meliputi 8 kecamatan yaitu kecamatan Jetis, Kotagede,
Umbulharjo,Tegalrejo, Wirobrajan, Mergangsan, Keraton, Gondokusuman,
sedangkan untuk kabupaten Sleman meliputi satu kecamatan yaitu Moyudan.
Pelaksanaan dukungan keluarga lanjut usia diberikan bantuan bertujuan, berupa
uang tunai sebesar Rp 3.000.000 (tiga juta rupiah)/Lanjut usia. Bantuan ini dapat
digunakan untuk pendirian usaha baru, pengembangan usaha bagi lanjut usia yang
sudah memiliki usaha rintisan, pengembangan aktivitas lanjut usia (The SMERU
Research Institute,2020).
Program dukungan keluarga lanjut usia tahun 2019 ini melibatkan wali atau
orang yang bukan keluarga lanjut usia yaitu bisa tetangga terdekatnya atau tokoh
masyarakat setempat untuk memberikan dukungan kepada lanjut usia. Tugasnya
pendamping memberikan penguatan kepada wali, Penguatan yang diberikan wali
kepada lanjut usia potensial yaitu:
1. Dukungan emosional. Dukungan ini berupa ajakan berkomunikasi,
mendengarkan dan aktivitas yang bersifat verbal.
2. Dukungan informasi. Dukungan ini termasuk didalamnya memberikan
nasihat, saran atau umpan balik apa yang dilakukan lanjut usia.
3. Dukungan penghormatan. Dukungan dapat berupa pemberian semangat dan
menghargai pendapat lanjut usia.
4. Dukungan kelompok. Dukungan dapat berupa motivasi bagi seseorang dalam
usaha untuk mengurangi tekanan yang dirasakan.
5. Dukungan instrumental. Bentuk dukungan ini meliputi dukungan teknis
jasmani seperti pelayanan, bantuan financial dan material atau berupa bantuan
nyata, dukungan ini dapat berupa bentuk benda atau alat yang dibutuhkan
seorang lanjut usia.
Dalam program pemberian dukungan keluarga ini, diharapkan wali memiliki
kemampuan untuk memberikan dukungan kepada lansia supaya kondisi
kesejahteraan lansia secara psikologis mendapat penguatan, tidak ada tekan-
tekanan dari kondisi lingkungannya. Dalam bantuan dukungan keluarga bukanlah
sekedar uang, uang hanya stimulus. Meningkatkan kualitas kebahagian
kesejahteraan lansia tidak harus sekedar dengan uangnya saja namun adanya
dukungan dari keluarga atau lingkungannya itulah aspek utamanya. Feri Afrianto,
S.Psi. Disperindag DIY memberikan kesempatan untuk lanjut usia jika
menginginkan pelatihan, memberikan kesempatan lanjut usia untuk memberi
merek dagang agar produknya lebih paten serta memberikan No IRT (Nomor
Industri Rumah Tangga) secara gratis, info lebih lanjut bisa koordinasi langsung
dengan Disperindag DIY (The SMERU Research Institute,2020).
J. Posyandu Lansia
Posyandu Lansia merupakan posko pelayanan kesehatan yang ada di suatu
wilayah tertentu yang ditujukan bagi masyarakat lanjut usia di suatu wilayah
tertentu yang digerakkan oleh kader masyarakat setempat. Program ini juga
merupakan kebijakan dari pemerintah melalui pelibatan peran serta lansia,
keluarga, tokoh masyarakat dan organisasi sosial yang penyelenggaraannya
melalui program puskesmas untuk meningkatkan pelayanan kesehatan lansia
(Kemenkes, 2011).
Posyandu lansia memiliki tujuan antara lain dapat mendekatkan pelayanan
lansia dengan meningkatkan peran serta masyarakat sekitar, meningkatkan
jangkauan pelayanan kesehatan lansia di masyarakat, menumbukan komunikasi
yang baik antara masyarakat lanjut usia (Sunaryo, 2015).
Beikut adalah dua kelompok yang merupakan sasaran posyandu lansia
menurut Depkes RI (2006), yaitu:
1. Sasaran langsung. Sasaran yang meliputi kelompok dengan usia 45 s.d 59
tahun, lansia 60 tahun keatas, dan kelompok lansia risiko tinggi (usia lebih
dari 70 tahun).
2. Sasaran tidak langsung. Sasaran yang meliputi masyarakat di lingkungan
lansia berada, lansia yang masih memiliki keluarga, dan organisasi sosial yang
bergerak dalam pembinaan lansia.
Di berbagai wilayah yang mana semakin meningkatnya populasi lanjut usia
dan sebagai perwujudan nyata dari pelayanan sosial dan kesehatan pada lanjut
usia, pemerintah telah memformulasikan berbagai kebijakan pelayanan kesehatan
lanjut usia. Dimana pemerintah telah mencanangkan beberapa jenjang pelayanan
pada lanjut usia melalui pelayanan di tingkat masyarakat adalah posyandu lansia,
pelayanan kesehatan lansia tingkat dasar adalah puskesmas, dan pelayanan
kesehatan tingkat lanjutan adalah rumah sakit (Fallen, 2011)
Dibentuknya program posyandu lansia ini memiliki dasar hukum yang
tercantum dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2004
tentang pelaksanaan upaya peningkatan kesejahteraan sosial lanjut usia. Berkaitan
dengan posyandu lansia, Pemerintah Provinsi Jawa Timur juga menerbitkan
Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 5 Tahun 2007 tentang
kesejahteraan lanjut usia pada pasal 8 ayat 1 yang berkaitan dengan aspek
peningkatan kesejahteraan lansia dengan meliputi pelayanan pelayanan kesehatan,
keagamaan dan mental spiritual, pelayanan untuk mendapatkan kemudahan dalam
penggunaan fasilitas sarana dan prasarana umum, pelayanan kesempatan kerja,
pemberian kemudahan dan layanan bantuan hukum, pelayanan pendidikan dan
pelatihan, dan bantuan perlindungan sosial.
Implementasi Program Posyandu Lansia di Kota Malang
Posyandu lansia ini merupaka suatu program sudah dilaksanakan di berbagai
daerah khususnya yang memiliki desa aktif dalam program posyandu lansia.
Posyandu lansia umumnya dilakukan pada tingkat RW. Salah satu implementasi
program posyandu lansia yang sudah berjalan yakni pada Kota Malang. Program
tersebut dilakukan di RW 1 Kelurahan Polowijen Kecamatan Blimbing Kota
Malang.
Posyandu Lansia ini dilaksanakan sekali dalam sebulan. Beberapa kegiatan
yang dilakukan yaitu pemberian makanan tambahan, senam lansia, penyuluhan
tentang kesehatan bergabung dengan pelayanan kesehatan yang dilakukan secara
bergantian, dan pengukuran tinggi dan berat badan. Kegiatan posyandu di RW I
Kelurahan Polowijen ini diikuti sekitar 49 orang dari jumlah seluruh lansia sekitar
212 orang. Hal ini menunjukkan bahwa persentase yang datang hanya 23%
(Aininah,dkk. 2021). Disini program yang dilakukan di RW 1 Kelurahan
Polowijen ini masih terlihat rendahnya keikutsertaan lansia dalam kegiatan
posyandu sehingga pelaksanaan program posyandu lansia belum bisa maksimal.
4.2 Pembahasan
A. ATENSI
Asistensi Rehabilitasi Sosial (ATENSI) adalah pelayanan rehabilitas sosial
yang menerapkan pendekatan berbasis keluarga, komunitas, atau residensial
melalui dukungan pemenuhan kebutuhan hidup layak, dukungan keluarga,
bantuan sosial, dukungan aksesibilitas, dan lain sebagainya. Rehabilitasi sosial
disini memiliki arti sebagai upaya pemulihan dan pengembangan kemampuan
bagi para penyandang disabilitas yang mengalami disfungsi sosial sehingga
mampu melaksanakan fungsi sosialnya seperti pada umumnya (Kementerian
Sosial, 2020).
Asisten Deputi Pemberdayaan Disabilitas dan Lansia Kemenko PMK
menyampaikan ATENSI adalah salah satu program strategis dalam upaya
penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak penyandang disabilitas.
Program ini meliputi perlindungan sosial, pemberdayaan sosial, jaminan sosial,
dan rehabilitasi sosial (Ponco Respati Nugroho, 2021). PLT Asisten Deputi
Bidang Disabilitas dan Lansia Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan
Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) Ade Rustama menjelaskan,
pemerintah telah melakukan upaya untuk mewujudkan lansia dengan penuaan
yang sehat dan bahagia.
Pemerintah saat ini telah merancang pula program Asistensi Rehabilitasi
Sosial (ATENSI) untuk mempersiapkan lansia sejahtera, bermartabat, dan bahagia
sejak dini. Persiapan tersebut adalah dengan membuat program jaminan sosial
PKH dan BPNT bagi lansia, jaminan pensiun, juga jaminan kesehatan.
Selanjutnya, pemerintah akan mengaktifkan balai-balai sosial dan kesehatan yang
dapat memenuhi kebutuhan lansia," ucapnya dalam Rapat Koordinasi Kebijakan
Program ATENSI (Ade Rustama, 2021).
Perlu penguatan pada akses layanan dalam proses intervensi lansia. Termasuk
layanan fisik, mental spiritual dan kehidupan berkelanjutan. Selain itu perlu juga
diperhatikan aspek untuk mengakomodasi budaya dan kearifan lokal. Untuk
program ATENSI, perlu diikuti dengan transformasi kelembagaan, Balai, Panti,
Loka dan Layanan Kesehatan untuk memberikan layanan multifungsi menjadi
layanan pusat keluarga dan komunitas. Sehingga keberadaan balai loka dan panti
semakin mendekatkan masyarakat (Ade Rustama, 2021).
D. Home Care
Home Care memiliki tiga unsur utama yaitu pengelolaan pelayanan,
melaksanakan pelayanan, serta adanya klien (pasien). Pengelolaan pelayanan ini
merupakan unit kerja yang memiliki tanggung jawab dalam mengelola perawatan
kesehatan yang dilakukan di rumah, meliputi tenaga kesehatan, sarana dan
prasarana, serta bagaimana mekanisme dan pelayanan tersebut sesuai dengan
aturan yang telah ditetapkan (Prasetyo, 2010).
Contoh implementasi pelayanan Home Care yang diberikan kepada lanjut usia
(lansia) adalah pelayanan fisioterapi, pengobatan, kontrol, dan pemeriksaan
laboratorium. Pelayanan ini diberikan bagi lansia agar membantu mempermudah
perawatan bagi pasien tanpa harus pergi ke Rumah Sakit. Pelayanan fisioterapi
merupakan layanan yang bertujuan untuk memulihkan fungsi tubuh. Bagi lansia
adanya penurunan fungsi dalam tubuh memang sering terjadi, hal ini memiliki
pengaruh pada kekuatan otot, postur, lemak yang menumpuk di area tertentu, dan
penurunan fungsi lainnya. Hal ini menyebabkan lansia mudah kehilangan
keseimbangan sehingga dapat mengalami cedera karena kurangnya kontrol dalam
diri (Munawwarah & Nindya, 2015).
Salah satu program pelayanan Home Care Geriatri bagi lansia ini dilaksanakan
di RSU Bhakti Husada Krikilan, tujuannya untuk memberikan kesejahteraan
lansia serta memperpanjang harapan hidup. Pelayanan yang diberikan yaitu
fisioterapi yang berguna untuk membantu para lansia dalam meningkatkan fungsi
gerak dalam tubuhnya sehingga lansia tidak membutuhkan bantuan dari orang lain
ataupun alat bantu yang tersedia. Adanya layanan Home Care Geriatri di RSU
Bhakti Husada Krikilan ini mempermudah pasien lansia sehingga tidak perlu
untuk datang ke Rumah Sakit (Sodiqin, 2022).
Selain pelayanan fisioterapi, RSU Bhakti Husada Krikilan juga melayani
pengobatan, kontrol kesehatan, dan pemeriksaan laboratorium. Home Care
menjadi bagian atau lanjutan dari pelayanan kesehatan berkelanjutan yang
diberikan kepada seseorang dan keluarga di tempat tinggal atau rumah dengan
tujuan untuk meningkatkan, mempertahankan, atau memulihkan kesehatan
sehingga meminimalkan dampak penyakit. Demi pemenuhan kebutuhan pasien
lansia bagi kesehatannya, maka pelayanan Home Care mulai gencar dilakukan.
Pasien lansia di RSU Bhakti Husada Krikilan juga semakin bertambah peminatnya
seiring berjalannya waktu. (Wahyudi, 2019).
Implementasi pelayanan Home Care selanjutnya berkaitan dengan munculnya
pandemi COVID-19. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian menyatakan jika
vaksinasi bagi lansia harus segera dilakukan untuk mencegah dampak yang terjadi
terutama untuk kesehatan lansia. Maka dari itu, lahirlah program Home Care dan
Home Delivery yang bertujuan mempercepat pemberian vaksinasi dengan target
10.000 lansia (Librianty, 2021).
Sejak COVID-19 hadir di Indonesia, pemerintah secara khusus harus
memperhatikan kondisi dari para lansia yang rentan terserang virus COVID-19
ini. Contoh implementasinya dilakukan tim satgas COVID-19 di Desa Bendo,
Boyolali, pihak tersebut berinisiatif untuk merealisasikan layanan Home Care bagi
penduduk lansia yang rentan terserang virus. Kepala Desa setempat mengatakan
bahwa ada 170 lansia yang dikunjungi untuk melakukan vaksinasi. Tenaga
kesehatan yang bertugas dalam pelayanan Home Care ini adalah bidan Desa
Bendo, ia mengatakan bahwa pelayanan ini diberikan kepada penduduk lansia
yang mayoritasnya mengalami permasalahan kesehatan. Tim satgas yang bertugas
akan melakukan pemberian vaksinasi ini secara maksimal demi kesehatan para
lansia di Desa Bendo (Prass, 2021).
E. Family Support
Mutu hidup di hari tua yang harapan hidup, kepuasan dalam hidup, kesehatan
psikologis dan mental, fungsi kognitif, kesehatan fisik, pemasukan dan keadaan
hidup, serta dukungan dan jaringan sosial merupakan sesuatu yang kompleks.
Untuk menaikkan mutu hidup lansia, bisa didapat dari dukungan keluarga dengan
memberikan motivasi dan kenyamanan. Adanya dampak positif yang dirasakan
dari dukungan keluarga untuk mutu hidup lansia, karena anggota keluarga
merupakan hubungan yang tidak terpisahkan (Kadarwati, Soemanto, & Murti,
2017). Keluarga dapat menjadi support system terbaik untuk lansia agar tetap
terjaga kesehatannya. Dukungan keluarga dapat membuat sikap, cara, atau model
hidup seseorang, yang kemudian berpengaruh terhadap tingkat kesehatan dan
mutu hidupnya. Keluarga memiliki fungsi dukungan informasional, penilaian,
instrumental, hingga emosional (Zahara & Anastasya, 2020).
Lansia membutuhkan keluarganya untuk menerimanya dalam keadaan apapun
sebagai pendukungnya. Namun terkadang, beberapa lansia mengaku mendapatkan
perhatian dan rasa peduli yang tidak cukup dari keluarga sehingga mengakibatkan
lansia menganggap bahwa hidupnya sudah tidak berharga lagi. Hal tersebut sering
terjadi pada keluarga yang disibukkan dengan berbagai masalah hidup seperti
kemiskinan, atau keluarga yang enggan untuk menanggung keadaan yang
menyulitkan seperti lansia yang rentan sakit. Kurangnya dukungan rasa peduli
dari keluarga dapat mengakibatkan lansia menganggap bahwa dirinya hanyalah
beban, terlebih saat lansia sakit, adapun keluarga lansia yang tidak memberikan
perhatian secara maksimal (Zahara & Anastasya, 2020). Pemaparan teori diatas
diimplementasikan dengan adanya program yang ditujukan pada lansia, yaitu
Family support. Family support memberikan bantuan pada keluarga kurang
mampu yang menanggung kebutuhan seorang lansia. Selain itu, Family Support
juga berupa perawatan dan pengasuhan; pengajaran rohaniah, jasmani, sosial dan
konseling psikososial; layanan aksesibilitas; dukungan sosial; pengajaran
resosialisasi; rujukan. (InteL Resos, n.d.).
F. Progres LU
Rehabilitasi merupakan kegiatan dalam menolong seseorang untuk dapat
menjalankan kehidupan sosialnya seperti semula. Kegiatan ini merupakan
pemberian layanan serta pendampingan dalam membuat rencana hidup yang baru
pada individua, golongan, atau kelompok tertentu supaya bisa bersosialisasi lagi
dengan masyarakat luas (Astutik, 2014). Salah satu golongan masyarakat yang
membutuhkan rehabilitasi adalah golongan lansia. Sesuai yang telah dijelaskan
bahwa rehabilitasi dapat mengembalikan kehidupan seseorang seperti sedia kala,
hal tersebut cocok dengan lansia yang lemah dalam hal kesehatan, psikologis,
sosial, dan ekonomi. Indonesia merupakan negara dengan mayoritas lansia yang
berpendidikan rendah, banyak lansia yang masih bekerja di sektor informal
dengan status ekonomi rata-rata bawah. Maka dari itu, dibutuhkan strategi serta
pelayanan berkelanjutan berdasarkan keperluan lansia. Untuk menjawab teori
yang telah dipaparkan tersebut, pemerintah saat ini telah memiliki Program
Rehabilitasi Sosial Lanjut Usia (Progres LU). Melalui Direktorat Jenderal
Rehabilitasi Sosial Kementerian Sosial Republik Indonesia, program ini adalah
usaha yang dirancang untuk menolong lansia mengembalikan dan meningkatkan
fungsi sosialnya (Madanih, 2021).
Kegiatan-kegiatan yang ada dalam program ini adalah berupa rehabilitasi
sosial bagi lanjut usia, kegiatannya meliputi Perawatan Sosial; Terapi berupa
terapi jasmani, penghidupan, rohani dan psikososial; Family Support, yaitu
kegiatan pengembangan diri di berbagai bidang yang disuka sesuai
kemampuannya; serta Bantuan Bertujuan Lanjut Usia (Bantu Lansia), bantuan ini
diberikan secara langsung kepada lansia untuk memenuhi kebutuhan hidup yang
layak (InteL Resos, n.d.).
4.3 Rekomendasi
Jepang merupakan negara yang dikenal memiliki penduduk tertua di dunia. Pada
tahun 2019, persentase penduduk berusia 65 tahun keatas di negara ini mencapai
angka hampir 28,4% dari jumlah populasi yang diperkirakan akan terjadi peningkatan
hingga mencapai persentase 40% pada tahun 2040-2050 (Cabinet Office, 2020).
Seiring dengan bertambahnya populasi lansia di Jepang, maka kebutuhan akan medis
dan kesejahteraan juga perlu ditingkatkan. Oleh sebab itu, pemerintah Jepang
membentuk suatu program yakni Long-term Care Insurance (LTCI) System pada
tahun 2000 (Yamada & Arai, 2020).
LTCI adalah program wajib yang menyediakan manfaat untuk perawatan lansia
jangka panjang. Program ini berlaku secara publik. Dalam program ini, penduduk
berusia 40 tahun ke atas berkontribusi dengan membayar premi yang disesuaikan
dengan jumlah pendapatan. Penduduk yang memenuhi syarat untuk mengakses
program ini dibagi menjadi dua kategori: Kategori 1 (penduduk berusia 65 tahun ke
atas) dan Kategori 2 (penduduk berusia 45-64 tahun yang dilindungi oleh skema
asuransi kesehatan lainnya). Kategori 1 dikatakan memenuhi syarat apabila mereka
menerima Sertifikasi untuk Kebutuhan Perawatan Jangka Panjang atau Sertifikasi
untuk Kebutuhan Dukungan. Kemudian untuk kategori 2, dikatakan memenuhi syarat
untuk mendapatkan layanan setelah mereka menerima Sertifikasi untuk Kebutuhan
Perawatan Jangka Panjang atau Sertifikasi untuk Kebutuhan Pendukung karena
penyakit terkait penuaan (penyakit tertentu) (Japan Health Policy NOW, 2022).
Penduduk yang memenuhi syarat dinilai berdasarkan satu kuesioner dengan 74
indikator yang berhubungan dengan aktivitas sehari-hari, keputusan yang diperoleh
dari dewan pengurus persetujuan perawatan jangka panjang (berdasarkan keputusan
awal yang dihasilkan dari data di komputer), laporan kunjungan rumah, dan pendapat
dari dokter. Ada tujuh tingkat perawatan jangka panjang yang memerlukan sertifikat:
kebutuhan dukungan pada tingkat 1 dan 2 serta kebutuhan perawatan tingkat 1
(kecacatan yang paling tidak parah) hingga tingkat 5 (kecacatan paling parah)
(Yamada & Arai, 2020).
Pemberian layanan LTCI diberikan kepada penduduk yang bersertifikasi
dukungan atau perawatan sesuai dengan kebutuhan perawatan dan penilaian
sertifikasi mereka. Manfaat asuransi ini meliputi sebagai berikut (Yamada & Arai,
2020).
1. In-home services (misalnya, kunjungan rumah/layanan harian dan
layanan/perawatan jangka pendek).
2. Layanan menggunakan fasilitas, termasuk:
a. Fasilitas kesejahteraan perawatan jangka panjang atau panti jompo khusus;
b. Fasilitas perawatan kesehatan jangka panjang atau fasilitas pelayanan kesehatan
geriatri;
c. Fasilitas perawatan medis jangka panjang atau sanatorium perawatan medis jangka
panjang
Semua layanan tersebut didapatkan tanpa tunjangan tunai atau tunjangan langsung
lainnya bagi pengasuh keluarga. Penduduk lansia dapat memilih dan menggunakan
fasilitas yang disediakan sesuai dengan perawatan yang dibutuhkan. Oleh karena itu,
manajer perawatan secara aktif terlibat dalam rencana perawatan dan pengaturan
layanan. Bagi penduduk yang tidak memenuhi syarat asuransi ini, mereka dapat
memanfaatkan layanan perawatan pencegahan (Yamada & Arai, 2020).
Gambar 4.6 Penerapan Program Long-term Care Insurance
Sumber: diolah penulis
Melalui program LTCI, kehidupan lanjut usia di Indonesia menjadi lebih terjamin,
termasuk kesejahteraan di hari tua. Hal tersebut dikarenakan lanjut usia dapat memilih
dan menggunakan fasilitas yang disediakan sesuai dengan kebutuhan perawatan
mereka. Selain itu, program ini juga memiliki tiga prinsip penting, yakni (JHPN,
2020): 1) dukungan kemandirian, dengan maksud tidak hanya memberi perawatan
jangka panjang yang diperlukan tetapi juga mendukung kemandirian lanjut usia; 2)
berorientasi pengguna, yakni memberikan akses kepada pengguna yang terintegrasi ke
pelayanan kesehatan dan kesejahteraan dari berbagai entitas yang didasarkan atas
keleluasaan individu; 3) sistem asuransi sosial, yakni menggunakan skema asuransi
sosial dengan hubungan yang jelas antara manfaat dan beban.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa:
1. Secara empiris, kondisi peningkatan kesejahteraan penduduk lanjut usia di
Indonesia masih dihadapkan dengan berbagai macam permasalahan, yakni: 1)
rendahnya rata-rata penghasilan lansia bekerja, terutama saat memasuki pandemi
COVID-19; 2) rendahnya rata-rata penghasilan berdampak pada menurunnya
kualitas pangan; 3) dalam kurun waktu 7 tahun terakhir, angka kesakitan lansia
berada pada titik terendah pada tahun 2021, yakni dengan persentase 22,48%; 4)
Pandemi COVID-19 menyebabkan penurunan kondisi kesehatan fisik lansia; 5)
Pandemi COVID-19 menyebabkan para lansia mengalami kesulitan dalam
mengakses fasilitas kesehatan; 6) Selama pandemi COVID-19, para lansia
seringkali kehabisan obat dengan alasan utama yakni kekurangan dana untuk
membeli obat.
2. Upaya Pemerintah Indonesia dalam meningkatkan kesejahteraan lansia adalah
dengan melakukan penerapan program ATENSI, SERASI, ASLUT, Home Care,
Family Support, Progres LU, Pendampingan Sosial Profesional Lanjut Usia,
Dukungan Teknis Lanjut Usia, Bansos Lanjut Usia, dan Posyandu Lanjut Usia.
3. Peneliti merekomendasikan program pembiayaan Long-term Care Insurance
sebagai model rekomendasi program pengentasan masalah kesejahteraan lanjut
usia yang dapat diterapkan di Indonesia.
5.2 Saran
1. Akses penduduk lanjut usia terhadap layanan yang meliputi layanan fisik, mental
spiritual dan kehidupan perlu dipermudah sehingga tercipta pemerataan pelayanan
terhadap penduduk lanjut usia.
2. Beberapa perubahan kelembagaan program diperlukan agar program-program
tersebut dapat memberikan pelayanan yang multifungsi.
3. Percepatan vaksinasi COVID-19 untuk para lansia harus segera dilakukan. Hal
tersebut dilakukan karena para lansia merupakan orang yang rentan akan
terinfeksi virus COVID-19.
4. Untuk membentuk pendamping yang profesional maka perlu adanya arahan
pembelajaran untuk para pendamping agar dapat meningkatkan kualitasnya dalam
mendampingi para lanjut usia.