Anda di halaman 1dari 168

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Daerah Otonom adalah kesatuan masyarakat hukum yang
mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut aspirasi
masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Unsur-
unsur dalam daerah otonom meliputi unsur batas wilayah, unsur
pemerintahan dan unsur masyarakat. Masing-masing unsur memiliki
perannya sendiri dalam penegakan hukum di daerah.1
Otonomi daerah dapat mengurangi disintegrasi bangsa dan menjadi
cara memelihara negara kesatuan. Menurut Bagir Manan otonomi adalah
satu garda terdepan dalam menjaga negara kesatuan. Otonomi menjadi
penjaga negara kesatuan yang memikul beban dan pertanggungjawaban
pelaksanaan tata pemerintahan yang demokratis berdasarkan hukum untuk
mewujudkan pemerataan kemakmuran, kesejahteraan dan keadilan
disegala bidang.2 Otonomi biasa diartikan kemandirian dalam mengatur
dan mengurus rumah tangga pemerintahan sendiri. Sejarah telah mencatat
bahwa, otonomi yang pernah dilaksanakan di Indonesia yaitu dengan
sentralisasi dan otoritarian. Sistem tersebut menyebabkan kemandirian
daerah menjadi terkekang. Sehingga daerah tidak dapat menjalankan
perannya secara optimal dalam memberikan pelayanan terhadap
masyarakat. Sentralisasi merupakan keseragaman antara seluruh daerah
tanpa memperhatikan kearifan lokal dari daerah masing-masing dan
pengendalian berada ditangan pusat.
Kesejahteraan sosial adalah suatu sistem bangsa tentang manfaat
dan jasa untuk membantu masyarakat supaya memperoleh kebutuhan
sosial, ekonomi, pendidikan, kesehatan yang penting bagi kelangsungan
hidup masyarakat. Seseorang yang mempunyai kekurangan kemampuan
memungkinkannya memiliki kesejahteraan yang rendah dibandingkan
1
Siswanto Sunarno, 2008, Hukum Pemerintahan Daerah di Indonesia, Jakarta:
Sinar Grafika, hlm. 6-7.
2
Bagir Manan, 2001, Menyongsong Fajar Otonomi Daerah, Yogyakarta: Pusat
Studi Hukum (PSH) Fakultas Hukum UII, hlm. Vii.

1
lainnya, kurangnya kemampuan bisa berarti kurang mampu untuk
mencapai fungsi tertentu sehingga kurang sejahtera. Terdapat beragam
pengertian mengenai kesejahteraan, karena lebih bersifat subjektif dimana
setiap orang memiliki pedoman, tujuan dan cara hidupnya yang berbeda-
beda sehingga memberikan nilai dan cara pandang yang berbeda tentang
kesejahteraan dan faktor-faktor yang menentukan tingkat kesejahteraan.3
Kesejahteraan masyarakat disetiap daerah bisa terwujud jika
pertumbuhan ekonomi terus mengalami peningkatan dengan
menciptakan lapangan kerja sehingga mampu menyerap tenaga kerja
yang lebih banyak dan meningkatkan upah yang layak. Apabila Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) di suatu daerah masih rendah, berarti
pemerintah masih belum maksimal dalam meningkatkan pencapaian
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan ada permasalahan pada
pelaksanaan pembangunan ekonomi yang perlu ditangani lebih lanjut.
Kesejahteraan memiliki beberapa kriteria atau ukuran, antara lain:
Pertama, Umur Panjang dan Hidup Sehat melalui peningkatan
kualitas kesehatan yang semakin merata karena kesehatan merupakan
faktor untuk bisa mendapatkan pendapatan dan pendidikan. Oleh karena
itu, faktor kesehatan yaitu angka harapan hidup harus ditempatkan
sebagai hal yang utama dilakukan oleh pemerintah. Upaya yang dapat
dilakukan oleh pemerintah yaitu menambahkan jenis pelayanan
kesehatan yang sangat diperlukan dan masyarakat yang membutuhkan
layanan kesehatan tidak dibatasi oleh biaya, jarak dan waktu. Masyarakat
seharusnya bisa mengakses layanan kesehatan yang murah dan
berkualitas. Jika masih banyak keluhan masyarakat tentang layanan
kesehatan, artinya suatu Negara masih belum mampu mencapai taraf
kesejahteraan yang diinginkan oleh rakyatnya.
Kedua, pengetahuan yang mudah untuk dijangkau maksudnya
yaitu ada jarak dan nilai yang harus dibayar oleh masyarakat. Pendidikan
yang murah dan mudah dapat dengan mudah diakses oleh setiap orang.

3
Roni Lukum, 2012, Peran Pemda Dalam Melaksanakan Program Pembangunan
Manusia dan Implikasinya Terhadap Ketahanan Wilayah (Studi di Kabupaten Bone
Bolango Provinsi Gorontalo), Jurnal Legalitas, ejurnal.ung.ac.id.

2
Kualitas sumberdaya manusianya semakin meningkat serta kesempatan
untuk mendapatkan pekerjaan yang layak semakin terbuka. Semua orang
diharuskan untuk memperoleh pendidikan setinggi-tingginya. Pendidikan
yang diperlukan bisa bersifat formal atau non formal. Jalur pendidikan
tersebut memiliki kesempatan dan perlakuan yang sama dari pemerintah
dalam memberikan layanan pendidikan kepada masyarakat. Rata-rata
lama sekolah juga menjadi ukuran sudah sejauh mana masyarakat
mampu untuk meraih pendidikan. Sehingga, angka harapan lama sekolah
dan rata-rata lama sekolah menjadi semakin tinggi, karena
masyarakatnya mampu menjangkau pendidikan dengan biaya murah.
Ketiga, Standar Hidup Layak melalui proporsi pengeluaran untuk
pangan karena kesejahteraan merupakan pencerminan dari kualitas hidup
manusia (quality of human life), yaitu suatu keadaan ketika terpenuhinya
kebutuhan dasar serta terealisasikannya nilai-nilai hidup. Istilah
kesehatan sosial keluarga dan kesejahteraan sosial keluarga bagi keluarga
yang dapat melahirkan individu dengan pertumbuhan dan perkembangan
yang baik.4
Teori Jeremy Bentham yang menyatakan bahwa pemerintah
memiliki tanggung jawab untuk menjamin kebahagiaan sebesar-besarnya
atau the greatest happiness (welfare) of the greatest number of their
citizens.5 Pemerintah menjadi mekanisme utama untuk membantu
meningkatkan kesejahteraan warganya antara lain melalui berbagai
kebijakan di bidang ekonomi dan sosial. Sedangkan menurut teori Otto
van Bismarck (1850), bahwa negara bertanggungjawab untuk menjamin
standar hidup minimum setiap warganegaranya, 6 dan teori Spicker (1995)
yang menyatakan bahwa model ideal pembangunan yang difokuskan pada
peningkatan kesejahteraan masyarakat adalah dengan memberi peran yang

4
Rini Sulistiawati, 2012, Pengaruh Upah Minimum Terhadap Penyerapan
Tenaga Kerja dan Kesejahteraan Masyarakat di Provinsi di Indonesia, Jurnal EKSOS,
ISSN 1693 – 9093 Volume 8, Nomor 3, Oktober 2012.
5
Steven Pressman, 2002, Lima Puluh Pemikir Ekonomi Dunia, Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada.
6
Siswono Yudo Husodo, 2009, Menuju Welfare State, Jakarta: Baris Baru.

3
lebih penting kepada negara dalam memberikan pelayanan sosial secara
universal dan komprehensif kepada warga negaranya. 7
Pembangunan merupakan suatu tujuan untuk mensejahterakan
masyarakatnya, arah pembangunan perlu diarahkan agar setiap tujuan yang
diharapkan bisa tercapai. Setiap pembangunan perlu adanya
kesinambungan sesuai dengan prioritas dan kebutuhan di masing-masing
daerah dengan pembangunan jangka pendek. Pembangunan Manusia
menjadi salah satu indikator bagi kemajuan suatu negara. Negara di
katakan maju, tidak hanya dihitung dari pendapatan domestik bruto, tetapi
juga berdasarkan aspek harapan hidup serta pendidikan masyarakatnya.
Adanya peningkatan kemampuan, kreatifitas dan produktifitas manusia
bisa menjadi agen pertumbuhan dan pembangunan yang efektif.
Cara yang digunakan untuk mengukur pencapaian pembangunan
manusia di suatu daerah harus bisa memberikan gambaran tentang dampak
dari pembangunan manusia untuk penduduk sekaligus memberikan
gambaran tentang persentase pencapaian secara ideal. Pelaksanaan
otonomi daerah dan desentralisasi fiskal di Indonesia dimulai sejak adanya
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan
Undang-undang Nomor 25 tahun 1999 tentang tentang Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, Undang-Undang Nomor
33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat
dan Pemerintahan Daerah, yang mengatur bahwa pemerintah daerah
memiliki peran yang semakin besar dalam pembangunan di daerah.
Kemudian telah diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2014 tentang Pemerintahan Daerah. Pemerintah daerah lebih mengetahui
permasalahan dan kebutuhan di daerah dibandingkan dengan pemerintah
pusat, pemberian kewenangan secara luas terhadap pemerintah daerah
dalam menyelenggarakan pemerintahannya, diharapkan dapat memenuhi
tujuan pembangunan ekonomi yaitu kesejahteraan masyarakat lokal dapat
cepat tercapai.

7
Suharto, 2008, Islam Negara Kesejahteraan, Artikel._www.policy.hu/Suharto,
diakses pada tanggal 30 Januari 2020, pukul 10.00 WIB.

4
Adanya perhatian khusus terhadap desentralisasi sering dikaitkan
dengan kesadaran pembangunan merupakan proses yang kompleks dan
penuh ketidakpastian yang tidak dapat dengan mudah dikendalikan dan
direncanakan dari pusat. Sehingga, otonomi daerah dan desentralisasi
fiskal memberikan ruang gerak yang luas kepada pemerintah daerah untuk
mendesain rancangan kebijakan yang tepat. Indeks Pembangunan Manusia
adalah ukuran kesejahteraan yang telah ditetapkan oleh Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB) sebagai pendamping indikator pendapatan
perkapita.8
Keberhasilan pembangunan daerah meliputi beberapa indikator,
salah satunya adalah peningkatan Human Development Indeks (HDI) atau
Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Pengajuan konsep Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) yang pertama diajukan oleh United Nations
Development Programe (UNDP) pada awal tahun 1990. IPM merupakan
indeks yang mencakup tiga bidang pembangunan manusia yaitu indikator
kesehatan, tingkat pendidikan, dan indikator ekonomi. Secara fisik kualitas
IPM terlihat dari angka harapan hidup dan kualitas non fisik terlihat dari
lamanya rata-rata penduduk bersekolah, serta mempertimbangkan
kemampuan ekonomi yaitu pengeluaran riil per kapita. Pembangunan yang
efektif meliputi beberapa faktor penting pembangunan manusia dibidang
pendidikan dan kesehatan. Dua faktor penting tersebut merupakan
kebutuhan dasar manusia yang perlu dimiliki oleh setiap orang agar dapat
meningkatkan potensinya. Peningkatan kapabilitas dasar yang dimiliki
oleh suatu bangsa menyebabkan semakin tingginya peluang untuk
meningkatkan potensi bangsa tersebut.
Pemerintah daerah memiliki peran penting untuk meningkatkan
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) guna mengukur capaian
pembangunan manusia berbasis komponen dasar kualitas hidup.
Kesejahteraan masyarakat di suatu daerah harus bisa dijamin oleh
pemerintah daerah. Pembangunan Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

8
Todaro dan Smith, 2003, Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga, Jakarta:
Erlangga.

5
menggunakan tiga pendekatan dimensi dasar untuk mengukur kualitas
hidup masyarakatnya. Dimensi yang digunakan antara lain, Umur Panjang
dan Hidup Sehat, Pengetahuan, dan Standar Hidup Layak.9
Pembangunan manusia diartikan sebagai bentuk proses perluasan
pilihan yang lebih banyak kepada penduduk melalui upaya-upaya
pemberdayaan yang mengutamakan peningkatan kemampuan dasar
manusia agar dapat sepenuhnya berpartisipasi di segala bidang
pembangunan dengan adanya United Nation Development Programme
(UNDP). Manusia menjadi arti penting dalam pembangunan yaitu manusia
dipandang sebagai subyek pembangunan yang memiliki tujuan untuk
kepentingan manusia atau masyarakat. Standar pembangunan manusia
yang menjadi kesepakatan untuk untuk hidup sehat, mendapatkan
penghasilan yang layak, mendapat rumah yang memadai, dan hidup
sebagai satu bangsa dengan damai dan aman.
Ada 4 (empat) hal yang penting untuk mencapai tujuan
pembangunan manusia yang harus diperhatikan yaitu produktivitas,
pemerataan, kesinambungan dan pemberdayaan yang berisi pijakan-
pijakan yang dijelaskan secara singkat sebagai berikut :10
1. Produktivitas
Kemampuan masyarakat dalam meningkatkan produktifitas dan
berperan penuh dalam proses penciptaan pendapatan dan memenuhi
kebutuhan hidup sehingga pembangunan ekonomi bisa digolongkan
dalam bagian pembangunan manusia;
2. Pemerataan
Penduduk memiliki kesempatan dan akses terhadap seluruh sumber
daya ekonomi dan sosial. Sehingga kegiatan yang dapat meminimalisir
kesempatan untuk mendapatkan akses tersebut harus diperhatikan,
sehingga mereka dapat memperoleh manfaat dan kesempatan yang ada

9
https://www.bps.go.id/subject/26/indeks-pembangunan-manusia.html, diakses
pada tanggal 27 Oktober 2020, Pukul. 10.00 WIB.
10
Endang Yektiningsih, 2018, Analisis Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
Kabupaten Pacitan Tahun 2018, Vol 18 Nomor 2, Desember 2018, P-ISSN: 14121816,
E-ISSN:2614-4549.

6
dan ikut berperan dalam kegiatan produktif yang dapat meningkatkan
kualitas hidup;
3. Kesinambungan
Akses terhadap sumber daya ekonomi dan sosial harus dipastikan tidak
hanya untuk generasi sekarang tapi juga disiapkan untuk generasi yang
akan datang. Segala bentuk sumber daya baik fisik, manusia maupun
lingkungan harus senantiasa diperbarui;
4. Pemberdayaan
Penduduk dalam hal keputusan dan proses yang akan menentukan arah
kehidupan mereka, penduduk harus turut berpartisiasi dan berperan
penuh. Begitu pula dalam hal mengambil manfaat dari proses
pembangunan penduduk juga harus dilibatkan.
Pembangunan Sumber Daya Manusia meliputi peningkatan
kapasitas dasar penduduk yang memperbesar kesempatan untuk bisa ikut
berpartisipasi dalam proses pembangunan. Menurut Todaro, kapasitas
dasar merupakan tiga nilai pokok keberhasilan pembangunan adalah
kecukupan (sustenance), jati diri (selfsteem), serta kebebasan (freedom).11
Kecukupan dalam hal ini merupakan kemampuan untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan dasar yang meliputi pangan, sandang, papan,
kesehatan,dan keamanan.
Banyak faktor yang mempengaruhi pengertian dari ketiga dimensi
tersebut untuk mengukur masing-masing dimensi. Pengukuran dimensi
pengetahuan menggunakan gabungan indikator angka harapan lama
sekolah dan rata-rata lama sekolah. Pada pengukuran dimensi hidup layak
menggunakan indikator kemampuan daya beli masyarakat terhadap
sejumlah kebutuhan pokok dengan melihat dari rata-rata besarnya
pengeluaran per kapita sebagai pendekatan pendapatan yang bisa mewakili
pencapaian pembangunan untuk hidup layak. Berikut adalah Komponen
Indeks Pembangunan Manusia, sebagai berikut:
a. Umur Panjang dan Hidup Sehat

11
Todaro, Michael P, 2003, Pembangunan Ekonomi Dunia Ketiga, Alih Bahasa
:Burhanudin Abdullah dan Harris Munandar, Jakarta: Erlangga.

7
Angka Harapan Hidup (AHH) pada saat lahir merupakan rata-rata
perkiraan banyak tahun;
b. Pengetahuan
Rata-rata lama sekolah menggambarkan jumlah tahun yang digunakan
oleh penduduk usia 15 tahun keatas dalam menjalani pendidikan
formal. Sedangkan Harapan Lama Sekolah untuk anak usia 7 tahun
keatas yang masuk jenjang pendidikan formal.
c. Standar Hidup Layak
Pengeluaran Riil per Kapita yang disesuaikan dengan United Natoins
Development Programe (UNDP) untuk mengukur standar hidup layak
menggunakan Produk Nasional Bruto (PNB) per kapita yang telah
disesuaikan, sedangkan Badan Pusat Statistika (BPS) dalam
menghitung standar hidup layak menggunakan rata-rata pengeluaran
per kapita riil yang disesuaikan dengan formula Atkinson. Menurut
Meier dan Rauch pendidikan merupakan modal manusia, sehingga
dapat memberikan kontribusi bagi pembangunan. Karena pendidikan
pada dasarnya adalah bentuk tabungan yang menyebabkan akumulasi
modal manusia dan pertumbuhan output agregat jika modal manusia
merupakan input dalam fungsi produksi agregat.12
Kabupaten Brebes ikut berperan dalam meningkatkan Indeks
Pembangunan Manusia dengan program Badan Pusat Statistika (BPS)
yaitu Umur Panjang dan Hidup Sehat, Pengetahuan dan Standar Hidup
Layak. Setiap tahun Kabupaten Brebes telah melaksanakan pembangunan
dan berhasil meningkatkannya, seperti pada tahun 2016 sampai dengan
tahun 2020 mengalami peningkatan di bidang pendidikan dan kesehatan.
Akan tetapi, peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di
Kabupaten Brebes masih belum signifikan. Angka Harapan Hidup Saat
Lahir hanya naik 0,2 persen, Harapan Lama Sekolah naik 0,1 persen, Rata-
rata Lama Sekolah naik 0,1 persen, dan Rata-rata Pengeluaran Per Kapita

12
Human Development Report, 1995, diakses pada tanggal 22 Oktober 2020,
Pukul 15.00 WIB. Lihat pada Aloysius Gunadi Brata, 2002, Pembangunan Manusia Dan
Kinerja Ekonomi Regional Di Indonesia, Jurnal Ekonomi Pembangunan, JEP Vol 7,
Nomor 2, 2002.

8
naik 0,3 persen. Berdasarkan data Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
Provinsi Jawa Tengah, Peringkat Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
Kabupaten Brebes pada tahun 2019 menempati urutan 35 dari 35
Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah. Hal tersebut merupakan suatu
penurunan peringkat jika dibandingkan dengan tahun 2018 yaitu ada
diurutan ke- 34 Kabupaten/ Kota di Jawa Tengah. Kenaikan Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) sebesar 0,44 belum cukup untuk
mempertahankan peringkat pada tahun 2018, karena Kabupaten Pemalang
pada tahun 2018 mendapatkan peringkat di bawah Kabupaten Brebes yang
mengalami peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) sebesar 0,66
sehingga melampaui Kabupaten Brebes dengan nilai Indeks Pembangunan
Manusia (IPM) sebesar 66,32. Pendidikan menjadi indikator rendahnya
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di daerah Brebes. Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Brebes pada tahun 2019
menempati posisi paling akhir, yaitu 35 dari 35 kabupaten/kota di Jawa
Tengah. Salah satu contoh kendala yang dihadapi pada dimensi dasar
pengetahuan yaitu sejumlah 2.440 ruang kelas SD dan SMP di Kabupaten
Brebes mengalami kerusakan. Kemudian pemerintah pusat melalui Dana
Alokasi Khusus (DAK) melakukan mengalokasikan anggaran untuk biaya
perbaikan ruang kelas SD dan SMP di Kabupaten Brebes.13
Berdasarkan uraian diatas, penulis telah melaksanakan penelitian
dalam rangka penulisan tesis dengan judul: IMPLEMENTASI
KEBIJAKAN OTONOMI DAERAH DALAM MENINGKATKAN
INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (Studi Di Kabupaten Brebes).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian tersebut, maka peneliti merumuskan masalah
dalam penelitian tentang Implementasi Kebijakan Otonomi Daerah Dalam
Meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (Studi Di Kabupaten
Brebes) sebagai berikut:

13
https://brebeskab.bps.go.id/indicator/26/90/1/ipm-kabupaten-brebes.html.
Diakses pada tanggal 20 Oktober 2020. Pukul 20.00 WIB.

9
1. Bagaimana Implementasi Kebijakan Otonomi Daerah dalam
Meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia di Kabupaten Brebes
2. Bagaimana kendala/ hambatan yang dihadapi oleh pemerintah daerah
Kabupaten Brebes dalam Meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia
Di Kabupaten Brebes
C. Originalitas Penelitian
Penulis menemukan penelitian terdahulu yang memiliki korelasi dengan
beberapa tema penelitian yang mirip dengan topik penelitian ini, antara lain :
1. Judul Tesis : Peneliti: Rumusan Masalah: Kesimpulan:
Analisis Muhammad a. Bagaimana Berdasarkan analisis
Pelaksanaan Mustajaba Habibi, Deskripsi Faktor diketahui bahwa
Desentralisasi Magister Ilmu yang pelaksanaan
Dalam Otonomi Hukum mempengaruhi desentralisasi dalam
Daerah Universitas pelaksanaan otonomi daerah
Kota/Kabupaten Negeri Malang desentralisasi Kota/Kabupaten di
Tahun : 2015 dalam otonomi Indonesia, dapat ditarik
daerah? kesimpulan sebagai
b. Bagaimana berikut:
pemberian 1) Pelaksanaan
rekomendasi desentralisasi dala
terhadap otonomi daerah dapat
pelaksanaan dilihat dari dua aspek
desentralisasi outcomes kebijakan.
dalam otonomi 2) Kedua aspek tersebut
daerah? memiliki ukuran atau
indikator yang berbeda
dalam penilaian
keberhasilan output
kebijakan.
2. Pengaruh Belanja Peneliti : Rumusan Masalah : Kesimpulan :
Pemerintah Daerah Hadi Sasana, a. Bagaimana a. Realisasi belanja
dan Pendapatan Magister pengaruh daerah
Perkapita Terhadap Ekonomi pengeluaran Kabupaten/Kota di
Indeks Universitas pemerintah ? Provinsi Jawa
Pembangunan Diponegoro b. pendapatan Tengah berpengaruh
Manusia (Studi Semarang perkapita pada positif dan signifikan
Kasus di Tahun : 2012 indeks dan terhadap Indeks

10
Kabupaten/Kota pembangunan Pembangunan
Provinsi Jawa manusia di Manusia (IPM) di
Tengah) Kabupaten/Kota Kabupaten/Kota
tingkat provinsi Provinsi Jawa
Jawa Tengah ? Tengah.
b. Pendapatan perkapita
masyarakat di daerah
Kabupaten/Kota
Provinsi Jawa
Tengah tidak
berpengaruh terhadap
Indeks Pembangunan
Manusia (IPM) di
Kabupaten/Kota
Provinsi Jawa
Tengah.
3. Peran Pemerintah Peneliti: Rumusan Masalah: Kesimpulan :
Daerah dalam Trikanti a. Bagaimana a. Dari segi prosentase
Meningkatkan Sulistyaningsih, konsistensi anggaran dari tahun
Indeks UNSOED, Tahun anggaran dan 2014 sampai dengan
Pembangunan 2017 belanja daerah 2016 untuk bidang
Manusia Sektor dengan realisasi pendidikan di
Pendidikan di pembangunan Kabupaten Purbalingga
Kabupaten sektor pendidikan sudah melebihi 20 %
Purbalingga di Kabupaten dari total belanja
Purbalingga daerah.
Tahun 2014- b. Dinas Pendidikan
2016? Kabupaten Purbalingga
b. Bagaimana peran telah memiliki dan
Pemerintah menyelenggarakan
Daerah Kabupaten benerapa program untuk
Purbalingga dalam mengembangkan
meningkatkan kurikulum dan proses
IPM sektor pembelajaran yang
pendidikan Tahun efektif sesuai dengan
2016? Peraturan Daerah
Kabupaten
1. Purbalingga
Nomor 9 Tahun 2015

11
tentang Percepatan
Penanggulangan
Kemiskinan.

Penelitian ini memiliki fokus untuk mengkaji dan menganalisis mengenai


Implementasi Kebijakan Otonomi Daerah dalam Meningkatkan Indeks
Pembangunan Manusia di Kabupaten Brebes Perbedaan tesis ini dengan
penelitian sebelumnya yaitu mengambil 3 (tiga) indikator peningkatan IPM
yaitu Umur Panjang dan Hidup Sehat, Pengetahuan, dan Standar Hidup Layak
untuk menilai daerah tersebut sejahtera berdasarkan United Nation
Development Programme (UNDP) dalam skala internasional dan Badan Pusat
Statistika (BPS) dalam skala nasional yaitu Indonesia. Ketiga dimensi dasar
tersebut menjadi tolok ukur dalam menilai peran pemerintah daerah
Kabupaten Brebes dalam meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM).
Serta membahas kendala/ hambatan yang dihadapi oleh pemerintah daerah
Kabupaten Brebes dalam Meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia.
Sementara penelitian terdahulu hanya fokus membahas satu dimensi yaitu
pengetahuan mengenai Indeks Pembangunan Manusia pada sektor pendidikan
di Kabupaten Purbalingga.
D. Tujuan Penelitian
Berkaitan dengan permasalahan yang telah dirumuskan, maka
penelitian ini mempunyai tujuan yaitu:
1. Untuk mengkaji dan menganalisis Implementasi Kebijakan Otonomi
Daerah dalam Meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia di
Kabupaten Brebes.
2. Untuk mengkaji dan menganalisis kendala/ hambatan yang dihadapi
oleh pemerintah daerah Kabupaten Brebes dalam Meningkatkan
Indeks Pembangunan Manusia di Kabupaten Brebes.
E. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk
perkembangan ilmu hukum dan khususnya bidang hukum tata negara.
1. Manfaat Teoritis
a. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan dapat
memberikan manfaat teoritis berupa sumbangan pemikiran akademis

12
dalam perkembangan ilmu hukum di bidang hukum tata negara
terkait Implementasi Kebijakan Otonomi Daerah dalam
Meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia di Kabupaten Brebes.
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai sumber
informasi ilmiah ataupun referensi di bidang hukum untuk akademisi
dan masyarakat sehingga dapat dijadikan bahan acuan penelitian
sejenis di masa yang akan datang.
2. Manfaat Praktis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi positif
untuk pemerintah daerah Kabupaten Brebes sebagai evaluasi
peningkatan Indeks Pembangunan Manusia.
b. Menjadi bahan pertimbangan untuk pemerintah Kabupaten Brebes
dalam mengatasi kendala/ hambatan yang dihadapi oleh pemerintah
daerah dalam peningkatan Indeks Pembangunan Manusia di
Kabupaten Brebes.
F. Alur Pikir Penelitian
Kerangka teori adalah gabungan teori-teori yang digunakan dalam
membangun analisis untuk menjawab rumusan masalah. Teori menjadi
sarana untuk merangkum serta memahami masalah yang kita bicarakan
secara lebih baik. Teori memberikan penjelasan dengan cara
mengorganisasikan dan mensistematisasikan masalah yang dibicarakan.14
Teori yang dijadikan dasar dalam penelitian ini yaitu Teori Negara Hukum
yang merupakan Grand Theory, Teori Otonomi Daerah yang merupakan
Middle Theory, dan Teori Kesejahteraan Sosial serta Teori Indeks
Pembangunan Manusia yang merupakan Applied Theory.
1. Negara Kesejahteraan
Teori Negara Kesejahteraan digunakan dalam penelitian ini karena
Indeks Pembangunan Manusia berkaitan dengan umur panjang dan
sehat, pengetahuan, dan kehidupan yang layak sesuai dengan Pasal 27
Ayat (2), Pasal 28A, Pasal 28B, Pasal 28C, Pasal 28H, Pasal 31, Pasal

14
Satjipto Raharjo, 2000, Ilmu Hukum, Bandung : Alumni, hlm. 253.

13
33 dan Pasal 34. Negara Republik Indonesia merupakan Negara
Kesejahteraan (welfare state). Menurut Pierson, kata kesejahteraan
(welfare) membahas tiga subklasifikasi, yaitu:15
a. Social welfare, yang mengacu kepada penerimaan kolektif
kesejahteraan;
b. Economic welfare, yang mengacu kepada jaminan keamanan
melalui pasar atau ekonomi formal;
c. State welfare, yang mengacu kepada jaminan pelayanan
kesejahteraan sosial melalui agen dari negara. Negara
Kesejahteraan (welfare state) secara singkat didefinisikan sebagai
suatu negara dimana pemerintahan negara dianggap bertanggung
jawab dalam menjamin standar kesejahteraan hidup minimum bagi
setiap warga negaranya.
Jeremy Bentham (1748-1832) memperkenalkan gagasan bahwa
pemerintah memiliki tanggung jawab untuk menjamin the greatest
happiness (welfare) of the greatest number of their citizens.
Penggunaan istilah „utility‟ (kegunaan) untuk menjelaskan konsep
kebahagiaan atau kesejahteraan. Prinsip utilitarianisme yang
dikembangkannya menjelaskan bahwa sesuatu yang dapat
16
menimbulkan kebahagiaan ekstra adalah sesuatu yang baik.
2. Otonomi Daerah
Teori Otonomi Daerah digunakan dalam penelitian ini karena
daerah sudah diberikan kewenangan oleh pemerintah pusat untuk
mengelola wilayahnya dan berhak untuk mengeluarkan beberapa
keputusan yang memberikan keuntungan berupa kesejahteraan
masyarakat agar mengurangi jumlah penduduk yang kekurangan
dalam hal umur panjang dan sehat, pengetahuan, dan kehidupan yang
layak. Serta melakukan koordinasi dengan pemerintah pusat untuk
melakukan pengawasan secara berkala dan evaluasi terkait hasil dari

15
Christoper Pierson, 2007, Welfare State: The New Political Economy of
Welfare, Pennsylvania: The Pennsylvania State University Press.
16
Oman Sukmana, 2016, Konsep dan Desain Negara Kesejahteraan (Welfare
State), Jurnal Sospol, Vol 2 No.1 Juli-Desember 2016.

14
usaha pemerintah daerah dalam meningkatkan Indeks Pembangunan
Manusia di wilayahnya.
Pemerintah daerah masuk dalam salah satu sistem pemerintah
Negara Republik Indonesia sehingga seluruh cita-cita yang ada
didalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 adalah cita-cita dan tujuan yang harus di capai
oleh pemerintah daerah. Prinsip dasar yang digunakan oleh
penyelenggara pemerintah meliputi asas sentralisasi, dekonsentrasi,
dan desentralisasi. Prinsip tersebut merupakan hubungan konsep yang
saling berhubungan terhadap pengambilan keputusan dalam organisasi
negara. Azas pemerintah daerah sebagai dasar pelaksanaan
pemerintahan daerah meliputi azas desentralisasi, dekonsentrasi,
otonomi daerah dan tugas pembantuan.17
Ruang lingkup Pemerintah Daerah diatur dalam Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2014, yaitu:
a. Daerah provinsi dan daerah provinsi tersebut dibagi atas daerah
kabupaten dan kota;
b. Daerah kabupaten/kota dibagi atas kecamatan dibagi atas kelurahan
dan/atau desa.
3. Kesejahteraan Sosial
Teori kesejahteraan sosial digunakan dalam penelitian ini karena
tolok ukur dari keberhasilan suatu pemerintahan adalah tercapainya
masyarakat yang sejahtera dari segi umur panjang dan sehat,
pengetahuan, dan kehidupan yang layak melalui program-program
pemerintah daerah dengan maksud untuk memberikan solusi dari
permasalahan-permasalahan yang ada ditengah masyarakat. Kehidupan
dasar dan pemenuhan hidup masyarakat menjadi tujuan utama. Oleh
karena itu peningkatan pada Indeks Pembangunan Manusia diperlukan
untuk mengukur capaian yang sudah berhasil dilakukan melalui
program-program yang sudah dilaksanakan oleh pemerintah daerah.

17
Muhammad Fauzan, 2006, Hukum Pemerintahan Daerah (Kajian Tentang
Hubungan Keuangan antara Pusat dan Daerah), Yogyakarta: UII Press, hlm.20.

15
Kesejahteraan menjadi ukuran dalam suatu masyarakat bahwa
mereka ada pada kondisi yang sejahtera. Ukuran dari kesejahteraan
meliputi kesehatan, kondisi ekonomi, kebahagiaan dan kualitas hidup
rakyat.18 Menurut Midgley, definisi dari kesejahteraan sosial sebagai
“a condition or state of human well-being”. Hal tersebut terjadi jika
kehidupan manusia aman dan bahagia karena kebutuhan dasar akan
gizi, kesehatan, pendidikan, tempat tinggal dan pendapatan dapat
terpenuhi.19

Negara Hukum

Otonomi Daerah

Kesejahteraan Sosial

IPM

Umur Panjang Pengetahuan Standar Hidup


dan Hidup Sehat Layak

Pada penelitian ini, Negara perlu menerapkan hukum modern


karena tugas dan fungsi Negara tidak hanya sebatas keamanan tetapi juga
mensejahterakan masyarakatnya. Otonomi Daerah juga turut berperan
dalam mensejahterakan masyarakat di daerah. Setiap daerah memiliki
kewenangan untuk melaksanakan pemerintahannya termasuk mengelola
keuangan dan sumber daya alam maupun sumberdaya manusia dengan
tetap memperhatikan pemerintah pusat. Tujuan dari adanya negara hukum
dan otonomi daerah adalah sepenuhnya untuk kemakmuran masyarakat
sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

18
Astriana Widyastuti, 2012, Analisis Hubungan Antara Produktivitas
Pekerja dan Tingkat Pendidikan Pekerja Terhadap Kesejahteraan Keluarga di
Jawa Tengah Tahun 2009, Economic Development Analysis Journal, ISSN
2252-6560.
19
Midgley, James, Martin B. Tracydan Michelle Livermore (ed). 2000, The
Hanbook of Social Policy. London : Page, xi.

16
Tahun 1945 Pasal 34 ayat (1) yang menyatakan, bahwa pemerintah pusat
maupun pemerintah daerah membina, memberdayakan, dan menangani
fakir miskin dan anak yang terlantar berupa pemenuhan kebutuhan dasar
secara material, spiritual, dan sosial sebagai wujud penyelesaian masalah
kemiskinan yang sering terjadi seperti kelaparan, kurangan pendidikan,
tidak atau belum memiliki tempat tinggal, memberikan bantuan sosial,
jaminan sosial dalam bentuk pendidikan maupun kesehatan dan berbagai
permasalahan lainnya.
Seluruh permasalahan tersebut dapat diukur dengan adanya Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistika
(BPS) masing-masing wilayah di seluruh Indonesia. Unsur penilaian
dalam Indeks Pembangunan Manusia ada 3 (tiga) yaitu Umur Panjang dan
Hidup Sehat, Pengetahuan dan Standar Hidup Layak. Unsur-unsur tersebut
saling berkaitan dan berpengaruh terhadap capaian setiap tahunnya.
Apabila ada satu komponen mengalami penurunan maka akan
berpengaruh pada hasil akhir.

17
BAB II
TELAAH PUSTAKA
A. Negara Hukum
Negara Hukum dalam Pasal 1 Ayat (2) Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah negara hukum modern
(moderne rechtsstaat) yang berarti bahwa negara memiliki tugas dan
fungsinya melaksanakan kedaulatan rakyat dalam pemerintahannya dan
berkewajiban untuk menciptakan kemakmuran serta kesejahteraan. Hal
tersebut bertujuan untuk melayani seluruh kepentingan rakyat Indonesia.
Pemerintah berperan sebagai lembaga eksekutif (pelaksana Undang-
Undang) dan menjadi organ pemerintahan dalam pengertian administrasi
negara. Pemerintahan administratif merupakan pelaksana konkrit dari
pelayanan pada masyarakat, dan berkewajiban untuk menciptakan
kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat dengan terlibat dalam
pergaulan sosial ekonomi kemasyarakatan.20
Negara hukum apabila diartikan secara terminologis yang
tercantum dalam ketentuan Pasal 1 ayat (3) Perubahan Ketiga Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tidak secara khusus
mengarah pada suatu sumber dari rumusan didalam pernyataan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Meskipun terdapat
perberbedaan istilah antara “negara berdasar atas hukum” dalam
pernyataan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945, akan tetapi istilah “negara hukum” mengarah pada konsep
Rechtsstaat yang berkembang pada tradisi hukum Eropa Kontinental.
Sehingga, Negara hukum dalam ketentuan Pasal 1 ayat (3) Perubahan
Ketiga Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
juga mengarah pada konsep Rechtsstaat, dan bukan merujuk pada konsep
Rule of Law. Kedua konsep Negara hukum tersebut bukan merupakan
konsep yang arbitrer, tetapi berkaitan dengan tradisi hukum tertentu yang
20
Abdul Rauf Alauddin Said, 2015, Pembagian Kewenangan Pemerintah Pusat,
Pemerintah Daerah Dalam Otonomi Seluas-luasnya menurut UUD 1945, Fiat Justisia
Jurnal Ilmu Hukum, Volume 9 No. 4, Oktober-Desember 2015.

18
memiliki sejarah dan sosial-budaya masyarakat tertentu antara hukum
Eropa Kontinental dengan Indonesia.
Secara umum, hukum dalam tradisi Barat diartikan sebagai sesuatu
yang lurus, tegas, sebagaimana tercermin dari makna literal dari kata recht
(Belanda, Jerman) yang semakna dengan right (Inggris) dan Droit
(Prancis) yang berarti “lurus, kanan (kebalikan dari kiri), baik, benar”. 21
Tradisi Barat membedakan antara istilah “hukum” dan “aturan/undang-
undang”. Beberapa bahasa Eropa, menggunakan istilah recht (Belanda,
Jerman), law (Inggris), droit (Prancis), derecho (Spanyol) untuk
mengartikan “hukum”. Sedangkan penggunaan istilah “Undang-Undang”
menggunakan istilah wet (Belanda), gesetz (Jerman)¸ loi (Prancis), ley
(Spanyol), act (Inggris). Maksud dari pembedaan tersebut sangat
menentukan makna negara hukum dalam arti sempit dan luas. Secara
sempit pengertian negara hukum yaitu pengertian Undang-Undang sebagai
aturan tertulis yang dibuat oleh badan legislatif. Sedangkan pengertian
secara sempit melahirkan makna negara hukum sebagai Negara Undang-
Undang, Wetsstaat, Gesetsstaat, Etat de Loi yang bertujuan untuk
memperoleh ketertiban dan kepastian hukum. Makna dari negara hukum
secara luas mengacu pada dimensi hukum yang bersifat etis, sehingga
melahirkan pemaknaan negara hukum sebagai Rechtsstaat, Etat de Droit,
atau Rule of Law. Pemaknaan negara hukum dalam arti luas tidak hanya
bertujuan untuk mencapai kepastian hukum, tetapi juga untuk memperoleh
keadilan dan kemaslahatan.22
Tujuan teori negara hukum menurut Kant yaitu agar negara dapat
menegakkan hak, dan kebebasan warganya karena rakyat tidak boleh
ditundukkan pada Undang-Undang yang tidak mendapatkan persetujuan
dari masyarakat. Pemerintah dan rakyat sama-sama menjadi subyek
hukum. Kehidupan dari suatu masyarakat dalam negara bukan didasarkan
atas kemurahan hati pemerintah, tetapi berdasar pada hak-hak kekuatan

21
Aidul Fitriciada Azhari, 2012, Negara Hukum Indonesia: Dekolonisasi dan
Rekonstruksi Tradisi, Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM NO. 4 VOL. 19 OKTOBER
2012: 489 – 505.
22
Ibid, hlm. 492.

19
masyarakat itu sendiri. Berikut ini adalah macam-macam negara hukum,
yaitu:
1. Negara Hukum Klasik
Negara hukum menurut Montesqiueu ini dikenal sebagai negara
hukum klasik (klassicke rechtsstaat). Maksudnya adalah tugas dan fungsi
negara hanya terbatas pada mempertahankan keamanan. Administrasi
negara hanya sebatas membuat dan mempertahankan hukum yaitu
menjaga keamanan yang terbatas pada keamanan senjata. Menurut
Muchsan, ciri dari negara tersebut adalah tidak ikut terlibat dalam
kehidupan sosial masyarakatnya dari sisi ekonomi, sosial, dan budaya.
Cara untuk menjaga kemerdekaan individu dengaan semboyan biarkanlah
berbuat biarkanlah lewat (laissez faire laissez passer), membatasi agar
negara tidak campur tangan di dalamnya. 23
Negara hukum klasik pada awalnya memiliki keterbatasan
kewenangan. Kewenangannya terbatas pada tugas dan fungsi negara
sebagai penjaga keamanan dan ketertiban di dalam masyarakat. Sehingga
ketertiban dan keamanan akan dengan sendirinya membawa masyarakat
kepada jalan menuju kemakmuran dan kesejahteraan. Tidak adanya
instrumen hukum pemerintahan dalam membuat undang-undang, dan
kewajiban menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan. Konsekuensi
logis keterbatasan tugas dan fungsi negara dalam konsep negara hukum
klasik menjadikan negara hukum modern berbeda.24
Negara Hukum Formil atau negara hukum klasik berkaitan dengan
hukum yang bersifat formil dan sempit, yaitu dalam arti peraturan
perundang- undangan tertulis. Tugas pokok negara yang menganut
ideologi ini, yaitu menjamin dan melindungi status ekonomis dari
kelompok yang menguasai alat-alat pemerintahan yang dalam sistem klas
dikenal dengan rulling elite, yang merupakan klas penguasa atau golongan

23
Efi Yulistyowati, Endah Pujiastuti, Tri Mulyani, 2016, Penerapan Konsep Trias
Politica Dalam Sistem Pemerintahan RepublikIndonesia: Studi Komparatif Atas Undang–
Undang Dasar Tahun 1945 Sebelum Dan Sesudah Amandemen, Jurnal Dinamika Sosial
Budaya, Volume 18, Nomor 2, Desember 2016.
24
Herman, 2019, Estuurszorgn Pemerintah dalam Negara Hukum Indonesia,
Jurnal ESENSI HUKUM, Vol. 1 No. 1 Bulan Desember Tahun 2019, hlm. 1-11.

20
eksekutif. Paham negara hukum formil dapat menimbulkan berbagai
akibat buruk untuk kalangan selain the rulling class atau klas bawah antara
lain kelas bawah tidak mendapat perhatian serius oleh alat-alat
pemerintahan, lapangan pekerjaan alat-alat pemerintahannya sangat sempit
dan terjadi pemisahan antara negara dan masyarakatnya. 25
2. Negara Hukum Modern
Negara kesejahteraan (welfare state) menjadikan pemerintah
sebagai pihak yang bertanggung jawab pada kesejahteraan rakyat. Welfare
state adalah bentuk konkret dari peralihan prinsip staatsonthouding, yang
membatasi peran negara dan pemerintah untuk mencampuri kehidupan
ekonomi dan sosial masyarakat, menjadi staatsbemoeienis yang
menghendaki negara dan pemerintah terlibat aktif dalam kehidupan
ekonomi dan sosial masyarakat, yang merupakan langkah untuk
mewujudkan kesejahteraan umum, selain hanya menjaga ketertiban dan
keamanan (rust en orde).26
Negara Kesejahteraan dikemukakan oleh Jeremy Bentham pada
abad ke-18, bahwa pemerintah memiliki tanggung jawab untuk menjamin
the greatest happiness (atau welfare) of the greatest number of their
citizens.27 Jeremy Bentham menggunakan istilah „utility‟ atau kegunaan
untuk menjelaskan konsep kebahagiaan atau kesejahteraan. Jeremy
Bentham berpendapat bahwa sesuatu yang dapat menimbulkan
kebahagiaan ekstra merupakan sesuatu yang baik, sedangkan sesuatu yang
menimbulkan sakit adalah suatu keburukan.
Penerapan Konsep Ideologi Negara Kesejahteraan bertujuan untuk
menganulir kesenjangan sosial ekonomi atau bersifat meminimalisir,
peningkatan kecerdasan bangsa, perolehan pekerjaan yang layak, jaminan
adanya penghasilan yang wajar, jaminan terpeliharanya anak yatim dan
piatu, jaminan terpeliharanya para janda, dan orang lanjut usia, pelayanan
25
Elviandri, Khuzdaifah Dimyati, dan Absori, 2019, Quo Vadis Negara
Kesejahteraan: Meneguhkan Ideologi Welfare State Negara Hukum Kesejahteraan
Indonesia, Mimbar Hukum Volume 31, Nomor 2, Juni 2019, hlm. 252-266.
26
Ridwan HR, 2003, Hukum Administrasi Negara, Yogyakarta : UII Press, hlm.
14-15.
27
Oman Sukmana, 2016, Konsep dan Desain Negara Kesejahteraan (Welfare
State), Jurnal Sospol, Volume 2, Nomor 1, Juli-Desember 2016, hlm 103-122.

21
kesehatan yang memuaskan, dan terhindarnya rakyat dari kelaparan, serta
berbagai bentuk tanggung jawab sosial lainnya. Ideologi negara
kesejahteraan (welfare state) merupakan landasan kedudukan dan fungsi
pemerintah (bestuurfunctie) oleh negara-negara modern. Konsep negara
kesejahteraan muncul berdasarkan pemikiran untuk melakukan
pengawasan yang ketat terhadap penyelenggaraan kekuasaan negara,
khususnya eksekutif pada masa monarki absolut yang telah terbukti
banyak melakukan penyalahgunaan kekuasaan.28
Menurut Esping-Anderson terdapat empat prinsip umum Negara
Kesejahteraan, yaitu:29
a) Pengakuan terhadap hak-hak sosial yang melekat pada tiap-tiap warga
negara (social citizenship);
b) Demokrasi yang menyeluruh (full democracy);
c) Relasi sistem sosial-ekonomi berbasis industri modern;
d) Hak untuk mendapatkan pendidikan dengan perluasan sistem
pendidikan modern secara massif.
Peran yang dimiliki oleh welfare state merupakan suatu sistem
yang dapat memberikan peran lebih besar pada pemerintahan dalam
membangun kesejahteraan sosial yang terencana, melembaga,
berkesinambungan serta menjamin warga negaranya agar mendapatkan
standar hidup yang layak. Welfare state atau yang dikenal dengan negara
kesejahteraan merupakan bentuk pemerintahan yang melindungi dan
mempromosikan kesejahteraan ekonomi dan sosial masyarakatnya, sesuai
dengan prinsip kesempatan yang sama, distribusi kekayaan yang adil dan
merata, serta tanggung jawab publik pada masyarakat yang tidak bisa
memanfaatkan diri mereka sendiri dari ketentuan minimal untuk
kehidupan yang baik. Seorang sosiolog bernama T. H. Marshall

28
W. Riawan Tjandra, 2008, Hukum Administrasi Negara, Yogyakarta :
Universitas Atma Jaya, hlm. 23.
29
Tim Peneliti PSIK, 2008, Negara Kesejahteraan dan Globalisasi:
Pengembangan Kebijkan dan Perbandingan Pengalaman. Jakarta: PSIK Universitas
Paramadina.

22
memberikan gambaran tentang negara kesejahteraan modern yang manjadi
suatu kombinasi khusus dari demokrasi, kesejahteraan, dan kapitalisme.30
Konsep welfare state bertentangan dengan konsep negara penjaga
malam atau nachtwakerstaat karena pemerintah hanya mempertahankan
ketertiban sosial ataupun ekonomi yang berlandaskan pada laissez faire
yaitu membiarkan suatu perbuatan. Sehingga ada pemisahan antara negara
dan warga negaranya dalam konsep negara penjaga malam. Sedangkan
konsep welfare state yaitu menghilangkan batasan-batasan atau pemisahan
antara negara dan warga negaranya. Pada konsep welfare state,
administrasi negara berkewajiban untuk ikut berperan aktif dalam seluruh
bidang kehidupan masyarakat. Agar tercipta negara kesejahteraan atau
welfare state dengan melakukan kerjasama masyarakat di masing-masing
negara.
Negara Kesejahteraan atau welfare state dapat juga disebut sebagai
negara hukum modern yang bertujuan untuk mencapai keadilan sosial
(social gerechtigheid) bagi seluruh rakyat. Konsep dari negara hukum
modern memposisikan eksistensi dan peranan negara pada posisi yang
kuat dan besar. Negara kesejahteraan (welfare state) atau negara
memberikan pelayanan pada masyarakat (social service state) ataupun
negara melakukan tugas servis publik.
Indonesia termasuk salah satu negara di dunia yang mengupayakan
pelaksanaan kesejahteraan umum seperti yang tercantum dalam alinea
keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 adalah negara yang menganut paham kesejahteraan. Hal itu
tercermin dari Tujuan Negara yaitu:
“Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa serta mewujudkan keadilan sosial”.
Adanya pemikiran dari para pendiri negara, khususnya Bung Hatta,
yang melatarbelakangi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

30
Adinda Margaretha, 2019, Konsep Welfare State Dalam Sistem Hukum
Administrasi Negara, Universitas Sriwijaya,
https://www.researchgate.net/publication/336879197.

23
Tahun 1945 mengarah pada bentuk model dari negara kesejahteraan
dengan tujuan yang akan dicapainya yaitu:
1) Mengontrol dan mendayagunakan sumber daya sosial ekonomi untuk
kepentingan publik;
2) Menjamin distribusi kekayaan pada masyarakat secara adil dan merata;
3) Mengurangi tingkat kemiskinan;
4) Menyediakan asuransi sosial di bidang pendidikan dan kesehatan untuk
masyarakat miskin;
5) Menyediakan subsidi untuk layanan sosial dasar bagi masyarakat yang
mengalami kerugian (disadvantage People);
6) Memberikan perlindungan sosial untuk setiap warga negara.31
Pengentasan kemiskinan merupakan program dari welfare state
yang bersifat universal dan komprehensif. Contohnya seperti di Jerman
yang memiliki lembaga asuransi sosial di bawah Bismarck. Menurut
seorang sosiolog Inggris yang bernama TH Marshall, bahwa negara
kesejahteraan modern adalah kombinasi khas antara demokrasi,
kesejahteraan, dan kapitalisme, karena kewarganegaraan harus mencakup
akses sosial, politik dan hak-hak sipil. Negara yang menerapkannya yaitu
Jerman, seluruh negara Nordik, Belanda, Prancis, Uruguay, Selandia Baru,
dan Inggris pada tahun 1930. Sehingga negara kesejahteraan hanya
berlaku untuk beberapa negara yang menerapkan hak-hak sosial, hak-hak
sipil dan politik.
Menurut Mac Iver, negara tidak hanya dipandang sebagai alat
kekuasaan (instrument of power), tetapi juga dipandang sebagai alat
pelayanan (an agency of services). Welfare state disebut juga negara
hukum modern atau negara hukum material, yang memiliki ciri-ciri antara
lain:32

Marilang, 2012, “Nilai Keadilan Sosial Dalam Pertambangan”, Disertasi, di


31

dalam Marilang, Ideologi Welfare State Konstitusi: Hak Menguasai Negara Atas Barang
Tambang, Jurnal Konstitusi, Volume 9, Nomor 2, Juni 2012, hlm. 267.
32
Marojohan S. Panjaitan, 2012, Pengembangan Sistem Ekonomi Kerakyatan
Dalam Perspektif Negara Hukum Kesejahteraan Berdasarkan Uud 1945, Jurnal Wawasan
Hukum, Vol. 26 No. 01 Februari 2012.

24
a) Mengutamakan terjaminnya hak-hak asasi sosial ekonomi rakyat;
b) Pertimbangan efisiensi dan manajemen lebih diutama-kan daripada
pembagian kekuasaan yang berorientasi politis, sehingga peran
eksekutif lebih besar daripada peran legislatif;
c) Hak milik tidak bersifat mutlak;
d) Negara tidak hanya menjaga ketertiban dan keamanan, tetapi juga ikut
serta dalam usaha-usaha sosial dan ekonomi;
e) Kaidah-kaidah hukum administrasi semakin banyak mengatur sosial
ekonomi dan membebankan kewajiban tertentu kepada warga negara;
f) Peran hukum publik cenderung mendesak hukum privat, sebagai
konsekuensi semakin luasnya peran negara;
g) Lebih bersifat negara hukum material yang mengutamakan keadilan
sosial yang material.
Perkembangan hukum administrasi negara modern diawali dan
didasari dengan adanya pemisahan fungsi kekuasaan di antara tiga
kelembagaan negara yang memiliki fungsi membuat Undang-Undang
(legislatif), lembaga negara yang memiliki fungsi pelaksanaan terhadap
Undang-Undang (eksekutif), dan lembaga negara yang memiliki fungsi
melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan Undang-Undang (yudikatif).
Tugas lembaga negara yang melaksanakan Undang-Undang tidak hanya
melaksanakan fungsi Undang-Undang. Akan tetapi juga
mengembangkannya menjadi lembaga negara yang mampu untuk
membuat Undang-Undang. Negara hukum modern berkaitan dengan
konsep demokrasi yang mensyaratkan setiap tindakan pemerintah harus
berdasarkan pada hukum (asas legalitas, asas rechtmatigheid van bestuur).
Karena lembaga administrasi negara dalam negara hukum modern
berdasarkan pada asas-asas umum pemerintahan yang baik.
B. Otonomi Daerah
1) Pengertian Otonomi Daerah
Kekuasaan dan kewenangan menjadi suatu implementasi dan amanat
dari Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang
ada dalam hasil amandemen atau sebelum amandemen, keterkaitan dengan

25
penelitian ini adalah Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Otonomi Daerah, yang berisi teori dan asas yang mirip dengan prinsip
kekuasaan dan kewenangan seperti asas desentralisasi, dekonsentrasi dan
tugas pembantuan, kekuasaan tersebut sama dengan kedaulatan yang
melekat pada subyek hukum tidak dapat dibagi-bagi dan dilimpahkan serta
diberikan sesuai dengan kewenangan dan kehendaknya. 33
Otonomi daerah diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2014, yaitu:
“Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan
pemerintahan oleh pemerintah daerah dan dewan perwakilan rakyat
daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip
otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan
Republik Indonesia sebagaimanan dimaksud dalam Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”.
Pada Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 Pasal 1 Ayat (1), bahwa “Negara Indonesia adalah negara kesatuan
yang berbentuk Republik”. Negara kesatuan (bersusun tunggal) yaitu
susunan negaranya hanya terdiri dari satu negara yang tidak mengenal
konsep negara bagian dalam penyelenggaraan pemerintahan bernegara.
Negara kesatuan, hanya memiliki satu pemerintahan yaitu Pemerintah
Pusat yang mempunyai kekuasaan yang kewenangannya tertinggi dalam
bidang pemerintahan negara, menetapkan kebijakan pemerintah dan
melaksanakan pemerintahan negara baik di pusat maupun di daerah-
daerah.34 Sehingga konsep otonomi daerah lebih tepat dalam pelaksanaan
Pemerintahan Negara Kesatuan, tetapi perlu adanya keringanan terhadap
tugas-tugas pemerintahan pusat yang dapat mendorong pertumbuhan
kesejahteraan masyarakat atau peningkatan kerjasama pembangunan antar
daerah di Negara Kesatuan Republik Indonesia, sesuai dengan kondisi
geografis, potensi wilayah dan sumber daya manusia yang berbeda-beda.

33
Ahmad Surkati, 2012, Otonomi Daerah sebagai Instrumen Pertumbuhan
Kesejahteraan dan Peningkatan Kerjasama Antar Daerah, MIMBAR, Vol. XXVIII, No. 1
(Juni, 2012): 39-46.
34
Soehino, 2000, Ilmu Negara, Yogyakarta: Liberty.

26
Serta daerah diberikan wewenang untuk melaksanakan seluruh fungsi
pemerintahan, kecuali kewenangan absolut dari pemerintah pusat seperti
pertahanan, politik luar negeri, yustisi, keamanan, moneter, fiskal nasional
dan agama. Arti dari Negara Kesatuan menurut Moh. Kusnadi dan Bintan
R. Siragih yaitu jika kekuasaan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
tidak sama dan tidak sederajat serta kewenangan pembentukan berada
pada kewenangan legislatif pusat. Kekuasaan di daerah bersifat Derevatif
atau tidak langsung dan dalam bentuk otonom yang luas. 35
Otonomi substansinya pada kewenangan mengatur urusan rumah
tangganya sendiri, sedangkan daerah otonom yaitu kesatuan masyarakat
hukum yang mempunyai batas wilayah. Menurut Moh. Kusnadi dan
Bintan R. Saragih, istilah otonomi secara etimologi berasal dari bahasa
Yunani, yaitu Auto (sendiri) dan Nomos (peraturan) atau Undang-
Undang.36 Sedangkan menurut Muslim, otonomi yaitu sebagai
pemerintahan sendiri.37 Menurut Fernandez, otonomi yaitu pemberian hak,
wewenang dan kewajiban kepada daerah yang memungkinkan untuk
mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri agar dapat
meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan
dalam rangka pelayanannya terhadap masyarakat dan pelaksanaan
pembangunan.
Wewenang menjadi substansi daerah otonom yang diselenggarakan
secara konseptual oleh pemerintah daerah, menurut Joeniarto dalam negara
kesatuan seluruh urusan negara sepenuhnya menjadi kewenangan
pemerintah pusat, apabila negara yang bersangkutan menggunakan asas
desentralisasi di daerah yang dibentuk pemerintahan lokal dengan hak
untuk mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri, maka dapat
diserahkan urusan tertentu untuk diurus sebagai urusan rumah tangganya
sendiri.38 Presiden sebagai Kepala Pemerintahan Pusat, sesuai dengan

35
Ibid., hlm. 177-178.
36
Dharma Setyawan Salam, 2004, Otonomi Daerah Dalam Perspektif
Lingkungan, Nilai dan Sumber Daya, Cetakan Dua, Bandung: Djambatan.
37
Ibid., hlm. 88.
38
Titik Tri Wulantutik, 2006, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara, Cetakan Satu,
Jakarta: Prestasi Pustaka, hlm. 1.

27
kekuasaan dan kewenangan dalam Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, asas yang dianut dalam penyelenggaraan
pemerintahan, yaitu:
a. Asas Desentralisasi menurut Pasal 1 Angka (8) Undang-Undang Nomor
23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, bahwa desentralisasi
adalah:
“Penyerahan urusan pemerintah oleh pemerintah pusat kepada
daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia
berdasarkan asas otonomi.”
Menurut Hanif Nurcholis,39 maksud dari asas desentralisasi adalah
bentuk pelimpahan dari kekuasaan pemerintah kepada daerah-daerah
otonom di lingkungannya, sehingga mengacu pada prinsip dasar yang ada
dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah sesuai dengan otonomi
daerah. Selain itu, ada pula 5 (lima) alasan yang dikemukakan oleh Joseph
Riwu Kaho tentang pelaksanaan desentralisasi pada pemerintahan daerah,
yaitu:40
1. Berdasarkan sisi politik pemerintah berperan sebagai permainan
kekuasaan (game theory) dengan maksud untuk mencegah penumpukan
kekuasaan pada salah satu pihak yang dapat menyebabkan tirani dalam
sistem pemerintahan di daerah tersebut.
2. Penyelenggaraan desentralisasi merupakan tindakan pendemokrasian
sebagai upaya untuk menarik rakyat agar ikut serta dalam pemerintahan
dan melatih setiap individu dalam mempergunakan hak-hak demokrasi
yang dimilikinya.
3. Berdasarkan teknik organisasi pemerintahan, pemberlakuan
desentalisasi bertujuan untuk mencapai pemerintahan yang efisien.
4. Secara kultural atau kebudayaan, desentralisasi diberlakukan agar
seluruh perhatian diberikan khususnya di daerah yang memiliki

39
Hanif Nurcholis, 2005, Teori dan Praktek Pemerintahan dan Otonomi
Daerah, Jakarta: Grasindo, hlm. 3.
40
Bambang Yudhoyono, 2003, Otonomi Daerah, Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan, hlm. 21.

28
kekhususan tertentu seperti keadaan penduduk, geografi, ekonomi,
ataupun latar belakang sejarah yang dimiliki oleh daerah tersebut.
5. Jika melihat kepentingan pembangunan ekonomi, pemberlakuan
desentralisasi disebabkan karena pemerintah daerah lebih banyak
membantu pembangunan tersebut secara langsung dengan alokasi
APBD yang dimiliki.
b. Asas Dekonsentrasi menurut Pasal 1 angka (9) Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, yaitu:
“Dekonsentrasi adalah Pelimpahan sebagian urusan pemerintahan
yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat pada gubernur sebagai
wakil dari pemerintah pusat pada instansi vertikal di wilayah tertentu,
dan/atau kepada Gubernur dan Bupati/Walikota sebagai penanggung
jawab urusan pemerintahan umum.”
Menurut Bayu Surianingrat, ciri-ciri dari dekonsentrasi yaitu:41
1. Bentuk pemencaran adalah pelimpahan;
2. Pemencaran terjadi pada pejabat sendiri (perorangan);
3. Sesuatu yang dipencarkan bukanlah urusan pemerintahan tetapi
kewenangan untuk melakasanakan sesuatu; dan
4. Sesuatu yang dilimpahkan tidak menjadi urusan rumah tangganya
sendiri.
c. Tugas Pembantuan menurut Pasal 1 angka (11) Undang-Undang Nomor
23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, yaitu:
“Tugas pembantuan yaitu penugasan dari Pemerintah Pusat pada
daerah otonom untuk melaksanakan sebagian urusan pemerintahan
yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat atau Pemerintah
Daerah Provinsi kepada daerah kabupaten/kota untuk
melaksanakan sebagian urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan daerah provinsi.”
Tujuan dari asas tugas pembantuan dalam pembangunan suatu
daerah memiliki tujuan agar setiap keterbatasan jangkauan dari aparatur
pemerintah pusat bisa ditanggulangi dengan kewenangan aparatur daerah.
41
Muhammad Fauzan, 2010, Hukum Pemerintahan Daerah, Purwokerto:
STAIN Press, hlm. 46.

29
Hak yang dimiliki oleh daerah ketika melaksanakan tugas pembantuan,
berkaiatan dengan pengaturan tentang pelakasanaan tugas pembantuan di
daerah tersebut.
Unsur-unsur dalam daerah otonom meliputi unsur batas wilayah,
unsur pemerintahan dan unsur masyarakat. Masing-masing unsur memiliki
perannya sendiri dalam penegakan hukum di daerah masing-masing.42
Otonomi daerah dapat mengurangi disintegrasi bangsa dan menjadi cara
memelihara negara kesatuan. Menurut Bagir Manan, otonomi merupakan
satu garda terdepan dalam menjaga negara kesatuan. Otonomi menjadi
penjaga negara kesatuan yang memikul beban dan pertanggungjawaban
pelaksanaan tata pemerintahan yang demokratis berdasarkan hukum untuk
mewujudkan pemerataan kemakmuran, kesejahteraan dan keadilan
disegala bidang.43
Sejarah telah mencatat bahwa, otonomi yang pernah dilaksanakan
di Indonesia yaitu menggunakan sentralisasi dan otoritarian. Sistem
tersebut menyebabkan kemandirian daerah menjadi terkekang. Sehingga
daerah tidak bisa berjalan secara optimal dalam memberikan pelayanan
terhadap masyarakat. Sentralisasi merupakan keseragaman antar semua
daerah tanpa memperhatikan kearifan lokal dari daerah masing-masing
dan pengendalian berada ditangan pusat.
Otonomi daerah selalu berkaitan dengan hubungan antara pusat dan
daerah. Terdapat 4 (empat) faktor yang berkaitan dan menentukan
hubungan pusat dan daerah dalam otonomi yaitu hubungan kewenangan,
hubungan keuangan, hubungan pengawasan, dan hubungan yang timbul
dari susunan organisasi pemerintahan di daerah. Otonomi tidak hanya
sebagai pembagian penyelenggaraan pemerintahan untuk mencapai
efisiensi dan efektivitas pemerintahan. Otonomi juga bisa diartikan
sebagai suatu tatanan ketatanegaraan (staatrechtlijk), bukan hanya tatanan
administrasi negara (administratiefrechtlijk). Menurut M. Ryaas Rasyid,

42
Siswanto Sunarno, 2008, Hukum Pemerintahan Daerah di Indonesia, Jakarta:
Sinar Grafika, hlm. 6-7.
43
Bagir Manan, 2001, Menyongsong Fajar Otonomi Daerah, Yogyakarta: Pusat
Studi Hukum (PSH) Fakultas Hukum UII, hlm. Vii.

30
pelaksanaan otonomi daerah yaitu keleluasaan pemerintah daerah untuk
menyelenggarakan pemerintahan sendiri atas dasar prakarsa kreativitas
dan peran serta aktif masyarakat dalam rangka mengembangkan dan
memajukan daerahnya masing-masing.44
Konsep otonomi dipilih karena dipandang paling cocok dengan
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pilihan desentralisasi sebagai
turunan dari otonomi daerah oleh Ryaas Rasyid, memiliki beberapa
argumentasi seperti :45
a. Peningkatan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan;
b. Sebagai sarana pendidikan politik masyarakat di daerah;
c. Memelihara keutuhan negara kesatuan atau integrasi nasional;
d. Mewujudkan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan yang
dimulai dari daerah;
e. Memberikan peluang bagi masyarakat untuk membentuk karir dalam
bidang politik dan pemerintahan;
f. Sarana yang diperlukan untuk memberikan peluang bagi masyarakat
untuk berpartisipasi dalam proses perencanaan dan pelaksanaan
pemerintahan;
g. Sarana yang diperlukan untuk mempercepat pembangunan di daerah;
h. Mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
pemerintah daerah, yang dimaksud dengan otonomi daerah adalah hak,
wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus
sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai
dengan peraturan perundang-undangan. Otonomi tersebut dimaksudkan
agar pemerintah daerah bisa mengurus dan mengatur segala kebutuhan
daerah dengan baik. Otonomi daerah mempunyai kapasitas untuk
membuat peraturan yang menguntungkan bagi masyarakatnya melalui
Peraturan Daerah, Keputusan Kepala Daerah, Peraturan Kepala Daerah

44
Lalu Said Ruhpina, 2005, Menuju Demokrasi Pemerintahan, NTB:
Universitas Mataram Press, hlm. 4.
45
Syaukani, Affan Gaffar, Ryaas Rasyid, 2002, Otonomi Daerah Dalam Negara
Kesatuan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, hlm. 20.

31
yang berkewajiban untuk memberikan keterangan pertanggungjawaban
tentang pelaksanaan pemerintah daerah yang dipimpinnya kepada DPRD
selaku unsur dari pemerintahan daerah. Tanggungjawab kepala daerah
adalah kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri.46
Berikut ini adalah kelebihan dari Otonomi Daerah, yaitu:
1. Pemerintah daerah dapat melihat kebutuhan yang mendasar di
daerahnya untuk menjadi prioritas pembangunan.
2. Otonomi daerah membuat pembangunan di daerah tersebut lebih maju,
berkembang, dan adanya peningkatan pelayanan dan kesejahteraan
rakyat
3. Daerah dapat mengatur sendiri tata Kelola pemerintahannya dengan
membentuk Peraturan Daerah selama tidak bertentangan dengan
peraturan pemerintah pusat.
4. Pemerintah daerah bersama rakyat di daerah setempat dapat bersama-
sama membangun wilayahnya untuk kemajuan dan kepentingan
bersama.
Sedangkan kekurangan dari Otonomi Daerah, yaitu:47
a) Peluang untuk terjadi disintegrasi bangsa dapat muncul jika kontrol dari
pemerintah pusat lemah.
b) Rentan terjadinya Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) dan
permasalahan lainnya yang bisa berdampak pada pemerintah pusat
karena kurangnya pengawasan.
c) Peraturan yang ditetapkan pemerintah pusat terkadang menjadi multi
tafsir di daerah tertentu, sehingga dapat merugikan pemerintah daerah
dan rakyat di daerah tersebut.
2) Kebijakan Pemerintahan Daerah
Kebijakan daerah tidak diartikan dalam ketentuan umum dalam
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014, akan tetapi penjelasannya yaitu

46
C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil, 2008, Pemerintahan Daerah di
Indonesia (Hukum Administrasi Daerah), Jakarta: Sinar Grafika, hlm. 10.
47
News, 2021, Otonomi Daerah: Ketahui Kelebihan dan Kekurangannya,
https://kumparan.com/berita-update/otonomi-daerah-ketahui-kelebihan-dan
kekurangannya 1v34S9Yp690/full, diakes pada tanggal 05 Februari 2021, pukul 21.00
WIB.

32
Peraturan Daerah, Peraturan Kepala Daerah dan Keputusan Kepala
Daerah.48 Tetapi jika dibandingkan dengan Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 80 Tahun 2015 jo Permendagri Nomor 120 Tahun 2018
tentang Produk Hukum Daerah, kebijakan daerah dalam Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2014 ruang lingkupnya menjadi lebih sempit. Secara
terminologi kebijakan daerah dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor
80 Tahun 2015 jo Permendagri Nomor 120 Tahun 2018 dengan maksud
produk hukum daerah bersifat pengaturan dan penetapan. Produk hukum
daerah yang bersifat pengaturan meliputi Perda, Perkada, Peraturan
DPRD. Sedangkan produk hukum daerah bersifat penetapan seperti
Keputusan Kepala Daerah, Keputusan DPRD, Keputusan Pimpinan
DPRD, dan Keputusan Badan Kehormatan DPRD.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
pembentukan Peraturan Perundang-undangan, yang dimaksud dengan
kebijakan daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
digolongkan dalam hierarki yang berbeda, yaitu :
a. Pasal 7 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 yang
menempatkan peraturan daerah dalam hierarki peraturan perundang-
undangan yang letaknya berada setelah Peraturan Presiden.
b. Pasal 8 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 mengartikan
peraturan kepala daerah sebagai Peraturan Gubernur/Peraturan,
Bupati/Peraturan Walikota dan menempatkannya sebagai peraturan
perundang-undangan.
c. Pasal 100 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011, Keputusan Kepala
daerah diakui sebagai Keputusan Gubernur/Keputusan,
Bupati/Keputusan Walikota dan sepanjang sifatnya mengatur dimaknai
sebagai peraturan.
Oleh karena itu, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 berisi
bahwa Peraturan Daerah memiliki tingkatan lebih tinggi daripada
peraturan perundang-undangan yang tidak disebutkan dalam hierarki
peraturan perundang-undangan seperti Peraturan Gubernur/Peraturan dan

48
Pasal 17 dan Pasal 22 UU No. 23 tahun 2014.

33
Bupati/Peraturan Walikota. Seperti Keputusan Gubernur/Keputusan
Bupati/Keputusan Walikota kedudukannya lebih rendah daripada
peraturan Peraturan Gubernur/Peraturan dan Bupati/Peraturan Walikota.
Konsep kebijakan daerah dari segi administrasi negara dikenal
sebagai kebijakan publik di daerah. Kebijakan publik, dikemukakan oleh
Edwards dan Sharkansky mengemukakan tentang kebijakan publik yaitu
apa yang dikatakan dan apa yang dilakukan oleh pemerintah atau apa yang
tidak dilakukan oleh pemerintah.49Bentuk Kebijakan daerah berupa
keputusan kepala daerah, termuat dalam Undang-Undang Nomor 30
Tahun 2014 tentang administrasi pemerintahan, yang berarti bahwa
keputusan administrasi pemerintahan yang disebut dengan keputusan tata
usaha negara atau keputusan administrasi negara yang selanjutnya disebut
keputusan adalah ketetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan dan/atau
Pejabat Pemerintahan dalam penyelenggaraan pemerintahan yang merujuk
pada Pasal 87 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014.
3) Kewenangan Pemerintah Daerah
Penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah suatu bentuk realisasi
dari Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
bertujuan agar pemerintah daerah menjadi bagian dari sistem
pemerintahan Indonesia yang merupakan suatu upaya dalam mengatur
hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Pada Pasal 18
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang
menyebutkan bahwa pemerintah merupakan organ yang dipimpin oleh
Presiden sebagai Kepala Pemerintahan sekaligus bertindak sebagai
penyelenggara tertinggi pemerintahan negara, dengan bagian-bagiannya
yang terdiri dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, Pemerintahan
Kabupaten dan Kota. 50

49
Rusli, Budiman, 2009, Kebijakan publik membangun Pelayanan Publik
Responsif, Bandung: Hakim Publising, hlm 57.
50
Mifta Farid, Antikowati, Rosita Indrayati, 2017, Kewenangan Pemerintah
Daerah dan Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Potensi Daerah, Lentera Hukum,
Vol. 4 Issue 2 (2017), pp. 97-110.

34
Pada Pasal 18A Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 dijelaskan tentang hubungan wewenang dan keuangan antara
pusat dan daerah yaitu:
1. Hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah
provinsi, kabupaten dan kota atau antara provinsi dan kabupaten/kota,
diatur dalam Undang-Undang dengan tetap memperhatikan kekhususan
dan keberagaman daerah; dan
2. Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam
lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah diatur dan
dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan Undang-Undang.
Pada Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2014 Angka 2 dan Angka
3 tentang Pemerintahan Daerah dibedakan antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintahan Daerah. Kewenangan pemerintahan daerah terdapat dalam
Pasal 11 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah dapat dibedakan menjadi dua, yaitu kewenangan berupa
pemerintahan wajib dan pemerintahan pilihan. Berdasarkan Pasal 12
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Kewenangan pemerintahan
memiliki arti wajib yaitu suatu urusan pemerintahan wajib yang berkaitan
dengan pelayanan dasar seperti pendidikan, kesehatan, sosial, dan lain
sebagainya dan urusan pemerintahan wajib yang tidak berkaitan dengan
pelayanan dasar seperti tenaga kerja, pangan, pertanahan, perhubungan,
lingkungan hidup, dan lain lain. Selain itu, dijelaskan pula kewenangan
pemerintah yang bersifat pilihan yang berkaitan dengan potensi unggulan
dan kekhasan daerah tertentu seperti kelautan, perdagangan, perindustrian,
dan lain - lain. Pemerintah pusat dapat menyelenggarakan sendiri atau
melimpahkan sebagian urusannya pada perangkat pemerintah atau wakil
pemerintah di daerah atau bisa juga dilimpahkan secara langsung kepada
pemerintah daerah. Peraturan kebijaksanaan adalah peraturan umum
tentang pelaksanaan wewenang pemerintahan terhadap warga negara atau
rakyat yang ditetapkan pelaksanaannya berdasarkan kekuasaan sendiri
oleh instansi pemerintahan. Arti dari Kewenangan yang ada didalam
kamus Bahasa Indonesia yaitu hak dan kekuasaan yang dimiliki untuk

35
melakukan sesuatu.51 Sedangkan wewenang memiliki arti sebagai hak dan
kekuasaan untuk bertindak atau membuat keputusan, memerintah, dan
melimpahkan tanggung jawab kepada orang lain. Menurut Prajudi
Atmosudirdjo, kewenangan yaitu apa yang disebut dengan kekuasaan
formal, yang berasal dari kekuasaan legislatif (Undang-Undang),
kekuasaan eksekutif atau administratif.52
Undang-Undang Administrasi Pemerintahan menyatakan bahwa
kewenangan yaitu kekuasaan badan dan/atau Pejabat Pemerintahan atau
penyelenggaran Negara lainnya untuk bertindak dalam ruang lingkup
hukum publik.53 Setiap penyelenggaraan kenegaraan dan pemerintahan
harus memiliki legitimasi, berupa kewenangan yang diberikan oleh
Undang-Undang. Maksud dari tindakan pemerintahan yaitu setiap
tindakan atau perbuatan yang dilakukan oleh alat perlengkapan dalam
menjalankan pemerintahan (bestuurs organ) dalam menjalankan fungsi
pemerintahan (bestuurs functie).
Terdapat 2 (dua) bentuk tindakan pemerintahan, antara lain
tindakan berdasarkan hukum dan tindakan berdasarkan fakta/ nyata atau
bukan berdasarkan hukum. Tindakan pemerintahan berdasarkan hukum
diartikan sebagai tindakan-tindakan yang sifatnya dapat menimbulkan
akibat hukum tertentu untuk menciptakan suatu hak dan kewajiban.
Tindakan tersebut ada sebagai konsekuensi logis dari kedudukan
pemerintah sebagai subyek hukum, sehingga tindakan hukum yang
dilakukan oleh pemerintah dapat menimbulkan akibat hukum, sedangkan
tindakan berdasarkan fakta/ nyata atau bukan hukum merupakan tindakan
pemerintahan yang tidak berhubungan langsung dengan kewenangannya
dan tidak memiliki akibat hukum yang tetap.
Beberapa bentuk pertanggung jawaban pemerintah daerah terhadap
segala kebijakan yang diambil yaitu kebijakan yang berkaitan dengan

51
Julista Mustamu, 2011, Diskresi Dan Tanggungjawab Administrasi
Pemerintahan, Jurnal Sasi Vol. 17 No. 2 Bulan April-Juni 2011.
52
Enny Agustina, 2018, Kewenangan Wakil Menteri Di Indonesia Ditinjau Dari
Hukum Administrasi Negara, Jurnal Hukum Media Bhakti,
https://doi.org/10.32501/jhmb.v2i1.18
53
Tedi Sudrajat, 2020, Perlindungan Hukum Terhadap Tindakan Pemerintahan,
Jakarta, Sinar Grafika, hlm. 41.

36
pembangunan di daerah, pemerintah daerah melakukan pengendalian dan
evaluasi terhadap pembangunan di suatu daerah sesuai dengan daerah
otonominya, seperti yang telah diatur dalam Pasal 275 dan Pasal 276
Ayat (4) Undang-Undang 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
bahwa Bupati/Wali Kota melakukan pengendalian dan evaluasi terhadap
pembangunan Daerah Kabupaten/Kota.
Pengertian Teori peran (role theory) menurut Bauer yaitu “peran”
atau “role” sebagai “the boundaries and sets of expectations applied to
role incumbents of a particular position, which are determined by the role
incumbent and the role senders within and beyond the organization’s
boundaries”.54 Peran “melibatkan pola penciptaan produk sebagai lawan
dari perilaku atau tindakan”. Kemudian peran tersebut akan bergantung
pada penekanan peran yang dilakukan oleh para penilai dan pengamat
(biasanya supervisor dan kepala sekolah) terhadap produk yang telah
dihasilkan. Menurut Bruce J. Cohen,55 Peran atau role terbagi dalam
delapan bagian antara lain; Pertama, Peranan nyata (Anacted Role)
merupakan cara yang benar-benar dijalankan oleh seseorang dalam
melakukan suatu peranan; Kedua, Peranan yang dianjurkan (Prescribed
Role) merupakan cara yang diharapkan masyarakat dari pemimpin dalam
menjalankan suatu peran tertentu; Ketiga, Konflik peranan (Role Conflict)
merupakan kondisi yang dialami seseorang yang menduduki suatu status
atau lebih yang menuntut harapan dan tujuan peranan yang saling
bertentangan antara satu dan lainnya; Keempat, Kesenjangan Peranan
(Role Distance) merupakan Pelaksanaan Peranan secara emosional;
Kelima, Kegagalan Peran (Role Failure) merupakan kagagalan seseorang
ketika menjalankan suatu peranan tertentu; Keenam, Model peranan (Role
Model) merupakan tingkah laku seseorang yang dijadikan contoh untuk
ditiru dan diikuti; Ketujuh, Lingkup Peranan (Role Set) merupakan
54
Bauer, Jeffrey C., 2003, Role Ambiguity and Role Clarity: A Comparison of Attitudes in Germany and the
United States, Dissertation, University of Cincinnati – Clermont.
55
Cohen, Bruce. J., 1992, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Rineka Cipta. Lihat juga
Supriyanta dan Bambang Ali Kusumo, 2016, Pendayagunaan Peran Penasihat Hukum Dalam
Penyelesaian Perkara Pidana, Jurnal EKSPLORASI Volume XXIX Nomor 1.

37
hubungan seseorang dengan individu lainnya pada saat dia sedang
menjalankan perannya; Kedelapan, Ketegangan peranan (Role Strain)
merupakan keadaan yang timbul apabila seseorang mengalami kesulitan
dalam memenuhi harapan atau tujuan peranan yang dijalankan karena
terdapat ketidakselarasan yang saling bertentangan.
Saat dilihat berdasarkan perilaku organisasi, peran merupakan salah
satu komponen dari sistem sosial organisasi, selain norma dan budaya
organisasi. Jenis perilaku yang memang diharapkan dalam suatu
pekerjaan dibedakan menjadi dua, yaitu (1) role perception yaitu persepsi
seseorang mengenai harapan dari perilaku orang tersebut atau diartikan
dengan pemahaman atau kesadaran mengenai pola perilaku atau fungsi
yang diharapkan dari orang tersebut, dan (2) role expectation yaitu cara
orang lain menerima perilaku seseorang dalam kondisi tertentu.
Harapannya agar orang tersebut mampu untuk bekerja dan mengerti
tentang identitasnya atau kedudukannya.
Kepala daerah berperan dalam menentukan keberhasilan suatu
pemerintahan. Peran (role) yaitu aspek dinamis dari kedudukan atau status
yang dimiliki oleh seseorang serta terjadi jika seseorang telah
melaksanakan hak dan kewajiban sesuai dengan kedudukannya. Cakupan
dalam peran terbagi menjadi 3 (tiga) antara lain:56
a) Peran mencakup beberapa norma yang berhubungan dengan posisi atau
tempat yang dimiliki oleh seseorang ditengah masyarakat, arti peran
tersebut yaitu rangkaian peraturan yang membimbing seseorang untuk
hidup bermasyarakat.
b) Peran yaitu konsep tentang segala sesuatu yang dilakukan oleh individu
masyarakat sebagai suatu organisasi.
c) Peran juga diartikan sebagai tingkah laku individu yang berperan
penting terhadap struktur sosial masyarakat di suatu daerah.

56
Soerjono Soekanto, 2004, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta, Raja Grafndo Persada,
hlm. 243-244.

38
Kepala daerah berperan ketika bertugas dan berwenang sesuai
dengan Pasal 65 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah yaitu:
1) Pemimpin melaksanakan urusan pemerintahan yang merupakan
kewenangannya di daerah berdasarkan peraturan Perundang-undangan
dan kebijakan yang telah ditetapkan bersama dengan DPRD;
2) Melaksanakan pemeliharaan ketentraman dan ketertiban pada
masyarakat;
3) Penyusunan dan pengajuan rancangan Peraturan Daerah tentang
RPJMD pada DPRD kemudian dibahas bersama dengan DPRD,
menyusun dan menetapkan RKPD;
4) Penyusunan dan pengajuan rancangan Peraturan Daerah mengenai
APBD, rancangan Peraturan Daerah tentang perubahan APBD serta
rancangan Peraturan Daerah tentang pertanggungjawaban pelaksanaan
APBD pada DPRD agar dibahas bersama;
5) Menjadi perwakilan dari daerahnya di dalam dan luar pengadilan serta
menunjuk seorang kuasa hukum umtuk menjadi wakilnya berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
6) Mengusulkan pengangkatan wakil kepala daerah; dan
7) Melakukan tugas lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Konstitusi negara memberikan legitimasi atau keabsahan pada
Badan Publik dan Lembaga Negara saat menjalankan fungsinya. Atau bisa
juga diartikan sebagai kemampuan dalam bertindak yang diberikan oleh
Undang-Undang yang berlaku agar bisa menjalankan hubungan dan
perbuatan hukum.57Menurut Hasan Shadhily, wewenang (authority)
adalah hak atau kekuasaan dalam memberikan perintah atau bertindak
untuk memengaruhi tindakan orang lain, agar sesuai dengan yang
diinginkan.58 Menurut Philipus M. Hadjon, tindakan pemerintahan yang
diisyarakatkan harus berlandaskan pada kewenangan yang sah meliputi 3

57
Joko Riskiyono, 2015, Partisipasi Masyarakat Dalam Pembentukan Perundang-
Undangan Untuk Mewujudkan Kesejahteraan, Jurnal Aspirasi Vol. 6 No. 2, Desember
2015.
58
Tim Penyusun Kamus-Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 2012,
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka, hlm. 117.

39
(tiga) sumber seperti atribusi, delegasi, dan mandat. Selain itu, wewenang
juga terdiri dari 3 (tiga) komponen seperti pengaruh, dasar hukum, dan
konformitas hukum dengan tujuan untuk mengendalikan perilaku subyek
hukum dan komponen dasar hukumnya.
Indonesia termasuk salah satu negara hukum modern atau welfare
state yang mengupayakan dan mengutamakan pelaksanaan kesejahteraan
umum seperti yang tercantum dalam alinea keempat Pembukaan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Selain itu,
beberapa ciri bahwa Indonesia termasuk dalam negara hukum modern
yaitu negara ikut campur dalam semua lapangan kehidupan masyarakat,
ekonomi liberal diganti oleh sistem yang dipimpin oleh pemerintah pusat,
Bestuur Szrong (menyelenggarakan kesejahteraan) dan menjaga keamanan
sosial bagi seluruh lapangan masyarakat. Oleh karena itu, pemerintah
Indonesia memerlukan adanya alat ukur kesejahteraan yang dikenal
dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development
Index (HDI) untuk mengklasifikasikan suatu negara merupakan negara
maju, negara berkembang atau negara terbelakang serta untuk mengukur
pengaruh dari kebijaksanaan ekonomi terhadap kualitas hidup di suatu
negara. Pemerintah daerah berperan untuk meningkatkan Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) di wilayahnya masing-masing dengan
mengeluarkan beberapa kebijakan yang dapat digunakan oleh aparatur
pemerintahaan dalam menjalankan tugasnya untuk mengajak seluruh
elemen masyarakat bekerjasama dalam membangun daerah.
C. Indeks Pembangunan Manusia
1. Pengertian Indeks Pembangunan Manusia
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Index
(HDI) yaitu pengukuran perbandingan dari Umur Panjang dan Hidup
Sehat, Pengetahuan, dan standar hidup layak untuk semua negara seluruh
dunia. IPM digunakan untuk mengklasifikasikan suatu negara merupakan
negara maju, negara berkembang atau negara terbelakang serta untuk
mengukur pengaruh dari kebijaksanaan ekonomi terhadap kualitas

40
hidup.59Pada tahun 1990, indeks tersebut dikembangkan oleh Amartya
Sen dan Mahbub ul Haq yang dibantu oleh Gustav Ranis dari Yale
University dan Lord Meghnad Desai dari London School of Economics.60
Penggunaan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) menjadi indikator
yang penting dalam mengukur suatu keberhasilan dalam membangun
kualitas hidup manusia di setiap negara khususnya setiap wilayah dan
penentu dari tingkat pembangunan dari suatu wilayah. Tingkat kemajuan
dari program pembangunan suatu periode setiap tahunnya diukur dengan
jumlah besaran Penggunaan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) pada
awal dan akhir dari tahun tersebut. Fungsi utamanya yaitu memberi
petujuk atau pedoman penentuan prioritas dari rumus kebijakan publik dan
menentukan program pembangunan yang akan dijalankan kedepannya.
Mulai saat itu, digunakan oleh Program pembangunan PBB pada
laporan Penggunaan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) setiap
tahunnya. Amartya Sen memberikan gambaran bahwa indeks
pembangunan manusia merupakan suatu pengukuran yang vulgar karena
batasannya.61 Titik fokusnya pada hal-hal yang bersifat lebih sensitif dan
bermanfaat daripada hanya sebatas pendapatan perkapita yang selama ini
digunakan dalam perhitungannya. Indeks ini juga berguna sebagai
jembatan bagi peneliti yang serius untuk mengetahui hal-hal yang lebih
terinci dalam membuat laporan pembangunan manusianya. Penggunaan
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) mengukur pencapaian rata-rata
sebuah negara dalam 3 dimensi dasar pembangunan manusia:62
a) Hidup yang sehat dan panjang umur yang diukur dengan jumlah angka
harapan hidup saat kelahiran;

59
S. F. Marbun, 2012, Hukum Administrasi Negara I, Yogyakarta: FH UII Press,
hlm. 14-15.
60
Ahmad Muhlasul, Diskursus Pembangunan Manusia Dalam Perda Syari‟ah,
Sosiologi Reflektif, Vol. 11, No. 2 April 2017.
61
Nova Saumana, Debby Ch. Rotinsulu, Tri Oldy Rotinsulu, 2020, Pengaruh
Bonus Demografi Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Minahasa Tenggara,
Jurnal Pembanguan Ekonomi dan Keuangan Daerah, Vol. 21 No.4.
62
Abid Muhtarom, 2015, Analisis PAD (Pendapatan Asli Daerah) Terhadap
Kesejahteraan Masyarakat Kabupaten Lamongan Periode Tahun 2010-2015, Jurnal
EKBIS/Vol.XIII/No.1/ edisi Maret 2015.

41
b) Pengetahuan yang diukur dengan angka tingkat banyaknya baca tulis
pada orang dewasa (bobotnya dua per tiga) yang telah dikombinasikan
dengan pendidikan dasar, menengah, dan grossenrollment ratio (bobot
satu per tiga);
c) Standard kehidupan yang layak diukur dengan logaritma natural dari
produk domestik bruto per kapita dalam paritasi daya beli masyarakat
di daerah tersebut.
United Nations Development Programe (UNDP) merilis Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) dengan bentuk Human Development Report
(HDR) pada tahun 1990 yang digunakan oleh banyak negara sebagai
ukuran dari kualitas manusia dengan adanya pembangunan di tiap negara.
Kemudian United Nations Development Programe (UNDP) kembali
menyempurnakan dan memperbaharui metode dalam perhitungan Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) pada tahun 2010.
Menurut Indeks Pembangunan Manusia (IPM), setiap tahun penilaian
setiap negara diumumkan berdasarkan standar penilaian diatas.
Pengukuran alternatif lain yaitu Indeks Kemiskinan Manusia yang lebih
berfokus kepada kemiskinan. Pelaksanaan otonomi daerah dan
desentralisasi fiskal di Indonesia sudah dilakukan pada Tanggal 1 Januari
2001. Adanya otonomi daerah dan desentralisasi fiskal menjadikan
pemerintahan daerah memiliki kewenangan untuk dapat menggali
pendapatan dan melakukan alokasi secara mandiri dalam menetapkan
prioritas pembangunan. Diharapkan dengan adanya otonomi dan
desentralisasi fiskal dapat lebih memeratakan pembangunan sesuai dengan
keinginan daerah untuk mengembangkan wilayah menurut potensi
masing-masing.
Otonomi daerah yang sudah berjalan lebih dari sepuluh tahun di
Indonesia diharapkan bukan hanya pelimpahan wewenang dari pusat
kepada daerah untuk menggeser kekuasaan. Menurut Kaloh, bahwa
otonomi daerah harus didefinisikan sebagai otonomi bagi rakyat daerah
dan bukan otonomi daerah dalam pengertian wilayah/teritorial tertentu di

42
tingkat lokal.63 Otonomi daerah tidak hanya pelimpahan wewenang tetapi
juga peningkatan partisipasi masyarakat dalam pembangunan daerah.
Menurut Barzelay (1991)64 pemberian otonomi daerah melalui
desentralisasi fiskal terkandung 3 (tiga) misi utama, yaitu:
a) Menciptakan efisiensi dan efektivitas pengelolaan sumber daya daerah;
b) Meningkatkan kualitas pelayanan umum dan kesejahteraan
masyarakat.
c) Memberdayakan dan menciptakan ruang bagi masyarakat untuk ikut
berpartisipasi dalam proses pembangunan.
Melalui otonomi daerah dan desentralisasi fiskal, pemerintahan daerah
memiliki wewenang yang besar untuk menggali pendapatan dan
melakukan alokasi secara mandiri dalam menetapkan prioritas
pembangunan yang diperlukan. Adanya otonomi dan desentralisasi fiskal
daerah maka pemerintah melaksanakan pembangunan yang lebih
memerata sesuai dengan aspirasi lokal untuk mengembangkan wilayah
menurut potensi daerah masing-masing untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat.
Adapun dampak dari pelaksanaan desentralisasi fiskal di
kabupaten/kota Provinsi Jawa Tengah terhadap kondisi makro ekonomi
dan sosial menunjukkan hasil yang relatif baik meskipun belum berjalan
secara maksimal. Berikut ini adalah beberapa indikator untuk melihat
kinerja pembangunan daerah, antara lain:65
a) Hasil output pembangunan yang tercermin dalam Produk Domestik
regional Bruto (PDRB);
b) Aspek kemiskinan;
c) Kesejahteraan masyarakat melalui indikator Indeks Pembangunan
Manusia (IPM).

63
Kaloh, J, 2002, Mencari bentuk Otonomi Daerah, Jakarta : PT Rineka Cipta.
64
Hadi Sasana, 2012, Pengaruh Belanja Pemerintah Daerah Dan Pendapatan
Perkapita Terhadap Indeks Pembangunan Manusia (Studi Kasus Di Kabupaten/Kota
Provinsi Jawa Tengah), Media Ekonomi Dan Manajemen Vol 25. No 1 Januari 2012.

65
Ibid, hlm. 3.

43
Pembangunan manusia dapat dicapai melalui peningkatan pendidikan,
kesehatan, dan pendapatan di setiap daerah. Apabila seseorang memiliki
pendapatan yang lebih besar maka orang tersebut dapat memenuhi
kebutuhan hidupnya selain hanya untuk memenuhi kebutuhan primernya
seperti sandang, pangan, dan papan, tetapi juga dapat memenuhi
kebutuhan lain seperti kesehatan dan pendidikan. Pendapatan per kapita
adalah besarnya pendapatan rata-rata di suatu daerah yang dibandingkan
dengan jumlah penduduknya. Pendapatan per kapita juga mencerminkan
tingkat daya beli penduduk di suatu daerah, dengan semakin besarnya
pendapatan maka semakin besar pula pengeluarannya.
Pemerintah berperan penting dalam alokasi, distribusi dan stabilisasi.
Pemerintah daerah dengan kewenangannya yang besar di era otonomi
harus bisa mendayagunakan alokasi untuk sebesar-besarnya kesejahteraan
masyarakat. Kebijakan fiskal pemerintah daerah melalui Anggaran
Pendapatan dan Belanja daerah (APBD) diharapkan mampu untuk
meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia agar dapat meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Realita yang ada di setiap daerah
kabupaten/kota Provinsi Jawa Tengah menunjukkan, bahwa tidak seluruh
daerah dengan jumlah belanja daerah yang tinggi memiliki Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) yang tinggi.
Kesenjangan yang ada dikarenakan keragaman potensi sumber daya
alam, letak geografis, kualitas sumber daya manusia, ikatan etnis atau
politik. Serta ketersediaan infrastruktur dan kemampuan keuangan
antardaerah. Infrastruktur merupakan suatu input dalam proses produksi
yang dapat memberikan peningkatan produktivitas marjinal pada output.
Infrastruktur yang layak dan tepat dapat membantu mendorong berbagai
kegiatan ekonomi melalui fungsinya yang dapat melancarkan proses
produksi dan mobilitas manusia, barang, dan jasa. Aspek jumlah
pendapatan daerah, dan kualitas belanja daerah. Aspek tersebut memiliki
pengaruh nyata terhadap kinerja perekonomian daerah.66 Ukuran

66
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, 2013, Analisis Kesenjangan
Antarwilayah 2013, Bappenas Jakarta, diunduh dari

44
meningkatnya kesejahteraan masyarakat adalah meningkatnya Indeks
Pembangunan Manusia (IPM).
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) adalah suatu indikator penting
untuk mengukur keberhasilan dalam upaya membangun kualitas hidup
manusia. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dapat menentukan
peringkat atau level pembangunan di suatu wilayah/negara. Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia, menjadi data strategis karena
selain sebagai ukuran kinerja Pemerintah, Indeks Pembangunan Manusia
(IPM) juga digunakan sebagai salah satu penentu Dana Alokasi Umum
(DAU). Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang tinggi menunjukkan
kesejahteraan masyarakat yang tinggi dan merupakan suatu keberhasilan
pemerintahan dalam melaksanakan pembangunan dan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
menjelaskan bagaimana penduduk dapat mengakses hasil pembangunan
dalam memperoleh pendapatan, kesehatan, pendidikan sesuai dengan
aturan pemerintah. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) diperkenalkan
oleh United Nation Development Programe (UNDP) pada tahun 1990 dan
dipublikasikan secara berkala dalam laporan tahunan Human Development
Report (HDR). Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dibentuk oleh tiga
dimensi dasar yaitu umur panjang dan hidup sehat (a long and healthy
life), pengetahuan (knowledge), dan standar hidup layak (decent standard
of living). Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan indikator
penting untuk mengukur keberhasilan dalam upaya membangun kualitas
hidup manusia (masyarakat/penduduk). Oleh karena itu Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) dapat menentukan peringkat atau level
pembangunan suatu wilayah atau negara.
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) diciptakan untuk menekankan
bahwa orang-orang dan kemampuan mereka harus menjadi kriteria utama
untuk menilai perkembangan suatu negara, bukan hanya pertumbuhan

perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file= digital/ 139281- %5B_Konten...pdf, tanggal


27 Februari 2021, pukul 11.00 WIB.

45
ekonomi saja. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) juga dapat digunakan
untuk mempertanyakan pilihan kebijakan nasional, menanyakan
bagaimana dua negara dengan tingkat Gross National Income (GNI) per
kapita yang sama dapat berakhir dengan hasil pembangunan manusia yang
berbeda. Perbedaan ini dapat menstimulasi perdebatan tentang prioritas
kebijakan pemerintah. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan
indikator penting untuk mengukur keberhasilan dalam upaya membangun
kualitas hidup manusia (masyarakat/penduduk).
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dapat menentukanperingkat atau
level pembangunan suatu wilayah/negara. Bagi Indonesia, Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) merupakan data strategis karena selain
sebagai ukuran kinerja Pemerintah, Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
juga digunakan sebagai salah satu indikator penentuan Dana Alokasi
Umum (DAU). Indeks Pembangunan Manusia (IPM) adalah ukuran
ringkasan pencapaian rata-rata dalam dimensi kunci pembangunan
manusia: kehidupan yang panjang dan sehat, berpengetahuan dan memiliki
standar kehidupan yang layak. Dimensi kesehatan dinilai oleh harapan
hidup saat lahir, dimensi pendidikan diukur dengan rata-rata tahun sekolah
untuk orang dewasa berusia 15 tahun atau lebih, dan tahun yang
diharapkan anak-anak usia sekolah memasuki sekolah. Standar dimensi
hidup diukur dengan pendapatan nasional bruto per kapita. Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) menggunakan logaritma pendapatan, untuk
mencerminkan semakin berkurangnya pendapatan dengan meningkatnya
Gross National Income (GNI). Skor untuk tiga dimensi Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) kemudian dikumpulkan ke dalam indeks
komposit menggunakan mean geometrik. Tiga Dimensi Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) menjelaskan bagaimana penduduk dapat
mengakses hasil pembangunan dalam memperoleh pendapatan, kesehatan,
pendidikan, dan sebagainya. Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
diperkenalkan oleh United Nations Development Programe (UNDP) pada
Tahun 1990 dan dipublikasikan secara berkala dalam laporan tahunan
Human Development Report (HDR). Untuk menghitung Indeks

46
Komponen, setiap komponen Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
distandardisasi dengan nilai minimum dan maksimum sebelum digunakan
untuk menghitung Indeks Pembangunan Manusia (IPM).67
Rumus yang digunakan sebagai berikut.:
a. Dimensi Umur Panjang dan Hidup Sehat;
b. Dimensi Pengetahuan;
c. Dimensi Standar Hidup Layak;
Selanjutnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dihitung sebagai
rata-rata geometrik dari indeks kesehatan, pendidikan, dan pengeluaran,
sebagai berikut: Penentuan nilai maksimum dan minimum menggunakan
Standar United Nations Development Programe (UNDP) untuk
keterbandingan global, kecuali standar hidup layak karena menggunakan
ukuran rupiah. Penentuan nilai maksimum adalah Nilai Maksimum dan
Minimum dari Setiap Komponen Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
Angka Harapan Hidup Saat Lahir (AHH) (Life Expectancy) merupakan
rata-rata perkiraan usia (dalam tahun) seseorang sejak lahir. Angka
Harapan Hidup Saat Lahir (AHH) dapat mencerminkan derajat kesehatan
suatu masyarakat. Perhitungan Angka Harapan Hidup Saat Lahir (AHH)
dari hasil sensus dan survei kependudukan. Rata-rata Lama Sekolah (RLS)
(Mean Years of Schooling- MYS) adalah jumlah tahun yang digunakan
oleh penduduk dalam menjalani pendidikan formal.
Ketika kondisi normal rata-rata lama sekolah suatu wilayah tidak akan
turun maka cakupan penduduk yang dihitung dalam penghitungan rata-rata
lama sekolah adalah penduduk berusia 15 tahun ke atas. Angka Harapan
Lama Sekolah (HLS) (Expected Years of Schooling - EYS) merupakan
lamanya sekolah yang dapat dirasakan oleh anak-anak pada umur tertentu
di masa yang akan datang. Peluang seorang anak akan tetap bersekolah
pada umur-umur berikutnya sama dengan peluang penduduk yang
bersekolah per jumlah penduduk untuk umur yang sama saat ini. Angka
Harapan Lama Sekolah dihitung untuk penduduk berusia 7 tahun ke atas.

Aniek Juliarini, 2018, Kinerja Pendapatan Daerah Terhadap Indeks


67

Pembangunan Manusia, Studi Kasus Provinsi Di Pulau Jawa, Simposium Nasional


Keuangan Negara.

47
Harapan Lama Sekolah (HLS) dapat digunakan untuk mengetahui kondisi
pembangunan sistem pendidikan di berbagai jenjang yang ditunjukkan
dalam bentuk lamanya pendidikan (dalam tahun) yang diharapkan dapat
dicapai oleh setiap anak. Pengeluaran per Kapita disesuaikan ditentukan
dari nilai pengeluaran per kapita dan paritas daya beli (Purcashing Power
Parity-PPP).
Penstabilan dalam pembangunan perekonomian diharapkan oleh
Indonesia sebagai negara berkembang karena bisa mengatasi permasalahan
kemiskinan, pengangguran, buta huruf dengan meningkatkan
kesejahteraan pada masyarakat dan memberikan perhatian lebih pada
bidang kesehatan dan pendidikan. Apabila pendapatan nasional negara
meningkat, dapat dialokasikan untuk membiayai pembangunan
infrastruktur di negara tersebut.68
Pembangunan manusia dilihat dari segi manusianya tidak hanya
pertumbuhan ekonomi. Jumlah premis menurut United National
Development Programe (UNDP) dalam pembangunan manusia yaitu:
a. Pembangunan harus mengutamakan penduduk sebagai fokus dari
pembangunan (people centered development);
b. Pembangunan bertujuan untuk memperbesar pilihan pada penduduk (a
process of enlarging people’s choices), tidak hanya untuk
meningkatkan pendapatan;
c. Melihat pada upaya pemanfaatan kemampuan manusia secara optimal;
d. Pendukung pembangunan manusia dipengaruhi oleh 4 (empat) pilar
utama, yaitu produktifitas, pemerataan, kesinambungan dan
pemberdayaan; dan
e. Pembangunan manusia adalah dasar penentu tujuan pembangunan
dalam menganalisis pilihan pencapaiannya.
Pemanfaatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yaitu:69 Menjadi
indikator yang penting dalam mengukur keberhasilan dalam membangun

68
Masriah, dkk, 2011, Pembangunan Ekonomi Berwawasan Lingkungan, Malang: UM
Press, hlm. 23.
69
Badan Pusat Statistika, 2008, Indeks Pembangunan Manusia, Jakarta: Badan Pusat
Statistik.

48
kualitas hidup manusia khususnya masyarakat atau penduduk; Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) dapat menentukan tingkatan atau level
pembangunan suatu wilayah/negara; dan Indeks Pembangunan Manusia
(IPM) di Indonesia menjadi data strategis sebagai ukuran kinerja
pemerintahan dan alokator penentuan Dana Alokasi Umum (DAU).
2. Indikator Penilaian Indeks Pembangunan Manusia
Indikator komposit pembangunan manusia adalah alat ukur yang dapat
digunakan untuk melihat pencapaian pembangunan manusia antar wilayah
dan antar waktu. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan alat
ukur yang dapat menunjukkan presentase pencapaian dalam pembangunan
manusia dengan memperhatikan tiga faktor yaitu: umur panjang dan hidup
sehat, pengetahuan, dan standar hidup layak. Kriteria Komponen
Pembangunan Manusia yaitu:70
No Komponen IPM Maksimum Minimum Keterangan

1 Angka Harapan Hidup (Tahun) 85 25 Standar UNDP


2 Angka Melek Huruf (Persen) 100 0 Standar UNDP
3 Rata-rata Lama Sekolah (Tahun) 15 0
Pengeluaran per
4 Daya Beli (Rupiah PPP) 732.720a 300.000 (1996)
Kapita Riil Disesuaikan

Tiga ukuran pembangunan yang ada dan menerapkan suatu formula


yang kompleks terhadap data 160 negara pada tahun 1990, rangking
Human Development Index (HDI) semua negara dibagi menjadi 3 (tiga)
kelompok, yaitu:
a. Negara dengan pembangunan manusia yang rendah (low human
development) jika nilai Human Development Index (HDI) berkisar 0,0
hingga 0,50.
b. Negara dengan pembangunan manusia yang menengah (medium human
development) jika nilai Human Development Index (HDI) berkisar
antara 0,51 hingga 0,79.

70
Badan Pusat Statistika Kabupaten Brebes, https://brebeskab.bps.go.id/subject/26/indeks-
pembangunan-manusia.html#subjekViewTab2, diakses pada tanggal 5 Mei 2021, Pukul. 14.00
WIB.

49
c. Negara dengan pembangunan manusia yang tinggi (high human
development) jika nilai Human Development Index (HDI) berkisar
antara 0,80 hingga 1,0.
Penghitungan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) sebagai
indikator pembangunan manusia memiliki tujuan yang sangat penting,
karena:
a) Membangun indikator yang mengukur dimensi dasar pembangunan
manusia dan perluasan kebebasan memilih;
b) Memanfaatkan sejumlah indikator untuk menjaga ukuran tersebut
sederhana;
c) Membentuk satu indeks komposit dari pada menggunakan sejumlah
indeks dasar; dan
d) Menciptakan suatu ukuran yang mencakup aspek sosial dan ekonomi.
Indeks Pembangunan Manusia merupakan indeks dasar yang tersusun
dari:71
1) Umur panjang dan kehidupan yang sehat, dengan indikator angka
harapan hidup saat lahir (AHH);
2) Pengetahuan, yang diukur dengan Harapan Lama Sekolah (HLS) dan
Rata-rata Lama Sekolah (RLS); dan
3) Standar hidup yang layak, dengan indikator pengeluaran per kapita
yang telah disesuaikan.
Untuk melihat capaian Indeks Pembangunan Manusia (IPM) antar
wilayah dapat dilihat melalui pengelompokkan Indeks Pembangunan
Manusia (IPM) ke dalam beberapa kategori, yaitu:72
a) IPM < 60 : IPM rendah
b) 60 ≤ IPM < 70 : IPM sedang
c) 70 ≤ IPM < 80 : IPM tinggi
d) IPM ≥ 80 : IPM sangat tinggi

71
Endang Yektiningsih, 2018, Analisis Indeks Pembangunan Manusia (Ipm)
Kabupaten Pacitan Tahun 2018, P-ISSN: 14121816, E-ISSN:2614-4549,Vol 18 No 2,
Desember 2018.
72
Direktorat Analisis dan Pengembangan Statistik - Badan Pusat Statistik, 2015.

50
United Nations Development Programe (UNDP) telah
mempublikasikan laporan pembangunan sumber daya manusia dalam
ukuran kuantitatif yang disebut Human Development Indeks (HDI).
Walaupun Human Development Indeks (HDI) adalah alat ukur
pembangunan sumber daya manusia yang dirumuskan secara konstan,
diakui tidak akan pernah menangkap gambaran pembangunan sumber
daya manusia secara sempurna. Berikut ini adalah indikator yang dipilih
untuk mengukur dimensi Human Development Indeks (HDI):73
a)Longevity, diukur dengan variabel harapan hidup saat lahir atau life
expectancy of birth dan angka kematian bayi per seribu penduduk atau
infant mortalityrate.
b) Educational Achievement, diukur dengan dua indikator, yakni melek
huruf penduduk usia 15 tahun ke atas (adult literacy rate) dan tahun
rata-rata bersekolah bagi penduduk 25 tahun ke atas (the mean years
ofschooling).
c) Access to resource, dapat diukur secara makro melalui PDB rill
perkapita dengan terminologi purchasing power parity dalam dolar
AS dan dapat dilengkapi dengan tingkatan angkatan kerja.
Komponen-komponen yang mempengaruhi Indeks Pembangunan
Manusia (IPM) yaitu:
1. Derajat kesehatan dan panjangnya umur yang terbaca dari Angka
Harapan Hidup Saat Lahir (life expecntacy rate), parameter kesehatan
dengan indikator angka harapan hidup saat lahir, mengukur keadaan
sehat dan berumur panjang.
2. Pendidikan yang diukur dengan Angka Harapan Lama Sekolah,
parameter pendidikan dengan lamanya sekolah, mengukur manusia
yang cerdas, kreatif, terampil, dan bertaqwa.
3. Pendapatan yang diukur dengan daya beli masyarakat (purchasing
power parity), parameter pendapatan dengan indikator daya beli
masyarakat, mengukur manusia yang mandiri dan memiliki akses
yang layak melalui Produk Nasional Bruto (PNB) per kapita.

73
UNDP, Human Development Report ,1993, hlm. 105-106.

51
Sebagai upaya peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
menurut Ardiansyah dan Widiyaningsih, tidak hanya tentang pertumbuhan
ekonomi dari segala aspek. Pemerataan pembangunan menjadi jaminan
seluruh penduduk dapat merasakan hasil dari pembangunan.74
a) Dimensi Umur Panjang dan Hidup Sehat

Berikut adalah penjelasannya:


Ikesehatan = Indeks Kesehatan
AHH = Indeks angka harapan hidup saat lahir
AHH min = Indeks angka harapan hidup saat lahir minimal
AHH maks = Indeks angka harapan hidup saat lahir maksimal
b) Dimensi Pengetahuan

Berikut adalah penjelasannya:


Ipendidikan = Indeks Pendidikan
I HLS = Indeks angka harapan lama sekolah
HLS = Angka harapan lama sekolah
HLS min = Angka harapan lama sekolah minimal
HLS maks = Angka harapan lama sekolah maksimal
I RLS = Indeks rata-rata lama sekolah

74
Putu Gde Mahendra Putra, I Gusti Ketut Agung Ulupui, Pendapatan Asli
Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, Untuk Meningkatkan Indeks
Pembangunan Manusia, ISSN : 2302 – 8556 E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana
11.3 (2015) : 863-877.

52
RLS = Angka rata-rata lama sekolah
RLS min = Angka rata-rata lama sekolah minimal
RLS maks = Angka rata-rata lama sekolah maksimal
c) Dimensi Standar Hidup Layak

Berikut adalah penjelasannya:


Ipengeluaran = Indeks pengeluaran
In Pengeluaran = Indeks pengeluaran
In Pengeluaran min = Indeks pengeluaran minimum
In Indeks Pengeluaran maks = Indeks pengeluaran maksimum
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dihitung sebagai rata-rata
geometrik dari Indeks Umur Panjang dan Hidup Sehat, Pengetahuan dan
Standar hidup layak:

Berikut ini adalah rumus perhitungan pertumbuhan IPM

Keterangan:
IPMt : IPM suatu wilayah pada tahun t
IPMt-1 : IPM suatu wilayah pada tahun (t-1)
Perhitungan dengan memberi bobot variabel pendidikan yang
ditamatkan/ jenjang pendidikan, selanjutnya menghitung rata-rata
tertimbang dari variabel tersebut sesuai bobotnya yang dirumuskan
sebagai berikut:

53
Berikut ini adalah penjelasannya:
RLS = Rata-rata lama sekolah
fi = Frekuensi penduduk 25 tahun ke atas untuk jenjang
pendidikan ke -I
SI = Skor masing-masing jenjang pendidikan ke -i
I = Jenjang pendidikan (i=1,2,…,11)
Sedangkan untuk masyarakat yang tidak menyelesaikan jenjang
pendidikan lama sekolah dihitung berdasarkan menggunakan formula:
“YS = Skor Sekolah yang ditamatkan + Kelas tertinggi yg pernah/ sedang
diduduki – 1” misalnya seseorang yang bersekolah sampai kelas 2 SMU
maka lama sekolahnya adalah, YS = 9 + 2 – 1 = 10 tahun.
Formula penghitungan Harapan Lama Sekolah (HLS) adalah:

D. Kesejahteraan Sosial
1. Pengertian Kesejahteraan Sosial
Pada Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Pasal 33, menyatakan bahwa, “perekonomian disusun berdasarkan usaha
bersama dengan asas kekeluargaan”, dan Pasal 34 yang menyatakan:
“fakir miskin dan anak telantar dipelihara oleh negara”. Upaya dalam
mewujudkan kesejahteraan sosial yaitu melalui pembangunan kesejahteraan
sosial dalam mencapai tujuan bangsa yang ada didalam Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Tercantum dalam Sila ke lima
Pancasila yang menyatakan bahwa keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia, serta Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik

54
Indonesia Tahun 1945 agar negara dapat melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban
dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. 75
Pengertian dari Kesejahteraan Sosial yaitu pemenuhan kebutuhan
material, spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan
mampu untuk mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi
sosialnya. Beberapa cara yang bisa dilakukan untuk mewujudkan
kesejahteraan sosial, antara lain melakukan rehabilitasi sosial, memberikan
perlindungan sosial, pemberdayaan sosial, dan memberikan jaminan sosial
pada masyarakat.76Adanya permasalahan dari kesejahteraan sosial
merupakan bentuk dari belum terpenuhinya Hak Atas Kebutuhan Dasar
Warga Negara Secara Layak.
Kesejahteraan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, berarti bahwa
keadaan sejahtera, keamanan, keselamatan, ketentraman, kemakmuran dan
sebagainya.77 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 1998
mengartikan kesejahteraan sosial berupa tata kehidupan dan penghidupan
sosial material ataupun spiritual meliputi rasa keselamatan, kesusilaan,
ketentraman lahir dan batin yang memungkinkan bagi setiap warga negara
untuk mengadakan pemenuhan kebutuhan jasmani, rohani, dan sosial pada
diri, keluarga, serta masyarakat dengan menjunjung tinggi hak dan
kewajiban sesuai dengan pancasila.78Sedangkan menurut Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB), kesejahteraan sosial merupakan kegiatan-kegiatan
yang telah terorganisir dengan tujuan untuk membantu individu dan
masyarakat untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya dan
meningkatkan kesejahteraan sesuai dengan porsi kepentingan keluarga dan

75
Mahendra Ramadhianto, 2013, Upaya Peningkatan Kesejahteraan Sosial Bagi
Penyandang Cacat, Universitas Brawijaya.
76
Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan
Sosial.
77
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1994, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cet III,
ed. II, Jakarta: Balai Pustaka, hlm. 572. Lihat Nurul Husna, 2014, Ilmu Kesejahteraan
Sosial dan Pekerjaan Sosial, http://jurnal.ar-raniry.ac.id.
78
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 1998, tentang
Kesejahteraan Lansia Bab I Pasal 1.

55
masyarakat. Kegiatan yang diselenggarakan oleh lembaga-lembaga
pemerintah atau swasta bertujuan untuk mencegah, mengatasi atau
memberikan kontribusi sebagai upaya pemecahan masalah sosial,
peningkatan kualitas hidup individu, kelompok dan masyarakat. 79
Kesejahteraan sosial di beberapa Negara maju disebut dengan jaminan
sosial (social security), antara lain bantuan sosial (social assistance) dan
jaminan sosial (social insurance), yang diselenggarakan oleh negara
khususnya untuk kaum yang kurang beruntung (disadvantaged groups).
Sementara di Indonesia, kesejahteraan sosial sering diartikan sebagai
tujuan atau kondisi kehidupan sejahtera dengan terpenuhinya kebutuhan
pokok manusia di setiap daerah.80
Arti yang lebih luas dari kesejahteraan sosial memiliki bermacam-
macam ruang lingkup, seperti ”kondisi” menurut Undang-Undang Nomor
6 Tahun 1974 berisi tentang pokok-pokok kesejahteraan sosial, sebagai
“sistem organisasi” yang terimplementasi dalam bentuk sistem organisasi
pelayanan kemanusiaan seperti Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
ataupun panti-panti sosial. Bisa juga diartikan dengan “gerakan/aktivitas”,
pemaknaan tersebut dikarenakan sebuah gerakan atau aktivitas manusia
dapat meningkatkan taraf hidup (well-being) agar dapat bersaing dan
berkelangsungan hidup di masyarakat.
Tercantum juga dalam Undang -Undang Nomor 11 Tahun 2009 pada
Pasal 1 ayat 2 yang menyatakan, bahwa “penyelenggaraan kesejahteraan
sosial adalah upaya yang terarah, terpadu, dan berkelanjutan yang
dilakukan pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat dalam bentuk
pelayanan sosial guna memenuhi kebutuhan dasar setiap warga negara,
yang meliputi rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial, dan
perlindungan sosial”. Sehingga pemerintah turut serta dalam
mensejahterakan masyarakatnya dari berbagai aspek kehidupan seperti
pendidikan, kesehatan dan kehidupan yang layak atau berkecukupan.

79
Edi Suharto, 2005, Analisis Kebijakan Publik, Bandung: AlFABETA, hlm. 34.
80
Edi Suharto, 2006, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat Kajian
Strategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial & Pekerjaan Sosial, Bandung: Refika
Aditama, hlm. 3.

56
Indonesia menganut model negara kesejahteraan dan menggunakan
paham “welfare state”dengan model “participatory welfare state” atau
negara kesejahteraan partisipatif. Ketika menangani permasalahan sosial
dan jaminan sosial, negara juga memiliki peran penting. 81Akan tetapi,
negara secara operasional memberi kesempatan yang luas agar masyarakat
dapat turut serta berpartisipasi. Menurut Midgley, kesejahteraan sosial
merupakan suatu keadaan atau kondisi dalam kehidupan manusia yang
terbentuk ketika dihadapkan pada permasalahan sosial dan dapat
mengelolanya dengan baik. Sehingga kebutuhan manusia dapat terpenuhi
dan mampu memaksimalkan kesempatan sosial. 82
Kesejahteraan sosial menurut Edi Suharto yaitu suatu tempatuntuk
berkiprahnya pekerja sosial dengan menempatkan kesejahteraan sosial
sebagai alat (means) dalam mencapai tujuan pembangunan serta menjadi
kegiatan yang terorganisasi. 83 Sedangkan menurut Dunham, kesejahteraan
sosial merupakan upaya berupa kegiatan yang terorganisasi untuk
meningkatkan kondisi yang sejahtera secara sosial di tengah masyarakat.
Berdasarkan uraian tersebut, hal yang perlu digaris bawahi adalah (1)
kesejahteraan sosial adalah hak bagi setiap warga negara, (2) kesejahteraan
sosial merupakan tujuan akhir dari pembangunan nasional. 84Kesejahteraan
sosial memiliki tiga konsep, seperti: Kondisi kehidupan atau keadaan
sejahtera, maksudnya terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan jasmaniah,
rohaniah dan sosial masyarakat, Institusi atau bidang kegiatan melibatkan
lembaga kesejahteraan sosial dan berbagai profesi kemanusiaan dengan
menyelenggarakan usaha kesejahteraan sosial dan pelayanan sosial untuk
masyarakat, serta kegiatan atau usaha yang terorganisir untuk mencapai
kondisi sejahtera sehingga apa yang dicita-citakan dapat terwujud.85

81
Armaini Rambe, 2004, Alokasi Pengeluaran Rumah Tangga dan Tingkat
Kesejahteraan (Kasus di Kecamatan Medan Kota, Sumatera Utara).
82
Miftachul Huda, 2009, Pekerjaan Sosial dan Kesejahteraan Sosial: Sebuah
Pengantar, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
83
Ibid, hlm. 3
84
Suradi, 2007, Pembangunan Manusia, Kemiskinan Dan Kesejahteraan Sosial
Kajian tentang Kebijakan Pembangunan Kesejahteraan Sosial di Nusa Tenggara Barat,
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial, Vol 12, No. 03, 1-11.
85
Ibid, hlm. 2.

57
Pemenuhan dari status kesejahteraan diukur menggunakan proporsi
pengeluaran rumah tangga yang dibagi menjadi beberapa kategori yaitu
jika proporsi pengeluaran untuk kebutuhan pokok sebanding atau lebih
rendah dari proporsi pengeluaran untuk kebutuhan bukan
pokok.86Sedangkan apabila antara pengeluaran rumah tangga dan proporsi
pengeluaran untuk kebutuhan pokok lebih besar dari pengeluaran untuk
kebutuhan yang bukan pokok, maka dapat dikategorikan status
kesejahteraan rumah tangganya yang masih tergolong rendah.
Menurut Schneiderman, tujuan dari kesejahteraan sosial terlihat
dari seluruh program kesejahteraan sosial meliputi: 1) Pencapaian
kehidupan yang sejahtera yaitu tercapainya standar kehidupan pokok
seperti sandang, perumahan, pangan, kesehatan, dan relasi-relasi sosial
yang harmonis dengan lingkungannya. 2) Masyarakat mampu untuk
menyesuaikan diri dengan baik di lingkungannya, agar dapat menggali
potensi yang menghasilkan dan menjanjikan serta meningkatkan standar
keuangan masyarakat.87
Asas dalam penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial antara lain:
a. Kesetiakawanan yaitu dalam menyelenggaraka Kesejahteraan Sosial
harus didasari oleh kepedulian sosial untuk membantu orang yang
membutuhkan pertolongan dengan empati dan kasih sayang sesama
manusia.
b. Keadilan yaitu dalam penyelenggarakan Kesejahteraan Sosial harus
menekankan pada aspek pemerataan yang tidak bersifat diskriminatif
dan adanya keseimbangan antara hak dan kewajiban masing-masing
individu.
c. Kemanfaatan yaitu dalam penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial harus
dapat memberikan manfaat untuk meningkatkan kualitas hidup warga
negaranya.

86
Bappenas, 2000, Program Pembangunan Nasional Penanggulangan
Kemiskinan. Makalah Diskusi Rakor-Pokja Operasional Gerakan Terpadu Pengentasan
Kemiskinan Tk. Pusat. 13 Juni 2000. Jakarta.
87
Adi Fahrudin, 2012, Pengantar Kesejahteraan Sosial, Bandung: Refika
Aditama.

58
d. Keterpaduan yaitu dalam penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial harus
mengintegrasikan berbagai macam komponen yang berkaitan, sehingga
dapat terkoordinir dan sinergis.
e. Kemitraan yaitu dalam menangani permasalahan Kesejahteraan Sosial
diperlukan kemitraan antara Pemerintah dan masyarakat, Pemerintah
selaku penanggung jawab dan masyarakat selaku mitra Pemerintah
dalam menangani permasalahan Kesejahteraan Sosial dan peningkatan
Kesejahteraan Sosial.
f. Keterbukaan yaitu memberikan akses yang luas pada masyarakat untuk
mendapatkan informasi yang bertkaitan dengan penyelenggaraan
Kesejahteraan Sosial.
g. Akuntabilitas yaitu dalam setiap penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial
harus dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan Peraturan
Perundang-undangan.
h. Partisipasi yaitu dalam setiap penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial
harus melibatkan seluruh komponen masyarakat tanpa terkecuali.
i. Profesionalitas yaitu dalam setiap penyelenggaraan Kesejahteraan
Sosial pada masyarakat agar dilandasi dengan profesionalisme sesuai
dengan lingkup tugasnya dan dilaksanakan semaksimal mungkin.
j. Keberlanjutan yaitu dalam menyelenggarakan Kesejahteraan Sosial
dilaksanakan secara berkesinambungan, sehingga tercapai kemandirian
ditengah masyarakat.88
2. Pengaturan Kesejahteraan Sosial
Kesejahteraan sosial berkaitan erat dengan kebijakan-kebijakan
yang selama ini telah dilaksanakan oleh pemerintah. Lahirnya Undang-
Undang tentang kesejahteraan sosial merupakan wujud dari tanggung
jawab pemerintah terhadap menyelenggarakan sistem jaminan sosial di
Indonesia yang berlaku secara universal untuk seluruh masyarakat
Indonesia yang berlandaskan pada amendemen kedua Undang-Undang

88
https://sipp.menpan.go.id/sektor/sosial/latar-belakang-kebijakan-sosial-di-
indonesia, diakses pada tanggal 5 Juli 2021, Pukul 19.00 WIB.

59
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang telah disetujui pada
tanggal 18 Agustus 2000, seperti Hak Asasi Manusia yang tercantum
dalam Pasal 28 H Ayat (1) Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan
batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik
dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan, (2) Setiap orang
berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh
kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan
keadilan, dan (3) Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang
memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang
bermartabat. Serta amendemen keempat yang telah disetujui pada tanggal
10 Agustus 2002, dalam Pasal 34 Ayat 2 yang menyatakan bahwa,
pemerintah bertanggung jawab untuk mengembangkan sistem jaminan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
dan konvensi ILO Nomor 102 Tahun 1952 memperluas cakupan welfare
state yang dimanifestasikan ke dalam batang tubuh konstitusi Negara
Indonesia untuk dijadikan sebagai pedoman hidup berbangsa dan
penyelenggaraan kenegaraan. Pada Pasal 34 Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pra amandemen, menyatakan
bahwa negara bertanggung jawab untuk memelihara fakir miskin dan
anak-anak terlantar. Setelah dilaksankannya amandemen keempat, tugas
negara pada bidang kesejahteraan sosial semakin diperluas adengan danya
tambahan tanggung jawab untuk mengembangkan sistem jaminan sosial
dan memberdayakan kelompok masyarakat miskin, serta memberikan
pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum untuk masyarakat
Indonesia. Melalui welfare state negara memenuhi kebutuhan dasar
masyarakatnya sebagai mekanisme pemerataan terhadap kesenjangan yang
timbul karena ekonomi pasar. Meliputi Jaminan sosial, kesehatan,
perumahan dan pendidikan yang wilayah dari kebijakan pemerintah yang
menganut faham welfare state.89

89
Alfitri, “Ideologi Welfare State dalam Dasar Negara Indonesia Analisis
Putusan Mahkamah Konstitusi Terkait Sistem Jaminan Sosial Nasional”, Jurnal
Mahkamah Konstitusi, Volume 9 Nomor 3, September 2012, hlm 461.

60
Adanya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1974 tentang Ketentuan-
Ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial menyatakan bahwa tujuan
perjuangan Bangsa Indonesia yaitu untuk mencapai masyarakat yang adil
dan makmur, dengan memberikan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia agar setiap warganegara hidup dengan layak, bebas dari
penindasan dan penghisapan, bebas dari kehinaan dan kemiskinan, bebas
menggerakkan secara konstruktif aktivitas-aktivitas sosial untuk
mempertinggi kesejahteraan perseorangan, keluarga, golongan dan
masyarakat. Usaha-usaha kesejahteraan sosial bertujuan untuk
mewujudkan sarana-sarana utama agar dapat memperbaiki syarat-syarat
kehidupan dan penghidupan rakyat.
Untuk melindungi tenaga kerja yang berkaitan dengan
kesejahteraan sosial, maka lahirlah Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992
tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja merupakan bagian dari upaya
pembangunan sumberdaya manusia yang berkaitan dengan pembangunan
nasional sebagai pengamalan Pancasila, dan pelaksanaan dari Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, mengarah pada
peningkatan harkat, martabat dan kemampuan manusia, serta kepercayaan
pada diri sendiri dalam rangka mewujudkan masyarakat sejahtera, adil,
dan makmur baik materiil maupun spiritual.
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan
Sosial lahir untuk menggantikan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1974
tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial agar dapat
menjamin terpenuhinya kebutuhan dasar warga negara, serta untuk
menghadapi tantangan dan perkembangan kesejahteraan sosial di tingkat
lokal, nasional, dan global. Materi pokok yang diatur dalam Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial antara lain
pemenuhan hak atas kebutuhan dasar, penyelenggaraan kesejahteraan
sosial secara komprehensif dan profesional, serta perlindungan
masyarakat. Serta untuk menghindari penyalahgunaan kewenangan dalam
penyelenggaraan kesejahteraan sosial, mengatur pendaftaran dan

61
perizinan dan pemberian sanksi administratif bagi lembaga yang
menyelenggarakan kesejahteraan sosial agar dapat memberikan keadilan
sosial bagi warga negara untuk dapat hidup secara layak dan bermartabat.
Perlindungan terhadap fakir miskin ada didalam Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin menyatakan
bahwa kewajiban negara dalam membebaskan dari kemiskinan dilakukan
melalui upaya penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak atas
kebutuhan dasar sebagai prioritas utama dalam pembangunan nasional
termasuk untuk mensejahterakan fakir miskin. Dengan adanya undang-
undang yang secara khusus mengatur fakir miskin, diharapkan
memberikan pengaturan yang bersifat komprehensif dalam upaya
mensejahterakan fakir miskin yang lebih terencana, terarah, dan
berkelanjutan.
Kesejahteraan sosial juga berkaitan dengan konflik sosial di
masyarakat, sehingga lahir lah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2012
tentang Penanganan Konflik Sosial menentukan tentang tujuan dari
penanganan konflik yaitu untuk menciptakan kehidupan masyarakat yang
aman, tenteram, damai, dan sejahtera; memelihara kondisi damai dan
harmonis dalam hubungan sosial kemasyarakatan; meningkatkan tenggang
rasa dan toleransi dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara;
memelihara keberlangsungan fungsi pemerintahan; melindungi jiwa, harta
benda, serta sarana dan prasarana umum; memberikan pelindungan dan
pemenuhan hak korban; serta memulihkan kondisi fisik dan mental
masyarakat.
Undang-Undang yang juga berkaitan dengan kesejahteraan sosial
lainnya yaitu Peraturan pekerja sosial karena sangat diperlukan sebagai
suatu pedoman formal (legalitas) bagi Pekerja Sosial. Karena Pekerja
Sosial merupakan salah satu komponen utama dalam penyelenggara
kesejahteraan sosial pada masyarakat yang memiliki peran penting,
sehingga perlu mendapatkan pelindungan dan kepastian hukum. Maka
lahir lah Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2019 tentang Pekerja Sosial,
yang mengatur antara lain: pertama, Praktik Pekerjaan Sosial yang

62
merupakan cakupan kegiatan Praktik Pekerjaan Sosial dan bentuk kegiatan
yang dapat dilakukan; kedua, standar Praktik Pekerjaan Sosial yang berisi
standar yang harus dipenuhi dalam melakukan pelayanan Praktik
Pekerjaan Sosial dan standar tersebut ditentukan oleh Menteri; ketiga,
Pendidikan Profesi Pekerja Sosial yang mengatur kompetensi seseorang
untuk menjadi Pekerja Sosial sehingga memiliki kompetensi untuk
melakukan Praktik Pekerjaan Sosial; keempat, Registrasi dan izin praktik
yang mengatur mengenai kewajiban memiliki Surat Tanda Registrasi
(STR) dan SIPPS, Pekerja Sosial lulusan luar negeri, dan Pekerja Sosial
warga negara asing; kelima, hak dan kewajiban Pekerja Sosial dan Klien;
keenam, Organisasi Pekerja Sosial sebagai wadah aspirasi Pekerja Sosial;
ketujuh, Dewan Kerhormatan Kode Etik yang dibentuk oleh Organisasi
Pekerja Sosial; kedelapan tugas dan wewenang Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah yang bertujuan untuk menjamin mutu dan pelindungan
masyarakat penerima layanan Praktik Pekerjaan Sosial; kesembilan, peran
serta masyarakat dalam penyelenggaraan Praktik Pekerjaan Sosial.
Penanganan fakir miskin di Indonesia juga perlu diperhatikan
secara maksimal sehingga lahir lah Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun
2013 tentang Pelaksanaan Upaya Penanganan Fakir Miskin Melalui
Pendekatan Wilayah, tujuannya sebagai pedoman dalam Penanganan Fakir
Miskin sehingga Penanganan Fakir Miskin dapat dilaksanakan secara
komprehensif dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
guna mewujudkan kesejahteraan Fakir Miskin. Peraturan Pemerintah ini
untuk memenuhi amanat pada Pasal 26 Undang-Undang Nomor 13 Tahun
2012 tentang Penanganan Fakir Miskin. Peraturan Pemerintah ini meliputi
pengaturan mengenai Penanganan Fakir Miskin tinggal di wilayah perdesaan,
Penanganan Fakir Miskin perkotaan, Penanganan Fakir Miskin pesisir dan
pulau-pulau kecil, Penanganan Fakir Miskin tertinggal/terpencil, atau
Penanganan Fakir Miskin perbatasan antarnegara, koordinasi dan rencana
aksi.
Kementerian yang bertugas untuk menangani segala permasalahan
sosial yaitu Kementerian Sosial yang tugas dan fungsinya diatur dalam
Peraturan Presiden Nomor 46 Tahun 2015 tentang Kementerian Sosial

63
menyatakan bahwa Kementerian Sosial bertugas untuk menyelenggarakan
urusannya di bidang rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan
sosial, perlindungan sosial, dan penanganan fakir miskin untuk membantu
Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara dengan fungsinya
yaitu merumuskan, menetapkan, dan melaksanakan kebijakan di bidang
rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial, perlindungan
sosial, dan penanganan fakir miskin; menetapan kriteria dan data fakir
miskin dan orang tidak mampu; menetapan standar rehabilitasi sosial;
mengkoordinasikan pelaksanaan tugas, pembinaan, dan memberikan
dukungan administrasi terhadap seluruh unsur organisasi di lingkungan
Kementerian Sosial.
Upaya penyelesaian permasalahan kemiskinan yang dilakukan
pemerintah selain yang telah diatur dalam Undang-Undang dan Perpres
diatas yaitu pemberian bantuan tunai dan non tunai kepada masyarakat
yang diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2017 tentang
Penyaluran Bantuan Sosial Secara Non Tunai. Pemberian bantuan berupa
bantuan sosial kepada masyarakat dilakukan dengan cara efisien agar
masyarakat yang menerima dapat tepat sasaran, tepat jumlah, tepat waktu,
tepat kualitas, dan tepat administrasi sehingga mampu meningkatan
kemanfaatan bagi penerima bantuan dan berkontribusi terhadap
peningkatan keuangan inklusif. Kebijakan-kebijakan tersebut saling
berkaitan dan memiliki tujuan masing-masing dalam pembuatannya.
Tanggung jawab terhadap kesejahteraan sosial ini tidak hanya menjadi
tanggung jawab pemerintah, akan tetapi juga seluruh masyarakat
Indonesia. Penguatan di beberapa sektor perlu untuk dilakukan agar
program pengentasan kemiskinan yang ada didalam setiap kebijakan
pemerintah dapat berjalan semaksimal mungkin.

64
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Metode Pendekatan
Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini Normatif
yaitu metode penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan
pustaka atau bahan sekunder.90 Pendekatan normatif digunakan untuk

90
Peter Mahmud Marzuki, 2008, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: Kencana, hlm.
23.

65
menganalisis Implementasi Kebijakan Otonomi Daerah Dalam
Meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia di Kabupaten Brebes.
Penelitian hukum normatif dapat juga diartikan sebagai penelitian hukum
doktrinal. Pada penelitian hukum ini dikonsepkan sebagai sesuatu yang
tertulis di dalam perundang-undangan (law in books) atau hukum
dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan
berperilaku manusia yang dianggap pantas.
Pendekatan yang digunakan dalam melaksanakan penelitian ini
dengan Pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan
91
Pendekatan Konseptual. Metode Pendekatan Perundang-undangan yaitu
Pendekatan yang dilakukan dengan menelaah semua peraturan perundang-
undangan yang berkaitan dengan Implementasi Kebijakan Otonomi
Daerah Dalam Meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia di Kabupaten
Brebes. Metode Pendekatan Konseptual bersumber dari pandangan-
pandangan dan doktrin-doktrin yang berkembang di dalam ilmu hukum.92
Pendekatan ini menjadi penting sebagai pemahaman terhadap
pandangan/doktrin yang berkembang dalam ilmu hukum dapat menjadi
pijakan untuk membangun argumentasi hukum ketika membahas
Implementasi Kebijakan Otonomi Daerah Dalam Meningkatkan Indeks
Pembangunan Manusia di Kabupaten Brebes. Pandangan/doktrin akan
memperjelas ide-ide dengan memberikan pengertian-pengertian hukum,
konsep hukum, maupun asas hukum yang relevan dengan permasalahan.
B. Spesifikasi Penelitian
Sebagai upaya dalam memperoleh data yang diperlukan untuk
menyusun penulisan hukum, maka spesifikasi penelitian yang digunakan
yaitu deskriptif. Spesifikasi penelitian ini yaitu deskriptif analitis dengan
menggambarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku kemudian
dikaitkan dengan teori-teori hukum dan praktek pelaksanaan hukum

91
Ibid., hlm. 93.
92
Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji, 2001, Penelitian Hukum Normatif (Suatu
Tinjauan Singkat), Rajawali Pers, Jakarta, hlm. 14 dengan Peter Mahmud Marzuki, Op
Cit, hlm. 93-137 dan Johnny Ibrahim, Op Cit, hlm. 299-321.

66
positif.93 Penelitian hukum normatif yaitu suatu penelitian hukum yang
dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka.
Jenis penelitian yang digunakan meliputi penelitian Inventarisasi Hukum,
Penemuan Asas-Asas Hukum, Penemuan Hukum Inconcreto Sistematika
Hukum, Sinkronisasi Hukum secara vertikal atau horisontal, dan
Konsistensi Hukum.94
Penelitian ini mempergunakan Kebijakan Otonomi Daerah sebagai
dasar oleh Pemerintah Kabupaten Brebes dalam meningkatkan Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) pada dimensi Umur Panjang dan Hidup
Sehat, dimensi Pengetahuan dan dimensi Standar Hidup Layak antara lain:
a. Dimensi Umur Panjang dan Hidup Sehat dasar hukum yang
dipergunakan yaitu Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009
tentang Kesehatan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, Undang-Undang Nomor
23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah
diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, Peraturan Daerah Kabupaten Brebes
Nomor 3 Tahun 2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Daerah Kabupaten Brebes Tahun 2005-2025, Peraturan Presiden
Nomor 18 Tahun 2020 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional Tahun 2019-2024, Peraturan Daerah Kabupaten
Brebes Nomor 10 Tahun 2017 tentang Sistem Kesehatan Kabupaten
Brebes, Peraturan Bupati Brebes Nomor 26 Tahun 2015 tentang
pemberdayaan Masyarakat Dalam Penurunan Angka Kematian Ibu
Dan Angka Kematian Bayi Melalui Maklumat Dukun Bayi, Peraturan
Bupati Nomor 122 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan KIA di
Kabupaten Brebes, Peraturan Bupati Nomor 124 Tahun 2017 tentang

93
F.C. Susila Adiyanta, 2019, Hukum dan Studi Penelitian Empiris: Penggunaan
Metode Survey sebagai Instrumen Penelitian Hukum Empiris, Adminitrative Law &
Governance Journal. Vol. 2 Issue 4, Nov 2019.
94
Tedi Sudrajat, 2019, Diktat Metode Penelitia Hukum (Doktrinal), Purwokerto :
Fakultas Hukum Unsoed, hlm 15.

67
Pedoman Pelaksanaan Kegiatan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat,
Bupati Nomor 077 Tahun 2018 tentang Germas, Peraturan Bupati
Nomor 50 Tahun 2019 tentang Penanggulangan Stunting, Surat
Edaran Bupati Nomor 440/3399 Tahun 2019 tentang Program
Pemberian Tablet Tambah Darah Pada Remaja, Surat Edaran Bupati
Nomor 440/1806 Tahun 2020 tentang Program Gerakan Masyarakat
Hidup Sehat dengan memanfaatkan Buku KIA dan Surat Edaran
Kepala Dinas Kesehatan Nomor 440/5913 Tahun 2020 tentang
Gerakan Penyelamatan Ibu dari Pre Eklamsia.
b. Dimensi Pengetahuan dasar hukum yang dipergunakan yaitu Undang-
Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak,
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial,
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir
Miskin, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja,
Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan
Penyelengaraan Pendidikan, Peraturan Daerah Kabupaten Brebes
Nomor 3 Tahun 2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Daerah Kabupaten Brebes Tahun 2005-2025, Peraturan Presiden
Nomor 18 Tahun 2020 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional Tahun 2019-2024, Peraturan Pemerintah Nomor
47 Tahun 2008 tentang Wajib Belajar, Peraturan Pemerintah Nomor 2
Tahun 2018 tentang Standar Pelayanan Minimal, Peraturan Presiden
Nomor 2 Tahun 2015 tentang tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah 2015-2019, Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2017
tentang Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan,
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 80 Tahun 2013
tentang Pendidikan Menengah Universal (PMU), Peraturan Presiden
No 166 Tahun 2014 tentang Program Percepatan Penanggulangan

68
Kemiskinan, Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2017 tentang
Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan,
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 19 Tahun 2016
tentang Program Indonesia Pintar, Peraturan Menteri Desa,
Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 16 Tahun
2018 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2019, Kovensi
PBB tentang Hak-Hak Anak (United Nations Convention on the
Rights of the Child), Peraturan Bupati Brebes Nomor 97 Tahun 2020
tentang Pedoman Pemberian Bantuan Sosial Dewasa Tidak Sekolah
(Dts) Untuk Mendukung Pendidikan Sepanjang Hayat, Peraturan
Bupati Brebes Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pendidikan Sepanjang
Hayat dan Peraturan Bupati Nomor 115 Tahun 2017 tentang Rintisan
Penuntasan Pendidikan Dua Belas Tahun, Surat Edaran Dinpermasdes
Kabupaten Brebes Nomor 142.41/2409 tentang Penyaluran Dana Desa
Tahap 3 (dana pendidikan minimal 4% dari Dana Desa, dan Surat
Keputusan Bupati Brebes Nomor 420/515 Tahun 2018 tentang
Bantuan Pembiayaan Rintisan Penuntasan Pendidikan 12 Tahun.
Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2005 tentang Gerakan Nasional
Percepatan Penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan
Tahun dan Pemberantasan Buta Aksara, Instruksi Presiden Nomor 7
Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Program Simpanan Keluarga
Sejahtera, Konvensi PBB tentang Hak-Hak Penyandang Disabilitas
(UN Convention on the Rights of Persons with Disabilities), Konvensi
PBB tentang Penghapusan Diskriminasi Perempuan (UN Convention
on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women).
c. Dimensi Standar Hidup Layak dasar hukum yang dipergunakan yaitu
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1974 tentang Ketentuan-Ketentuan
Pokok Kesejahteraan Sosial, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992
tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja, Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Nasional, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang

69
Kesejahteraan Sosial, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2011
tentang Penanganan Fakir Miskin, Undang-Undang Nomor 7
Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial, Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana
telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, Peraturan Daerah Kabupaten Brebes
Nomor 3 Tahun 2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Daerah Kabupaten Brebes Tahun 2005-2025, Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional Tahun 2014-2019, Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional Tahun 2019-2024, Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 2019 tentang Pekerja Sosial, Peraturan Pemerintah
Nomor 63 Tahun 2013 tentang Pelaksanaan Upaya Penanganan Fakir
Miskin Melalui Pendekatan Wilayah, Peraturan Presiden Nomor 15
Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan,
Peraturan Presiden Nomor 46 Tahun 2015 tentang Kementerian
Sosial, Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2017 tentang Penyaluran
Bantuan Sosial Secara Non Tunai, Peraturan Daerah Kabupaten
Brebes Nomor 6 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Penanaman
Modal, Peraturan Daerah Kabupaten Brebes Nomor 9 Tahun 2020
tentang Penyertaan Modal Pemerintah Kabupaten Brebes kepada
Perusahaan Umum dan Daerah Percetakan Puspa Grafika Kabupaten
Brebes, Peraturan Daerah Kabupaten Brebes Nomor 2 Tahun 2017
tentang Penyertaan Modal Daerah Pada PT Bank Pembangunan
Daerah Jawa Tengah, Peraturan Daerah Kabupaten Brebes Nomor 3
Tahun 2017 tentang Kewenangan Desa, Peraturan Presiden Nomor 79
Tahun 2019 tentang Percepatan Pembangunan Jawa Tengah,
Peraturan Daerah Kabupaten Brebes Nomor 2 Tahun 2018 tentang
Penanggulangan Kemiskinan, Peraturan Daerah Kabupaten Brebes
Nomor 4 Tahun 2015 tentang Keuangan Desa.
Seluruh Peraturan diatas saling berkaitan satu dengan lainnya
kerena telah disesuaikan dengan kebutuhan dasar hukum dan kebijakan
pemerintah dalam upayanya meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia.

70
Seluruh Dinas terkait diharuskan membuat dan memiliki dasar hukum
yang telah dilegalkan baik dalam bentuk Undang-Undang, Peraturan
Pemerintah, Peraturan Daerah maupun Peraturan Bupati.
C. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Dinas Kesehatan Kabupaten Brebes,
Badan Perencanaan Penelitian dan Pengembangan Kabupaten Brebes,
Badan Pusat Statistika Kabupaten Brebes, dan Dinas Pendidikan, Pemuda
dan Olah Raga Kabupaten Brebes.
D. Sumber Bahan Hukum
Data yang dipergunakan yaitu data sekunder yang bersifat
kepustakaan yang terbagi atas beberapa jenis yaitu :
1. Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang bersifat autoritatif,
maksudnya bahan hukum yang memiliki otoritas, mutlak dan mengikat
yang terdiri dari peraturan dasar, peraturan perundang-undangan, catatan
resmi, lembar negara penjelasan, risalah, putusan hakim dan yurisprudensi.
Bahan hukum primer yang digunakan antara lain: Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang Dasar (UUD
NRI) Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Bab XIV Perekonomian
Nasional dan Kesejahteraan Sosial, Pasal 33 dan Pasal 34, Undang-
Undang Nomor 6 Tahun 1974 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok
Kesejahteraan Sosial, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang
Jaminan Sosial Tenaga Kerja, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional, Undang-Undang Nomor 17 Tahun
2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional, Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial, Undang-
Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta
Kerja, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir
Miskin, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2012 tentang Penanganan
Konflik Sosial, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2019 tentang Pekerja
Sosial, Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan

71
dan Penyelengaraan Pendidikan, Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun
2013 tentang Pelaksanaan Upaya Penanganan Fakir Miskin Melalui
Pendekatan Wilayah, Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2018 tentang
Standar Pelayanan Minimal, Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2010
tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan, Peraturan Presiden
Nomor 166 Tahun 2014 tentang Program Percepatan Penanggulangan
Kemiskinan, Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang tentang
Rencana Pembangunan Jangka Menengah 2015-2019, Peraturan Presiden
Nomor 46 Tahun 2015 tentang Kementerian Sosial, Peraturan Presiden
Nomor 63 Tahun 2017 tentang Penyaluran Bantuan Sosial Secara Non
Tunai, Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan
Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan, Peraturan Presiden
Nomor 79 Tahun 2019 tentang Percepatan Pembangunan Jawa Tengah,
Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2020 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional Tahun 2019-2024, Surat Keputusan Bupati
Brebes Nomor 420/515 Tahun 2018 tentang Bantuan Pembiayaan Rintisan
Penuntasan Pendidikan 12 Tahun, Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2005
tentang Gerakan Nasional Percepatan Penuntasan Wajib Belajar
Pendidikan Dasar Sembilan Tahun dan Pemberantasan Buta Aksara,
Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Program
Simpanan Keluarga Sejahtera, Konvensi PBB tentang Hak-Hak
Penyandang Disabilitas (UN Convention on the Rights of Persons with
Disabilities), Konvensi PBB tentang Penghapusan Diskriminasi
Perempuan (UN Convention on the Elimination of All Forms of
Discrimination Against Women), Kovensi PBB tentang Hak-Hak Anak
(United Nations Convention on the Rights of the Child), Peraturan Bupati
Brebes Nomor 26 Tahun 2015 tentang pemberdayaan Masyarakat Dalam
Penurunan Angka Kematian Ibu Dan Angka Kematian Bayi Melalui
Maklumat Dukun Bayi, Peraturan Bupati Nomor 115 Tahun 2017 tentang
Rintisan Penuntasan Pendidikan Dua Belas Tahun, Peraturan Bupati
Nomor 122 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan KIA di Kabupaten
Brebes, Peraturan Bupati Nomor 124 Tahun 2017 tentang Pedoman

72
Pelaksanaan Kegiatan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat, Peraturan Bupati
Nomor 077 Tahun 2018 tentang Germas, Peraturan Bupati Nomor 50
Tahun 2019 tentang Penanggulangan Stunting, Peraturan Bupati Brebes
Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pendidikan Sepanjang Hayat, Peraturan
Bupati Brebes Nomor 97 Tahun 2020 tentang Pedoman Pemberian
Bantuan Sosial Dewasa Tidak Sekolah (Dts) Untuk Mendukung
Pendidikan Sepanjang Hayat, Peraturan Daerah Kabupaten Brebes Nomor
3 Tahun 2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah
Kabupaten Brebes Tahun 2005-2025, Peraturan Daerah Kabupaten Brebes
Nomor 4 Tahun 2015 tentang Keuangan Desa, Peraturan Daerah
Kabupaten Brebes Nomor 2 Tahun 2017 tentang Penyertaan Modal
Daerah Pada PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah, Peraturan
Daerah Kabupaten Brebes Nomor 3 Tahun 2017 tentang Kewenangan
Desa, Peraturan Daerah Kabupaten Brebes Nomor 10 Tahun 2017 tentang
Sistem Kesehatan Kabupaten Brebes, Peraturan Daerah Kabupaten Brebes
Nomor 2 Tahun 2018 tentang Penanggulangan Kemiskina, Peraturan
Daerah Kabupaten Brebes Nomor 6 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan
Penanaman Modal, Peraturan Daerah Kabupaten Brebes Nomor 9 Tahun
2020 tentang Penyertaan Modal Pemerintah Kabupaten Brebes kepada
Perusahaan Umum dan Daerah Percetakan Puspa Grafika Kabupaten
Brebes, Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan
Transmigrasi Nomor 16 Tahun 2018 tentang Prioritas Penggunaan Dana
Desa Tahun 2019, Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor
80 Tahun 2013 tentang Pendidikan Menengah Universal (PMU), Peraturan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 19 Tahun 2016 tentang
Program Indonesia Pintar, Surat Edaran Bupati Nomor 440/1806 Tahun
2020 tentang Program Gerakan Masyarakat Hidup Sehat dengan
memanfaatkan Buku KIA, Surat Edaran Bupati Nomor 440/3399 Tahun
2019 tentang Program Pemberian Tablet Tambah Darah Pada Remaja,
Surat Edaran Dinpermasdes Kabupaten Brebes Nomor 142.41 Tahun 2019
tentang Penyaluran Dana Desa Tahap 3 (dana pendidikan minimal 4% dari

73
Dana Desa), dan Surat Edaran Kepala Dinas Kesehatan Nomor 440/5913
Tahun 2020 tentang Gerakan Penyelamatan Ibu dari Pre Eklamsia.
2. Bahan Hukum sekunder
Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberi
penjelasan terhadap bahan hukum primer yang terdiri dari pustaka
dibidang ilmu hukum, penelitian dibidang ilmu hukum, jurnal hukum,
artikel ilmiah, laporan hukum, berita, eksaminasi publik dan semua
publikasi baik dari media cetak maupun elektronik.
3. Bahan Non Hukum
Bahan Non Hukum adalah Bahan yang memberikan petunjuk
terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder terdiri dari
kamus dan ensiklopedia.
E. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan bahan hukum dalam penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan studi kepustakaan untuk memperoleh konsep hukum dan
doktrin sarjana yang kuat, internet browsing, telaah artikel ilmiah, telaah
surat kabar, dan juga menginventarisasi peraturan perundang-undangan.
F. Metode Penyajian Data
Bahan Hukum yang ada kemudian diuraikan atau disajikan secara
menyeluruh dan sistematis dalam bentuk teks naratif sesuai dengan
kebutuhan analisa tetapi tidak menghilangkan substansi yang ada didalam
bahan hukum tersebut, sedangkan bahan hukum primer diinventarisasikan
dan diperjelas dengan bahan hukum sekunder untuk memperoleh
penjelasan yang tepat. Penelitian disusun secara komprehensif yaitu
dengan menggunakan norma-norma hukum yang ada didalamnya terkait
satu dengan yang lainnya, sedangkan All Inclusive yaitu hukum yang ada
cukup mampu untuk menampung permasalahan hukum terkait
Implementasi Kebijakan Otonomi Daerah Dalam Meningkatkan Indeks
Pembangunan Manusia di Kabupaten Brebes. Sehingga tidak ada
kekurangan hukum, dan sistematik yaitu norma hukum antara satu dengan
yang lainnya harus tersusun secara hierarkis.

74
G. Metode Analisis Data
Metode analisa bahan hukum dalam penelitian ini menggunakan
analisa kualitatif artinya analisa bahan hukum diuraikan menurut kualitas
berdasarkan bahan hukum sekunder yang dikaitkan dengan bahan hukum
primer dan lebih diperjelas dengan bahan hukum tersier. Bahan hukum
berupa doktrin sarjana, putusan maupun peraturan perundang-undangan
diperbandingkan dengan seksama guna mencari persamaan dan
perbedaannya. Bahan-bahan hukum tersebut juga disusun secara sistematis
dan jelas kemudian ditarik kesimpulan pada kajian penelitian ini. Dalam
penelitian ini digunakan analitis dengan cara berfikir deduktif- induktif
sehingga analisis data diharapkan dapat memberikan kesimpulan sesuai
dengan permasalahan dan tujuan penelitian.95

95
Soerjono Soekanto, 2010, Pengantar Penelitian Hukum, Yogyakarta : UI Press, hlm
250.

75
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Implementasi Kebijakan Otonomi Daerah Dalam Meningkatkan
Indeks Pembangunan Manusia di Kabupaten Brebes.
1. Gambaran Umum Kabupaten Brebes
Kabupaten Brebes memiliki luas wilayah 1663,39 km2 dengan jarak
terjauh utara –selatan 87 km, dan barat - timur 50 km, dan memiliki garis
pantai sepanjang 65, 48 km dengan batas wilayah laut 12 mil laut. Secara
geografis Kabupaten Brebes terletak di bagian utara paling barat Provinsi
Jawa Tengah, diantara koordinat 108o41‟37,7” – 109o11‟28,92” 2 Bujur
Timur dan 6o 44‟ 56, 5” – 7o 20‟ 51, 48” Lintang Selatan, dan berbatasan
langsung dengan Provinsi Jawa Barat. Kabupaten Brebes merupakan
kabupaten yang cukup luas di Provinsi Jawa Tengah.Sebagian besar
wilayahnya adalah dataran rendah. Wilayah Kabupaten Brebes memiliki
ketinggian antara 0 – 2000 m diatas permukaan laut.96 Beberapa kecamatan
di Kabupaten Brebes memiliki topogragi yang sama, yaitu 5 kecamatan
berupa daerah pesisir / pantai, 9 dataran rendah, dan 3 kecamatan dataran
tinggi atau pegunungan. Terdapat beberapa tipe kelerengan lahan di wilayah
Kabupaten Brebes, yaitu wilayah datar (0 – 2%) seluas 71,512,04 ha,
wilayah bergelombang (2- 15%) seluas 30, 641 ha, wilayah curam (15-
40%) seluas 38, 422 ha, dan wilayah sangat curam ( > 40% ) seluas 25, 542
ha.
Secara administratif wilayah Kabupaten Brebes dibatasi oleh daratan
dan juga lautan. Secara rinci, batas – batas wilayah Kabupaten Brebes
adalah sebagai berikut :
Sebelah Utara : Laut Jawa
Sebelah Timur : Kabupaten Tegal Dan Kota Tegal
Sebelah Selatan: Wilayah Banyumas
Sebelah Barat : Wilayah Cirebon (Jawa Barat)

96
Kabupaten Brebes Dalam Angka Brebes Regency in Figures 2021, BPS
Kabupaten Brebes/BPS-Statistics of Brebes Regency.

76
Berdasarkan administratif, Kabupaten Brebes terdiri dari 8.153 RT,
1.573 RW / lingkungan, 1.177 dusun, 292 desa dan 5 kelurahan, yang 3
tersebar di 17 Kecamatan. Kecamatan di Kabupaten Brebes yaitu
Banjarharjo, Bantarkawung, Brebes, Bulakamba, Bumiayu, Jatibarang,
Kersana, Ketanggungan, Larangan, Losari, Paguyungan, Salem, Sirampog,
Songgom, Tanjung, Tonjong, Wanasari. Kondisi daerah Kabupaten Brebes
87,54% dikategorikan sebagai daerah pedesaan, sedangkan penduduk
Kabupaten Brebes persentase terbesar adalah penduduk yang tinggal di
perkotaan.
Tabel 1
Luas Daerah dan Jumlah Pulau Menurut Kecamatan di Kabupaten Brebes Tahun
2020
Kecamatan Ibu Kota Kecamatan Luas

Subdistrict Capital of Subdistrict Total Area

(km2/sq.km)
(1) (2) (3)
Salem Salem 167,21

Bantarkawung Bantarkawung 208,18

Bumiayu Bumiayu 82,09

Paguyangan Paguyangan 108,17

Sirampog Sridadi 74,19

Tonjong Tonjong 86,55

Larangan Larangan 160,25

Ketanggungan Ketanggungan 153,41

Banjarharjo Banjarharjo 161,75

Losari Losari 91,79

Tanjung Tanjung 72,09

77
Kersana Kersana 26,97

Bulakamba Bulakamba 120,36

Wanasari Wanasari 75,35

Songagom Songgom 52,65

Jatibarang Jatibarang 36,39

Brebes Brebes 92,23


Kabupaten Brebes Brebes 1769,62

Sumber/Source: Pendataan Citra Satelit Dinas Pertanian dengan Kementerian Pertanian 2015.
Berdasarkan tabel diatas, Kabupaten Brebes pada Tahun 2020,
jumlah keseluruhan luas wilayah di 17 Kecamatan di Kabupaten Brebes
yaitu 1769,62 Km2. Luas wilayah disetiap Kecamatan di Kabupaten Brebes
berbeda-beda. Seperti Kecamatan Salem yang wilayahnya paling luas jika
dibandingkan dengan 16 Kecamatan lainnya yaitu 167,21 Km2. Sedangkan
Kecamatan yang memiliki luas paling kecil diantara Kecamatan yang
lainnya yaitu Jatibarang dengan luas sekitar 36,39.
Tabel 2
Jumlah Desa/ Kelurahan Menurut Kecamatan di Kabupaten Brebes Tahun 2016-
2020
Kecamatan 2016 2017 2018 2019 2020
Subdistrict
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
Salem 21 21 21 21 21
Bantarkawung 18 18 18 18 18
Bumiayu 15 15 15 15 15
Paguyangan 12 12 12 12 12
Sirampog 13 13 13 13 13
Tonjong 14 14 14 14 14
Larangan 11 11 11 11 11
Ketanggungan 21 21 21 21 21
Banjarharjo 25 25 25 25 25
Losari 22 22 22 22 22
Tanjung 18 18 18 18 18
Kersana 13 13 13 13 13
Bulakamba 19 19 19 19 19
Wanasari 20 20 20 20 20
Songgom 10 10 10 10 10

78
Jatibarang 22 22 22 22 22
Brebes 23 23 23 23 23
Jumlah/Total 297 297 297 297 297
Sumber/Source: Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa Kabupaten Brebes

Jumlah Desa atau Kelurahan pada Kecamatan di Kabupaten Brebes


sejak tahun 2016 sampai dengan tahun 2020 jumlahnya masih sama yaitu
297 Kelurahan yang terbagi dalam 17 Kecamatan yaitu Salem,
Bantarkawung, Bumiayu, Paguyangan, Sirampog, Tonjong, Larangan,
Ketanggungan, Banjarharjo, Losari, Tanjung, Kersana, Bulakamba,
Wanasari, Songgom, Jatibarang, dan Brebes.
Tabel 3
Jumlah Penduduk di Kabupaten Brebes
Laju Pertumbuhan Penduduk per
Kecamatan Penduduk (ribu) Tahun 2010–2020
Subdistrict Population (thousand) Annual Population Growth Rate (%)
2010–2020
(1) (2) (3)
Salem 63,462 1,07
Bantarkawung 102,815 1,57
Bumiayu 112,68 1,54
Paguyangan 112,174 1,49
Sirampog 69,901 1,22
Tonjong 76,477 1,55
Larangan 157,505 1,37
Ketanggungan 144,524 0,75
Banjarharjo 129,783 0,92
Losari 138,582 1,37
Tanjung 105,155 1,34
Kersana 67,322 1,48
Bulakamba 181,758 1,09
Wanasari 161,893 1,37
Songgom 85,122 2,14
Jatibarang 87,185 0,49
Brebes 182,421 1,45
Kabupaten Brebes 1 978,759 1,29
Keseluruhan jumlah penduduk di Kabupaten Brebes yaitu 1. 978.759
jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk sekitar 1,29 persen selama tahun
2010 sampai dengan tahun 2020 yang terdapat pada 17 Kecamatan yang
tersebar di Kabupaten Brebes. Laju pertumbuhan penduduk tercepat yaitu
Kecamatan Songgom sekitar 2,14 persen. Sedangkan laju pertumbuhan

79
yang lambat yaitu Kecamatan Salem sekitar 1,07 persen selama 10 tahun
terakhir.
Tabel 4
Jumlah Prosentase dan Kepadatan Penduduk di Kabupaten Brebes
Persentase Penduduk
Kecamatan Kepadatan Penduduk per km2
Percentage of Total
Subdistrict Population Density per sq,km
Population
(1) (4) (5)
Salem 3,21 380
Bantarkawung 5,20 494
Bumiayu 5,69 1 373
Paguyangan 5,67 1 037
Sirampog 3,53 942
Tonjong 3,86 884
Larangan 7,96 983
Ketanggungan 7,30 942
Banjarharjo 6,56 802
Losari 7,00 1 510
Tanjung 5,31 1 459
Kersana 3,40 2 496
Bulakamba 9,19 1 510
Wanasari 8,18 2 149
Songgom 4,30 1 617
Jatibarang 4,41 2 396
Brebes 9,22 1 978
Kabupaten Brebes 100,00 1 118
Apabila melihat tingkat kepadatan penduduk di Kabupaten Brebes,
Kecamatan Kersana menempati urutan pertama sebagai Kecamatan dengan
kepadatan penduduk paling tinggi di Kabupaten Brebes sekitar 2.496
penduduk/Km2 yang berarti setiap 1 Km2 ditempati oleh 2.496 penduduk.
Sedangkan kecamatan yang kepadatan penduduknya paling terendah yaitu
Kecamatan Salem, sekitar 380 penduduk/Km2 yang berarti setiap 1 Km2
hanya ditempati oleh 380 penduduk.
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) meliputi Umur Panjang dan
Hidup Sehat yang dapat dilihat melalui fasilitas dan prasarana kesehatan
yang memadai, Pengetahuan yang dapat dilihat dari jumlah sekolah dan
angka partisipasi masyarakat dalam hal pendidikan serta Standar hidup
layak yang dapat dilihat dari jumlah pengeluaran kapita perbulan
masyarakat di suatu daerah. Tabel-tabel dibawah ini merupakan gambaran

80
kesehatan, pendidikan dan pengeluaran yang sesuai dengan perekonomian
yang di Kabupaten Brebes.
Data pendukung lain dalam peningkatan Indeks Pembangunan
Manusia (IPM) pertama yaitu pada bidang kesehatan yang dapat dilihat dari
banyaknya fasilitas kesehatan yang tersebar di 17 Kecamatan, jumlah
kelahiran bayi dan kematian di Kabupaten Brebes. Berikut ini merupakan
tabel yang menunjukkan gambaran tentang kesehatan di Kabupaten Brebes.
Tabel 5
Jumlah Desa/Kelurahan yang Memiliki Sarana Kesehatan Berupa
Rumah Sakit Umum menurut Kecamatan di Kabupaten Brebes Tahun 2018-
2020
Rumah Sakit
Kecamatan Hospital
Subdistrict
2018 2019 2020
(1) (2) (3) (4)
Salem - – –
Bantarkawung - – –
Bumiayu 2 2 3
Paguyangan - – –
Sirampog - – –
Tonjong - – –
Larangan 1 1 1
Ketanggungan - – –
Banjarharjo 1 1 1
Losari - – –
Tanjung 1 1 1
Kersana - – –
Bulakamba - – –
Wanasari 1 1 1
Songgom - – –
Jatibarang - 1 2
Brebes 2 2 2
Kabupaten Brebes 8 9 11
Sumber/Source: Dinas Kesehatan Kabupaten Brebes

Seluruh Rumah Sakit Umum di Kabupaten Brebes sebanyak 11


Rumah Sakit yang terdapat pada 7 Kecamatan yaitu Bumiayu, Larangan,
Banjarharjo, Tanjung, Wanasari, Jatibarang dan Brebes. Pada tahun 2018
jumlah Rumah Sakit sebanyak 8, kemudian bertambah pada tahun 2019
menjadi 9 Rumah Sakit dan bertambah lagi pada tahun 2020 menjadi 11
Rumah Sakit. Tahun 2018 sampai dengan 2019 jumlah Rumah Sakit di
Bumiayu sebanyak 2 Rumah Sakit dan bertambah jumlahnya pada tahun

81
2020 menjadi 3 Rumah Sakit. Jatibarang pada tahun 2019 memiliki 1
Rumah Sakit kemudian bertambah menjadi 2 Rumah Sakit. Tahun 2018
sampai dengan 2020, Brebes memiliki 2 Rumah Sakit.
Tabel 6
Jumlah Desa/Kelurahan yang Memiliki Sarana Kesehatan Berupa
Rumah Sakit Bersalin menurut Kecamatan di Kabupaten Brebes Tahun
2018-2020
Rumah Sakit Bersalin
Kecamatan Maternity Hospital
Subdistrict
2018 2019 2020
(1) (5) (6) (7)
Salem - – –
Bantarkawung - – –
Bumiayu - – –
Paguyangan 1 – –
Sirampog 1 – –
Tonjong 1 – –
Larangan - – –
Ketanggungan - – –
Banjarharjo - – –
Losari - – –
Tanjung 1 – –
Kersana - – –
Bulakamba 1 – –
Wanasari - – –
Songgom 1 – –
Jatibarang 1 – –
Brebes 4 – –
Kabupaten Brebes 11 – –
Sumber/Source: Dinas Kesehatan Kabupaten Brebes

Rumah Sakit Bersalin di Kabupaten Brebes pada tahun 2018


sebanyak 11 Rumah Sakit yang tersebar ke 8 Kecamatan yaitu Paguyangan,
Sirampog, Tonjong, Tanjung, Bulakamba, Songgom, Jatibarang dan Brebes.
Rumah Sakit Bersalin paling banyak terdapat di Brebes sebanyak 4 Rumah
Sakit. Akan tetapi pada tahun 2019-2020 sudah tidak ada lagi Rumah Sakit
Bersalin di Kabupaten Brebes. Rumah Sakit Bersalin yang ada menjadi satu
menjadi Rumah Sakit Umum.

82
Tabel 7
Jumlah Poliklinik yang ada di Desa/Kelurahan menurut Kecamatan di
Kabupaten Brebes Tahun 2018-2020
Poliklinik
Kecamatan Polyclinic
Subdistrict
2018 2019 2020
(1) (8) (9) (10)
Salem - – –
Bantarkawung - – –
Bumiayu 3 3 3
Paguyangan 3 2 2
Sirampog 1 1 1
Tonjong 2 2 2
Larangan 2 1 1
Ketanggungan 2 1 1
Banjarharjo 3 1 1
Losari 3 2 2
Tanjung 5 2 2
Kersana - 1 1
Bulakamba 7 4 4
Wanasari 3 4 4
Songgom 1 – –
Jatibarang 1 1 1
Brebes 3 4 4
Kabupaten Brebes 39 29 29
Sumber/Source: Dinas Kesehatan Kabupaten Brebes

Poliklinik di Kabupaten Brebes pada tahun 2018 berjumlah 39,


kemudian pada tahun 2019 dan 2020 bertambah menjadi 29. Tahun 2019
poliklinik terbanyak ada pada Kecamatan Bulakamba sebanyak 7 poliklinik.
Tahun 2019 dan terdapat pengurangan jumlah poliklinik di Kecamatan
Paguyangan, Larangan, Ketanggungan, Banjarharjo, Losari, Tanjung,
Bulakamba, dan Songgom.
Tabel 8
Jumlah Puskesmas yang ada di Desa/Kelurahan menurut Kecamatan di
Kabupaten Brebes pada tahun 2018-2020
Puskesmas
Kecamatan Public Health Center
Subdistrict
2018 2019 2020
(1) (11) (12) (13)
Salem 2 2 2
Bantarkawung 2 2 2
Bumiayu 2 2 2
Paguyangan 2 2 2
Sirampog 1 1 1

83
Tonjong 2 2 2
Larangan 2 2 2
Ketanggungan 2 2 2
Banjarharjo 3 3 3
Losari 3 3 3
Tanjung 3 3 3
Kersana 1 1 1
Bulakamba 3 3 3
Wanasari 3 3 3
Songgom 1 1 1
Jatibarang 2 2 2
Brebes 4 4 4
Kabupaten Brebes 38 38 38
Sumber/Source: Dinas Kesehatan Kabupaten Brebes

Puskesmas di Kabupaten Brebes pada tahun 2018 sampai dengan


2020 jumlahnya masih sama yaitu 38. Kecamatan yang banyak terdapat
puskesmas yaitu Brebes dan Kecamatan yang paling sedikit terdapat
puskesmas yaitu Sirampog, Kersana dan Songgom.
Tabel 9
Jumlah Puskesmas Pembantu yang ada di Desa/Kelurahan menurut
Kecamatan di Kabupaten Brebes Tahun 2018-2020
Puskesmas Pembantu
Kecamatan Subsidiary of Public Health Center
Subdistrict
2018 2019 2020
(1) (14) (15) (16)
Salem 3 2 2
Bantarkawung 4 7 7
Bumiayu 3 3 3
Paguyangan 6 5 5
Sirampog 4 3 3
Tonjong 4 3 3
Larangan 6 4 4
Ketanggungan 4 5 6
Banjarharjo 4 4 4
Losari 6 4 4
Tanjung 3 3 3
Kersana 5 4 4
Bulakamba 6 4 4
Wanasari 4 4 4
Songgom 2 2 2
Jatibarang 2 2 2
Brebes 3 2 2
Kabupaten Brebes 69 61 62
Sumber/Source: Dinas Kesehatan Kabupaten Brebes

84
Puskesmas Pembantu di Kabupaten Brebes pada tahun 2018
berjumlah 69. Jumlah nya berkurang pada tahun 2019 menjadi 61 dan
bertambah jumlahnya pada tahun 2020 menjadi 62 puskesmas.
Bantarkawung merupakan Kecamatan dengan puskesmas terbanyak yaitu 7
puskesmas. Banyaknya jumlah fasilitas kesehatan di Kabupaten Brebes
menjadi tolok ukur kesejahteraan masyarakat dalam dimensi Umur Panjang
dan Hidup Sehat. Pemerintah Kabupaten Brebes sudah semaksimal mungkin
menyediakan fasilitas kesehatan untuk masyarakat meskipun lokasi Rumah
Sakit yang ada masih belum menyeluruh di setiap Kecamatan di Kabupaten
Brebes. Akan tetapi Puskesmas dan poliklinik sudah ada di setiap
Kecamatan.
Pada tahun 2020 jumlah Bayi Lahir, Bayi Berat Badan Rendah
(BBLR) yang di Rujuk dan Bergizi Buruk di Kabupaten Brebes masih
cukup tinggi. Hal tersebut dapat dilihat dari data yang ada pada Tabel dari
Dinas Kesehatan Kabupaten Brebes.
Tabel 10
Jumlah Bayi Lahir, Bayi Berat Badan Rendah (BBLR) yang di Rujuk dan
Bergizi Buruk di Kabupaten Brebes Tahun 2020

BBLR Gizi Buruk


Kecamatan Bayi Lahir LBW Dirujuk
Malnutrition
Subdistrict Births Jumlah Treated
Total

(1) (2) (3) (4) (5)


Salem 902 38 38 19
Bantarkawung 1 497 72 72 1
Bumiayu 1 632 88 88 7
Paguyangan 1 843 67 67 12
Sirampog 1 155 41 41 2
Tonjong 1 172 34 34 19
Larangan 2 312 112 112 3
Ketanggungan 2 255 132 132 20
Banjarharjo 2 074 155 155 32
Losari 2 356 113 113 27
Tanjung 1 726 75 75 33
Kersana 1 019 16 16 28
Bulakamba 3 039 80 80 17
Wanasari 2 554 122 122 9
Songgom 1 379 53 53 24
Jatibarang 1 395 75 75 16
Brebes 2 918 126 126 30

85
Kabupaten Brebes 31 228 1 399 1 399 299
Sumber/Source : Dinas Kesehatan Kabupaten Brebes

Bayi lahir berdasarkan data tahun 2020 sebanyak 31.228 bayi.


Kecamatan dengan jumlah kelahiran terbanyak yaitu Bulakamba sebanyak
3039 bayi. Sedangkan Kecamatan dengan kelahiran bayi paling sedikit yaitu
Salem sebanyak 902 bayi. Jumlah bayi dengan Berat Badan Rendah dan
perlu di rujuk ke Rumah Sakit sebanyak 1.339 bayi. Kecamatan dengan
kelahiran bayi Berat Badan Rendah (BBLR) dan perlu di rujuk ke Rumah
Sakit paling banyak yaitu Banjarharjo sebanyak 155 bayi. Sementara
Kecamatan dengan kelahiran Bayi Berat Badan Rendah (BBLR) dan perlu
di rujuk ke Rumah Sakit paling sedikit yaitu Kersana sebanyak 16 bayi.
Jumlah bayi dengan Gizi Buruk sebanyak 299 bayi yang paling banyak
terdapat di Kecamatan Tanjung sebanyak 33 bayi dan yang paling sedikit
yaitu Kecamatan Bantarkawung sebanyak 1 bayi. Jumlah kelahiran pada
bayi dengan keadaan sehat jauh lebih banyak daripada bayi yang terlahir
dengan Berat Badan Rendah. Gizi buruk di Kabupaten Brebes juga masih
tergolong tinggi karena jumlahnya masih banyak.
Penilaian lain dalam Indeks Pembangunan Manusia (IPM) kedua
yaitu Pengetahuan yang meliputi fasilitas belajar mengajar dengan adanya
sekolah untuk belajar. Berikut ini merupakan tabel yang menunjukkan
gambaran tentang kesehatan di Kabupaten Brebes berdasarkan data dari
Dinas Pendidikan Kabupaten Brebes pada Tingkat Pendidikan Sekolah
Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas
(SMA) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang tersebar di seluruh
Kecamatan di Kabupaten Brebes. Sekolah-sekolah tersebut berada di bawah
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan Kementerian Agama. Berikut
ini adalah tabel-tabel jumlah sekolah pada masing-masing pendidikan
terhitung dari tahun 2018 sampai dengan tahun 2020. Serta perguruan tinggi
yang ada di Kabupaten Brebes.

86
Tabel 11
Jumlah Sekolah Dasar di Kabupaten Brebes
Sekolah Dasar
Kecamatan Primary School
Subdistrict
2018 2019 2020
(1) (2) (3) (4)
Salem 21 21 21
Bantarkawung 18 18 18
Bumiayu 15 15 15
Paguyangan 12 12 12
Sirampog 13 13 13
Tonjong 14 14 14
Larangan 11 11 11
Ketanggungan 21 21 21
Banjarharjo 25 25 25
Losari 22 22 22
Tanjung 18 18 18
Kersana 13 13 13
Bulakamba 19 19 19
Wanasari 20 20 20
Songgom 10 10 10
Jatibarang 22 22 22
Brebes 23 23 23
Kabupaten Brebes 297 297 297
Jumlah Sekolah Dasar (SD) yang ada di Kabupaten Brebes pada
tahun 2018 sampai dengan tahun 2020 masih sama yaitu 297 sekolah yang
terbagi dalam 17 Kecamatan di Kabupaten Brebes. Kecamatan yang
memiliki Sekolah Dasar (SD) terbanyak yaitu Banjarharjo 25 sekolah dan
Kecamatan yang memiliki Sekolah Dasar (SD) paling sedikit yaitu
Songgom 10 sekolah.
Tabel 12
Jumlah Sekolah Menengah Pertama (SMP)
di Kabupaten Brebes
SMP
Kecamatan Junior High School
Subdistrict
2014 2019 2020
(1) (5) (6) (7)

Salem 11 11 11
Bantarkawung 11 11 11
Bumiayu 11 11 11
Paguyangan 9 10 10
Sirampog 10 10 10
Tonjong 10 10 10
Larangan 9 9 9
Ketanggungan 11 12 12

87
Banjarharjo 9 9 9
Losari 9 9 9
Tanjung 8 8 8
Kersana 5 5 5
Bulakamba 14 15 15
Wanasari 8 11 11
Songgom 8 8 8
Jatibarang 4 4 4
Brebes 8 10 10
Kabupaten Brebes 155 163 163
Jumlah Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang ada di Kabupaten
Brebes pada tahun 2014 sebanyak 155 sekolah, jumlahnya bertambah pada
tahun 2019 sebanyak 163 sekolah dan tahun 2020 jumlahnya masih sama
yaitu 163 sekolah yang terbagi dalam 17 Kecamatan di Kabupaten Brebes.
Kecamatan yang memiliki Sekolah Menengah Pertama (SMP) terbanyak
pada tahun 2014 yaitu Bulakamba sebanyak 14 sekolah kemudian pada
tahun 2019 jumlahnya bertambah menjadi 15 sekolah dan Kecamatan yang
memiliki Sekolah Menengah Pertama (SMP) paling sedikit pada tahun 2014
sampai dengan tahun 2020 yaitu Jatibarang sebanyak 4 sekolah.
Tabel 13
Jumlah Sekolah Menengah Atas (SMA)
di Kabupaten Brebes
SMA
Kecamatan Senior High School
Subdistrict
2014 2019 2020
(1) (8) (9) (10)

Salem 2 2 2
Bantarkawung 1 1 1
Bumiayu 6 6 6
Paguyangan 2 2 2
Sirampog 4 4 4
Tonjong 2 2 2
Larangan 2 2 2
Ketanggungan 4 5 5
Banjarharjo 3 3 3
Losari 1 1 1
Tanjung 3 3 3
Kersana 2 2 2
Bulakamba 2 2 2
Wanasari 2 2 2
Songgom 2 2 2
Jatibarang 2 2 2
Brebes 3 4 4

88
Kabupaten Brebes 43 45 45
Sumber/Source: BPS, Pendataan Potensi Desa (Podes)/ BPS–Statistics Indonesia,
Village Potential Data Collection.
Jumlah Sekolah Menengah Atas (SMA) yang ada di Kabupaten
Brebes pada tahun 2014 sebanyak 43 sekolah, jumlahnya bertambah pada
tahun 2019 sebanyak 45 sekolah dan tahun 2020 jumlahnya masih sama
yaitu 45 sekolah yang terbagi dalam 17 Kecamatan di Kabupaten Brebes.
Kecamatan yang memiliki Sekolah Menengah Atas (SMA) terbanyak yaitu
Bumiayu sebanyak 6 sekolah dan Kecamatan yang memiliki Sekolah
Menengah Atas (SMA) paling sedikit yaitu Losari dan Bantarkawung
masing-masing sebanyak 1 sekolah.
Tabel 14
Jumlah Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)
di Kabupaten Brebes
SMK
Kecamatan Vocational School
Subdistrict
2014 2019 2020
(1) (11) (12) (13)
Salem 3 3 3
Bantarkawung 4 4 4
Bumiayu 9 9 9
Paguyangan 6 5 5
Sirampog 5 5 5
Tonjong 4 4 4
Larangan 4 4 4
Ketanggungan 5 5 5
Banjarharjo 2 2 2
Losari 5 4 4
Tanjung 1 1 1
Kersana 3 3 3
Bulakamba 5 5 5
Wanasari 3 3 3
Songgom 5 5 5
Jatibarang 4 4 4
Brebes 7 7 7
Kabupaten Brebes 75 73 73
Sumber/Source: BPS, Pendataan Potensi Desa (Podes)/ BPS–Statistics Indonesia,
Village Potential Data Collection.
Jumlah Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang ada di Kabupaten
Brebes pada tahun 2014 sebanyak 75 sekolah, jumlahnya berkurang pada
tahun 2019 sebanyak 73 sekolah dan tahun 2020 jumlahnya masih sama
yaitu 73 sekolah yang terbagi dalam 17 Kecamatan di Kabupaten Brebes.

89
Kecamatan yang memiliki Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) terbanyak
yaitu Bumiayu sebanyak 9 sekolah dan Kecamatan yang memiliki Sekolah
Menengah Kejuruan (SMK) paling sedikit yaitu Tanjung sebanyak 1
sekolah.
Selain sekolah untuk jenjang pendidikan 12 tahun, Kabupaten
Brebes juga memiliki perguruan tinggi sebagai jenjang pendidikan lanjutan
yang lebih tinggi. Berikut ini adalah tabel jumlah Universitas di Kabupaten
Brebes.
Tabel 15
Jumlah Perguruan Tinggi di Kabupaten Brebes
Perguruan Tinggi
Kecamatan University
Subdistrict
2014 2019 2020
(1) (14) (15) (16)
Salem – – –
Bantarkawung – – –
Bumiayu – – –
Paguyangan 1 2 2
Sirampog 1 1 1
Tonjong – – –
Larangan – – –
Ketanggungan – – 1
Banjarharjo – – –
Losari – – –
Tanjung – – –
Kersana – – –
Bulakamba – – –
Wanasari 1 1 1
Songgom – – –
Jatibarang 1 1 1
Brebes 2 2 2
Kabupaten Brebes 6 7 8
Sumber/Source: BPS, Pendataan Potensi Desa (Podes)/ BPS–Statistics Indonesia,
Village Potential Data Collection.
Jumlah perguruan tinggi yang ada di Kabupaten Brebes pada tahun
2014 sebanyak 6 Perguruan Tinggi, jumlahnya bertambah pada tahun 2019
menjadi 7 Perguruan Tinggi dan tahun 2020 jumlahnya bertambah lagi
menjadi 8 Perguruan Tinggi yang terbagi dalam 5 Kecamatan di Kabupaten
Brebes yaitu Paguyangan, Sirampog, Wanasari, Jatibarang dan Brebes.
Kecamatan yang memiliki perguruan tinggi terbanyak yaitu Paguyangan dan
Brebes masing-masing sebanyak 2 perguruan tinggi dan Kecamatan yang

90
memiliki perguruan tinggi paling sedikit yaitu Sirampog, Wanasari dan
Jatibarang masing-masing sebanyak 1 Perguruan Tinggi.
Penilaian Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang ketiga yaitu
Standar Hidup Layak yang berisi tentang perekonomian masyarakat
meliputi Produk Domestik Regional Bruto yang telah berubah menjadi
Produk Nasional Bruto (PNB) per kapita sebagai salah satu alokator
penentuan Dana Alokasi Umum (DAU) di setiap Kabupaten/ Kota. Berikut
ini adalah tabel-tabel tentang Standar Hidup Layak di Kabupaten Brebes.
Tabel 16
Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Berlaku menurut Jenis
Pengeluaran di Kabupaten Brebes Tahun 2016-2020
Jenis Pengeluaran
2016 2017 2018
Type of Expenditure
(1) (2) (3) (4)
Pengeluaran Konsumsi Rumah 28 068 590,38 30 302 276,60 32 708 232,76
Tangga
Household Consumption Expenditure
Pengeluaran Konsumsi LNPRT 468 705,12 510 544,07 557 547,06
NPISH Consumption Expenditure
Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 2 605 305,96 2 675 436,43 2 771 173,56
Government Consumption Expenditure
Pembentukan Modal Tetap Bruto 4 717 740,52 5 191 533,27 6 012 035,52
Gross Fixed Capital Formation
Perubahan Inventori 145 099,70 181 969,23 223 760,70
Changes in Inventories
Ekspor Barang dan Jasa/Exports of 1 443 273,82 1 101 351,85 683 079,08
Goods and Services
Dikurangi: Impor Barang dan Jasa - - -
Less: Import of Goods and Services
Diskrepansi Statistik 1 - - -
Statistical Discrepancies 1
Produk Domestik Regional 37 448 715,50 39 963 111,45 42 955 828,68
Bruto/Gross Regional Domestic
Product
Lanjutan Tabel 16
Jenis Pengeluaran
20191 20202
Type of Expenditure
(1) (5) (6)
Pengeluaran Konsumsi Rumah 35 156 731,81 ...
Tangga
Household Consumption Expenditure
Pengeluaran Konsumsi LNPRT 632 632,18 ...
NPISH Consumption Expenditure
Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 2 847 234,69 ...
Government Consumption Expenditure
Pembentukan Modal Tetap Bruto 6 459 894,53 ...
Gross Fixed Capital Formation

91
Perubahan Inventori 162 508,67 ...
Changes in Inventories
Ekspor Barang dan Jasa/Exports of 956 349,31 ...
Goods and Services
Dikurangi: Impor Barang dan Jasa - ...
Less: Import of Goods and Services
Diskrepansi Statistik 1 - ...
Statistical Discrepancies 1
Produk Domestik Regional 46 215 351,19 ...
Bruto/Gross Regional Domestic
Product
Sumber/Source: BPS, berbagai sensus, survei dan sumber lain/BPS-Statistics
Indonesia, various census, survey, and other sources.
Berdasarkan data Tahun 2016 sampai dengan tahun 2020 tentang
Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Berlaku menurut Jenis
Pengeluaran, Jumlah keseluruhan Produk Domestik Regional Bruto terus
meningkat setiap tahunnya. Tetapi ada beberapa jenis pengeluaran yang
mengalami peningkatan dan penurunan selama 5 tahun terakhir.
Peningkatan terjadi pada Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga,
Pengeluaran Konsumsi LNPRT, Pengeluaran Konsumsi Pemerintah, dan
Pembentukan Modal Tetap Bruto. Sedangkan penurunan terjadi tahun 2019
pada Perubahan Inventori serta Ekspor Barang dan Jasa pada tahun 2017
dan 2018, kemudian meningkat lagi pada tahun 2019. Adanya peningkatan
dan penurunan pada Produk Domestik Regional Bruto juga berdampak pada
meningkat dan menurunnya angka kemiskinan di Kabupaten Brebes seperti
yang ada pada tabel di bawah ini.
Tabel 17
Garis Kemiskinan, Jumlah Penduduk dan Persentase Penduduk
Miskin di Kabupaten Brebes Tahun 2016-2020
Garis Kemiskinan Jumlah Penduduk Persentase Penduduk
Tahun (rupiah/kapita/bulan) Miskin (ribu) Miskin
Year Poverty Line Number of Poor People Percentage of Poor
(rupiah/capita/month) (thousand) People
(1) (2) (3) (4)

2016 364 059 347,98 19,47

2017 382 125 343,46 19,14

2018 405 932 309,17 17,17

2019 414 642 293,18 16,22

2020 431 897 308,78 17,03


Sumber/Source: .BPS, Survei Sosial Ekonomi Nasional Maret/BPS-Statistics Indonesia,
March National Socio economic Survey.

92
Selama 5 tahun terakhir Garis Kemiskinan mengalami penurunan
yaitu tahun 2016 sampai dengan tahun 2019 sebanyak 0,33 persen sampai
dengan 1,97 persen. Tetapi pada tahun 2020 mengalami peningkatan
sebanyak 0,81 persen dari tahun 2019.
Penelitian terhadap ketiga dimensi meliputi Umur Panjang dan
Hidup Sehat, Pengetahuan dan Standar Hidup Layak dalam tabel diatas
menggambarkan perkembangan Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
selama 5 tahun yaitu tahun 2016 sampai dengan 2020.
Target Pembangunan di Kabupaten Brebes tercantum dalam RPJMD
(Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Daerah) dan Kabupaten
Brebes telah berhasil mencapai peningkatan Indeks Pembangunan Manusia
(IPM) selama kurun waktu 4 tahun terakhir:
Tabel 18
Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) di Kabupaten
Brebes Tahun 2017-2020
Sumber: Badan Pusat Statistika Kabupaten Brebes

NO KOMPONEN 2017 2018 2019 2020


RPJMD CAPAIAN RPJMD CAPAIAN RPJMD CAPAIAN RPJMD CAPAIAN
1 AHH 68.42 68.61 68.43 68.14 68.44 69.04 68.45 69.33
2 HLS 11.54 11.69 11,71 12.02 11.89 12.03 12.07 12.04
3 RLS 6.36 6.18 6.55 6.19 6.74 6.20 6.94 6.21
PENGELUA
4 RAN 9.199 9.554 9.320 9.890 9.442 10.230 9.563 10.058
IPM 64.42 64.86 65.27 65.68 65.92 66.12 66.58 66.11

Pada Tahun 2016 belum ada penjelasan tentang berapa Rancangan


Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) akan tetapi hanya
dijelaskan capaiannya saja yaitu sekitar 63.98. Indeks Pembangunan
Manusia (IPM) di Kabupaten Brebes berhasil mendapatkan total angka
capaian pada tahun 2017 sampai 2019 karena terus mengalami
peningkatan sekitar 0,82. Pada tahun 2020 capaian Indeks Pembangunan
Manusia (IPM) belum mencapai target yang seharusnya 66,58 tetapi hanya
dicapai sekitar 66,11. Beberapa komponen Indeks Pembangunan Manusia
(IPM) juga mengalami kenaikan dan penurunan karena di tengah
masyarakat pelaksanaan program-program yang ada belum maksimal.

93
Tabel 19
Capaian Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Brebes
Tahun 2016 – 2020
KOMPONEN 2016 2017 2018 2019 2020

AHH 68.41 68.61 68.14 69.04 69.33

HLS 11.37 11.69 12.02 12.03 12.04

RLS 6.17 6.18 6.19 6.20 6.21

PENGELUARAN 9.148 9.554 9.890 10.230 10.058

IPM 63.98 64.86 65.68 66.12 66.11

Sumber: Badan Pusat Statistika Kabupaten Brebes


AHH : Angka Harapan Hidup saat Lahir
HLS : Harapan Lama Sekolah
RLS : Rata-rata Lama Sekolah
Berikut ini adalah tabel yang menunjukkan bahwa terjadi
peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di setiap dimensi pada
tahun 2016 sampai dengan tahun 2019 sekitar 0,44 sampai dengan 0,86.
Angka Harapan Hidup saat Lahir pada tahun 2018 mengalami penurunan
sekitar 0,43 jika dibandingkan dengan tahun 2016 dan 2017, kemudian
meningkat kembali pada tahun 2019 sekitar 0,90 dan 0,29 pada tahun
2020. Angka Harapan Lama Sekolah meningkat setiap tahunnya sekitar
0,32 sampai dengan 0,35. Angka Rata-Rata Lama Sekolah mengalami
peningkatan setiap tahunnya sekitar 0,1. Sementara Pengeluaran
mengalami peningkatan sekitar 1,06 sampai dengan 1,34 pada tahun 2016
sampai dengan 2019. Tetapi pada tahun 2020 mengalami penurunan
sekitar 0,1 terkena dampak dari pandemi Covid-19.
Penelitian ini membahas tentang Implementasi Kebijakan Otonomi
Daerah dalam Meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di
Kabupaten Brebes. Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian
ini yaitu Normatif dengan meneliti bahan pustaka atau bahan sekunder.97
Pendekatan yang digunakan dalam melaksanakan penelitian ini yaitu
97
Peter Mahmud Marzuki, 2008, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: Kencana, hlm. 23.

94
pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan Pendekatan
Konseptual dalam Peran Pemerintah Daerah Melalui Otonomi Daerah
dalam Meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Kabupaten
Brebes. Secara Perhitungan dari penilaian capaian Indeks Pembangunan
Manusia (IPM), Kabupaten Brebes telah memenuhi standar Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) kategori sedang yaitu 60 ≤ IPM < 70,
sedangkan Kabupaten Brebes mencapai Indeks Pembangunan Manusia
(IPM) sebesar 66,11 pada tahun 2020. Karena kesejahteraan sosial di
Kabupaten Brebes telah memenuhi tiga konsep dari kesejahteraan yaitu
Kondisi kehidupan atau keadaan yang sejahtera, maksudnya terpenuhinya
segala kebutuhan jasmaniah, rohaniah dan sosial masyarakat, Institusi
atau bidang kegiatan melibatkan lembaga kesejahteraan sosial dan
berbagai profesi kemanusiaan dengan menyelenggarakan usaha
kesejahteraan sosial dan pelayanan sosial untuk masyarakat, serta kegiatan
atau usaha yang terorganisir untuk mencapai kondisi sejahtera sehingga
apa yang dicita-citakan dapat terwujud.98
Program-program pada setiap bidang Indeks Pembangunan
Manusia (IPM) sudah mampu menaikkan Indeks Pembangunan Manusia
(IPM) dan peraturan yang dibuat oleh pemerintah Kabupaten Brebes juga
turut mendukung upaya yang dilakukan oleh seluruh elemen termasuk
masyarakat agar menyadari pentingnya hidup sehat, pendidikan yang
memadai dan perekonomian yang perlahan mulai melonjak naik.
Kesejahteraan masyarakat Kabupaten Brebes dapat berjalan optimal jika
aparatur negara dan masyarakat saling bersinergi untuk terus
mengoptimalkan potensi yang ada di daerah.
Evaluasi yang dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Brebes berupa
Rapat Koordinasi setiap 1 (satu) tahun sekali bersama seluruh Organisasi
Perangkat Daerah (OPD) yang berkaitan langsung dengan upaya
peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Hal tersebut
merupakan suatu bukti bahwa pemerintah daerah bersunggung-sungguh

98
Ibid, hlm. 2.

95
untuk membangun Kabupaten Brebes menjadi daerah yang mandiri
dengan tetap mendapat pengawasan dan perhatian dari pemerintah pusat.
Implementasi Kebijakan Otonomi Daerah Kabupaten Brebes dalam
meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) telah sesuai
berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah, memberikan harapan (expectation) yang besar bagi
masyarakat khususnya dalam pengelolaan negara di daerah. Serta harapan
dari masyarakat terhadap peningkatan pelayanan di segala bidang,
perbaikan kesejahteraan dan jaminan hidup yang lebih baik dari
sebelumnya. Harapan tersebut menjadikan pemerintah membutuhkan
suatu pengukuran kinerja pemerintah daerah, selaku pelaksana utama
otonomi daerah. Meskipun Pemerintah Kabupaten Brebes sudah
memaksimalkan upayanya dengan melaksanakan berbagai program yang
telah dibuat untuk menaikkan Indeks Pembangunan Manusia dan membuat
bermacam-macam produk hukum daerah untuk dimensi Umur Panjang
dan Hidup Sehat, dimensi Pengetahuan, dan dimensi Standar Hidup
Layak. Tetapi setiap tahunnya angka yang didapatkan masih mengalami
kenaikan dan penurunan tergantung pada Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah (APBD) dan partisipasi aktif dari masyarakat pada bidang
kesehatan, pendidikan dan ekonomi.
Salah satu tujuannya berkaitan dengan Desentralisasi pada bidang
keuangan untuk menyelenggarakan pemerintahan dan pembangunan di
daerah yang diimbangi dengan akuntabilitas Pemerintah Daerah, pada
Pemerintah Pusat ataupun masyarakat sebagai pembayar pajak. Bukti dari
akuntabilitas pemerintah daerah tidak hanya dilihat dari berapa program
yang telah dicapai dan telah dilaksanakan. Akan tetapi juga perlu melihat
hasil dari program-program tersebut berupa manfaat dan peningkatan
kesejahteraan yang dapat dirasakan oleh seluruh masyarakat di daerah
tersebut. Sistem pemerintahannya telah memberikan keleluasaan yang
sangat luas pada daerah untuk menyelenggarakan suatu otonomi daerah.
Tujuan dari penyelenggaraan otonomi daerah yaitu menekankan
pentingnya prinsip-prinsip demokrasi, peningkatan peranserta masyarakat,

96
dan pemerataan keadilan dengan memperhitungkan berbagai aspek yang
berkenaan dengan potensi dan keanekaragaman yang ada di masing-
masing daerah. Adanya otonomi daerah menjadi sangat penting, karena
berkaitan dengan tantangan perkembangan lokal, nasional, regional, dan
internasional di berbagai bidang ekonomi, politik dan kebudayaan serta
mengharuskan terselenggaranya otonomi daerah yang luas, nyata dan
bertanggungjawab kepada daerah secara proporsional.
Pada prinsipnya, pembagian urusan pemerintahan menganut sistem
residu, material dan otonomi riil, secara umum sistem residu telah lebih
dahulu ditentukan dengan adanya tugas-tugas yang menjadi wewenang
pemerintah pusat, sedangkan sisanya menjadi urusan rumah tangga daerah
yang dikelola sendiri untuk kesejahteraan daerah. Seperti ketika
munculnya keperluan-keperluan baru, pemerintah daerah dapat dengan
cepat mengambil keputusan dan tindakan yang dipandang perlu, tanpa
harus menunggu perintah dari pusat. Sistem material, tugas pemerintah
daerah ditetapkan satu persatu secara limitatif atau terinci. Selain tugas
yang sudah ditentukan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Otonomi Daerah, maka tugas lainnya diluar Undang-Undang
tersebut merupakan urusan pemerintah pusat.
Pada sistem formal, daerah diperbolehkan untuk mengatur dan
mengurus segala sesuatu yang dianggap penting bagi daerahnya, selama
tidak berkaitan dengan urusan yang sudah diatur dan diurus oleh
pemerintah pusat ataupun pemerintah daerah yang lebih tinggi
tingkatannya. Maksudnya urusan rumah tangga daerah dibatasi oleh
peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatannya. Kemudian
dalam sistem otonomi riil, penyerahan urusan atau tugas dan kewenangan
kepada daerah didasarkan pada faktor yang nyata atau riil, sesuai dengan
kebutuhan dan kemampuan yang riil dari daerah maupun pemerintah pusat
serta pertumbuhan kehidupan masyarakat yang terjadi. Sebaliknya, tugas
yang kini menjadi wewenang daerah, pada suatu ketika, bilamana
dipandang perlu dapat diserahkan kembali kepada pemerintah pusat atau
ditarik kembali dari daerah. Kebijakan pembagian urusan antara pusat dan

97
daerah, juga sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun
2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah dengan
Pemerintahan Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota yang menganut
distribusi urusan pemerintahan kepada daerah otonom yang awalnya
'ultra-vires doctrine' dengan merinci urusan pemerintahan yang menjadi
kompetensi daerah otonom sudah diganti menjadi 'general competence'
atau 'open and arrangement' yang merinci fungsi pemerintahan yang
menjadi kompetensi Pemerintah dan Provinsi. Pemerintah
bertanggungjawab terhadap kebijakan Daerah yang awalnya preventif dan
represif, saat ini dilaksanakan secara represif. Ketika dikaitkan dengan
teoritis-empiris, urusan pemerintahan yang menjadi kompetensi daerah
otonom diwujudkan dalam bentuk pelayanan publik bagi masyarakat
setempat dalam hal semangat kesejahteraan (welfare state) berdasarkan
amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.99
Negara kesejahteraan (welfare state) menjadikan pemerintah
sebagai pihak yang bertanggung jawab pada kesejahteraan rakyat. Welfare
state adalah bentuk konkret dari peralihan prinsip staatsonthouding, yang
membatasi peran negara dan pemerintah untuk mencampuri kehidupan
ekonomi dan sosial masyarakat, menjadi staatsbemoeienis yang
menghendaki negara dan pemerintah terlibat aktif dalam kehidupan
ekonomi dan sosial masyarakat, yang merupakan langkah untuk
mewujudkan kesejahteraan umum, selain hanya menjaga ketertiban dan
keamanan (rust en orde).100 Konsep negara kesejahteraan muncul
berdasarkan pemikiran untuk melakukan pengawasan yang ketat terhadap
penyelenggaraan kekuasaan negara, khususnya eksekutif pada masa
monarki absolut yang telah terbukti banyak melakukan penyalahgunaan
kekuasaan.101

99
Faisal T, Analisis Implementasi Kebijakan Otonomi Daerah,
Jurnal Ilmu Administasi, Volume X, Nomor 3 Desember 2013.
100
Ridwan HR, 2003, Hukum Administrasi Negara, Yogyakarta : UII Press,
hlm. 14-15.
101
W. Riawan Tjandra, 2008, Hukum Administrasi Negara, Yogyakarta :
Universitas Atma Jaya, hlm. 23.

98
Otonomi Daerah menurut Bagir Manan merupakan garda terdepan
dalam menjaga Negara Kesatuan. Otonomi menjadi penjaga Negara
kesatuan yang memikul beban dan pertanggungjawaban pelaksanaan tata
pemerintahan yang demokratis berdasarkan hukum untuk mewujudkan
pemerataan kemakmuran, kesejahteraan dan keadilan disegala bidang.102
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah yang dimaksud dengan otonomi daerah yaitu hak,
wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus
sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai
dengan peraturan perundang-undangan. Pemerintah daerah harus lebih
serius dalam memperhatikan potensi dan kebutuhannya sendiri agar dapat
dikelola dengan semaksimal. Keinginan masyarakat untuk sejahtera juga
perlu mendapat dukungan dari pemerintah pusat yang dapat mendorong
pertumbuhan kesejahteraan masyarakat atau meningkatkan kerjasama
pembangunan antar daerah di Indonesia, dengan mengamati letak
geografis, potensi wilayah dan sumber daya manusia yang ada di suatu
daerah. Penggunaan asas dalam penyelenggaraan pemerintahan ada 3
(tiga), yaitu:
a. Asas Desentralisasi menurut Pasal 1 angka (8) Undang-Undang Nomor
23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang menjelaskan bahwa
desentralisasi adalah Penyerahan urusan pemerintah oleh pemerintah
pusat kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia
berdasarkan asas otonomi.
b. Asas Dekonsentrasi menurut Pasal 1 angka (9) Undang-Undang Nomor
23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, yaitu Dekonsentrasi
adalah Pelimpahan sebagian urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan Pemerintah Pusat pada gubernur sebagai wakil dari
pemerintah pusat pada instansi vertikal di wilayah tertentu, dan/atau

102
Bagir Manan, 2001, Menyongsong Fajar Otonomi Daerah, Yogyakarta: Pusat
Studi Hukum (PSH) Fakultas Hukum UII, hlm. Vii.

99
kepada gubernur dan bupati/walikota sebagai penanggungjawab urusan
pemerintahan umum.
c. Tugas Pembantuan menurut Pasal 1 angka (11) Undang-Undang Nomor
23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, yaitu tugas
pembantuanya berupa penugasan dari Pemerintah Pusat pada daerah
otonom untuk melaksanakan sebagian urusan pemerintahan yang
menjadi kewenangan Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah
provinsi kepada daerah kabupaten/kota untuk melakasanakan sebagian
urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah provinsi.
Pengertian Teori peran (role theory) menurut Bauer yaitu “peran”
atau “role” sebagai “the boundaries and sets of expectations applied to
role incumbents of a particular position, which are determined by the role
incumbent and the role senders within and beyond the organization’s
boundaries”.103 Peran “melibatkan pola penciptaan produk sebagai lawan
dari perilaku atau tindakan”. Kemudian peran tersebut akan bergantung
pada penekanan peran yang dilakukan oleh para penilai dan pengamat
(biasanya supervisor dan kepala sekolah) terhadap produk yang telah
dihasilkan. Menurut Bruce J. Cohen,104 Peran atau role terbagi dalam
delapan bagian antara lain; Pertama, Peranan nyata (Anacted Role)
merupakan cara yang benar-benar dijalankan oleh seseorang dalam
melakukan suatu peranan; Kedua, Peranan yang dianjurkan (Prescribed
Role) merupakan cara yang diharapkan masyarakat dari pemimpin dalam
menjalankan suatu peran tertentu; Ketiga, Konflik peranan (Role Conflict)
merupakan kondisi yang dialami seseorang yang menduduki suatu status
atau lebih yang menuntut harapan dan tujuan peranan yang saling
bertentangan antara satu dan lainnya; Keempat, Kesenjangan Peranan
(Role Distance) merupakan Pelaksanaan Peranan secara emosional;
Kelima, Kegagalan Peran (Role Failure) merupakan kagagalan seseorang
ketika menjalankan suatu peranan tertentu; Keenam, Model peranan (Role

103
Bauer, Jeffrey C., 2003, Role Ambiguity and Role Clarity: A Comparison of Attitudes
in Germany and the United States, Dissertation, University of Cincinnati – Clermont.
104
Cohen, Bruce. J., 1992, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Rineka Cipta. Lihat juga
Supriyanta dan Bambang Ali Kusumo, 2016, Pendayagunaan Peran Penasihat Hukum Dalam
Penyelesaian Perkara Pidana, Jurnal EKSPLORASI Volume XXIX Nomor 1.

100
Model) merupakan tingkah laku seseorang yang dijadikan contoh untuk
ditiru dan diikuti; Ketujuh, Lingkup Peranan (Role Set) merupakan
hubungan seseorang dengan individu lainnya pada saat dia sedang
menjalankan perannya; Kedelapan, Ketegangan peranan (Role Strain)
merupakan keadaan yang timbul apabila seseorang mengalami kesulitan
dalam memenuhi harapan atau tujuan peranan yang dijalankan karena
terdapat ketidakselarasan yang saling bertentangan.
Saat dilihat berdasarkan perilaku organisasi, peran merupakan salah
satu komponen dari sistem sosial organisasi, selain norma dan budaya
organisasi. Jenis perilaku yang memang diharapkan dalam suatu
pekerjaan dibedakan menjadi dua, yaitu (1) role perception yaitu persepsi
seseorang mengenai harapan dari perilaku orang tersebut atau diartikan
dengan pemahaman atau kesadaran mengenai pola perilaku atau fungsi
yang diharapkan dari orang tersebut, dan (2) role expectation yaitu cara
orang lain menerima perilaku seseorang dalam kondisi tertentu.
Harapannya agar orang tersebut mampu untuk bekerja dan mengerti
tentang identitasnya atau kedudukannya.
Kepala daerah memiliki peran untuk menentukan keberhasilan
suatu pemerintahan. Peran (role) yaitu aspek dinamis dari kedudukan atau
status yang dimiliki oleh seseorang serta terjadi jika seseorang telah
melaksanakan hak dan kewajiban sesuai dengan kedudukannya. Cakupan
dalam peran terbagi menjadi 3 antara lain:105
a) Peran mencakup beberapa norma yang berhubungan dengan posisi atau
tempat yang dimiliki oleh seseorang ditengah masyarakat, arti peran
tersebut yaitu rangkaian peraturan yang membimbing seseorang untuk
hidup bermasyarakat.
b) Peran yaitu konsep tentang segala sesuatu yang dilakukan oleh individu
masyarakat sebagai suatu organisasi.
c) Peran juga diartikan sebagai tingkah laku individu yang berperan
penting terhadap struktur sosial masyarakat di suatu daerah.

105
Soerjono Soekanto, 2004, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta, Raja Grafndo Persada,
hlm. 243-244.

101
Peran tersebut dapat dijadikan suatu pedoman bagi para pejabat
yang memiliki kewenangan untuk membuat dan melaksanakan suatu
kebijakan agar lebih tertata dan dapat dijadikan rujukan oleh masyarakat
maupun pejabat lainnya dalam hal pelaksanaan Kebijakan Otonomi
Daerah sesuai dengan cita-cita Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945. Kabupaten Brebes telah melaksanakan beberapa
Kebijakan Otonomi Daerah sebagai salah satu perannya dalam hal
menerbitkan rangkaian peraturan daerah untuk membimbing individu
maupun kelompok untuk hidup bermasyarakat dalam sosial masyarakat di
suatu daerah pada untuk meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia
(IPM) meliputi Umur Panjang dan Hidup Sehat, Pengetahuan dan Standar
Hidup Layak. Peraturan yang mengatur tentang kewajiban setiap daerah di
Kabupaten/Kota termasuk Kabupaten Brebes harus meningkatkan
kesejahteraan melalui Indeks Pembangunan Manusia (IPM) tercantum
dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
Undang-Undang Dasar (UUD NRI) Negara Republik Indonesia Tahun
1945 Bab XIV Perekonomian Nasional dan Kesejahteraan Sosial, Pasal 33
dan Pasal 34, Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1974 tentang Ketentuan-
Ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial, Undang-Undang Nomor 3 Tahun
1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja, Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Undang-Undang Nomor
17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional,
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial,
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta
Kerja, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir
Miskin, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2012 tentang Penanganan
Konflik Sosial, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2019 tentang Pekerja
Sosial, Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan
dan Penyelengaraan Pendidikan, Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun
2013 tentang Pelaksanaan Upaya Penanganan Fakir Miskin Melalui
Pendekatan Wilayah, Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2018 tentang

102
Standar Pelayanan Minimal, Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2010
tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan, Peraturan Presiden
Nomor 166 Tahun 2014 tentang Program Percepatan Penanggulangan
Kemiskinan, Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang tentang
Rencana Pembangunan Jangka Menengah 2015-2019, Peraturan Presiden
Nomor 46 Tahun 2015 tentang Kementerian Sosial, Peraturan Presiden
Nomor 63 Tahun 2017 tentang Penyaluran Bantuan Sosial Secara Non
Tunai, Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan
Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan, Peraturan Presiden
Nomor 79 Tahun 2019 tentang Percepatan Pembangunan Jawa Tengah,
Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2020 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional Tahun 2019-2024, Surat Keputusan Bupati
Brebes Nomor 420/515 Tahun 2018 tentang Bantuan Pembiayaan Rintisan
Penuntasan Pendidikan 12 Tahun, Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2005
tentang Gerakan Nasional Percepatan Penuntasan Wajib Belajar
Pendidikan Dasar Sembilan Tahun dan Pemberantasan Buta Aksara,
Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Program
Simpanan Keluarga Sejahtera, Konvensi PBB tentang Hak-Hak
Penyandang Disabilitas (UN Convention on the Rights of Persons with
Disabilities), Konvensi PBB tentang Penghapusan Diskriminasi
Perempuan (UN Convention on the Elimination of All Forms of
Discrimination Against Women), Kovensi PBB tentang Hak-Hak Anak
(United Nations Convention on the Rights of the Child), Peraturan Bupati
Brebes Nomor 26 Tahun 2015 tentang pemberdayaan Masyarakat Dalam
Penurunan Angka Kematian Ibu Dan Angka Kematian Bayi Melalui
Maklumat Dukun Bayi, Peraturan Bupati Nomor 115 Tahun 2017 tentang
Rintisan Penuntasan Pendidikan Dua Belas Tahun, Peraturan Bupati
Nomor 122 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan KIA di Kabupaten
Brebes, Peraturan Bupati Nomor 124 Tahun 2017 tentang Pedoman
Pelaksanaan Kegiatan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat, Peraturan Bupati
Nomor 077 Tahun 2018 tentang Germas, Peraturan Bupati Nomor 50
Tahun 2019 tentang Penanggulangan Stunting, Peraturan Bupati Brebes

103
Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pendidikan Sepanjang Hayat, Peraturan
Bupati Brebes Nomor 97 Tahun 2020 tentang Pedoman Pemberian
Bantuan Sosial Dewasa Tidak Sekolah (Dts) Untuk Mendukung
Pendidikan Sepanjang Hayat, Peraturan Daerah Kabupaten Brebes Nomor
3 Tahun 2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah
Kabupaten Brebes Tahun 2005-2025, Peraturan Daerah Kabupaten Brebes
Nomor 4 Tahun 2015 tentang Keuangan Desa, Peraturan Daerah
Kabupaten Brebes Nomor 2 Tahun 2017 tentang Penyertaan Modal
Daerah Pada PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah, Peraturan
Daerah Kabupaten Brebes Nomor 3 Tahun 2017 tentang Kewenangan
Desa, Peraturan Daerah Kabupaten Brebes Nomor 10 Tahun 2017 tentang
Sistem Kesehatan Kabupaten Brebes, Peraturan Daerah Kabupaten Brebes
Nomor 2 Tahun 2018 tentang Penanggulangan Kemiskina, Peraturan
Daerah Kabupaten Brebes Nomor 6 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan
Penanaman Modal, Peraturan Daerah Kabupaten Brebes Nomor 9 Tahun
2020 tentang Penyertaan Modal Pemerintah Kabupaten Brebes kepada
Perusahaan Umum dan Daerah Percetakan Puspa Grafika Kabupaten
Brebes, Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan
Transmigrasi Nomor 16 Tahun 2018 tentang Prioritas Penggunaan Dana
Desa Tahun 2019, Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor
80 Tahun 2013 tentang Pendidikan Menengah Universal (PMU), Peraturan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 19 Tahun 2016 tentang
Program Indonesia Pintar, Surat Edaran Bupati Nomor 440/1806 Tahun
2020 tentang Program Gerakan Masyarakat Hidup Sehat dengan
memanfaatkan Buku KIA, Surat Edaran Bupati Nomor 440/3399 Tahun
2019 tentang Program Pemberian Tablet Tambah Darah Pada Remaja,
Surat Edaran Dinpermasdes Kabupaten Brebes Nomor 142.41 Tahun 2019
tentang Penyaluran Dana Desa Tahap 3 (dana pendidikan minimal 4% dari
Dana Desa), dan Surat Edaran Kepala Dinas Kesehatan Nomor 440/5913
Tahun 2020 tentang Gerakan Penyelamatan Ibu dari Pre Eklamsia.
Peningkatan dari adanya program-program tersebut merupakan
suatu wujud tanggung jawab pemerintah Kabupaten Brebes dalam

104
mensejahterakan masyarakatnya. Adanya kewajiban tersebut membuat
Pemerintah Indonesia memerlukan adanya alat ukur kesejahteraan yang
dikenal dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human
Development Index (HDI) untuk mengklasifikasikan suatu negara
merupakan negara maju, negara berkembang atau negara terbelakang serta
untuk mengukur pengaruh dari kebijaksanaan ekonomi terhadap kualitas
hidup di suatu negara. Pemerintah Kabupaten Brebes berperan untuk
mengimplementasikan Kebijakan Otonomi Daerah yang telah dibuat untuk
meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di wilayahnya agar
dapat digunakan oleh aparatur pemerintahaan dalam menjalankan tugasnya
untuk mengajak seluruh elemen masyarakat bekerjasama dalam
membangun daerah. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human
Development Index (HDI) yaitu pengukuran perbandingan dari Umur
Panjang dan Hidup Sehat, Pengetahuan, dan standar hidup layak.
Tingkat kemajuan dari program pembangunan suatu periode setiap
tahunnya diukur dengan jumlah besaran Penggunaan Indeks Pembangunan
Manusia (IPM) pada awal dan akhir dari tahun tersebut. Fungsi utamanya
yaitu memberi petujuk atau pedoman penentuan prioritas dari rumus
kebijakan publik dan menentukan program pembangunan yang akan
dijalankan kedepannya. Penggunaan Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
mengukur pencapaian rata-rata sebuah negara dalam 3 dimensi dasar
pembangunan manusia:106
a) Umur Panjang dan Hidup Sehat diukur dengan jumlah angka harapan
hidup saat lahir;
b) Pengetahuan diukur dengan angka tingkat banyaknya baca tulis pada
orang dewasa (bobotnya dua per tiga) yang telah dikombinasikan
dengan pendidikan dasar, menengah, dan grossenrollment ratio (bobot
satu per tiga); dan

106Abid Muhtarom, 2015, Analisis PAD (Pendapatan Asli Daerah) Terhadap


Kesejahteraan Masyarakat Kabupaten Lamongan Periode Tahun 2010-2015, Jurnal
EKBIS/Vol.XIII/No.1/ edisi Maret 2015.

105
c) Standar Hidup Layak diukur dengan logaritma natural dari produk
domestik bruto per kapita dalam paritasi daya beli masyarakat di daerah
tersebut.
Implementasi dari produk hukum yang telah dibuat oleh Pemerintah
berperan penting dalam hal alokasi, distribusi dan stabilisasi. Pemerintah
daerah dengan kewenangannya yang besar di era otonomi harus bisa
mendayagunakan alokasi untuk sebesar-besarnya kesejahteraan
masyarakat. Kebijakan fiskal pemerintah daerah melalui Anggaran
Pendapatan dan Belanja daerah (APBD) diharapkan mampu untuk
meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) agar dapat
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Indeks Pembangunan Manusia
(IPM) juga digunakan sebagai salah satu penentu Dana Alokasi Umum
(DAU).
Indeks Pembangunan Manusia merupakan indeks dasar yang tersusun
dari:107
1) Umur Panjang dan Hidup Sehat, dengan indikator angka harapan hidup
saat lahir (AHH);
2) Pengetahuan, yang diukur dengan Harapan Lama Sekolah (HLS) dan
Rata-rata Lama Sekolah (RLS); dan
3) Standar Hidup Layak, dengan indikator pengeluaran per kapita yang
telah disesuaikan.
Berikut ini adalah rumus perhitungan Indeks Pembangunan Manusia
(IPM), antara lain:
a. Dimensi Umur Panjang dan Hidup Sehat

Berikut adalah penjelasannya:

107
Endang Yektiningsih, 2018, Analisis Indeks Pembangunan Manusia (Ipm)
Kabupaten Pacitan Tahun 2018, P-ISSN: 14121816, E-ISSN:2614-4549,Vol 18 No 2,
Desember 2018.

106
Ikesehatan = Indeks Kesehatan
AHH = Indeks angka harapan hidup saat lahir
AHH min = Indeks angka harapan hidup saat lahir minimal
AHH maks = Indeks angka harapan hidup saat lahir maksimal
b. Dimensi Pengetahuan

Berikut adalah penjelasannya:


Ipendidikan = Indeks Pendidikan
I HLS = Indeks angka harapan lama sekolah
HLS = Angka harapan lama sekolah
HLS min = Angka harapan lama sekolah minimal
HLS maks = Angka harapan lama sekolah maksimal
I RLS = Indeks rata-rata lama sekolah
RLS = Angka rata-rata lama sekolah
RLS min = Angka rata-rata lama sekolah minimal
RLS maks = Angka rata-rata lama sekolah maksimal

c. Dimensi Standar Hidup Layak

Berikut adalah penjelasannya:


Ipengeluaran = Indeks pengeluaran
In Pengeluaran = Indeks pengeluaran
In Pengeluaran min = Indeks pengeluaran minimum
In Indeks Pengeluaran maks = Indeks pengeluaran maksimum

107
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dihitung sebagai rata-rata
geometrik dari Indeks Umur Panjang dan Hidup Sehat, Pengetahuan dan
Standar hidup layak:

Berikut ini adalah rumus perhitungan pertumbuhan IPM

Keterangan:
IPMt : IPM suatu wilayah pada tahun t
IPMt-1 : IPM suatu wilayah pada tahun (t-1)
2. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Dimensi Umur Panjang dan Hidup
Sehat, Pengetahuan, dan Standar Hidup Layak di Kabupaten Brebes.
2.1 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Dimensi Umur Panjang dan
Hidup Sehat.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia memiliki strategi
khusus dalam menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI), Angka Kematian
Bayi dan Angka Kematian Balita (AKABA) dengan menggerakkan dan
memberdayakan masyarakat untuk dapat mengikuti pola hidup sehat.
Kebijakan nasional dan upaya pemerintah untuk menurunkan Angka
Kematian Ibu, bayi dan balita antara lain dengan melaksanakan kegiatan
Gerakan Sayang Ibu (GSI), Strategi Making Pregnency Safer dan
pengadaan buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA). Pada tahun 1993 sampai
dengan tahun 1994 untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan
khususnya pelayanan antenatal, pemerintah bekerjasama dengan Japan
International Coorpertion Agency (JICA) untuk mengembangkan buku
Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) yang di luncurkan pada tahun 2003 dan
diuji coba di salah satu kota di Jawa Tengah.108

108
Laila Rahmi,Ika Yulia Darma, Silvi Zaimy, 2018, Faktor-Faktor Yang
Berhubungan Dengan Pemanfaatan Buku Kia, Jurnal Ilmu Kesehatan (JIK) April 2018
Volume 2 Nomor 1 P-ISSN : 2597-8594, E-ISSN : 2580-930 X.

108
Penggunaan Buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) untuk
mengintegrasikan pendokumentasian ke dalam satu buku sebagai data
untuk mengetahui perkembangan Ibu dan Anak. Buku Kesehatan Ibu dan
Anak (KIA) biasanya mencakup tentang asuhan antenatal care atau asuhan
selama kehamilan, persalinan, nifas, perawatan bayi baru lahir dan anak,
imunisasi, serta keluarga berencana.109Kabupaten Brebes tercatat memiliki
jumlah Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB)
menempati urutan ketiga tertinggi di Jawa Tengah. Sejak tahun 2016
sampai dengan tahun 2020 jumlah Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka
Kematian Bayi (AKB) mengalami peningkatan dan penurunan sebagai
berikut adalah tabel penjabarannya dari 17 Kecamatan di Kabupaten
Brebes:
Tabel 20
Jumlah Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) di
Kabupaten Brebes Tahun 2016 -2020
No Tahun Angka Kematian Ibu Angka Kematian
(AKI) Bayi (AKB)

1 2016 54 724

2 2017 31 403

3 2018 30 75

4 2019 37 302

5 2020 62 297

Sumber: Badan Pusat Statistika Kabupaten Brebes


Tabel diatas menunjukkan bahwa pada tahun 2017 Angka
Kematian Ibu (AKI) mengalami penurunan menjadi 31 dan Angka
Kematian Bayi (AKB) juga mengalami penurunan menjadi 403.
Sedangkan tahun 2018 Angka Kematian Ibu (AKI) menurun menjadi 30
dan Angka Kematian Bayi (AKB) juga ikut menurun menjadi 75. Pada

109
Yanagisawa, S, Soyano, A, Igarahi, H, et al, 2015. Effect of a Maternal and
Child Health Handbook on Maternal Knowledge and Behaviour: a community-based
controlled trial in rural Cambodia. Health Policy and Planning. 30: 1184-1192.

109
tahun 2019 Angka Kematian Ibu (AKI) meningkat menjadi 37 dan
Angka Kematian Bayi (AKB) menjadi 302. Sementara tahun 2020 Angka
Kematian Ibu (AKI) meningkat drastis menjadi 62 dan Angka Kematian
Bayi (AKB) menurun menjadi 297. Masih tingginya Angka Kematian Ibu
(AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) juga ikut berpengaruh terhadap
penilaian Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Kabupaten Brebes.
Masa kehamilan, persalinan, nifas, dan bayi baru lahir merupakan
keadaan fisiologis, tetapi dalam prosesnya terdapat kemungkinan yang
mengancam jiwa ibu dan bayi bahkan dapat menyebabkan kematian.
Jumlah kematian ibu dan bayi di Kabupaten Brebes masih tergolong tinggi
karena berbagai faktor dari aspek klinis, aspek sistem pelayanan kesehatan
maupun nonkesehatan. Penyebab langsung kematian Ibu yaitu perdarahan,
preeklamsia/eklamsia dan infeksi. Sedangkan penyebab tidak langsung
yaitu penyakit jantung, anemia, dan TBC. Jumlah Rumah Sakit yang
hanya ada di beberapa Kecamatan turut berperan dalam penanganan
dimensi Umur Panjang dan Hidup Sehat. Langkah yang diambil oleh
Pemerintah Kabupaten Brebes dalam menangani hal tersebut adalah
melakukan pendataan pada ibu hamil yang berisiko tinggi merupakan
salah satu langkah solutif untuk menekan laju Angka Kematian Ibu (AKI)
akibat melahirkan di Kabupaten Brebes dan memberikan edukasi kepada
ibu hamil untuk menekan jumlah Angka Kematian Bayi (AKB) baik di
dalam kandungan maupun sudah lahir. Pengawasan lebih harus dilakukan
oleh para petugas kesehatan setempat, dan ibu hamil juga diberi
kemudahan akses pemeriksaan kehamilan maupun pelayanan penunjang
lainnya.110
Pada tahun 2017 Dinas Kesehatan Kabupaten Brebes
memberlakukan Sistem Registrasi Sampel (SRS) Angka Kematian Ibu
(AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) di Kabupaten Brebes. Sistem
Registrasi Sampel (SRS) adalah cara untuk mendapatkan angka statistik

110
Dony Aprian, Angka Kematian Ibu dan Bayi di Brebes Capai 587 Kasus,
https://regional.kompas.com/read/2020/10/15/20144381/angka-kematian-ibu-dan-bayi-
dibrebes-capai-587-kasus. Diakses pada tanggal 8 April 2021, pukul 14.30 WIB.

110
vital di suatu negara dengan melakukan sampel dalam sistem registrasi
yang ada di negara tersebut. Sistem Registrasi Sampel (SRS) diambil
untuk mengetahui jumlah Angka Kematian dan Kelahiran pada Ibu dan
Bayi di Kabupaten Brebes. Angka Kematian Ibu (Maternity Mortality
Rate) yaitu kematian ibu yang diakibatkan selama proses kehamilan,
persalinan dan pasca persalinan per 100.000 kelahiran hidup pada masa
tertentu. Angka pengukuran risiko kematian wanita yang berkaitan dengan
peristiwa kehamilan. Sementara Angka Kematian Bayi (AKB) adalah
angka yang menunjukkan banyaknya kematian bayi usia 0 tahun dari
setiap 1000 kelahiran hidup pada tahun tertentu atau dapat dikatakan juga
sebagai probabilitas bayi meninggal sebelum mencapai usia satu tahun
yang dinyatakan dengan per seribu kelahiran hidup.
Kematian ibu yaitu kematian seorang wanita saat sedang hamil atau
dalam waktu 42 hari pengakhiran kehamilan, diluar durasi dan tempat
kehamilan, yang menyebabkan sesuatu hal yang berhubungan atau
memperburuk kehamilan, akan tetapi bukan dari penyebab kecelakaan atau
incidental.111Definisi yang dikemukakan oleh World Health Organization
(WHO) menggambarkan adanya hubungan sebab dan akibat antara
kehamilan dan kematian maternal. Apabila Ibu yang hamil karena
mengalami keguguran atau kehamilan ektopik terganggu, kemungkinan
terdapat ibu hamil yang meninggal dunia sebelum melahirkan atau ibu
yang hamil telah melahirkan seorang bayi dalam keadaan hidup atau mati
yang mengalami komplikasi kehamilan selama masa persalinan dan nifas
yang menyebabkan kematian maternal.
Resiko komplikasi juga lebih tinggi terjadi karena terlambatnya
deteksi sedini mungkin selama kehamilan. Pada sebagian ibu hamil yang
berasal dari keluarga dengan status ekonomi menengah ke bawah lebih
memilih bersalin di rumah dan dibantu oleh dukun desa setempat,
sehingga jika terjadi komplikasi saat melahirkan, ibu yang tidak langsung

111
Djaja Sapoerna, Sarimawar dan Agus Suwandono, 2013, The Determinants of
Maternal Morbidity in Indonesia Regional Health Forum WHO South East Asia Regional
Health Forum WHO.

111
di rujuk ke fasilitas kesehatan yang lengkap dan terlambat untuk mendapat
pertolongan dengan cepat dan tepat dari tenaga kesehatan. Tantangan
terbesar yang dihadapi dalam upaya menurunkan Angka Kematian Ibu
(AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) adalah belum optimalnya
kualitas pelayanan kesehatan maternal termasuk diantaranya kompetensi
Sumber Daya Manusia (SDM), fasilitas kesehatan dan peralatan tempat
persalinan, serta akses menuju Rumah Sakit yang terlalu jauh. Pemerataan
Rumah Sakit sebagai bentuk pelayanan kesehatan perlu di tingkatkan oleh
pemerintah saat ini, mengingat masih tingginya angka kematian ibu dan
bayi masih cukup tinggi.112
Perlunya mengetahui Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka
Kematian Bayi (AKB) pada suatu daerah agar petugas kesehatan dapat
mengupayakan kelangsungan hidup dalam mencapai derajat kesehatan
setinggi-tingginya bagi ibu dan bayi, upaya peningkatan kesehatan yang
terintegrasi, lengkap serta intervensi minimal sehingga prinsip keamanan
dan kualitas pelayanan dapat terjaga dengan optimal. Jumlah Angka
Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) menempati urutan
ketiga tertinggi di Jawa Tengah. Dinas Kesehatan Kabupaten Brebes juga
berupaya menerapkan beberapa program seperti Pemberian Tablet Tambah
Darah Pada Remaja Putri Program Jum‟at Ceria sesuai dengan Surat
Edaran (SE) Bupati Nomor 440/3399 Tahun 2019, Gerakan Masyarakat
Hidup Sehat dengan Memanfaatkan Buku Kesehatan Ibu dan Anak atau
KIA (GERMAS MABUKIA) berdasarkan Surat Edaran Bupati (SE)
Nomor 440/1806 Tahun 2020 dan Gerakan Penyelamatan Ibu dari Pre
Eklamsia (GEPREK) berdasarkan Surat Edaran (SE) KADINKES Nomor
440/5913/2020.
Faktor adanya Surat Edaran (SE) Bupati Nomor 440/3399 Tahun
2019 tentang Pemberian Tablet Tambah Darah Pada Remaja Putri
Program Jum‟at Ceria karena masih banyak wanita yang mengalami
112
Tim Peneliti, 2019, Laporan Penelitian Strategi Penurunan Kematian Ibu dan
Anak, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Banten,
https://bappeda.bantenprov.go.id.

112
anemia gizi dan kurangnya asupan zat besi pada makanan yang
dikonsumsi yang ditandai dengan kadar haemoglobin (Hb) masih di bawah
normal. Penyebabnya bisa disebabkan oleh menstruasi setiap bulan dan
tidak didukung dengan asupan zat besi dari makanan sehari-hari yang
cukup untuk menambah zat bezi dalam tubuh yang sasaran utamanya
adalah remaja putri dan sudah memenuhi target Kabupaten Brebes. Data di
lapangan menunjukkan masih banyak remaja putri di Kabupaten Brebes
yang kondisi fisiknya lemah, mudah terserang penyakit dan tidak
konsentrasi dalam belajar karena didukung fisik dan psikis yang lemah.
Pendistribusi tablet tambah darah harus dilakukan secara merata di
setiap sekolah yang ada di Kabupaten Brebes. Sehingga diperlukan kerja
sama tim dalam pendisribusian dan pelaksanaan pemberian Tablet Tambah
Darah untuk remaja putri. Dampak dari anemia yaitu menurunnya
kesehatan reproduksi, terhambatnya perkembangan motorik mental dan
kecerdasan, menurunkan kemampuan dan konsentrasi belajar, konsenstrasi
belajar menurun sehingga prestasi belajar rendah, dan produktivitas kerja
akan menurun, terganggunya pertumbuhan sehingga tinggi badan kurang
optimal serta menurunkan tingkat kebugaran remaja putri yang
kekurangan asupan zat besi. Serta petugas kesehatan agar menyampaikan
tentang kesehatan reproduksi remaja, gerakan masyarakat hidup sehat dan
perilaku hidup sehat agar remaja putri lakukan dalam aktivitas
kesehariannya.
Penanganan permasalahan stunting di Kabupaten Brebes juga terus
dilakukan agar jumlahnya semakin berkurang. Kebijakan tersebut
tercantum dalam Peraturan Bupati Brebes Nomor 50 Tahun 2019 tentang
Penanggulangan Stunting. Stunting yaitu suatu kondisi gagal pertumbuhan
pada anak karena kekurangan gizi kronis khususnya pada usia 1000
(seribu) hari pertama kehidupan. Akibat dari stunting yang tinggi yaitu
menghambat upaya meningkatkan kesehatan masyarakat dan menghambat
untuk terwujudnya sumber daya manusia yang sehat, cerdas, dan produktif
di masa depan. Berikut ini adalah tabel Jumlah Gizi Buruk pada Bayi di
Kabupaten Brebes Tahun 2016-2020.

113
Tabel 21
Jumlah Gizi Buruk pada Bayi di Kabupaten Brebes
Tahun 2016-2020
Kecamatan dan Gizi Buruk Bayi (Jiwa)
total 2016 2017 2018 2019 2020
Salem 4 6 3 5 19
Bantarkawung 0 0 6 2 1
Bumiayu 10 9 8 8 7
Paguyangan 10 5 6 9 12
Sirampog 1 4 6 12 2
Tonjong 4 6 2 7 19
Larangan 10 6 11 2 3
Ketanggungan 9 15 11 17 20
Banjarharjo 6 12 13 6 32
Losari 19 15 8 13 27
Tanjung 3 5 0 11 33
Kersana 0 6 16 36 28
Bulakamba 14 26 10 8 17
Wanasari 5 5 6 4 9
Songgom 2 2 2 18 24
Jatibarang 2 2 8 6 16
Brebes 10 16 5 18 30
Kabupaten Brebes 109 140 121 182 299
Sumber/Source : Dinas Kesehatan Kabupaten Brebes
Berdasarkan data terakhir Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten
Brebes selama 5 (lima) tahun terakhir dari Tahun 2016 angka stunting
menjadi 109 jiwa, kemudian mengalami peningkatan Tahun 2017 menjadi
140 jiwa Tahun 2018 stunting mengalami penurunan menjadi 121 jiwa,
Tahun 2019 stunting kembali meningkat menjadi 182 jiwa dan Tahun
2020 stunting meningkat menjadi 299 jiwa. Kecamatan dengan tingkat
stunting paling tinggi pada Tahun 2016 yaitu Losari, Tahun 2017 yaitu
Bulakamba, Tahun 2018 dan 2019 Kersana serta Tahun 2020 Tanjung.
Sedangkan Kecamatan dengan tingkat stunting terendah Tahun 2016 yaitu

114
Bantarkawung dan Kersana, Tahun 2017 yaitu Bantarkawung, Tahun 2018
yaitu Tanjung, Tahun 2019 yaitu Bantarkawung dan Larangan, serta
Tahun 2020 yaitu Bantarkawung.
Balita yang menderita stunting masuk dalam permasalah gizi
kronik yang disebabkan oleh berbagai faktor seperti kondisi sosial
ekonomi, gizi ibu saat hamil, kesakitan pada bayi, dan kurangnya asupan
gizi pada bayi.113Stunting di Kabupaten Brebes sekitar 20 persen atau 50
desa lokus stunting di 12 Kecamatan desa prevalensi stunting. Salah satu
desa yang ikut berperan dalam menggulangi stunting yaitu Desa Songgom
Kecamatan Songgom dengan meningkatkan jumlah anggaran pada Bidang
Kesehatan melalui APBDes, memberdayakan seluruh aparatur desa seperti
Puskesmas, Pemerintahan Desa, Badan Permusyawaratan Desa (BPD),
Bidan Desa, Kader Posyandu, Kader Pembangunan Manusia (KPM), dan
Masyarakat Desa Songgom. Hasilnya jumlah stunting di Desa Songgom
menurun yang sebelumnya mencapai 15,57 persen, saat ini menjadi 12,55
persen. Prioritas utama dari Alokasi Anggaran Kesehatan yang ada dalam
Bantuan Oprasional Kesehatan (BOK) di Desa Songgom tahun 2019-2020
untuk membiayai kegiatan kelas ibu hamil, kelas balita, Pemberian
Makanan Tambahan (PMT) ibu hamil, Pemberian Makanan Tambahan
(PMT) Posyandu, kunjungan ibu Hamil, pendampingan ibu hamil oleh
kader, kunjungan Ibu nifas dan bayi baru lahir, kunjungan rumah pada
pasangan Usia subur yang tidak ber Keluarga Berencana (KB), program
stimulant pengadaan jamban sehat, pertemuan rutin kader, pemberian
Vitamin A pada bayi dan Balita, program pemeriksaaan garam yodium
masyarakat, Insentif Guru Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD),
pembinaan kader, kunjungan Ibu Hamil dan Balita oleh Kader, konseling
Ibu Balita Stunting, senam aerobik ibu, pemberian Tablet Tambah Darah,
konseling kelas ibu hamil, dan kebersihan lingkungan. 114

113
Robbin, 2010, Buku Ajar Patologi, Edisi 7. Volume 2. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC.
114
Yaser Arafat, 2020, Idza: Ayo Tuntaskan Stunting di Brebes,
https://brebeskab.go.id/index.php/content/1/idza-ayo-tuntaskan-stunting-di-brebes,
diakses pada tanggal 9 April 2021, pukul 10.00 WIB.

115
2.2 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Dimensi Pengetahuan
Pelaksanaan otonomi daerah di bidang pengetahuan adalah urusan
wajib yang menjadi wewenang dan tanggung jawab dari Pemerintah
Daerah. Pendidikan merupakan salah satu ukuran suatu negara atau
wilayah dikatakan maju dan berhasil. Semakin banyak masyarakat yang
memperoleh pendidikan tinggi maka dapat meningkatkan nilai Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) dan meningkatkan Sumber Daya Manusia
(SDM) yang bermutu tinggi agar dapat membangun daerah dengan baik.
Pendidikan merupakan salah satu bagian integral dari pembangunan
manusia yang dapat dijadikan sebagai indikator kemajuan suatu negara.
Pembangunan suatu negara tidak hanya mengandalkan dari Sumber Daya
Alam (SDA) saja, akan tetapi juga perlu meningkatkan kualitas Sumber
Daya Manusia (SDM). Peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) di
bidang pendidikan akan memberikan dampak pada kualitas penduduk
yang lebih baik. Partisipasi sekolah dapat digunakan untuk mengetahui
seberapa banyak penduduk yang memanfaatkan fasilitas pendidikan.
Indikator yang dipergunakan untuk melihat jumlah partisipasi sekolah
dalam suatu wilayah yaitu Angka Partisipasi Sekolah (APS) meliputi
Angka Partisipasi Kasar (APK), dan Angka Partisipasi Murni (APM).
Tabel 22
Angka Angka Partisipasi Kasar (APK) dan Angka Partisipasi Murni (APM)
di Kabupaten Brebes Pada Tahun 2016-2020
Angka Partisipasi Murni (APM) Angka Partisipasi Kasar (APK)
Jenjang Pendidikan Net Participation Rates Gross Participation Rates
Educational Level
2016 2016
(1) (2) (3)

SD/MI
94,4 100,59
Elementary School

SMP/MTs
79,51 94,12
Junior High School

SMA/SMK/MA
51,88 63,88
Senior High School

Sumber/Source : BPS, Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Maret/BPS-Statistics


Indonesia, National Socioeconomic Survey March.

116
Angka Partisipasi Murni (APM) Angka Partisipasi Kasar (APK)
Jenjang Pendidikan Net Participation Rates Gross Participation Rates
Educational Level
2017 2018 2017 2018
(1) (2) (3) (4) (5)

SD/MI
96,91 98,86 98,33 110,13
Elementary School

SMP/MTs
81,86 84,83 92,49 88,89
Junior High School

SMA/SMK/MA
47,91 49,56 76,00 69,29
Senior High School

Sumber : Survei Sosial Ekonomi Nasional Kor, Maret 2017 dan 2018

Angka Partisipasi Murni (APM) Angka Partisipasi Kasar (APK)


Jenjang Pendidikan Net Participation Rates Gross Participation Rates
Educational Level
2019 2020 2019 2020
(1) (2) (3) (4) (5)

SD/MI
98,79 99,18 111,82 109,96
Elementary School

SMP/MTs
83,49 84,18 85,37 88,21
Junior High School

SMA/SMK/MA
49,52 49,53 68,96 70,34
Senior High School

Sumber/Source : BPS, Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Maret/BPS-Statistics


Indonesia, National Socioeconomic Survey March.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistika (BPS), Angka Partisipasi


Murni (APM) Sekolah Dasar (SD) di Kabupaten Brebes pada tahun 2016
sampai dengan 2018 meningkat sekitar 0,195, tahun 2019 menurun sekitar
0,19 dan meningkat kembali pada tahun 2020 sekitar 0,39. Jenjang
pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) selalu meningkat sekitar
0,163. Jenjang pendidikan Menengah Atas (SMA/SMK/MA) pada tahun
2017 meningkat sekitar 3,97, dan meningkat kembali tahun 2018 sekitar
1,65, tetapi tahun 2019 menurun sekitar 0,4 dan meningkat pada tahun 2020
sekitar 0,1.

117
Angka Partisipasi Kasar (APK) Sekolah Dasar (SD) di Kabupaten
Brebes tahun 2017 mengalami penurunan sekitar 2,26 dan naik kembali
tahun 2018 sampai 2019 sekitar 11,8 sampai dengan 1,69. Tetapi menurun
kembali tahun 2020 sekitar 1,86. Jenjang pendidikan Sekolah Menengah
Pertama (SMP) meningkat pada tahun 2017 sekitar 1,63. Tahun 2018
sampai dengan 2019 menurun sekitar 3,52 sampai 3,6 dan meningkat
kembali tahun 2020 sekitar 2,84. Jenjang pendidikan Menengah Atas
(SMA/SMK/MA) naik pada tahun 2017 sekitar 12,12, pada tahun 2018 dan
2019 menurun sekitar 0,33 dan 6,71 kemudian meningkat kembali tahun
2020 sekitar 1,38.
Sarana dan prasarana yang memadai turut berpengaruh pada jumlah
angka partisipasi sekolah untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih
tinggi. Peraturan terkait wajib belajar 12 (dua belas) Tahun yang diwacanakan
oleh Pemerintah tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2008
tentang Wajib Belajar. Masyarakat wajib untuk melanjutkan pendidikan
sampai dengan jenjang SMA/SMK/MA sederajat. Begitu pula dengan
masyarakat Kabupaten Brebes, tetapi masih banyak masyarakat yang lebih
tertarik untuk melanjutkan pendidikan diluar kota dan tidak melalukan
pembaharuan Kartu Keluarga (KK) menjadikan data jumlah penduduk yang
melanjutkan sekolah di Kabupaten Brebes tidak tercatat di Dinas
Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Brebes yang masih sama seperti
data lama karena belum dirubah.
Dasar hukum yang dipergunakan oleh Dinas Pendidikan, Kebudayaan
dan Riset Teknologi Kabupaten Brebes dalam melaksanakan peningkatan
Indeks Pembangunan Manusia (IPM), yaitu:
a. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional;
b. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak;
c. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial;
d. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin;

118
e. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja;
f. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan
Penyelengaraan Pendidikan;
g. Peraturan Daerah Kabupaten Brebes Nomor 3 Tahun 2009 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Daerah Kabupaten Brebes Tahun 2005-2025;
h. Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2020 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional Tahun 2019-2024;
i. Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2008 tentang Wajib Belajar;
j. Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2018 tentang Standar Pelayanan
Minimal;
k. Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah 2015-2019;
l. Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pencapaian
Tujuan Pembangunan Berkelanjutan;
m. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 80 Tahun 2013
tentang Pendidikan Menengah Universal (PMU);
n. Peraturan Presiden No 166 Tahun 2014 tentang Program Percepatan
Penanggulangan Kemiskinan;
o. Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pencapaian
Tujuan Pembangunan Berkelanjutan;
p. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 19 Tahun 2016
tentang Program Indonesia Pintar;
q. Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi
Nomor 16 Tahun 2018 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun
2019;
r. Kovensi PBB tentang Hak-Hak Anak (United Nations Convention on the
Rights of the Child);
s. Peraturan Bupati Brebes Nomor 97 Tahun 2020 tentang Pedoman
Pemberian Bantuan Sosial Dewasa Tidak Sekolah (Dts) Untuk Mendukung
Pendidikan Sepanjang Hayat;

119
t. Peraturan Bupati Brebes Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pendidikan
Sepanjang Hayat;
u. Peraturan Bupati Nomor 115 Tahun 2017 tentang Rintisan Penuntasan
Pendidikan Dua Belas Tahun;
v. Surat Edaran Dinpermasdes Kabupaten Brebes Nomor 142.41/2409 tentang
Penyaluran Dana Desa Tahap 3 (dana pendidikan minimal 4% dari Dana
Desa;
w. Surat Keputusan Bupati Brebes Nomor 420/515 Tahun 2018 tentang
Bantuan Pembiayaan Rintisan Penuntasan Pendidikan 12 Tahun;
x. Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2005 tentang Gerakan Nasional
Percepatan Penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun
dan Pemberantasan Buta Aksara;
y. Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Program
Simpanan Keluarga Sejahtera;
z. Konvensi PBB tentang Hak-Hak Penyandang Disabilitas (UN Convention
on the Rights of Persons with Disabilities) serta Konvensi PBB tentang
Penghapusan Diskriminasi Perempuan (UN Convention on the Elimination
of All Forms of Discrimination Against Women).
Pada Peraturan Daerah Kabupaten Brebes Nomor 3 Tahun 2018 tentang
Penyelenggaraan Pendidikan Kebijakan daerah dibidang pendidikan Pasal 26
ditetapkan kebijakan daerah dibidang pendidikan yang bertanggung jawab atas:
a. rencana pembangunan jangka panjang;
b. rencana pembangunan jangka menengah;
c. rencana strategis pendidikan;
d. rencana kerja pemerintah;
e. rencana kerja dan anggaran tahunan;
f. peraturan daerah di bidang pendidikan; dan
g. peraturan bupati di bidang pendidikan.

120
Tabel 23
Harapan Lama Sekolah (HLS) dan Rata-rata Lama Sekolah (RLS)
di Kabupaten Brebes Tahun 2016-2020

Sumber: Badan Pusat Statistika Kabupaten Brebes


Pada tabel Harapan Lama Sekolah (HLS) dan Rata-rata Lama Sekolah
(RLS) di Kabupaten Brebes meningkat setiap tahunnya meskipun kenaikannya
tidak terlalu banyak sekitar 0,1. Tetapi minat masyarakat untuk bersekolah
mengalami peningkatan kearah yang lebih baik. Komitmen dan program yang
diwacanakan sudah mampu untuk menarik minat angka partisipasi masyarakat
sehingga Indeks Pembangunan Manusia (IPM) juga ikut meningkat.
Angka Harapan Lama Sekolah dan Rata-rata Lama Sekolah merupakan
cerminan dari dimensi pengetahuan. Angka harapan lama sekolah (HLS)
merupakan lamanya sekolah (dalam tahun) yang diharapkan akan dirasakan
oleh anak pada umur tertentu di masa mendatang. Penduduk yang dicakup
dalam angka harapan sekolah adalah penduduk usia 7 tahun ke atas. Hal ini
disesuaikan dengan program wajib belajar 9 tahun yang dimulai pada usia 7
tahun. Penghitungan angka harapan bersekolah melewati 4 tahap, yaitu:
1. Menghitung jumlah penduduk menurut umur (7 tahun ke atas).
2. Menghitung jumlah penduduk yang masih sekolah menurut umur (7 tahun
ke atas).
3. Menghitung rasio penduduk masih sekolah menurut umur (7 tahun ke atas).
Rata-Rata Lama Sekolah (RLS) dihitung dari jumlah penduduk yang
berusia 15 tahun ke atas ketika menjalani pendidikan formal. Kombinasi
variabel pendidikan yang digunakan meliputi Angka Partisipasi Sekolah,
Jenjang pendidikan yang pernah didapat, kelas yang sedang dijalani dan

121
jenjang pendidikan yang telah diselesaikan. Penghitungan angka rata-rata lama
sekolah melewati 6 (enam) tahap, yaitu :
1. Menyeleksi penduduk yangberusia 15 tahun ke atas.
2. Mengelompokkan jenjang pendidikan yang pernah /sedang diikuti.
3. Mengelompokkan ijazah/STTB tertinggi yang dimiliki.
4. Mengkonversi tahun lama sekolah menurut ijasah terakhir.
5. Menghitung lamanya bersekolah sampai kelas terakhir.
6. Menghitung lamanya bersekolah.
Kabupaten Brebes sudah melakukan berbagai upaya dengan agar
masyarakat yang putus sekolah berminat untuk kembali melanjutkan
pendidikan. Beberapa program tersebut bertujuan untuk meningkatkan Angka
Partisipasi Kasar (APK), Angka Partisipasi Murni (APM), Rata-Rata Lama
Sekolah (RLS) dan meningkatkan Harapan Lama Sekolah (HLS) di Kabupaten
Brebes. Sejak awal adanya program Gerakan Kembali Bersekolah (GKB)
melalui Forum Masyarakat Peduli Pendidikan (FMPP) pada tahun 2017 sampai
dengan tahun 2020, Pemerintah Kabupaten Brebes sudah menargetkan jumlah
yang harus dicapai untuk memenuhi nilai Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
yang masih belum maksimal jika dibandingkan dengan Kabupaten/ Kota lain.
Hingga saat ini, jumlah partisipasi masyarakat yang mengikuti Gerakan
Kembali Bersekolah (GKB) melalui Forum Masyarakat Peduli Pendidikan
(FMPP) terus meningkat dan termasuk salah satu program yang sukses
dijalankan oleh Pemerintah Kabupaten Brebes. Batas Usia yang diperbolehkan
untuk mengikuti Gerakan Kembali Bersekolah (GKB) sama dengan sekolah
formal, yaitu 7-18 tahun. Selain itu, ada pula Program Dewasa Tidak Sekolah
yang tujuannya untuk membuat masyarakat yang sudah memasuki usia kerja
yaitu 22-55 tahun untuk kembali bersekolah karena tidak atau belum pernah
sekolah, dan tidak bersekolah lagi. Bantuan Sosial Dewasa Tidak Sekolah (Dts)
merupakan bantuan sosial bagi warga Brebes yang belum menyelesaikan
pendidikan hingga jenjang SMA/SMK/MA/Sederajat.
Satuan Penyelenggaraan pendidikan di Kabupaten Brebes yaitu Pusat
Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) yang diselenggarakan oleh masyarakat
dalam menyelenggarakan pendidikan pada jenjang pendidikan usia dini,

122
Kesetaraan Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan
Sekolah Menengah Atas (SMA/SMK/MA) serta pendidikan lainya dalam
rangka meningkatkan keterampilan yang bisa digunakan untuk bekerja atau
usaha mandiri. Peraturan Bupati Peraturan Bupati Brebes Nomor 97 Tahun
2020 tentang Pedoman Pemberian Bantuan Sosial Dewasa Tidak Sekolah (Dts)
bertujuan untuk Mendukung Pendidikan Sepanjang Hayat sebagai suatu
pedoman dalam pemberian bantuan sosial dewasa tidak sekolah dalam
mendukung pendidikan sepanjang hayat yang dicanangkan oleh pemerintah
Kabupaten Brebes untuk mendukung percepatan Indeks Pembangunan
Manusia (IPM) serta memberikan kesempatan pada masyarakat yang tidak
mampu dan keluarga yang masih berminat melanjutkan belajar ke jenjang
pendidikan hingga tamat pendidikan menengah karena kesulitan ekonomi.
Pembiayaan Bantuan Sosial Dewasa Tidak Sekolah menggunakan
alokasi dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
Kabupaten dan Anggaran Dana Desa, untuk mengikuti pendidikan hingga
jenjang Pendidikan Menengah yang diselenggarakan oleh Pendidikan di
Masyarakat yaitu Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM). Mekanisme
pengelolaan Bantuan Sosial bagi Dewasa Tidak Sekolah (Dts) untuk peserta
didik yang masuk dalam jenjang kesetaraan (Paket A, Paket B, dan Paket C) di
Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) yang meliputi perencanaan,
pelaksanaan, dan pertanggungjawaban yang bersumber dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah yang telah ditetapkan dengan Keputusan
Kepala Dinas dan yang bersumber dari Dana Desa ditetapkan dengan
keputusan Kepala Desa. Tanggung jawab Perangkat daerah yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan yaitu melakukan
pembinaan penjaminan mutu satuan pendidikan dan/atau program pendidikan,
dengan berpedoman pada kebijakan nasional bidang pendidikan, standar
nasional pendidikan dan pedoman penjaminan mutu yang diterbitkan oleh
Kementerian yang menyelenggarakan urusan Pemerintahan di bidang
Pendidikan.

123
Berdasarkan Pasal 7 Peraturan Daerah Kabupaten Brebes Nomor 3
Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Pendidikan, masyarakat berhak dan ikut
serta dalam penyelenggaraan pendidikan dalam hal:
a. Perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan;
b. Menyelenggarakan satuan pendidikan; dan
c. Mengarahkan, membimbing, mensupervisi, mengawasi, mengkoordinasi,
memantau, mengevaluasi dan mengendalikan satuan atau program
pendidikan yang diatur dalam peraturan perundang- undangan.
Sekolah yang ada di Kabupaten Brebes terbagi menjadi 2 (dua) yaitu
negeri dan swasta berdasarkan pada Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan dan Kementerian Agama. Berikut ini adalah tabel
penjabarannya. Berikut ini adalah tabel sekolah negeri dan swasta serta
jumlah murid pada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan di Kabupaten
Brebes.
Tabel 24
Jumlah Sekolah Taman Kanak-kanak (TK) Negeri dan Swasta di
Kabupaten Brebes pada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Menurut
Kecamatan di Kabupaten Brebes
Tahun 2020/2021
Sekolah/Schools
Kecamatan
Subdistrict Negeri Swasta Jumlah
Public Private Total
(1) (2) (3) (4)
Salem - 28 28
Bantarkawung - 22 22
Bumiayu 1 39 40
Paguyangan - 31 31
Sirampog - 26 26
Tonjong - 23 23
Larangan - 21 21
Ketanggungan 1 33 34
Banjarharjo - 12 12
Losari - 25 25
Tanjung - 24 24
Kersana - 18 18
Bulakamba - 26 26
Wanasari - 33 33
Songgom - 13 13
Jatibarang - 23 23
Brebes 1 55 56
Kabupaten Brebes 3 452 455

124
Sumber/Source : Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Sistem Data Pokok
Pendidikan, data semester ganjil/ Ministry of Educations and Culture,
Basic Education Data System, odd semester.
Taman Kanak-kanak (TK) di Kecamatan Kabupaten Brebes tahun
2020/2021 yang tercantum dalam tabel diatas dengan total keseluruhan
Taman Kanak-kanak negeri dan swasta yang ada di Kabupaten Brebes
sejumlah 455 sekolah, jumlah sekolah Taman Kanak-kanak negeri di
Kabupaten Brebes jauh lebih sedikit jika dibandingkan dengan sekolah
Taman Kanak-kanak swasta. Sekolah Taman Kanak-kanak negeri berada di
3 (tiga) Kecamatan yaitu Bumiayu, Ketanggungan dan Brebes. Sedangkan
sekolah swasta berjumlah 452 sekolah. Kecamatan dengan sekolah Taman
Kanak-kanak terbanyak yaitu Brebes sejumlah 56 sekolah dan Kecamatan
yang memiliki sekolah Taman Kanak-kanak paling sedikit yaitu Banjarharjo
sejumlah 12 sekolah.
Tabel 25
Jumlah Murid Sekolah Taman Kanak-kanak pada setiap Kecamatan di
Kabupaten Brebes pada tahun 2020.
Murid/Pupils
Kecamatan
Subdistrict Negeri Swasta Jumlah
Public Private Total
(1) (8) (9) (10)
Salem - 993 993
Bantarkawung - 810 810
Bumiayu 52 1 483 1 535
Paguyangan - 1 169 1 169
Sirampog - 1 217 1 217
Tonjong - 1 009 1 009
Larangan - 1 479 1 479
Ketanggungan 30 1 811 1 841
Banjarharjo - 611 611
Losari - 1 265 1 265
Tanjung - 1 183 1 183
Kersana - 758 758
Bulakamba - 1 129 1 129
Wanasari - 1 916 1 916
Songgom - 648 648
Jatibarang - 1 172 1 172
Brebes 110 2 354 2 464
Kabupaten Brebes 192 21 007 21 199
Sumber/Source:Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, data semester ganjil 2020/
Ministry of Educations and Culture, 2020 odd semester data.
Jumlah murid yang bersekolah di sekolah dasar Taman Kanak-kanak
negeri Kabupaten Brebes sebanyak 192 siswa dan 21. 199 siswa yang

125
bersekolah Taman Kanak-kanak di sekolah swasta. Jumlah murid terbanyak
terdapat pada Kecamatan Brebes sebanyak 2.464 siswa dan Kecamatan yang
memiliki jumlah murid paling sedikit yaitu Kecamatan Banjarharjo
sejumlah 611 siswa.
Tabel 26
Jumlah Sekolah Dasar Negeri dan Swasta di Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan Menurut Kecamatan
di Kabupaten Brebes Tahun 2020/2021
Sekolah/Schools
Kecamatan
Negeri Swasta Jumlah
Subdistrict
Public Private Total
(1) (2) (3) (4)
Salem 49 - 49
Bantarkawung 59 - 59
Bumiayu 53 4 57
Paguyangan 50 3 53
Sirampog 33 - 33
Tonjong 42 - 42
Larangan 53 1 54
Ketanggungan 53 1 54
Banjarharjo 67 - 67
Losari 55 2 57
Tanjung 47 - 47
Kersana 35 1 36
Bulakamba 57 2 59
Wanasari 56 - 56
Songgom 34 2 37
Jatibarang 44 1 45
Brebes 80 10 90
Kabupaten Brebes 867 27 895
Sumber/Source : Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Sistem Data Pokok
Pendidikan, data semester ganjil/ Ministry of Educations and Culture,
Basic Education Data System, odd semester
Jumlah keseluruhan Sekolah Dasar sebanyak 895 sekolah. Jumlah
Sekolah Dasar Negeri di Kabupaten Brebes sejumlah 867 sekolah.
Sedangkan jumlah Sekolah Dasar Swasta di Kabupaten Brebes sejumlah
27 sekolah yang terbagi kedalam 17 Kecamatan.

126
Tabel 27
Jumlah Murid Sekolah Dasar Negeri dan Swasta di Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan Menurut Kecamatan
di Kabupaten Brebes Tahun 2020/2021
Murid/Students
Kecamatan
Negeri Swasta Jumlah
Subdistrict
Public Private Total
(1) (8) (9) (10)
Salem 4 990 - 4 990
Bantarkawung 7 437 - 7 437
Bumiayu 7 468 1 064 8 532
Paguyangan 8 170 435 8 605
Sirampog 4 771 - 4 771
Tonjong 4 667 - 4 667
Larangan 9 238 67 9 305
Ketanggungan 9 825 235 10 060
Banjarharjo 10 708 - 10 708
Losari 9 660 470 10 130
Tanjung 9 582 - 9 582
Kersana 5 525 212 5 737
Bulakamba 12 995 272 13 267
Wanasari 10 946 - 10 946
Songgom 6 074 210 6 289
Jatibarang 6 574 213 6 787
Brebes 14 580 1 924 16 504
Kabupaten Brebes 143 210 5 102 148 317
Sumber/Source : Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Sistem Data Pokok
Pendidikan, data semester ganjil/ Ministry of Educations and Culture,
Basic Education Data System, odd semester.
Jumlah keseluruhan murid Sekolah Dasar sebanyak 148.317 siswa.
Jumlah murid Sekolah Dasar Negeri di Kabupaten Brebes sejumlah 143.210
siswa. Sedangkan jumlah murid Sekolah Dasar Swasta di Kabupaten
Brebes sejumlah 5.102 siswa yang terbagi kedalam 17 Kecamatan.
Tabel 28
Jumlah Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri dan Swasta di
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Menurut Kecamatan
di Kabupaten Brebes Tahun 2020/2021
Sekolah/Schools
Kecamatan
Negeri Swasta Jumlah
Subdistrict
Public Private Total
(1) (2) (3) (4)

Salem 7 4 11
Bantarkawung 7 6 13
Bumiayu 4 11 15
Paguyangan 4 8 12
Sirampog 4 5 9

127
Tonjong 3 3 6
Larangan 5 2 7
Ketanggungan 5 5 10
Banjarharjo 5 5 10
Losari 4 3 7
Tanjung 5 1 6
Kersana 3 1 4
Bulakamba 3 9 12
Wanasari 4 3 7
Songgom 3 3 6
Jatibarang 3 1 4
Brebes 8 5 13
Kabupaten Brebes 77 75 152
Sumber/Source : Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Sistem Data Pokok
Pendidikan, data semester ganjil/ Ministry of Educations and Culture,
Basic Education Data System, odd semester.
Jumlah keseluruhan Sekolah Menengah Pertama (SMP) sebanyak
152 sekolah. Jumlah Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri di
Kabupaten Brebes sejumlah 77 sekolah. Sedangkan jumlah Sekolah
Menengah Pertama (SMP) Swasta di Kabupaten Brebes sejumlah 75
sekolah yang terbagi kedalam 17 Kecamatan.
Tabel 29
Jumlah Murid Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri dan Swasta di
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Menurut Kecamatan
di Kabupaten Brebes Tahun 2020/2021
Murid/Students
Kecamatan
Negeri Swasta Jumlah
Subdistrict
Public Private Total
(1) (8) (9) (10)
Salem 1 554 520 2 074
Bantarkawung 1 467 1 069 2 536
Bumiayu 2 381 2 412 4 793
Paguyangan 1 890 2 252 4 142
Sirampog 964 1 225 2 189
Tonjong 1 824 434 2 258
Larangan 2 840 268 3 108
Ketanggungan 2 612 720 3 332
Banjarharjo 2 653 659 3 312
Losari 3 117 729 3 846
Tanjung 3 170 84 3 254
Kersana 2 323 118 2 441
Bulakamba 2 514 1 263 3 777
Wanasari 2 948 654 3 602
Songgom 2 080 877 2 957

128
Jatibarang 2 456 78 2 534
Brebes 5 091 1 045 6 136
Kabupaten Brebes 41 884 14 407 56 291
Sumber/Source : Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Sistem Data Pokok
Pendidikan, data semester ganjil/ Ministry of Educations and Culture,
Basic Education Data System, odd semester
Jumlah keseluruhan murid Sekolah Menengah Pertama (SMP)
sebanyak 56.291 siswa. Jumlah murid Sekolah Menengah Pertama (SMP)
Negeri di Kabupaten Brebes sejumlah 41.884 siswa. Sedangkan jumlah
murid Sekolah Menengah Pertama (SMP) Swasta di Kabupaten Brebes
sejumlah 14.407 siswa yang terbagi kedalam 17 Kecamatan.
Tabel 30
Jumlah Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri dan Swasta di Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan menurut Kecamatan di Kabupaten Brebes
Tahun 2020/2021
Sekolah/Schools
Kecamatan
Subdistrict Negeri Swasta Jumlah
Public Private Total
(1) (2) (3) (4)

Salem 1 - 1
Bantarkawung 1 - 1
Bumiayu 1 5 6
Paguyangan 1 1 2
Sirampog 1 1 2
Tonjong - 2 2
Larangan 1 - 1
Ketanggungan 1 2 3
Banjarharjo 1 2 3
Losari 1 - 1
Tanjung 1 - 1
Kersana 1 - 1
Bulakamba 1 1 2
Wanasari 1 - 1
Songgom - 1 1
Jatibarang 1 - 1
Brebes 3 - 3
Kabupaten Brebes 17 15 32
Sumber/ Source : Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Sistem Data Pokok
Pendidikan, data semester ganjil/ Ministry of Educations and Culture,
Basic Education Data System, odd semester.
Jumlah keseluruhan Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri dan
Swasta di Kabupaten Brebes sebanyak 32 sekolah. Jumlah Sekolah
Menengah Atas (SMA) Negeri di Kabupaten Brebes sebanyak 17 sekolah.

129
Sedangkan Sekolah Menengah Atas (SMA) Swasta di Kabupaten Brebes
sebanyak 15 sekolah.
Tabel 31
Jumlah Murid Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri dan Swasta di
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menurut Kecamatan di
Kabupaten Brebes Tahun 2020/2021
Murid/Students
Kecamatan
Subdistrict Negeri Swasta Jumlah
Public Private Total
(1) (8) (9) (10)
Salem 806 - 806
Bantarkawung 752 - 752
Bumiayu 1 070 1 432 2 502
Paguyangan 673 222 895
Sirampog 538 358 896
Tonjong - 186 186
Larangan 1 266 - 1 266
Ketanggungan 934 293 1 227
Banjarharjo 998 57 1 055
Losari 679 - 679
Tanjung 1 232 - 1 232
Kersana 951 - 951
Bulakamba 1 167 243 1 410
Wanasari 628 - 628
Songgom - 50 50
Jatibarang 825 - 825
Brebes 3 441 - 3 441
Kabupaten Brebes 15 960 2 841 18 801
Sumber/ Source : Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Sistem Data Pokok
Pendidikan, data semester ganjil/ Ministry of Educations and Culture,
Basic Education Data System, odd semester.
Jumlah keseluruhan siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri
dan Swasta di Kabupaten Brebes sebanyak 18.801 siswa. Jumlah siswa
Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri di Kabupaten Brebes sebanyak
15.960 siswa. Sedangkan siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) Swasta di
Kabupaten Brebes sebanyak 2.841 siswa.
Tabel 32
Jumlah Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan menurut Kecamatan di Kabupaten Brebes Tahun
2020/2021
Sekolah/Schools
Kecamatan
Subdistrict Negeri Swasta Jumlah
Public Private Total
(1) (2) (3) (4)
Salem - 3 3

130
Bantarkawung - 5 5
Bumiayu - 10 10
Paguyangan - 8 8
Sirampog - 8 8
Tonjong 1 4 5
Larangan - 7 7
Ketanggungan - 7 7
Banjarharjo - 2 2
Losari - 4 4
Tanjung - 1 1
Kersana 1 2 3
Bulakamba 1 5 6
Wanasari - 3 3
Songgom 2 4 6
Jatibarang - 5 5
Brebes 1 10 11
Kabupaten Brebes 6 88 94
Jumlah keseluruhan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri dan
Swasta di Kabupaten Brebes sebanyak 94 sekolah. Jumlah Sekolah
Menengah Kejuruan (SMK) Negeri di Kabupaten Brebes sebanyak 6
sekolah. Sedangkan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Swasta di
Kabupaten Brebes sebanyak 88 sekolah.
Tabel 33
Jumlah Murid Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan menurut Kecamatan di Kabupaten Brebes
Tahun 2020/2021
Murid/Students
Kecamatan
Subdistrict Negeri Swasta Jumlah
Public Private Total
(1) (8) (9) (10)
Salem - 981 981
Bantarkawung - 1 972 1 972
Bumiayu - 4 706 4 706
Paguyangan - 2 535 2 535
Sirampog - 2 739 2 739
Tonjong 1 560 1 406 2 966
Larangan - 4 035 4 035
Ketanggungan - 1 194 1 194
Banjarharjo - 315 315
Losari - 2 700 2 700
Tanjung - 238 238
Kersana 1 546 3 142 4 688
Bulakamba 1 545 2 198 3 743
Wanasari - 867 867
Songgom 1 031 781 1 812

131
Jatibarang - 676 676
Brebes 1 392 2 976 4 368
Kabupaten Brebes 7 074 33 461 40 535
Sumber/Source : Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Sistem Data Pokok
Pendidikan, data semester ganjil/ Ministry of Educations and Culture,
Basic Education Data System, odd semester.
Jumlah keseluruhan murid Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)
Negeri dan Swasta di Kabupaten Brebes sebanyak 40.535 siswa. Jumlah
murid Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri di Kabupaten Brebes
sebanyak 7.074 siswa. Sedangkan jumlah murid Sekolah Menengah
Kejuruan (SMK) Swasta di Kabupaten Brebes sebanyak 33.461 siswa.
Berikut ini adalah tabel sekolah negeri dan swasta serta jumlah
murid pada Kementerian Agama di Kabupaten Brebes.
Tabel 34
Jumlah Sekolah Raudatul Athfal (RA) di Kementerian Agama Menurut
Kecamatan di Kabupaten Brebes Tahun 2019/2020
Sekolah/Schools
Kecamatan
Subdistrict Sekolah Guru Murid
/Schools /Teachers /Pupils
(1) (2) (3) (4)
Salem 26 114 853
Bantarkawung 19 65 729
Bumiayu 14 35 436
Paguyangan 10 26 256
Sirampog 4 13 167
Tonjong 7 29 577
Larangan 6 18 451
Ketanggungan 14 42 663
Banjarharjo 17 55 1 221
Losari 12 43 534
Tanjung 1 3 105
Kersana 2 9 192
Bulakamba 22 87 1 445
Wanasari 7 27 458
Songgom 3 9 184
Jatibarang 2 8 132
Brebes 13 64 919
Kabupaten Brebes 179 647 9 322
Sumber/Source : Kementerian Agama, EMIS, data semester ganjil laporan sampai
dengan 15 Maret 2020/Ministry of Religious Affairs, EMIS, odd
semester report data up to March 15th, 2020.
Jumlah keseluruhan sekolah Raudatul Athfal (RA) di Kabupaten
Brebes sebanyak 9322 sekolah yang terbagi dalam 17 Kecamatan. Terdapat

132
jumlah Raudatul Athfal (RA) negeri sebanyak 179 sekolah. Sedangkan
jumlah sekolah Raudatul Athfal (RA) swasta sebanyak 647 sekolah yang
terdapat pada setiap Kecamatan di Kabupaten Brebes.
Tabel 35
Jumlah Sekolah Madrasah Ibtidaiyah (MI) di Kementerian Agama Menurut
Kecamatan di Kabupaten Brebes Tahun 2019/2020
Sekolah/Schools
Kecamatan
Subdistrict Negeri Swasta Jumlah
Public Private Total
(1) (2) (3) (4)
Salem - 5 5
Bantarkawung 1 8 9
Bumiayu - 18 18
Paguyangan - 12 12
Sirampog - 16 16
Tonjong - 18 18
Larangan 1 24 25
Ketanggungan 1 18 19
Banjarharjo 1 3 4
Losari 1 17 18
Tanjung - 4 4
Kersana - 4 4
Bulakamba - 18 18
Wanasari 1 19 20
Songgom - 10 10
Jatibarang - 5 5
Brebes 1 10 11
Kabupaten Brebes 7 211 218
Sumber/Source : Kementerian Agama, EMIS, data semester ganjillaporan sampai
dengan 15 Maret 2020/Ministry of Religious Affairs, EMIS, odd
semester report data up to March 15th, 2020.
Jumlah keseluruhan sekolah Madrasah Ibtidaiyah (MI) di Kabupaten
Brebes sebanyak 218 sekolah yang terbagi dalam 17 Kecamatan. Terdapat 7
Kecamatan yang memiliki Madrasah Ibtidaiyah (MI) negeri yaitu
Bantarkawung, Larangan, Ketanggungan, Banjarharjo, Losari, Wanasari dan
Brebes. Sedangkan jumlah sekolah Madrasah Ibtidaiyah (MI) swasta
sebanyak 211 sekolah yang terdapat pada setiap Kecamatan di Kabupaten
Brebes.

133
Tabel 36
Jumlah Murid Sekolah Madrasah Ibtidaiyah (MI) di Kementerian Agama
Menurut Kecamatan di Kabupaten Brebes Tahun 2019/2020
Murid/Students
Kecamatan
Subdistrict Negeri Swasta Jumlah
Public Private Total
(1) (8) (9) (10)
Salem - 561 561
Bantarkawung 230 777 1 007
Bumiayu - 2 594 2 594
Paguyangan - 2 035 2 035
Sirampog - 2 388 2 388
Tonjong - 2 295 2 295
Larangan 500 5 395 5 895
Ketanggungan 374 3 090 3 464
Banjarharjo 451 352 803
Losari 306 3 689 3 995
Tanjung - 781 781
Kersana - 806 806
Bulakamba - 3 964 3 964
Wanasari 457 3 846 4 303
Songgom - 1 491 1 491
Jatibarang - 1 367 1 367
Brebes 370 1 928 2 298
Kabupaten Brebes 2 688 37 697 40 385
Sumber/Source : Kementerian Agama, EMIS, data semester ganjil laporan sampai
dengan 15 Maret 2020/Ministry of Religious Affairs, EMIS, odd
semester report data up to March 15th, 2020.
Jumlah keseluruhan murid Sekolah Madrasah Ibtidaiyah (MI) Negeri
dan Swasta di Kabupaten Brebes sebanyak 40.385 siswa. Jumlah murid
Sekolah Madrasah Ibtidaiyah (MI) Negeri di Kabupaten Brebes sebanyak
2.688 siswa. Sedangkan jumlah murid sekolah Madrasah Ibtidaiyah (MI)
Swasta di Kabupaten Brebes sebanyak 37. 697 siswa.
Tabel 37
Jumlah Sekolah Madrasah Tsanawiyah (MTS) di Kementerian Agama
Menurut Kecamatan di Kabupaten Brebes Tahun 2019/2020
Sekolah/Schools
Kecamatan
Subdistrict Negeri Swasta Jumlah
Public Private Total
(1) (2) (3) (4)
Salem - 4 4
Bantarkawung 2 3 5
Bumiayu - 9 9
Paguyangan - 4 4
Sirampog - 11 11
Tonjong - 8 8

134
Larangan - 10 10
Ketanggungan 1 6 7
Banjarharjo - 5 5
Losari 1 4 5
Tanjung - 3 3
Kersana - 2 2
Bulakamba - 11 11
Wanasari - 7 7
Songgom - 6 6
Jatibarang - 2 2
Brebes 1 2 3
Kabupaten Brebes 5 97 102
Sumber/Source : Kementerian Agama, EMIS, data semester ganjil laporan sampai
dengan 15 Maret 2020/s 15th, 2020.
Jumlah keseluruhan Sekolah Madrasah Tsanawiyah (MTS) di
Kabupaten Brebes sebanyak 102 sekolah yang terbagi dalam 17 Kecamatan.
Terdapat 4 Kecamatan yang memiliki Sekolah Madrasah Tsanawiyah
(MTS) negeri yaitu Bantarkawung, Ketanggungan, Losari dan Brebes.
Sedangkan jumlah Sekolah Madrasah Tsanawiyah (MTS) swasta sebanyak
97 sekolah yang terdapat pada setiap Kecamatan di Kabupaten Brebes.
Tabel 38
Jumlah Murid Sekolah Madrasah Tsanawiyah (MTS) di Kementerian
Agama Menurut Kecamatan di Kabupaten Brebes
Tahun 2019/2020
Murid/Students
Kecamatan
Subdistrict Negeri Swasta Jumlah
Public Private Total
(1) (8) (9) (10)
Salem - 741 741
Bantarkawung 1 015 428 1 443
Bumiayu - 1 721 1 721
Paguyangan - 945 945
Sirampog - 2 484 2 484
Tonjong - 1 022 1 022
Larangan - 2 924 2 924
Ketanggungan 1 210 1 468 2 678
Banjarharjo - 1 217 1 217
Losari 204 880 1 084
Tanjung - 887 887
Kersana - 693 693
Bulakamba - 3 480 3 480
Wanasari - 1 467 1 467
Songgom - 1 314 1 314
Jatibarang - 988 988
Brebes 1 351 892 2 243

135
Kabupaten Brebes 3 780 23 551 27 331
Sumber/Source : Kementerian Agama, EMIS, data semester ganjil laporan sampai
dengan 15 Maret 2020/Ministry of Religious Affairs, EMIS, odd
semester report data up to March 15th, 2020
Jumlah keseluruhan murid Sekolah Madrasah Tsanawiyah (MTS)
Negeri dan Swasta di Kabupaten Brebes sebanyak 27.331 siswa. Jumlah
murid Sekolah Madrasah Tsanawiyah (MTS) Negeri di Kabupaten Brebes
sebanyak 3.780 siswa. Sedangkan jumlah murid Sekolah Madrasah
Tsanawiyah (MTS) Swasta di Kabupaten Brebes sebanyak 23.551 siswa.
Tabel 39
Jumlah Sekolah Madrasah Aliyah (MA) di Kementerian Agama
Menurut Kecamatan di Kabupaten Brebes Tahun 2019/2020
Sekolah/Schools
Kecamatan
Subdistrict Negeri Swasta Jumlah
Public Private Total
(1) (2) (3) (4)
Salem - 2 2
Bantarkawung - 1 1
Bumiayu 1 3 4
Paguyangan - 1 1
Sirampog - 6 6
Tonjong - - -
Larangan - 2 2
Ketanggungan - 2 2
Banjarharjo - - -
Losari - 1 1
Tanjung - 2 2
Kersana - 2 2
Bulakamba - 1 1
Wanasari - 2 2
Songgom - 2 2
Jatibarang - 1 1
Brebes 1 1 2
Kabupaten Brebes 2 29 31
Sumber/Source : Kementerian Agama, EMIS, data semester ganjil laporan sampai
dengan 15 Maret 2020/Ministry of Religious Affairs, EMIS, odd
semester report data up to March 15th, 2020
Jumlah keseluruhan Sekolah Madrasah Aliyah (MA) di Kabupaten
Brebes sebanyak 31 sekolah yang terbagi dalam 17 Kecamatan. Terdapat 2
Kecamatan yang memiliki Sekolah Madrasah Aliyah (MA) negeri yaitu
Bumiayu dan Brebes. Sedangkan jumlah Sekolah Madrasah Aliyah (MA)
swasta sebanyak 29 sekolah yang terdapat pada setiap Kecamatan di
Kabupaten Brebes.

136
Tabel 40
Jumlah Murid Sekolah Madrasah Aliyah (MA) di Kementerian Agama
Menurut Kecamatan di Kabupaten Brebes Tahun 2019/2020
Murid/Students
Kecamatan
Subdistrict Negeri Swasta Jumlah
Public Private Total
(1) (8) (9) (10)
Salem - 147 147
Bantarkawung - 179 179
Bumiayu 1 050 647 1 697
Paguyangan - 64 64
Sirampog - 1 605 1 605
Tonjong - - -
Larangan - 230 230
Ketanggungan - 309 309
Banjarharjo - - -
Losari - 31 31
Tanjung - 242 242
Kersana - 147 147
Bulakamba - 323 323
Wanasari - 87 87
Songgom - 197 197
Jatibarang - 132 132
Brebes 1 006 59 1 065
Kabupaten Brebes 2 056 4 399 6 455
Sumber/Source : Kementerian Agama, EMIS, data semester ganjil laporan sampai
dengan 15 Maret 2020/Ministry of Religious Affairs, EMIS, odd
semester report data up to March 15th, 2020.
Jumlah keseluruhan murid Sekolah Madrasah Aliyah (MA) Negeri
dan Swasta di Kabupaten Brebes sebanyak 6.455 siswa. Jumlah murid
Sekolah Madrasah Aliyah (MA) Negeri di Kabupaten Brebes sebanyak
2.056 siswa. Sedangkan jumlah murid Sekolah Madrasah Aliyah (MA)
Swasta di Kabupaten Brebes sebanyak 4.399 siswa.
Banyaknya sekolah mulai dari jenjang pendidikan Taman Kanak-
kanak (TK), Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan
Sekolah Menengah Atas (SMA/SMK/MA) yang tersebar di 17 Kecamatan
merupakan suatu upaya Pemerintah Kabupaten Brebes dalam meningkatkan
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) setiap tahunnya. Angka partisipasi
masyarakat untuk bersekolah yang terus meningkat menjadi tujuan utama
dalam dimensi pengetahuan.

137
Terdapat beberapa Komponen dalam menentukan Perhitungan Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) dimensi pengetahuan yaitu Angka Lama
sekolah.
Tabel 41

Sumber: Badan Pusat Statistika Kabupaten Brebes

Tabel diatas menunjukkan bahwa ada beberapa poin penting dalam


penilaian Angka Lama Sekolah. Apabila tidak memiliki ijazah maka tidak
mendapat poin penilaian karena nilainya 0, sedangkan jika memiliki ijazah
pada tingkat pendidikan Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama
(SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA/SMK/MA) mendapatkan poin penilaian
dengan mencantumkan konversi ijazah terakhir+kelas terakhir-1 untuk siswa
yang belum memenuhi pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau
Sekolah Menengah Atas (SMA/SMK/MA). Sedangkan untuk yang telah lulus
sampai Sekolah Menengah Atas (SMA/SMK/MA) perhitungannya konversi
ijazah terakhir+1. Masyarakat yang telah menyelesaikan S2 dan S3
menyertakan kode kelas untuk S2= 6 dan S3= 7. Masyarakat yang tidak
menyelesaikan sekolahnya lagi sampai pada jenjang pendidikan yang
seharusnya tetap dinilai dengan menyertakan konversi ijazah terakhir.

138
Berikut ini adalah skor dalam Rata-rata Lama sekolah, yaitu:
Tabel 42

Bagi masyarakat yang telah menyelesaiakan sekolah dil

Sumber: Badan Pusat Statistika Kabupaten Brebes

Tabel diatas menunjukkan jumlah skor yang diperoleh dari masing-


masing jenjang pendidikan mulai dari 0 sampai dengan 21 untuk menghitung
Rata-Rata Lama Sekolah (RLS). Semakin tinggi jenjang pendidikan yang
dimiliki oleh seseorang, maka semakin tinggi pula skor yang disumbangkan
kepada daerah tersebut dalam upaya meningkatkan Indeks Pembangunan
Manusia (IPM).
2.3 Indeks Pembangunan Manusia Dimensi Standar Hidup Layak
Pembangunan merupakan proses yang bertujuan untuk mewujudkan
kemakmuran masyarakat dengan melalui pengembangan perekonomian di
suatu daerah. Tolak ukur keberhasilan pembangunan disuatu daerah dapat
dilihat dari pertumbuhan ekonomi. Selain menciptakan pertumbuhan yang
tinggi, pemerintah daerah juga harus menghapus dan mengurangi tingkat
kemiskinan, kesenjangan pendapatan, dan tingkat pengangguran. Sehungga,
bisa dikatakan bahwa prioritas utama dari pembangunan yaitu menghilangkan
kemiskinan. Terdapat 3 (tiga) nilai utama dari pembangunan adalah kecukupan
(sustenance), harga diri (self-estem), dan kebebasan (freedom). Ketiga nilai
utama tersebut mewakili tujuan yang umumnya diusahakan untuk dicapai oleh

139
individu dan masyarakat serta berkaitan dengan kebutuhan fundamental
manusia dihampir seluruh masyarakat dan budaya sepanjang waktu. 115
Pertumbuhan ekonomi merupakan standar yang dapat digunakan
untuk meningkatkan pembangunan suatu daerah dari beberapa sektor ekonomi
yang secara tidak langsung menggambarkan tingkat perubahan ekonomi,
maksud dari pertumbuhan ekonomi yaitu perkembangan kegiatan dalam
perekonomian yang menghasilkanpenambahan produksi barang dan jasa
masyarakat semakin meningkat. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
menurut Badan Pusat Statistik adalah jumlah nilai tambah yang dihasilkan
untuk seluruh unit usaha dalam suatu wilayah atau seluruh nilai barang dan jasa
akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi di suatu wilayah.
Penghitungan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dapat dilakukan
dengan menggunakan metode langsung dan tidak langsung (alokasi).
Perhitungan metode langsung dapat dilakukan melalui tiga pendekatan yaitu
pendekatan produksi, pendekatan pendapatan dan pendekatan pengeluaran.116
Sedangkan laju pertumbuhan ekonomi yaitu kenaikan dalam Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB) tanpa melihat kenaikan yang ada lebih besar atau lebih
kecil dari tingkat pertumbuhan penduduk perubahan dalam struktur ekonomi
suatu daerah.117
Tabel 43
Data Perekonomian di Kabupaten Brebes
Tahun 2016-2020
TAHUN
No URAIAN
2016 2017 2018 2019 2020

1 INFLASI 2.84 4.36 2.55 2.81 1,56

PERTUMBUHAN
2 EKONOMI 5.11 5.65 5.22 5.86 2,56

115
Todaro, Michael P, 2000, Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga, Edisi
Ketujuh. Erlangga: Jakarta.
116
Taufik Chandra, Amiruddin K, 2015, Analisis Pertumbuhan Ekonomi Dan
Pengembangan Sektor Potensial Di Kota Makassar, Jurnal Iqtisaduna, Vol. 1 No.2.
117
Sukirno, Sadono, 2010, Pengantar Teori Makro Ekonomi, Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, hlm. 104.

140
3 PDRB 37.448.715 39.963.111 42.955.825 46.215.350 -

TPT (Tingkat
4 Pengangguran Terbuka) - 8.04 7.20 7.39 9.83

Sumber: Badan Pusat Statistika Kabupaten Brebes

Tabel diatas menunjukkan bahwa Inflasi di Kabupaten Brebes pada


tahun 2017 meningkat menjadi 4,36, tahun 2018 menurun menjadi 2,55, tahun
2019 meningkat menjadi 2,81 dan tahun 2020 menurun menjadi 1,56. Laju
pertumbuhan ekonomi tahun 2017 meningkat menjadi 5,65, tahun 2018
menurun menjadi 5,22, tahun 2019 meningkat menjadi 5,86 dan tahun 2020
kembali menurun menjadi 2,56. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
pada tahun 2016 sampai dengan tahun 2019 terus meningkat sekitar 2.514.395
sampai 3.259.525. TPT (Tingkat Pengangguran Terbuka) tahun 2018 menurun
menjadi 7,20, tahun 2019 meningkat menjadi 7,39 dan tahun 2020 meningkat
menjadi 9,83.
Perkembangan jumlah penduduk miskin di Kabupaten Brebes selama
kurun waktu sepuluh tahun terakhir dari sisi absolut dan persentasenya
mengalami penurunan. Berikut adalah data kemiskinan selama 5 (lima) tahun
terakhir di Kabupaten Brebes.
Tabel 44
Data Kemiskinan di Kabupaten Brebes
Tahun 2016-2020
No URAIAN TAHUN

2016 2017 2018 2019 2020

1 Jumlah Penduduk 1. 788. 880 1.796.004 1.802.829 1.809.096 1. 978.759

2 Jumlah Penduduk Miskin 347.980 343.460 309.170 293.180 308.780

3 Tingkat Kemiskinan 19.47 19.14 17.17 16.22 17.03

4 Garis Kemiskinan (Rp) 364.059 382.125 405.932 414.642 431.897

5 Indeks Kedalaman (P1) 3.96 3.06 3.51 2.31 3.01

6 Indeks Keparahan (P2) 1.16 0.78 1.04 0.47 0.67


Sumber: Badan Pusat Statistika Kabupaten Brebes

141
Jumlah penduduk di Kabupaten Brebes meningkat setiap tahunnya
dari tahun 2016 sampai 2020 sekitar 7.124 sampai 169.663 jiwa. Jumlah
Penduduk Miskin tahun 2017 menurun menjadi 343.460 jiwa, tahun 2018
menurun menjadi 309.170 jiwa, tahun 2019 menurun menjadi 293.180 jiwa,
dan meningkat pada tahun 2020 sekitar 308.780 jiwa. Tingkat Kemiskinan
tahun 2017 menurun menjadi 19,14 persen, tahun 2018 menurun menjadi 17,17
persen, tahun 2019 menurun menjadi 16.22 persen dan tahun 2020 meningkat
menjadi 17,03 persen. Garis kemiskinan di Kabupaten Brebes tahun 2016
sampai 2020 meningkat seiring bertambahnya jumlah penduduk setiap tahun
sekitar 17.225 sampai 18.066. Indeks Kedalaman Kemiskinan di Kabupaten
Brebes tahun 2017 menurun menjadi 3,06 persen, tahun 2018 meningkat
menjadi 3,51 persen, tahun 2019 menurun menjadi 2,31 persen dan meningkat
pada tahun 2020 menjadi 3,01 persen. Indeks Keparahan Kemiskinan di
Kabupaten Brebes tahun 2017 menurun menjadi 0,78 persen, tahun 2018
meningkat menjadi 1,04 persen, tahun 2019 meningkat menjadi 0,47 persen
dan meningkat pada tahun 2020 menjadi 0,67 persen.
Pengeluaran per kapita masuk dalam salah satu unsur penilaian Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) yang ditentukan dari nilai pengeluaran per
kapita dan paritas daya beli masyarakat. Perhitungan pengeluaran per kapita
yaitu biaya yang dikeluarkan untuk konsumsi seluruh anggota rumah tangga
selama 1 bulan dibagi dengan banyaknya anggota rumah tangga. Rata-rata
pengeluaran per kapita setahun masyarakat diperoleh dari Susenas Modul
dengan menghitung dari level provinsi sampai dengan level kabupaten/kota.
Rata-rata dalam pengeluaran per kapita dibuat konstan/riil dengan tahun dasar
2012=100. Perhitungan paritas daya beli pada metode perhitungan Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) yang baru menggunakan 96 komoditas dengan
66 komoditas merupakan makanan dan sisanya merupakan komoditas non
makanan menggunakan Metode Rao. Pengeluaran per kapita disesuaikan dan
ditentukan dari nilai pengeluaran per kapita dan paritas daya beli (Purcashing
Power Parity).

142
Tabel 45
Komoditi Kebutuhan Pokok sebagai Dasar Penghitungan Daya Beli (PPP)
Komoditi Unit Komoditi Unit
1. Beras Lokal Kg 15. Pepaya Kg
2. Tepung terigu Kg 16. Kelapa Butir
3. Singkong Kg 17. Gula Ons
4. Tuna/Cakalang Kg 18. Kopi Ons
5. Teri Ons 19. Garam Ons
6. Daging sapi Kg 20. Merica Ons
7. Ayam Kg 21. Mie instan 80 Gram
22. Rokok
8. Telur Butir 10 batang
Kretek
397
9. Susu kental manis 23. Listrik Kwh
Gram
10. Bayam Kg 24. Air minum M3
11. Kacang panjang Kg 25. Bensin Liter
26. Minyak
12. Kacang tanah Kg Liter
tanah
27. Sewa
13. Tempe Kg Unit
rumah
14. Jeruk Kg
Penghitungan Indeks Daya Beli dilakukan berdasarkan 27 komoditas
kebutuhan pokok seperti yang ada pada Tabel diatas bahwa batas maksimum
daya beli adalah Rp 732.720,-. Pada tahun 1996 batas minimumnya Rp
300.000,-, sedangkan mulai tahun 1999, batas minimum penghitungan
Kebutuhan Pokok sebagai Dasar Penghitungan Daya Beli (PPP) telah diubah
dan disepakati menjadi Rp 360.000 sebagai bentuk penyesuaian dari adanya
krisis ekonomi di Indonesia
Pada bidang ekonomi, selama program tersebut tidak menyalahi
regulasi dengan menggerakkan potensi lokal meliputi penerbitan peraturan
penggunaan air baku, pemanfaatan produk lokal sebagai bahan baku seperti
hasil-hasil pertanian sekitar yang kualitas produk lokalnya, mampu untuk
bersaing dengan produksi dari daerah lain. Kawasan Industri Brebes (KIB)
harus mampu menyerap tenaga kerja lokal Brebes dalam rangka meningkatkan
perekonomian masyarakat. Pemerintah juga perlu mengutamakan masuknya
industri berbasis pertanian. Pemerintah Kabupaten Brebes yaitu membuka
iklim investasi yang luas, mendorong pertumbuhan ekspor, meningkatkan
Sumber Daya Manusia (SDM), menumbuhkan sektor alternatif lain dan

143
mempertahankan lahan pertanian produktif di Kabupaten Brebes sebagai upaya
merealisasikan program Kawasan Industri Brebes (KIB) dan Kawasan
Peruntukan Industri Brebes (KPIB) dengan melakukan langkah-langkah
percepatan seperti menyelesaikan Jalan Lingkar Utara (jalingkut), Fly Over
Pejagan, Pelabuhan Tegal, Jalur Kereta Api ke Pelabuhan, ketercukupan rumah
hunian pekerja, membangun Bendungan Karet Pemali, Bendungan Karet
Babakan, menormalisasi Waduk Malahayu, pembuatan Waduk Bantarkawung,
distribusi pipa gas Cirebon-Semarang, membangun gardu induk listrik
Ketanggungan, PLTGU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap) Batang, Terminal
Agro Pemalang, dan Pariwisata Guci serta Jalan akses ke jalan tol dengan
peningkatan kualitas dan peningkatan kelas jalan dan lain-lain.
Selain memajukan kawasan industri, Kabupaten Brebes juga memiliki
kawasan potensial untuk menambah jumlah pemasukan lewat pariwisata, pada
Peraturan Daerah Kabupaten Brebes Nomor 4 Tahun 2018 tentang
Penyelenggaraan Kepariwisataan yang dilakukan secara sistematis terencana
terpadu dan berkelanjutan untuk dikembangkan sesuai potensi dan perannya
berdasarkan pada norma agama, budaya, kekayaan alam, peninggalan sejarah
untuk mewujudkan pembangunan, pemberdayaan dan pengembangan ekonomi
dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, kemandirian
daerah, pemerataan, keadilan, dan peran serta masyarakat dengan
memperhatikan potensi yang ada. Terdiri dari daya tarik wisata alam, wisata
sejarah budaya dan religi serta wisata buatan/binaan manusia seperti
Pemandian air panas alami, Goa, Peninggalan sejarah dan purbakala, Museum,
Permukiman dan/ atau lingkungan adat, Objek ziarah dan Wisata agro.
Pada Pasal 4 dijelaskan tentang tujuan dari adanya pariwisata yaitu:
a. meningkatkan pertumbuhan ekonomi;
b. meningkatkan kesejahteraan rakyat;
c. mengurangi kemiskinan;
d. mengatasi pengangguran;
e. melestarikan alam, lingkungan, dan sumber daya;
f. memajukan kebudayaan;
g. mengangkat citra daerah;

144
h. memupuk rasa cinta tanah air;
i. memperkukuh jati diri dan kesatuan bangsa; dan
j. mempererat persahabatan antar bangsa.
Kepariwisataan di Kabupaten Brebes dapat terselenggara dengan baik
dan optimal melalui sarana, promosi, pemberdayaan, pengembangan dan
pembangunannya. Pengaturan penyelenggaraannya harus menyesuaikan
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan. Ruang
lingkup yang diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten Brebes Nomor 4
Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Kepariwisataan meliputi prinsip
penyelenggaraan kepariwisataan, obyek dan daya tarik wisata, pembangunan
kepariwisataan, usaha pariwisata, hak dan kewajiban, larangan, badan promosi
pariwisata daerah, pendaftaran usaha pariwisata, pembinaan, pengawasan dan
penghargaan, serta kerjasama pengelolaan dan pengembangan pariwisata.
B. Kendala/hambatan yang dihadapi oleh Pemerintah Daerah Kabupaten
Brebes dalam meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia di
Kabupaten Brebes.
Pengukuran kecepatan perkembangan Indeks Pembangunan Manusia
(IPM) dihitung dalam kurun waktu tertentu menggunakan ukuran
pertumbuhan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) pertahun. Setelah
dilakukan perhitungan maka dapat dilihat bagaimana pertumbuhan Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) dengan membandingkan antara capaian yang
telah ditempuh dengan capaian sebelumnya. Apabila nilai pertumbuhan
semakin meningkat dan semakin cepat, maka Indeks Pembangunan Manusia
(IPM) suatu wilayah untuk mencapai nilai maksimalnya. Kebijakan Otonomi
Daerah yang dibuat untuk menunjang pelaksanaan peningkatan Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) memang sudah cukup banyak, akan tetapi dari
segi Implementasinya masih terdapat kendala dalam pelaksanaannya sehingga
hasilnya belum bisa berjalan secara maksimal sesuai yang diharapkan.
Pemerintah juga ikut berperan penting dalam hal kesejahteraan
masyarakatnya.
Menurut Bauer, peran melibatkan pola penciptaan produk sebagai
lawan dari perilaku atau tindakan yang akan bergantung pada penekanan

145
peran yang dilakukan oleh para penilai dan pengamat terhadap produk yang
telah dihasilkan.118 Tujuan dari adanya seluruh Kebijakan tersebut yaitu
Negara Kesejahteraan (welfare state) dimana pemerintah bertanggungjawab
untuk ikut campur dalam permasalahan ekonomi, sosial dan budaya untuk
kesejahteraan masyarakatnya. Menurut Jeremy Bentham, Pemerintah
berkewajiban untuk menjamin sebesar-besarnya kebahagiaan untuk
masyarakat luas.119 Ideologi Negara Kesejahteraan (welfare state) menjadi
landasan kedudukan dan fungsi pemerintah (bestuurfunctie) oleh Negara
modern. Peran Negara kesejahteraan merupakan sistem yang dapat
memberikan peran yang lebih besar kepada pemerintahan dalam membangun
kesejahteraan sosial yang terencana, melembaga, berkesinambungan dan
menjamin warga negaranya agar mendapatkan standar hidup yang layak.
Pada konsep Negara kesejahteraan (welfare state), administrasi
Negara memiliki kewajiban untuk ikut berperan aktif dalam seluruh bidang
kehidupan masyarakat. Penyebutan Negara hukum modern bertujuan juga
untuk mencapai keadilan sosial (social gerechtigheid) bagi seluruh rakyat.
Pemberian kewenangan dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintahan Daerah
tercantum dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Otonomi
Daerah dimana Pemerintah daerah merupakan penyelenggara urusan
pemerintahan oleh pemerintahan daerah dan dewan rakyat daerah sebagaiman
dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945. Wewenang menjadi substansi dari daerah otonom yang
diselenggarakan secara konseptual oleh Pemerintah Daerah.
Menurut Joeniarto, seluruh urusan Negara sepenuhnya menjadi
kewenangan Pemerintah Pusat. Apabila suatu Negara menggunakan asas
desentralisasi di daerah yang dibentuk pemerintahan lokal dengan hak untuk
mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri, maka penyerahan urusan
tertentu dapat diurus sebagai urusan rumah tangganya sendiri. 120Unsur yang
terdapat dalam daerah otonom meliputi unsur batas wilayah, unsur

118
Bauer, Jeffrey C., 2003, Role Ambiguity and Role Clarity: A Comparison of Attitudes
in Germany and the United States, Dissertation, University of Cincinnati – Clermont.
119
Ibid., hlm 108.
120
Titik Tri Wulantutik, 2006, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara, Cetakan Satu, Jakarta:
Prestasi Pustaka, hlm.1.

146
pemerintahan dan unsur masyarakat yang memiliki perannya sendiri-sendiri
dalam menegakkan hukum di masing-masing daerah.121 Terdapat empat
faktor yang berkaitan dan menentukan hubungan antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintahan Daerah dalam otonomi yaitu yaitu hubungan kewenangan,
hubungan keuangan, hubungan pengawasan dan hubungan yang timbul dari
susunan organisasi di Pemerintahan Daerah.
Otonomi Daerah memiliki kapasitas untuk membuat peraturan yang
dapat menguntungkan untuk masyarakat melalui Peraturan Daerah,
Keputusan Kepala Daerah, Peraturan Kepala Kepala Daerah yang
berkewajiban untuk memberikan keterangan pertanggungjawaban tentang
pelaksanaan Pemerintahan Daerah yang dipimpinnya pada DPRD kemudian
pada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri. 122 Berdasarkan Pasal 12
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Otonomi Daerah,
kewenangan pemerintahan meliputi urusan pemerintahan yang berkaitan
dengan pelayanan dasar seperti pendidikan, kesehatan, sosial dan urusan
lainnya. Bentuk pertanggungjawaban Pemerintah Daerah terhadap segala
kebijakan yang diambil berkaitan dengan pembangunan, pengendalian dan
evaluasi terhadap pembangunan di daerah. Seperti yang telah diatur dalam
Pasal 275 dan Pasal 276 ayat (4) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
tentang Pemerintaha Daerah bahwa Bupati/Walikota melakukan pengendalian
dan evaluasi terhadap pembangunan Daerah di Kabupaten/Kota.
Otonomi Daerah dan Desentralisasi fiskal menjadikan Pemerintahan
Daerah memiliki kewenangan untuk dapat menggali pendapatan dan
melakukan alokasi secara mandiri dalam menetapkan prioritas pembangunan.
Tujuan dari adanya Otonomi Darah yaitu untuk kesejahteraan sosial
masyarakat. Menurut Midgley, kesejahteraan sosial adalah suatu keadaan atau
kondisi dalam kehidupan manusia yang terbentuk ketika dihadapkan pada
permasalahan sosial agar terpenuhinya kebutuhan sosial dan

121
Ibid., hlm. 7.
122
Ibid., hlm 10.

147
memaksimalkannya.123Keterkaitan kesejahteraan sosial dengan pemerintah
yaitu pada pelaksanaan kebijakannya.
Penentuan standar penilaian Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
menurut United Nations Development Programe (UNDP) terbagi menjadi
tiga yaitu dimensi Umur Panjang dan Hidup Sehat, dimensi Pengetahuan dan
dimensi Standar Hidup Layak. Setiap dimensi memiliki penentuan nilainya
masing-masing. Berikut ini adalah kebijakan Otonomi Daerah dan kendala
yang dihadapi oleh Pemerintah Kabupaten Brebes dalam meningkatkan
Indeks Pembangunan Manusia (IPM), yaitu:
a) Dimensi Umur Panjang dan Hidup Sehat
Dasar Kebijakan Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah yang
dipergunakan antara lain: Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020
tentang Cipta Kerja, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja,
Peraturan Daerah Kabupaten Brebes Nomor 3 Tahun 2009 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Daerah Kabupaten Brebes Tahun 2005-2025,
Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2020 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional Tahun 2019-2024, Peraturan Daerah Kabupaten
Brebes Nomor 10 Tahun 2017 tentang Sistem Kesehatan Kabupaten Brebes,
Peraturan Bupati Brebes Nomor 26 Tahun 2015 tentang Pemberdayaan
Masyarakat Dalam Penurunan Angka Kematian Ibu Dan Angka Kematian
Bayi Melalui Maklumat Dukun Bayi, Peraturan Bupati Nomor 122 Tahun
2017 tentang Penyelenggaraan KIA di Kabupaten Brebes, Peraturan Bupati
Nomor 124 Tahun 2017 tentang Pedoman Pelaksanaan Kegiatan Perilaku
Hidup Bersih dan Sehat, Bupati Nomor 077 Tahun 2018 tentang Germas,
Peraturan Bupati Nomor 50 Tahun 2019 tentang Penanggulangan Stunting,
Surat Edaran Bupati Nomor 440/3399 Tahun 2019 tentang Program
Pemberian Tablet Tambah Darah Pada Remaja, Surat Edaran Bupati Nomor
123
Miftachul Huda, 2009, Pekerjaan Sosial dan Kesejahteraan Sosial: Sebuah Pengantar,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

148
440/1806 Tahun 2020 tentang Program Gerakan Masyarakat Hidup Sehat
dengan memanfaatkan Buku KIA dan Surat Edaran Kepala Dinas Kesehatan
Nomor 440/5913 Tahun 2020 tentang Gerakan Penyelamatan Ibu dari Pre
Eklamsia.
Produk Hukum diatas menjadi landasan dalam pelaksanaan Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) di Kabupaten Brebes. Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah yang terbagi-bagi untuk berbagai macam kebutuhan
pemerintahan menjadikan kurang maksimalnya pelaksanaan Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) dari segi fasilitas maupun pembiayaan pada
bidang kesehatan. Masih sedikitnya jumlah fasilitas kesehatan seperti Rumah
Sakit juga ikut mempengaruhi minat masyarakat untuk berobat. Masyarakat
yang perduli terhadap kesehatan masih kurang meskipun sudah dilakukan
sosialisasi oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Brebes. Seperti yang terjadi saat
masa pandemi covid-19 yang menjadikan sebagian anggaran Pemerintah
Daerah dialihkan untuk penanganan corona sehingga pelaksanaan Program
yang sudah ada belum berjalan maksimal. Banyak juga masyarakat yang
belum mematuhi aturan pemerintah terkait penggunaan masker. Protokol
kesehatan di semua fasilitas umum dan layanan masyarakat tetap harus
diterapkan, termasuk penyediaan fasilitas kesehatan pendukung penanganan
covid-19.
Permasalahan pembangunan dan isu-isu strategis lainnya di bidang
kesehatan yaitu masih tingginya Angka Kematian Ibu (AKI), tingginya
Angka Kematian Bayi (AKB), tingginya penularan penyakit antara lain TB,
DBD atau cikungunya, dan penyakit PD31 (penyakit yang dapat dicegah
dengan imunisasi), ketersediaan prasarana dan sarana kesehatan, tenaga
kesehatan yang belum mencukupi dan tersebar merata, serta masih tingginya
kasus gizi buruk, gizi kurang dan stunting. Apabila kesehatan masyarakat
semakin rendah, maka dapat meningkatkan jumlah kematian karena masih
rendahnya kualitas kesehatan yaitu:
1. Kurangnya sarana dan fasilitas kesehatan yang memadai di beberapa
wilayah terpencil;

149
2. Kekurangan air bersih untuk keperluan sehari-hari sehingga menggunakan
air dengan sanitasi yang kurang baik untuk kesehatan;
3. Minimnya pengetahuan masyarakat sekitar tentang kesehatan dan gizi
khususnya untuk ibu hamil dan balita;
4. Adanya penyakit menular dan lingkungan yang tidak sehat serta penangan
yang belum maksimal dari tenaga medis; dan
5. Masih terhambatnya pembangunan fisik karena perhatian terfokus pada
perningkatan pelayanan kesehatan karena berkaitan dengan jiwa manusia.
b) Dimensi Pengetahuan
Dasar Kebijakan Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah yang
dipergunakan antara lain: Dimensi Pengetahuan dasar hukum yang
dipergunakan yaitu Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang
Kesejahteraan Sosial, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2011 tentang
Penanganan Fakir Miskin, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja,
Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan
Penyelengaraan Pendidikan, Peraturan Daerah Kabupaten Brebes Nomor 3
Tahun 2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah
Kabupaten Brebes Tahun 2005-2025, Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun
2020 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun
2019-2024, Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2008 tentang Wajib
Belajar, Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2018 tentang Standar
Pelayanan Minimal, Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang tentang
Rencana Pembangunan Jangka Menengah 2015-2019, Peraturan Presiden
Nomor 59 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pencapaian Tujuan
Pembangunan Berkelanjutan, Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Nomor 80 Tahun 2013 tentang Pendidikan Menengah Universal (PMU),
Peraturan Presiden No 166 Tahun 2014 tentang Program Percepatan

150
Penanggulangan Kemiskinan, Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2017
tentang Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan,
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 19 Tahun 2016
tentang Program Indonesia Pintar, Peraturan Menteri Desa, Pembangunan
Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 16 Tahun 2018 tentang Prioritas
Penggunaan Dana Desa Tahun 2019, Kovensi PBB tentang Hak-Hak Anak
(United Nations Convention on the Rights of the Child), Peraturan Bupati
Brebes Nomor 97 Tahun 2020 tentang Pedoman Pemberian Bantuan Sosial
Dewasa Tidak Sekolah (Dts) Untuk Mendukung Pendidikan Sepanjang
Hayat, Peraturan Bupati Brebes Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pendidikan
Sepanjang Hayat dan Peraturan Bupati Nomor 115 Tahun 2017 tentang
Rintisan Penuntasan Pendidikan Dua Belas Tahun, Surat Edaran
Dinpermasdes Kabupaten Brebes Nomor 142.41/2409 tentang Penyaluran
Dana Desa Tahap 3 (dana pendidikan minimal 4% dari Dana Desa, dan Surat
Keputusan Bupati Brebes Nomor 420/515 Tahun 2018 tentang Bantuan
Pembiayaan Rintisan Penuntasan Pendidikan 12 Tahun. Instruksi Presiden
Nomor 5 Tahun 2005 tentang Gerakan Nasional Percepatan Penuntasan
Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun dan Pemberantasan Buta
Aksara, Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan
Program Simpanan Keluarga Sejahtera, Konvensi PBB tentang Hak-Hak
Penyandang Disabilitas (UN Convention on the Rights of Persons with
Disabilities), Konvensi PBB tentang Penghapusan Diskriminasi Perempuan
(UN Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against
Women).
Adanya Peraturan Bupati Brebes Nomor 30 Tahun 2021 tentang
Pendidikan Sepanjang Hayat dan Peraturan Bupati Nomor 115 Tahun 2017
tentang Rintisan Penuntasan Pendidikan Dua Belas Tahun masih belum
maksimal karena masyarakat banyak yang kurang berminat untuk
melanjutkan sekolah karena berbagai faktor seperti kurangnya minat belajar,
pendapatan masyarakat masih di bawah standar, cepat merasa lelah,
kurangnya perhatian terhadap disabilitas, dan sakit yang menyebabkan sulit

151
untuk melanjutkan pendidikan. Penyebab masih rendahnya tingkat
pendidikan di negara berkembang seperti Indonesia, yaitu:
1) Tingkat kesadaran masyarakat tentang pentingnya pendidikan seseorang
masih rendah;
2) Sarana dan fasilitas pendidikan yang belum memadai dan kurang
seimbang dengan jumlah tingkat partisipasi masyarakat untuk sekolah;
3) Masih rendahnya pendapatan penduduk per kapita sehingga banyak anak
yang putus sekolah;
4) Kualitas sumber daya manusia yang masih rendah dalam penguasaan
teknologi, membuat pemerintah Indonesia perlu untuk mendatangkan
tenaga ahli dari negara maju; dan
5) Masyarakat masih sulit untuk menerima hal-hal yang baru seperti kemjuan
teknologi yang terus berkembang pesat.
c) Dimensi Standar Hidup Layak
Dasar Kebijakan Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah yang
dipergunakan antara lain: Undang-Undang Nomor 6 Tahun
1974 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial, Undang-
Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja,
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Nasional, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang
Kesejahteraan Sosial, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2011 tentang
Penanganan Fakir Miskin, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2012 tentang
Penanganan Konflik Sosial, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja,
Peraturan Daerah Kabupaten Brebes Nomor 3 Tahun 2009 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Daerah Kabupaten Brebes Tahun 2005-2025,
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2014-2019,
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2019-2024,
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2019 tentang Pekerja Sosial, Peraturan
Pemerintah Nomor 63 Tahun 2013 tentang Pelaksanaan Upaya Penanganan

152
Fakir Miskin Melalui Pendekatan Wilayah, Peraturan Presiden Nomor 15
Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan, Peraturan
Presiden Nomor 46 Tahun 2015 tentang Kementerian Sosial, Peraturan
Presiden Nomor 63 Tahun 2017 tentang Penyaluran Bantuan Sosial Secara
Non Tunai, Peraturan Daerah Kabupaten Brebes Nomor 6 Tahun 2020
tentang Penyelenggaraan Penanaman Modal, Peraturan Daerah Kabupaten
Brebes Nomor 9 Tahun 2020 tentang Penyertaan Modal Pemerintah
Kabupaten Brebes kepada Perusahaan Umum dan Daerah Percetakan Puspa
Grafika Kabupaten Brebes, Peraturan Daerah Kabupaten Brebes Nomor 2
Tahun 2017 tentang Penyertaan Modal Daerah Pada PT Bank Pembangunan
Daerah Jawa Tengah, Peraturan Daerah Kabupaten Brebes Nomor 3 Tahun
2017 tentang Kewenangan Desa, Peraturan Presiden Nomor 79 Tahun 2019
tentang Percepatan Pembangunan Jawa Tengah, Peraturan Daerah Kabupaten
Brebes Nomor 2 Tahun 2018 tentang Penanggulangan Kemiskinan, Peraturan
Daerah Kabupaten Brebes Nomor 4 Tahun 2015 tentang Keuangan Desa.
Langkah yang dilakukan untuk mengurangi kemiskinan yaitu pada
kelompok periferal seperti buruh tani, petani gurem, tenaga serabutan, buruh
bangunan dan usaha serta memastikan adanya inklusif dalam setiap proses
pembangunan yang dilakukan. Selain itu, pembangunan desa juga menjadi
peluang yang sangat besar untuk digunakan sebagai pembangunan
infrastruktur desa, membangun industri pedesaan yang inklusif dan menjamin
rumahtangga miskin menjadi bagian dari proses pembangunan secarainklusif.
Penanggulangan kemiskinan bersifat multidimensional, maka upaya yang
dilakukan dalam penanggulangan kemiskinan tidak hanya dilakukan melalui
pendekatan ekonomi, tetapi juga kebijakan di bidang sosial, budaya, politik,
hukum dan kelembagaan. Usaha penanggulangan kemiskinan dilakukan oleh
pemerintah tidak akan bisa berjalan lancar tanpa adanya kerja sama dan
dukungan dari seluruh stakeholders seperti Lembaga Swadaya Masyarakat
(LSM), praktisi, masyarakat luas.
Tingkat kesejahteraan suatu daerah dapat dilihat dari jumlah
pendapatan per kapitanya, ataupun jumlah pendapatan rata-rata penduduk di

153
suatu daerah dalam jangka waktu satu tahun. Beberapa faktor pendapatan per
kapita suatu daerah rendah yaitu,:
1. Tingkat pendidikan masyarakat rendah dan masih kekurangan tenaga ahli;
2. Banyaknya jumlah penduduk serta besarnya angka ketergantungan
masyarakat; dan
3. Rendahnya kemampuan daya beli masyarakat yang mengakibatkan
pembangunan di bidang ekonomi yang terhambat dan kurang baik.
Pandemi Covid-19 mengakibatkan kurang maksimalnya sasaran,
pelaksanaan, dan pencapaian pembangunan yang sudah, sedang dan akan
dilaksanakan oleh pemerintah daerah Kabupaten Brebes. Tujuan dari
mengetahui proyeksi capaian Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di
Kabupaten Brebes diharapkan dapat mendorong pemerintah daerah untuk
menyusun program dan kegiatan yang efektif untuk meningkatkan capaian
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dari dimensi Umur Panjang dan Hidup
Sehat, Pengetahuan dan Standar Hidup Layak. Pemerintah daerah Kabupaten
Brebes menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
untuk membiayai pembangunan di bidang yang mendukung pembangunan
manusia. Pemerintah daerah harus bisa mengalokasikan belanja daerah
melalui pengeluaran pembangunan di sektor pendukung seperti realisasi
belanja daerah dalam bidang pendidikan dan kesehatan.
Hambatan pemerintah daerah dalam menarik investor dari luar daerah
dikarenakan belum tersedianya kepastian ketersediaan lahan untuk kawasan
industri, infrastruktur yang memadai serta pelayanan yang cukup rumit di
bidang perijinan harus diselesaikan, agar Kabupaten Brebes menjadi daerah
yang pro investasi dan tidak tertinggal dengan daerah lainnya. Pembinaan
investasi non fasilitas dapat dilakukan dengan cara membangun klaster-
klaster industri kecil baik formal dan non formal, klaster usaha mikro dan
kecil agar dapat mengakses teknologi dan permodalan baik dengan
perbankan, lembaga keuangan non bank, maupun melalui pembangunan
link/kemitraan dengan usaha menengah dan besar untuk suplai bahan baku
dan setengah jadi. Rasio investasi yang dilakukan oleh masyarakat dan
pemerintah diharapkan 70 persen berbanding 30 persen.

154
Jika dilihat dari sisi anggaran, faktor kondisi sosial ekonomi
masyarakat juga dapat mempengaruhi peningkatan dan penurunan Indeks
Pembangunan Manusia (IPM), maksudnya apabila jumlah penduduk miskin
di suatu daerah tinggi maka dapat menurunkan nilai Indeks Pembangunan
Manusia (IPM). Hal tersebut terjadi karena penduduk miskin mempunyai
keterbatasan dalam mengakses kebutuhan termasuk dalam memenuhi
kebutuhan di bidang pendidikan dan kesehatan yang implikasinya dapat
menurunkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Saat ini pandemi virus
corona (covid-19) yang melanda dunia dapat berdampak pada sektor
kesehatan, pendidikan, dan ekonomi masyarakat di setiap negara termasuk
Indonesia.
Sebagai upaya pelaksanaan pelayanan publik pemerintah Kabupaten
Brebes diperlukan pelayanan terpadu atau pelayanan One Stop Services
(OSS). Bentuk pelayanan terpadu tersebut diharapkan pelayanan kepada
masyarakat dapat lebih cepat dan hambatan-hambatan dalam pengembangan
usaha dapat diminimalkan sehingga investasi menjadi lebih bergairah di
Kabupaten Brebes. Selama 20 tahun kedepan organisasi perangkat daerah
menjadi efisien dan efektif dengan struktur yang ramping dan kaya fungsi
sejalan dengan tuntutan reformasi birokrasi.

155
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
1. KESIMPULAN
A. Implementasi Kebijakan Otonomi Daerah dalam Meningkatkan Indeks
Pembangunan Manusia di Kabupaten Brebes.
Pemerintah Kabupaten Brebes berkewajiban untuk
mengimplementasikan Kebijakan Otonomi Daerah yang telah di wilayahnya
agar dapat digunakan oleh aparatur pemerintahaan dalam menjalankan
tugasnya untuk mengajak seluruh elemen masyarakat bekerjasama dalam
membangun daerah. Implementasi dari produk hukum yang telah dibuat oleh
Pemerintah berperan penting dalam hal alokasi, distribusi dan stabilisasi.
Pemerintah daerah dengan kewenangannya yang besar di era otonomi harus
bisa mendayagunakan alokasi untuk sebesar-besarnya kesejahteraan
masyarakat. Kabupaten Brebes telah melaksanakan beberapa Implementasi
Kebijakan Otonomi Daerah sebagai salah satu perannya dalam hal
menerbitkan rangkaian peraturan daerah untuk membimbing individu
maupun kelompok untuk hidup bermasyarakat dalam sosial masyarakat di
suatu daerah untuk meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
meliputi Umur Panjang dan Hidup Sehat, Pengetahuan dan Standar Hidup
Layak meskipun hasilnya belum maksimal.
B. Kendala/hambatan yang dihadapi oleh Pemerintah Daerah Kabupaten
Brebes dalam Meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia di
Kabupaten Brebes.
Meskipun Pemerintah Kabupaten Brebes sudah memaksimalkan
upayanya untuk melaksanakan berbagai program yang telah dibuat untuk
menaikkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan membuat bermacam-
macam produk hukum daerah, tetapi setiap tahunnya angka yang didapatkan
masih mengalami kenaikan dan penurunan tergantung pada Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan partisipasi aktif dari masyarakat
pada bidang kesehatan, pendidikan dan ekonomi dalam mendukung
Kebijakan Pemerintah untuk menaikkan Indeks Pembangunan Manusia
(IPM).

156
2. SARAN
Pada dimensi Umur Panjang dan Hidup Sehat, pemerintah daerah
perlu mengupayakan sosialisasi gerakan hidup sehat, edukasi ibu hamil dan
memberikan asupan makanan yang bernilai gizi untuk menekan jumlah
stunting, menambah jumlah Rumah Sakit dan fasilitas kesehatan lainnya serta
pengawasan secara berkala. Pada dimensi Pengetahuan, pemerintah perlu
untuk lebih merangkul masyarakat untuk meningkatkan kualitas pendidikan,
dengan menambah anggaran bantuan masyarakat miskin yang tidak memiliki
biaya tetapi berpotensi dan mau untuk melanjutkan pendidikan. Pada dimensi
Standar Hidup Layak, upaya yang dilakukan untuk mengurangi kemiskinan
yaitu melakukan peningkatan kesejahteraan pada buruh tani, petani gurem,
tenaga serabutan, buruh bangunan dan usaha serta memastikan adanya
inklusif dalam setiap proses pembangunan yang dilakukan. Sebagai upaya
pelaksanaan pelayanan publik pemerintah Kabupaten Brebes diperlukan
pelayanan terpadu atau pelayanan One Stop Services (OSS).

157
DAFTAR PUSTAKA

Literatur:
Sumber Buku:
Budiman, Rusli. 2009. Kebijakan publik membangun Pelayanan
Publik Responsif. Bandung: Hakim Publising.

C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil. 2008. Pemerintahan Daerah


di Indonesia (Hukum Administrasi Daerah), Jakarta: Sinar
Grafika.

Fahrudin, Adi. 2012. Pengantar Kesejahteraan Sosial. Bandung:


Refika Aditama.

Fauzan, Muhammad. 2010. Hukum Pemerintahan Daerah,


Purwokerto:STAIN Press.

Fauzan, Muhammad. 2006. Hukum Pemerintahan Daerah (Kajian


Tentang Hubungan Keuangan antara Pusat dan Daerah).
Yogyakarta: FH UII Press.

Hj. Masriah, dkk. 2011. Pembangunan Ekonomi Berwawasan


Lingkungan. Malang: UM Press.

Huda, Miftachul. 2009. Pekerjaan Sosial dan Kesejahteraan Sosial:


Sebuah Pengantar. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Husodo, Yudo Siswono. 2009. Menuju Welfare State. Jakarta: Baris


Baru.

Kaloh, J. 2002. Mencari bentuk Otonomi Daerah. Jakarta: PT Rineka


Cipta.

Manan, Bagir. 2001. Menyongsong Fajar Otonomi Daerah.


Yogyakarta: Pusat Studi Hukum (PSH) Fakultas Hukum UII.

Marbun, S. F. 2012. Hukum Administrasi Negara I. Yogyakarta:


Liberty.

Marzuki, Peter Mahmud. 2008. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta:


Kencana.

Muhlasul, Ahmad. Diskursus Pembangunan Manusia Dalam Perda


Syari‟ah.Sosiologi Reflektif. Vol. 11, No. 2 April 2017.

Nurcholis, Hanif. 2005. Teori dan Praktek Pemerintahan dan Otonomi


Daerah. Jakarta: Grasindo.

158
Pressman, Steven. 2002. Lima Puluh Pemikir Ekonomi Dunia. Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada.

Raharjo, Satjipto. 2000. Ilmu Hukum. Bandung : Alumni.

Rasyid, Syaukani, Afan Gaffar, Ryaas. 2002. Otonomi Daerah Dalam


Negara Kesatuan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Ridwan HR. 2003. Hukum Administrasi Negara. Yogyakarta : UII


Press.

Robbin. 2010.Buku Ajar Patologi. Edisi 7. Volume 2. Jakarta: Buku


Kedokteran EGC.

Ruhpina, Lalu Said. 2005. Menuju Demokrasi Pemerintahan. NTB:


Universitas Mataram Press.

Rusli, Budiman. 2009. Kebijakan publik membangun Pelayanan


Publik Responsif, Bandung: Hakim Publising.

Sadono, Sukirno. 2010.Pengantar Teori Makro Ekonomi, Jakarta: PT


Raja Grafindo Persada.

Salam, Dharma Setyawan. 2004. Otonomi Daerah Dalam Perspektif


Lingkungan, Nilai dan Sumber Daya. Cetakan Dua. Bandung:
Djambatan.

Smith, dan Todaro, 2003.Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga.


Jakarta: Erlangga.

Soehino. 2000. Ilmu Negara. Yogyakarta: Liberty.

Soekanto, Soerjono dan Sri Mamuji. 2001. Penelitian Hukum Normatif


(Suatu Tinjauan Singkat).

Soekanto, Soerjono. 2004. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Raja


Grafndo Persada.

Soekanto, Soerjono. 2010. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI


Press.

Sudrajat, Tedi. 2019. Diktat Metode Penelitia Hukum (Doktrinal).


Purwokerto: Fakultas Hukum Unsoed.

Sudrajat, Tedi. 2020. Perlindungan Hukum Terhadap Tindakan


Pemerintahan. Jakarta: Sinar Grafika.

Suharto, Edi. 2005. Analisis Kebijakan Publik, Bandung: AlFABETA.

159
Suharto, Edi. 2006. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat
Kajian Strategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial &
Pekerjaan Sosial. Bandung: Refika Aditama.

Sukmana, Oman. 2016. Konsep dan Desain Negara Kesejahteraan


(welfare state). Jurnal Sospol, Vol. 2 No. 1 Juli-Desember
2016.

Sulistyawati, Rini. 2012. Pengaruh Upah Minimum Terhadap


Penyerapan Tenaga Kerja dan Kesejahteraan Masyarakat di
Provinsi di Indonesia. Jurnal EKSOS. ISSN 1963-9093 Vol. 8,
Nomor 3, Oktober 2012.

Sunarno, Siswanto. 2008. Hukum Pemerintahan Daerah di Indonesia.


Jakarta: Sinar Grafika.

Tim Peneliti PSIK. 2008. Negara Kesejahteraan dan Globalisasi:


Pengembangan Kebijkan dan Perbandingan Pengalaman.
Jakarta: PSIK Universitas Paramadina.

Tim Penyusun Kamus-Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.


2012. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Tjandra, W. Riawan. 2008. Hukum Administrasi Negara. Yogyakarta:


Universitas Atma Jaya.

Todaro, Michael P. 2003. Pembangunan Ekonomi Dunia Ketiga, Alih


Bahasa: Burhanudin Abdullah dan Harris Munandar. Jakarta:
Erlangga.

Wulantutik, Titik Tri. 2006. Pokok-Pokok Hukum Tata Negara.


Cetakan Satu. Jakarta: Prestasi Pustaka.

Yudhoyono, Bambang. 2003. Otonomi Daerah. Jakarta: Pustaka Sinar


Harapan.

Sumber Internet:
Adinda Margaretha. 2019. Konsep Welfare State Dalam Sistem
Hukum Administrasi Negara. Universitas
Sriwijaya,.https://www.researchgate.net/publication/336879197.

Arafat, Yaser.2020. Idza: Ayo Tuntaskan Stunting di Brebes,


https://brebeskab.go.id/index.php/content/1/idza-ayo-tuntaskan-
stunting-di-brebes, diakses pada tanggal 9 April 2021, pukul
10.00 WIB.
Dony Aprian. Angka Kematian Ibu dan Bayi di Brebes Capai 587
Kasus,https://regional.kompas.com/read/2020/10/15/20144381/a

160
ngka-kematian-ibu-dan-bayi-dibrebes-capai-587-kasus. Diakses
pada tanggal 8 April 2021.pukul 14.30 WIB.

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. 2013. Analisis


Kesenjangan Antarwilayah 2013. Bappenas Jakarta, diunduh
dari perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file= digital/
139281- %5B_Konten...pdf, tanggal 27 Februari 2021, pukul
11.00 WIB.

Badan Pusat Statistika. 2008. Indeks Pembangunan Manusia, Jakarta:


Badan Pusat Statistik.

Badan Pusat Statistika Kabupaten Brebes.


https://brebeskab.bps.go.id/subject/26/indeks-pembangunan-
manusia.html#subjekViewTab2. diakses pada tanggal 5 Mei
2021. Pukul. 14.00 WIB.

Bappenas. 2000. Program Pembangunan Nasional Penanggulangan


Kemiskinan. Makalah Diskusi Rakor-Pokja Operasional
Gerakan Terpadu Pengentasan Kemiskinan Tk. Pusat. 13 Juni
2000. Jakarta.

Direktorat Analisis dan Pengembangan Statistik - Badan Pusat


Statistik. 2015.
https://brebeskab.bps.go.id/indicator/26/90/1/ipm-kabupaten
brebes.html. Diakses pada tanggal 20 Oktober 2020.

https://www.bps.go.id/subject/26/indeks-pembangunan-manusia.html,
diakses pada tanggal 27 Oktober 2020, Pukul. 10.00 WIB.

https://sipp.menpan.go.id/sektor/sosial/latar-belakang-kebijakan-
sosial-di-indonesia. diakses pada tanggal 5 Juli 2021. Pukul
19.00 WIB.

Kabupaten Brebes Dalam Angka Brebes Regency in Figures 2021.


BPS Kabupaten Brebes/BPS-Statistics of Brebes Regency.

News. 2021. Otonomi Daerah: Ketahui Kelebihan dan


Kekurangannya, https://kumparan.com/berita update/otonomi-
daerah-ketahui-kelebihan-dan kekurangannya
1v34S9Yp690/full.diakes pada tanggal 05 Februari 2021.pukul
21.00 WIB.

Sapoerna,Djaja. Sarimawar dan Agus Suwandono. 2013.The


Determinants of Maternal Morbidity in Indonesia Regional
Health Forum WHO South East Asia Regional Health Forum
WHO.

161
Suharto. 2008. Islam Negara Kesejahteraan,
Artikel._www.policy.hu/Suharto, diakses pada tanggal 30
Januari 2020. pukul 10.00 WIB.

Tim Peneliti. 2019.Laporan Penelitian Strategi Penurunan Kematian


Ibu dan Anak, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
Provinsi Banten.https://bappeda.bantenprov.go.id.

UNDP. Human Development Report. 1993.

Sumber Jurnal:
Adiyanta, F.C. Susila.2019. Hukum dan Studi Penelitian Empiris:
Penggunaan Metode Survey sebagai Instrumen Penelitian
Hukum Empiris, Adminitrative Law & Governance Journal.
Vol. 2 Issue 4, Nov 2019.

Agustina,Enny.2018. Kewenangan Wakil Menteri Di Indonesia


Ditinjau Dari Hukum Administrasi Negara.Jurnal Hukum Media
Bhakti.https://doi.org/10.32501/jhmb.v2i1.18

Alauddin Said, Abdul Rauf. 2015. Pembagian Kewenangan


Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Dalam Otonomi Seluas-
luasnya menurut UUD 1945. Fiat Justisia Jurnal Ilmu Hukum.
Volume 9 No. 4, Oktober-Desember 2015.

Alfitri. 2012. “Ideologi Welfare State dalam Dasar Negara Indonesia


Analisis Putusan Mahkamah Konstitusi Terkait Sistem Jaminan
Sosial Nasional”. Jurnal Mahkamah Konstitusi. Volume 9
Nomor 3, September 2012.

Ali Kusumo, Supriyanta dan Bambang. 2016. Pendayagunaan Peran


Penasihat Hukum Dalam Penyelesaian Perkara Pidana. Jurnal
EKSPLORASI .Volume XXIX Nomor 1.

Brata,Aloysius Gunadi.2002. Pembangunan Manusia Dan Kinerja


Ekonomi Regional Di Indonesia.Jurnal Ekonomi Pembangunan,
JEP Vol 7, Nomor 2, 2002.

Chandra,Taufik,Amiruddin K. 2015. Analisis Pertumbuhan Ekonomi


Dan Pengembangan Sektor Potensial Di Kota Makassar. Jurnal
Iqtisaduna. Vol. 1 No.2.

Efi Yulistyowati, Endah Pujiastuti, Tri Mulyani.2016. Penerapan


Konsep Trias Politica Dalam Sistem Pemerintahan
RepublikIndonesia: Studi Komparatif Atas Undang–Undang
Dasar Tahun 1945 Sebelum Dan Sesudah Amandemen, Jurnal
Dinamika Sosial Budaya, Volume 18, Nomor 2, Desember
2016.

162
Elviandri, Khuzdaifah Dimyati, dan Absori. 2019. Quo Vadis Negara
Kesejahteraan: Meneguhkan Ideologi Welfare State Negara
Hukum Kesejahteraan Indonesia. Mimbar Hukum Volume 31,
Nomor 2, Juni 2019.

Farid,Mifta,Antikowati, Rosita Indrayati. 2017. Kewenangan


Pemerintah Daerah dan Partisipasi Masyarakat dalam
Pengelolaan Potensi Daerah.Lentera Hukum. Vol. 4 Issue 2
(2017).

Herman, 2019. Estuurszorg Pemerintah dalam Negara Hukum


Indonesia. Jurnal ESENSI HUKUM. Vol. 1 No. 1 Bulan
Desember Tahun 2019.

Husna, Nurul. 2014. Ilmu Kesejahteraan Sosial Dan Pekerjaan Sosial.


http://jurnal.ar-raniry.ac.id.

Juliarini, Aniek. 2018. Kinerja Pendapatan Daerah Terhadap Indeks


Pembangunan Manusia Studi Kasus Provinsi Di Pulau Jawa.
Simposium Nasional Keuangan Negara.

Jeffrey C., Bauer. 2003. Role Ambiguity and Role Clarity: A


Comparison of Attitudes in Germany and the United States.
Dissertation. University of Cincinnati – Clermont.

Lukum, Roni. 2012. Peran Pemda Dalam Melaksanakan Program


Pembangunan Manusia dan Implikasinya Terhadap Ketahanan
Wilayah (Studi di Kabupaten Bone Bolango Provinsi
Gorontalo). Jurnal Legalitas. ejurnal.ung.ac.id.

Marilang. 2012. “Nilai Keadilan Sosial Dalam Pertambangan”.


Disertasi, di dalam Marilang, Ideologi Welfare State Konstitusi:
Hak Menguasai Negara Atas Barang Tambang, Jurnal
Konstitusi, Volume 9. Nomor 2, Juni 2012.

Marilang. 2012. Ideologi Welfare State Konstitusi: Hak Menguasai


Negara Atas Barang Tambang, Jurnal Konstitusi, Volume 9,
Nomor 2, Juni 2012.

Muhtarom, Abid. 2015. Analisis PAD (Pendapatan Asli Daerah)


Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Kabupaten Lamongan
Periode Tahun 2010-2015. Jurnal EKBIS/Vol.XIII/No.1/ edisi
Maret 2015.

Mustamu, Julista. 2011. Diskresi Dan Tanggungjawab Administrasi


Pemerintahan. Jurnal Sasi. Vol. 17 No. 2 Bulan April-Juni
2011.

163
Panjaitan, Marojohan S. 2012. Pengembangan Sistem Ekonomi
Kerakyatan Dalam Perspektif Negara Hukum Kesejahteraan
Berdasarkan Uud 1945. Jurnal Wawasan Hukum. Vol. 26 No.
01 Februari 2012.

Pierson, Christoper. 2007. Welfare State: The New Political Economy


of Welfare, Pennsylvania: The Pennsylvania State University
Press.

Putra, Putu Gede Mahendra, I Gusti Ketut Agung Ulupui. 2015.


Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi
Khusus, Untuk Meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia.
ISSN : 2302 – 8556 E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana.
11.3 (2015) : 863-877.

Rahmi, Laila, Ika Yulia Darma, Silvi Zaimy. 2018. Faktor-Faktor


Yang Berhubungan Dengan Pemanfaatan Buku Kia. Jurnal Ilmu
Kesehatan (JIK) April 2018. Volume 2 Nomor 1 P-ISSN : 2597-
8594. E-ISSN : 2580-930 X.

Ramadhianto, Mahendra. 2013. Upaya Peningkatan Kesejahteraan


Sosial Bagi Penyandang Cacat. Universitas Brawijaya.

Rambe, Armaini. 2004. Alokasi Pengeluaran Rumah Tangga dan


Tingkat Kesejahteraan (Kasus di Kecamatan Medan Kota,
Sumatera Utara).

Riskiyono,Joko. 2015. Partisipasi Masyarakat Dalam Pembentukan


Perundang-Undangan Untuk Mewujudkan Kesejahteraan.Jurnal
Aspirasi. Vol. 6 No. 2, Desember 2015.

Saumana,Nova Debby Ch. Rotinsulu, Tri Oldy Rotinsulu. 2020.


Pengaruh Bonus Demografi Terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Kabupaten Minahasa Tenggara, Jurnal Pembanguan Ekonomi
dan Keuangan Daerah. Vol. 21 No.4.

Sasana, Hadi. 2009. Peran Desentralisasi Fiskal Terhadap Kinerja


Ekonomi Di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah. Jurnal
Ekonomi Pembangunan. Vol. 10, No. 1, Juni 2009.

Sukmana, Oman. 2016. Konsep dan Desain Negara Kesejahteraan


(Welfare State). Jurnal Sospol. Volume 2, Nomor 1, Juli-
Desember 2016.

Suradi. 2007. Pembangunan Manusia, Kemiskinan Dan Kesejahteraan


Sosial Kajian tentang Kebijakan Pembangunan Kesejahteraan

164
Sosial di Nusa Tenggara Barat. Jurnal Penelitian dan
Pengembangan Kesejahteraan Sosial. Vol 12, No. 03, 1-11.

Surkati, Ahmad. 2012. Otonomi Daerah sebagai Instrumen


Pertumbuhan Kesejahteraan dan Peningkatan Kerjasama
Antardaerah, MIMBAR, Vol. XXVIII, No. 1 (Juni, 2012).

Widyastuti, Astriana. 2012. Analisis Hubungan Antara Produktivitas


Pekerja dan Tingkat Pendidikan Pekerja Terhadap
Kesejahteraan Keluarga di Jawa Tengah Tahun 2009. Economic
Development Analysis Journal. ISSN 2252-6560.

Yanagisawa, S, Soyano, A, Igarahi, H, et al. 2015. Effect of a


Maternal and Child Health Handbook on Maternal Knowledge
and Behaviour: a community-based controlled trial in rural
Cambodia. Health Policy and Planning. 30: 1184-1192.

Yektiningsih, Endang. 2018. Analisis Indeks Pembangunan Manusia


(IPM) Kabupaten Pacitan Tahun 2018. Vol. 18 Nomor 2,
Desember 2018. P-ISSN: 14121816, E-ISSN: 2614-4549.

Sumber Perundang-Undangan:
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1974 tentang Ketentuan-Ketentuan


Pokok Kesejahteraan Sosial

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga


Kerja

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan


Nasional

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan


Jangka Panjang Nasional

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan


sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2020 tentang Cipta Kerja

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir


Miskin

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik


Sosial

165
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2019 tentang Pekerja Sosial

Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan


Penyelengaraan Pendidikan

Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2013 tentang Pelaksanaan


Upaya Penanganan Fakir Miskin Melalui Pendekatan Wilayah

Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2018 tentang Standar Pelayanan


Minimal

Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2010 tentang Percepatan


Penanggulangan Kemiskinan

Peraturan Presiden Nomor 166 Tahun 2014 tentang Program


Percepatan Penanggulangan Kemiskinan

Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang tentang Rencana


Pembangunan Jangka Menengah 2015-2019

Peraturan Presiden Nomor 46 Tahun 2015 tentang Kementerian Sosial,


Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2017 tentang Penyaluran
Bantuan Sosial Secara Non Tunai

Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan


Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan

Peraturan Presiden Nomor 79 Tahun 2019 tentang Percepatan


Pembangunan Jawa Tengah

Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2020 tentang Rencana


Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2019-2024

Surat Keputusan Bupati Brebes Nomor 420/515 Tahun 2018 tentang


Bantuan Pembiayaan Rintisan Penuntasan Pendidikan 12 Tahun

Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2005 tentang Gerakan Nasional


Percepatan Penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar
Sembilan Tahun dan Pemberantasan Buta Aksara

Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Program


Simpanan Keluarga Sejahtera, Konvensi PBB tentang Hak-Hak
Penyandang Disabilitas (United Convention on the Rights of
Persons with Disabilities)

Konvensi PBB tentang Penghapusan Diskriminasi Perempuan (United


Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination
Against Women)

166
Kovensi PBB tentang Hak-Hak Anak (United Nations Convention on
the Rights of the Child)

Peraturan Daerah Kabupaten Brebes Nomor 3 Tahun 2009 tentang


Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Kabupaten
Brebes Tahun 2005-2025

Peraturan Daerah Kabupaten Brebes Nomor 4 Tahun 2015 tentang


Keuangan Desa

Peraturan Daerah Kabupaten Brebes Nomor 2 Tahun 2017 tentang


Penyertaan Modal Daerah Pada PT Bank Pembangunan Daerah
Jawa Tengah

Peraturan Daerah Kabupaten Brebes Nomor 3 Tahun 2017 tentang


Kewenangan Desa

Peraturan Daerah Kabupaten Brebes Nomor 10 Tahun 2017 tentang


Sistem Kesehatan Kabupaten Brebes

Peraturan Daerah Kabupaten Brebes Nomor 2 Tahun 2018 tentang


Penanggulangan Kemiskinan

Peraturan Daerah Kabupaten Brebes Nomor 6 Tahun 2020 tentang


Penyelenggaraan Penanaman Modal

Peraturan Daerah Kabupaten Brebes Nomor 9 Tahun 2020 tentang


Penyertaan Modal Pemerintah Kabupaten Brebes kepada
Perusahaan Umum dan Daerah Percetakan Puspa Grafika
Kabupaten Brebes

Peraturan Menteri Nomor 16 Tahun 2018 tentang Prioritas Penggunaan


Dana Desa Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan
Transmigrasi Tahun 2019.

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 80 Tahun 2013


tentang Pendidikan Menengah Universal (PMU)

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 19 Tahun 2016


tentang Program Indonesia Pintar

Peraturan Bupati Brebes Nomor 26 Tahun 2015 tentang pemberdayaan


Masyarakat Dalam Penurunan Angka Kematian Ibu Dan Angka
Kematian Bayi Melalui Maklumat Dukun Bayi

Peraturan Bupati Nomor 115 Tahun 2017 tentang Rintisan Penuntasan


Pendidikan Dua Belas Tahun

167
Peraturan Bupati Nomor 122 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan
KIA di Kabupaten Brebes

Peraturan Bupati Nomor 124 Tahun 2017 tentang Pedoman


Pelaksanaan Kegiatan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat

Peraturan Bupati Nomor 077 Tahun 2018 tentang Germas, Peraturan


Bupati Nomor 50 Tahun 2019 tentang Penanggulangan Stunting

Peraturan Bupati Brebes Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pendidikan


Sepanjang Hayat

Peraturan Bupati Brebes Nomor 97 Tahun 2020 tentang Pedoman


Pemberian Bantuan Sosial Dewasa Tidak Sekolah (Dts) Untuk
Mendukung Pendidikan Sepanjang Hayat

Surat Edaran Bupati Nomor 440/1806 Tahun 2020 tentang Program


Gerakan Masyarakat Hidup Sehat dengan memanfaatkan Buku
KIA

Surat Edaran Bupati Nomor 440/3399 Tahun 2019 tentang Program


Pemberian Tablet Tambah Darah Pada Remaja

Surat Edaran Dinpermasdes Kabupaten Brebes Nomor 142.41 Tahun


2019 tentang Penyaluran Dana Desa Tahap 3 (dana pendidikan
minimal 4% dari Dana Desa)

Surat Edaran Kepala Dinas Kesehatan Nomor 440/5913 Tahun 2020


tentang Gerakan Penyelamatan Ibu dari Pre Eklamsia

168

Anda mungkin juga menyukai