A. Latar Belakang
Seiring berjalannya waktu dan kemajuan teknologi yang terus berlanjut, muncul permasalahan
serius yang dikenal sebagai "krisis karakter." Krisis karakter ini timbul karena dampak teknologi
modern yang memudahkan individu untuk mengakses dan mengikuti tren budaya dari luar tanpa
mempertimbangkan apakah ini sesuai dengan nilai-nilai budaya lokal kita atau tidak. Hal ini berarti
bahwa banyak orang saat ini lebih cenderung mengadopsi atau mengejar tren budaya asing tanpa
memikirkan dampaknya pada identitas budaya dan nilai-nilai tradisional mereka sendiri. Ini dapat
mengakibatkan penurunan dalam pemahaman dan penghormatan terhadap budaya serta nilai-nilai
yang telah lama dianut oleh masyarakat kita. Krisis karakter ini menciptakan kekhawatiran akan
pelestarian identitas budaya dan nilai-nilai tradisional di tengah-tengah arus globalisasi dan teknologi
yang terus berkembang.
Budaya positif di sekolah mengacu pada serangkaian nilai-nilai, keyakinan, dan kebiasaan
yang ditanamkan dan dipromosikan di lingkungan sekolah dengan tujuan membantu perkembangan
karakter dan pertumbuhan pribadi para murid. Tujuan utamanya adalah agar para murid dapat tumbuh
menjadi individu yang kritis, penuh hormat terhadap orang lain, dan bertanggung jawab. Budaya
positif di sekolah merupakan landasan penting dalam menciptakan lingkungan belajar yang
mendukung pertumbuhan dan pengembangan murid secara holistik. Sekolah, sebagai institusi
pendidikan, memiliki peran penting dalam membentuk karakter anak-anak. Ini memberikan
kesempatan bagi sekolah, terutama guru sebagai para pendidik, untuk menciptakan budaya positif di
lingkungan belajar. Guru berperan sebagai agen pembentukan karakter yang memainkan peran kunci
dalam membangun budaya ini.
Pada konteks ini, pendidik dan sekolah bertanggung jawab untuk menciptakan atmosfer yang
mendukung perkembangan karakter positif, di mana murid diajarkan nilai-nilai seperti integritas,
kerja sama, etika, dan penghargaan terhadap perbedaan. Budaya positif di sekolah menciptakan
fondasi yang kuat untuk pertumbuhan akademik dan perkembangan sosial dan emosional murid, serta
membantu mereka menjadi anggota masyarakat yang lebih sadar, peduli, dan bertanggung jawab.
Sekolah yang ideal adalah lingkungan yang memberikan rasa aman dan kenyamanan kepada
murid. Ini mencerminkan pemikiran Ki Hajar Dewantara yang menekankan bahwa proses
pembelajaran di sekolah harus mendorong murid untuk mencapai kebahagiaan sejati melalui konsep
belajar yang bebas. Salah satu cara untuk mencapainya adalah dengan mempromosikan budaya
positif. Budaya positif di sekolah dapat dibangun melalui kolaborasi dalam membentuk keyakinan
bersama di kelas dan menerapkan prinsip segitiga restitusi. Dengan keyakinan kelas yang
dikembangkan oleh guru dan murid bersama-sama, semua pihak akan berusaha untuk menerapkannya
sebagai langkah awal dalam menciptakan budaya positif di lingkungan sekolah. Penggunaan segitiga
restitusi juga dapat membimbing murid dalam mengembangkan perilaku yang positif, sehingga
mereka dapat menjadi murid yang lebih mandiri.
B. Tujuan
1. Menciptakan atmosfer positif dengan menanamkan nilai-nilai kebaikan, keyakinan, dan mengikuti
kesepakatan yang telah disepakati di kelas.
2. Mengembangkan pemahaman murid terhadap nilai-nilai Pancasila yang diterapkan dalam proses
pembelajaran.
3. Memahami peran guru sebagai pengontrol dalam lingkungan belajar.
4. Memahami kebutuhan dasar manusia dalam konteks pendidikan.
5. Memahami penggunaan prinsip segitiga restitusi dalam mengelola perilaku murid.
6. Meningkatkan keberanian dan kepercayaan diri murid untuk berpartisipasi dalam pembentukan
gambaran kelas yang diinginkan.
7. Memotivasi murid secara intrinsik, mendorong motivasi yang berasal dari dalam diri murid.
8. Menghasilkan pengalaman pembelajaran yang mendukung dan berfokus pada kebutuhan murid.
9. Memupuk perilaku yang baik, seperti tanggung jawab, disiplin, dan komitmen.
10. Mengajarkan murid keterampilan dalam menemukan solusi untuk mengatasi masalah.
C. Tolok Ukur
1. Murid dapat merumuskan kesepakatan dan keyakinan kelas yang sejalan dengan nilai-nilai yang
ada dalam Profil Pelajar Pancasila.
2. Murid dapat mematuhi kesepakatan yang telah disetujui dengan penuh rasa tanggung jawab.
3. Murid mampu menemukan solusi untuk mengatasi masalah yang mereka hadapi.
4. Murid dapat mengubah perilaku mereka sebagai hasil dari pembelajaran yang diperoleh dari
pengalaman menghadapi masalah.
5. Murid dan guru dapat konsisten dalam menerapkan budaya positif, termasuk kesepakatan kelas
dan prinsip segitiga restitusi, dalam lingkungan sekolah.
D. Linimasa Tindakan
1. Meminta persetujuan dari Kepala Sekolah untuk mengadakan kampanye informasi.
2. Memberikan pengenalan kepada anggota sekolah tentang budaya positif, kesepakatan kelas, dan
Profil Pancasila.
3. Memberikan penjelasan mengenai makna dan keuntungan dari kesepakatan kelas.
4. Guru bekerja sama dengan murid untuk merumuskan kesepakatan (keyakinan) kelas.
5. Mengembangkan dan menanamkan nilai-nilai yang tercantum dalam Profil Pelajar Pancasila.
6. Mengubah kesepakatan kelas menjadi kebiasaan positif yang diamalkan secara nyata di dalam
kelas atau di seluruh lingkungan sekolah.
7. Mengimplementasikan kesepakatan kelas.
8. Melaksanakan konsep segitiga restitusi.
9. Terus menerapkan dan mempraktikkan kesepakatan dan restitusi secara berkelanjutan dan
konsisten.
I. Rencana Perbaikan
Rencana saya untuk masa depan adalah terus mengembangkan inovasi dalam menciptakan
pembelajaran yang tidak hanya efektif, tetapi juga menyenangkan, dan lebih berfokus pada murid.
Saya berkomitmen untuk membimbing murid agar mereka dapat berkembang sesuai dengan kodrat
alam dan tuntutan zaman. Kami berharap bahwa akan terus ada perbaikan dalam implementasi
Budaya Positif di sekolah. Kami akan terus berkolaborasi dengan Kepala Sekolah, seluruh guru, dan
melibatkan diri dalam pelatihan serta pengembangan diri dari berbagai sumber yang relevan untuk
pengembangan pembelajaran yang lebih mendukung murid.
Kami akan terus berupaya keras untuk menerapkan Budaya Positif di sekolah, terutama
melalui pembentukan keyakinan kelas, karena kami percaya ini akan membantu mewujudkan visi
dan misi sekolah dalam membentuk generasi yang memiliki karakter sesuai dengan prinsip-prinsip
Profil Pelajar Pancasila. Kami bertekad untuk terus berkontribusi dalam mencetak generasi yang
lebih baik dan berjiwa Pancasila melalui pendekatan pendidikan yang berpusat pada nilai-nilai positif
dan kepedulian terhadap murid.
J. Dokumentasi Kegiatan
K. Testimoni
“Saya merasa sangat terinspirasi oleh kegiatan Diseminasi Budaya
Positif ini. Kegiata ini membantu saya memahami lebih dalam tentang
pentingnya menerapkan Budaya Positif di sekolah kami. Saya telah
belajar tentang konsep-konsep seperti keyakinan kelas dan restitusi, dan
saya merasa bahwa ini adalah alat yang sangat berguna untuk
menciptakan lingkungan belajar yang lebih positif dan mendukung bagi
Siti Mutmainah, S.Pd., M.Pd.
Guru Kimia
murid. Saya sangat termotivasi untuk menerapkan prinsip-prinsip ini
SMA Muhammadiyah Mlati
dalam praktik sehari-hari saya sebagai guru.”
“Sebagai guru Seni Budaya, saya selalu percaya bahwa seni memiliki
peran penting dalam membentuk karakter dan kepribadian murid. Modul
ini membantu saya melihat bagaimana konsep Budaya Positif dapat
terintegrasi dengan mata pelajaran Seni Budaya. Saya sekarang lebih
memahami bagaimana seni dapat digunakan sebagai sarana untuk
mendukung pembelajaran yang berpihak pada murid”
Muhammad Rizki, S.Pd.
Guru Seni Budaya
SMA Muhammadiyah Mlati
L. Lampiran Link
Kegiatan Group Sharing : https://guru.kemdikbud.go.id/bukti-karya/video/443420
M. Materi Kegiatan
(dilembar selanjutnya)