Anda di halaman 1dari 27

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

BAB IV

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Data

Penelitian ini menggunakan data triwulan tingkat inflasi yang diperoleh

dari Indeks Harga Konsumen (Consumer Price Index/CPI), jumlah uang beredar

(Broad money) dan tingkat suku bunga periode Triwulan I 1998 sampai dengan

Triwulan IV 2015. Data diperoleh dari International Financial Statistic (IFS)

yang diterbitkan oleh International Monetary Fund (IMF). Berikut ini grafik

inflasi dan pertumbuhan ekonomoi Indonesia, Filipina, Malaysia, dan Thailand.

Gambar 4.1 dan Gambar 4.2.

Inflasi
70
60
50
40
30
20
10
0
1997

2004
1991
1992
1993
1994
1995
1996

1998
1999
2000
2001
2002
2003

2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
2015

-10

INDONESIA FILIPINA THAILAND MALAYSIA

Gambar 4.1 Grafik Inflasi


Sumber : Data diolah dari International Financial Statistic

Berdasarkan Gambar 4.1, diketahui bahwa terdapat lonjakan peningkatan

inflasi yang mencolok pada tahun 1998 terutama Indonesia. Hal ini berkaitan

dengan krisis moneter yang terjadi pada periode tersebut. Krisis moneter yang

diawali dari jatuhnya nilai tukar Baht terhadap dollar yang menjalar pada

meningkatnya hutang luar negeri dan berdampak pada menurunnya nilai tukar
commit to user
mata

60
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

uang sebagian besar negara Asia Tenggara dan Jepang juga menurunnya nilai

saham. Negara dengan dampak terparah adalah Indonesia, Thailand dan Korea

Selatan. Upaya menstabilkan nilai tukar mata uang pada negara-negara terparah

dilakukan oleh IMF dengan memberikan sejumlah dana. Namun, upaya tersebut

tidak menunjukkan perubahan yang cukup baik untuk Indonesia.

Pertumbuhan JUB
70
60
50
40
30
20
10
0

Indonesia Malaysia Filipina Thailand

Gambar 4.2 Grafik Pertumbuhan Jumlah Uang beredar


Sumber : Data diolah dari International Financial Statistic

Pertumbuhan jumlah uang beredar pada Gambar 4.2 menunjukkan

pertumbuhan jumlah uang beredar setiap tahun bersifat positif. Hal ini

menunjukkan setiap tahun jumlah uang beredar selalu bertambah. Pertumbuhan

jumlah uang beredar rata-rata setiap negara menunjukkan pertumbuhan jumlah

uang beredar Indonesia lebih tinggi dibandingkan negara lainnya.

Jumlah uang beredar Indonesia tumbuh 15,7% per tahun. Pertumbuhan

jumlah uang beredar Indonesia lebih tinggi dibandingkan negara lainnya.

Berdasarkan grafik terlihat pertumbuhan jumlah uang beredar Indonesia sangat

tinggi pada tahun 1998 hingga mencapai 62,35%, dari 355,63 triliun rupiah

menjadi 577,38 triliun rupiah. Pertumbuhan uang beredar terendah terjadi pada
commit to user

61
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

tahun 2002 yaitu 4,72%, dimana uang beredar meningkat dari 844,05 triliun

rupiah menjadi 883,9 triliun rupiah.

Filipina dengan tingkat pertumbuhan uang beredar rata-rata sebesar

12,24% per tahun.jumlah uang beredar dengan pertumbuhan yang cukup besar

pada tahun 2013 mecapai 31,61%, dari 5085,67 triliun peso menjadi 6693,57

triliun peso. Pertumbuhan uang beredar dengan nilai terendah terjadi pada tahun

2003 dengan tingkat pertumbuhan 3,31%, dari 1666,29 triliun peso menjadi

1721,51 triliun peso.

Jumlah uang beredar Malaysia tumbuh 10,01% per tahun. Tingkat

pertumbuhan uang beredar tertinggi Malaysia mencapai 25,37% pada tahun 2004.

Jumlah uang beredar meningkat dari 426,06 triliun ringgit menjadi 534,16 triliun

ringgit. Sedangkan, tingkat pertumbuhan uang beredar terendah terjadi pada tahun

1998 dengan tingkat pertumbuhan 1,46%, dari 292,21 triliun ringgit menjadi

296,47 triliun ringgit.

Thailand memiliki tingkat pertumbuhan uang beredar rata-rata lebih

rendah dibandingkan negara lainnya yaitu sebesar 6,86% per tahun. Tingkat

pertumbuhan uang beredar yang cukup tinggi terjadi pada tahun 2011 mencapai

15,12%, dimana total jumlah uang beredar meningkat dari 11778,82 triliun baht

menjadi 13559,89 triliun baht. Sedangkan, tingkat pertumbuhan terendah terjadi

pada tahun 2002 yaitu tumbuh sebesar 1,30%, dari 6561,48 triliun baht menjadi

6647,16 triliun baht.

Tabel 4.1 melampirkan data tingkat suku bunga deposito tahunan periode

1998-2015. Berdasarkan tabel diketahui


commit to bahwa
user tingkat suku bunga deposito

62
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

semua negara sangat tinggi pada tahun 1998. Indonesia dengan tingkat suku

bunga 39,07%, Malaysia dengan tingkat suku bunga 8,51%, Filipina dengan

12,11% dan Thailand dengan tingkat suku bunga 10.65%. Mengingat kejadian

krisis moneter yang terjadi pada tahun 1998, penentuan tingkat suku bunga yang

tinggi dilakukan untuk mengontrol penawaran uang dipasar dan mencegah

terjadinya penarikan uang besar-besaran oleh masyarakat.

Tabel 4.1 Suku Bunga Deposito


Suku Bunga Deposito
Tahun Indonesia Malaysia Filipina Thailand
1998 39.07 8.51 12.11 10.65
1999 25.74 4.12 8.17 4.77
2000 12.50 3.36 8.31 3.29
2001 15.48 3.37 8.74 2.54
2002 15.50 3.21 4.61 1.98
2003 10.59 3.07 5.22 1.33
2004 6.44 3.00 6.18 1.00
2005 8.08 3.00 5.56 1.88
2006 11.41 3.15 5.29 4.44
2007 7.98 3.17 3.70 2.88
2008 8.49 3.13 4.49 2.48
2009 9.28 2.08 2.74 1.04
2010 7.02 2.50 3.22 1.01
2011 6.93 2.91 3.39 2.28
2012 5.95 2.98 3.16 2.80
2013 6.26 2.97 1.66 2.88
2014 8.75 3.05 1.23 1.96
2015 8.34 3.13 1.59 1.42
Sumber : Data diolah dari International Financial Statistic

B. Estimasi Nilai Ketidakpastian Inflasi

1. Uji Stasioneritas

Uji stasioneritas merupakan salah satu asumsi yang harus dipenuhi

dalam analisis data time series. Uji stasioneritas ini dilakukan dengan

commit
menggunakan uji Augmented to user
Dickey Fuller (ADF) pada data inflasi untuk

63
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

masing-masing negara. Hasil uji stasioneritas menunjukkan bahwa di

setiap negara data bersifat stasioner pada tingkat level. Hal ini ditunjukkan

oleh nilai t-statistik yang besarnya lebih besar dari nilai kritis pada semua

tingkat derajat signifikansi (Tabel 4.2). Dengan demikian, H0 dimana data

bersifat tidak stasioner ditolak atau data bersifat stasioner.

Tabel 4.2 Uji Akar Unit Inflasi


Intercept Intercept and Trend
Negara t- statistik t- statistik
Nilai kritis Nilai kritis
(prob.) (prob.)
1% -3.525618 -4.092547
-5.468809 -5.336161
Indonesia 5% -2.902953 -3.474363
(0.0000) (0.0002)
10% -2.588902 -3.164499
1% -3.525618 -4.092547
-5.496943 -5.621426
Filipina 5% -2.902953 -3.474363
(0.0000) (0.0001)
10% -2.588902 -3.164499
1% -3.525618 -4.092547
-7.549868 -7.505952
Malaysia 5% -2.902953 -3.474363
(0.0000) (0.0000)
10% -2.588902 -3.164499
1% -3.527045 -4.094550
-7.388487 -7.329229
Thailand 5% -2.903566 -3.475305
(0.0000) (0.0000)
10% -2.589227 -3.165046
Sumber : Hasil olahan Eviews 8

2. Estimasi Ketidakpastian Inflasi

Berdasarkan uji unit root yang dilakukan pada kedua variabel,

penelitian ini akan dilakukan dengan menggunakan data yang bersifat

stasioner, yaitu data pada tingkat level. Maka, pemodelan estimasi

dilakukan pada data inflasi di tingkat level.

a. Identifikasi Model

Identifikasi model estimasi dapat dilakukan dengan melihat

pola dari plot ACF dan PACF yang didapat dari correlogram data

yang sudah stasioner. Dalam kasus ini, sangat mungkin setiap negara

memiliki model estimasi yang berbeda mengingat data masing-masing

negara yang beragam. Berdasarkan plot ACF/PACF (Lampiran III)


commit to user
pada correlogram, setiap negara menunjukkan adanya spike pada lag

64
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

yang berbeda-beda diantara lag 1, 2, dan 3. Dengan demikian,

pemodelan estimasi akan dilakukan dengan menggunakan lag tersebut.

b. Estimasi Model

Setelah dilakukan estimasi pada beberapa model regresi

diperoleh model estimasi terbaik berdasarkan kriteria AIC dan SBC

terkecil sebagai berikut :

1) Indonesia

Berdasarkan pengujian terhadap beberapa model dugaan,

diperoleh beberapa model estimasi dengan nilai parameter

signifikan. Dari beberapa model tersebut, model estimasi

ketidakpastian inflasi terbaik untuk Indonesia yaitu model ARMA

(2,2). Model Estimasi ARMA (2,2) dilakukan dengan

menggunakan metode kuadrat terkecil.

Tabel 4.3 Hasil Estimasi Model ARMA (2,2) Indonesia


Estimasi R2
Model Parameter Prob. AIC SBC
Parameter (Adj- R2)
C 1.830155 0.0000
AR (1) 1.058058 0.0000
ARMA 0.655393
AR (2) -0.437431 0.0000 3.909896 4.070503
(2,2) (0.634186)
MA(1) -1.123027 0.0000
MA(2) 0.548155 0.0000
Sumber : Hasil olahan Eviews 8

Untuk memastikan model mampu menjelaskan data dengan

baik maka dilakukan uji diagnosis berikut:

a) Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi berdasarkan Correlogram of Residuals

(Lampiran V) menunjukkan tidak terdapat spike, dan semua

commit
nilai probabilitas to user tidak signifikan pada derajat
Q-statistik

65
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

signifikansi 5% atau lebih besar dari 0,05. Hasil uji Breusch-

Godfrey (Tabel 4.4) menunjukkan hasil nilai Obs*-squared

sebesar 0,122460 dengan probabilitas Chi-square sebesar

0,9406 (>0,05). Maka, berdasarkan hasil dapat diketahui

bahwa dugaan adanya autokorelasi pada model tidak dapat

diterima atau tidak terdapat autokorelasi pada model.

Tabel 4.4 Uji Autokorelasi Breusch-Godfrey ARMA (2,2)


Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:

F-statistic 0.071447 Prob. F(2,63) 0.9311


Obs*R-squared 0.122460 Prob. Chi-Square(2) 0.9406

Sumber : Hasil olahan Eviews 8

b) Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas berdasarkan pada correlogram of

residuals squared (Lampiran V) menunjukkan tidak terdapat

spike dan semua nilai Q-statistik dengan nilai probabilitas

lebih besar dari derajat signifikansi 5% (>0,05). Uji

heterokedastisitas ARCH (Tabel 4.5) pada model memperoleh

hasil Obs*squared sebesar 0,032132 dengan nilai probabilitas

chi-square sebesar 0,8577 atau lebih besar dari nilai derajat

signifikansi 5%. Berdasarkan hasil tersebut maka diketahui

bahwa dugaan adanya heteroskedastisitas pada model ditolak,

sedangkan dugaan tidak terdapat heteroskedastisitas pada

model diterima.

commit to user

66
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Tabel 4.5 Uji ARCH ARMA (2,2)


Heteroskedasticity Test: ARCH

F-statistic 0.031215 Prob. F(1,67) 0.8603


Obs*R-squared 0.032132 Prob. Chi-Square(1) 0.8577

Sumber : Hasil olahan Eviews 8

Berdasarkan uji akurasi proyeksi estimasi (Lampiran VI)

diketahui dari 3 model ARMA dengan nilai AIC dan SBC terkecil

model proyeksi terbaik dengan nilai kesalahan terendah adalah model

ARMA (2,2). Dengan demikian, estimasi ketidakpastian inflasi untuk

Indonesia adalah ARMA (2,2).

2) Filipina

Berdasarkan beberapa hasil estimasi model signifikan,

diketahui model estimasi ketidakpastian inflasi terbaik untuk

Filipina adalah model AR(1). Model estimasi tersebut dilakukan

dengan menggunakan metode kuadrat terkecil.

Tabel 4.6 Hasil Estimasi Model AR(1) Filipina


Estimasi R2
Model Parameter Prob. AIC SBC
Parameter (Adj- R2)

C 1.033930 0.0000 0.219929


AR (1) (0.208624)
2.033668 2.097406
AR (1) 0.445177 0.0000

Sumber : Hasil olahan Eviews 8

Untuk memastikan model mampu menjelaskan data dengan

baik maka dilakukan uji diagnosis berikut:

a) Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi berdasarkan Correlogram of Residuals

(Lampiran V) menunjukkan tidak terdapat spike, dan semua


commit to user
nilai probabilitas Q-statistik tidak signifikan pada derajat

67
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

signifikansi 5% atau lebih besar dari 0,05. Hasil uji Breusch-

Godfrey (Tabel 4.7) menunjukkan hasil nilai Obs*-squared

sebesar 16,76616 dengan probabilitas Chi-square sebesar

0,4009 (>0,05). Maka, berdasarkan hasil dapat diketahui

bahwa dugaan adanya autokorelasi pada model tidak dapat

diterima atau tidak terdapat autokorelasi pada model.

Tabel 4.7 Uji Autokorelasi Breusch-Godfrey AR (1)


Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:

F-statistic 1.024045 Prob. F(16,53) 0.4479


Obs*R-squared 16.76616 Prob. Chi-Square(16) 0.4009

Sumber : Hasil olahan Eviews 8

b) Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas berdasarkan pada correlogram of

residuals squared (Lampiran V) menunjukkan tidak terdapat

spike dan semua nilai Q-statistik dengan nilai probabilitas

lebih besar dari derajat signifikansi 5% (>0,05). Uji

heterokedastisitas ARCH (Tabel 4.8) pada model memperoleh

hasil Obs*squared sebesar 1.427348 dengan nilai probabilitas

chi-square sebesar 0.2322 atau lebih besar dari nilai derajat

signifikansi 5%. Berdasarkan hasil tersebut maka diketahui

bahwa dugaan adanya heteroskedastisitas pada model ditolak,

sedangkan dugaan tidak terdapat heteroskedastisitas pada

model diterima.

commit to user

68
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Tabel 4.8 Uji ARCH AR (1)


Heteroskedasticity Test: ARCH

F-statistic 1.415428 Prob. F(1,68) 0.2383


Obs*R-squared 1.427348 Prob. Chi-Square(1) 0.2322

Sumber : Hasil olahan Eviews 8

Berdasarkan hasil akurasi estimasi (Lampiran VI), diketahui

dari 3 model ARMA dengan nilai AIC dan SBC terkecil model

proyeksi terbaik, model dengan kriteria RMSE terendah adalah

model AR(1) dengan nilai RMSE sebesar 0.650331. Dengan

demikian, model AR(1) merupakan model estimasi terbaik

dibandingkan dengan model signifikan lainnya.

3) Malaysia

Berdasarkan beberapa hasil estimasi model signifikan

diperoleh model estimasi ketidakpastian inflasi terbaik adalah

model AR (2) – EGARCH (1,2). Model estimasi AR (2) –

EGARCH (1,2) dilakukan dengan menggunakan metode ARCH.

Hasil uji crosscorrelation (LampiranVIII) pada perkiraan model

GARCH diketahui terdapat efek asimetris dalam model, sehingga

model yang digunakan adalah model Asymmetric Exponential

GARCH (Lampiran IX).

Tabel 4.9 Estimasi model AR (2)-EGARCH (1,2) Malaysia


Estimasi
Model Parameter z-statistik Prob. AIC SIC
Parameter
C 0.575607 8.320366 0,0000
AR (1) 0.549200 7.143860 0,0000
AR (2) -0.135701 -3.521392 0,0004
AR(2)
α0 -2.673609 -10.70105 0,0000
EGARCH 1.162468 1.419438
α1 0.973330 5.449779 0,0000
(1,2)
γ1 0.752531 3.337880 0,0008
β1 0.683977 7.099174 0,0000
β2 -0.660237 -5.123569 0,0000
commit to user
Sumber : Hasil olahan Eviews 8

69
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Untuk memastikan model mampu menjelaskan data dengan

baik maka dilakukan uji diagnosis sebagai berikut:

a) Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi berdasarkan correlogram of residual

(Lampiran X) menunjukkan tidak terdapat spike pada diagram

autocorrelation dan partial correlation. Selain itu, nilai

probabilitas juga menunjukkan nilai yang besarnya melebihi

nilai derajat signifikansi 5% (>0,05). Maka dapat diketahui

bahwa tidak terdapat autokorelasi pada model.

b) Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas berdasarkan correlogram of residuals

squared (Lampiran X) menunjukan tidak terdapat spike, baik

pada autocorrelation dan partial autocorrelation. Nilai

probabilitas Q-stat pada setiap lag menunjukkan nilai yang

tidak signifikan atau lebih besar dari 0,05. Hal ini diperkuat

oleh hasil uji efek ARCH (Tabel 4.10) yang menunjukkan nilai

Obs*R-squared sebesar 0,779353 dengan nilai probabilitas

0,3773. Maka, dapat diketahui bahwa tidak terdapat efek

heteroskedastisitas pada model.

Tabel 4.10 Uji ARCH AR(2)-EGARCH (1,2)


Heteroskedasticity Test: ARCH

F-statistic 0.765408 Prob. F(1,67) 0.3848


Obs*R-squared 0.779353 Prob. Chi-Square(1) 0.3773

Sumber : Hasil olahan Eviews 8

commit to user

70
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

c) Uji Normalitas

Uji normalitas pada model AR(2)–EGARCH (1,2)

menunjukkan nilai probabilitas Jarque-Bera sebesar 0.442295,

lebih besar dari 0,05. Dengan demikian, residual model

tersebut berdistribusi normal.


9
Series: Standardized Residuals
8 Sample 1998Q3 2015Q4
7
Observations 70

6 Mean 0.074510
Median -0.054538
5 Maximum 2.767207
4 Minimum -2.299846
Std. Dev. 0.991291
3 Skewness 0.372851
Kurtosis 2.942394
2

1 Jarque-Bera 1.631555
Probability 0.442295
0
-2 -1 0 1 2 3

Gambar 4.3 Uji Normalitas AR(2)-EGARCH (1,2)


Sumber : Hasil olahan Eviews 8

4) Thailand

Berdasarkan hasil estimasi beberapa model dugaan, diperoleh

bahwa model estimasi nilai ketidakpastian inflasi terbaik untuk

Thailand adalah model ARMA (1,(1)(3))-TARCH(2). Model

estimasi ARMA(1,(1)(3))-TARCH(2) dilakukan dengan

menggunakan metode ARCH. Hasil uji crosscorrelation

(Lampiran VIII) pada perkiraan model GARCH diketahui terdapat

efek asimetris dalam model, sehingga model yang digunakan

adalah model Asymmetric Threshold ARCH.

commit to user

71
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Tabel 4.11 Hasil Estimasi ARCH/GARCH Thailand


Estimasi
Model Parameter z-statistik Prob. AIC SIC
Parameter
C 0.591336 9.360389 0.0000
AR(1) -0.336709 -2.846803 0.0044
ARMA MA(1) 0.934174 13.17569 0.0000
(1,(1)(3)) MA(3) -0.444975 -11.45851 0.0000
2.248820 2.503769
TARCH 0.142564 2.717798 0.0066
(2) 1.010152 2.562123 0.0104
γ1 -1.014099 -2.482325 0.0131
0.503542 2.599572 0.0093
Sumber : Hasil olahan Eviews 8

Untuk memastikan model mampu menjelaskan data dengan

baik maka dilakukan uji diagnosis sebagai berikut:

a) Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi berdasarkan correlogram of residual

(Lampiran X) menunjukkan tidak terdapat spike pada diagram

autocorrelation dan partial correlation. Sebagian besar nilai

probabilitas pada setiap lag juga menunjukkan nilai yang

besarnya lebih besar dari derajat signifikansi 5% (>0,05).

Dengan demikian, tidak terdapat autokorelasi pada model

ARMA(1,(1)(3))-TARCH (2).

b) Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas berdasarkan korelogram residual

kuadrat (Lampiran X) menunjukan tidak terdapat spike, baik

pada autocorrelation maupun partial autocorrelation. Nilai

probabilitas Q-stat pada setiap lag menunjukkan nilai yang

tidak signifikan atau lebih besar dari 0,05. Hal ini diperkuat

oleh hasil uji efek ARCH (Tabel 4.12) yang menunjukkan nilai

Obs*R-squaredcommit to user
sebesar 0.500128 dengan nilai probabilitas

72
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

0.4794. Maka, dapat diketahui bahwa tidak terdapat efek

heteroskedastisitas pada model.

Tabel 4.12 Uji ARCH ARMA (1,(1)(3))-TARCH (2)


Heteroskedasticity Test: ARCH

F-statistic 0.489334 Prob. F(1,68) 0.4866


Obs*R-squared 0.500128 Prob. Chi-Square(1) 0.4794

Sumber : Hasil olahan Eviews 8

c) Uji Normalitas

Uji normalitas pada model ARMA (1,(1)(3)) – TARCH (2)

menunjukkan nilai Jarque-Bera sebesar 0.315555 dengan

probabilitas sebesar 0.854040. Nilai probabilitas ini lebih besar

dari 0,05 atau tidak signifikan pada derajat signifikansi 5%.

Dengan demikian, residual model tersebut berdistribusi normal.


10
Series: Standardized Residuals
Sample 1998Q2 2015Q4
8 Observations 71

Mean -0.010326
6 Median -0.163983
Maximum 2.825258
Minimum -2.635189
4 Std. Dev. 1.007032
Skewness 0.091787
Kurtosis 3.270124
2
Jarque-Bera 0.315555
Probability 0.854040
0
-2 -1 0 1 2 3

Gambar 4.4 Uji Normalitas ARMA(1,(1)(3))-TARCH (2)


Sumber : Hasil olahan Eviews 8

Berdasarkan estimasi model yang telah dilakukan diperoleh

hasil bahwa estimasi nilai ketidakpastian inflasi untuk masing-masing

negara menggunakan model yang berbeda yaitu Indonesia dengan

metode ARMA (2,2), Filipina dengan metode AR(1), Malaysia dengan

metode AR(2)-EGARCH(1,2), dan Thailand dengan metode


commit to user
ARMA(1,(1)(3))-TARCH(2).

73
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

c. Hasil Estimasi Ketidakpastian Inflasi

Berdasarkan model estimasi ketidakpastian inflasi terbaik yang

telah diperoleh, diketahui nilai estimasi ketidakpastian inflasi yang

tertera pada Lampiran X. Pada Gambar 4.5 menampilkan grafik

pergerakan ketidakpastian inflasi di Indonesia, Filipina, Malaysia dan

Thailand. Berdasarkan grafik tersebut diketahui bahwa nilai

ketidakpastian inflasi berfluktuasi dari waktu ke waktu.

Ketidakpastian Inflasi
20

15

10

0
1998-Q1
1998-Q4
1999-Q3
2000-Q2
2001-Q1
2001-Q4
2002-Q3
2003-Q2
2004-Q1
2004-Q4
2005-Q3
2006-Q2
2007-Q1
2007-Q4
2008-Q3
2009-Q2
2010-Q1
2010-Q4
2011-Q3
2012-Q2
2013-Q1
2013-Q4
2014-Q3
2015-Q2
-5

Ketidakpastian Inflasi Ketidakpastian Inflasi


Ketidakpastian Inflasi Ketidakpastian Inflasi

Gambar 4.5 Nilai Estimasi Ketidakpastian Inflasi


Sumber: Data estimasi diolah

Berdasarkan grafik dapat diketauhi setelah periode 1998-1999

tingkt ketidakpastian inflasi Indonesia cenderung stabil dibandingkan

negara lainnya. Dapat terlihat bahwa tingkat ketidakpastian inflasi di

Indonesia menunjukkan nilai yang sangat tinggi pada tahun 1998 saat

terjadi krisis ekonomi, dimana tingkat inflasi pada triwulan III

mencapai 20% dan menurun tajam pada triwulan IV menjadi 4,7%.

Pada periode lainnya dapat diketahui bahwa tingkat ketidakpastian


commit totingkat
inflasi berfluktuasi mengikuti user fluktuasi inflasi. Pada triwulan

74
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

IV tahun 2008 terlihat tingkat ketidakpastian inflasi di Filipina,

Malaysia dan Thailand mengalami penurunan kecuali Indonesia.

Penurunan ini seiring dengan menurunnya tingkat inflasi pada

triwulan III ke triwulan IV tahun 2008, dimana tingkat inflasi

mencapai nilai negatif atau deflasi. Sementara itu, Indonesia pada

periode tersebut berhasil mempertahankan tingkat inflasi di tingkat

1,3% sehingga nilai ketidakpastian cenderung konstan.

Dari data yang diperoleh diketahui bahwa tingkat

ketidakpastian inflasi memiliki trend yang sesuai dengan tingkat

inflasinya. Indonesia memiliki trend ketidakpastian inflasi yang

cenderung menurun dan konstan. Filipina menunjukkan trend yang

cenderung menurun, sedangkan Malaysia dan Thailand menunjukkan

trend yang bersifat konstan dalam fluktuasinya.

C. Uji Kausalitas Granger (Granger Causality test)

Uji Kausalitas Granger dilakukan dengan menggunakan lag optimum pada

setiap negara. Lag 2 digunakan pada uji Granger di Indonesia dan Malaysia, lag 3

digunakan pada uji Granger di Thailand, dan Lag 1 digunakan pada uji Granger di

Filipina.

Tabel 4.13 Uji Kausalitas Granger


Null Hypothesis: Indonesia Filipina Malaysia Thailand
Inflation does not Granger Cause Inflation 1.2E+29 1.9E+31 2.4E+29 1.0E+16
Uncertainty (0.0000) (0.0000) (0.0000) (0.0000)
Inflation Uncertainty does not Granger 5.19359 0.01579 0.17480 3.88432
Cause Inflation (0.0082) (0.9004) (0.8400) (0.0132)
Sumber : Hasil olahan Eviews 8

Berdasarkan Tabel 4.13 diperoleh hasil hubungan kausalitas variabel

commit
masing-masing negara. Hubungan duato user
arah antara variabel inflasi dan

75
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

ketidakpastian inflasi ditemukan saling mempengaruhi satu sama lain di Indonesia

dan Thailand. Hal tersebut ditunjukkan oleh nilai probabilitas F-statistik yang

signifikan pada kedua hipotesis. Dengan kata lain, peningkatan atau penurunan

tingkat inflasi berpengaruh pada meningkat atau menurunnya tingkat

ketidakpastian inflasi dan berlaku sebaliknya. Hasil lain menunjukkan terdapat

hubungan satu arah dimana peningkatan atau penurunan tingkat inflasi

mempengaruhi peningkatan atau penurunan tingkat ketidakpastian inflasi di

Filipina dan Malaysia. Hasil tersebut sesuai dengan pernyataan Friedman yang

menjelaskan inflasi menyebabkan ketidakpastian inflasi.

Diperolehnya hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan

oleh Nasr et al. (2015), dalam penelitiannya pada beberapa rezim di Afrika

ditemukan hasil yang bervariasi. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa terdapat

hubungan kausalitas dua arah antara inflasi dan ketidakpastian inflasi pada rezim

4, sedangkan pada rezim lainnya ditemukan hubungan positif satu arah dan bukti

lain menunjukkan tidak terdapat pengaruh satu sama lain.

D. Hasil Analisis Data Panel

Pemilihan Model Data Panel

a. Uji Chow (Likelihood Ratio)

Uji Chow digunakan untuk mengetahui metode terbaik antara

Common Effect Model dan Fixed Effect Model. Jika uji Chow

menunjukkan Common Effect Model sebagai model terbaik, maka tidak

perlu dilakukan uji lagi. Hipotesis dalam uji Chow adalah:

H0 = Common Effect Model


commit to user

76
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

H1 = Fixed Effect Model

Tabel 4.14 Hasil Uji Chow


Effects Test Statistic d.f. Prob.

Cross-section F 0.254595 (3,275) 0.8580


Cross-section Chi-square 0.782142 3 0.8537
Sumber : Hasil Olahan Eviews 8.

Hasil uji Chow (Tabel 4.14) menunjukkan bahwa pada derajat

signifikansi 5%, nilai F statistik adalah sebesar 0,2546 lebih rendah dari

nilai F tabel yaitu 2,637 (F hitung < F tabel) dan nilai probabilitas

menunjukkan nilai 0,8580 > 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa nilai

probabilitas tidak signifikan, maka H0 diterima dan H1 di tolak. Sehingga

pendekatan terbaik yang dapat digunakan adalah Common Effect Model.

Dengan demikian, tidak perlu dilakukan uji Hausman untuk menguji

metode terbaik antara Fixed Effect Model dan Random Effect Model.

E. Uji Asumsi Klasik

1. Uji Multikolinearitas

Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya

korelasi antar variabel independen dalam regresi. Pengujian dilakukan

dengan uji Klein, dimana dilakukan regresi pada setiap variabel

independen dengan variabel independen lainnya untuk mengetahui nilai

koefisien determinasi parsial (r2) untuk setiap variabel yang diregresi.

Kemudian dilakukan perbandingan nilai r2 satu sama lain.

Jika R2 < r2 maka terjadi multikolinearitas, sedangkan apabila R 2 >

r2 maka tidak terjadi multikolinearitas. Berikut ini hasil uji

multikolinearitas: commit to user

77
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Tabel 4.15 Hasil Uji Multikolinearitas


Variabel R2 r2 Keterangan
Inf C Inf_unc JUB Int_Rate 0.626959 - -
Inf_unc C JUB Int_Rate - 0.453407 Bebas Multikolinearitas
JUB C Int_Rate Inf_unc - 0.003008 Bebas Multikolinearitas
Int_Rate C Inf_unc JUB - 0.454323 Bebas Multikolinearitas
Sumber : Hasil Olahan Eviews 8

Berdasarkan hasil uji Multikolinearitas (Tabel 4.15), tidak terdapat

nilai koefisien determinasi parsial (r 2) yang besarnya melebihi nilai

koefisien determinasi (R2). Dengan demikian, perbandingan antara

koefisien determinasi (R2) dan koefisien determinasi parsial (r2)

menunjukkan tidak terdapat multikolinearitas pada regresi.

2. Uji Autokorelasi

Pengujian autokorelasi dilakukan untuk mengetahui apakah

terdapat korelasi antar variabel pengganggu satu observasi dengan

observasi lain pada sebuah regresi linear. Uji autokorelasi dapat dilakukan

dengan melihat nilai Durbin Watson. Dengan total jumlah sampel (n)

sejumlah 282 dan variabel independen sejumlah 3 dengan derajat

signifikansi 5% diperoleh nilai dL = 1,78970 dan dU = 1,81846.

Berdasarkan hasil regresi diperoleh nilai Durbin Watson (d) sebesar

2,06657.

Tabel 4.16 Hasil Uji Autokorelasi


dL dU d 4-dU 4-dL Keterangan
Tidak ada korelasi,
1,78970 1,81846 2,06657 2,18154 2,2103 baik positif maupun
negatif
Sumber : Hasil olahan Eviews 8

commit to user

78
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Kriteria pengujian yang terpenuhi berdasarkan nilai prolehan

Durbin Watson serta dU dan dL adalah dU < d < 4-dU. Dengan demikian,

uji autokorelasi menunjukkan tidak terdapat korelasi baik positif maupun

negatif pada regresi.

3. Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas dilakukan untuk melihat apakah dalam odel

regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan

dengan pengamatan lainnya. Heteroskedastisitas berarti variasi tidak sama

untuk semua pengamatan. Penelitian ini menggunakan uji Park untuk

melihat ada atau tidaknya gejala heteroskedastisitas. Berikut ini hasil uji

Park pada model:

Tabel 4.17 Hasil Uji Park


Variabel Koefisien Std. Error t-Statistik Prob.
C -0.135141 0.430613 -0.313834 0.7539
Inf_unc 0.404463 0.300008 1.348175 0.1787
JUB 0.048727 0.085082 0.572709 0.5673
Int_rate 0.106480 0.062236 1.710907 0.0882
Sumber : Hasil Olahan Eviews 8

Hasil uji Park (Tabel 4.17) menunjukkan bahwa probabilitas pada

setiap variabel independen nilainya lebih besar dari nilai derajat

signifikansi 0,05. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pada tingkat

signifikansi 5%, tidak terdapat gejala heteroskedastisitas pada model.

F. Uji Statistik

Setelah dilakukan uji asumsi klasik, diketahui bahwa tidak terdapat

masalah multikolinearitas, autokorelasi dan heteroskedastisitas pada model.

Selanjutnya berikut ini hasil uji statistik pada model regresi:


commit to user
1. Uji t-Statistik

79
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Uji t-statistik dilakukan untuk melihat pengaruh variabel-variabel

independen terhadap variabel dependen secara parsial atau individu. Hasil

uji t-statistik penelitian ini ditunjukkan pada tabel berikut:

Tabel 4.18 Uji t-Statistik


Variabel Koefisien t-Statistik Prob. Keterangan
Inf_unc 1.042279 15.14487 0.0000 Signifikan
JUB -0.050410 -2.582821 0.0103 Signifikan
Int_rate 0.015012 1.051522 0.2939 Tidak Signifikan
Sumber: Hasil olahan Eviews 8

Pada derajat signifikansi (α) 5% dan nilai degree of freedom

sebesar 278, diperoleh nilai t-tabel sebesar 1,968534. Hasil uji t-statistik

(Tabel 4.18) menunjukkan bahwa variabel ketidakpastian inflasi dan

jumlah uang beredar memiliki nilai t-hitung > t-tabel. Sedangkan, variabel

tingkat suku bunga menunjukkan bahwa nilai t-hitung < t-tabel. Maka,

variabel independen ketidakpastian inflasi dan jumlah uang beredar

berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen inflasi. Sebaliknya,

variabel independen tingkat suku bunga menunjukkan bahwa tingkat suku

bunga tidak berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen

inflasi. Deskripsi pengujian t-statistik pada tingkat signifikansi 5% adalah

sebagai berikut :

1) Variabel ketidakpastian inflasi (Inf_unc) nilai t-statistiknya adalah

sebesar 15,14487. Hal ini menunjukan bahwa t-statistik > t-tabel

(15,14487> 1,968534), artinya variabel ketidakpastian inflasi

mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap tingkat inflasi.

2) Variabel jumlah uang beredar (JUB) nilai t-statistiknya adalah sebesar

-2,582821. Hal ini menunjukkan bahwa t-statistik > t-tabel


commit to user

80
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

(2,582821>1,968534), artinya variabel jumlah uang beredar

mempunyai pengaruh negatif yang signifikan terhadap tingkat inflasi.

3) Variabel suku bunga (int_rate) nilai t-statistiknya adalah sebesar

1,051522. Hal ini menunjukkan bahwa t-statistik < t-tabel

(1,051522<1,968534), artinya variabel jumlah uang beredar tidak

berpengaruh signifikan terhadap tingkat inflasi.

2. Uji F Statistik

Uji F-statistik dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel

independen terhadap variabel dependen secara simultan atau bersama-

sama. Hasil uji F ditunjukkan dalam tabel berikut:

Tabel 4.19 Uji F


F-Statistik 155,7418
Prob(F-statistik) 0,000000
Sumber : Hasil olahan Eviews 8

Pada tingkat signifikansi 5% hasil uji F-statistik pada Tabel 4.19

menunjukkan F-statistik > F-tabel (155,7418 > 2,637076). Nilai

probabilitas F-statistik menunjukkan probabilitas < 0,05 (0,00000 < 0,05).

Dengan demikian, variabel ketidakpastian inflasi, jumlah uang beredar dan

tingkat suku bunga secara bersama-sama mempengaruhi tingkat inflasi.

3. Koefisien Determinasi (R2)

Koefisien determinasi digunakan untuk mengetahui seberapa besar

variable-variabel independen dapat menjelaskan variabel dependen.

Koefisien determinasi menunjukkan besar variasi total pada variabel

dependen yang dapat dijelaskan oleh variabel independen dalam model

regresi. Hasil estimasi model regresi memperoleh nilai koefisien


commit
determinasi pada tabel berikut ini: to user

81
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Tabel 4.20 Nilai Koefisien Determinasi


R-squared 0.626959
Adjusted R-squared 0.622933
Sumber : Hasil olahan Eviews 8

Tabel 4.20 menunjukkan nilai Adjusted R-squared sebesar

0,622933. Artinya, variabel dependen inflasi di Indonesia, Filipina,

Malaysia dan Thailand dapat dijelaskan oleh variabel independen

ketidakpastian inflasi, jumlah uang beredar dan tingkat suku bunga sebesar

62,29%.

G. Interpretasi dan Pembahasan

Berdasarkan hasil estimasi regresi dengan Common Effect Model pada

Tabel 4.21, dapat dituliskan persamaan regresi sebagai berikut:

(0,022570) (15,14487) (-2,582821) (1,051522)

Tabel 4.21 Hasil Common Effect Model


Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 0.002229 0.098781 0.022570 0.9820


INF_UNC 1.042279 0.068821 15.14487 0.0000
JUB -0.050410 0.019517 -2.582821 0.0103
INT_RATE 0.015012 0.014277 1.051522 0.2939

R-squared 0.626959 Mean dependent var 1.063637


Adjusted R-squared 0.622933 S.D. dependent var 1.645554
S.E. of regression 1.010465 Akaike info criterion 2.872782
Sum squared resid 283.8491 Schwarz criterion 2.924440
Log likelihood -401.0622 Hannan-Quinn criter. 2.893497
F-statistic 155.7418 Durbin-Watson stat 2.066569
Prob(F-statistic) 0.000000
Sumber : Hasil Olahan Eviews 8

Berdasarkan hasil estimasi regresi, interpretasi hasil regresi adalah sebagai

berikut:
commit to user

82
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

1. Pengaruh Ketidakpastian Inflasi terhadap Inflasi

Hasil estimasi regresi dengan Common Effect Model

menunjukkan bahwa variabel ketidakpastian inflasi berpengaruh

positif terhadap variabel inflasi di empat negara Indonesia, Filipina,

Malaysia, dan Thailand. Nilai koefisien sebesar 1,042 menunjukkan

setiap tingkat ketidakpastian inflasi meningkat sebanyak 1%, maka

tingkat inflasi akan meningkat sebesar 1,042%.

Hasil ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang telah

dilakukan oleh Fountas (2010). Hasil penelitiannya menunjukkan

bahwa ketidakpastian inflasi berdampak positif terhadap tingkat

inflasi.

2. Pengaruh Jumlah Uang Beredar terhadap Inflasi

Hasil analisis regresi data panel menunjukkan bahwa jumlah

uang beredar (JUB) berpengaruh negatif terhadap tingkat inflasi di

Indonesia, Filipina, Malaysia dan Thailand. Nilai koefisien jumlah

uang beredar diperoleh -0,0504. Dapat dikatakan jika jumlah uang

beredar tumbuh sebesar 1%, maka tingkat inflasi akan menurun

sebesar -0,05%.

Hasil ini tidak sesuai dengan hubungan jumlah uang beredar

dan inflasi yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa terdapat

hubungan positif dimana semakin besar jumlah uang beredar

dimasyarakat semakin tinggi tingkat inflasi. Namun, Nugroho dan

Basuki (2012) dan penelitian yang dilakukan oleh Utami dan

Soebagiyo (2013) menemukan hasil penelitian serupa yang


commit to user

83
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

menunjukkan jumlah uang beredar berpengaruh negatif terhadap

inflasi. Nugroho dan Basuki menjelaskan bahwa hal ini disebabkan

oleh jumlah uang beredar dalam arti luas yang terdiri atas uang

beredar, uang giral, dan uang kuasi. Diduga persentase uang kuasi

yang terdiri atas deposito berjangka, tabungan, dan rekening valas

milik swasta domestik cukup besar. Uang kuasi dalam hal ini

merupakan nilai yang tidak likuid. Sehingga walaupun nilainya tinggi

namun tidak cukup untuk mempengaruhi peningkatan inflasi yang ada

dalam perekonomian.

Tabel 4.22 Proporsi Uang Kuasi terhadap M1 dan M2


Quasi Money : M1 Quasi Money : M2
Tahun
Indonesia Filipina Malaysia Thailand Indonesia Filipina Malaysia Thailand
1998 4.71 3.04 4.48 13.49 0.82 0.75 0.82 0.93
1999 4.18 2.45 3.59 9.60 0.81 0.71 0.78 0.91
2000 3.61 2.68 3.53 11.18 0.78 0.73 0.78 0.92
2001 3.75 2.92 3.49 10.56 0.79 0.74 0.78 0.91
2002 3.61 2.54 3.31 9.13 0.78 0.72 0.77 0.90
2003 3.27 2.37 3.17 8.41 0.77 0.70 0.76 0.89
2004 3.20 2.38 3.67 8.00 0.76 0.70 0.79 0.89
2005 3.44 2.39 3.97 7.90 0.77 0.70 0.80 0.89
2006 2.98 2.32 4.09 8.41 0.75 0.70 0.80 0.89
2007 2.67 2.21 3.72 8.11 0.73 0.69 0.79 0.89
2008 3.15 2.37 3.94 8.55 0.76 0.70 0.80 0.90
2009 3.15 2.20 3.92 8.04 0.76 0.69 0.80 0.89
2010 4.11 2.20 3.72 8.04 0.80 0.69 0.79 0.89
2011 2.98 2.07 3.70 8.59 0.75 0.67 0.79 0.90
2012 2.93 2.17 3.60 8.36 0.75 0.68 0.78 0.89
2013 3.21 2.27 3.41 8.67 0.76 0.69 0.77 0.90
2014 3.43 2.19 3.46 9.00 0.77 0.69 0.78 0.90
2015 3.31 2.02 3.41 8.87 0.77 0.67 0.77 0.90
Sumber : Data diolah

Berdasarkan data jumlah uang beredar yang digunakan

diketahui bahwa proporsi uang kuasi dibandingkan dengan M1 cukup


commit to user
besar. Tabel 4.22 berikut ini menunjukkan proporsi jumlah uang kuasi

84
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

terhadap jumlah total uang beredar (M2) dan total jumlah uang Kartal

(M1). Berdasarkan tabel tersebut diketahui bahwa jumlah uang kuasi

jauh lebih besar dibandingkan jumlah uang kartal. Jumlah uang kuasi

terhadap uang kartal mencapai lebih dari 2 kali lipat. Pada kasus

Thailand, jumlah uang kuasi mencapai 9 kali jumlah uang kartal. Rata-

rata proporsi uang kuasi terhadap total jumlah uang beredar dalam arti

luas (M2) adalah Indonesia 77,15%. Filipina 70,23%, Malaysia

78,53%, dan Thailand mencapai 89,90%.

3. Pengaruh Tingkat Suku Bunga terhadap Inflasi

Hasil estimasi regresi menunjukkan bahwa tingkat suku bunga

deposito berhubungan positif dan tidak berpengaruh signifikan

terhadap tingkat inflasi di Indonesia, Filipina, Malaysia dan Thailand.

Hal ini mengindikasikan adanya kemungkinan pengaruh dari

faktor lain yang lebih mempengaruhi tingkat inflasi selain faktor

moneter. Mengingat di Indonesia sendiri selain kebijakan moneter

terdapat kebijakan fiskal yang juga digunakan pemerintah untuk

mengendalikan perekonomian. Blinder (1982) dalam Goeltom (2007)

menyatakan bahwa koordinasi kebijakan moneter dan fiskal menjadi

semakin penting ketika terdapat ketidakpastian yang tinggi dari

pengaruh masing-masing kebijakan. Dengan demikian, dibutuhkan

koordinasi kebijakan yang baik antara kebijakan moneter dan fiskal

untuk dapat menekan tingkat inflasi dan menurunkan ketidakpastian

inflasi. Kebijakan moneter ataupun fiskal tidak dapat berjalan sendiri.

commit
Boediono (2001) dalam to user dan Devi (2012) menyatakan
Adiningsih

85
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

dalam prakteknya yang sering dijumpai adalah, kebijakan fiskal yang

mempunyai konsekuensi-konsekuensi moneter atau kebijakan moneter

dengan konsekuensi-konsekuensi fiskal.

commit to user

86

Anda mungkin juga menyukai