DENPASAR
2023
PEMBAHASAN
Perkembangan kredit dalam bentuk rupiah dan valuta asing yang disalurkan oleh
perbankan menunjukkan pertumbuhan yang pesat pasca Pakto 1988, terutama tahun
1989-1991. Tabel di bawah menunjukkan dominasi bank pemerintah dan bank swasta
nasional dalam penyaluran kredit di Indonesia. Ekspansi kredit yang substansial akibat
kelonggaran dan kemudahaan yang diberikan oleh otoritas moneter. Namun gebrakan
Sumarlin, yang menandai era kebijakan moneter ketat, serta Pakfeb 1991, yang
mengarsipkan prudential banking practice, menyebabkan terjadinya perlambatan
ekspansi kredit yang cukup berarti. Namun, pada tiga tahun terakhir agaknya gairah
melakukan ekspansi kredit mulai terasa kembali, yang etrutama dilakukan oleh bank-
bank umum swasta nasional.
Posisi Kredit Perbankan dalam Rupiah dan Valas, 1995-1999 (Rp Miliar)
Dilihat secara sektoral, sektor yang paling banyak mendapat kucuran kredit
adalah sektor industri manufaktur, terutama tekstil, sandang, kulit, pengolahan bahan
kimia, batu-bara, hasil minyak bumi, karet, dan plastik. Peringkat kedua dan seterusnya
berturut-turut adalah sektor jasa, perdagangan, lain-lain, pertanian, dan pertambangan.
Trend ini tidak berubah selama 15 tahun terakhir.
Salah satu kontroversi utama di kalangan para ahli ekonomi pembangunan sejak
tahun 1960-an adalah kausalitas antara sektor finansial dengan sektor riil yang berarti
mana yang merupakan sebab dan mana yang merupakan akibat. Pandangan kaum 'neo-
liberal', sering disebut sebagai the development hypothesis, mengatakan bahwa
pembangunan sektor finansial berperanan penting dalam pembangunan ekonomi. Pada
dasawarsa 1980-an, ketika liberalisasi finansial menyebar ke seluruh dunia, peranan
sektor keuangan seakan tidak dipertentangkan lagi. Namun, Patrick (1966) tetap
mengajukan pertanyaan yang kritis dan mendasar yaitu sektor mana, finansial atau riil,
yang mendorong dinamika proses pembangunan ekonomi. Dengan kata lain, ada dua
kemungkinan hubungan kausalitas antara pembangunan sektor finansial dan pertumbuhan
ekonomi. Dua kemungkinan hubungan kausalitas antara pembangunan sektor finansial
dan pertumbuhan ekonomi, yaitu: (1) demand following, bahwa rendahnya pertumbuhan
finansial adalah manifestasi kurangnya permintaan akan jasa finansial; ataukah (2) supply
leading, bahwa sektor finansial mendahului dan mendorong pertumbuhan sektor riil.
1. Demand Following
Menyatakan adanya arah hubungan dari pertumbuhan ekonomi terhadap
perkembangan sektor keuangan. Dalam kerangka ini, kenaikan permintaan terhadap
jasa keuangan akan mendorong terjadinya peningkatan pada sektor keuangan ketika
perekonomian riil tumbuh.
2. Supply Leading
Tabel dibawah ini menyajikan hasil uji kausalitas Granger untuk menganalisis
hubungan antara total kredit domestik (perbankan) dan PDB riil untuk kasus
Argentina, Cili, Filipina, dan Indonesia. Hasil kausalitas Granger menunjukkan bukti
statistik yang signifikan untuk kasus Filipina dan Indonesia. Di Filipina, terdapat
hubungan satu arah dari total kredit domestik ke PDB. Artinya, perkembangan kredit
domestik telah demikian aktif berperanan dalam proses pembangunan.
Uji Kausalitas Granger Antara Kredit Perbankan dan PDB di Beberapa Negara
Nilai Statistik F
NEGARA PERIODE
KREDIT → PDB PDB → KREDIT
Argentina 1975.1 – 1987.4 0,88 1,66
Chile 1975.1 – 1985.2 1,51 0,09
Filipina 1981.1 – 1988.3 3,32 0,68
Indonesia 1989.3 – 1994.4 0,02 9,88
Sumber: Sundararajan dan Balino (1991) untuk kasus Argentina, Chile, dan Filipina.
Untuk kasus Indonesia diolah sendiri oleh penulis berdasarkan data IMF dan Bank
Indonesia (berbagai tahun).
Keterangan:
Untuk Indonesia, jumlah lag adalah 1 (telah dicoba lag 2, 3, 4 ternyata hasilnya
konsisten), untuk negara lain jumlah lag adalah 4.
Pasar kredit merupakan tempat bertemunya pihak yang membutuhkan kredit dan
pihak pemberi kredit (Suharjono, 2003). Pihak yang membutuhkan kredit dapat berupa
masyarakat, kalangan usaha atau perusahaan kecil maupun besar. Pihak yang
memberikan kredit adalah bank, dimana bank memang berfungsi menyalurkan dana yang
dimiliki kepada pihak-pihak yang membutuhkan, tentunya dalam bentuk kredit. Tempat
bertemunya pihak yang memberikan kredit dan yang membutuhkan kredit adalah pada
bank yang bersangkutan. Pihak pengaju kredit harus mengajukan proposal pengajuan
kredit yang diberikan perbankan kepada pihak pengaju kredit dan dikenakan bunga. Suku
bunga dalam perbankan terdapat dua yaitu suku bunga simpanan dan suku bunga kredit.
Suku bunga simpanan adalah suku bunga yang diberikan kepada nasabah penyimpan
dana. Sedangkan, suku bunga kredit adalah suku bunga yang dikenakan kepada nasabah
peminjam dana kredit.
Kredit macet melonjak secara tajam sebelum dan pada saat terjadinya krisis
perbankan (Sundararajan dan Balino, 1991: bab 1). Oleh karena itu, para peneliti
menuding bahwa kondisi dan perilaku pasar kredit merupakan salah satu penjelas
terjadinya krisis. Argumennya, permintaan akan kredit bersifat inelastis terhadap suku
bunga, sementara penawaran kredit dianggap elastik pada kondisi tertentu di mana
terdapat kelebihan permintaan akan kredit. Akibatnya, pada kondisi puncak siklus bisnis,
kredit ditentukan oleh dana dan penjatahan kredit. Pada kondisi semacam ini,
pemotongan suplai kredit akan menyulut menurunnya siklus bisnis.
Rasio Kredit Macet Terhadap Total Kredit pada Bank-Bank Utama Jepang,
September 1994
NAMA BANK PERSENTASE
Nippon Trust Bank 7,2
Hokkaido Takushoku Bank 6,8
Nippon Credit Bank 5,6
Mitsui Trust and Banking 4,9
Yasuda Trust and Banking 4,4
Sakura Bank 4,1
Tokai Bank 3,9
Dai-Ichi Kangyo Bank 3,8
Fuji Bank 3,8
Mitsubishi Trust and Banking 3,5
Sumber: Neil A. Martin (1995)
1. Faktor eksternal
Lingkungan usaha debitur
Musibah (misal: kebakaran, bencana alam) atau kegagalan usaha
Persaingan antar bank yang tidak sehat
2. Faktor internal
Kebijakan perkreditan yang kurang menunjang
Kelemahan sistem dan prosedur penilaian kredit
Pemberian dan pengawasan kredit yang menyimpang dari prosedur
Itikad yang kurang baik dari pemilik, pengurus, dan pegawai bank.
1. Lancar
- Industri atau kegiatan usaha memiliki potensi pertumbuhan yang baik dan stabil
sehingga perolehan laba tinggi dan stabil.
- Tenaga kerja yang memadai dan belum pernah tercatat mengalami perselisihan atau
pemogokan serta permodalan yang kuat.
- Pasar yang stabil dan tidak dipengaruhi oleh perubahan kondisi perekonomian
sehingga pembayaran tepat waktu, perkembangan rekening baik dan tidak ada
tunggakan serta sesuai dengan persyaratan kredit.
2. Dalam Perhatian Khusus (DPK)
- Pangsa pasar sebanding dengan pesaing sehingga memiliki perolehan laba cukup baik
namun memiliki potensi menurun.
- Hubungan debitur dengan bank baik dan debitur selalu menyampaikan informasi
keuangan secara teratur dan masih akurat
- Manajemen yang baik sehingga likuiditas dan modal kerja umumnya baik.
3. Kurang Lancar
- Industri atau kegiatan usaha menunjukkan potensi pertumbuhan yang sangat terbatas
atau tidak mengalami pertumbuhan sehingga penurunan laba rendah dan likuiditas
serta modal kerja terbatas.
- Pasar dipengaruhi oleh perubahan kondisi perekonomian sehingga rasio utang
terhadap modal cukup tinggi.
- Terdapat tunggakan pembayaran pokok atau bunga yang telah melampaui 90 hari.
4. Diragukan
- Industri atau kegiatan usaha menurun sehingga laba sangat kecil atau negatif.
- Persaingan usaha sangat ketat dan operasional perusahaan mengalami permasalahan
yang serius sehingga kerugian operasional dibiayai penjualan aset atau pinjaman
baru.
- Terdapat tunggakan pembayaran pokok atau bunga yang telah melampaui 180 hari
sampai dengan 270 hari.
- Dokumentasi kredit tidak lengkap dan pengikatan angunan yang lemah.
5. Macet
- Kelangsungan usaha sangat diragukan, industry mengalami penurunan dan sulit untuk
pulih kembali.
- Debitur tidak mampu memenuhi seluruh kewajiban.
- Terdapat tunggakan pembayaran pokok atau bunga yang telah melampaui 270 hari.
Kredit bermasalah merupakan kondisi yang sangat ditakuti oleh setiap pegawai
bank. Dengan adanya kredit bermasalah tersebut akan menyebabkan menurunnya
pendapatan bank, yang selanjutnya memungkinkan terjadinya penurunan laba. Kondisi
kinerja usaha bank yang kurang bagus akan berpengaruh secara menyeluruh terhadap
upaya perbaikan kesejahteraan pegawai, pemupukan modal sendiri, pengembangan usaha
dan sebagainya.
Oleh karena itu manajemen kredit selalu berusaha membuat pedoman deteksi dini
(early warning system) terhadap setiap perubahan yang terjadi pada kredit nasabah,
karena kredit menjadi bermasalah tentu melalui suatu proses yang memakan waktu cukup
lama. Deteksi dini atas kredit bermasalah dapat dilakukan secara sistematis dengan
mengembangkan sistem “pengenalan dini” yang berupa suatu daftar kejadian atau gejala
yang diperkirakan dapat menyebabkan suatu pinjaman berkembang menjadi kredit
bermasalah. Daftar tersebut dapat disusun mulai dari sisi nasabah, sisi ekstern nasabah
(faktor keuangan, faktor manajemen, faktor operasional) dan sisi ekstern (sisi bank).
a. Sisi Nasabah
- Faktor Keuangan yang meliputi utang meningkat sangat tajam, utang meningkat tidak
seimbang dengan peningkatan asset dan pendapatan bersih menurun.
- Faktor Manajemen yang meliputi perubahan dalam manajemen, sakit atau
meninggalnya orang penting dalam perusahaan (key person) dan kegagalan dalam
perencanaan.
- Faktor Operasional yang dapat dildentifikasikan sebagai penyebab kredit bermasalah,
antara lain hubungan nasabah dengan mitra usahanya semakin menurun, kehilangan
satu atau lebih pelanggan utama serta tertundanya penggantian mesin dan peralatan
yang sudah ketinggalan atau tidak efisien.
c. Sisi Bank
Rencana tindak lanjut yang dapat dilakukan dalam upaya penyelamatan kredit
bermasalah jika diperkirakan prospek usaha masih baik adalah dengan cara 3R, yaitu:
DAFTAR PUSTAKA
Kuncoro, M., & Suhardjono. (2002). Manajemen Perbankan : Teori dan Aplikasi Edisi Pertama.
Yogyakarta, Indonesia: BPFE.
Kuncoro, M., & Suhardjono. (2019). Manajemen Perbankan : Teori dan Aplikasi Edisi Kedua.
Yogyakarta, Indonesia: BPFE.