Anda di halaman 1dari 51

STUDI EMPIRIS INOVASI TEKNOLOGI INFORMASI DAN

PEMBANGUNAN SEKTOR KEUANGAN TERHADAP DINAMIKA


PERTUMBUHAN EKONOMI DI INDONESIA

SKRIPSI

Oleh:
Muhammad Rizki Aminnullah
NIM 160810101049

PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN


JURUSAN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS JEMBER
2020
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sistem keuangan di era digital saat ini memiliki peran penting terhadap
perekonomian di suatu negara. Berbagai macam produk yang dihasilkan dari
sektor keuangan memiliki peran penting dalam mendukung kegiatan ekonomi
maupun kegiatan sosial di masyarakat secara besar-besaran, sehingga terjadinya
transaksi yang berfluktuasi di sektor keuangan dapat menimbulkan biaya transaksi
yang cukup tinggi. Biaya transaksi muncul sebagai akibat adanya asymetris
information yang berdampak terhadap munculnya moral hazard dan adverse
selection yang dapat menimbulkan ketidakefisienan (Schumpeter, 1934; Levine,
2000). Sektor keuangan dapat mendorong proses pembangunan ekonomi melalui
pengoptimalan seluruh sumber daya yang ada ditengah kondisi perekonomikan
yang begitu dinamis (Samans et al., 2015; Otoritas Jasa Keuangan, 2016). Namun,
gejolak yang terjadi pada sektor keuangan masih menjadi perdebatan dibeberapa
kajian literatur ekonomi dan keuangan. Meier dan Seers (1984) dan Lucas (1998)
menyatakan bahwa sektor keuangan dianggap memiliki kontribusi yang cukup
kecil terhadap pembangunan ekonomi.
Sektor keuangan memiliki peran penting terhadap pertumbuhan ekonomi di
Inggris dengan cara memainkan sistem keuangan sehingga dapat merangsang
industrialisasi dan dapat memfasilitasi mobilitas modal (Bagehot, 1873).
Pembangunan sektor keuangan berpengaruh positif terhadap pertumbuhan
ekonomi karena dapat meningkatkan mobilitas tabungan, efisiensi sumber daya,
dan mendorong perkembangan inovasi teknologi (Schumpeter, 1911; Gurley dan
Shaw, 1960; McKinnon, 1973; Shaw, 1973). Pembangunan sektor keuangan
memiliki peran penting dalam pembangunan ekonomi melalui akumulasi modal
dan kemajuan teknologi dengan cara meningkatkan investasi, tabungan, dan
alokasi modal (World Bank, 2016). Selain itu, pengalokasian modal yang baik
dapat menjadi perantara sektor keuangan dalam mendorong pertumbuhan
ekonomi (Levine, 1977). Namun, apabila perkembangan sektor keuangan tidak
baik maka dapat menimbulkan hambatan likuiditas perekonomian dalam upaya
mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi (Brandl, 2002).
Studi empiris dari Hondroyiannis et al. (2005) dan Nieuwerburgh et al. (2006)
menjelaskan bahwa pembangunan sektor keuangan dan pertumbuhan ekonomi
memiliki hubungan kausalitas jangka panjang di Belgia. Hasil tersebut juga
didukung penelitian yang dilakukan oleh Malarvizhi et al. (2018) yang
menyatakan bahwa sektor keuangan berpengaruh positif terhadap pertumbuhan
ekonomi. Namun, hasil estimasi terhadap model menunjukkan bahwa
perkembangan sektor keuangan sebegai penentu pertumbuhan ekonomi di
ASEAN memiliki pengaruh yang lebih kecil daripada ekspor dan investasi dalam
negeri. Selain itu, studi empiris dari Huang dan Lin (2009) menjelaskan bahwa
pembangunan sektor keuangan berhubungan positif terhadap pertumbuhan
ekonomi. Hal tersebut dibuktikan melalui pengujian kembali hubungan antara
pembangunan sektor keuangan dan pertumbuhan ekonomi dengan menggunakan
variabel instrumental. Huang dan Lin (2009) menyatakan bahwa hubungan
tersebut akan menjadi lebih kuat pada negara yang berpenghasilan rendah.
Sebaliknya, Sassi dan Goaied (2013) menjelaskan bahwa peningkatan
pembangunan dan pertumbuhan ekonomi akan gagal apabila terdapat kebijakan
yang mengarah terhadap liberalisasi keuangan. Selain itu, hubungan antara
pembangunan sektor keuangan dan pertumbuhan ekonomi tidak seperti yang
dijelaskan dalam teori tradisional yang menyatakan bahwa keduanya berhubungan
positif. Ram (1999) menyatakan bahwa pembangunan sektor keuangan memiliki
hubungan negatif terhadap pertumbuhan ekonomi. Temuan serupa juga ditemukan
oleh Luintel dan Khan (1999) dalam tujuh diantara sepuluh negara yang dijadikan
sebagai sampel. Gregorio dan Guidotti (1992) juga menyatakan pendapat yang
serupa pada sampel di negara-negara Amerika Latin.
Dinamika sektor keuangan juga dirasakan oleh negara Indonesia. Negara
Indonesia merupakan salah satu negara anggota dari Association of Southeast
Asia Nation (ASEAN). Pada tahun 2007, negara-negara yang tergabung dalam
ASEAN sepakat untuk membentuk Asean Economic Community (AEC) yang
bertujuan untuk menjadikan kawasan ASEAN sebagai kawasan yang dapat
menjadi pasar tunggal yang berbasis produksi sehingga arus barang, jasa, tenaga
terampil, dan investasi menjadi bebas tanpa hambatan antar negara ASEAN. Hasil
dari terbentuknya AEC terlihat pada tahun 2015 dimana terjadi integrasi
perdagangan dan keuangan di pasar ASEAN. Gambar 1.1 menampilkan dinamika
sektor keuangan dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

Indonesia
45 6
40
5
35
30 4
25
3
20
15 2
10
1
5
0 0
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018

Domestic credit to private sector (% of GDP)


GDP per capita growth (annual %)

Gambar 1.1 Pertumbuhan PDB perkapita dan kredit sektor swasta di Indonesia
(Sumber: World Bank: World Development Indicator, 2020,
diolah)
Negara Indonesia merupakan negara dengan kategori pendapatan middle-
income yang memiliki rasio kredit dengan kisaran 80 persen dari PDB. Terjadinya
Global Financial Crises (GFC) pada tahun 2008 menimbulkan berbagai dampak
yang merugikan bagi beberapa negara dengan kinerja sistem keuangan domestik
yang lemah (Malarvizhi et al., 2018). Dampak terjadinya krisis tersebut
menyebabkan perekonomian negara Asia Tenggara mengalami keruntuhan
termasuk Indonesia.
Perkembangan sektor keuangan pada saat ini ditandai dengan adanya inovasi
dalam bidang teknologi informasi yang dapat mengurangi biaya transaksi dan
meningkatkan alokasi sumber daya sehingga dapat mendorong pertumbuhan
ekonomi melalui peluang investasi, manajemen risiko, tabungan, dan fasilitas
terhadap pertukaran barang dan jasa (Demirguc-Kunt dan Levine, 1996). Namun,
disebagian negara berkembang, lembaga keuangan mengalami inefisiensi yang
disebabkan oleh berbagai faktor. Reformasi secara sistemik perlu dilakukan untuk
negara berkembang dalam rangka mengurangi inefisiensi dalam sektor keuangan
untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat (Levine, 1996).
Pengembangan teknologi informasi dapat membantu mengurangi dampak dari
pengembangan sektor keuangan terhadap pertumbuhan ekonomi dengan menekan
ketidaksempurnaan pasar dan mendorong fungsi keuangan (Sassi dan Goaied,
2013). Oleh karena itu, investasi di sektor teknologi informasi bukan hanya diikuti
oleh nilai tambah melainkan juga diikuti peningkatan proses (Pohjola, 2001).
Dampak dari adanya teknologi informasi terhadap pertumbuhan ekonomi dan
pembangunan dapat dilihat dari aspek permintaan dan penawaran. Pada sisi
permintaan, adanya teknologi informasi dapat meningkatkan produk dan layanan
baru. Sedangkan pada sisi penawaran, teknologi informasi dapat menghasilkan
peningkatan efisiensi faktor-faktor produksi dalam kegiatan ekonomi (Nour,
2002).
Beberapa literatur menjelaskan mengenai adanya hubungan antara inovasi
teknologi informasi, pembangunan sektor keuangan, dan pertumbuhan ekonomi.
Mengenai hubungan antara inovasi dan keuangan, Tobin (1984) menyatakan
bahwa apabila sektor keuangan melakukan kegiatan yang terlalu berlebihan maka
dapat menyebabkan timbulnya kesalahan dalam pengalokasian sumber daya
manusia dari sektor produksi ke sektor keuangan yang kurang produktif. Cecchetti
dan Kharroubi (2015) dan Borio et al. (2016) menyatakan bahwa proyek yang
kurang produktif akan lebih mudah mendapatkan pembiayaan saat terjadi ekspansi
di sektor keuangan. Pada saat kredit meningkat, pekerja yang berbakat akan
terpikat ke sektor-sektor yang memiliki produktivitas tinggi namun dapat
memberikan kompensasi yang tinggi (Axelson dan Bond, 2015; dan Boustanifar
et al., 2017). Weinstein dan Yafeh (1998) menunjukkan bahwa ikatan yang kuat
antara bank dan perusahaan dapat membantu bank dalam memfasilitasi kredit
untuk perusahaan, mencegah perusahaan dari proyek yang memiliki risiko tinggi,
dan pengembalian tinggi seperti kegiatan Research and Development (R&D).
Morales (2003) menunjukkan bahwa sektor keuangan dalam model pertumbuhan
endogen memiliki dua efek eksternalitas yang berlawanan. Di satu sisi,
eksternalitas positif dari adanya aktivitas keuangan dapat meluas ke sektor
ekonomi lainnya dan dapat meningkatkan produktivitas. Disisi lain, eksternalitas
positif ini dapat menghambat proses inovasi dan investasi dalam R&D.
Terinspirasi oleh karya Klette dan Kortum (2004) dan Akcigit dan Kerr
(2018), dimana berbagai jenis inovasi diperkenalkan dalam model pertumbuhan.
Philippe et al. (2018) berpendapat bahwa pengembangan keuangan dalam model
pertumbuhan ini dapat menghasilkan dua efek. Pertama, keberadaan inovator
dapat berpotensi untuk membantu mengatasi kendala pendanaan sehingga dapat
memasuki pasar dengan mudah. Kedua, kendala kredit lebih sedikit sehingga
membuat kinerja perusahaan menjadi tidak efisien untuk tetap berada di pasar dan
mencegah innovator lain untuk memasuki pasar. Pada akhirnya akan berdampak
negatif terhadap inovasi dan pertumbuhan agregat karena sektor keuangan terus
berkembang pada perekonomian modern dan kendala kredit yang dikurangi.
Namun, dampak tersebut tidak bersifat secara pasti.
Studi empiris yang menjelaskan mengenai hubungan antara perkembangan
teknologi informasi dan pertumbuhan ekonomi telah berkembang dalam beberapa
dekade terakhir. Sebagian besar temuan empiris menunjukkan hubungan positif
antara perkembangan teknologi informasi dengan pertumbuhan ekonomi. Namun,
disisi lain beberapa hasil empiris menunjukkan hasil yang berbeda. Hasil empiris
yang ditemukan oleh Dewan dan Kraemer (2000) menyatakan bahwa
perkembangan teknologi informasi dan pertumbuhan ekonomi memiliki hubungan
positif di negara-negara maju. Nour (2002) menemukan hubungan positif antara
investasi teknologi informasi dan pertumbuhan ekonomi di MENA. Pohjola
(2001) menemukan hubungan positif antara teknologi informasi dan pertumbuhan
ekonomi pada 23 negara anggota OECD (Organization for Economic Co-
Operation and Development).
Disisi lain, beberapa hasil empiris menunjukkan hasil yang berbeda terkait
hubungan antara perkembangan teknologi informasi dan pertumbuhan ekonomi.
Beberapa hasil empiris (Freeman dan Soete, 1997; Aghion dan Howitt, 1998)
menyatakan bahwa perkembangan teknologi informasi berdampak negatif
terhadap lapangan kerja dan pasar tenaga kerja di negara-negara berkembang.
Penelitian tersebut berpendapat bahwa perkembangan teknologi informasi akan
menggeser pekerja yang tidak terampil sehingga akan meningkatkan tingkat
kemiskinan dan kesenjangan pendapatan. Selain itu, perkembangan teknologi
informasi hanya akan memberikan keuntungan yang besar bagi negara-negara
maju untuk bersaing di pasar lokal negara berkembang. Hassan (2005)
menyatakan bahwa hubungan antara perkembangan teknologi informasi dan
pertumbuhan ekonomi tidak terjadi di kawasan MENA melainkan hanya terjadi di
negara maju. Lee et al. (2005) menjelaskan bahwa investasi terhadap teknologi
informasi hanya dapat mendorong pertumbuhan di negara maju.

Indonesia
45 180
40 160
35 140
30 120
25 100
20 80
15 60
10 40
5 20
0 0
2000200120022003200420052006200720082009201020112012201320142015201620172018

Individuals using the Internet (% of population)


Mobile cellular subscriptions (per 100 people)

Gambar 1.2 Pertumbuhan pengguna layanan telfon seluler dan internet di


Indonesia (Sumber: World Bank: World Development Indicator,
2020, diolah)
Pada era digital seperti saat ini, setiap negara memiliki berbagai problematika
dalam mengatur perekonomian. Berbagai elemen dalam negara baik pemerintah,
pelaku bisnis, maupun individu mulai menggunakan internet dan teknologi
dengan kecepatan yang tinggi (Goss et al., 2014). Pembangunan infrastruktur
teknologi informasi memiliki berbagai manfaat untuk perekonomian negara, salah
satu manfaat yang dapat dirasakan adalah mudahnya dalam melakukan transfer
dana. Infrastruktur teknologi informasi dapat dikatakan sebagai jalur lalu lintas
informasi. Dampak terbesar dari pembangunan infrastruktur teknologi informasi
adalah difusi informasi dan efisiensi organisasi (Hardy, 1980).
Sebagian ekonom menyatakan bahwa infrastruktur teknologi informasi dapat
mempengaruhi pertumbuhan ekonomi baik secara langsung maupun tidak
langsung. Sebagian yang lain menyatakan bahwa pengembangan infrastruktur
teknologi informasi hanyalah sebagai prasyarat untuk pengembangan infrastruktur
lainnya yang dibutuhkan untuk pertumbuhan ekonomi (Koutroumpis, 2009). Pada
saat ini, infrastruktur teknologi informasi telah bertumbuh secara global.
Pertumbuhan infrastruktur teknologi informasi menjadi perhatian menarik bagi
pemerintah dan industri (Wieman, 1998; Sommers dan Carlson, 2000). Penelitian
yang dilakukan oleh Wyman (2016) menunjukkan bahwa adanya teknologi digital
mampu untuk menghasilkan pendapatan sebesar USD 1 Triliun dan meningkatkan
efisiensi biaya sebesar 17 persen dari pendapatan industri layanan keuangan
global. Penggunaan internet dan telfon seluler di Indonesia terus meningkat
sepanjang tahun. Sejak tahun 2000, jumlah pengguna telfon seluler di Indonesia
meningkat secara drastis. Negara Indonesia memiliki jumlah penduduk yang
besar, hal tersebut dapat mempengaruhi jumlah pengguna telfon seluler dan
internet sebagai implikasi dari jumlah penduduk negara Indonesia.
Penelitian empiris yang memaparkan mengenai hubungan antara teknologi
informasi, pembangunan sektor keuangan, dan pertumbuhan ekonomi telah
berkembang dengan baik. Hasil empiris Shamim (2007) menjelaskan bahwa
kombinasi antara perkembangan teknologi informasi dan pembangunan sektor
keuangan dapat memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi
dalam jangka panjang. Classens et al. (2002) menyatakan bahwa peran teknologi
informasi perlu untuk dikembangkan di negara-negara berkembang meskipun
kondisi sistem keuangan lemah. Perkembangan teknologi informasi dan sektor
keuangan yang berkembang secara terus menerus dianggap dapat mendorong
pertumbuhan ekonomi. Perkembangan teknologi informasi melalui inovasi dapat
memberikan dampak peningkatan terhadap perekonomian pada negara maju dan
tidak mengalami penurunan seperti yang dipaparkan dalam teori pertumbuhan
Solow (Claessens et al., 2002). Model pertumbuhan Solow (1956) menjelaskan
bahwa pertumbuhan ekonomi dapat didorong melalui penanaman modal atau
investasi.
Hubungan antara teknologi informasi dan pertumbuhan ekonomi cenderung
menjadi kompleks dan juga saling memperkuat. Infrastruktur teknologi informasi
berpotensi berkontribusi pada pembangunan ekonomi melalui penurunan biaya
transaksi, menciptakan peluang baru untuk inovasi, menyediakan akses ke pasar
baru, menurunkan biaya modal, menutup kesenjangan regional dalam pendapatan
dan produktivitas, dan menyediakan akses komunikasi ke sumber daya manusia.
Oleh karena itu, sebagaimana dicatat di negara maju, infrastruktur teknologi
informasi yang solid merupakan prasyarat utama untuk meningkatkan
pembangunan ekonomi melalui industri pendukung dan manufaktur, pemasaran
dan penjualan, peningkatan pertanian, pendidikan, kesehatan, layanan sosial, dan
transportasi, serta berkontribusi terhadap stabilitas makroekonomi (Hackler, 2003;
Gasmi dan Recuero Virto, 2010; Narayana, 2011).
1.2 Rumusan Masalah
Perkembangan teknologi informasi telah memberikan tantangan tersendiri
bagi negara berkembang utamanya negara Indonesia. Disatu sisi, perkembangan
teknologi informasi dapat memberikan efisiensi dan efektivitas perekonomian
(Vu, 2011). Disisi lain, perkembangan teknologi informasi dianggap mengancam
perekonomian riil (Aghion dan Howitt, 1998). Dengan demikian, dapat ditarik
rumusan masalah berdasarkan latar belakang yang telah disusun yaitu:
1. Bagaimanakah pengaruh inovasi teknologi informasi dan pembangunan sektor
keuangan dalam jangka pendek dan jangka panjang terhadap dinamika
pertumbuhan ekonomi di Indonesia?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah disusun, tujuan
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengaruh inovasi teknologi informasi dan pembangunan
sektor keuangan dalam jangka pendek dan jangka panjang terhadap dinamika
pertumbuhan ekonomi di Indonesia.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan tidak hanya menjadi syarat kelulusan guna
mendapatkan gelar sarjana utamanya dalam bidang Ilmu Ekonomi dan Studi
Pembangunan, namun juga memiliki manfaat yang lebih besar terutama dalam
kajian ekonomi dan keuangan. Penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat
kepada berbagai pihak, berupa:
1. Manfaat Teoritis
a. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan rujukan empiris dari
fenomena perkembangan teknologi informasi, perkembangan sektor
keuangan, dan pertumbuhan ekonomi.
b. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi dalam bidang ilmu
ekonomi mengenai kajian ekonomi dan keuangan.
2. Manfaat Praktis
a. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi gambaran dan tolak ukur dalam
penerapan kebijakan terkait perkembangan teknologi informasi,
perkembangan sektor keuangan, dan pertumbuhan ekonomi.
b. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan referensi baru bagi pelaku
ekonomi untuk menelaah lebih jauh tentang fenomena perkembangan
teknologi informasi, perkembangan sektor keuangan, dan pertumbuhan
ekonomi.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab 2 akan ditunjukkan kajian spesifik mengenai kerangka inovasi
teknologi informasi, pembangunan sektor keuangan, dan pertumbuhan ekonomi.
Subbab 2.1 akan menjelaskan tentang landasan teori yang mendukung penelitian
ini, kemudian Subbab 2.2 menjelaskan tentang penelitian terdahulu sebagai acuan
kerangka konseptual penelitian ini, Subbab 2.3 menunjukkan kerangka konsep
yang menjelaskan alur penelitian, 2.4 memberikan hipotesis sebagai dugaan
sementara berdasarkan teori-teori yang sudah ada, dan 2.5 menjelaskan asumsi
yang digunakan dalam penelitian.
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Teori Pembangunan Keuangan dan Pertumbuhan Ekonomi
Pembangunan sektor keuangan merupakan sebuah upaya yang dilakukan
oleh sektor swasta dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, mengurangi tingkat
kemiskinan, dan mengurangi tingginya biaya yang terjadi dalam sistem keuangan.
Proses dalam mengurangi biaya untuk memperoleh informasi, membuat kontrak,
dan melakukan transaksi dapat berakibat munculnya pasar, kontrak keuangan, dan
lembaga intermediasi. Berbagai jenis dan kombinasi dari informasi, pelaksana,
dan biaya transaksi yang berhubungan dengan sistem hukum, regulasi, dan pajak
yang berbeda telah mendorong berbagai pasar, kontrak keuangan, dan perantara di
berbagai negara dalam kurun waktu yang berbeda-beda.
Pengembangan sektor keuangan dapat terjadi apabila instrumen, pasar, dan
lembaga intermediasi keuangan dapat mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh
informasi, pelaksana, dan biaya transaksi sehingga dapat melakukan pekerjaan
dengan lebih baik dalam menyediakan fungsi-fungsi keuangan. Sistem keuangan
memiliki lima fungsi diantaranya (i) menyediakan informasi ex ante mengenai
segala kemungkinan dalam investasi dan pengalokasian modal, (ii) mengawasi
kegiatan investasi melalui pengelolaan perusahaan dalam menyediakan
pembiayaan, (iii) memberikan fasilitas terhadap perdagangan, diversifikasi, dan
manajemen risiko, (iv) mobilisasi dan pengumpulan tabungan, dan (v)
mempermudah dalam hal pertukaran barang dan jasa.
Reid (2010) menyatakan bahwa terdapat tiga pendapat mengenai
pembangunan sektor keuangan. Pertama, pembangunan sektor keuangan saling
berkaitan dengan tingkat pertumbuhan ekonomi riil. Hal tersebut dikarenakan
sektor keuangan dengan berbagai instrumen yang ada akan merespon kebutuhan
menyesuaikan dengan kondisi perekonomian. Kedua, pembangunan sektor
keuangan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi melalui berbagai inovasi
produk keuangan. Peran sektor keuangan sangat penting bagi pertumbuhan
ekonomi dalam suatu negara (Schumpeter, 1934; Gurley dan Shaw, 1960). Selain
itu, peran sektor keuangan sangat penting bagi pembangunan ekonomi di negara
berkembang (Gerschenkron, 1962). Ketiga, sektor keuangan dan perekonomian
riil bekerja secara simultan dan interaktif satu sama lain dalam merespon kondisi
perekonomian. Secara umum, pembangunan sektor keuangan dan pembangunan
ekonomi bergerak secara simultan dengan fungsi dan peran masing-masing (Reid,
2010).
Sistem keuangan yang berjalan dengan baik akan mendukung efektivitas
pembangunan sektor keuangan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi.
Efektivitas dapat tercapai dikarenakan sistem keuangan memegang peran penting
terhadap alokasi dana kepada agen ekonomi yang menjalankan investasi produktif
(Schumpeter, 1911). Keberadaan asymetris information berupa adverse selection
dan moral hazard dapat menghambat jalannya sistem keuangan (Stiglitz dan
Weiss, 1981; Tchamyou dan Asongu, 2017). Pendapat tersebut juga didukung
Akerlof (1970) yang menjelaskan bahwa keberadaan adverse selection
mengharuskan pemerintah untuk mengatur risiko kredit, sedangkan moral hazard
mengharuskan pemerintah dalam memberikan batasan kredit terhadap peminjam
dalam memitigasi risiko kredit macet.
Pendapat terbaru dari King dan Levine (1993) menyatakan bahwa sektor
keuangan dapat mendorong laju pertumbuhan ekonomi. Pendapat tersebut juga
didukung oleh Thiel (2001) yang menyatakan bahwa efisiensi sistem keuangan
dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Shahbaz et al. (2015) juga
berpendapat bahwa pembangunan sektor keuangan secara signifikan dapat
mendorong pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang di negara berkembang.
Model pertumbuhan sederhana dapat menggambarkan hubungan antara variabel
sektor keuangan dan aktivitas ekonomi. Model tersebut disebut dengan model AK
yang mengasumsikan satu jenis barang yang diproduksi dengan modal sebagai
faktor input.
Yt=AKt………………………………………………………………………….(2.1)
Dimana Yt merupakan output periode t yang diproduksi oleh modal Kt
dengan A sebagai produktivitas modal. Modal saham dalam periode t + 1 adalah
Kt = lt + (l-d) Kt-1……………………………………………………………..…(2.2)
Dimana d merupakan tingkat depresiasi dan l investasi yang sama degan
sumber daya non-consumed disetiap periode dengan rasio tabungan s dan asumsi
bahwa saluran tabungan terhadap investasi menjelaskan bagian kehilangan dari
tabungan (1 - ∂) dengan 1 > ∂ > 0, oleh sebab itu dana yang tersedia untuk
investasi adalah
∂*s*Yt* = lt……………………………………………………………………..(2.3)
Dimana tingkat pertumbuhan g adalah (Yt/Yt-1)-1 = (Kt/Kt-1)-1 yang
menjelaskan mengenai kondisi steady state untuk nilai realistik dari A*∂*s*.
Sehingga
G = [(A*∂*s*)-d]/(1- A*∂*s*) ≈ [(A*∂*s*)-d]………………………………….
(2.4)
Thiel (2001) menyatakan bahwa keuangan menjadi sektor utama dalam
menunjang pertumbuhan ekonomi melalui akumulasi modal sebagai faktor input
utama dan hasil dari proses akumulasi dapat mendukung pertumbuhan ekonomi
yang berkelanjutan. Kontribusi sektor keuangan terhadap pertumbuhan ekonomi
sejalan dengan teori pertumbuhan neo klasik dan teori pertumbuhan endogen.
Teori pertumbuhan neoklasik di temukan oleh Harrod-Domar dan Robert Solow.
Model neoklasik ditemukan pada tahun 1950an dan memperkenalkan perubahan
teknologi sebagai peran utama dalam pertumbuhan ekonomi. Teori pertumbuhan
neoklasik menjelaskan mengenai peningkatan pendapatan perkapita secara terus
menerus.
1. Teori Pertumbuhan Harrod-Domar
Teori pertumbuhan Harrod-Domar merupakan perkembangan dari teori
pertumbuhan Keynes. Teori pertumbuhan Keynes dianggap kurang sempurna
karena tidak membahas mengenai masalah perekonomian dalam jangka panjang.
Oleh karena itu, teori pertumbuhan Harrod-Domar diciptakan sebagai perbaikan
dalam menjelaskan mengenai perekonomian agar dapat tumbuh dan berkembang
secara konsisten dalam jangka panjang (Mankiw, 2010). Teori pertumbuhan
Harrod-Domar menambahkan peran akumulasi modal untuk investasi dalam
rangka mendorong pertumbuhan ekonomi. Pada dasarnya, peranan investasi
dalam menambah pendapatan dan memperbesar kapasitas produksi melalui
peningkatan aset atau modal merupakan kunci dalam pertumbuhan ekonomi
(Tadaro dan Smith, 2003). Teori Harrod-Domar memiliki beberapa asumsi
diantaranya (1) perekonomian suatu negara dalam keadaan full employment, (2)
perekonomian terdiri dari dua sektor yaitu rumah tangga dan perusahaan, (3) besar
tabungan merupakan proporsi dari jumlah pendapatan nasional, (4)
Kecenderungan marginal propensity to save (MPS) bersifat tetap, begitu juga
dengan capital-output ratio (COR), dan incremental capital-output ratio (ICOR).
Teori Harrod-Domar menjelaskan bahwa investasi diperlukan sebagai
tambahan dari stok modal. Apabila dalam perekonomian terdapat hubungan antara
stok modal (K) dengan output total (Y), maka setiap peningkatan dari stok modal
(investasi baru) akan mengakibatkan kenaikan terhadap output total sejalan
dengan rasio modal-output tersebut. Apabila capital-output ratio (COR=k),
marginal propensity to save (MPS=s) yang merupakan proporsi tetap dari output
total, dan investasi ditentukan oleh tingkat tabungan, maka dapat disusun model
pertumbuhan ekonomi sebagai berikut:
1. Tabungan (S) merupakan proporsi dari pendapatan nasional (Y), sehingga
terbentuk persamaan sederhana sebagai berikut:
S = sY………………………………………………..…………………….
(2.5)
2. Investasi neto (I) merupakan perubahan dari stok modal (K) yang dapat
dijelaskan dengan ∆K, sehingga terbentuk persamaan kedua sebagai berikut:
I = ∆K……………...……………………………………………………….
(2.6)
Namun, karena jumlah stok modal (K) berhubungan langsung dengan
pendapatan nasional (Y), yang telah ditunjukkan oleh rasio modal-output (k),
maka diperoleh persamaan:
∆k = k∆y……………………………………………………………………(2.7)
3. Mengingat nilai tabungan harus sama dengan investasi (S = I), maka
persamaan selanjutnya dapat ditulis:
S = I………………………………………………………………………...(2.8)
Dengan demikian, persamaan “identitas” tabungan sama dengan investasi
dalam persamaan (2.8) dapat ditulis sebagai berikut:
S = sY = k∆y = ∆K = I atau s.Y = k. ∆Y……………………………………
(2.9)
Maka dapat dirumuskan menjadi:
ΔY /Y =s /k ……………………………………………………………...(2.10)
Dimana ΔY /Y menunjukkan tingkat output yang ditentukan oleh rasio
tabungan (s) dan rasio modal-output (k). Pada dasarnya, persamaan tersebut
menjelaskan bahwa tingkat pertumbuhan output berhubungan positif dengan
rasio tabungan. Semakin tinggi tingkat tabungan yang diinvestasikan maka
semakin tinggi tingkat output yang didapatkan. Sedangkan rasio modal-output
(COR) berhubungan negatif dengan pertumbuhan output. Semakin besar rasio
modal-output, maka semakin rendah tingkat output yang didapatkan.
2. Teori Pertumbuhan Solow
Teori pertumbuhan Solow dikembangkan oleh Robert M. Solow (1956) dan
T.W. Swan (1956). Teori pertumbuhan Solow menjelaskan mengenai hubungan
antara pertumbuhan penduduk, akumulasi modal, kemajuan teknologi (eksogen),
dan besarnya output yang saling berinteraksi (Mankiw, 2000). Perbedaan utama
dari teori pertumbuhan Harrod-Domar terletak pada masuknya unsur kemajuan
teknologi. Interaksi antara akumulasi modal, penawaran tenaga kerja, dan
kemajuan teknologi merupakan sumber dalam mendorong pertumbuhan ekonomi.
Dalam hal ini, pertumbuhan populasi dan perkembangan teknologi dianggap
ceteris paribus. Kemajuan teknologi dapat terlihat dari peningkatan skill sehingga
produktivitas dapat meningkat. Teori pertumbuhan Solow menggunakan model
fungsi produksi yang menjelaskan mengenai adanya subtitusi antara kapital (K)
dan tenaga kerja (L), sehingga besaran output yang dihasilkan dipengaruhi oleh
persediaan modal dan tenaga kerja yang menghasilkan persamaan:
Y = f (K, L)…………………………………………………………………….
(2.11)
Model pertumbuhan Solow mengasumsikan bahwa fungsi produksi memiliki
skala pengembalian konstan (constant return to scale). Fungsi produksi memiliki
skala pengembalian konstan apabila:
zY = f (zK, zL)…………………………………………………………………
(2.12)
Dimana z bernilai positif. Skala pengembalian konstan memungkinkan dalam
menganalisis seluruh variabel dalam perekonomian dibandingkan dengan jumlah
angkatan kerja. Untuk membuktikan kebenarannya, maka dapat menggunakan z =
1/L dalam persamaan (2.11) untuk mendapatkan:
Y/L = f (K/L.1)………………………………………………………………...
(2.13)
Dimana Y/L merupakan jumlah output per pekerja dan merupakan fungsi dari
jumlah moal per pekerja K/L. Apabila Y=Y/L; K=K/L; dan f(k) merupakan
f(K/L.1) maka persamaan dapat ditulis ulang menjadi:
Y = f(K)……………………………………………………………………….(2.14)
Persamaan (2.14) menjelaskan bahwa pendapatan per kapita merupakan fungsi
dari modal per pekerja dan sesuai dengan penyataan bahwa pertumbuhan ekonomi
merupakan pertumbuhan pendapatan perkapita.
Teori pertumbuhan Solow berasumsi bahwa permintaan terhadap barang
berasal dari konsumsi dan investasi. Hal ini menjelaskan bahwa output per pekerja
(y) merupakan konsumsi per pekerja (c) dan investasi per pekerja (i), persamaanya
sebagai berikut:
y = c + i ………………………………………………………………………
(2.15)
Model pertumbuhan solo mengasumsian setiap orang menabung (s) dari sebagian
pendapatan dan mengkonsumsi (1-s) sebagian lainnya. Maka dapat diperoleh
persamaan:
y = (1 - s)y + 1 ……………………………………………………………….(2.16)
dan dapat diubah menjadi:
i=sy…………………………………………………………………………...(2.17)
Persamaan (2.17) menunjukkan bahwa investasi sama dengan tabungan,
sehingga tingkat tabungan yang merupakan bagian dari output menunjukkan
investasi. Dalam hal ini, tingkat tabungan menjadi bagian penting dalam
pembangunan ekonomi karena semakin tinggi tingkat tabungan maka
perekonomian akan memiliki modal yang cukup besar dalam pembiayaan
pembangunan.
3. Teori Pertumbuhan Endogen
Teori pertumbuhan endogen merupakan pengembangan teori neoklasik yang
dianggap kurang mampu membuktikan adanya tendensi konvergen. Teori
pertumbuhan endogen pertama kali dikembangkan oleh Paul Romer (1994)
melalui berbagai kajian empiris maupun teoritis. Teori pertumbuhan endogen
menolak asumsi model pertumbuhan Solow yang menganggap perubahan
teknologi bersifat eksogen. Barro dan Martin (1997) menyatakan bahwa faktor
yang menentukan pertumbuhan dalam jangka panjang adalah perkembangan
teknologi yang bersifat endogen. Hal ini dikarenakan teori pertumbuhan endogen
memiliki asumsi increasing return to scale.
Rahutami (2010) memberikan kesimpulan umum terkait dengan pemikiran
para ahli mengenai teori pertumbuhan endogen, diantaranya:
1. Teori pertumbuhan endogen menolak adanya convergence hyphotesis
2. Pertumbuhan ditentukan oleh modal manusia yang bersifat non-decreasing
return to scale serta kemajuan teknologi berasal dari aktivitas Research and
Development (R&D) dan berbagai penemuan terbaru.
3. Teknologi merupakan inovasi yang memiliki eksternalitas berupa peningkatan
produktivitas untuk seluruh innovator (knowledge spillover effect)
4. Perkembangan teknologi bergantung terhadap aktivitas Research and
Development (R&D) teknologi, kekuatan monopoli perusahaan, dan time
horizon dari investor.
Karakteristik dalam model pertumbuhan endogen berupa asumsi non
diminishing return terhadap human capital. Adapun fungsi produksi yang
menjelaskan asumsi tersebut adalah sebagai berikut:
Y = AK………………………………………………………………………...
(2.18)
Dimana Y merupakan output, K merupakan persediaan modal, dan A merupakan
konstanta yang mengukur jumlah output yang diproduksi untuk tiap unit modal.
Ketiadaan asumsi diminishing return merupakan perbedaan antara model
pertumbuhan endogen dan model pertumbuhan Solow.
Fungsi produksi yang menjelaskan keterkaitan dengan pertumbuhan
ekonomi berasumsi bahwa sebagian pendapatan ditabung dan diinvestasikan. Oleh
karena itu, akumulasi modal dapat dijelaskan melalui persamaan sebagai berikut:
∆K=sY-δK…………………………………………………………………….(2.19)
∆K merupakan perubahan modal, sY merupakan investasi, dan δK merupakan
depresiasi. Apabila digabungkan dengan persamaan (2.18) maka akan didapatkan
persamaan baru:
∆Y/Y=∆K/K=sA-δ……………………………………………………………(2.20)
Persamaan (2.20) menjelaskan mengenai tingkat pertumbuhan output (∆Y/Y),
selama sA > δ maka pendapatan ekonomi tumbuh seterusnya meski tanpa asumsi
kemajuan teknologi (eksogen). Teori pertumbuhan endogen berpendapat bahwa
asumsi constant return to scale lebih terasa manfaatnya apabila persediaan modal
diasumsikan secara lebih luas.
2.1.2 Konsep Teknologi Informasi dan Pertumbuhan Ekonomi
Niebel (2014) menyatakan bahwa teknologi informasi dapat
mengumpulkan, memproses, dan mempublikasi data termasuk audio, video, teks,
maupun gambar menggunakan instrumen computer dan telekomunikasi.
Pengembangan teknologi informasi sangat diperlukan dalam menunjang
pertumbuhan ekonomi karena beberapa alasan. Menurut Quah (2003) terdapat
empat alasan kuat yang menyatakan bahwa teknologi dapat berpengaruh terhadap
pertumbuhan ekonomi. Pertama, teknologi dapat mempercepat pengiriman data
sehingga berbagai informasi dapat disebarluaskan dengan mudah. Kedua, segala
informasi dapat diakses dengan biaya minimum sehingga dapat meminimalisis
biaya produksi. Ketiga, adanya teknologi informasi dapat mengatasi kendala
mengenai ruang dan waktu sehingga terjadi ekspansi pasar yang lebih luas dan
meningkatkan akses ke pasokan barang internasional. Keempat, teknologi
informasi dapat meningkatkan transparasi pasar yang diikuti oleh peningkatan
permintaan individu terhadap akses informasi yang diperlukan.
Czernich et al. (2011) menyatakan bahwa teknologi informasi dapat
memfasilitasi pertumbuhan ekonomi dengan cara meningkatkan distribusi ide dan
informasi, kompetisi, kegiatan wirausaha, dan pencarian lowongan kerja. Roller
dan Waverman (2001) menjelaskan bahwa teknologi informasi dapat mendorong
pertumbuhan ekonomi karena terjadi peningkatan input dalam produksi dan
terjadi pengurangan biaya transaksi dalam perusahaan. Pohjola (2002)
menyatakan bahwa perkembangan teknologi informasi merupakan manifestasi
dari revolusi teknologi yang sedang berlangsung, hal tersebut menjadi faktor
kunci dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Jacobson (2003) berpendapat
bahwa akumulasi pengetahuan yang lebih cepat merangsang pertumbuhan
ekonomi. Macdouglad (2011) juga berpendapat bahwa teknologi informasi
(khususnya internet) dapat mengurangi biaya pencarian dan transaksi. Kemajuan
teknologi pada gilirannya mengarah pada pertumbuhan ekonomi. Selain itu,
teknologi informasi dapat memperluas batas pasar dan meningkatkan arus
informasi (Waverman et al., 2005; Andrianaivo dan Kpodar, 2010).
Perkembangan teknologi informasi dapat merangsang pertumbuhan
ekonomi secara langsung maupun tidak langsung melalui pertumbuhan output,
penciptaan lapangan kerja, akumulasi modal, peningkatan produktivitas,
eksternalitas ekonomi, pengurangan biaya transaksi, dan pendalaman keuangan
(Andrianaivo dan Kpodar, 2011). Selain itu, perkembangan teknologi informasi
dapat mempengaruhi perkembangan sosial dan ekonomi dalam masyarakat,
meskipun terdapat biaya peluang didalamnya. Lewin dan Sweet (2005)
berpendapat bahwa distribusi layanan telekomunikasi membuat perusahaan telpon
seluler dapat berkontribusi secara langsung terhadap pertumbuhan ekonomi.
2.2 Penelitian Terdahulu
Sektor keuangan memiliki peran penting terhadap pertumbuhan ekonomi
di Inggris dengan cara memainkan sistem keuangan sehingga dapat merangsang
industrialisasi dan dapat memfasilitasi mobilitas modal (Bagehot, 1873).
Pembangunan sektor keuangan dapat memberikan manfaat bagi pertumbuhan
ekonomi karena aktivitas di sektor keuangan dapat meningkatkan mobilitas
tabungan, efisiensi sumber daya, dan inovasi teknologi informasi (Schumpeter,
1911; Gurley dan Shaw, 1960; McKinnon, 1973; dan Shaw, 1973). Namun,
beberapa studi empiris menyatakan bahwa peningkatan pembangunan dan
pertumbuhan ekonomi akan gagal apabila terdapat kebijakan yang mengarah
terhadap liberalisasi keuangan (Sassi dan Goaied, 2013).
Hubungan antara inovasi dan pertumbuhan ekonomi baru-baru ini muncul
sebagai tema penelitian sentral dan topikal dalam ekonomi inovasi. Studi empiris
menyelidiki sebagian besar kemungkinan hubungan jangka panjang antara inovasi
dan pertumbuhan ekonomi. Mayoritas studi literatur menggunakan R&D sebagai
ukuran kegiatan inovatif dan hasilnya menunjukkan bahwa pengeluaran R&D
memiliki efek positif dan persisten pada pertumbuhan ekonomi. Sadraoui et al.
(2014) menyelidiki kausalitas Granger antara R&D dan pertumbuhan ekonomi di
32 negara industri dan berkembang dari tahun 1970-2012. Menggunakan metode
ekonometrik yang didasarkan pada uji panel hipotesis non-kausalitas Granger,
hasil empiris menemukan bahwa hubungan kausal dari R&D dengan pertumbuhan
ekonomi adalah homogen di antara panel. Namun, penelitian tersebut juga
menemukan bukti kuat tentang heterogenitas hubungan sebab akibat dari
pertumbuhan ekonomi hingga R&D dalam sampel tersebut.
Santos dan Catalao-Lopes (2014) menyelidiki hubungan kausalitas yang
menghubungkan R&D dan pertumbuhan dalam sampel 8 negara Uni Eropa (UE),
dengan penekanan pada Portugal. Secara khusus, penelitian tersebut
menggunakan data OECD tahunan untuk PDB dan R&D, yang mencakup 22
pengamatan, dari tahun 1987-2008. Hasil empiris, yang didasarkan pada analisis
kointegrasi, menunjukkan bahwa terdapat hubungan jangka panjang yang stabil
antara PDB dan R&D hanya dalam kasus tersebut. Selain itu, Hubungan kausal
dari pertumbuhan dan R&D hanya dapat dibuktikan untuk negara Perancis dan
Spanyol, sedangkan kausalitas dua arah hanya terdapat untuk Belanda. Selain itu,
peningkatan pertumbuhan ekonomi juga tidak berarti meningkatkan investasi
dalam R&D.
Maradana et al. (2017) menguji hubungan jangka panjang antara inovasi
dan pertumbuhan ekonomi per kapita di 19 negara Eropa selama periode 1989-
2014. Penelitian tersebut menggunakan enam indikator inovasi yang berbeda
diantaranya: patents-residents, patents-nonresidents, research and development
expenditure, researchers in research and development activities, high-technology
exports, scientific and technical journal articles untuk menguji hubungan jangka
panjang ini dengan ekonomi per kapita pertumbuhan. Dengan menggunakan
teknik kointegrasi, penelitian ini menemukan bukti hubungan jangka panjang
antara inovasi dan pertumbuhan ekonomi per kapita di sebagian besar kasus
dengan mengacu pada penggunaan indikator inovasi tertentu. Dengan
menggunakan uji kausalitas Granger, studi ini menemukan adanya kausalitas
searah dan dua arah antara inovasi dan pertumbuhan ekonomi per kapita. Hasil
ekonometrik bervariasi dari satu negara ke negara, tergantung pada jenis indikator
inovasi yang mereka gunakan dalam proses penyelidikan empiris.
Pradan et al. (2018) menggunakan vector auto-regressive model meneliti
hubungan antara inovasi, pengembangan keuangan, dan pertumbuhan ekonomi
per kapita secara simultan di 49 negara Eropa menggunakan data time series
tahunan selama 1961-2014 dan memberikan hasil bahwa ketiga variabel tersebut
terintegrasi yang artinya memiliki hubungan jangka panjang. Lebih jauh, ketiga
variabel tersebut dalam jangka pendek memiliki hubungan kausal searah atau dua
arah antar variabel.
Asimakopoulos et al. (2019) menggunakan panel dari 50 negara selama
1990-2016 dan System-GMM (Generalyzed Method of Moments) memberikan
hasil bahwa efek positif dari inovasi pada pertumbuhan lebih kecil atau bahkan
tidak signifikan untuk negara-negara dengan sektor keuangan maju. Kesimpulan
ini kuat untuk krisis perbankan, efek jangka panjang dari krisis keuangan 2007-
2008, krisis utang negara Eropa yang sedang berlangsung dan indikator alternatif
pengembangan keuangan dan inovasi. Hasil empiris menemukan bahwa, untuk
sampel negara tersebut, inovasi mulai memiliki efek yang tidak signifikan
terhadap pertumbuhan output ketika kredit swasta mencapai tingkat sekitar 60%
dari PDB.
Selain itu, penelitian mengenai pembangunan sektor keuangan dan
pertumbuhan ekonomi juga terus berkembang. Sassi dan Goaied (2013)
menggunakan metode System-GMM (Generalyzed Method of Moments) meneliti
hubungan perkembangan teknologi informasi, pembangunan sektor keuangan, dan
pertumbuhan ekonomi di kawasan MENA (Middle East North Africa). Hasil dari
penelitian tersebut adalah pertama pembangunan sektor keuangan berhubungan
negatif dengan pertumbuhan ekonomi. Kedua, terdapat hubungan positif antara
perkembangan teknologi informasi dan pertumbuhan ekonomi. Malarvizi et al.
(2018) menggunakan metode Panel Ordinary Least Square, Random Effect
Model, dan Fixed Effect Model menunjukkan bahwa pembangunan sektor
keuangan memiliki efek positif terhadap pertumbuhan ekonomi di ASEAN-5,
namun kontribusi dari pembangunan sektor keuangan lebih kecil dari invetasi
dalam negeri dan ekspor.
Beberapa penelitian masih memperdebatkan mengenai hubungan
pembangunan sektor keuangan dan pertumbuhan ekonomi. Cecchetti dan
Kharroubi (2012) menunjukkan pola berbentuk U-shaped antara pengembangan
keuangan dan pertumbuhan ekonomi. Hubungan positif berubah negatif ketika
sektor keuangan tumbuh sangat besar atau ketika pekerjaan dalam sistem
keuangan lebih besar dari 3,5% dari total pekerjaan sehingga dampaknya terhadap
pertumbuhan ekonomi menjadi negatif. Iheanacho (2016) menggunakan metode
Auto-Regressive Distributed Lag (ARDL) menunjukkan bahwa pembangunan
sektor keuangan tidak berkontribusi positif terhadap pertumbuhan ekonomi di
Nigeria dikarenakan sektor utama yang mendukung pertumbuhan ekonomi di
Nigeria adalah sektor migas.
Mengenai negara-negara OECD, sebuah penelitian terbaru oleh Pagano et
al. (2012) menyoroti bahwa perkembangan keuangan yang lebih tinggi tidak
secara positif mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Cournede et al. (2015)
mempelajari hubungan antara pengembangan keuangan dan output untuk sampel
besar negara-negara OECD dan G20 menggunakan proxy yang berbeda untuk
pengembangan keuangan (financial value added, credit as a share of GDP, and
stock market capitalisation) dan spesifikasi empiris yang berbeda. Penelitian
tersebut menemukan bahwa dua proksi pertama mempengaruhi pertumbuhan
ekonomi secara negatif, sementara hubungan menjadi positif ketika
mempertimbangkan kapitalisasi pasar saham. Temuan ini menunjukkan bahwa
hubungan antara pengembangan keuangan dan pertumbuhan ekonomi bervariasi
dengan berbagai bentuk keuangan.
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
No Peneliti, Tahun Judul Metode Variabel Hasil Penelitian
.
1. Sassi dan Goaied Financial development, ICT System GMM GDP per capita, the Hasil dari penelitian tersebut adalah
(2013) diffusion and economic growth: initial level of GDP pertama pembangunan sektor keuangan
Lessons from MENA region per capita, credit to berhubungan negatif dengan pertumbuhan
private sector, ekonomi. Kedua, terdapat hubungan positif
internet users, antara perkembangan teknologi informasi
telephone users, dan pertumbuhan ekonomi.
mobile users, ICT
imports
2. Sadraoui et al. Economic growth and international Panel hipotesis Real GDP per capita, Hasil empiris menemukan bahwa
(2014) R&D cooperation: a panel granger non-kausalitas capital, labour factor, hubungan kausal dari R&D dengan
causality analysis Granger expenditure of pertumbuhan ekonomi adalah homogen di
research and antara panel. Namun, penelitian tersebut
development ratio, juga menemukan bukti kuat tentang
R&D cooperation heterogenitas hubungan sebab akibat dari
expenditure pertumbuhan ekonomi hingga R&D dalam
calculated as a sampel tersebut.
Spillover effect.
3. Santos dan Does R&D matter for economic Granger R&D investment, Hasil empiris menunjukkan bahwa terdapat
Catalao-Lopes growth or vice-versa? An causality testing Gross Domestic hubungan jangka panjang yang stabil
(2014) application to Portugal and other Product. antara PDB dan R&D hanya dalam kasus
European countries tersebut. Selain itu, Hubungan kausal dari
pertumbuhan dan R&D hanya dapat
dibuktikan untuk negara Perancis dan
Spanyol, sedangkan kausalitas dua arah
hanya terdapat untuk Belanda.
4. Iheanacho (2016) The Impact of Financial Auto-Regressive GDP per capita, Hasil empiris menunjukkan bahwa
Development on Economic Growth Distributed Lag Liquid liabilites, pembangunan sektor keuangan tidak
in Nigeria: An ARDL Analysis (ARDL) Deposit money, Bank berkontribusi positif terhadap pertumbuhan
Deposit, Credit to ekonomi di Nigeria dikarenakan sektor
private sector utama yang mendukung pertumbuhan
ekonomi di Nigeria adalah sektor migas.

5. Maradana et al. Does innovation promote economic Hasil empiris menemukan adanya
(2017) growth? Evidence from European kausalitas searah dan dua arah antara
countries inovasi dan pertumbuhan ekonomi per
kapita.
6. Malarvizi et al. Financial Development and Panel Ordinary Domestic Investment, Hasil empiris menunjukkan bahwa
(2018) Economic Growth in ASEAN-5 Least Square, Labour, Financial pembangunan sektor keuangan memiliki
Countries Random Effect Development, Export. efek positif terhadap pertumbuhan
Model, dan Fixed ekonomi di ASEAN-5, namun kontribusi
Effect Model dari pembangunan sektor keuangan lebih
kecil dari invetasi dalam negeri dan ekspor.

7. Pradan et al. Are Innovation and Financial Vector Auto- Economic Growth, Hasil empiris menunjukkan bahwa ketiga
(2018) Development Causative Factors in Regressive Model Patents by residents, variabel tersebut terintegrasi yang artinya
Economic Growth? Evidence From Patents by non- memiliki hubungan jangka panjang. Lebih
A Panel Granger Causality Test residents, Patents by jauh, ketiga variabel tersebut dalam jangka
both residents and pendek memiliki hubungan kausal searah
non-residents, atau dua arah antar variabel.
Researchers in
research and
development
activities, Research
and development
activities, High-
technology exports,
Scientific and
technical journals
articles, Composite
index of innovation,
Banking sector
development index,
Stock market
development index,
and Financial
development index.
8. Asimakopoulos Financial Development and System-GMM Foreign Direct Hasil empiris menunjukkan bahwa efek
et al. (2019) Innovation-led Growth: Is Too (Generalyzed Investment, schooling, positif dari inovasi pada pertumbuhan lebih
Much Finance Better? Method of population, GDP per kecil atau bahkan tidak signifikan untuk
Moments) capita, and the negara-negara dengan sektor keuangan
protection for maju.
intellectual property
right
Sumber: berbagai sumber, diolah
2.3 Kerangka Konsep
Sistem keuangan di era digital saat ini memiliki peran penting terhadap
perekonomian di suatu negara. Berbagai macam produk yang dihasilkan dari
sektor keuangan memiliki peran penting dalam mendukung kegiatan ekonomi
maupun kegiatan sosial di masyarakat secara besar-besaran, sehingga terjadinya
transaksi yang berfluktuasi di sektor keuangan dapat menimbulkan biaya transaksi
yang cukup tinggi. Biaya transaksi muncul sebagai akibat adanya asymetris
information yang berdampak terhadap munculnya moral hazard dan adverse
selection yang dapat menimbulkan ketidakefisienan (Schumpeter, 1934; Levine,
2000). Sektor keuangan dapat mendorong proses pembangunan ekonomi melalui
pengoptimalan seluruh sumber daya yang ada ditengah kondisi perekonomikan
yang begitu dinamis (Samans et al., 2015; Otoritas Jasa Keuangan, 2016). Namun,
gejolak yang terjadi pada sektor keuangan masih menjadi perdebatan dibeberapa
kajian literatur ekonomi dan keuangan. Meier dan Seers (1984) dan Lucas (1998)
menyatakan bahwa sektor keuangan dianggap memiliki kontribusi yang cukup
kecil terhadap pembangunan ekonomi.
Sektor keuangan memiliki peran penting terhadap pertumbuhan ekonomi di
Inggris dengan cara memainkan sistem keuangan sehingga dapat merangsang
industrialisasi dan dapat memfasilitasi mobilitas modal (Bagehot, 1873). Analisis
tentang hubungan antara pembangunan sektor keuangan dan pertumbuhan
ekonomi terus berkembang, diantaranya adalah teori Schumpeter (1911), Gurley
dan Shaw (1960), McKinnon (1973), dan Shaw (1973) yang menyatakan bahwa
pembangunan sektor keuangan berpengaruh positif terhadap pertumbuhan
ekonomi karena dapat meningkatkan mobilitas tabungan, efisiensi sumber daya,
dan mendorong perkembangan inovasi teknologi. Sebaliknya, beberapa studi
empiris menyatakan bahwa hubungan antara pembangunan sektor keuangan dan
pertumbuhan ekonomi tidak seperti yang dijelaskan dalam teori tradisional. Ram
(1999) menyatakan bahwa pembangunan sektor keuangan memiliki hubungan
negatif terhadap pertumbuhan ekonomi. Temuan serupa juga ditemukan oleh
Luintel dan Khan (1999) dalam tujuh diantara sepuluh negara yang dijadikan
sebagai sampel. Gregorio dan Guidotti (1992) juga menyatakan pendapat yang
serupa pada sampel di negara-negara Amerika Latin.
Sampai saat ini tidak ada kesepakatan umum yang menyatakan bahwa
pembangunan sektor keuangan dapat memberikan keuntungan terhadap
pertumbuhan ekonomi. Menurut Levine (1977), pengalokasian modal yang baik
dapat menjadi perantara sektor keuangan dalam mendorong pertumbuhan
ekonomi. Namun, apabila perkembangan sektor keuangan tidak baik maka dapat
menimbulkan hambatan likuiditas perekonomian dalam upaya mencapai
pertumbuhan ekonomi yang tinggi (Brandl, 2002).
Perkembangan sektor keuangan pada saat ini ditandai dengan adanya inovasi
dalam bidang teknologi informasi yang dapat mengurangi biaya transaksi dan
meningkatkan alokasi sumber daya sehingga dapat mendorong pertumbuhan
ekonomi melalui peluang investasi, manajemen risiko, tabungan, dan fasilitas
terhadap pertukaran barang dan jasa (Demirguc-Kunt dan Levine, 1996).
Pengembangan teknologi informasi dapat membantu mengurangi dampak dari
pengembangan sektor keuangan terhadap pertumbuhan ekonomi dengan menekan
ketidaksempurnaan pasar dan mendorong fungsi keuangan (Sassi dan Goaied,
2013). Selain itu, perkembangan teknologi informasi juga dapat mendorong
pertumbuhan ekonomi melalui akumulasi modal dan inovasi teknologi (Levine,
1997). Sehingga dengan adanya perkembangan teknologi informasi melalui
inivasi teknologi dapat berkontribusi dalam pengembangan proses dan produk
baru.
Pertumbuhan ekonomi didefinisikan sebagai peningkatan kapasitas untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi
dapat terjadi apabila terjadi kemajuan teknologi, kelembagaan, dan berbagai ide
untuk menyesuaikan tuntutan ekonomi yang ada (Kuznet, 1971). Pembangunan
kelembagaan pada sektor keuangan dapat memberikan keteraturan suatu sistem
yang berguna untuk mendukung pembiayaan atas transaksi ekonomi. Sistem
keuangan terdiri dari beberapa lembaga baik bank ataupun non bank yang
digunakan sebagai sarana transaksi untuk investasi, kredit, dan fasilitas
pembayaran guna menunjang kegiatan perekonomian (Beck et al., 2000;
Buckland et al., 2005).
Barro dan Martin (1995) menyatakan bahwa teori pertumbuhan endogen
pertama kali ditemukan oleh Paul Romer yang dilatarbelakangi ketidakpuasan
terhadap model yang menjelasakan produktivitas pertumbuhan jangka panjang
yang ada. Oleh karena itu, teori pertumbuhan endogen membentuk model
pertumbuhan jangka panjang dengan variabel perkembangan teknologi sebagai
faktor kunci utama. Variabel teknologi pada teori pertumbuhan endogen bersifat
endogenous dan tidak berifat exogenous seperti dalam model pertumbuhan Solow.
Teori pertumbuhan endogen berkembang dari dua cabang pemikiran. Pertama,
adanya pemikiran learning-by-doing dalam perekonomian merupakan pendorong
bagi produktivitas perekonomian. Kedua, adanya penemuan baru merupakan
sumber utama dalam mendorong produktivitas ekonomi. Kedua aliran tersebut
sepakat bahwa sumber daya manusia merupakan kunci utama dalam mendorong
produktivitas ekonomi. Arrow (1962) menyatakan bahwa pengetahuan dan
produktivitas merupakan dua keuntungan yang berasal dari investasi fisik.
Teori Pertumbuhan
Ekonomi

Teori Pertumbuhan Teori Pertumbuhan Teori Pertumbuhan


Solow Harrod-Dhomar Endogen

Financial Human Capital Teknologi


Development

Non-Bank Bank

Penggunaan Kredit Pertumbuhan Ekonomi


Swasta di Indonesia

Keterangan:
Hubungan Langsung Ruang Lingkup Penelitian
Hubungan Langsung Searah
2.4 Hipotesis Penelitian
Hipotesis dalam penelitian ini didasarkan pada beberapa studi literatur yang
membahas mengenai hubungan kausalitas antara inovasi teknologi informasi dan
pembangunan sektor keuangan terhadap pertumbuhan ekonomi. Perbedaan kajian
empiris yang menjelaskan mengenai hubungan inovasi teknologi informasi dan
pembangunan sektor keuangan terhadap pertumbuhan ekonomi memungkinkan
terjadinya gap empiris yang dihasilkan dari penelitian sebelumnya. Objek dalam
penelitian ini adalah Negara Indonesia. Kondisi perekonomian yang berfluktuasi
berdampak terhadap hasil penelitian. Berdasarkan kondisi tersebut maka dapat
dihasilkan hipotesis sebagai berikut:
H0 : Inovasi teknologi informasi dan pembangunan sektor keuangan tidak
memiliki pengaruh jangka pendek dan jangka panjang terhadap dinamika
pertumbuhan ekonomi di Indonesia.
H1 : Inovasi teknologi informasi dan pembangunan sektor keuangan memiliki
pengaruh jangka pendek dan jangka panjang terhadap dinamika
pertumbuhan ekonomi di Indonesia.
2.5 Asumsi Penelitian
Asumsi yang dijadikan dasar dalam penelitian ini adalah:
1. Penelitian ini berfokus pada Negara Indonesia.
2. Negara yang diteliti menerapkan kebijakan ekonomi dan politik yang
terbuka, sehingga menerima perubahan dan perkembangan teknologi.
3. Inovasi teknologi informasi dalam penelitian ini diproksi dengan variabel
pengguna telfon seluler dan internet. Hal tersebut dikarenakan telfon
seluler dan internet merupakan infrastruktur utama dalam perkembangan
teknologi informasi di era digital saat ini.
4. Pembangunan sektor keuangan dalam penelitian ini diproksi dengan kredit
sektor swasta. Hal tersebut dikarenakan kredit sektor swasta menjadi salah
satu penetrasi layanan di sektor keuangan.
BAB 3. METODE PENELITIAN
Pada Bab 3 ini menjelaskan tentang metode yang digunakan dalam
penelitian ini. Subbab 3.1 menjelaskan tentang jenis dan sumber data, objek, serta
periode penelitian. Selanjutnya Subbab 3.2 menjelaskan desain penelitian, Subbab
3.3 menjelaskan tentang penurunan dan spesifikasi model yang dibangun
berdasarkan penelitian yang terdahulu, Subbab 3.4 menjelaskan metode analisis
yang digunakan untuk menjawab rumusan masalah yang disusun, Subbab 3.5
menjelaskan definisi variabel operasional, dan Subbab 3.6 menjelaskan limitasi
penelitian.
3.1 Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang
berupa data time series tahun 1998-2018 dari negara Indonesia. Rentang waktu
yang dipilih berdasarkan adanya fenomena krisis moneter yang terjadi pada tahun
1998. Oleh karena itu, dengan adanya fenomena tersebut diharapkan dapat terlihat
perkembangan teknologi informasi serta dinamika sektor keuangan di Indonesia.
Data yang digunakan berasal dari World Development Indicators yang
diterbitkan oleh World Bank serta berbagai sumber lain yang diperoleh dari buku,
jurnal, serta beberapa referensi yang dapat mendukung penelitian ini.
3.2 Desain Penelitian
Hasil uji empiris mengenai dampak dari perkembangan teknologi informasi
dan pembangunan sektor keuangan terhadap pertumbuhan ekonomi menunjukkan
bahwa perkembangan teknologi informasi dan pembangunan sektor keuangan
berhubungan secara signifikan dalam menjelaskan pengaruhnya terhadap
pertumbuhan ekonomi (Schumpeter, 1934; Sassi dan Goaied, 2013). Selain itu,
hasil pengujian empiris dampak perkembangan teknologi informasi dan
pembangunan sektor keuangan terhadap pertumbuhan ekonomi di berbagai negara
menunjukkan hasil yang beragam. Berdasarkan kondisi tersebut, diperlukan
pengujian terhadap pengaruh perkembangan teknologi informasi dan
pembangunan sektor keuangan terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia.
Metode Error Corection Model (ECM) digunakan dalam menganalisis
pengaruh jangka pendek dan jangka panjang dari perkembangan teknologi
informasi dan pembangunan sektor keuangan terhadap pertumbuhan ekonomi di
Indonesia tahun 1998-2018. Metode Error Correction Model (ECM) merupakan
istilah yang merepresentasikan deviasi dari keseimbangan jangka pendek serta
menunjukkan informasi mengenai penyesuaian dari keseimbangan jangka
panjang. Metode tersebut dipercaya dapat menjelaskan rumusan masalah yang
telah dibuat dalam penelitian ini. Metode ECM digunakan untuk melihat
hubungan dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Sebelum melakukan
pengujian dengan menggunakan ECM, perlu dilakukan pengujian pra estimasi.
Pengujian pra estimasi dilakukan dengan tujuan untuk melihat apakah model
ECM telah memenuhi syarat estimasi atau tidak. Pengujian pra estimasi meliputi
uji stasioneritas dan uji kointegrasi.
Uji stasioneritas bertujuan untuk melihat tingkat stasioneritas suatu data yang
digunakan. Apabila data dinyatakan tidak stasioner, maka dapat dilakukan
diferensiasi hingga data tersebut stasioner. Setelah uji stasioneritas dilakukan,
langkah selanjutnya adalah uji kointegrasi. Uji kointegrasi dilakukan untuk
mendeteksi stabilitas data dalam jangka panjang antara dua variabel atau lebih.
Uji kointegrasi dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan variabel
Error Correction Term (ECT) dengan tujuan untuk mengetahui apakah model
yang digunakan terkointegrasi atau tidak. Selanjutnya dilakukan estimasi pada
model ECM. Estimasi model ECM terbagi menjadi dua tahap yaitu estimasi
hubungan dalam jangka pendek dan jangka panjang. Langkah selanjutnya setelah
dilakukan analisis dan justifikasi hasil maka dibuatlah kesimpulan dan jawaban
atas permasalahan yang diambil dalam penelitian ini.
Mulai

Mencari Data

Input dan Olah Data

Pertanyaan Empiris

Uji Stasioneritas

Uji Kointegrasi

Uji Jangka Pendek


ECM

Uji Jangka Panjang


ECM

Analisis dan
Justifikasi
Hasil

Selesai

Gambar 3.1 Desain Penelitian (Sumber: Olahan Penulis)


3.3 Spesifikasi Model Penelitian
Pada bagian spesifikasi model penelitian akan dijelaskan mengenai model
yang akan digunakan untuk menganalisis permasalahan dalam penelitian ini.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan jangka pendek dan jangka
panjang inovasi teknologi informasi dan pembangunan sektor keuangan terhadap
dinamika pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Spesifikasi model yang digunakan
dalam penelitian ini diadopsi dari penelitian Pradan et al. (2018). Model empiris
yang digunakan dalam penelitian ini dapat dituliskan sebagai berikut:
GDP = f(INN, FIN)…………………………………………………………….
(3.1)
Selanjutnya, fungsi persamaan (3.1) diubah menjadi model persamaan regresi:
GDP = β0 + β1INNt + β2FINt…………….………………………………………
(3.2)
Dimana GDP (Gross Domestic Product) merupakan variabel yang digunakan
untuk pertumbuhan ekonomi, INN (Innovation) merupakan variabel yang menjadi
kreteria perkembangan teknologi informasi, dan FIN (Financial Development)
merupakan variabel yang menjadi kriteria pembangunan sektor keuangan (Pradan
et al., 2018). Sehingga jika disubtitusikan dengan proxy dari INN dan FIN, maka
didapatkan model empirisnya sebagai berikut:
GDP = β0 + β1CPSt + β2MOBt + β3NETt + µt…………………………………(3.3)
Keterangan:
GDP = Gross Domestic Product
CPS = Domestic Credit to Private Sector
MOB = Mobile Cellular Subscriptions
NET = Individuals Using the Internet
t = Time Series
µ = Error Term
3.4 Metode Analisis Data
Metode analisis pada penelitian ini menggunakan dua metode yakni, metode
analisis deskriptif dan kuantitatif. Penggunaan kedua metode tersebut bertujuan
untuk mendukung hasil analisis dalam menjawab pertanyaan empiris penelitian
ini. Metode analisis deskriptif mendeskripsikan objek secara sistematis dan sesuai
fakta yang ada selanjutnya akan dikaitkan dengan hasil analisis yang telah diolah
(Zainuri, 2001:25). Metode deskriptif digunakan sebagai bentuk pemecahan
masalah dalam bentuk kalimat yang menjelaskan hasil dari penelitian.
Selanjutnya metode kuantitatif yang digunakan dalam penelitian ini adalah
dengan menggunakan analisis Error Correction Model (ECM). Analisis ECM
digunakan untuk mengetahui hubungan jangka pendek dan jangka panjang
antarvariabel. Sebelum dilakukan pengujian menggunakan ECM, maka dilakukan
pengujian pra estimasi terlebih dahulu untuk melihat kelayakan model sebelum
dilakukan estimasi. Pengujian pra estimasi meliputi uji stasioneritas, uji derajat
integrasi, dan uji kointegrasi.
Metode ECM memiliki keunggulan jika dibandingkan dengan pendekatan
model dinamis lainnya. Hal tersebut dikarenakan metode ECM memiliki
kemampuan yang lebih baik dalam menganalisis fenomena jangka pendek
ataupun jangka panjang, mampu menguji konsistensi model empiris dengan teori
ekonomi, dapat memecahkan masalah terkait data time series yang tidak stasioner,
regresi lancung, atau korelasi lancung dalam analisis ekonometri. Namun, metode
ECM juga memiliki kekuragan yaitu bias yang terjadi pada first step dan akan
dibawa pada second step. Selanjutnya dapat dirumuskan model ECM untuk
jangka pendek dan jangka panjang. Model ECM jangka pendek dapat ditulis
sebagai berikut:
DGDP = β0 + β1DCPSt + β2DMOBt + β3DNETt………………………………(3.4)
Dari hasil parameterisasi persamaan jangka pendek maka dapat dihasilkan
persamaan baru yang dikembangkan dari persamaan (3.4) untuk mengukur
parameter jangka panjang dengan menggunakan regresi ekonometri model ECM
DGDP = β0 + β1DCPSt + β2DMOBt + β3DNETt + ECT + µt…………………..
(3.5)
Keterangan:
DGDP = Differensiasi Gross Domestic Product periode t
DCPS = Differensiasi Domestic Credit to Private Sector periode t
DMOB = Differensiasi Mobile Cellular Subscriptions periode t
DNET = Differensiasi Individuals Using the Internet periode t
ECT = Error Correction Term
µ = Error Term
Selanjutnya, perhitungan ECT dapat dilakukan dengan persamaan perikut:
ECT = β0 + β1DCPSt-1 + β2DMOBt-1 + β3DNETt-1……………………………..(3.6)
Keterangan:
ECT = Error Correction Term
DCPS = Differensiasi Domestic Credit to Private Sector periode t-1
DMOB = Differensiasi Mobile Cellular Subscriptions periode t-1
DNET = Differensiasi Individuals Using the Internet periode t-1
Pembentukan persamaan Error Correction Term (ECT) perlu dilakukan untuk
menjadi landasan dalam pengukuran variabel jangka panjang. Oleh karena itu,
model ECM yang baik dan valid harus memiliki ECT yang signifikan (Insukindro,
1991:84). Tingkat signifikansi ECT dapat dilihat dari nilai t-statistik dengan t-
tabel, apabila nilai t-statistik lebih besar dari t-tabel maka koefisien tersebut
signifikan. Selain itu, tingkat signifikansi juga dapat dilihat dari probabilitas ECT,
apabila probabilitas ECT lebih kecil dari α statistik, maka koefisien ECT sudah
signifikan.
1. Uji Stasioneritas
Uji stasioneritas merupakan konsep terpenting dalam ekonometrika dalam
menganalisis data dan model ekonomi (Wardhono, 2011:66). Langkah pertama
dalam estimasi model dengan regresi adalah dengan melakukan uji stasioneritas
variabel melelui data time series. Data yang tidak lolos uji stasioner akan
menghasilkan regresi lancung (spurious regression). Regresi lancung terjadi
ketika koefisien determinasi cukup tinggi namun hubungan antarvariabel tidak
bermakna. Salah satu cara untuk menguji stasioneritas data adalah dengan
menggunakan uji unit root. Pada dasarnya, uji unit root bertujuan untuk melihat
apakah koefisien model stasioner atau tidak. Apabila data tidak stasioner maka
dilakukan diferensiasi data hingga data tersebut stasioner. Data dikatakan
stasioner apabila probabilitasnya lebih rendah dari nilai α (1%, 5%, dan 10%).
Uji akar-akar unit (unit root) dapat menggunakan uji Augmented Dickey-
Fuller (ADF) memiliki asumsi yang berbeda. Uji ADF berasumsi bahwa
autokorelasi terdistribusi secara independen dan identik. Selain itu, uji ADF juga
menambahkan kelambanan (lag) yang dapat mengatasi adanya serial correlation
dalam kesalahan penganggu (autokolerasi). Persamaan uji ADF adalah sebagai
berikut (Widarjono, 2013:308):
p
∆Yt = α0 + α1T + γYt-1 + ∑ β ∆ Y t-i+1 + εt………………………………………(3.7)
i=1

dimana:
Y = Variabel yang diamati
∆Yt = Yt - Yt-1
Yt-1 = Yt-1 - Yt-2
t = time series
Apabila nilai t-hitung ADF lebih kecil dari t-tabel maka data tersebut tidak
stasioner, sebaliknya apabila t-hitung ADF lebih besar dari t-tabel maka data
tersebut stasioner. Namun, apabila data tidak stasioner maka dilakukan uji
differensiasi.
2. Uji Derajat Integrasi
Uji derajat integrasi dilakukan apabila dalam uji stasioneritas menunjukkan
hasil bahwa data tidak stasioner dan terindikasi memiliki regresi lancung. Regresi
lancung dapat diatasi melalui transformasi data differensiasi hingga data tersebut
stasioner.
p
∆2Yt = α0 + α1T + γYt-1 + ∑ β ∆ Y t-i+1 + εt……………………………………(3.7)
i=1

dimana:
∆2Yt = ∆Yt - ∆Yt-1
3. Uji Kointegrasi
Uji kointegrasi merupakan uji yang digunakan untuk mengetahui apakah
residual yang dihasilkan stasioner atau tidak. Dalam uji kointegrasi, apabila
variabel satu dengan yang lainnya memiliki derajat integrasi yang berbeda, maka
variabel tersebut tidak berkointegrasi (Insukindro, 1991:84). Uji kointegrasi
bertujuan untuk mengetahui keseimbangan variabel dalam jangka panjang. Uji
kointegrasi dapat dilakukan ketika data memiliki derajat integrasi yang sama.
Sebelum melakukan uji kointegrasi, hal pertama yang harus dilakukan adalah
meregresi persamaan (3.3) dan kemudian diperoleh nilai residualnya. Nilai
residual ini yang kemudian dilakukan uji ADF, apabila probabilitasnya lebih
rendah dari nilai α (1%, 5%, dan 10%) maka variabel ECT tidak stasioner.
Adapun persamaan uji tersebut adalah sebagai berikut:
p
∆et = βet-1 + ∑ α ∆ Y et-i+1……………………………………………………..(3.8)
i=1

Apabila nilai statistik ADF lebih besar dari nilai kritisnya maka variabel yang
diamati saling berkointegrasi dan memiliki hubungan jangka panjang (Widarjono,
2013:317).
4. Uji Asumsi Klasik
Uji asumsi klasik digunakan untuk melihat hasil estimasi memenuhi asumsi
dasar dan tidak mengandung BLUE (Best Linier Unbiased Estimator). Uji asumsi
klasik terdiri dari uji multikolinearitas, uji heterkedastisitas, uji autokorelasi, uji
normalitas, dan uji linearitas.
a. Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas dilakukan untuk mengetahui adanya interkorelasi yang
sempurna pada variabel independen dalam persamaan regresi. Uji
multikolinearitas menggunakan nilai tolerance dan Varience Inflation Factor
(VIF). Nilai tolerance berfungsi untuk mengukur variabilitas variabel independen.
Apabila nilai tolerance yang rendah sama dengan nilai VIF yang tinggi maka
terdapat kolinieritas yang tinggi juga.
Derajat kolinieritas dapat diukur dengan menggunakan luas jangkauan irisan
antarvariabel penjelasnya. Semakin besar irisan antarvariabel maka semakin besar
derajat kolinieritasnya. Multikolinearitas sempurna terjadi apabila koefisien
variabel X tidak ditentukan standart errornya. Namun, apabila multikolinearitas
tidak sempurna, berarti koefisien-koefisien yang ada tidak dapat diestimasi
dengan tingkat keakuratan yang tinggi (Gujarati dan Porter, 2009:344). Adapun
beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya multikolinearitas adalah sebagai
berikut:
1. Metode pengumpulan data yang digunakan
2. Batasan yang diambil atau sampel yang diambil dari populasi
3. Spesifikasi model
4. Model yang overdetermined
b. Uji Heterokedastisitas
Uji heterokedastisitas merupakan uji yang dilakukan untuk membuktikan
bahwa varians setiap unsur disturbance dari variabel eksogen mempunyai angka
yang konstan dan sama dengan ragamnya. Artinya, Var (e i) = E(e 2i ) = δ2 untuk
semua i, i = 1,2,…n. Pada kondisi heterokedastisitas, varian setiap variabel tidak
sama (Supranto, 2004:46). Adanya heterokedastisitas menyebabkan penaksiran
dari koefisien regresi menjadi tidak efisien yang ditandai dengan varian yang
inimum dari penaksir sehingga mengakibatkan perhitungan standart error pada
OLS tidak dapat mengukur tingkat kepercayaan baik menggunakan uji t maupun
uji F. Pada dasarnya, uji heterokedastisitas digunakan untuk mengetahui apakah
varian dalam model regresi linear konstan atau heterogen (Gujarati dan Porter,
2009:390).
c. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi digunakan untuk mengetahui tingkat korelasi diantara
anggota seri dari observasi yang diurutkan berdasarkan waktu pada data time
series maupun cross section. Pada konteks regresi, Classical Linear Regression
Model (CLRM) berasumsi bahwa autokorelasi semacam itu tidak ada dalam
faktor gangguan µi. Hal tersebut dapat ditulis secara simbolis sebagai berikut:
Cov (µi, µj, ǀ xi, xj) = E(µi,µj) = 0 i≠j……………………………………………..
(3.9)
Autokorelasi muncul sebagai akibat dari adanya keterlambatan ekonomi time
series, adanya bias pada spesifikasi yang dihasilkan dari penghilangan variabel-
variabel penting dari model atau penggunaan fungsi yang tidak benar.
d. Uji Normalitas
Uji normalitas merupakan uji yang berguna untuk mengetahui nilai residual
terdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas bisa dilakukan dengan pendekatan
Jarque-Berra (JB-test). Apabila JB hitung lebih kecil dari X 2 tabel atau nilai
probabilitas JB lebih kecil dari α = 5% maka dapat dikatakan nilai residualnya
terdistribusi normal. Namun, apabila JB hitung lebih besar dari X2 tabel atau nilai
probabilitas JB lebih besar dari α = 5% maka dapat dikatakan nilai residualnya
tidak terdistribusi normal.
e. Uji Linearitas
Uji Linearitas dilakukan untuk melihat relevansi suatu variabel untuk dimasukkan
kedalam model empiris dan mendeteksi kebenaran dari bentuk model empiris
yang akan digunakan. Pendekatan yang dapat dilakukan untuk uji linearitas adalah
uji Ramsey Reset. Apabila nilai probabilitas dari F-statistik lebih besar dari α =
5% maka model tersebut linear. Sebaliknya, apabila nilai probabilitas dari F-
statistik lebih kecil dari α = 5% maka model tersebut tidak linear.
3.5 Definisi Operasional Variabel
Definisi operasional variabel bertujuan untuk memberikan pengertian
mengenai variabel yang digunakan dalam penelitian. Definisi operasional variabel
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi dalam penelitian ini di proksi dengan Gross Domestic
Product (GDP) yang merupakan representasi dari nilai pasar semua barang dan
jasa yang di produksi oleh suatu negara dalam kurun waktu periode tertentu. Data
GDP juga dapat digunakan sebagai indikator dalam menganalisis sektor
perekonomian mana saja yang mengalami pertumbuhan atau penurunan. GDP
merupakan salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi perekonomian
suatu negara dalam kurun waktu tertentu. Data ini diambil dari World
Development Indicator yang diterbitkan oleh World Bank dengan kode
NY.GDP.MKTP.KD.ZG.
2. Pembangunan Sektor Keuangan
Pembangunan sektor keuangan dalam penelitian ini diproksi dengan kredit
domestik untuk sektor swasta yang mengacu pada sumber daya keuangan yang
disediakan untuk sektor swasta oleh perusahaan keuangan, seperti melalui
pinjaman, pembelian surat berharga, dan kredit perdagangan dan piutang lain-lain,
yang menetapkan klaim untuk pembayaran kembali. Untuk beberapa negara,
klaim ini mencakup kredit untuk perusahaan publik. Korporasi keuangan
termasuk otoritas moneter dan bank uang simpanan, serta korporasi finansial lain
dimana datanya tersedia (termasuk korporasi yang tidak menerima simpanan yang
dapat ditransfer tetapi menanggung kewajiban seperti waktu dan simpanan
simpanan). Contoh perusahaan keuangan lainnya adalah perusahaan pembiayaan
dan leasing, pemberi pinjaman uang, perusahaan asuransi, dana pensiun, dan
perusahaan valuta asing. Data ini diambil dari World Development Indicator yang
diterbitkan oleh World Bank dengan kode FS.AST.PRVT.GD.ZS.

3. Teknologi Informasi
Variabel teknologi informasi pada penelitian ini diproksi dengan variabel
langganan telepon seluler dan pengguna internet. Langganan telpon seluler
merupakan langganan terhadap layanan telepon seluler umum yang menyediakan
akses ke PSTN (Public Switched Telepon Network) menggunakan teknologi
seluler. Data telfon seluler berupa jumlah pengguna layanan telfon seluler.
Terdapat beberapa indikator yang menjelaskan mengenai varibel telfon seluler
diantaranya jumlah langganan pascabayar dan jumlah akun prabayar aktif.
Indikator tersebut berlaku untuk semua langganan seluler yang menawarkan
komunikasi suara. Telfon seluler menjadi bagian penting di era digital seperti saat
ini. Hal tersebut dikarenakan media telfon seluler merupakan media komunikasi
yang praktis untuk saat ini. Pada era digital, telfon seluler sangat banyak
digunakan oleh masyarakat. Berbagai fitur yang berada di telfon seluler dapat
memberikan berbagai informasi melalui jaringan internet. Data ini diambil dari
World Development Indicator yang diterbitkan oleh World Bank dengan kode
IT.CEL.SETS.P2.
Selanjutnya, variabel internet merupakan infrastruktur teknologi informasi
yang berperan penting dalam ekonomi digital. Perkembangan internet dapat
memudahkan masyarakat dalam melakukan aktivitas di berbagai bidang
khususnya bidang ekonomi. Perkembangan internet ditandai dengan munculnya
berbagai jasa layanan keuangan berbasis internet sehingga dapat mempercepat
dalam proses transaksi. Data pengguna internet dalam penelitian ini merupakan
data individu yang telah menggunakan Internet (dari lokasi mana pun) dalam 3
bulan terakhir. Data ini diambil dari World Development Indicator yang
diterbitkan oleh World Bank dengan kode IT.NET.USER.ZS.
Secara ringkas, variabel operasional dalam penelitian ini dapat dilihat pada
tabel berikut:
No Nama Variabel Tahun Sumber Kode
.
1. GDP growth 1998-2018 World Bank: NY.GDP.MKTP.KD.ZG.
World
(annual %)
Development
Indicator
2. Domestic credit 1998-2018 World Bank: FS.AST.PRVT.GD.ZS.
World
to private sector
Development
(% of GDP) Indicator
3. Mobile cellular 1998-2018 World Bank: IT.CEL.SETS.P2.
World
subscriptions
Development
(per 100 people) Indicator
4. Individuals 1998-2018 World Bank: IT.NET.USER.ZS.
World
using the
Development
Internet (% of Indicator
population)
Sumber: World Bank: World Development Indicator, 2020, diolah
3.6 Limitasi Penelitian
Batasan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Fokus penelitian adalah perkembangan teknologi informasi, pembangunan
sektor keuangan, dan pertumbuhan ekonomi.
2. Objek penelitian ini adalah Indonesia
3. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data time series
menggunakan metode Error Correction Model (ECM).
DAFTAR PUSTAKA
Andrianaivo, M., & Kpodar, K. 2010. ICT, financial inclusion, and growth:
Evidence from African countries.
Andrianaivo, M., & Kpodar, K. 2011. ICT, financial inclusion, and growth
evidence from African countries. International Monetary Fund working
paper 11/73.
Arkelof, G., 1970. The Market for Lemon: Quality Uncertainty and The Market
Mechanism. Q. J. Econ. 84 (1970):488-500
Asimakopoulos, Stylianos., Kim, Jaebeom., Zhu, Xiaoyang. 2019. Financial
Development and Innovation-led Growth: Is Too Much Finance Better?.
Journal of International Money and Finance.

Bagehot, Walter. Lombard street. Homewood, IL: Richard D. Irwin, [1873] 1962
Edition.
Barro, Rober., J. dan Sala-I-Martin, Xavier. 1997. Technological Diffusion,
Convergence, and Growth. Journal of Economic Growth, 2: 1–27 ( 1997)
Brandl, M. W. 2002. The Role of Financial Institution in Long Run Economic
Growth. Retrieved from:www.buc.utexas.edu/faculty/Michael
.brandl,:1202-02.
Buckland, J., Guenther, B., Boichev, G., Geddie, H. and Mutch, M. 2005 There
are no banks here : financial and insurance exclusion services in
Winnipeg‟s North End. Winnipeg Inner-city Research Alliance.
Claessens, S., Djankov, S., Fan, J., & Lang, H. P. 2002. Disentangling the
incentive and entrenchment effects of large shareholdings. The Journal of
Finance, 57(6), 2741–2771.
Czernich,N., Falck, O., Kretschmer, T., &Woessmann, L. 2011. Broadband
infrastructure andeconomic growth.The Economic Journal, 121(552),
502–532. Retrieved from www.jstor.org.
Demirguc-Kunt, A., & Levine, R. 1996. Stock market development and financial
intermediaries: Stylized facts. The World Bank Economic Review, 10(2),
291e321.
Gasmi, F., & Recuero Virto, V. L. 2010. The determinants and impact of
telecommunications reforms in developing countries. Journal of
Development Economics, 93(2), 275–286.
Gerschenkron, A. 1962. Economic Backwardness in Historical Perspective.
Cambridge, Mass.: Belknap Press of Harvard University Press.
Goos M, Manning A and Salomons A. 2014. Explaining job polarization:
Routine-biased technological change and offshoring. American
Economic Review, 104(8): 2509–2526.
Gregorio, J., & Guidotti,P. E. 1992. Financial development and economic growth.
International Monetary Fund working paper 92/101.
Gujarati, Damodar and Porter, C, Dawn. 2009. Basic Econometrics. Singapore:
McGraw-Hill Ducation
Gurley, J. G., & Shaw, E. S. 1960. Money in a theory of finance. Washington,
DC: Brookings Institution.
Hackler, D. 2003. Invisible infrastructure and the city. American Behavioral
Scientist, 46(8), 1034–1055.
Hardy, A. P. 1980. The role of the telephone in economic devel-opment.
Telecommunications Policy, 4(4), 278–286.
Huang, H., & Lin, S. C. 2009. Non-linear finance-growth nexus: a threshold with
instrumental variable approach. Economics of Transition, 17(3), 439–
466.
Hondroyiannis, G., Lolos, S., & Papapetrou, E. 2005. Financial markets and
economic growth in Greece, 1986–1999. Journal of International
Financial Markets.
Insukindro. 1992. Insukindro Error Correction Model. Yogyakarta: BPFE UGM
Jacobson, F. 2003. Telecommunications-A means to economic growth in
developing countries? Chr. Michelsen Institute’s. (Research No.
R2003:13). Retrieved from www. cmi.no/public/public.htmJacobsonF.
King R.G and R. Levine. 1993. “Finance and Growth: Schumpeter Might Be
Right,” Quarterly Journal of Economics, 108:715-735.
Koutroumpis, P. 2009. Broadband infrastructure and economic growth: A
simultaneous approach. Telecommunications Policy, 33(9), 471–485.ions
and Money, 15, 173–188.
Levine, R. 1996. Financial development and economic growth: Views and
agenda. The Journal of Economic Literature, 35(2), 688e726.
Levine, R. 1997. “Financial Development and Economic Growth: Views and
Agenda”, Journal of Economic Literature, 35: 688-726.
Levine, R., N. Loayza and T. Beck. 2000. “Financial Intermediation and Growth:
Causality and Causes”, Journal of Monetary Economics, 46: 31-77.
Lucas, R.E. 1988. On the Mechanism of Economic Development. Journal of
Monetary Economics, 22 (1), 3-42.
Luintel, K., & Khan, M. 1999. A quantitative reassessment of the financegrowth
nexus: evidence from a multivariate VAR. Journal of Development
Economics, 60, 381–405.
Macdouglad, J. 2011. Internet use and economic development: Evidence and
policy implications (unpublished doctoral dissertation) University of
South Florida.
Malarvizhi, C.A.N., Zeynali. Yashar., Mamun, A., Ahmad, G.B. 2018. Financial
Development and Economic Growth in ASEAN-5 Countries. Global
Business Review 1–15.
Mankiw, N. Gregory. 2010. Macroeconomics 7th Edition. Worth Publishers.
Mankiw, N. Gregory, and Laurence Ball. 2010. Macroeconomics and the
Financial System. Worth Publisher.
Maradana, R., Pradhan, R., Dash, S., Gaurav, K., Jayakumar, M. and Chatterjee,
D. 2017, “Does innovation promote economic growth? Evidence from
European countries”, Journal of Innovation and Entrepreneurship, 6 (1),
pp. 1-23.
McKinnon R.I. 1973. “Money and Capital in Economic Development”,
Washington D.C., The Brookings InstitutionMeier, G.M., Seers, D. 1984.
Pioneers in Development. New York: Oxford University Press.
Meier, Gerald. M., & Seers, Dudley. 1984. “Pioneers in Development”. New
York: Oxford University Press for the World Bank.
Narayana, M. R. 2011. Telecommunication services and economic growth:
Evidence from India. Telecommunications Policy, 35(2), 115–127.
Niebel, T. 2014. ICT and economic growth: Comparing developing, emerging and
developed countries (ZEW Discussion Papers 14e117). ZEW e
Zentrum für Europa€ische Wirtschaftsforschung/ Center for European
Economic Research (ZEW Discussion Papers 14e117).
Nour, S. S. 2002. The impact of ICT on economic development in the Arab world:
A comparative study of Egypt and the Gulf countries. Maastricht, The
Netherlands: The United Nations University (UNU), Institute for New
Technologies (INTECH).
Otoritas Jasa Keuangan. 2016 Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan
2016.
Pohjola, M. 2001. Information technology and economic growth: A cross-country
analysis. In M. Pohjola (Ed.), Information technology and economic
development (pp. 242e256). Cambridge, MA: Oxford University Press.
Pohjola, M. 2002. The new economy in growth and development. Oxford Review
of Economic Policy, 18(3). The New Economy, pp. 380–396. Retrieved
from www. jstor.orgPohjolaM.
Pradhana, R. P., Arvin, M. B., Bahmani, Sahar. 2018. Are Innovation and
Financial Development Causative Factors in Economic Growth? Evidence
From A Panel Granger Causality Test. Technological Forecasting & Social
Change.

Quah, D. 2003. Digital goods and the new economy (CEP Discussion Paper;
CEPDP0563). London, UK: Centre for Economic Performance, London
School of Economics and Political Science.
Rahutami, Angelina, Ika. 2010. Pertumbuhan Ekonomi: Suatu Catatan
Perkembangan Studi Empiris. WORKING PAPER/176/e/fak/c1/2010
Ram, R. 1999. Financial development and economic growth: additional evidence.
Journal of Development Studies, 35(4), 164–174.
Reid, Richard. 2010. Financial Development: A Broader Perspective. ADB
Working Paper no. 258.
Romer, Paul, M. 1994. The Origins of Endogenous Growth. The Journal of
Economic Perspectives Vol. 8, No. 1 (Winter, 1994), pp. 3-22
Roller, L., & Waverman, L. 2001. Telecommunications infrastructure and
economic development: A simultaneous approach. The American
Economic Review, 91(4), 909–923. Accessed from www.jstor.orgRoller.
Sadraoui, T., Ali, T. and Deguachi, B. 2014, “Economic growth and international
R&D cooperation: a panel granger causality analysis”, International
Journal of Econometrics and Financial Management, 2 (1), pp. 7–21.
Samans, R., Blanke, J., Corrigan, G., dan Drzeniek, M. 2015. The Inclusive
Growth and Development Report 2015. World Economy Forum Insight
Report.
Santos, J. F. and Catalao-Lopes, M. 2014, “Does R&D matter for economic
growth or vice-versa? An application to Portugal and other European
countries”, Archives of Business Research, 2 (3), pp. 1-17.
Sassi, Seifallah & Goaied, Mohamed. 2013. Financial development, ICT diffusion
and economic growth: Lessons from MENA region. Telecommunications
Policy 37 (2013) 252–261.
Schumpeter, J. A. 1911. The theory of economic development. Massachusetts:
Cambridge.
Schumpeter J.A. 1934. “The Theory of Economic Development”, Cambridge,
MA, Harvard University Press.
Shahbaz, M., Rehman, I. U. dan Muzaffar, A. T. 2015. Re-visiting Financial
Development and Economic Growth Nexus: The Role of Capitalization
in Bangladesh. South African Journal of Economics. 83(3): 452-471.
Shamim, F. 2007. The ICT environment, financial sector and economic growth: a
cross-country analysis. Journal of Economic Studies, 34(4), 352–370.
Shaw, E. S. 1973. Financial deepening in economic development. New York:
Oxford University Press.
Sommers, P., & Carlson, D. 2000. Ten steps to a high tech future: the new
economy in Metropolitan Seattle. The Brookings Insti-tute. Washington
DC. Retrieved from https://www.brookings.edu/ wp-
content/uploads/2016/06/SommersReport.pdf. (diakses 12 Januari 2020).
Stiglitz, J.E. dan Weiss, A. 1981. Credit Rationing in Markets with Imperfect
Information. American Economic Review. 71 (3):393-410.
Supranto, J. 2004. Ekonometri. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Thiel, M. 2001. “ Finance and Growth: A Review of Theory and the Available
Evidence”, Directorate General for Economic and Financial Affairs,
Economic Paper No. 158.
Todaro, M. P. dan S. C. Smith. 2003. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga.
Jilid 1. Edisi Kedelapan. Jakarta: Erlangga.
Van Nieuwerburgh, S., Buelens, F., & Cuyvers, L. 2006. Stock market
development and economic growth in Belgium. Explorations in
Economic History, 43(1), 13–38.
Wardhono, Adhitya. 2011. Mengenal Ekonometrika Edisi Pertama. Jember:
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Jember
Waverman, R., Meschi, M., & Fuss, M. 2005. The impact of telecoms on
economic growth in developing countries.
Widarjono, Agus. 2013. Ekonometrika Pengantar dan Aplikasi. Yogyakarta: UPP
STIM YKPN
Wieman, C. 1998. The high-tech transition: Technology and the pros-pects for
improving infrastructure performance. Journal of Urban Technology,
5(2), 21–46.
Wyman, Oliver. 2016. Digital revolution. Marsh & McLennan Company

Anda mungkin juga menyukai