Di Susun Oleh:
FAKULTAS EKONOMI
PROGRAM STUDY AKUNTANSI
UNIVERSITAS WIDYATAMA
Jl. Cikutra No.204A, Sukapada, Cibeunying Kidul, Kota Bandung, Jawa Barat 40125
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
serta hidayah-Nya sehingga sampai saat ini kita masih bisa beraktivitas dan
menyelesaikan tugas penelitian ini.
Pada kesempatan kali ini, kami akan membahas tentang uang beredar dan inflasi
di Indonesia yang meliputi: mata uang dalam peredaran dan uang beredar, gambaran
inflasi dalam perekonomian, perkembangan inflasi di Indonesia dan hubungan antara
uang beredar dengan Inflasi.
Makalah ini kami buat untuk memenuhi tugas mata kuliah Ekonomi Makro dengan
semaksimal mungkin sesuai kemampuan yang kami miliki dan bantuan dari beberapa
sumber. Terima kasih kami ucapkan kepada Ibu Sugiartiningsih DR., S.E., M.Si. selaku
dosen mata kuliah Ekonomi Makro yang sudah memberikan tugas ini, sehingga kami
dapat berlatih untuk membuat makalah. Di samping dapat menuangkan gagasan dalam
bentuk tulisan, tetapi kami juga dapat berlatih menjadi insan peneliti di masa depan.
Semoga makalah yang kami buat ini dapat bermanfaat untuk pembaca dan
diperkenankan bagi pembaca untuk memberikan kritik dan saran. Karena kritik dan saran
yang membangun, akan menjadikan kesempurnaan makalah ini.
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Mata Uang dalam Peredaran dan Uang Beredar
B. Jumlah Uang Beredar di Negara-Negara Berkembang
C. Gambaran Inflasi dalam Perekonomian
1. Pengertian Inflasi
2. Gambaran Umum Proses Inflasi
3. Dampak atau Akibat Inflasi terhadap Perekonomian
4. Jenis-jenis Inflasi
5. Teori-teori Inflasi
6. Cara-cara Mengatasi Inflasi
D. Perkembangan Inflasi di Indonesia
E. Hubungan antara Uang Beredar dengan Inflasi
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kebijakan moneter dan kebijakan fiskal satu sama lain saling berpengaruh dalam
kegiatan perekonomian. Dalam upaya penetapan sasaran dalam proses pembangunan
ekonomi maka koordinasi antara Bank Indonesia dan Pemerintah dilakukan dalam
rangka menghadapi berbagai tantangan dan persoalan. Koordinasi antara Pemerintah
dan Bank Indonesia adalah membahas dan merekomendasikan kebijakan-kebijakan
yang diperlukan baik dari sisi Pemerintah maupun Bank Indonesia.
Bank Indonesia mempunyai kewenangan dalam Kebijakan moneter. Kewenangan
Bank Indonesia tersebut antara lain dalam menetapkan sasaran sasaran moneter
dengan memperhatikan laju inflasi dan melakukan pengendalian moneter dengan
menggunakan cara-cara yang termasuk tetapi tidak terbatas pada operasi pasar terbuka
dipasar uang baik rupiah maupun valuta asing, penetapan tingkat diskonto, penetapan
cadangan wajib minimum, dan pengaturan kredit atau pembiayaan. (UU RI No.3 Tahun
2004 tentang perubahan atas undang-undang RI No. 23 Tahun 1999 tentang Bank
Indonesia).
Dinamisnya perkembangan perkonomian Indonesia sepertinya mendorong
perubahan perilaku yang dinamis pada variabel-variabel ekonomi yang terlibat di
dalamnya. Jumlah uang beredar dan Inflasi adalah dua dari sekian banyak variabel
ekonomi makro yang paling banyak memiliki peran dalam aktivitas perekonomian suatu
Negara, tidak terkecuali dalam perekonomian Indonesia.
Berkaitan dengan hal ini, kebijakan pemerintah untuk mengevaluasi dan
mengendalikan kedua variabel tersebut terlihat dalam kegiatan moneter yang dijalankan
oleh pemerintah dalam hal ini Bank Indonesia, sebagai pemegang otoritas moneter di
Indonesia.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, maka kami membatasi makalah ini
pada pokok permasalahan sebagai berikut:
1. Apa definisi Mata Uang dalam Peredaran dan Uang Beredar?
2. Bagaimana Jumlah Uang Beredar di Negara-Negara Berkembang?
3. Bagaimana Gambaran Inflasi dalam Perekonomian?
4. Bagaimanakah Perkembangan Inflasi di Indonesia?
5. Bagaimanakah Hubungan antara Uang Beredar dengan Inflasi?
C. Tujuan
PEMBAHASAN
termasuk di dalamnya adalah Bank Sentral, bank-bank umum komersial, bank-bank koperasi,
bank pembanguan dan lembaga-lembaga keuangan ini terorganisasi dan sering disebut sebagai
“dealers of debt”.[2]
Bank Sentral di Negara sedang berkembang mempunyai 2 fungsi yang tradisional dan
4. Jenis-jenis Inflasi
a) Jenis Inflasi menurut sifatnya
Laju inflasi dapat berbeda antara satu negara dengan negara lain atau dalam satu
negara dalam waktu yang berbeda. Atas dasar besarnya laju inflasi, dapatlah inflasi di
bagi ke dalam tiga kategori, yaitu: inflasi yang ringan (creeping inflation) yaitu kurang
dari 10% per tahun, inflasi sedang (galloping inflation) antara 10 – 30 % per tahun, inflasi
berat antara 30 - 100% per tahun dan Hiper Inflasi (hyper inflation) yaitu di atas 100% per
tahun.[6]
Biasanya inflasi ringan di tandai dengan laju inflasi yang rendah. Kenaikan harga
berjalan secara lambat, dengan persentase yang kecil serta dalam jangka waktu yang
relatif lama.
Inflasi sedang di tandai dengan kenaikan harga yang cukup besar dan kadang kala
berjalan dalam kurungn waktu yang relatif pendek serta mempunyai sifat akselerasi.
Artinya harga-harga minggu atau bulan ini lebih tinggi dari harga-harga minggu atau
bulan lalu dan seterusnya. Efeknya terhadap perekonomian lebih berat daripada inflasi
ringan.
Inflasi berat merupakan inflai yang paling parah akibatnya. Harga-harga naik sampai
5 atau 6 kali. Masyarakat tidak lagi berkeinginan untuk menyimpan uang. Nilai uang
merosot dengan tajam sehingga ingin di tukarkan dengan barang. Perputaran uang
makin cepat, harga naik secara akselerasi. Biasanya keadaan ini timbulapabila
pemerintah mengalami defisit anggaran belanja( misalnya di timbulkan oleh adanya
perang) yang di tutup dengan mencetak uang.[7]
b) Jenis Inflasi berdasarkan sebabnya
Berdasarkan sebabnya, inflasi dibagi menjadi dua, yaitu sebagai berikut:
1) Demand Pull Inflation
Inflasi ini terjadi sebagai akibat pengaruh permintaan yang tidak diimbangi oleh
peningkatan jumlah penawaran produksi. Akibatnya, sesuai dengan hukum permintaan,
jika permintaan banyak sementara penawaran tetap, harga akan naik. Jika hal ini
berlangsung secara terus-menerus, akan mengakibatkan inflasi yang
berkepanjangan. Oleh karena itu, untuk mengatasinya diperlukan adanya
pembukaan kapasitas produksi baru dengan penambahan tenaga kerja baru.
2) Cost Push Inflation
Inflasi ini disebabkan karena kenaikan biaya produksi yang disebabkan
oleh kenaikan biaya input atau biaya faktor produksi. Akibat naiknya biaya faktor
produksi, dua hal yang dapat dilakukan oleh produsen, yaitu langsung menaikkan harga
produknya dengan jumlah penawaran yang sama atau harga produknya naik karena
penurunan jumlah produksi.[8]
Keterangan gambar :
P = harga
D = permintaan
S = penawaran
Q = jumlah barang (output)
Gambar demand pull inflation menunjukkan permintaan masyarakat akan barang-
barang secara keseluruhan (aggregate demand) bertambah. Hal tersebut disebabkan
karena uang baru atau karena kenaikan permintaan luar negeri akan barang-barang
ekspor atau karena bertambahnya pengeluaran untuk investasi pihak swasta karena
kredit murah, maka kurva aggregate demandbergeser dari D1 ke D2 akibatnya harga naik
dari P1 ke P2.
Gambar Cost Push Inflation menunjukkan bahwa apabila ongkos produksi naik
yang disebabkan oleh karena kenaikan harga faktor-faktor produksi baik yang berasal
dari dalam negeri maupun yang diimpor dari luar negeri, maka kurva penawaran
masyarakat (aggregate supply) bergeser dari S1 ke S2, sehingga harga naik dari P1 ke P2.
Dampak atau akibat dari kedua macam inflasi tersebut dari segi kenaikan
harga out put, tidaklah berbeda tetapi dari segi volume output (gross domestic product/
GDP) riil terdapat perbedaan. Dalam hal demand pull inflation biasanya ada
kecenderungan output rill meningkat bersama-sama dengan kenaikan harga umumnya.
Sebaliknya dalam cost oush inflation biasanya kenaikan harga barang-barang
bersamaan dengan penurunan volume/omzet penjualan barang-barang. Dengan
perkataan lain terjadi kelesuan dunia usaha.
Perbedaan lainnya dari kedua proses inflasi tersebut adalah demand pull
inflation kenaikan harga barang-barang akhir (final product/ output) mendahului kenaikan
harga barang-barang inputyaitu faktor-faktor produksi. Sebaliknya pada cost push
inflation kenaikan harga barang-barang inputmendahului harga barang-barang akhir.
Namun demikian, dalam kenyataannya jarang sekali dijumpai terjadinya kedua
jenis inflasi tersebut masing-masing secara murni, yang sering terjadi pada umumnya
adalah campuran atau kombinasi dari kedua macam inflasi tersebut, sehingga seringkali
keduanya saling memperkuat satu sama lain.[9]
5. Teori-teori Inflasi
Pada dasarnya ada 3 (tiga) macam teori tentang inflasi, yaitu:[10]
a. Teori Kuantitas (Teori Irving Fisher)
Teori kuantitas adalah teori yang paling tua. Teori ini menyoroti peranan dalam proses
inflasi dari jumlah uang beredar, psikologi (harapan) masyarakat mengenai harga-
harga (expectations).
1) Inflasi hanya terjadi apabila ada penambahan volume uang beredar baik kartal maupun giral.
Tanpa kenaikan jumlah uang beredar jika adanya kejadian gagal panen, misalnya, hanya
akan menaikkan harga untuk sementara waktu saja. Jika jumlah uang beredar tidak ditambah
maka inflasi akan terhenti dengan sendirinya apapun sebab kenaikan awal inflasi tersebut.
2) Laju inflasi ditentukan oleh laju pertambahan jumlah uang yang beredar dan oleh psikologi
(harapan) masyarakat mengenai kenaikan harga- harga di masa mendatang. Ada 3
kemungkinan keadaan, yaitu:
a) Masyarakat tidak/ belum mengharapkan harga naik pada bulan mendatang. Sebagian besar
penambahan jumalah uang beredar digunakan untuk memperbesar pos kas. Sebagian besar
uang tidak dibelanjakan untuk pembelian barang. Belum terjadi kenaikan permintaan barang
yang berarti. Dalam keadaan ini kenaikan jumlah uang beredar sebesar 10 % diikuti dengan
kenaikan harga sebesar 1%. Masyarakat belum menyadari adanya inflasi.
b) Masyarakat mulai sadar bahwa ada inflasi. Penambahan jumlah uang beredar digunakan
untuk membeli barang-barang untuk menghindari kerugian yang timbul seandainya mereka
memegang uang kas. Akibatnya permintaan barang-barang akan naik sehingga memicu
kenaikan harga. Kenaikan jumlah beredar sebesar 10% diikuti dengan kenaikan harga
sebesar 10%.
c) Tahapan yang ketiga yaitu hiperinflasi. Masyarakat sudah kehilangan kepercayaan terhadap
nilai mata uang. Masyarakat mulai enggan memegang uang dan enggan untuk
membelanjakannya. Keadaan ini ditandai dengan semakin cepatnya peredaran uang
(velocity of circulation yang menaik). Kenaikan jumlah uang beredar sebesar 20%
mengakibatkan kenaikan harga sebesar 20%. Inflasi ini pernah terjadi di Indonesia pada
Tahun 1961- 1966. Hiperinflasi menghancurkan sendi-sendi ekonomi moneter dan sosial
politik.
b. Teori Keynes
Teori Keynes mengenai inflasi didasarkan atas teori makronya. Menurut teori ini inflasi
terjadi karena suatu masyarakat ingin hidup di luar batas kemampuan ekonominya. Proses
inflasi menurut pandangan ini adalah proses perebutan bagian rezeki di antara kelompok-
kelompok sosial yang menginginkan bagian yang lebih besar daripada yang bisa disediakan
oleh masyarakat tersebut. Maksudnya adalah keadaan ketika permintaan masyarakat atas
barang-barang selalu melebihi jumlah barang-barang yang tersedia (inflationary gap).
Teori ini mengasumsikan bahwa perekonomian sudah berada pada tingkat full
employment. Menurut Keynes kuantitas uang tidak berpengaruh terhadap tingkat permintaan
total, karena suatu perekonomian dapat mengalami inflasi walaupun tingkat kuantitas uang
tetap konstan. Jika uang beredar bertambah maka harga akan naik. Kenaikan harga ini akan
menyebabkan bertambahnya permintaan uang untuk transaksi, dengan demikian akan
menaikkan suku bunga. Hal ini akan mencegah pertambahan permintaan untuk investasi dan
akan melunakkan tekanan inflasi.
c. Teori Strukturalis
Teori ini juga teori inflasi jangka panjang, karena menyoroti sebab-sebab munculnya
inflasi yang berasal dari kekakuan struktur ekonomi terutama yang terjadi di negara
berkembang. Teori ini memberikan tekanan pada ketegaran (inflexibilities) dari struktur
perekonomian negara-negara sedang berkembang.
Teori strukturalis adalah teori inflasi jangka panjang. Disebut teori inflasi jangka
panjang karena teori ini mencari faktor-faktor jangka panjang manakah yang bisa
mengakibatkan inflasi. Menurut teori ini, ada 2 ketegaran utama dalam perekonomian
negara-negara sedang berkembang yang bisa menimbulkan inflasi.
1) Ketegaran yang pertama berupa “ketidakelastisan” dari penerimaan ekspor, yaitu nilai
ekspor yang tumbuh secara lamban dibanding dengan pertumbuhan sektor-sektor lain.
Kelambanan ini disebabkan karena:
a) Harga di pasar dunia dari barang-barang ekspor negara tersebut makin tidak
menguntungkan dibanding dengan harga barang-barang impor yang harus dibayar.
b) Supply atau produksi barang-barang ekspor yang tidak responsive terhadap kenaikan harga
(supply barang-barang ekspor yang tidak elastis).
2) Ketegaran yang kedua berkaitan dengan ketidakelastisan dari supply atau produksi bahan
makanan di dalam negeri. Proses Inflasi yang timbul karena dua ketegaran tersebut dalam
praktek jelas tidak berdiri sendiri. Umumnya kedua proses tersebut saling berkaitan dan
sering kali memperkuat satu sama lain.
6. Cara-cara Mengatasi Inflasi
Cara-cara mengatasi inflasi pada dasarnya harus diarahkan pada faktor-
faktor yang menyebabkan perubahan harga dalam hal ini harga menjadi naik atau
dengan perkataan lain nilai uang menjadi turun.
Sebagaimana diketahui bahwa factor-faktor yang menjadi akar penyebab
perubahan nilai uang adalah M, V, dan T. Oleh karena itu, tiada lain daripada usaha
mengurangi M dan/ atau V, yang keduanya tergolong pada faktor moneter dan atau
meningkatkan T.
Dalam hal ini ada 4 (empat) kebijakan (policy) yang dapat ditempuh untuk
mengatasi inflasi tersebut, yaitu:[11]
a) Kebijakan Moneter
b) Kebijakan Fiskal
c) Kebijakan Non Moneter
d) Kombinasi dari ketiga cara di atas
2005 17.11
2006 6.6
2007 6.59
2008 11.06
2009 2.78
2010 6.96
2011 3.79
2012 4.3
2013 8.38
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Uang beredar adalah semua jenis uang yang berada di dalam perekonomian yaitu
jumlah dari mata uang dalam peredaran ditambah dengan uang giral dalam bank-bank
umum.
2. Tingkat inflasi adalah perubahan harga barang-barang dan jasa-jasa dalam
perekonomian dalam waktu relatif lama. Inflasi adalah salah satu indikator penting
perekonomian selain pendapatan nasional, tingkat pengangguran, ketidakseimbangan
neraca pembayaran dan lainnya.
3. Perkembangan inflasi di Indonesia dalam kurun waktu 15 tahun terakhir berfluktuasi.
Salah satu faktor yang mempengaruhi perubahan inflasi di Indonesia yaitu suku bunga
acuan bank indonesia atau dengan kata lain BI Rate yang menjadi signal bagi perbankan
untuk menetapkan tingkat suku bunganya seperti tabungan, deposito dan kredit.
4. Dalam jangka pendek jumlah uang beredar tidak berpengaruh atau tidak signifikan
terhadap laju inflasi di Indonesia. Tetapi, semakin besar jumlah uang yang beredar dalam
masyarakat maka inflasi juga akan meningkat.
B. Saran
1. Sebaiknya pemerintah harus memperhitungkan atau memperkirakan akan timbulnya
inflasi yang akan terjadi bila ingin mengadakan penambahan pencetakan uang baru,
karena pencetakan uang baru yang terlalu besar akan mengakibatkan goncangnya
perekonomian.
2. Bila telah terjadi inflasi, pemerintah harus selalu siap dan tegas dengan menentukan
kebijakan apa yang dibutuhkan untuk mengatasi inflasi di Indonesia, seperti kebijakan
moneter, kebijakan fiskal, kebijakan non meneter maupun kombinasi dari ketiga
kebijakan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Basuki, Agus Tri dan Nano Prawoto. Pengantar Ekonomi Mikro & Makro, Sleman: Danisa Media,
2015.
Firdaus, Rachmat dan Maya Ariyanti. Pengantar Teori Moneter, Bandung: Alfabeta, 2011.
Hario Aji Hartomo, “PENGARUH JUMLAH UANG BEREDAR DAN KURS TERHADAP TINGKAT
INFLASI DI INDONESIA SEBELUM DAN SETELAH KRISIS GLOBAL 2008”, Jurnal
Media Ekonomi, Vol. 18 No. 3, Desember, 2010
http://www.online.fe.trisakti.ac.id/publikasi_ilmiah/Jurnal%20Media%20Ekonomi/Vol.%2
018%20No.%203%20DES%202010/HARIO%20AJI.pdf
Nopirin Ph.D. Ekonomi Moneter, Yogyakarta: BPFE Yogyakarta, buku II, 1987.
Sukirno, Sadono. Makroekonomi Teori Pengantar, Jakarta: Rajawali Pers, Edisi Ketiga, 2011.
Theodores Manuela Langi, Vecky Masinambow, Hanly Siwu , “ANALISIS PENGARUH SUKU
BUNGA BI, JUMLAH UANG BEREDAR, DAN TINGKAT KURS TERHADAP TINGKAT
INFLASI DI INDONESIA”, Jurnal Berkala Ilmiah Efisiensi, Volume 14 no. 2, Mei, 2014
http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jbie/article/viewFile/4184/3713
Detail
[1] Sadono Sukirno, Makroekonomi Teori Pengantar, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011),
Edisi Ketiga, hlm. 281-283
[2] Iswardono. Uang dan Bank, (Yogyakarta: BPFE Yogyakarta, 1999), hlm. 120-122
[3] Agus Tri Basuki, Nano Prawoto, Pengantar Ekonomi Mikro & Makro, (Sleman:
Danisa Media, 2015) hlm. 259-260
[4] Ibid,. hlm. 265
[5] Rachmat Firdaus, Maya Ariyanti, Pengantar Teori Moneter, (Bandung : Alfabeta,
2011), hlm. 117-119
[6] Drs M. Suparmoko, M.A.,Ph.D, Pengantar Ekonomika Makro, (Yogyakarta: BPFE
Yogyakarta, 1999), edisi keempat, hlm. 213
[7] Nopirin Ph.D, Ekonomi Moneter, (Yogyakarta: BPFE Yogyakarta, 1987), buku
II, hlm. 27
[8] Ibid,. hlm. 29-30
[9] Rachmat Firdaus, Maya Ariyanti, Pengantar Teori Moneter, (Bandung : Alfabeta,
2011), hlm. 121
[10] Ibid,. hlm. 122-125
[11] Rachmat Firdaus, Maya Ariyanti, Pengantar Teori Moneter, (Bandung : Alfabeta,
2011), hlm. 125-128
[12] Ibid,. hlm. 128-129
[13] Theodores Manuela Langi, Vecky Masinambow, Hanly Siwu , “ANALISIS PENGARUH SUKU
BUNGA BI, JUMLAH UANG BEREDAR, DAN TINGKAT KURS TERHADAP TINGKAT INFLASI DI
INDONESIA”, Jurnal Berkala Ilmiah Efisiensi, Volume 14 no. 2, Mei, 2014
[14] Hario Aji Hartomo, “PENGARUH JUMLAH UANG BEREDAR DAN KURS TERHADAP
TINGKAT INFLASI DI INDONESIASEBELUM DAN SETELAH KRISIS GLOBAL 2008”, Jurnal Media
Ekonomi, Vol. 18 No. 3, Desember, 2010
[15] Theodores Manuela Langi, Vecky Masinambow, Hanly Siwu , “ANALISIS
PENGARUH SUKU BUNGA BI, JUMLAH UANG BEREDAR, DAN TINGKAT KURS
TERHADAP TINGKAT INFLASI DI INDONESIA”, Jurnal Berkala Ilmiah Efisiensi,Volume 14
no. 2, Mei, 2014