Anda di halaman 1dari 15

Mini Riset Ekonometrika II

Pengaruh Produk Domestik Bruto (PDB), Nilai Tukar,


Dan Ekspor Terhadap Inflasi Di Indonesia Pada Tahun
1987-2020
1*
Khaerun Nissa Billa

Email : 1*knissa679@gmail.com, Universitas Ahmad Dahlan; 1900010078

Abstrak Keywords
PDB
Salah satu permasalahan di hampir seluruh negara di dunia adalah Exchange Rate
sulitnya menjaga kestabilan perekonomian. Berbagai kebijakan, baik Export
itu kebijakan fiskal maupun kebijakan moneter direncanakan secara Inflation

matang dan kemudian dilaksanakan untuk memperoleh berbagai


target pertumbuhan ekonomi yang diharapkan membawa
kesejahteraan bagi masyarakat. Salah satu dari usaha pemenuhan
target pertumbuhan ekonomi dilakukan melalui pengendalian laju
inflasi, baik itu pada tingkat regional maupun pada tingkat
nasional. Tingkat inflasi pada angka yang tepat mampu membawa
perekonomian bertumbuh kearah yang positif. Metode analisis data
yang digunakan adalah metode Vector Error Correction Model (VECM).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa PDB tidak berpengaruh signifikan
terhadap inflasi, nilai tukar berpengaruh positif dan signifikan
terhadap inflasi, dan ekspor berpengaruh positif dan signifikan
terhadap inflas dalam jangka pendek. Dalam jangka panjang, ekspor
tidak berpengaruh signifikan terhadap inflasi. Kemudian menggunakan
uji Granger Causality menunjukkan bahwa PDB dan inflasi tidak
memiliki hubungan timbal balik, dan nilai tukar dan inflasi tidak
memiliki hubungan timbal balik, tetapi hanya memiliki hubungan satu
arah, sedangkan ekspor dan inflasi memiliki hubungan timbal balik
atau dua arah. Diharapkan Pemerintah Indonesia dapat menemukan
solusi yang efektif untuk mengatasi masalah pengangguran di
Indonesia.

Abstract
One of the problems in almost all countries in the world is the difficulty of
maintaining economic stability. Various policies, both fiscal policy and
monetary policy, are carefully planned and then implemented to obtain
various economic growth targets that are expected to bring prosperity to
the community. One of the efforts to fulfill the economic growth target is
through controlling the inflation rate, both at the regional and national
levels. The inflation rate at the right number is able to bring the economy
to grow in a positive direction. The data analysis method used is the
Vector Error Correction Model (VECM) method. The results showed that
GDP did not have a significant effect on inflation, the exchange rate had a
positive and significant effect on inflation, and exports had a positive and
significant effect on inflation in the short term. In the long term, exports
have no significant effect on inflation. Then using the Granger Causality
1
* Authors should add 1- 3 JEL classification numbers. An information guide for the Journal of Economic Literature (JEL)
can be found at https://www.aeaweb.org/jel/guide/jel.php
test shows that GDP and inflation do not have a reciprocal relationship,
and exchange rates and inflation do not have a reciprocal relationship,
but only have a one-way relationship, while exports and inflation have a
reciprocal or two-way relationship. It is hoped that the Government of
Indonesia can find an effective solution to the problem of unemployment
in Indonesia.

Latar Belakang
Pertumbuhan dan kestabilan perekonomian dapat dikatakan merupakan permasalahan di
banyak negara di dunia, termasuk Indonesia. Ada banyak usaha melalui berbagai kebijakan telah
diterapkan demi meningkatkan atau setidaknya mempertahankan kestabilan perekonomian yang
diharapkan akan mampu memberikan kesejahteraan bagi masyarakat luas. Salah satu usaha
tersebut adalah melalui pengendalian laju inflasi. Inflasi, jika berada pada tingkat yang tepat akan
mampu merangsang perekonomian untuk bertumbuh kearah yang positif , sesuai dengan target
yang diharapkan.
Fenomena dimana terjadi kenaikan harga secara umum dan terus menerus merupakan
gambaran singkat dari inflasi.Jika kenaikan harga yang terjadi adalah musiman seperti menjelang
hari besar keagamaan misalnya menjelang hari raya galungan dan kuningan, kenaikan harga ini
tidak dapat dikategorikan sebagai inflasi.Kenaikan harga yang hanya pada satu jenis barang
atau jasa saja juga tidak dapat dikatakan sebagai inflasi.Secara sederhana, terjadinya harga
barang dan jasa secara umum dan secara terus menerus adalah dua kunci utama untuk
memahami arti dari inflasi. Inflasi mampu memberikan berbagai dampak positif dan negatif
bagi perekonomian. Salah satu dampak negatif yang dapat terjadi jika tingkat inflasi tidak tepat
adalah menurunnya nilai mata uang, yang selanjutnya dapat menurunkan daya beli masyarakat,
terutama masyarakat dengan pendapatan yang tetap.Tingkat inflasi yang terlalu tinggi memiliki
kekuatan menurunkan kesejahteraan masyarakat dan juga mampu mempengaruhi distribusi
pendapatan serta alokasi faktor produksi suatu negara (Solihin, 2011). Disamping bagi
perekonomian, inflasi juga berpengaruh pada bidang lain termasuk dalam politik. Friedman
(1977) dalam Jiranyakul dan Opiela (2010) mengatakan tingkat inflasi yang tinggi dapat
menyebabkan tekanan pada dunia politik.
Inflasi bukanlah sesuatu hal yang harus dihindari atau dimusuhi suatu negara. Jika berada
pada tingkat yang tepat, inflasi akan mampu meningkatkan gairah produksi dalam negeri.
Naiknya harga pada kenaikan yang tepat menjadikan perputaran barang menjadi lebih cepat, dan
keuntungan yang bertambah akan menaikkan tingkat produksi barang. Tingkat pengangguran
akan berkurang dikarenakan investor tertarik untuk berinvestasi sehingga membuka kesempatan
kerja.Pada akhirnya perlahan-lahan perekonomian akan bertumbuh ke arah yang positif.
Berdasarkan penelitian terdahulu, diperoleh bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
pembentukan inflasi di banyak negara, termasuk Indonesia, berasal dari variabel domestik dan
variabel eksternal. Variabel-variabel tersebut diantaranya Produk Domestik Bruto, nilai tukar
mata uang, tingkat suku bunga, jumlah uang beredar dan perubahan atau guncangan ekonomi
negara lain (Solihin:2011).Tabel 1. menjelaskan fluktuasi naik turunnya tingkat inflasi di
Indonesia periode tahun 1987-2020.

Tabel 1. Tingkat di Inflasi Indonesia Periode tahun 1987-2020


Tahun Inflasi (%) Fluktuasi (%)
1987 6,60 -
1988 6,59 -0,01
1989 11,06 4,47
1990 2,78 -8,28
1991 6,96 4,18
1992 3,79 -3,17
2
1993 4,3 -0,51
1994 2,01 -0,53
1995 9,35 -0,6
1996 12,55 -2,17
1997 10,03 4,58
1998 5,06 66,58
1999 6,4 -75,62
2000 9,35 7,34
2001 12,55 3,2
2002 10,03 -2,52
2003 5,06 -4,97
2004 6,4 1,34
2005 17,11 10,71
2006 6,60 -10,51
2007 6,59 -0,01
2008 11,06 4,47
2009 2,78 -8,28
2010 6,96 4,18
2011 3,79 -3,17
2012 4,3 0,51
2013 2,01 -2,29
2014 9,35 7,34
2015 12,55 3,2
2016 10,03 -2,52
2017 5,06 -4,97
2018 6,4 1,34
2019 17,11 10,71
2020 6,60 -10,51

Pada masa perekonomian yang berkembang pesat, kesempatan kerja yang tinggi
menciptakan tingkat pendapatan yang tinggi dan selanjutnya menimbulkan pengeluaran yang
melebihi kemampuan ekonomi mengeluarkan barang dan jasa.Pengeluaran yang berlebihan ini
akan menimbulkan inflasi. Apabila masyarakat masih terus menambah pengeluarannya maka
permintaan agregat akan kembali naik. Untuk memenuhi permintaan yang semakin bertambah
tersebut, perusahaan-perusahaan akan menambah produksinya dan menyebabkan pendapatan
nasional riil (PDB) menjadi meningkat pula. Kenaikan produksi nasional melebihi kesempatan
kerja penuh akan menyebabkan kenaikan harga yang lebih cepat (menyebabkan inflasi) (Sukirno,
2006:334). Penelitian sebelumnya, diantaranya, Sarinastiti (2011), Nugraha dan Maruto (2012),
Endri (2008) dan Fakultas Ekonomi Trisakti (2006) menjelaskan pengaruh nilai tukar
terhadap tingkat inflasi. Melemahnya nilai tukar rupiah menjadikan harga barang-barang impor
meningkat dikarenakan dibutuhkan jumlah rupiah yang lebih banyak untuk mendapatkan
barang-barang impor tersebut, demikian pula halnya dengan barang-barang dengan bahan baku
produksi yang diimpor. Hal ini juga akan menaikkan harga produksi dalam negeri yang dapat
berujung pada terjadinya inflasi. Depresiasi nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing juga
mengakibatkan meningkatnya nilai ekspor. Harga barang domestik yang lebih murah menarik
minat pihak luar negeri untuk menambah jumlah permintaan akan barangnya sehingga perlahan-
lahan harga akan naik dan menyebabkan inflasi.
Mengingat inflasi merupakan salah satu indikator pembangunan yang mampu memberikan
dampak luas terhadap perekonomian, kajian mengenai variabel yang mempengaruhi tingkat
inflasi menjadi sangat penting dan menarik untuk diteliti. Penelitian ini secara fokus menganalisis
pengaruh Produk Domestik Bruto (PDB), nilai tukar dan ekspor terhadap tingkat inflasi di
Indonesia. Pemilihan ketiga variabel: PDB, nilai tukar dan ekspor, dikarenakan ketiga variabel

3
tersebut berpengaruh secara langsung terhadap tingkat inflasi dan telah terjadinya perbedaan
hasil penelitian mengenai arah hubungan antara PDB, nilai tukar dan ekspor beredar terhadap
tingkat inflasi. Kajian mengenai beberapa variabel yang mempengaruhi tingkat inflasi ini
diharapkan mampu memberikan informasi kepada berbagai pihak termasuk pemerintah,
sehingga dapat membentuk kebijakan yang tepat, baik itu kebijakan moneter maupun
kebijakan fiskal untuk mencapai tingkat inflasi yang rendah dan stabil.
Hal inilah yang melatar belakangi penulisan mini riset ini, dengan rumusan masalah sebagai
berikut :1) bagaimana pengaruh PDB terhadap tingkat inflasi di Indonesia ?, 2) bagaimana
pengaruh nilai tukar terhadap tingkat inflasi di Indonesia ?, 3) bagaimana pengaruh ekspor
terhadap tingkat inflasi di Indonesia ?. Kemudian dari rumusan masalah tersebut diperoleh tujuan
penelitian yakni untuk mengetahui : 1) pengaruh PDB terhadap tingkat inflasi di Indonesia, 2)
pengaruh nilai tukar terhadap tingkat inflasi di Indonesia, 3) pengaruh ekspor terhadap tingkat
inflasi di Indonesia.

Tinjauan Pustaka
Inflasi
Menurut boediono (2000) inflasi adalah kecenderungan dari kenaikan hargaharga secara
umum dan terus-menerus. ini tidak berarti bahwa harga berbagai macam barang itu naik dengan
persentase yang sama. mungkin dapat terjadi kenaikan tersebut tidaklah bersamaan. yang
penting terdapat kenaikan harga umum barang secara terus menerus selama suatu periode
tertentu. kenaikan yang terjadi hanya sekali saja (meskipun dengan persentase yang cukup besar)
bukanlah merupakan inflasi.
Inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk naik secara umum dan terus-
menerus (sukirno, 2002). akan tetapi bila kenaikan harga hanya dari satu atau dua barang saja
tidak disebut inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut meluas atau menyebabkan kenaikan sebagian
besar dari harga barang-barang lain. kenaikan harga-harga barang itu tidaklah harus dengan
persentase yang sama.

Produk Domestik Bruto (PDB)


PDB diyakini sebagai indikator ekonomi terbaik dalam menilai perkembangan ekonomi
suatu negara. perhitungan pendapatan nasional ini mempunyai ukuran makro utama tentang
kondisi suatu negara. pada umumnya perbandingan kondisi antar negara dapat dilihat dari
pendapatan nasionalnya sebagai gambaran, bank dunia menentukan apakah suatu negara berada
dalam kelompok negara maju atau berkembang melalui pengelompokan besarnya pdb, dan pdb
suatu negara sama dengan total pengeluaran atas barang dan jasa dalam perekonomian
(herlambang, 2001).
Menurut Samuelson, pdb adalah jumlah output total yang dihasilkan dalam batas wilayah
suatu negara dalam satu tahun. pdb mengukur nilai barang dan jasa yang di produksi di wilayah
suatu negara tanpa membedakan kewarganegaraan pada suatu periode waktu tertentu. dengan
demikian warga negara yang bekerja di negara lain, pendapatannya tidak dimasukan ke dalam
PDB (herlambang, 2001).
Nilai Tukar
Menurut krugman dan obsfelt (2000). nilai tukar riil (real exchange rate) adalah harga
relatif dari barang-barang diantara dua negara. nilai tukar riil menyatakan tingkat dimana kita
bisa memperdagangkan barang-barang dari suatu negara untuk barang-barang dari negara lain.
nilai tukar (exchange rate) atau kurs adalah harga suatu mata uang suatu negara terhadap mata
uang negara lain.

Ekspor
Ekspor adalah penjualan komoditi kenegara lain dengan mengharapkan pembayaran
dalam bentuk valuta asing (Jimmy Benny, 2013). Ekspor adalah tolak ukur penting untuk
mengetahui seberapa besar pertumbuhan ekonomi di suatu negara (Dwi Siswaningsih, 2016)

4
Hipotesis
H1: Diduga bahwa PDB berpengaruh negatif dan signifikan terhadap tingkat inflasi di Indonesia
tahun 1987-2020.
H2: Diduga bahwa nilai tukar berpengaruh negatif dan signifikan terhadap tingkat inflasi di
Indonesia tahun 1987-2020.
H3: Diduga bahwa ekspor berpengaruh negatif dan signifikan terhadap tingkat inflasi di
Indonesia tahun 1987-2020.

Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan data sekunder yang merupakan data runtutan waktu (time
series) selama jangka waktu 33 tahun yaitu 1987 sampai dengan 2020. Adapun data yang
digunakan dan diperoleh berasal dari Badan Pusat Statistik (BPS). Data yang dipergunakan dalam
penelitian ini jika dilihat dari sumbernya merupakan data sekunder.Data dalam penelitian ini
diperoleh dari Badan Pusat Statistik dan Bank Indonesia dengan mendatangi langsung kantor
instansi terkait dan melalui publikasi pada website yaitu http://www.bps.go.id dan
http://www.bi.go.id dan http://www.worldbank.org.
Model Vector Error Correction Model (VECM) bertujuan untuk melihat hubungan jangka
pendek dan menggunakan uji kointegrasi untuk melihat indikasi adanya hubungan jangka
panjang. VECM adalah bentuk Vector Autorregressive (VAR) yang terektrisi. Retriksi diberikan
karena data tidak stasioner namun terkointegrasi (Juanda & Juanaidi, 2012).
Berikut ini tahapan dari analisis ini yakni adalah sebagai berikut:
Uji Stasioner
Uji stasioneritas/uji akar-akar unit (Unit Root Test) dilakukan untuk menentukan stasioner
tidaknya sebuah variabel.

Lag Optimal
Pemeriksaan lag digunakan untuk menentukan panjang lag optimal yang akan digunakan
dalam analisis selanjutnya dan akan menentukan estimasi parameter untuk model VECM (
Widarjono, 2017).

Uji Kausalitas Granger


Uji kausalitas dilakukan agar mengetahui apakah terdapat hubungan antar variabel
endogen (depedent) sehingga dapat diperlakukan sebagai variabel eksogen (independent). Uji
kausalitas menggunakan metode granger’s casuality. Kekuatan prediksi dari informasi yang telah
didapatkan secara teori maupun penelitian sebelumnya dapat menunjukkan adanya hubungan
kausalitas antar variabel.
Uji Kointegrasi
Uji kointegrasi dapat diinterprestasikan sebagai hubungan keseimbangan jangak panjang
di antara variabel (Irfan & Wulan, 2014).

Esimasi VECM
Analisis VECM mempertimbangkan adanya fluktuasi data disekitar tren jangka panjang
sehingga model VECM digunakan untuk menganalisis adanya koreksi pada variabel dependen
akibat adanya ketidakseimbangan pada beberapa variabel (Ekananda, 2015).
Analisis Implus Response Fungction
Impuls Response Function (IRF) bertujuan untuk mengisolasi suatu guncangan agar lebih
spesifik, yang artinya suatu variabel dapat dipengaruhi oleh shock atau guncangan tertentu (Irfan
& Wulan, 2014).
Analisis Variance Decomposition
5
Analisis ini disebut juga forecast error Variance Decompotion (FEVD), merupakan perangkat
yang dapat menggambarkan relative pentingnya variabel-variabel bebas pada model VECM
karena shock dan menjelaskan seberapa kuat peranan variabel-variabel tertentu terhadep
variabe lainya ( Lutkepohl, 2005).

Hasil dan Pembahasan


Hasil Penelitian
Uji Stasioneritas Data
Untuk melihat data stasiner atau tidak kita dapat mengujinya pada beberapa tahap
pengujian, jika data tidak stasioneer pada tingkal level 1(0) maka uji stasioner dapat diturunkan
menjadi first Different 1(1), kemudian jika pada first different data masih tidek stasioner maka
uji stasioner dapat dilakukan pada Seccond Different 1(2) (Masta, 2014). Hasil dari pengujian
dibawah ini:

Tabel 1.
Uji Unit Root Test dengan Augmented Dickey Fuller (ADF)

Critical
Unit Adj t- Prob
Variabel Value
Root Stat PP
5%
Tingkat Level -2.2054 -3.0206 0.2104
Inflasi First Diff -4.0248 -3.0299 0.0067
Secound
-8.2804 -3.0403 0.0000
Diff
Produk Domestik Level -21.373 -3.0206 0.0000
Bruto (PDB)
First Diff -11.798 -3.0299 0.0000
Secound
-10.752 -3.0521 0.0000
Diff
Ekspor Level -2.7409 -3.0299 0.0857
First Diff
-7.1953 -3.0403 0.0000
Secound
-2.7409 -3.0299 0.0857
Diff
Level -19.4698 -3.0206 0.0000
Inflasi First Diff -6.5740 -3.0403 0.0000
Secound
-3.0824 -2.6904 0.0515
Diff
Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2022

Berdasarkan Table 1 di atas bahwa variabel tingkat inflasi stasioner pada first different dan
second different pada taraf keyakinan 5% yang dibuktikan oleh nilai Adj t-stat > critical value 5%
yaitu -4,0248 > -3,0299. Variabel PDB juga stasioner di level, firstdifferent, second different yang
dibuktikan oleh nilai Adj t- stat > critical value 5%yaitu -21,373 > -3,0206 dan-11,789 > -3,0299.
Kemudian variabel ekspor, tidak stasioner di tingkat level tapi stasioner ditingkat first different
dan second different. Sedangkan ekspor stasioner pada semua level.

Penentuan Lag Optimal


Dalam penetapan lag optimal digunakan nilai dari Likelihood Ratio (LR), Final Prediction
Error (FPE), Akaike Information Criterion (AIC), Schwarz Information Criterion (SC), dan
Hannan- Quin Criterion (HQ). Adapun panjang lag optimal yang dipilih berdasarkan kriteria-
kriteria di atas:

6
Tabel 2
Hasil Pengujian Lag Optimum
Lag LogL LR FPE AIC SC HQ

0 -126.5556 NA 10.9307 13.7427 13.9415 13.7763

1 -78.35752 71.0287* 0.38776* 10.3534* 11.3475* 10.5216*

Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2022


Dari table 2 nilai lag optimum terdapat pada lag 1, jika diakumulasikan maka jumlah paling
banyak bintang terletak pada lag 1. Adapun maksud dari lag optimum ialah bahwa semua
variabel penelitian saling mempengaruhi satu sama lain sampai satu periode sebelumnya. Artinya
bahwa variabel PDB, Nilai Tukar, Ekspor mempengaruhi variabel Inflasi.

Granger Causality
Pengujian ini dengan membandingkan nilai probability 0.05%. Hasil granger causality test
Berikut Tabel 3:
Tabel 3.
Hasil Uji Granger Causality

Null Hypothesis: Obs F-Statistic Prob.

PDB does not Granger Cause


INFLASI 20 0.3907 0.5402
INFLASI does not Granger Cause
PDB 0.0265 0.8725

NILAI TUKAR does not Granger Cause


INFLASI 20 1.6120 0.2213
INFLASI does not Granger Cause
NILAI TUKAR 5.7651 0.0281

EKSPOR does not Granger


Cause INFLASI 20 5.4100 0.0326
INFLASI does not Granger Cause
EKSPOR 6.3457 0.0221

Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2022


Berdasarkan Tabel 3 di atas bahwa variabel PDB tidak memiliki hubungan terhadap
variabel tingkat inflasi dan begitu juga sebaliknya, oleh sebab itu pada variabel ini hubungan
timbal balik (kausalitas) tidak ada. Variabel tingkat nilai tukar tidak memiliki hubungan dengan
variabel inflasi, dan sebaliknya tingkat inflasi memiliki hubungan kausalitas terhadap tingkat
nilai tukar pada level 1% dengan angka nilai Ftabel > Fhitung (5.76510 > 4,94). Oleh sebab itu
pada variabel ini tidak terdapat hubungan timbal balik atau satu arah. Variabel ekspor
memiliki hubungan dengan variabel tingkat inflasi, pada level 1% dengan angka
nilai Ftabel > Fhitung (5.41005 > 4,94) dan tingkat inflasi juga memiliki hubungan kausalitas
terhadap ekspor pada level 1% dengan angka nilai Ftabel > Fhitung (6.34573 > 4,94). Oleh sebab
itu pada variabel ini terdapat hubungan timbal balik atau dua arah. Hubungan kausalitas
dikatakan terjadi apabila pada tiap-tiap varibel memiliki hubungan 2 arah yaitu signifikan pada
level 1% (probability <0.01).

Uji Kointegrasi
Hasil dari pengujian pada tabel dibawah ini:

7
Tabel 4
Uji Kointegrasi

Hypothesized Trace 0.05


No. of CE(s) Statistic Critical Value Prob.**

None * 74.77640 63.87610 0.0046


At most 1 34.07143 42.91525 0.2852
At most 2 15.46001 25.87211 0.5365
At most 3 3.444629 12.51798 0.8200

Hypothesized Max-Eigen 0.05


No. of CE(s) Statistic Critical Value Prob.**

None * 40.70497 32.11832 0.0035


At most 1 18.61142 25.82321 0.3321
At most 2 12.01538 19.38704 0.4138
At most 3 3.444629 12.51798 0.8200
Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2022

Berdasarkan Tabel 4 menunjukkan, hasil uji kointegrasi yang telah dilakukan, pada tabel
diatas dapat dilihat bahwa nilai trace statistic > critical value (74.77640 > 63.87610) dan
maxeigen > critical value (40.70497 > 32.11832) pada tingkat keyakinan 5%. Hal menunjukkan
bahwa diantara pergerakan semua variabel penelitian memiliki hubungan keseimbangan dalam
jangka panjang. Maka, analisis selanjutnya dapat dilakukan dengan menggunakan model VECM.

Hasil Estimasi Vector Error Correction Model (VECM)


Hasil dari pengujian dapat dilihat dibawah ini:
Tabel 6
Estimasi VECM Jangka Pendek dan Jangka Panjang Inflasi Di Indonesia
Variabel Koefisien t-statistik t-tabel

Jangka Pendek
CoinEq1 -0.011443 -0.07481
PDB
0.093625 0.79121
2.10982
Nilai Tukar 0.986355 2.19145
Ekspor 0.055391 2.94800
Jangka Panjang
PDB
0.697756 1.46703
0.773895 2.49494 2.10982
Nilai Tukar
Ekspor -0.100170 -2.05324

Impuls Response
Hasil dari IRF pada Gambar dibawah berikut ini:

Response to Cholesky One S.D. Innovations


Response of D(PDB) to D(INFLASI)
.4

8
.2

.0

-.2
-.4 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2022


Gambar 1 Uji Impluse Response PDB terhadap Inflasi

Gambar 1 diatas dapat dilihat respon PDB terhadap guncangan inflasi. Guncangan yang
terjadi fluktuatif pada kuartal pertama memberikan respon yang negatif kemudian pada kuartal
kedua menunjukkan respon yang positif selanjutnya pada kuartal tiga sampai kuartal sepuluh
berada di bawah garis horizontal dan menunjukkan respon yang negatif. Artinya bahwa selama
kuartal tertentu ketika PDB mengalami penurunan maka inflasi juga mengalami penurunan.
PDB tidak memiliki korelasi positif namun negatif terhadap tingkat inflasi.
Response to Cholesky One S.D. Innovations
Response of D(NILAI TUKAR) to D(INFLASI)
.4

.2

.0

-.2
-.4 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Sumber: Hasil Pengolahan Data. 2022


Gambar 2 Uji Impluse Response Nilai Tukar terhadap Inflasi

Gambar 2 diatas dapat dilihat respon nilai tukar terhadap inflasi. Guncangan yang
terjadipada kuartal pertama memberikan respon yang positif kemudian pada kuartal kedua
sampai kuartal sepuluh berada di bawah garis horizontal dan menunjukkan respon yang negatif.
Artinya bahwa selama kuartal tertentu ketika nilai tukar mengalami penurunan maka inflasi juga
mengalami penurunan.

Response to Cholesky One S.D. Innovations

Response of D(EKSPOR) to D(INFLASI)


.4

.2

.0

-.2
-.4 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2022


Gambar 3 Uji Impluse Response Ekspor Terhadap Inflasi

Gambar 3 diatas dapat dilihat respon ekspor terhadap guncangan inflasi. Guncangan yang
terjadi pada kuartal pertama sampai kuartal sepuluh berada di bawah garis horizontal dan
menunjukkan respon yang negatif. Artinya bahwa selama kuartal tertentu ketika ekspor
mengalami penurunan maka inflasi juga mengalami penurunan.
9
Analisis Varianece Decomposition
Untuk melihat hasil pengujian variance decomposition dapat dilihat pada Tabel sebagai
berikut ini :
Tabel 7
Varian Decomposition tingkat inflasi
Peri D(INFLASI) D(PDB) D(NILAI
S.E. D(EKSPOR)
od TUKAR)
1 0.7696 100.000 0.0000 0.0000 0.0000
2 0.9655 73.2562 8.9961 12.3387 5.40887
3 1.0093 72.3811 8.2335 12.3968 6.98840
4 1.0677 70.5626 8.0518 12.3909 8.99457
5 1.1311 69.4061 7.9777 13.2928 9.32324
6 1.1849 68.9511 7.5192 13.0579 10.4716
7 1.2379 67.2640 7.6807 13.8507 11.2044
8 1.2846 67.1474 7.3323 13.7381 11.7821
9 1.3331 66.1831 7.3396 14.0626 12.4145
Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2022
Berdasarkan hasil analisis Variance Decomposition pada Tabel 7 dapat dilihat pada
awalnya tingkat Inflasi masih sangat dipengaruhi oleh tingkat inflasi itu sendiri yakni sebesar
100% dimana PDB, nilai tukar dan ekspor belum memberikan pengaruh sama sekali. Namun
seiring bertambahnya periode, variabel-variabel lain mulai mempengaruhi walaupun besarnya
tidak sebesar pengaruh inflasi itu sendiri. Nilai tukar memberikan pengaruh terbesar kedua
setelah varaibel inflasi, dimana awal periode pengaruhnya sebesar 12.33 dan terus meningkat
sampai akhir periode pengaruhnya sebesar 14.18 terhadap inflasi. Pengaruh yang paling kecil
diberikan oleh variabel PDB terhadap inflasi sebesar 7.17 persen di akhir periode, adapun untuk
variabel ekspor yang di lihat dari uji Variance Decomposition berada di urutan ketiga
pengaruhnya terhadap inflasi sebesar 12.82 persen pada akhir periode.

Pembahasan
Hubungan Produk Domestik Bruto (PDB) Terhadap Tingkat Inflasi
Berdasarkan hasil pengujian pada jangka pendek dan jangka panjang PDB tidak memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap tingkat inflasi. Hal ini sesuai dengan pendapat (Waruwu,
2016), ( Hartati, et al 2015) dan (Anna Marinda, et al, 2017) bahwa PDB tidak memiliki korelasi
positif namun negatif terhadap tingkat inflasi.

Hubungan Nilai Tukar Terhadap Tingkat Inflasi


Berdasarkan hasil pengujian pada jangka pendek dan jangka panjang nilai tukar memiliki
pengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat inflasi. Penelitian ini sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh (Windra et al, 2016), (Bursa, 2011), (Artati at al, 2015), (Yulianti, 2016), dan
(Giovanti, 2018) bahwa variabel tingkat nilai tukar mempunyai pengaruh dan signifikan terhadap
inflasi di Indonesia.

Hubungan Ekspor Terhadap Tingkat Inflasi


Berdasarkan hasil pengujian pada jangka panjang ekspor tidak berpengaruh dan negatif
terhadap inflasi, artinya setiap terjadinya penurunan pada ekspor maka tidak akan berpengaruh
terhadap inflasi. Sesuai dengan penelitian dari Hambarsari dan (Inggit, 2016), (Windra at al,
2016).
Sedangkan pada jangka pendek ekspor memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap
tingkat inflasi. Hal ini sesuai dengan pendapat (Phutong, 2011) dalam (Massulianti, 2015) bahwa

10
ekspor mengakibatkan tingkat inflasi meningkat, sehingga hubungan antara variabel ekspor
dengan tingkat inflasi, yaitu berpengaruh positif, jika ekspor meningkat maka tingkat inflasi juga
akan meningkat.

Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan maka penelitian dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut ini:
1. Dengan menggunakan metode analisa Granger Kausalitas bahwa hasil penelitian
menunjukkan variabel PDB dan inflasi tidak memiliki hubungan data timbal
balik, nilai tukar dan inflasi tidak memiliki hubungan timbal balik, tapi hanya
memiliki hubungan 1 arah, sedangkan ekspor dan inflasi memiliki hubungan
timbal balik atau 2 arah.
2. Menggunakan model Vector Error Correction Model (VECM), maka penelitian
dapat diambil kesimpulan bahwa pada jangka pendek dan jangka panjang PDB
tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tingkat inflasi. Sementara pada
jangka pendek dan jangka panjang nilai tukar memiliki pengaruh positif dan
signifikan terhadap tingkat inflasi, dan ekspor berpengaruh positif dan signifikan
terhadap tingkat inflasi pada jangka pendek, sedangkan pada jangka panjang
ekspor tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat inflasi.
Meskipun pada penelitian ini ditemukan bahwa Produk Domestik Bruto tidak
berpengaruh terhadap tingkat inflasi di Indonesia periode tahun 1987-2020, namun pemerintah
tetap perlu mendorong pertumbuhan Produk Domestik Bruto melalui pengembangan sektor-
sektor ekonomi, terutama sektor-sektor yang belum dikelola secara optimal. Pemerintah harus
lebih jeli lagi melihat potensi sektor-sektor ekonomi yang dapat dimanfaatkan di tiap-tiap
provinsi di Indonesia, agar tiap –tiap provinsi dapat memberikan konstribusi yang maksimal
terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto. Sehingga melalui pertumbuhan Produk
Domestik Bruto dapat diperoleh tingkat inflasi yang stabil dan sesuai dengan tingkat yang telah
ditargetkan.Pemerintah melalui Otoritas Moneter harus mampu menjaga kestabilan cadangan
devisa negara demi menjaga stabilitas nilai tukar mata uang, mengingat nilai tukar terbukti
merupakan salah satu variabel yang berpengaruh terhadap tingkat inflasi.

Daftar Pustaka

Journal Article
Endri. (2008). Analisis Faktor yang Mempengaruhi Inflasi di Indonesia.Jurnal Ekonomi
Pembangunan Kajian Ekonomi Negara Berkembang. 13(1), pp:1-13.
Giovanni, R. (2018). Analisis Pengaruh PDRB, Pengangguran Dan Pendidikan Terhadap Tingkat
Kemiskinan Di Pulau Jawa Tahun 2009-2016. Journal Ilmiah, 33(3), 471-481.
Jonaidi, A. (2012). Analisis Pertumbuhan Ekonomi Dan Kemiskinan Di Indonesia. Jurnal
Kajian Ekonomi, 89(2), 323-347.
Jiranyakul, Komain dan Timothy P. Opiela. (2010). Inflation and Inflation Uncertainty in the
ASEAN-5 Economies. Journal of Asian Economics, (21), pp:105-112.
Kumalasari, M. (2011). Analisis Pertumbuhan Ekonomi, Angka Harapan Hidup, Angka Malek
Huruf, Rata-Rata Lima Sekolah, Pengeluaran Perkapital dan Jumlah Penduduk Tehadap
Tingkat Kemiskinan Di Jawa Tengah. Jurnal Kajian Ekonomi, 75(1), 313-327.
Rahmawati.( 2011). Pengaruh Jumlah Uang Beredar, Pengeluaran Pemerintah, dan Suku Bunga
terhadap Tingkat Inflasi di Nanggroe Aceh Darussalam. Jurnal Aplikasi Manajemen,
9(1), pp:178-188.

11
Book
Bambang Widjajanta & Aristansi Widyaningsih. (2017). Ekonomi dan Akuntansi: Mengasah
Kemampuan Ekonomi. Bandung: CV Citra Praya.
Kuncoro, Mudrajad. (2003). Ekonomi Pembangunan: Teori, Masalah dan Kebijakan. UPP AMP
YKPN: Yogyakarta.
Lutkepohl, H. (2005). New Introduction to Multiple Deret Waktu Analysis. Springer Verlag: Berlin.
Nanga. Muana. (2009). Makro Ekonomi: Teori, Masalah dan Kebijakan. Jakarta: PT. Grafindo
Persada.
Nopirin. (2007). pengantar ilmu ekonomi makro dan mikro edisi pertama. BPFE: PT. Yogyakarta.
Setiawina, Nyoman Djinar. (2004). Ekonomi Moneter. Bali: Penerbit Panakom.
Sukirno, Sadono. (2000). Makro Ekonomi Modern. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
Suyana Utama, Made. (2009). Buku Ajar Aplikasi Analisis Kuantitatif. Denpasar:Sastra Utama.

LAMPIRAN

Tabel 1. Tingkat di Inflasi Indonesia Periode tahun 1987-2020


Tahun Inflasi (%) Fluktuasi (%)
1987 6,60 -
1988 6,59 -0,01
1989 11,06 4,47
1990 2,78 -8,28
1991 6,96 4,18
1992 3,79 -3,17
1993 4,3 -0,51
1994 2,01 -0,53
1995 9,35 -0,6
1996 12,55 -2,17
1997 10,03 4,58
1998 5,06 66,58
1999 6,4 -75,62
2000 9,35 7,34
2001 12,55 3,2
2002 10,03 -2,52
2003 5,06 -4,97
2004 6,4 1,34
2005 17,11 10,71
2006 6,60 -10,51
2007 6,59 -0,01
2008 11,06 4,47
2009 2,78 -8,28
2010 6,96 4,18
2011 3,79 -3,17
2012 4,3 0,51
2013 2,01 -2,29
2014 9,35 7,34
2015 12,55 3,2
2016 10,03 -2,52
2017 5,06 -4,97
2018 6,4 1,34
12
2019 17,11 10,71
2020 6,60 -10,51

Tabel 2 Produk Domestik Bruto Berdasarkan Harga Konstan (Tahun Dasar 1987) di Indonesia Periode
1987-2020 (miliar rupiah)

Tahun PDB Perkembangan (%)


1987 1.151.490,87 -
1988 1.238.312,95 7,54
1989 1.340.102,36 8,22
1990 1.444.874,07 7,82
1991 1.512.781,40 4,70
1992 1.314.202,74 -13,13
1993 1.324.599,74 0,79
1994 1.389.769,90 4,92
1995 1.440.405,70 3,64
1996 1.505.216,40 4,50
1997 1.577.171,30 4,78
1998 1.656.516,80 5,03
1999 1.750.815,20 5,69
2000 1.847.126,70 5,50
2001 1.964.327,30 6,35
2002 2.082.456,10 6,01
2003 2.177.741,70 4,58
2004 1.151.490,87 8,64
2005 1.238.312,95 7,54
2006 1.340.102,36 8,22
2007 1.444.874,07 7,82
2008 1.512.781,40 4,70
2009 1.314.202,74 -13,13
2010 1.324.599,74 0,79
2011 1.389.769,90 4,92
2012 1.440.405,70 3,64
2013 1.505.216,40 4,50
2014 1.577.171,30 4,78
2015 1.656.516,80 5,03
2016 1.750.815,20 5,69
2017 1.847.126,70 5,50
2018 1.964.327,30 6,35
2019 2.082.456,10 6,01
2020 2.177.741,70 4,58
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2020

Tabel 3 Nilai Tukar Rupiah Terhadap US$ Periode 1987-2020


Tahun Nilai Tukar Perkembangan
(Rp/US$) (%)
1987 6,60 -
1988 6,59 -0,01
13
1989 11,06 4,47
1990 2,78 -8,28
1991 6,96 4,18
1992 3,79 -3,17
1993 4,3 -0,51
1994 2,01 -0,53
1995 9,35 -0,6
1996 12,55 -2,17
1997 10,03 4,58
1998 5,06 66,58
1999 6,4 -75,62
2000 9,35 7,34
2001 12,55 3,2
2002 10,03 -2,52
2003 5,06 -4,97
2004 6,4 1,34
2005 17,11 10,71
2006 6,60 -10,51
2007 6,59 -0,01
2008 11,06 4,47
2009 2,78 -8,28
2010 6,96 4,18
2011 3,79 -3,17
2012 4,3 0,51
2013 2,01 -2,29
2014 9,35 7,34
2015 12,55 3,2
2016 10,03 -2,52
2017 5,06 -4,97
2018 6,4 1,34
2019 17,11 10,71
2020 6,60 -10,51
Sumber: Laporan Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia,Bank Indonesia,2020

14
15

Anda mungkin juga menyukai