INDEF
i
Badai Krisis Ekonomi dan Jebakan Liberalisasi
ISBN: 979-97810-11
November 2011
ii
Badai Krisis Ekonomi dan Jebakan Liberalisasi
Daftar Isi
iii
Badai Krisis Ekonomi dan Jebakan Liberalisasi
iv
Badai Krisis Ekonomi dan Jebakan Liberalisasi
Daftar Tabel
v
Badai Krisis Ekonomi dan Jebakan Liberalisasi
vi
Badai Krisis Ekonomi dan Jebakan Liberalisasi
Daftar Gambar
vii
Badai Krisis Ekonomi dan Jebakan Liberalisasi
viii
Badai Krisis Ekonomi dan Jebakan Liberalisasi
Bab 1
Pendahuluan
1
Badai Krisis Ekonomi dan Jebakan Liberalisasi
Krisis moneter 1997, misalnya, dipicu oleh pelemahan mata uang bath-
Thailand, yang berlanjut pada penarikan modal secara besar-besaran
pada hampir seluruh negara-negara di kawasan Asia Tenggara.
Sedangkan pada krisis global 2009, dampak yang relatif kecil dibanding
negara-negara lain dikarenakan porsi konsumsi dalam negeri yang
besar dalam perekonomian, sehingga ada pameo ‘pemerintah tidur pun
ekonomi tetap tumbuh’. Sebuah ungkapan yang tidak berlebihan jika
melihat fakta tidak efektifnya stimulus fiskal kala itu, di mana sebagian
besar program terkendala waktu dan buruknya ketepatan sasaran
program.
Belajar dari pengalaman masa lalu tersebut, pemerintah
Indonesia ke depan diharapkan dapat lebih kontributif dan antisipatif
atas kemungkinan penjalaran krisis utang UE dan berlanjutnya krisis AS.
Kontributif dalam arti pemerintah harus melakukan upaya nyata
melalui berbagai kebijakan yang membuat perekonomian 2012 dapat
terhindar dari penjalaran krisis. Jika keberadaan pemerintah dalam
pengelolaan ekonomi 2012 sama saja, ini menunjukkan pemerintahan
yang abai dan lalai. Sedangkan antisipatif berarti pemerintah harus
mempersiapkan berbagai strategi meredam krisis UE dan AS tersebut
sedini mungkin, tidak reaktif. Dengan langkah-langkah yang terencana,
kebijakan menghindar dari krisis akan lebih efektif.
Badai krisis ekonomi yang datang kali ini diperkirakan akan lebih
sulit ditaklukkan. Selain karena krisis terbaru di UE dipicu oleh utang
pemerintah yang terlalu besar, harapan untuk segera pulihnya krisis
ekonomi di AS pun harus menunggu lebih lama. Padahal UE dan AS
merupakan dua kawasan utama perekonomian dunia hingga saat ini.
Lebih dari itu, selama ini kedua kawasan tersebut merupakan kiblat
2
Badai Krisis Ekonomi dan Jebakan Liberalisasi
3
Badai Krisis Ekonomi dan Jebakan Liberalisasi
4
Badai Krisis Ekonomi dan Jebakan Liberalisasi
5
Badai Krisis Ekonomi dan Jebakan Liberalisasi
6
Badai Krisis Ekonomi dan Jebakan Liberalisasi
7
Badai Krisis Ekonomi dan Jebakan Liberalisasi
Bab 2
Perkembangan Makro dan Mikro Ekonomi
Indonesia
9
Badai Krisis Ekonomi dan Jebakan Liberalisasi
10
Badai Krisis Ekonomi dan Jebakan Liberalisasi
11
Badai Krisis Ekonomi dan Jebakan Liberalisasi
Listrik, Gas, dan Air Bersih 4,3 3,9 4,1 5,2 4,5 0
Perdagangan, Hotel, dan Restoran 7,9 9,6 8,7 10,1 9,3 1,7
Keuangan, Real Estat dan Jasa perusahaan 7,3 6,9 7,1 7 7 0,7
2.2. Inflasi
Tekanan inflasi selama 2011 berasal dari sisi internal maupun
sisi eksternal. Hingga triwulan III 2010, tingkat inflasi masih terjaga
pada kisaran sasaran inflasi 5% 1%. Inflasi IHK pada triwulan III 2011
sebesar 1,89 persen (qtq) atau 4,61 persen (yoy). Pada Oktober 2011,
terjadi deflasi sebesar 0,12 persen (mtm). Deflasi tersebut terjadi pada
12
Badai Krisis Ekonomi dan Jebakan Liberalisasi
6.96
4.28 3.95 4.28 5.40
2.78 2.85 3.72 2.49
0.7
13
Badai Krisis Ekonomi dan Jebakan Liberalisasi
1.00 Inti
Inflasi (%)
0.00
Oktober Harga Yang Diatur
Agustus
Januari
Februari
April
Mei
Maret
Juni
Juli
September
-1.00 Pemerintah
-3.00
14
Badai Krisis Ekonomi dan Jebakan Liberalisasi
15
Badai Krisis Ekonomi dan Jebakan Liberalisasi
10.00
- SBI 9 bln
Apr
Mei
Jul
Agust
okt
Feb
Sep
Mar
Jan
Jun
16
Badai Krisis Ekonomi dan Jebakan Liberalisasi
9200
9000
8800
Rp/US$
8600
8400
8200
8000
03/01/2…
24/01/2…
14/02/2…
07/03/2…
28/03/2…
18/04/2…
09/05/2…
30/05/2…
20/06/2…
11/07/2…
01/08/2…
22/08/2…
12/09/2…
03/10/2…
24/10/2…
17
Badai Krisis Ekonomi dan Jebakan Liberalisasi
8.00
BI Rate
6.00
Persen (%)
SBI 9 bln
4.00
LIBOR 1 thn
2.00 SIBOR 1 thn
- US Prime rates
Mar
okt
Jan
Jun
Apr
Mei
Jul
Agust
Feb
Sep
18
Badai Krisis Ekonomi dan Jebakan Liberalisasi
2.5. Investasi
Investasi memiliki fungsi dan peran penting untuk memacu dan
meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Investasi diharapkan dapat
menjadi stimulan peningkatan kesempatan kerja. Sayangnya, Indonesia
masih memiliki keterbatasan dalam hal ketersediaan modal dan
teknologi. Oleh karena itu, sejak 1967 pemerintah Indonesia membuka
kran investasi asing seluas-luasnya guna mendorong perekonomian
tumbuh lebih tinggi. Hasilnya selama rezim Orde Baru berhasil
mengurangi angka kemiskinan absolut secara signifikan, yaitu dari
sekitar 56 persen (1970) menjadi 13 persen (1997).
Pasca reformasi 1998, nilai dan jumlah investasi asing di
Indonesia cenderung terus meningkat. Walaupun pada beberapa tahun
tertentu nilai dan realisasi investasi sempat mengalami penurunan,
tetapi secara keseluruhan nilai dan jumlah investasi asing memiliki tren
yang meningkat. Hal ini memperlihatkan bahwa Indonesia adalah
negara yang perekonomiannya sangat menarik dan prospektif dalam
jangka panjang.
Gambar 2.7. Penanaman Modal Asing (PMA/FDI) yang telah
Direalisasikan
19
Badai Krisis Ekonomi dan Jebakan Liberalisasi
Andre Gunder Frank dan Paul Baran (ekonomi USA) serta Samir
Amin (ekonomi kelahiran Mesir) mengingatkan bahayanya hubungan
dengan negara maju yang alih-alih membangun kerja sama, tetapi
malah membuat negara berkembang tidak mampu mandiri dan
20
Badai Krisis Ekonomi dan Jebakan Liberalisasi
21
Badai Krisis Ekonomi dan Jebakan Liberalisasi
22
Badai Krisis Ekonomi dan Jebakan Liberalisasi
23
Badai Krisis Ekonomi dan Jebakan Liberalisasi
Pertumbuhan (qtq)
Nilai Ekspor (Juta US$)
Negara Tujuan Persen (%)
*) Cina, Jepang, Amerika Serikat, Australia, Korea Selatan, Taiwan, dan India
Sumber: Diolah dari Badan Pusat Statistik, 2011
24
Badai Krisis Ekonomi dan Jebakan Liberalisasi
25
Badai Krisis Ekonomi dan Jebakan Liberalisasi
26
Badai Krisis Ekonomi dan Jebakan Liberalisasi
2.7. Perbankan
Peran perbankan sebagai lembaga intermediasi di Indonesia
pada 2011 semakin diandalkan. Untuk itu, perkembangan berbagai
indikator kesehatan perbankan perlu mendapat perhatian lebih agar
fungsi intermediasi ini dapat berjalan secara baik. Sejauh ini, GWM
(Giro wajib Minimum) primer perbankan Indonesia mengalami
peningkatan sebesar 21,6 persen (Januari-September 2011), sedangkan
GWM sekunder dan tertier menurun sebesar 3,15 persen dan 2,21
persen dibanding periode sama tahun sebelumnya. Hal ini salah
satunya disebabkan besarnya SBI yang jatuh tempo dan tenor SBI yang
diperpanjang (menjadi 9 bulan) sehingga terjadi pergerakan
penempatan likuiditas perbankan dari SBI ke penempatan BI lainnya,
yaitu term deposits dan FASBI.
27
Badai Krisis Ekonomi dan Jebakan Liberalisasi
28
Badai Krisis Ekonomi dan Jebakan Liberalisasi
29
Badai Krisis Ekonomi dan Jebakan Liberalisasi
80
58
60 45 46
39 40 41
40 30 27 25 25
18 18 15 19 15 182215 22 19
13 20 14 14
20
0
2007 2008 2009 2010 2011 Rata-rata
30
Badai Krisis Ekonomi dan Jebakan Liberalisasi
A. Pendapatan Negara dan Hibah 495.2 638 707.8 981.6 848.8 992.4 1,104.90
I. Penerimaan Dalam Negeri 493.9 636.2 706.1 979.3 847.1 990.5 1,101.20
31
Badai Krisis Ekonomi dan Jebakan Liberalisasi
32
Badai Krisis Ekonomi dan Jebakan Liberalisasi
Bab 3
Bank Asing vs Bank Lokal
33
Badai Krisis Ekonomi dan Jebakan Liberalisasi
34
Badai Krisis Ekonomi dan Jebakan Liberalisasi
35
Badai Krisis Ekonomi dan Jebakan Liberalisasi
36
Badai Krisis Ekonomi dan Jebakan Liberalisasi
Wilayah Batasan
ASEAN rata-rata sampai 33%
Indonesia Bank Umum 99%
Bank Komersial 30%
Malaysia
Bank Investasi 70%
Islamic Bank 70%
Singapura Bank lokal 40%
Thailand Sampai dengan 25% tidak perlu persetujuan bank sentral
Sampai dengan 49% harus dengan persetujuan bank sentral
lebih dari 49 % harus dengan persetujuan menteri keuangan.
Sumber: BI dan Wawancara Kompas, 2011
37
Badai Krisis Ekonomi dan Jebakan Liberalisasi
38
Badai Krisis Ekonomi dan Jebakan Liberalisasi
39
Badai Krisis Ekonomi dan Jebakan Liberalisasi
Terkait dengan risiko usaha perbankan, satu hal yang patut menjadi
perhatian pelaku perbankan dan otoritas moneter adalah sumber
pendanaan usaha perbankan. Jika mencermati komposisi Dana Pihak Ketiga
(DPK), baik bank asing maupun bank lokal masih didominasi oleh deposito,
masing-masing sebesar 49,77 persen dan 46,44 persen terhadap total DPK
per Agustus 2011. Dari sumber deposito ini, pertumbuhan deposito bank
asing selama enam tahun terakhir ini mengalami peningkatan rata-rata
sebesar 6,88 persen per tahun, dari Rp79 triliun pada 2005 menjadi Rp114
triliun pada Agustus 2011. Sedangkan deposito bank lokal yang pada 2005
sebesar Rp485 triliun meningkat menjadi Rp1.035 triliun atau tumbuh rata-
rata sebesar 13,69 persen per tahun (Tabel 3.2).
Hal lain yang perlu dicermati bersama adalah meningkat pesatnya
sumber DPK yang berasal dari tabungan pada bank asing, yaitu rata-rata
tumbuh sebesar 52 persen per tahun sepanjang Desember 2005 hingga
Agustus 2011, jauh meninggalkan pertumbuhan tabungan bank lokal yang
hanya sebesar 18,21 persen per tahun dalam kurun waktu yang sama. Di
samping itu, share tabungan terhadap DPK bank asing relatif kecil, hanya
sebesar 15,15 persen. Sedangkan share tabungan terhadap DPK bank lokal
cukup besar, 33,67 persen (Tabel 3.6).
40
Badai Krisis Ekonomi dan Jebakan Liberalisasi
41
Badai Krisis Ekonomi dan Jebakan Liberalisasi
42
Badai Krisis Ekonomi dan Jebakan Liberalisasi
pada bank asing mencapai 16,28 persen per tahun selama kurun waktu
tersebut, dari Rp99 triliun pada 2005 menjadi Rp239 triliun per Agustus
2011. Sedangkan bank lokal mencetak pertumbuhan kredit rata-rata
sebesar 20,34 persen per tahun dalam kurun waktu yang sama, dari
Rp595 triliun menjadi Rp1.792 triliun. Dari sisi pangsa kredit per
Agustus 2011, bank asing berkontribusi sebanyak 11,79 persen disusul
bank lokal sebesar 88,21 persen (Tabel 3.8).
Tabel 3.8 Perkembangan Kredit Bank Lokal dan Bank Asing
Rata-Rata
Jumlah Kredit Pangsa
2005 2007 2009 2011* Pertumbuhan
(miliar) 2011*
2005-2011*
Bank Lokal 595.777 859.637 1.256.941 1.792.151 20,34 88,21
Bank Asing 99.872 142.376 180.988 239.463 16,28 11,79
Total 695.649 1.002.013 1.437.929 2.031.614 19,78 100
43
Badai Krisis Ekonomi dan Jebakan Liberalisasi
total kredit. Jenis penggunaan ini tumbuh lebih cepat dari pada
penggunaan lain di mana per Juli 2011 mampu tumbuh hampir 24,17
persen (yoy). Sedangkan kredit konsumsi pada bank asing hanya
tumbuh 3,83 persen dan mengambil porsi sebesar 14,46 persen dari
total kredit yang dikucurkan oleh bank asing. Sementara itu, posisi
penggunaan kedua pada bank lokal lebih diperuntukkan pada sektor
konsumsi,yakni sekitar 33,08 persen dari total kredit atau meningkat
23,08 persen (yoy). Sedangkan penggunaan kredit untuk investasi
selama periode berjalan tergolong kecil hanya 20,89 persen (Tabel 3.9).
Tabel 3.9 Perkembangan Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan
2010:Juli 2011:Juli Pangsa terhadap Kredit
Pertumbuhan
Kredit Modal Kerja (miliar) 2010:Juli 2011:Juli
44
Badai Krisis Ekonomi dan Jebakan Liberalisasi
45
Badai Krisis Ekonomi dan Jebakan Liberalisasi
46
Badai Krisis Ekonomi dan Jebakan Liberalisasi
Dari sisi persaingan usaha antara bank lokal dengan bank asing,
salah satu indikator yang dapat digunakan untuk membandingkan
kekuatan daya saing antar-kedua kelompok bank tersebut adengan Net
Interest Margin (NIM). Lagi-lagi bank asing memiliki keunggulan
bersaing dibandingkan dengan bank lokal, di mana NIM bank asing dan
47
Badai Krisis Ekonomi dan Jebakan Liberalisasi
48
Badai Krisis Ekonomi dan Jebakan Liberalisasi
49
Badai Krisis Ekonomi dan Jebakan Liberalisasi
50
Badai Krisis Ekonomi dan Jebakan Liberalisasi
51
Badai Krisis Ekonomi dan Jebakan Liberalisasi
Sumber: Diolah dari Asian Development Bank, 2011 dan Bank Indonesia, 2011
52
Badai Krisis Ekonomi dan Jebakan Liberalisasi
53
Badai Krisis Ekonomi dan Jebakan Liberalisasi
54
Badai Krisis Ekonomi dan Jebakan Liberalisasi
1
Ibid Inggrid (2006)
55
Badai Krisis Ekonomi dan Jebakan Liberalisasi
56
Badai Krisis Ekonomi dan Jebakan Liberalisasi
57
Badai Krisis Ekonomi dan Jebakan Liberalisasi
58
Badai Krisis Ekonomi dan Jebakan Liberalisasi
59
Badai Krisis Ekonomi dan Jebakan Liberalisasi
Bab 4
Jebakan Liberalisasi Perdagangan:
Kasus ACFTA
61
Badai Krisis Ekonomi dan Jebakan Liberalisasi
62
Badai Krisis Ekonomi dan Jebakan Liberalisasi
US$ Miliar
350.00
300.00
250.00
200.00
150.00 2007
100.00
2008
50.00
0.00 2009
-50.00
20.00
15.00
10.00
2007
5.00 2008
2009
0.00
-5.00
-10.00
63
Badai Krisis Ekonomi dan Jebakan Liberalisasi
II I M P O R **) 61.065,5 74.473,4 129.197,3 96.829,2 135.663,3 20,43 97.389,0 129.966,4 33,45
- MIGAS 18.962,9 21.932,8 30.552,9 18.980,7 27.412,7 6,10 19.438,4 30.264,2 55,69
- NON MIGAS 42.102,6 52.540,6 98.644,4 77.848,5 108.250,6 25,63 77.950,6 99.702,2 27,90
III TOTAL 161.864,1 188.574,3 266.217,7 213.339,3 293.442,4 14,03 208.305,3 282.467,6 35,60
- MIGAS 40.172,4 44.021,4 59.679,2 37.999,0 55.452,3 5,10 38.560,3 61.911,4 60,56
- NON MIGAS 121.691,7 144.552,9 206.538,6 175.340,2 237.990,1 16,59 169.745,0 220.556,3 29,93
IV NERACA 39.733,2 39.627,5 7.823,1 19.680,8 22.115,8 -17,07 13.527,3 22.534,9 66,59
- MIGAS 2.246,6 155,7 -1.426,6 37,6 626,9 0,00 -316,4 1.383,0 -537,15
- NON MIGAS 37.486,6 39.471,7 9.249,7 19.643,2 21.488,9 -16,56 13.843,7 21.151,8 52,79
64
Badai Krisis Ekonomi dan Jebakan Liberalisasi
65
Badai Krisis Ekonomi dan Jebakan Liberalisasi
66
Badai Krisis Ekonomi dan Jebakan Liberalisasi
67
Badai Krisis Ekonomi dan Jebakan Liberalisasi
miliar, meningkat dari semula US$ 18,4 miliar (naik US$ 3,6 miliar).
Artinya, sejak diberlakukannya ACFTA tersebut surplus perdagangan
Indonesia dengan negara-negara anggota Asean justru meningkat dari
US$ 2,9 (2009) menjadi US$ 3,5 miliar (2010 ). Jadi, sampai pada titik
ini, perjanjian perdagangan bebas pada level Asean tidak memberi
pengaruh yang berarti bagi Indonesia, bahkan Indonesia menjadi pihak
yang lebih diuntungkan, meskipun kenaikan surplus perdagangan tidak
terlalu besar.
68
Badai Krisis Ekonomi dan Jebakan Liberalisasi
69
Badai Krisis Ekonomi dan Jebakan Liberalisasi
70
Badai Krisis Ekonomi dan Jebakan Liberalisasi
71
Badai Krisis Ekonomi dan Jebakan Liberalisasi
72
Badai Krisis Ekonomi dan Jebakan Liberalisasi
73
Badai Krisis Ekonomi dan Jebakan Liberalisasi
74
Badai Krisis Ekonomi dan Jebakan Liberalisasi
75
Badai Krisis Ekonomi dan Jebakan Liberalisasi
Bab 5
Indonesia Menghadapi Krisis Utang
EURO Area
1
Euro Area terdiri dari negara-negara anggota Uni Eropa (European Union) yang
mengadopsi euro sebagai mata uang mereka. Sejak mata uang euro pertama kali
diperkenalkan pada 1999 hingga saat ini euro area terdiri dari 17 negara anggota
(terakhir Estonia bergabung tahun 2011).
77
Badai Krisis Ekonomi dan Jebakan Liberalisasi
2
Defisit yang melebihi nilai ini dikatakan tidak biasa apabila: (i) dihasilkan dari
kejadian yang tidak biasa di luar kendali dari negara bersangkutan yang memiliki
dampak utama pada posisi keuangan pemerintah; (ii) dihasilkan dari penurunan
perekonomian yang berat (jika excess melebihi 3 persen dari PDB merupakan hasil
dari pertumbuhan PDB tahunan yang negatif karena turunnya produksi akibat
periode yang berkepanjangan dari pertumbuhan tahunannya yang rendah).
78
Badai Krisis Ekonomi dan Jebakan Liberalisasi
Tabel 5.1. Neraca Anggaran Pemerintah dan Rasio Utang di Euro Area
(Persentase terhadap PDB)
Neraca Anggaran Utang
Negara
2007 2008 2009 2010 2011 2007 2008 2009 2010 2011
101. 104.
Belgia -0.2 -1.2 -5.9 -5.8 -5.8 84.2 89.8 97.2 2 0
Jerman 0.2 0.0 -3.4 -5.0 -4.6 65.0 65.9 73.1 76.7 79.7
- -
- 14. 14.
Irlandia 0.3 -7.2 12.5 7 7 25.1 44.1 65.8 82.9 96.2
- -
- 12. 12. 112. 124. 135.
Yunani -3.7 -7.7 12.7 2 8 95.6 99.2 6 9 4
-
- 10.
Spanyol 1.9 -4.1 11.2 1 -9.3 36.1 39.7 54.3 66.3 74.0
Perancis -2.7 -3.4 -8.3 -8.2 -7.7 63.8 67.4 76.1 82.5 87.6
103. 105. 114. 116. 117.
Italia -1.5 -2.7 -5.3 -5.3 -5.1 5 8 6 7 8
Cyprus 3.4 0.9 -3.5 -5.7 -5.9 58.3 48.4 53.2 58.6 63.4
Luxembur
g 3.7 2.5 -2.2 -4.2 -4.2 6.6 13.5 15.0 16.4 17.7
Malta -2.2 -4.7 -4.5 -4.4 -4.3 62.0 63.8 68.5 70.9 72.5
Belanda 0.2 0.7 -4.7 -6.1 -5.6 45.5 58.2 59.8 65.6 69.7
Austria -0.6 -0.4 -4.3 -5.5 -5.3 59.5 62.6 69.1 73.9 77.0
Portugal -2.6 -2.7 -8.0 -8.0 -8.7 63.6 66.3 77.4 84.6 91.1
Slovenia 0.0 -1.8 -6.3 -7.0 -6.9 23.3 22.5 35.1 42.8 48.2
Slovakia -1.9 -2.3 -6.3 -6.0 -5.5 29.3 27.7 34.6 39.2 42.7
Finlandi 5.2 4.5 -2.8 -4.5 -4.3 35.2 34.1 41.3 47.4 52.7
Euro Area -0.6 -2.0 -6.4 -6.9 -6.5 66.0 69.3 78.2 84.0 88.2
Sumber: European Central Bank, Ad Van Riet (2010)
Salah satu negara euro area yang memiliki defisit publik yang
berada dalam tingkat yang membahayakan adalah Yunani. Yunani
membiayai anggaran pemerintah dan defisit anggarannya dengan
79
Badai Krisis Ekonomi dan Jebakan Liberalisasi
80
Badai Krisis Ekonomi dan Jebakan Liberalisasi
81
Badai Krisis Ekonomi dan Jebakan Liberalisasi
82
Badai Krisis Ekonomi dan Jebakan Liberalisasi
Shock terhadap
dinamika utang
Bad Equilibrium Good Equilibrium
Respons kebijakan Respons
yang tidak cukup
kebijakan yang
Volatilitas Volatilitas
yang yang
meningkat
Jumlah
Jumlah
investor
investor
yang
yang
Tingkat bunga
Tingkat yang lebih
bunga yang rendah
lebih tinggi
Pertumbuha
Pertumbuha n yang
n yang menguat
melemah
Dinamika
utang yang
Dinamika membaik
utang yang
3
Dalam transaksi repo, sekuritas ditukarkan dengan kas dengan perjanjian untuk
membeli kembali sekuritas tersebut di masa mendatang. Sekuritas tersebut menjadi
collateral untuk pinjaman kas, dan sebaliknya kas dapat digunakan untuk menjadi
penjaminan untuk pinjaman sekuritas.
83
Badai Krisis Ekonomi dan Jebakan Liberalisasi
84
Badai Krisis Ekonomi dan Jebakan Liberalisasi
Dalam skala yang lebih kecil, tahun 2008 hingga 2009 menjadi
masa suram bagi ekonomi dunia baik negara-negara maju maupun
negara-negara emerging economies. Tetapi, berbeda dengan beberapa
negara maju yang mencapai negatif dalam pertumbuhan ekonominya,
beberapa negara di Asia Timur mencatat pertumbuhan ekonomi yang
tetap positif walaupun juga mengalami penurunan dalam pertumbuhan
ekonominya. Urgensi inilah yang melatarbelakangi perlunya
mengangkat strategi antisipasi beberapa negara di Asia Timur dalam
menghadapi krisis utang Uni Eropa.
85
Badai Krisis Ekonomi dan Jebakan Liberalisasi
5.2.1. China
China merupakan representasi negara dengan pertumbuhan
ekonomi tinggi yang didukung oleh jumlah penduduk yang besar dan
sumber daya alam yang mencukupi. China sebagai negara yang
memiliki ekonomi terbesar kedua setelah Amerika Serikat mengalami
penurunan pertumbuhan ekonomi dari 11 persen pada 2007 menjadi 9
persen pada 2008 hingga 2010. Namun, menurunnya pertumbuhan
ekonomi China tidak berdampak negatif pada jumlah penggangguran,
angka kemiskinan, maupun pendapatan per kapita dari negara
tersebut. Selama kurun waktu krisis ekonomi global, jumlah
penggangguran di China menunjukkan jumlah yang stabil (4 persen).
Begitu juga dengan halnya jumlah penduduk miskin, di mana jumlahnya
bahkan menunjukkan nilai yang positif, yakni jumlah penduduk miskin
selalu berkurang dalam periode tersebut (8 persen pada 2008 menjadi
2,8 persen pada 2010). Angka pendapatan per kapita dari China juga
menunjukkan trend yang berbeda dari GDP dunia, di mana jumlah
pendapatan per kapita dari masyarakat China terus mengalami
kenaikan.
5.2.2. Singapura
Singapura menjadi sebuah negara yang juga menarik dibahas
karena karakteristik dari negara ini yang sangat bergantung pada pasar
internasional, mengingat sumber daya alamnya sangat sedikit serta
jumlah penduduknya juga relatif kecil. Sangat bergantungnya Singapura
terhadap pasar internasional dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi
yang sempat terpukul pada 2009 ketika pasar internasional juga sedang
anjlok. Mencatat pertumbuhan ekonomi sebesar 7,7 persen pada 2007,
86
Badai Krisis Ekonomi dan Jebakan Liberalisasi
5.2.3. Indonesia
Indonesia merupakan representasi sisi tengah diantara dua titik
ektrem pertumbuhan ekonomi China dan Singapura, meskipun sedikit
cenderung mirip ekonomi China. Indonesia sebagai negara yang
menunjukkan pertumbuhan ekonomi yang cukup positif dalam
beberapa tahun terakhir, namun dalam kisaran ‘sedang-sedang saja’,
tidak setinggi China dan tidak serendah Singapura saat krisis menerpa.
87
Badai Krisis Ekonomi dan Jebakan Liberalisasi
88
Badai Krisis Ekonomi dan Jebakan Liberalisasi
89
Badai Krisis Ekonomi dan Jebakan Liberalisasi
90
Badai Krisis Ekonomi dan Jebakan Liberalisasi
91
Badai Krisis Ekonomi dan Jebakan Liberalisasi
92
Badai Krisis Ekonomi dan Jebakan Liberalisasi
terdeteksi dari perubahan harga asset dan arus modal keluar yang
besar dari pasar-pasar negara berkembang.
Dari jalur perdagangan, krisis dapat menyebabkan penurunan
pendapatan dan penurunan permintaan impor yang kemudian
memengaruhi ekspor, dan neraca perdagangan. Krisis di satu negara
menyebabkan mata uangnya di devaluasi (rezim nilai tukar tetap)
ataupun terdepresiasi (untuk rezim nilai tukar mengambang), maka ini
dapat mengurangi daya saing ekspor relatif dari negara-negara mitra
dagang. Efek devaluasi kompetitif ini menyebabkan tekanan terhadap
mata uang negara-negara lain untuk terdepresiasi atau turun nilainya.
Beberapa rangkaian penurunan kompetitif dapat menyebabkan
depresiasi mata uang yang lebih besar dari yang diperlukan untuk
penurunan fundamental awal.
Hubungan keuangan kawasan yang terintegrasi, krisis di satu
negara memiliki dampak pembiayaan yang langsung pada negara-
negara lain, misalkan penurunan kredit perdagangan, penanaman
modal langsung, dan arus modal. Secara lebih spesifik, krisis dalam satu
negara dapat mengurangi penawaran modal dari negara-negara
tersebut, sehingga mengurangi kemampuan negara dalam
menyediakan pinjaman perbankan dan bentuk lain dari investasi di
negara selanjutnya. Krisis secara tidak langsung juga dapat
memengaruhi penawaran modal melalui pihak ketiga. Untuk negara-
negara yang sangat bergantung pada pendanaan eksternal, kurangnya
arus masuk modal karena efek ini dapat menyebabkan peningkatan
biaya pinjaman dan tekanan pada mata uang untuk depresiasi.
Perembetan didasarkan pada perilaku investor muncul jika
terjadi tumpang tindih, antara teori klasifikasi sebagai penyebab
93
Badai Krisis Ekonomi dan Jebakan Liberalisasi
94
Badai Krisis Ekonomi dan Jebakan Liberalisasi
95
Badai Krisis Ekonomi dan Jebakan Liberalisasi
kenaikan nilai tukar (terms of trade) emerging Asia terhadap euro area
dan dolar amerika serikat dapat menjadi salah satu faktor yang
mengurangi ekspor non -komoditas emerging Asia hingga 2-3 persen%
selamat 1-2 tahun ke depan.
Gambar 5.7. Perekonomian ASEAN Terpilih: Ekspor ke China
(Januari 2008=100; 3-bulan moving average)
Lebih dari itu, efek tidak langsung dari penurunan ekspor China
dapat memperburuk investasi emerging Asia dalam sektor
perdagangan. Pertumbuhan yang lebih rendah dan neraca ekspor yang
semakin memburuk dapat meningkatkan kredit macet bank-bank di
China dan menyebabkan mereka memperketat ketentuan pemberian
kredit (IMF, 2011). Pengetatan kredit yang tiba-tiba juga dapat
menyebabkan koreksi pasar properti, sehingga memengaruhi produsen
sektor hulu (baja dan semen) dan hilir (peralatan rumah tangga).
Investasi yang rendah di China juga dapat memberikan dampak
penularan yang signifikan terhadap eksportir barang-barang modal,
96
Badai Krisis Ekonomi dan Jebakan Liberalisasi
97
Badai Krisis Ekonomi dan Jebakan Liberalisasi
rd
Sumber: IDX Quarterly Statistics, 3 Quarter 2011
98
Badai Krisis Ekonomi dan Jebakan Liberalisasi
2010 2011
Indikator
Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II
Transaksi Berjalan/PDB (%) 1,2 0,8 0,6 0,6 1,1 0,1
Ekspor - Impor Barang dan Jasa/ PDB (%) 3 2,6 3,4 3,4 3,2 2,9
Ekspor + Impor Barang dan Jasa/PDB (%) 44,7 44,7 50,1 50,1 47,8 49,8
Debt Service Ratio (DSR) (%) 21,2 23,2 20,3 23,7 18 21,6
Posisi ULN Total /PDB (%) 30,4 28,7 28,6 28,4 28 28,4
Posisi ULN Jangka Pendek/PDB (%) 6 5,3 5,8 6 6 6,3
Posisi ULN Total /Cadangan Devisa (%) 251,8 240,2 224,5 210,4 198 186,4
Posisi ULN Jangka Pendek /Cadangan
46,1 44,1 45,5 44,6 42,6 41,1
Devisa (%)
Sumber: Laporan Neraca Pembayaran Indonesia. Realisasi Triwulan III-2011
99
Badai Krisis Ekonomi dan Jebakan Liberalisasi
100
Badai Krisis Ekonomi dan Jebakan Liberalisasi
101
Badai Krisis Ekonomi dan Jebakan Liberalisasi
102
Badai Krisis Ekonomi dan Jebakan Liberalisasi
103
Badai Krisis Ekonomi dan Jebakan Liberalisasi
104
Badai Krisis Ekonomi dan Jebakan Liberalisasi
105
Badai Krisis Ekonomi dan Jebakan Liberalisasi
Bab 6
MP3EI dan Penguatan Ekonomi Domestik
107
Badai Krisis Ekonomi dan Jebakan Liberalisasi
108
Badai Krisis Ekonomi dan Jebakan Liberalisasi
109
Badai Krisis Ekonomi dan Jebakan Liberalisasi
110
Badai Krisis Ekonomi dan Jebakan Liberalisasi
111
Badai Krisis Ekonomi dan Jebakan Liberalisasi
112
Badai Krisis Ekonomi dan Jebakan Liberalisasi
113
Badai Krisis Ekonomi dan Jebakan Liberalisasi
114
Badai Krisis Ekonomi dan Jebakan Liberalisasi
115
Badai Krisis Ekonomi dan Jebakan Liberalisasi
116
Badai Krisis Ekonomi dan Jebakan Liberalisasi
Untuk dapat
dap menjalankan strategi pokok ”peenguatan
ekonomi domestik berbasis agroindustri”, maka prioritas
pembangunan difo
fokuskan kepada:
117
Badai Krisis Ekonomi dan Jebakan Liberalisasi
118
Badai Krisis Ekonomi dan Jebakan Liberalisasi
119
Badai Krisis Ekonomi dan Jebakan Liberalisasi
Perubahan
1995- 2000- 2003- 2005-
Sektor 1995 2000 2003 2005 2008
Industri pengolahan dan pengawetan
1.17 0.06 -0.03 -0.03 -0.48
makanan
Industri minyak dan lemak 1.16 0.01 -0.05 0.11 -0.58
Industri penggilingan padi 1.34 -0.19 -0.02 0.05 -0.41
Industri tepung, segala jenis 1.19 0.01 0.05 0.00 -0.55
Industri gula 1.03 0.12 0.02 0.01 -0.45
Industri makanan lainnya 1.17 0.00 -0.02 0.05 -0.53
Industri minuman 1.18 -0.09 -0.04 0.15 -0.58
Industri rokok 1.00 -0.06 0.00 0.00 -0.56
Industri pemintalan 1.27 0.02 0.03 -0.02 -0.61
Industri tekstil, pakaian dan kulit 1.41 -0.12 0.05 -0.06 -0.67
Industri bambu, kayu dan rotan 1.20 -0.03 -0.08 0.03 -0.54
Industri kertas, barang dari kertas
1.26 0.04 -0.07 0.05 -0.64
karton
Industri pupuk dan pestisida 1.38 -0.30 0.25 -0.28 -0.38
Industri kimia 1.35 -0.21 0.27 -0.21 -0.49
Pengilangan minyak 0.96 -0.10 -0.01 -0.04 -0.39
Industri barang karet dan plastik 1.39 -0.12 0.11 -0.06 -0.59
Industri barang-barang dari mineral
1.11 -0.03 -0.05 0.02 -0.54
bukan logam
Industri semen 1.12 -0.02 -0.20 0.17 -0.48
Industri dasar besi dan baja 1.16 0.16 -0.07 0.07 -0.58
Industri logam dasar bukan besi 1.24 -0.05 -0.12 0.17 -0.49
Industri barang dari logam 1.28 0.02 0.23 -0.28 -0.73
Industri mesin, alat-alat dan
1.47 -0.11 0.00 0.01 -0.66
perlengkapan listrik
Industri alat pengangkutan dan
1.30 -0.11 0.02 0.04 -0.66
perbaikannya
Industri barang lain yang belum
1.27 -0.01 0.00 0.05 -0.63
digolongkan dimanapun
Sumber: Tabel Input Output 1995, 2000, 2003, 2005 dan 2008 (Diolah)
120
Badai Krisis Ekonomi dan Jebakan Liberalisasi
121
Badai Krisis Ekonomi dan Jebakan Liberalisasi
122
Badai Krisis Ekonomi dan Jebakan Liberalisasi
123
Badai Krisis Ekonomi dan Jebakan Liberalisasi
124
Badai Krisis Ekonomi dan Jebakan Liberalisasi
125
Badai Krisis Ekonomi dan Jebakan Liberalisasi
126
Badai Krisis Ekonomi dan Jebakan Liberalisasi
Bab 7
Proyeksi Ekonomi Indonesia 2012
127
Badai Krisis Ekonomi dan Jebakan Liberalisasi
128
Badai Krisis Ekonomi dan Jebakan Liberalisasi
129
Badai Krisis Ekonomi dan Jebakan Liberalisasi
130
Badai Krisis Ekonomi dan Jebakan Liberalisasi
Terlebih jika badai krisis tidak cukup mampu dibendung oleh strategi
pemerintah dalam menanggulangi krisis, baik melalui penyusunan Crisis
Management protocol (CMP), penyediaan Bond Stabilization
Framework (BSF), pengalokasian dana mitigasi krisis di APBN 2012,
maupun berbagai kebijakan lain. Oleh karena itu, tantangan terberat
pertumbuhan ekonomi ke depan adalah menggeser proporsi kontribusi
sektor konsumsi dengan investasi, serta mengimbangi pertumbuhan
sektor non-tradeable dengan tradeable.
7.3. Inflasi
Seiring harga volatile food yang tidak terlalu bergejolak dalam
beberapa bulan ini, tekanan inflasi sepanjang 2011 relatif menurun.
Inflasi sempat meningkat seiring tingginya harga komoditas pada pasar
internasional, seperti komoditas pangan dan emas. Namun pada akhir
triwulan III 2011 harga komoditas sudah mulai menurun, dikarenakan
bertambahnya pasokan komoditas dan kondisi perlambatan ekonomi
dunia. Tidak hanya harga emas, tren harga minyak di pasar
internasional juga terlihat menurun jika dibandingkan pada triwulan
sebelumnya. Kondisi ini diperkirakan akan terus berlanjut pada 2012,
sehingga INDEF memproyeksikan inflasi pada 2012 pada kisaran 4,5 –
5,5 persen.
131
Badai Krisis Ekonomi dan Jebakan Liberalisasi
132
Badai Krisis Ekonomi dan Jebakan Liberalisasi
133
Badai Krisis Ekonomi dan Jebakan Liberalisasi
Daftar Pustaka
Ad Van Riet. Euro Area Fiscal Policies and The Crisis. ECB occasional
paper series no 109/ April 2010.
http://www.ecb.int/pub/pdf/scpops/ecbocp109.pdf
Agung, Bambang, dkk., 2001, Credit Crunch di Indonesia Setelah Krisis:
Fakta, Penyebab dan Implikasi Kebijakan, Direktorat Riset
Ekonomi dan Kebijakan Moneter Bank Indonesia, Bank
Indonesia, Jakarta
Badan Koordinasi Penanaman Modal, 2011, Publikasi & Statistik,
www.bkpm.go.id, diakses 14 November
Badan Pusat Statistik, 2011, Berita Resmi Statistika No. 72/11/Th. XIV, 7
Nov
_______________, 2011, Berita Resmi Statistika No. 73/11/Th. XIV, 7
November
_______________, 2011, Berita Resmi Statistika No. 66/11/Th.XIV, 1
November
_______________, 2011, Berita Resmi Statistika No. 53/08/Th. XIV, 5
Agustus
135
Badai Krisis Ekonomi dan Jebakan Liberalisasi
136
Badai Krisis Ekonomi dan Jebakan Liberalisasi
137
Badai Krisis Ekonomi dan Jebakan Liberalisasi
138
Badai Krisis Ekonomi dan Jebakan Liberalisasi
139
Badai Krisis Ekonomi dan Jebakan Liberalisasi
140
Badai Krisis Ekonomi dan Jebakan Liberalisasi
141
Badai Krisis Ekonomi dan Jebakan Liberalisasi
142
Badai Krisis Ekonomi dan Jebakan Liberalisasi
143
INDEF
Jl. Batu Merah No. 45, Pejaten Timur No. 45, Jakarta 12510
Telp. (021) 7901001 Fax. (021) 79194018
Email: indef@indo.net.id - www.indef.or.id