Dewan Gubernur
PERRY WARJIYO SUGENG
Gubernur Deputi Gubernur
3,6 4,0 2
1
3,0
0
2,0
Konsumsi -1
1,0 Pengeluaran
Ekspor Netto
-2
0,0
Negara Berkembang -3
-1,0 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
1980
1982
1984
1986
1988
1990
1992
1994
1996
1998
2000
2002
2004
2006
2008
2010
2012
2014
2016
2018
2020
2022
7 10 1 4 7 10 1 4 7 10 1 4 7 10 1 4 7 10 1 4 7 10 1 4
2015 2016 2017 2018 2019 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019
Grafik 2.12 Economic Policy Uncertainty (EPU) Trade Policy AS Grafik 2.14 Volume Perdagangan Dunia
Indeks % yoy
600 7
IMF WEO Apr-19 (G&S)
500 6
Economy Policy Uncertainty Trade
5
400
3,4
3,3 4
300
227,96 3
200 3,0
2,6 2
111,52100
1
74,45 WTO Outlook Apr -19
Economy Policy Uncertainty US
0 0
Jun-16 Jan-17 Agu-17 Mar-18 Okt-18 Mei-19 2015 2016 2017 2018f 2019f 2020f
Sumber: Bloomberg Sumber: WEO April 2019, WTO April 2019
Tabel 2.1 Indeks Harga Komoditas Ekspor Indonesia Grafik 2.15 Perkembangan Harga Minyak
USD/ Barel
2019
Komoditas 2016 2017 2018
YTD 71,8 80
Tembaga -10,5 27,1 6,7 -4,2
Batu bara 6,8 48,2 2,5 2,1 70
Kelapa Sawit 21,3 5,7 -19,2 -7,7 60
Karet -2,2 28,1 -16,8 19,0 Harga Minyak Brent
71,2
Nikel -15,4 8,9 27,8 -4,9 50
Timah 13,1 13,1 0,5 3,6
40
Alumunium -3,5 22,9 7,4 -11,3
Rata-rata Triwulanan
Kopi 4,3 -2,9 -15,4 -13,3 30
Lainnya 1,0 6,8 1,2 0,4
Indeks Ekspor Harga 20
5,4 21,7 -2,8 0 2015 2016 2017 2018 2019
Komoditas Indonesia
Sumber: Bloomberg, diolah; *Prakiraan Bank Indonesia Sumber: Bloomberg
triwulan sebelumnya. Penurunan konsumsi bukan Konsumsi lembaga nonprofit yang melayani
makanan sejalan dengan terbatasnya pendapatan rumah rumah tangga (LNPRT) meningkat sejalan dengan
tangga akibat penurunan kinerja ekspor. Sementara itu, persiapan penyelenggaraan Pemilihan Umum
konsumsi makanan menunjukkan peningkatan dari (Pemilu) 2019. Konsumsi LNPRT pada triwulan I
4,81% (yoy) pada triwulan IV 2018 menjadi 5,29% 2019 tercatat tumbuh 16,93% (yoy), meningkat
(yoy) pada triwulan I 2019. Konsumsi makanan yang dibandingkan dengan 10,79% (yoy) pada triwulan IV
masih tumbuh meningkat ditopang oleh inflasi kelompok 2018. Peningkatan aktivitas para peserta dan pendukung
volatile food yang tetap terkendali sehingga mampu Pemilu 2019 baik terkait pemilihan anggota legislatif
menjaga daya beli, serta penyaluran bantuan sosial maupun presiden dan wakil presiden menjadi faktor
yang dapat menopang konsumsi kelompok masyarakat utama pendorong pertumbuhan konsumsi LNPRT.
berpendapatan kelas bawah. Hal tersebut tercermin dari Dengan perkembangan tersebut, kontribusi konsumsi
indikator nilai tukar petani dan upah buruh tani riil yang LNPRT terhadap pertumbuhan ekonomi meningkat
menunjukkan tren meningkat dan keyakinan konsumen menjadi 0,20% pada triwulan I 2019, dari kontribusi
yang tetap terjaga (Grafik 3.3 dan Grafik 3.4). pada triwulan sebelumnya sebesar 0,13%. Namun,
pengaruh belanja terkait kegiatan Pemilu 2019 terhadap
konsumsi LNPRT dan terhadap kinerja konsumsi secara
Grafik 3.3 NTP dan Upah Buruh Tani keseluruhan lebih rendah dibandingkan prakiraan.
%yoy
4,0 Konsumsi pemerintah tumbuh meningkat didorong
3,0 oleh peningkatan penyaluran bantuan sosial
Nilai Tukar Petani 2,7 3,0
2,0 (bansos). Konsumsi pemerintah tumbuh 5,21% (yoy)
Upah Buruh Tani
(riil) 1,0 pada triwulan I 2019, lebih tinggi dibandingkan dengan
0,6
0,8 0,0 4,56% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Peningkatan
konsumsi pemerintah ditopang oleh realisasi belanja
-1,0
bansos yang meningkat seiring dengan upaya percepatan
-2,0
penyaluran dan perluasan penerima bansos yang lebih
-3,0
tepat sasaran (Grafik 3.5).
-4,0
I II III IV I II III IV I II III IV I 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 Investasi tumbuh melambat dipengaruhi oleh
2016 2017 2018 2019 2018 2019 penurunan investasi nonbangunan. Investasi
tumbuh 5,03% (yoy) pada triwulan I 2019, lebih
Sumber: BPS, diolah
0 -20 -30
I II III IV I II III IV I I II III IV I II III IV I II III IV I 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3
2017 2018 2019 2016 2017 2018 2019 2018 2019
rendah dibandingkan dengan 6,01% (yoy) pada mesin keperluan industri (Grafik 3.7). Penurunan kinerja
triwulan sebelumnya (Grafik 3.6). Di satu sisi, investasi ekspor komoditas pertambangan turut berdampak pada
bangunan tumbuh meningkat dari 5,02% (yoy) pada penurunan investasi nonbangunan berupa pembelian
triwulan IV 2018 menjadi 5,48% (yoy) pada triwulan I alat angkut dan alat berat pendukung kegiatan
2019. Peningkatan tersebut didorong oleh kegiatan di pertambangan (Grafik 3.8).
sektor properti yang masih tumbuh positif. Di sisi lain,
Dari sisi eksternal, ekspor mengalami penurunan
pertumbuhan investasi nonbangunan tumbuh melambat
sejalan dengan pertumbuhan ekonomi global
sehingga berdampak pada perlambatan kinerja investasi
dan harga komoditas yang lebih rendah. Pada
secara keseluruhan. Perlambatan pertumbuhan
triwulan I 2019, ekspor tercatat menurun 2,08% (yoy)
investasi nonbangunan sejalan dengan penundaan
dari triwulan sebelumnya yang masih mencatatkan
proyek infrastruktur kelistrikan, serta dampak rambatan
pertumbuhan positif sebesar 4,33% (yoy) (Grafik 3.9).
dari perlambatan pertumbuhan ekonomi global dan
Penurunan ekspor berlangsung broad-based, baik pada
penurunan harga komoditas. Hal tersebut tercermin
ekspor barang migas, barang nonmigas maupun jasa.
dari penurunan impor barang modal terutama impor
Penurunan ekspor barang nonmigas bersumber dari
Grafik 3.6 Kontribusi Pertumbuhan Investasi Grafik 3.8 Penjualan Alat Berat
% Unit
9 600
Investasi
8
500
7
Nonbangunan 0,94 6 Pertambangan
5,03 400
5
Kehutanan
4 300
Bangunan Konstruksi
3 Pertanian 200
4,09 2
1 100
0
-1 0
I II III IV I II III IV I II III IV I 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3
2016 2017 2018 2019 2016 2017 2018 2019
ekspor komoditas pertanian dan pertambangan yang Impor menurun lebih dalam dibandingkan ekspor
mengalami penurunan sejalan dengan permintaan global seiring dengan melambatnya permintaan dan
dan harga komoditas yang melemah (Grafik 3.10). Ekspor dampak kebijakan untuk mengendalikan defisit
karet mentah menurun akibat berkurangnya permintaan neraca transaksi berjalan. Impor mengalami kontraksi
dari AS, India, Tiongkok dan kawasan Eropa, begitu sebesar 7,75% (yoy) pada triwulan I 2019, setelah
pula ekspor produk bubur kertas yang menurun akibat tumbuh 7,10% (yoy) pada triwulan sebelumnya
penurunan permintaan dari Tiongkok. Sementara dari (Grafik 3.11). Penurunan impor berlangsung merata,
komoditas pertambangan, penurunan ekspor terjadi pada baik pada barang konsumsi, bahan baku dan barang
produk mineral dan metal. Dari ekspor migas, penurunan modal (Grafik 3.12). Impor barang konsumsi antara lain
disebabkan oleh ekspor minyak mentah sejalan dengan makanan dan minuman, barang tahan lama, dan barang
kebijakan substitusi impor, serta penurunan ekspor semi tahan lama menurun sejalan dengan konsumsi
produk hasil minyak, dan gas. Penurunan ekspor juga yang melemah pada triwulan I 2019. Sementara itu,
tidak terlepas dari kinerja ekspor jasa yang kurang baik pelemahan investasi nonbangunan juga berdampak
pada triwulan I 2019 sejalan dengan penurunan jumlah pada penurunan impor barang modal antara lain berupa
kunjungan wisatawan mancanegara.
Grafik 3.10 Pertumbuhan Harga Ekspor Nonmigas Grafik 3.12 Impor Nonmigas Riil
% yoy % yoy % yoy
50 60
Pertambangan 40 50
40
30
Barang Konsumsi 30
Total 20 20
Manufaktur Bahan Baku - 2,9
6,9 5,0 10 -3,1 2,6 10
3,6 -0,9 0
0 Total Impor
Pertanian 2,3 -2,3 -5,6 -10
-10 Barang Modal -13,3
-9,7 -7,0 -20
-12,0 -20 -8,1 -30
-30 -40
I II III IV I II III IV I II III IV I 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 I II III IV I II III IV I II III IV I 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3
2016 2017 2018 2019 2018 2019 2016 2017 2018 2019 2018 2019
PDRB ≥ 7,0%
6,0% ≤ PDRB < 7,0%
5,0% ≤ PDRB < 6,0%
4,0% ≤ PDRB < 5,0%
0% ≤ PDRB < 4,0%
PDRB < 0% JAWA (58,5%) BALI-NUSA TENGGARA (3%) MALUKU-PAPUA (2,5%)
5,82 Banten 5,42 4,36 4,64 Bali 5,94 Maluku 6,32
3,77 3,56 17,15 17,56
5,70 5,65 5,72 5,66 Jakarta 6,23 NTB 2,12 Maluku Utara 7,65
6,64 Papua -20,13
Jawa Barat 5,43 NTT 5,09 -9,43 -10,44
-0,74 Papua Barat -0,26
I II III IV I Jawa Tengah 5,14
Jawa Timur 5,51 I II III IV I I II III IV I
2018 2019 2018 2019 2018 2019
Yogyakarta 7,50
pertumbuhan pekerja yang berusaha dibantu buruh lowongan kerja melalui online sebagaimana tercermin
menurun 0,2% pada Februari 2019, setelah sebelumnya dari indikator job vacancy online yang meningkat
meningkat 4,9% (yoy) pada Februari 2018 (Grafik menjadi 98,3 pada Februari 2019, dari 89,9 pada
3.16). Serapan tenaga kerja informal meskipun masih Februari 2018 (Grafik 3.17).
memiliki pangsa besar yakni 57,3%, namun menurun
Penyerapan tenaga kerja ditopang terutama
dibandingkan dengan periode sebelumnya sebesar
pada lapangan usaha (LU) perdagangan, hotel,
58,2%. Penurunan pangsa serapan tenaga kerja informal
dan restoran (PHR), konstruksi, dan industri
merupakan dampak dari menurunnya pekerja yang
pengolahan. Serapan tenaga kerja di LU PHR tumbuh
berusaha dibantu buruh tidak tetap (informal), pekerja
5,1% (yoy) pada Februari 2019 dengan kontribusi
keluarga/tak dibayar dan pekerja bebas di lapangan
sebesar 1,3% (Tabel 3.4). Selain itu, penyerapan
usahan nonpertanian. Perbaikan pada serapan tenaga
tenaga kerja dari LU konstruksi juga turut menopang
kerja formal juga terjadi seiring dengan peningkatan
Grafik 3.14 Tingkat Pengangguran Terbuka Grafik 3.15 Pangsa Tenaga Kerja
% %
8,00 80
2016 Feb 2017 Feb 2018 Feb 2019 Feb
70
7,00 Informal
6,53 6,50 58,2 57,3
6,34 6,30 60
6,00
5,50 5,33 50
5,13 5,01
Formal
5,00
4,35 41,8 42,7 40
4,00 30
3,72 4,00
3,45
20
3,00 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019
Total Kota Desa Februari
Sumber: BPS Sumber: BPS
peningkatan penyerapan tenaga kerja pada Februari penurunan pengangguran terbesar di Aceh, Sulawesi
2019 sebesar 7,9% (yoy), dengan kontribusi sebesar Barat dan Sulawesi Utara (Grafik 3.18). Di samping itu,
0,4%. Peningkatan serapan pada LU PHR dan konstruksi sejumlah 19 provinsi mencatatkan angka pengangguran
tersebut sejalan dengan kinerjanya yang meningkat pada di bawah 5%, dengan TPT terendah di Bali yakni
triwulan I 2019. Sementara itu, penyerapan tenaga kerja sebesar 1,19%. Beberapa daerah yang merupakan basis
di LU industri pengolahan tetap baik, yakni tumbuh 1,7% perkembangan industri manufaktur seperti di Jawa Barat
(yoy) dengan kontribusi sebesar 0,2%, di tengah kinerja dan Banten masih mencatatkan TPT yang tinggi pada
LU industri pengolahan yang melambat pada triwulan Februari 2019, yaitu masing-masing sebesar 7,73% dan
I 2019. Secara keseluruhan, pangsa tenaga kerja pada 7,58%, meskipun mampu mencatatkan penurunan
sektor nontradable masih lebih tinggi sebesar 55,4% TPT dari semula 8,16% dan 7,77% pada Februari 2018
dibandingkan dengan sektor tradable yakni 44,6%. di tengah kinerja ekspor manufaktur yang mengalami
penurunan.
Secara spasial, perbaikan ketenagakerjaan terjadi
di sebagian besar provinsi. Hal tersebut tercermin dari
penurunan TPT di 25 provinsi pada Februari 2019, dengan
Grafik 3.16 Kontribusi Pertumbuhan Pekerja Grafik 3.18 Tingkat Pengangguran Berdasarkan Provinsi
% Kontribusi Pertumbuhan Perubahan Tingkat
6,0 Pengangguran (%) Perubahan Feb'19 Perubahan Feb'18
5,0 1,5
3,6 3,5 3,1 3,2 4,0
2,3 2,2 2,0 2,5 1,8 3,0 1,0 Kalimantan Selatan Kalimantan Utara
2,0
0,2 -0,2 1,0 0,5 Sulawesi Selatan
0,0 Bali Maluku Utara
Kepulauan Riau Banten
-1,0 0,0
-2,0 Banten
Bali Jawa Barat
-3,0 -0,5 Jawa Barat
-4,0
Feb Agu Feb Agu Feb Agu Feb Agu Feb Agu Feb -1,0 Maluku
Sulawesi Aceh Maluku
2014 2015 2016 2017 2018 2019 Sulawesi Barat
-1,5 Utara Aceh
Berusaha Sendiri [I] Informal Berusaha Informal [I] Informal
Berusaha Formal [F] Formal Pekerja Tetap [F] Formal Kalimantan Kalimantan Timur
Pekerja Bebas Pertanian [I] Informal Pekerja Bebas di Non Pertanian [I] Informal -2,0 Timur Papua Barat
Pekerja Keluarga/Tak dibayar [I] Informal Jumlah Formal 0 5,0 10,0
Jumlah Informal Total Tingkat Pengangguran (%)
Sumber: BPS Sumber: BPS
Grafik 3.19 Neraca Pembayaran Indonesia Grafik 3.21 Transaksi Modal dan Finansial
Miliar Dolar AS Miliar Dolar AS
20 20
15 Transaksi Modal dan Finansial
Transaksi Modal dan Finansial 10,1 15
Investasi Portofolio
Neraca Keseluruhan 10
10
5 5,4
5
0 5,2
0
-5 -0,6
Transaksi Berjalan
-10 Investasi Lainnya -5
Investasi Langsung
-15 -10
I II III IV I II III IV I* II* III* IV* I** I II III IV I II III IV I* II* III* IV* I**
2016 2017 2018 2019 2016 2017 2018 2019
Sumber: Bank Indonesia; *angka sementara **angka sangat sementara Sumber: Bank Indonesia; *angka sementara **angka sangat sementara
Grafik 3.27 Apresiasi/Depresiasi Nilai Tukar Kawasan Triwulanan Grafik 3.28 Volatilitas Nilai Tukar Triwulanan
Triwulan I 2019 vs Triwulan IV 2018 %
30
TRY -4,99 2,50
KRW -2,13
0,19 25
EUR -2,06 Triwulan IV 2018
- 0,46
BRL -1,02 20,0 Triwulan I 2019
1,15 18,4 20
ZAR -0,82 1,92 16,4 Rata-rata Triwulan I 2019
0,00
PHP 1,57 15
INR 0,88
2,27 9,88
IDR 0,98 10
4,70 9,6
MYR 1,26 7,7 6,8
point-to-point 1,92 8,3 5,5
THB 1,96 5
Rerata 2,48 3,74
CNY 2,46 22,4 17,9 24,0 11,6 13,9 6,3 5,8 3,6
0
-6,0 -4,0 -2,0 0,0 2,0 4,0 6,0 ZAR BRL TRY IDR INR THB PHP MYR
%
Sumber: Reuters, Bloomberg, diolah Sumber: Bloomberg, Reuters, diolah
Inflasi tersebut berbeda dengan rerata bulan April selama Sejalan dengan inflasi volatile food, inflasi
empat tahun terakhir yang tercatat deflasi sebesar pada kelompok administered prices meningkat
0,88% (mtm). Inflasi terutama bersumber dari naiknya didorong oleh naiknya tarif angkutan udara.
harga komoditas bawang merah, bawang putih, dan Inflasi administered prices pada April 2018 mencapai
cabai merah seiring dengan mulai terbatasnya pasokan 0,16% (mtm), lebih tinggi dari 0,08% (mtm) pada
akibat curah hujan yang tinggi dan masih rendahnya bulan sebelumnya (Grafik 3.32). Meningkatnya inflasi
pasokan impor (Tabel 3.5). Namun, tekanan inflasi yang administered prices terutama bersumber dari komoditas
lebih dalam tertahan oleh deflasi yang terjadi pada tarif angkutan udara seiring dengan kenaikan harga
komoditas daging ayam ras dan komoditas beras sejalan tiket pesawat yang mendekati tarif batas atas atau
dengan masih berlangsungnya panen raya. Secara naik sebesar 2,27% (mtm). Selain itu, kenaikan inflasi
tahunan, inflasi volatile food tercatat mencapai 2,05% administered prices juga didorong oleh meningkatnya
(yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan 0,16% (yoy) harga rokok kretek filter, tarif kereta api, dan rokok
pada bulan sebelumnya. kretek (Tabel 3.6). Namun, deflasi pada tarif listrik
menahan kenaikan inflasi administered prices lebih
lanjut. Deflasi pada tarif listrik tersebut sejalan dengan
pemberian diskon Rp52/kWh bagi pelanggan Rumah
Tangga Mampu 900 VA pada 1 Maret 2019 . Secara
Tabel 3.5 Penyumbang Inflasi/Deflasi Volatile Food
tahunan, kelompok administered prices mencatat inflasi
sebesar 3,17% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan
Komoditas VF Inflasi/Deflasi Sumbangan
(% mtm) (%) bulan sebelumnya yang sebesar 3,25% (yoy).
Grafik 3.33 Volatilitas Nilai Tukar Triwulanan Grafik 3.34 Ekspektasi Inflasi Consensus Forecast
% yoy % yoy
4,5 6,0
INFLASI NASIONAL
APRIL 2019: 2,83% (yoy)
Inf ≥ 4,5%
3,5% ≤ Inf < 4,5% JAWA BALI-NUSA TENGGARA MALUKU-PAPUA
2,5% ≤ Inf < 3,5% Banten 3,1
Jakarta 3,4 Maluku 4,3
Inf < 2,5% Maluku Utara 2,7
Jawa Barat 2,9 Bali 2,1
Jawa Tengah 2,3 Papua 4
NTB 2,5
Papua Barat 2,8
Jawa Timur 2,6 NTT 2,7
Yogyakarta 3,0
Sumber: BPS, diolah
PASAR KEUANGAN
Pada triwulan I 2019, transmisi kebijakan moneter Suku bunga PUAB O/N terjaga di kisaran suku
berjalan dengan baik di tengah stabilitas sistem bunga kebijakan BI-7DRR. Rata-rata harian (RRH)
keuangan yang terjaga, intermediasi yang suku bunga PUAB O/N pada triwulan I 2019 meningkat
berjalan baik, serta likuiditas yang sejalan dengan menjadi 5,87% dibandingkan dengan RRH pada triwulan
kebutuhan ekonomi. Transmisi kebijakan moneter sebelumnya yang sebesar 5,71%. Kenaikan RRH suku
jalur suku bunga berjalan dengan baik seperti tercermin bunga PUAB O/N tersebut merupakan respons dari suku
dari suku bunga Pasar Uang Antar Bank (PUAB) O/N bunga kebijakan BI-7DRR yang meningkat 175 bps
yang terjaga di kisaran suku bunga kebijakan BI-7DRR sepanjang periode Mei-November 2018 menjadi 6,00%.
serta suku bunga deposito dan kredit perbankan yang Secara umum, pasar uang cenderung stabil di tengah
cenderung stabil. Sementara itu, likuiditas perekonomian minimnya tekanan likuiditas awal tahun. Hal tersebut
masih sejalan dengan kebutuhan ekonomi, tercermin tercermin pada selisih RRH antara suku bunga PUAB O/N
dari pertumbuhan uang beredar yang masih sejalan dengan BI-7DRR pada triwulan I 2019 yang menyempit
dengan PDB. Secara keseluruhan, stabilitas sistem menjadi 13 bps, dibandingkan dengan selisih RRH pada
keuangan tetap terjaga disertai intermediasi perbankan triwulan sebelumnya yang sebesar 16 bps. Memasuki
yang berjalan baik dan risiko kredit yang terkendali. triwulan II 2019, suku bunga PUAB O/N pada April 2019
Namun, perkembangan pembiayaan ekonomi melalui tetap stabil berada di -18 bps s.d. +16 bps dari BI-7DRR
pasar keuangan melambat akibat masih terbatasnya dengan RRH sebesar -6 bps (Grafik 3.35).
minat korporasi menerbitkan obligasi dan MTN karena Volatilitas suku bunga PUAB O/N terkendali
peningkatan cost of fund seiring dengan kenaikan suku didukung oleh likuiditas yang mencukupi.
bunga pada 2018.
Grafik 3.36 Suku Bunga dan Volume PUAB O/N Grafik 3.37 Suku Bunga Kredit Menurut Jenis Penggunaan
% Rp Triliun % %
11 30 16 8
10 Vol PUAB (Skala kanan)
25 14 7
RRT Suku Bunga Kredit
9 6
Vol PUAB O/N (Skala kanan) 12 10,85
20
8 5
10 Spread Suku Bunga Kredit -Deposito (skala kanan)
7 15 4
8
6 3
10
5 6 RRT Suku 2
6,88
5 Bunga Deposito
4 4 1
Suku Bunga PUAB O/N
3 0 2 0
1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 4 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3
2016 2017 2018 2019 2016 2017 2018 2019
Sumber: Bank Indonesia Sumber: Bank Indonesia
Stabilitas sistem keuangan tetap terjaga disertai Perkembangan Dana Pihak Ketiga (DPK) tumbuh
risiko kredit yang terkendali. Stabilitas sistem meningkat pada triwulan I 2019. DPK pada triwulan I
keuangan yang terjaga ditopang rasio kecukupan modal 2019 tumbuh 7,2% (yoy), meningkat dibandingkan dengan
perbankan (Capital Adequacy Ratio/CAR) yang tetap pertumbuhan pada triwulan sebelumnya yang sebesar
tinggi, mencapai 23,3% pada akhir triwulan I 2019 6,4% (yoy) (Grafik 3.42). Peningkatan pertumbuhan DPK
(Grafik 3.39). Likuiditas perbankan terjaga, antara lain pada triwulan I 2019 bersumber dari deposito yang tumbuh
tercermin pada rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak tinggi 7,9% (yoy) meningkat dari pertumbuhan pada
Ketiga (AL/DPK) sebesar 21,1% pada Maret 2019. Selain triwulan sebelumnya sebesar 5,8% (yoy). Sementara itu,
itu, rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) pertumbuhan giro cenderung stabil sebesar 6,7% (yoy). Di
pada akhir triwulan I 2019 tetap rendah yaitu sebesar sisi lain, tabungan tumbuh lebih rendah, dari 7,3%% (yoy)
2,5% (gross) atau 1,2% (net). pada triwulan IV 2018 menjadi 6,5% (yoy) pada triwulan I
2019.
Grafik 3.39 Permodalan Industri Perbankan Grafik 3.40 Pertumbuhan Kredit Menurut Jenis Penggunaan
% Rp Triliun % yoy
25 8 20
24 CAR 7 18
23 16
23,3 6 13,6
22 ATMR (Skala kanan) 14
5 KK 12
21 12,0
6 10
20 4
9,0 8
19 3 11,5 6
18 KMK Total Kredit 4
Modal (Skala kanan) 2
17 KI
2
16 1
1 0
15 0 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3
2014 2015 2016 2017 2018 2019 2016 2017 2018 2019
Sumber: Bank Indonesia Sumber: Bank Indonesia
Perkembangan pasar saham domestik tercatat pertumbuhan kredit yang tetap tinggi dengan risiko yang
sejalan dengan kinerja saham global pada triwulan terkelola dengan baik.
I 2019. Secara triwulanan, pertumbuhan IHSG pada
Secara bulanan, koreksi kinerja IHSG pada April
triwulan I 2019 tercatat positif 4,4 % (qtq) sejalan
2019 sejalan dengan pergerakan saham di Malaysia,
dengan mayoritas kinerja pasar saham global yang
Vietnam, dan Tiongkok, di tengah kinerja pasar
positif (Grafik 3.47). Secara sektoral, sebagian besar
saham global yang secara umum membaik (Grafik
sektor mencatat perbaikan kinerja pada triwulan I
3.49). Secara sektoral, koreksi IHSG disebabkan oleh
2019. Peningkatan IHSG tertinggi pada triwulan I 2019
koreksi saham di sektor industri dasar, pertambangan,
terutama terjadi di sektor infrastruktur, keuangan, dan
konsumsi, dan pertanian yang masing-masing koreksi
perdagangan yang masing-masing tumbuh 10,5% (qtq),
sebesar 6,3% (mtm), 3,8% (mtm), 3,3% (mtm), dan
8,0% (qtq), dan 5,1% (qtq) (Grafik 3.48). Kinerja sektor
1,5% (mtm) (Grafik 3.50). Kinerja sektor tersebut erat
tersebut terkait dengan permintaan domestik yang tetap
kaitannya dengan permintaan produk ekspor komoditas
tinggi, termasuk infrastruktur. Sementara, peningkatan
Indonesia yang melemah seiring perlambatan ekonomi
IHSG sektor keuangan terutama bersumber dari
dunia dan penurunan harga komoditas.
perkembangan positif industri perbankan ditandai oleh
Grafik 3.47 IHSG dan Indeks Bursa Global Triwulan I 2019 (qtq) Grafik 3.49 IHSG dan Indeks Bursa Global April 2019 (mtm)
Filipina 6,1 Filipina 0,4
India 7,2 India 0,9
Thailand 4,8 Thailand 2,1
Vietnam 9,9 Vietnam -0,1
Singapura 4,7 Singapura 5,8
Jepang 6,0 Jepang 5,0
Hong Kong 12,4 Hong Kong 2,2
Malaysia -2,8 Malaysia -0,1
China 23,9 China -0,4
Inggris 8,2 Inggris 1,9
Amerika Serikat 11,2 Amerika Serikat 2,6
Indonesia 4,4 Indonesia -0,2
-10 0 10 20 30 -2 0 2 4 6 8
% qtq % mtm
Sumber: BEI dan Bloomberg, diolah Sumber: BEI dan Bloomberg, diolah
Grafik 3.51 SBN dan Net Jual/Beli Asing Grafik 3.52 Kepemilikan SBN
% Rp Triliun Rp Triliun %
10 40 3000 45
Pangsa Asing (skala kanan)
9 Yield SBN 10 Tahun 40
30 2500
8 Total SBN 35
7 20
2000 30
6 10 25
5 1500
0 20
4
1000 15
3 -10
Total Asing 10
2 500
-20 5
1
Net Jual/Beli Asing (skala kanan) 0 0
0 -30
1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 4 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 4
2017 2018 2019 2016 2017 2018 2019
Pada tahun 2018, inflasi Indonesia tercatat rendah juta. Porsi pengeluaran kelompok menengah didominasi
dan stabil sesuai dengan kisaran sasaran inflasi oleh konsumsi nonmakanan sekitar 59% dengan
3,5±1%. Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) tercatat rata-rata pengeluaran sebesar Rp3,1 juta. Sementara
sebesar 3,13% (yoy) ditopang oleh inflasi inti yang stabil, itu, porsi pengeluaran kelompok atas didominasi oleh
inflasi Volatile Food (VF) yang terkendali, serta inflasi konsumsi nonmakanan sekitar 60% dengan rata-rata
Administered Prices (AP) yang rendah. Pencapaian inflasi pengeluaran sebesar Rp8,1 juta (Grafik 1). Berdasarkan
dalam kisaran targetnya telah berlangsung selama empat komoditasnya, porsi pengeluaran konsumsi makanan
tahun berturut-turut. Di tengah pencapaian inflasi yang pada kelompok bawah didominasi oleh pengeluaran
rendah dan stabil, terdapat indikasi perbedaan tingkat untuk ikan, makanan dan minuman jadi, serta daging.
inflasi pada kelompok pengeluaran yang berbeda. Hal ini Sedangkan untuk konsumsi nonmakanan, konsumsi
terutama dirasakan oleh kelompok bawah. kelompok miskin didominasi oleh pengeluaran untuk
biaya perumahan dan fasilitas rumah tangga (termasuk
Perbedaaan keranjang konsumsi antar kelompok
sewa/kontrak rumah) (Grafik 2 dan 3).
pengeluaran berpengaruh pada tingkat inflasi yang
dialami. Berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional Secara umum, inflasi pada semua kelompok
(SUSENAS) September 2017, porsi konsumsi kelompok pengeluaran mengalami penurunan dalam tiga
makanan dan nonmakanan dibagi dalam tiga kelompok tahun terakhir. Inflasi kelompok bawah turun dari 5,0%
pengeluaran yang berbeda. Pertama, kelompok bawah pada 2017 menadi 3,3% pada tahun 2018. Sementara
(40% terbawah), kelompok menengah (40% kedua), itu, kelompok menengah dan atas turun dari 5,0%
dan kelompok atas (20% teratas). Porsi pengeluaran dan 4,7% menjadi 3,3% dan 3,1%. Penurunan inflasi
kelompok bawah didominasi oleh konsumsi makanan kelompok bawah dan menengah dipengaruhi oleh inflasi
sekita 68% dengan rata-rata pengeluaran sebesar Rp1,7 makanan yang mendominasi konsumsinya. Sementara
Grafik 1 Pangsa Konsumsi Kelompok Makanan dan Nonmakanan Grafik 2 Pangsa Konsumsi Kelompok Makanan
%
80 Bahan Makanan Lainnya
68 Makanan Nonmakanan 68 Bumbu-bumbuan Atas (20% teratas)
59 60 Minyak dan Kelapa Bawah (40% terbawah)
60 Kacang-kacangan
Rata- Bahan Minuman
Rata- Rata- rata Umbi-umbian
rata rata 41 40 penge
penge penge 40 Padi-padian
luaran 32 luaran 32 Sayur-sayuran
luaran Rata- Rata- Rp8,1
Rp1,7 Rp3,1 rata rata juta Telur dan Susu
juta Rata- juta penge penge Buah-buahan
rata 20
penge luaran luaran Rokok dan Tembakau
luaran Rp2,1 Rp5,4 Daging
Rp820 juta juta
ribu Makanan dan Minuman Jadi
0 Ikan/Udang/Cumi/Kerang
Bawah Menengah Atas IHK
(40% terbawah) (40% kedua) (20% teratas) 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18
%
Sumber: SUSENAS September 2017 Sumber: SUSENAS September 2017
itu, inflasi kelompok atas sejalan dengan kelompok lebih rendah pada akhir tahun 2019 (untuk informasi
nonmakanan yang memiliki harga yang relatif stabil lebih lengkap dapat diperoleh pada bab 4. Prospek
(Grafik 4). ekonomi domestik-Prospek Inflasi). Untuk menjaga
volatilitas inflasi kelompok miskin, kebijakan dalam
Pada tahun 2019, inflasi makanan diperkirakan
pengendalian inflasi makanan memiliki peran yang
lebih rendah baik untuk kelompok miskin,
penting untuk terus diperkuat ke depan.
kelompok menengah, maupun kelompok kaya. Hal
tersebut sejalan dengan perkiraan inflasi makanan yang
2018 2019
Komponen PDB Pengeluaran 2017 2018 2019* 2020*
I II III IV I
Konsumsi Rumah Tangga 4,94 4,94 5,16 5,00 5,08 5,05 5,01 5,0 - 5,4 5,0 - 5,4
Konsumsi Pemerintah 2,13 2,71 5,20 6,27 4,56 4,80 5,21 3,4 - 3,8 3,7 - 4,1
Investasi (PMTDB) 6,15 7,94 5,85 6,96 6,01 6,67 5,03 5,4 - 5,8 5,7 - 6,1
Ekspor 8,91 5,94 7,65 8,08 4,33 6,48 -2,08 -0,9 - -0,5 4,4 - 4,8
Impor 8,06 12,64 15,17 14,02 7,10 12,04 -7,75 -3,4 - -3,0 3,1 - 3,5
PDB 5,07 5,06 5,27 5,17 5,18 5,17 5,07 5,0 - 5,4 5,1 - 5,5
Sumber: BPS; *Proyeksi Bank Indonesia
terus berlangsung. Di samping itu, dampak positif dari kinerja LU pertambangan dan penggalian, LU industri
pengeluaran terkait persiapan penyelenggaran Pemilu pengolahan dan ekspor yang melemah akibat prospek
2019 terhadap peningkatan konsumsi LNPRT dan pertumbuhan ekonomi dunia dan harga komoditas yang
konsumsi RT juga tidak setinggi perkiraan sebelumnya. lebih rendah. Faktor pendorong investasi untuk tetap
Konsumsi rumah tangga pada 2020 diprakirakan akan tumbuh bersumber dari investasi bangunan yang tumbuh
membaik namun tetap berada pada kisaran 5,0-5,4% meningkat, ditopang oleh proyek-proyek infrastruktur
sejalan dengan prospek perekonomian yang membaik dan perkembangan positif di sektor properti. Di samping
serta berkurangnya ketidakpastian global. itu, sentimen bisnis diperkirakan akan membaik pasca
pelaksanaan Pemilu 2019 sehingga akan mendorong
Konsumsi pemerintah akan tetap menjadi
kembali kinerja investasi. Dengan perkembangan
penopang pertumbuhan ekonomi, meskipun
tersebut, investasi pada 2020 diprakirakan akan
tumbuh lebih rendah dibandingkan prakiraan
membaik dengan tumbuh pada kisaran 5,7-6,1%.
sebelumnya. Konsumsi pemerintah pada 2019
diprakirakan akan tumbuh pada kisaran 3,4-3,8%. Dari sisi eksternal, ekspor diprakirakan akan
Pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada semester menurun pada keseluruhan tahun 2019. Propesk
kedua 2019 akan lebih rendah sejalan dengan pertumbuhan ekonomi global yang lebih rendah, volume
penyaluran bantuan sosial yang tidak akan setinggi pada perdagangan dan harga komoditas dunia yang menurun
semester pertama. Realisasi belanja sosial masih akan menyebabkan tekanan pada kinerja ekspor. Pertumbuhan
terus berlangsung melalui Program Keluarga Harapan ekspor pada 2019 diprakirakan akan tumbuh pada
(PKH) dan kepada penerima Bantuan Pangan Nontunai kisaran -0,9 - -0,5%. Penurunan ekspor disebabkan
(BPNT). Pertumbuhan konsumsi pemerintah akan oleh penurunan permintaan dari mitra dagang utama
didorong oleh belanja pegawai yang diprakirakan akan seperti Tiongkok, Amerika Serikat dan Eropa sejalan
meningkat sejalan dengan realisasi pembayaran kenaikan dengan pelemahan perekonomian. Selain pelemahan
gaji dan rapel Aparatur Sipil Negara (ASN). Konsumsi mitra dagang, beberapa kendala dari sisi produksi pada
pemerintah pada 2020 diprakirakan akan meningkat sektor berbasis komoditas antara lain batubara, karet
dengan berada pada kisaran 3,7-4,1%. dan tembaga juga turut berkontribusi pada pelemahan
ekspor. Penurunan ekspor juga terjadi pada bahan baku
Investasi diprakirakan tumbuh melambat sejalan
pendukung industri manufaktur di beberapa negara
dengan investasi nonbangunan yang diprakirakan
maju dan Tiongkok. Ke depan, perbaikan ekonomi
tumbuh lebih rendah. Pertumbuhan investasi pada
mitra dagang serta meredanya tensi hubungan dagang
2019 diprakirakan akan berada di kisaran 5,4-5,8%,
antara Amerika Serikat dengan sejumlah negara akan
melambat dibandingkan pencapaian pertumbuhan
mendorong perbaikan ekspor. Pertumbuhan ekspor pada
pada tahun sebelumnya sebesar 6,67%. Pertumbuhan
2020 akan kembali positif dan diprakirakan berada pada
investasi nonbangunan melambat sejalan dengan
kisaran 4,4-4,8%.
2018 2019
Komponen PDB Lapangan Usaha 2017 2018 2019^ 2020^
I II III IV I
Pertanian, Peternakan, Kehutanan, dan Perikanan 3,87 3,34 4,72 3,66 3,87 3,91 1,81 2,2 - 2,6 3,6 - 4,0
Pertambangan dan Penggalian 0,66 1,06 2,65 2,67 2,25 2,16 2,32 1,8 - 2,2 1,4 - 1,8
Industri Pengolahan 4,29 4,60 3,88 4,35 4,25 4,27 3,86 3,7 - 4,1 3,8 - 4,2
Listrik, Gas, Air Bersih, dan Pengadaan Air * 1,76 3,33 7,29 5,62 5,64 5,47 4,48 4,4 - 4,8 4,7 - 5,1
Konstruksi 6,80 7,35 5,73 5,79 5,58 6,09 5,91 6,0 - 6,4 6,1 - 6,5
Perdagangan dan Penyediaan Akomodasi dan Mamin** 4,63 5,02 5,29 5,39 4,68 5,10 5,38 5,1 - 5,5 5,1 - 5,5
Transportasi, Pergudangan, Informasi dan Komunikasi*** 9,12 8,12 6,70 7,01 6,35 7,03 7,35 7,4 - 7,8 7,4 - 7,8
Jasa Keuangan, Real Estat, dan Jasa Perusahaan**** 5,43 4,63 4,22 4,47 6,13 4,87 7,33 6,7 - 7,1 6,7 - 7,1
Jasa-jasa Lainnya***** 4,37 6,01 6,85 7,68 6,82 6,85 7,13 5,7 - 6,1 5,5 - 5,9
PDB 5,07 5,06 5,27 5,17 5,18 5,17 5,07 5,0 - 5,4 5,1 - 5,5
*) Penggabungan 2 lap. usaha: (i) Pengadaan Listrik dan Gas dan (ii) Pengadaan Air
**) Penggabungan 2 lap. usaha: (i) Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Motor serta (ii) Penyediaan akomodasi dan
***) Penggabungan 2 lap. usaha: (i) Transportasi dan Pergudangan serta (ii) Informasi dan Komunikasi
****) Penggabungan 3 lap. usaha: (i) Jasa Keuangan, (ii) Real Estate dan (iii) Jasa Perusahaan
*****) Penggabungan 4 lap. usaha: (i) Adm. Pemerintahan, Pertahanan, Jaminan Sosial Wajib, (ii) Jasa Pendidikan, (iii) Jasa Kesehatan dan Kegiatan lainnya dan (iv) Jasa Lainnya
Sumber: BPS; ^Proyeksi Bank Indonesia