MODUL PERKULIAHAN
Perekonomian
Indonesia
Perekonomian Indonesia di
Pemerintahan Orde Reformasi, Aspek
Fundemental Ekonomi Nasional &
Kebijakan Perekenomian
Abstrak Kompetensi
Pendahuluan
Ekspansi kegiatan ekonomi selama tahun-tahun 1989-1991 ada sangkut pautnya
dengan kebijaksanaan deregulasi pemerintah, yang sudah mulaid ilaksanakan secara
bertahap sejak tahun 1983. Rangkaian tindakan deregulasi di atas memberi dorongan
kuat terhadap kegiatan dunia swasta, yang beberapa tahun terakhir ini telah menjadi
faktor penggerak dalam ekspansi ekonomi.
Ekspansi ekonomi di atas telah disertai oleh ekspansi moneter yang besar,
sebagai akibat naiknya permintaan domestik (domestic demand) yang mencakup tingkat
investasi maupun tingkat konsumsi. Ekspansi ekonomi yang ditandai oleh laju
pertumbuhan pesat selama tiga tahun berturut-turut ini dianggap terlalu panas
(overheated) dari sudut kestabilan keuangan moneter (Soemitro Djojokusumo, 1993).
Kecenderungan terjadinya ekspansi ekonomi berbarengan dengan ekspansi
moneter, sehingga ekonomi memanas (overheated) jika dibiarkan berlangsung terus akan
membahayakan kestabilan ahrga dalam negeri dan melemahkan kedudukan negara kita
dalam hubungan ekonomi internasional (khususnya dibidang neraca pembayaran luar
negeri).
Bahwa program penyesuaian ekonomi struktural dan reformasi ekonomi yang
dilakukan pemerintah Indonesia sejak anjloknya harga minyak di pasar dunia pada
pertengahan tahun 1980-an mencakup empat katagori besar, yaitu : (1) pengaturan nilai
tukar rupiah (exchange rate management), (2) kebijakan fiskal, (3) kebijakan moneter dan
keuangan serta (4) kebijakan perdagangan dan deregulasi atau reformasi di sektor riil dan
moneter. (Tulus Tambunan, 1996).
Kondisi:
d) Tahun 2001, pelaku bisnis dan masyarakat kurang percaya kepada pemerintahan
sebagai akibat dari pernyataan presiden yang controversial, KKN, dictator, dan
perseteruan dengan DPR
e) Bulan maret 2000, cadangan devisa menurun dari US$ 29 milyar menjadi US$
28,875 milyar
f) Hubungan dengan IMF menjadi tidak baik sebagai akibat dari: penundaan
pelaksanaan amandemen UU No. 23 tahun 1999 mengenai Bank Indonesia;
penerapan otonomi daerah (terutama kebebasan untuk hutang pemerintah daerah
dari LN); dan revisi APBN 2001.
g) Tahun 2001, pertumbuhan ekonomi cenderung negative, IHSG merosot lebih dari
300 poin, dan nilai tukar rupiah melemah dari Rp 7000 menjadi Rp 10.000 per US$.
Selain faktor-faktor internal dan eksternal, ada tiga teori alternatif yang dapat juga
dipakai sebagai basic framework untuk menganalisis faktor-faktor penyebab terjadinya
krisis ekonomi di Asia (Tulus Tambunan, 1998).
a. Faktor-faktor Internal
b. Faktor-faktor eksternal
- Jepang dan Eropa Barat mengalami kelesuan pertumbuhan ekonomi sejak awal
dekade 90-an dan tingkat suku bunga sangat rendah. Dana sangat melimpah
sehingga sebagian besar arus modal swasta mengalir ke negara-negara Asia
Tenggara dan Timur, yang akhirnya membuat krisis.
- Daya saing Indonesia di Asia yang lemah, sedang nilai tukar rupiah terhadap
dollar AS terlalu kuat (overvalued). (Tulus Tambunan, 1998).
c. Teori-teori Alternatif
1) Teori konspirasi, krisis ekonomi sengaja ditimbulkan oleh negara-negara maju
tertentu, khususnya Amerika, karena tidak menyukai sikap arogansi ASEAN
selama ini.
2) Teori contagion, yaitu karena adanya contagion effect; menularnya amat cepat dari
satu negar ake negara lain, disebabkan investor asing merasa ketakutan.
Januari 1998 pemerintah Indonesia menandatangani nota kesepakatan (LOI) dengan IMF
yang mencakup 50 butir kebijakan yang mencakup:
c) Reformasi struktural
Indonesia tidak mempunyai pilihan kecuali harus bekerja sama dengan IMF.
Kesepakatan baru dicapai bulan April 1998 dengan nama “Memorandum Tambahan
mengenai Kebijaksanaan Ekonomi Keuangan” yang merupakan kelanjutan, pelengkapan
dan modifikasi 50 butir kesepakatan. Tambahan dalam kesepakatan baru ini mencakup:
c) Reformasi structural
a) SBI 17%
c) Inflasi periode Juli – Juli 2001 13,5% dengan asumsi inflasi 9,4% setelah dilakukan
revisi APBN
d) Pertumbuhan PDB 2002 sebesar 3,66% dibawah target 4% sebagai akibat dari
kurang berkembangnya investasi swasta (PMDN dan PMA)., ketidakstabilan politik,
dan belum ada kepastian hukum.
8. Kartili, J.A., Prof. Dr., Sumber Daya Alam, untuk pembangunan nasional, Ghalia
Indonesia, Jakarta 2013.