Anda di halaman 1dari 22

Pertemuan 4 :

Perubahan Struktur
Ekonomi Indonesia
Kelompok 2 :
 Abdul Kholiq Suwarso (171011200604)
 Ditha Luvika (171011202158)
 Melfyani (171011202096)
 Mustika Siahaan (171011202149)
Perubahan Struktur Ekonomi Indonesia

Perubahan struktur ekonomi dapat ditandai dengan


3 hal, yaitu:

1. Merosotnya sektor primer (pertanian)


2. Meningkatnya sektor sekunder (industri)
3. Pangsa sektor jasa kurang lebih konstan
Grafik Perubahan Struktur Ekonomi Indonesia
1. Profil Perekonomian Indonesia Akhir Pelita V

Profil perekonomian Indonesia menjelang akhir


Pelita V ditunjukkan oleh empat segi yang kait
mengkait dalam perkembangan keadaan, yaitu :
a. Pertumbuhan ekonomi
b. Lapangan kerja produktif
c. Neraca perdangan dan pembayaran luar negeri
d. Perkembangan harga dalam negeri (infalsi)
1.1 Pertumbuhan Ekonomi

Kebijaksanaan deregulasi sejak tahun 1983 mendorong terjadinya ekspansi


ekonomi dan ekspansi moneter.
Ekspansi ekonomi ditandai oleh :
Meningkatnya lalu pertumbuhan ekonomi (GDP): 7,5%, 7,1%, 6,6%, (1989,
1990, 1991)
Meningkatnya laju pendapatan bruto (GDY): 7,5%, 10,5%, 7,1% (1989,
1990, 1991)
Meningkatnya investasi sektor swasta): 15,0%, 17,0% (1989, 1990)
Ekspansi moneter ditandai oleh :
Meningkatnya jumlah uang beredar (M2): 40%, 44%, 7,1% (1989, 1990)
 Meningkatnya volume kredit bank: 48%, 54% (1989, 1990).
Meningkatnya laju inflasi: 5,5%, 9,5% (1989, 1990)
Lalu pada pertumbuhan ekonomi ini juga terdapat ekonomi terlalu
panas (overheated).
Ekspansi ekonomi yang ditandai oleh laju pertumbuhan pesat selama
tiga tahun berturut-turut dianggap terlalu panas (overheated) dari
sudut kestabilan keuangan moneter.

Bila hal ini dibiarkan berlangsung terus akan membahayakan kestabilan


harga dalam negeri dan melemahkan neraca pembayara luar negeri.

Karena itu pemerintah melakukan kebijaksanaan uang ketat


(TMP = Tigh Money Policy).

Kebijaksanaan Uang Ketat (TMP) meliputi :


o Kebijaksanaan fiskal/ keuangan negara
o Kebijaksanaan Moneter/ Perbankan
1.2 Neraca Pembayaran Luar Negeri

Neraca Perdagangan dan pembayaran luar negeri menunjukkan


perkembangan yang perlu terus diamati dan diawasi dengan seksama,
khususnya yang menyangkut transaksi berjalan.
a. Neraca Perdagangan dan Neraca Jasa
o Laju pertumbuhan ekspor rata-rata 15% (1989-1991) dengan nilai
US$19 miliar (1988) meningkat hampir US$30 miliar (1991), jenisnya
: 52% barang manufaktur, 37% migas dan non-migas 11% (ada
diversifikasi ekspor).
o Laju pertumbuhan impor rata-rata 25% (1988 – 1991), jenisnya:
sebagian besar berupa peralatan barang modal dan bahan baku.
b. Neraca Modal dan Cadangan Devisa

o Neraca Modal mencatat perhitungan transaksi lalu lintas modal (pemasukan dan
pengeluaran modal atau devisa).
o Selama periode yang sama (1992) defisit transaksi berjalan dapat diimbangi oleh
pemasukan modal sebesar US$5,6 miliar setahun serta menambah cadangan
devisa.
o Jumlah cadangan devisa yang langsung dikuasai oleh Bank Indonesia meningkat
dari US$ 6,6 miliar (1989) menjadi US$11,5 miliar.

c. Pinjaman Luar Negeri

o Pinjaman jangka panjang dengan persyaratan lunak menjadi semakin sulit,


sedangkan pinjaman komersial menghadapi persyaratan yang semakin berat
o Khusus mengenai Indonesia sudah nampak sikap was-was di kalangan keuangan
internasional.
o Utang luar negeri Indonesia pada akhir tahun 1992 secara kumulatif diperkirakan
berjumlah US$78 miliar, meningkat hampir 40% dibandingkan 2-3 tahun yang lalu.
1.3 Masalah Kesempatan Kerja

Perubahan struktur ekonomi dapat mempengaruhi masalah kesempatan kerja yang


dimana keadaan sekarang beban tanggungan (dependency burden) bagi tiap
tenaga kerja produktif (bekerja 35 jam seminggu) cukup berat, yaitu 1 : 4, artinya
4 orang penduduk kebutuhan hidupnya tergantung (ditanggung) oleh 1 orang
tenaga kerja produktif.
Beban tanggungan tahun 1990 :
- Jumlah Penduduk Indonesia : 179 juta jiwa
- Jumlah Angkatan Kerja : 72 juta jiwa
- Angkatan Kerja yang produktif : 44 juta jiwa

Jadi beban tanggungan menjadi 179:44 = 4 (atau 1 : 4)


1.4 Perkembangan Harga

Laju Inflasi 9,5% (1990,1991) turun sampai 6-7% (1992).


Kebijaksanaan pengendalian inflasi perlu diteruskan sehingga dapat
dicapai rata-rata 5% pada Pelita VI.
Pengendalian Inflasi Penting untuk :
1) Menjaga stabilitas ekonomi internal dan eksternal (tekanan
neraca pembayaran luar negeri)
2) Memperkuat daya saing produk ekspor di luar negeri
3) Mendorong hasrat masyarakat untuk menabung
2. Proses Transformasi Struktural dan
Berbagai Indikatornya

Perkembangan ekonomi Indonesia selama masa 25 tahun berselang diteroping dari


sudut pandang tentang pembangunan ekonomi sebagai proses transisi yang dalam
perjalanan waktu ditandai oleh transformasi multidimensional dan menyangkut
perubahan pada struktur ekonomi.
Akan ditinjau beberapa pokok dalam perubahan struktur selama lima tahap Pelita
(Pembangunan Jangka Panjang Tahap I) (Djojohadikusumo, 1993) :
a. Proses Akumulasi Sumber Daya Produksi
b. Proses Alokasi Sumber Daya Produksi
c. Proses Distribusi Pendapatan
d. Proses Perubahan Institusional/ Kelembagaan
2.1 Proses Akumulasi Sumber Daya Produksi

Akumulasi menyangkut proses Kelemahan yang menyertai


pembinaan sumber daya produksi proses akumulasi :
untuk meningkatkan kemampuan
berproduksi secara kontinu.
Indikator adanya akumulasi sumber a. Pelaksanaan Investasi
daya produksi, antara lain : modal kurang efisien dan
1. Produk domestik bruto (PDB, GDP) secara
efektif
riil meningkat 4 kali lipat. Tingkat hidup
rata-rata (GDP per kapita) meningkat 2,5
b. Terjadi saving-investment
kali lipat. gap
2. Keberhasilan penyediaan pangan : Pelita I c. Adanya perbedaan laju
sebagai negara pengimpor beras terbesar,
sedangkan akhir Pelita III sudah mencapai
pertumbuhan sektor
swasembada beras. pertanian dan laju
3. Keberhasilan melaksanakan Program
pertumbuhan sektor
Keluarga Berencana (KB) : dari Pelita I – industri
Pelita V (25 tahun) tingkat pertambahan
penduduk turun dari 2,5% menjadi 1,7%.
2.2 Proses Alokasi Sumber Daya Produksi

Sumber daya produksi khususnya investasi Ketidakserasian antara perubahan struktur


sangat penting bagi pembangunan baik secara produksi dan struktur lapangan kerja itu ada
kuantitatif (menyangkut jumlahnya) maupun kaitannya dengan sifat khas yang melekat pada
secara kualitatif (menyangkut alokasinya). perekonomian Indonesia (negara berkembang),
Alokasi sumber dayaproduksi dalam proses yaitu :
pembangunan menyangkut pola penggunaan 1) Permintaan tenaga meningkat lebih cepat
sumber daya produksi antar sektor, antar dikawasan perkotaan
daerah dan antar lingkungan kota dan daerah
pedesaan. 2) Mobilitas tenaga kerja antar sektor kurang
lancar
Jadi struktur lapangan kerja tidak banyak 3) Tidak akses yang sama untuk mendapatkann
mengalami perubahan (relatif statis). Sebab modal berupa dana atau tanah yang baik
sumbangan produksi yang mengalami
penurunan 26%, hanya diikuti penurunan 4) Investasi dan penerapan teknologi
kesempatan kerja 9%. Sebaliknya sumbangan diutamakan di bidang modern pada masing-
produksi sektor industri yang meningkat 10%, masing sector
hanya diikuti pertambahan kesempatan kerja
3%. 5) Laju pertambahan penduduk melampaui
tingkat permintaan tenaga kerja.
2.3 Proses Distribusi Pendapatan

Ketimpangan dalam distribusi Masalah distribusi pendapatan


pendapatan (baik antar kelompok menyangkut kemiskinan, baik
berpendapatan, antar daerah kemiskinan absolut maupun
perkotaan dan pededaan, atau antar ktimpangan relatif.
kawasan dan propinsi) dan kemiskinan Distribusi pendapatan dan kemiskinan
merupakan dua masalah yang masih hendaknya dilihat dalam kerangka
mewarnai perekonomian Indonesia. acuan suatu analisis, bersamaan dan
Pada awal pemerintahan Orde Baru, berkaitan dengan proses akumulasi
perencanaan pembangunan ekonomi di dan alokasi :
Indonesia masih sangat percaya bahwa a. Kemiskinan Absolut
apa yang dimaksud dengan trickle
down effect akan terjadi. b. Ketimpangan Relatif
2.4 Proses Perubahan Institusional / Kelembagaan

Kesenjangan mengandung dimensi ekonomis-sosiologis dan dimensi


ekonomis-regional :
a. Dimensi Ekonomis Sosiologis
Dimensi ini menyangkut ketimpangan pada perimbangan
kekuatan di antara golongan-golongan pelaku ekonomi.

b. Dimensi Ekonomis Regional


Dalam kaitan ketidakseimbangan perekonomian antar daerah,
kita dihadapkan dengan suatu dilema yang disebut dualisme
teknologis.
3. Analisis Kebijakan Transformasi Struktural
Perekonomian Indonesia

Program penyesuaian ekonomi struktural dan reformasi ekonomi


yang dilakukan pemerintah Indonesia sejak anjloknya harga minyak
di pasar dunia pada pertengahan tahun 1980-an mencakup empat
kategori besar, yaitu :
a. Pengaturan nilai tukar rupiah (excahge rate menagement)
b. Kebijakan fiskal
c. Kebijakan moneter dan keuangan
d. Kebijakan perdagangan dan deregulasi atau reformasi di sektor
riil dan moneter
3.1 Kebijakan Pengaturan Nilai Tukar Rupiah

Dalam tahun 1986/1987 pemerintah tetap menganut sistem devisa bebas


yang diperlukan guna mendorong kegiatan investasi yang diperlukann guna
mendorong kegiatan investasi, produksi dalam negeri dan ekspor.
Mengingat penerimaan devisa hasil ekspor yang semakin menurun sebagai
akibat merosotnya harga minyak bumi sejak permulaan tahun 1986 dan
untuk mengurangi tekanan terhadap nerraca pembayaran maka
pemerintah pada 12 September 1986 mendevaluasikan rupiah terhadap
dollar AS sebesar 31%. Tindakan tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan
daya saing barang ekspor non migas dan menciptakan iklim usaha yang
lebih menarik bagi penanaman modal, juga sekaligus untuk mencegah
terjadinya aliran modal ke luar negeri.
3.2 Kebijakan Fiskal dan Keuangan Negara

Dalam rangka meningkatkan penerimaan dalam negeri yang


sekaligus dapat mendorong kegiatan dunia usaha, tahun
1983/1984 pemerintah memperbarui sistsem perpajakan yang
berlaku selama ini. Sistem perpajakan yang baru tersebut terdiri
dari :

• UU tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU No. 6 Tahun
1983)
• UU tentang Pajak Penghasilan (UU No. 7 Tahun 1983)
• UU tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak
penjualan atas Barang Mewah (UU No.8 Tahun 1983).
3.3 Kebijakan Pengeluaran Pemerintah

Kebijaksanaan pengeluaran pemerintah tahun


1983/1984 diarahkan untuk penghematan
pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan
berupa pengurangan subsidi BBM, subsidi pupuk
dan penghapusan subsidi pangan serta
penjadwalan kembali beberapa proyek besar
pemerintah.
(Laporan Bank Indonesia tahun 1983/1984).
3.4 Kebijakan Keuangan dan Moneter/ Perbankan

Kebijakan keuangan dan moneter atau perbankan maka pada tanggal 1


Juni 1983 pemerintah mengambil serangkaian kebijaksanaan yang
mendasar yang dikenal “Kebijaksanaan Moneter 1 Juni 1983”.
Ciri pokok kebijaksanaan tersebut: Deregulasi di bidang perbankan baik
yang menyangkut perkreditan maupun pengerahan dana:
Bank-bank pemerintah diberi kebebasan penentuan sendiri suku bunga
depositi maupun bunga pinjaman (kecuali kredit berprioritas tinggi).
Bantuan kredit likuiditas Bank Indonesia mulai dikurangi
Pagu kredit dan sebagian besar ketentuan pemberian pinjaman dihapus
Sejak 1 Februari 1984 Bank Indonesia menerbitkan SBI (Sertifikat Bank
Indonesia) dan menyediakan fasilitas diskonto
3.5 Kebijakan Perdagangan dan Deregulasi
Sektor Riil dan Moneter

1. Kebijakan Perdagangan
Pada kebijakan ini sejak 19 Desember 1984, APE (Angka Pengenal
Ekspor, atau APES (Angka Pengenal Ekspor Sementara) dapat digunakan
untuk melaksanakan ekspor dari seluruh wilayah RI yang sebellumnya
hanya terbatas pada wilayah-wilayah tertentu saja.

2. Deregulasi Sektor Riil dan Moneter


Pada deregulasi sector riil dan moneter ini bergerak di bidang
ekonomi riil (produksi, pengangkutan, pemasaran) yang masih dialami
banyak hambatan dan rintangan karena adanya berbagai peraturan dan
ketentuan administratif yang berbelitbelit dan sering tumpang tindih.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai