Perekonomian
Indonesia
Perekonomian Indonesia Era Globalisasi
12
Ekonomi & Bisnis Manajemen Kode MK Abdul Gani, SE MM
Abstract Kompetensi
Diisidengan abstract Setelah mempelajari modul 12 ini
mahasiswa mampu memahami tentang
Perkembangan perekonomian
Indonesia di Era Globalisasi
Pendahuluan
I. PENDAHULUAN
Kerangka landasan yang ingin dicapai tersebut meliputi unsur sebagai berikut :
1. Penciptaan struktur ekspor non migas yang kuat dan tangguh dengan cara
melakukan diversifikasi produk maupun pasar serta pelakunya,
2. Penciptaan sistem distribusi nasional yang efektif dan efisien dalam rangka
meningkatkan daya saing produk ekspor, mempertahan tingkat harga yang
stabil dalam negeri,
3. Peningkatan daya saing usaha pelaku dalam kegiatan ekonomi perdangan
baik dalam negeri maupun ekspor dengan memupuk kebersamaan yang
kokoh dalam menghadapi pasar dunia yang makin ketat,
4. Tranpanransi pasar dan pengelolaan kegiatan perdagangan dengan
membangun sistem jaringan perdagangan.
5. Meningkatkan peran lembaga penunjang perdagangan seperti badan
pelaksana bursa komoditi, pasar lelang, BPEN , dll,
Terbukanya pasar dunia akibat globalisasi ekonomi membuka peluang bisnis antara
lain :
Selain memberikan peluang yang terbuka lebar bagi dunia bisnis , globalisasi
ekonomi juga memberikan dampak negatif bagi dunia bisnis, antara lain :
a. Terjadinya tranfer pricing untuk memarkir dana maupun keuntungan di negara yang
menganut tax shelter (memberikan perlindungan terhadap pesembunyian kewajiban
membayar pajak).
b. Relokasi industri karena footlose industry membawa pula teknologi kadaluwarsa ke
negara sedang berkembang (host country), hal ini terjadi di negara asalnya (home
country) teknologi yang dipakai industri tersebut ketinggalan jaman.
c. Masuknya FDI (foreign direct investment) dengan teknologi canggih, seringkali tidak
diimbangi dengan tersedianya sumberdaya manusia yang siap mengoperasikannya
sehingga membuat ketergantungan pada negara asal investasi tersebut.
d. Masuknya FDI juga seringkali menimbulkan trade off politis, yang merugikan
masyarakat dan pelaku bisnis di dalam negeri.
Robert Gil;pin , salah satu tokoh realis menyatakan, peran negara bangsa
(nation state) dalam era globalisasi sekarang ini masih sangat diperlukan (signifikan).
Gilpin pada awalnya menggugat beberapa keyakinan yang dianut pendukung globalisasi
dan pasar bebas . Menurut Gilpin banyak peneliti mempunyai keyakinan bahwa tengah
terjadi pergeseran besar dari ekonomi state dominated ke arh ekonomi market
dominated. Hancurnya Uni Soviet, kegagalan strategi subtitusi impor negara dunia
ketiga, dan suksesnya AS pada era 1990 an telah mendoring penerimaan unrestricted
market sebagai solusi bagi penyakit ekonomi modern. Karena peran negara menjadi
berkurang sebagai gantinya pasar akan menjadi mekanisme penting baik untuk
perekonomian domestik maupun perekonomian internasional. Menurutnya peran negara
bangsa diyakini akan menjadi pembuka kearah ekonomi global yang sesungguhnya ,
yang dicirikan oleh tiadanya hambatan dalam perdagangan , aliran uang dalam skala
global dan kegiatan internasional perusahaan multinasional (Gilpin, dalam Winarno,
2005)
Terdapat tiga lembaga utama yang mengatur globalisasi yaitu IMF, World Bank dan
WTO.
Peran IMF sebagai lembaga yang mengatur ekonomi global ditentukan oleh tiga
asumsi sebagai berikut :
IMF dituntut untuk dapat mencegah depresi global lainnya. Yang dapat dilakukan
dengan melakukan tekanan internasional pada negara yang tidak melalukan peran mereka
untuk memelihara permintaan agregat secara global, dengan membiarkan perekonomian
mereka sendiri jatuh. IMF didirikan dengan keyakinan bahwa perlu ada tindakan kolektif
pada tingkat global agar tercipta stabilitas ekonomi.
Perubahan peran yang dramatis dalam IMF terjadi ketika tahun 1980-an, di era
ketika Ronald Reagan dan Margareth Thatcher menyuarakan ideologi pasar bebas di AS
dan Inggris. IMF dan Bank Dunia menjadi lembaga –lembaga misionaris baru, yang
dengannya ide-ide tersebut dipaksakan pada negara-negara miskin yang sering
membutuhkan pinjaman dan bantuan mereka.
Setengah abad setelah pendiriannya, terbukti bahwa IMF gagal dalam menjalankan
misinya. IMF belum melakukan apa yang seharusnya dilakukan. Diperkirakan hampir
seratus negara mengalami krisis, lebih buruk lagi kebanyakan kebijakan yang didorong oleh
2. World Bank
Lembaga lain yang sangat berpengaruh terhadap penciptaan sistem ekonomi pasar
bebas dunia sesuai agenda Neoliberalisme, yaitu World Bank. Cikal bakal munculnya
lembaga super tersebut sewaktu diadakan pertemuan di Bretton Woods, New Hampshire
AS Juli 1944. Dari pertemuan tersebut dibentuklah sebuah lembaga yang khusus
menangani masalah dalam pembangunan ekonomi, yakni IBRD (International Bank for
Reconstruction and Development) yang kemudian lebih dikenal sebagai World Bank.
3. General Agreement on Tariff and Trade (GATT) dan World Trade Organization
(WTO)
GATT merupakan salah satu intrumen dimana sistem ekonomi dunia yang bersandar
pada pasar bebas hendak dilakukan. Melalui GATT yang kemudian menjadi WTO, secara
sistematis dan intensif agenda negara-negara maju yang didominasi gagasan neoliberal
mendesakkan agenda leberalisasi dan perdagangan bebas.
GATT ini bertolak dari pemikiran keunggulan komparatifnya David Ricardo, yang
beranggapan bahwa dengan perdagangan internasional yang bebas akan memberikan
kemakmuran pada negara yang melakukan spesialisasi diri pada produk tertentu dengan
biaya yang lebih murah dan kualitas lebih kompetitif.
Berdasar pemikiran di atas maka GATT dibentuk pada tahun 1948 dengan tiga
prinsip utama. Prinsip pertama ialah most favoured nation (MFN), yang berisi ketentuan
bahwa suatu negara memberikan perlakuan yang istimewa kepada negara partner
dagangnya dan hendaknya juga memperlakukan hal yang sama istimewanya kepada
Pinsip kedua adalah reciprocity. Penurunan tarif atau penghapusan tarif hendaknya
dilakukan melalui perundingan dengan negara patner dagangnya. Sedang Prinsip ketiga
adalah non-discrimination, bahwa setiap impor telah masuk ke pasar domestik suatu negara
hendaklah diperlakukan sama dengan barang domestik.
Pada kenyataannya, prinsip prinsip GATT di atas justru banyak dilanggar sendiri oleh
negara-negara maju dan yang menjadi korbannya adalah negara-negara sedang
berkembang. Dalam prakteknya terlihat jelas bahwa GATT dibuat tidak lebih dari untuk
kepentingan negara-negara maju, sehingga tidak salah kalau GATT diberi julukan sebagai
“The Richman’s Club” Maka untuk mengatasi persoalan yang timbul akibat praktek GATT
tersebut, dilakukanlah Putaran Uruguay (Uruguay Round) yang menghasilkan lembaga baru
yang bernama World Trade Organization (WTO). Lembaga ini sebenarnya prinsip kerjanya
tidak berbeda jauh dengan GATT namun memiliki kewenangan yang lebih besar dan
keputusannya bersifat mengikat negara anggotanya.
Terlepas dari suka atau tidak suka, proses globalisasi meskipun belum jelas tipe
idealnya terus terlanjut karena kekuatan-keuatan internal (pasar, informasi, teknologi dan
Model pertama ini merupakan system ekonomi yang masih bercirikan ekonomi
nasional masing-masing negara. Hubungan perdagangan dan investasi antar bangsa tidak
serta merta menhilangkan identitas sistem ekonomi nasional, tapi lebih merupakan
dinamika hubungan keluar (outward looking) dari masing-masing pelaku. Meskipun
demikian, hubungan intensif dalam uda bidang tersebut terus membawa pelaku-pelaku
ekonomi nasional berintegrasi ke pasar internasional. Pemisahan identitas dan kebijakan
pada dua level (nasional dan
Model kedua ini pada dasarnya merupakan kebalikan dari model pertama dimana
ekonomi internasional hanya merupakan bagian integral dari segenap proses, transaksi dan
perkembangan global. Ekonomi global tercipta dan saling berinteraksinya ekonomi nasional
mengarah ke bentuk kekuatan baru. Dengan demikian kebijakan pada tingkat nasional
maupun kebijakan bisnis pada tingkat perusahaan tidak lain sebagai perwujudan dan
penyatuan kekuatan-kekuatan pasar global. Kebijakan, kegiatan dan interaksi pada tingkat
nasional diintegrasikan ketingkat global.
Institusi pasar pada tingkat nasional terlepas apakah terinteraksi dengan negara lain
atau tidak) senantiasa berkembang berdampingan dengan institusi negara atau
pemerintahan (state institution governance). Dalam kenyataannya, tidak mungkin institusi
pasar berkembang tanpa pengaturan yang dikeluarkan oleh negara. Institusi pasar tidak
bias dibiarkan berjalan sendiri tanpa basis institusi negara.
Namun dalam model ekonomi global, institusi negara dalam bentuk governance
pada tingkat internasional tidak bisa hadir dengan sendirinya tanpa konsensus kolektif
negara anggotanya. Institusi pada tingkat inilah yang tidak berkembang dengan baik,
terbukti dengan krisis yang terjadi sejak tahun 1930an (depresi), tahun 1970-an (krisis
minyak), sampai akhir 1990-an (krisis mata uang di Asia), menunjukkan berperannya
institusi governance pada tingkat internasional.
William Greider dalam bukunya One World, Ready or Not, The Maniac Global
Capitalism (1998) melontarkan tesisnya bahwa motor dibalik globalisisme adalah ”
kapitalisme global ”. Sesuai dengan watak dari kapitalisme yang rakus dan tidak pernah
puas, mereka beramai-ramai menguras kekayaan dunia, masuk ke kantong mereka dnegan
memanfaatkan teknologi komputer, mengabaikan kesantunan hidup bersama.Memang
kapitalisme global telah memberikan kenyamanan dan kemudahan namun hanya dinikmati
10 % penduduk dunia. Sementara jurang antara kaya dan miskin (istilah baru, digital devide)
menjadi kian menganga. Kapitalis global ini terdiri atas spekulan uang yang jumlahnya tidak
lebih dari 200.000 orang (termasuk George Soros yang paling terkenal) dan 53.000 MNC
yang hanya memperkerjakan 6.000.000 orang di seluruh dunia.Juga institusi seperti IMF,
World Bank, WTO. Lembaga-tersebut telah secara langsung maupun tidak langsung
membantu liberalisasi ekonomi keseluruh dunia, dimana tahun 1970 an pasar dunia masih
merupakan pasar tertutup. (Halwani,2005:201)
8. Kartili, J.A., Prof. Dr., Sumber Daya Alam, untuk pembangunan nasional, Ghalia
Indonesia, Jakarta 1983.