Anda di halaman 1dari 84

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PERSEPSI TOKOH

MASYARAKAT MENGENAI TRADISI MEMAKAI EMAS

BAGILAKI-LAKI DALAM PESTA PERKAWINAN

DI DESA PULAU BINJAI

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Dan Memenuhi Syarat


Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (SH)
Fakultas Syariah dan Hukum

Oleh:

ABIZAR RAHMAN ALQARI


NIM. 11820112919

PROGRAM STUDI S1HUKUM KELUARGA

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU

1443 H/2022 M

1
ABSTRAK

Abizar Rahman Alqari (2022): Tinjauan Hukum Islam Terhadap Persepsi


Tokoh Masyarakat Mengenai Tradisi
Memakai Emas Bagi laki-laki Dalam Pesta
Perkawinan di Desa Pulau Binjai
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh pelaksanaan pernikahan pada
umumnya yang telah ada sejak dahulu kala dan masih aktual sampai saat ini ialah
setiap masyarakat di Desa Pulau Binjai Kec. Kuantan Mudik Kab. Kuantan
Singingi yang ingin melangsungkan pernikahan bagi kedua calon harus memakai
aksesoris yang berbentuk kalung, gelang, cincin yang terbuat dari emas dalam
berhias pada saat prosesi pernikahan. Permasalahan dalam skrispi ini adalah
dimana mayoritas ulama mengharamkan pemakaian emas bagi laki-laki. Rumusan
masalah dalam skripsi adalah bagaimana persepsi tokoh masyarakat terhadap
tradisi memakai emas bagi laki-laki dalam pesta perkawinan di Desa Pulau Binjai
dan bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap tradisi tersebut. Tujuan penelitian
ini adalah untuk mengetahui bagaimana persepsi tokoh masyarakat dan tinjauan
hukum islam mengenai tradisi memakai emas bagi laki-laki dalam pesta
perkawinan di Desa Pulau Binjai Kecamatan Kuantan Mudik.
Penelitian ini adalah penelitian sosiologis hukum Islam yang dilaksanakan
dengan menggunakan metode lapangan (field research) yang dilaksanakan di
Desa Pulau Binjai Kec. Kuantan Mudik. Sumber data penelitian ini adalah data
primer yang diperoleh secara langsung dari responden yaitu hasil observasi,
angket dan wawancara dari pemuka adat, pemuka agama, pemuka masyarakat
serta pengantin yang telah menjalani tradisi memakai emas bagi laki-laki dalam
pesta perkawinan dan data sekunder diperoleh dari buku-buku, artikel yang ada
hubungannya dengan penelitian ini.
Hasil penelitian ini adalah bahwa persepsi Tokoh Masyarakat Desa Pulau
Binjai Kecamatan Kuantan Mudik Kabupaten Kuantan Singingi mengenai
memakai emas bagi laki-laki dalam pesta perkawinan tidak dibenarkan dalam
Islam. Karena hukum memakai emas bagi laki-laki terdapat dalam beberapa
Hadist Rasulullah SAW. Ulama pun tidak dapat merubah hukum mengenai
persepsi masyarakat yang sama sekali tidak menunjukkan adanya kepentingan
yang Dharuri.
Kata Kunci: Perkawinan, Adat dan Emas

i
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang maha pengasih lagi maha

penyayang. Segala puji bagi Allah SWT atas segala nikmat dan karunia kepada

makhlukNya. Sholawat dan salam semoga selalu dilimpahkan kepada Nabi

Muhammad SAW beserta sahabat dan keluarganya.

Alhamdulillah akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang

berjudul “TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PERSEPSI TOKOH

MASYARAKAT MENGENAI TRADISI MEMAKAI EMAS BAGI LAKI-LAKI

DALAM PESTA PERKAWINAN DI DESA PULAU BINJAI”. Skripsi ini

merupakan salah satu yang harus dipenuhi oleh mahasiswa/i untuk melaksanakan

tugas akhir demi mencapai gelar Sarjana Hukum (S.H) Fakultas Syariah dan

Hukum UIN SUSKA RIAU.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah

membantu dalam penyususunan skripsi ini sampai selesai. Skripsi ini tidak akan

tersusun tanpa adanya bantuan dan dorongan berbagai pihak, maka penulis

mengucapkan terimakasih dan penulis mengucapkan Alhamdulillah

jazkumullohukhoiroo dan terimakasih yang tulus kepada:

1. Teristimewa buat Kedua Orang Tua, Ayahanda Sapli Wardi dan Ibunda

Ajriati yang telah melahirkan, membesarkan, mendidik, mendorong,

ii
memotivasi dan memberikan cinta dan kasih sayangnya hingga hari ini. Hal

yang sama penulis ucapkan kepada saudari kandung saya Faradita Aulia Arfa.

2. Yang terhormat bapak Prof. Dr. Hairunnas Rajab, M. Ag, selaku Rektor UIN

Suska Riau beserta jajarannya yang telah memberikan kesempatan kepada

penulis untuk menimba ilmu pengeahuan di Kampus UIN Suska Riau

3. Yang terhormat bapak Dr. Zulkifli, M. Ag, selaku Dekan Fakultas Syariah

dan Hukum beserta bapak Dr. H. Erman, M. Ag sebagai Wakil Dekan I,

bapak Dr. H. Mawardi, S. Ag, M. Si sebagai Wakil Dekan II, dan ibuk Dr.

Sofia Hardani, M. Ag sebagai Wakil Dekan III Fakultas Syariah dan Hukum

Universitas Islam Negeri Sultan Syariaf Kasim Riau.

4. Bapak Dr. H. Akmal Abdul Munir, LC, MA, selaku Ketua Jurusan Hukum

Keluarga Fakultas Syariah dan Hukum beserta bapak Ahmad Fauzi, MA

Sekretaris Jurusan Hukum Keluarga Fakultas Syariah dan Hukum Universitas

Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.

5. Bapak Khairul Amri, M.Ag dan Bapak Dr. Zulfahmi Bustami, M.Ag, selaku

pembimbing skripsi saya, yang telah meluangkan waktunya ditengah-tengah

kesibukannya, dengan ikhlas dan sabar memberikan motivasi dan arahan

hingga penyelesaian skripsi ini.

6. Bapak Mutasir, S. Hi, M. Sy, selaku dosen Penasehat Akademis. Terima

kasih atas semua waktu, bimbingan, dan pengarahan serta nasehat yang telah

banyak bapak berikan dengan ikhlas dan sabar dari semester awal hinggah

akhir.

iii
7. Seluruh Bapak dan Ibu dosen pengajar yang telah mendidik dan membantu

penulis dalam menyelesaikan perkuliahan di UIN Suska Riau Fakultas

Syariah dan Hukum, sekaligus civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum

yang telah menyediakan waktu pelayanannya untuk penulis yang sangat

membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

8. Pimpinan perpustakaan Universitas Islam Negeri Sultan Syaarif Kasim Riau

yang telah memberikan pelayanan dan fasilitas yang membantu penulis

menyelesaikan skripsi ini.

9. Terimakasih kepada Bapak Kepala Desa Pulau Binjai beserta Perangkatnya,

dan tokoh adat desa Pulau Binjai yang telah mengizinkan, memberikan data

dan informasi serta meluangkan waktunya dalam pengumpulan data selama

penulisan Skripsi ini

10. Terimakasih juga untuk Rilatul Zamon, S.H yang memberikan waktu luang

dan kesempatan, dan juga motivasinya dalam menyelesaikan penulisan

skripsi ini.

11. Terimakasih kepada Keluarga Besar AY Family yang selalu mendokan dan

mensupport penulis dalam menyelesaikan skripsi ini

12. Terkhususnya untuk Kekasih Hati, selalu setia menemani dan tiada henti

memotivasi hingga lulus bersama dalam melewati lika-liku perjuangan suka

maupun duka yakni Putri Sakinah, S.E yang selalu mendokan dan

mensupport penulis dalam menyelesaikan skripsi ini

13. Kepada Grup Hantu PS : Dery Eka Putra, Hendri, Jumadil Akhir Nasution,

Khairul Ramadhan, Muliadi, Nicky Julianda, Nurhilal Nazri Arif, Syaikhul

iv
Kabir Muhyidin yang telah memberikan motivasi dan masukannya

selamaPenulisdalam menyelesaikan skrispi ini.

14. Terima kasih juga kepada teman-teman AH B yang telah memberikan

motivasi dan masukkannya selama Penulis dalam menyelesaikan Skripsi ini

15. Terima kasih juga kepada teman-teman KKN-DR Iwan Syaputra, Arief

Budiman, Doni Prananda, Sandi Gio Pranata, Heri Akmal, Setri Riski, Ragil

Erlangga, Sigit Budiarto, Olgi Okta, Putri Sakinah, Mellni Julianti, Rahma

Tirtasari, Rista Arianti, Ayu Syahpitri, Ika Listiana, Maya Ajianti, Monica

Berliana, Riza Vilta Sari, Santi Sukma Ningsih dkk yang telah memberikan

motivasinya selama ini.

Harapan Penulis semoga Allah Subhanahu Wata‟ala membalas kebaikan

semua pihak dengan kebaikan yang melimpah baik di dunia dan di akhirat

kelak.Aamiin yarabbal „Alamin

Demikian skripsi ini diselesaikan semampu penulis, harapan penulis

semoga penulis skrispi ini dapat berguna bagi penelitian selanjutnya yang

akan menulis topik yang sama demi perkembangan Civitas Akademika.

Wassalamu‟alaikum Wr.Wb

Pekanbaru, 07 Juli 2022


Penulis,

Abizar Rahman Alqari


NIM: 11820112919

v
DAFTAR ISI

ABSTRAK ...................................................................................................... i
KATA PENGANTAR .................................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................... vi
DAFTAR TABEL........................................................................................... viii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah .................................................................. 1
B. Batasan Masalah .............................................................................. 7
C. Rumusan Masalah............................................................................ 8
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ........................................................ 8
E. Sistematika Penulisan ...................................................................... 9

BAB II KERANGKA TEORITIS DAN TINJAUAN PUSTAKA ............. 11


A. Kerangka Teori11
1. Konsep Persepsi11
a. Pengertian Persepsi .............................................................. 11
b. Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi ........................ 11
c. Ciri-ciri umum persepsi ....................................................... 13
2. Konsep Walimatul „Ursy .......................................................... 13
a. Pengertian Walimatul „Ursy................................................. 13
b. Dasar Hukum Walimatul „Ursy ........................................... 16
c. Dasar Hukum Menghadiri Walimah .................................... 19
d. Sunnah dan Adab dalam pelaksanaan Walimatul „Ursy ...... 20
e. Tujuan dan Hikmah Walimatul „Ursy.................................. 22
f. Waktu Mengadakan Walimatul „Ursy ................................. 23
3. Kajian Tentang „Urf ................................................................. 24
a. Pengertian „Urf .................................................................... 24
b. Macam-macam „Urf............................................................. 26
c. Kedudukan „Urf dalam menetapkan hukum ........................ 28
d. Contoh „Urf dalam Walimatul Ursy‟ ................................... 31
4. Kajian Tentang Emas ............................................................... 34

vi
a. Pengertian Emas .................................................................. 34
b. Emas Bagi Laki-laki ............................................................ 34
c. Dasar hukum laki-laki memakai emas ................................. 35
B. Tinjauan Pustaka ............................................................................. 37
1. Penelitian Terdahulu ................................................................. 37

BAB III METODE PENELITIAN ............................................................... 39


A. Jenis Penelitian ................................................................................ 39
B. Lokasi Penelitian ............................................................................. 39
C. Subjek Dan Objek Penelitian ........................................................... 39
D. Populasi Dan Sampel ...................................................................... 40
E. Sumber Data Penelitian ................................................................... 41
F. Teknik Pengumpulan Data .............................................................. 42
G. Analisis Data.................................................................................... 43
H. Teknik Penulisan ............................................................................. 43
I. Kondisi Geografis dan Demografis Desa Pulau Binjai Kecamatan
Kuantan Mudik ................................................................................ 44

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .............................. 48


A. Persepsi Tokoh Masyarakat terhadap Tradisi Memakai Emas Bagi
Laki-laki dalam Pesta Perkawinan Adat Desa Pulau Binjai Kecamatan
Kuantan Mudik ................................................................................ 48
B. Tinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi Memakai Emas Bagi Laki-laki
dalam Pesta Perkawinan Adat Desa Pulau Binjai Kecamatan Kuantan
Mudik............................................................................................... 68

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 72


A. Kesimpulan ...................................................................................... 72
B. Saran ................................................................................................ 73

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

vii
DAFTAR TABEL

Tabel IV.1 Tingkat pengetahuan masyarakat terhadap tradisi memakai


emas bagi laki-laki dalam pesta perkawinan . .......................... 62
Tabel IV.2 Tingkat pelaksanakan tradisi memakai emas bagi laki-laki
dalam pesta perkawinan. .......................................................... 63
Tabel IV.3 Tingkat pemahaman tokoh masyarakat mengenai larangan
memakai emas bagi laki-laki ................................................... 63
Tabel IV.4 Tingkat pelaksanaan tradisi memakai emas bagi laki-laki,
setelah mengetahui adanya larangan memakai emas .............. 64
Tabel IV.5 Tingkat kepedulian tokoh masyrakat menyosialisasikan
kepada masyarakat mengenai larangan memakai emas
bagi laki-laki ............................................................................. 64
Tabel IV.6 Tingkat pemahaman tokoh masyarakat terkait boleh atau
tidak nya memakai emas bagi laki-laki dalam pesta
perkawinan .............................................................................. 65
Tabel IV.7 Tingkat pemahaman tokoh masyarakat yang mendalam
berdasarkan syariat Islam terkait memakai emas bagi laki-
laki ........................................................................................... 65
Tabel IV.8 Kaitan kurangnya perhatian tokoh masyarakat dengan
berkembangnya tradisi memakai emas bagi laki-laki ............. 66

viii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Agama Islam adalah agama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad

SAW.Agama Islam ini dijadikan tuntunan oleh umat Islam untuk mencapai

kesejahteraan hidup di dunia dan akhirat. Tuntunan itu merupakan al-Qur‟an dan

Hadits, dan sekaligus merupakan sumber utama untuk mencapai apa yang

diinginkan umat Islam. Tuntunan yang terdapat dalam al-Qur‟an dan Hadits ini

dilengkapi dengan aturan berbagai aspek kehidupan umat Islam.Karena aturan

berbagai aspek kehidupan inilah agama Islam dijadikan agama yang sempurna. 1

Di dalamnya sudah ada aturan-aturan mengatur tentang bagaimana

hubungan manusia dengan Allah sebagai pencipta, juga bagaimana hubungan

manusia dengan sesama manusia dan hubungan manusia dengan alam. Dalam

hubungan dengan sesama manusia Islam memberikan aturan-aturan hukum

supaya tercipta hubungan yang seimbang, baik dalam hukum, sosial, politik,

budaya dan sebagainya. Salah satunya tentang hubungan antara manusia dengan

manusia diikat dengan suatu tali ikatan yang sah ialah perkawinan.

Perkawinan disebut juga pernikahan, pernikahan secara bahasa adalah

nikah yang berarti al- jam‟u dan al- dhamu yang berarti berkumpul atau

bergabung.2Sedangkan menurut istilah pernikahan adalah akad yang mengandung

1
Abdul Wahab Khalaf, Kaidah-Kaidah Hukum Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
1994), h. 154
2
Tihami dan Sohari Sahrami, Fiqh Munakahat, (Jakarta: Rajawali Press, 2009 ), h. 7

1
2

ketentuan hukum kebolehan hubungan seksual dengan lafaz nikah atau tazwij atau

semakna dengan keduanya. 3

Perkawinan dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 adalah “Ikatan lahir

dan bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan

tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan

Ketuhanan yang Maha Esa.” Kompilasi Hukum Islam Pasal 2 dan 3 menyebutkan

bahwa “Perkawinan menurut hukum Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang

sangat kuat atau mitsaqan ghalizhan untuk mentaati perintah Allah dan

melaksanakannya merupakan ibadah. Perkawinan bertujuan untuk mewujudkan

kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan rahmah.”4. Sebagaimana

firman Allah SWT dalam surah An-nisa‟ ayat 1:

‫ْش اا ََِّٔ َغ ءا اً َٔاذَّقُٕا‬ََِِٛ ً‫ث ِيُُْٓ ًَا ِس َج اا‬


َّ َ‫ق ِي َُْٓا َصْٔ َجَٓا َٔت‬
َ َ‫َّخه‬
َ ٔ ‫َّاح َذ ٍج‬
ِ ٔ‫ظ‬ ٍ ‫َُّٓا انَُّاطُ اذَّقُْٕ ا َستَّ ُك ُى انَّ ِزْ٘ َخهَقَ ُك ْى ِّي ٍْ ََّ ْف‬َٚ‫ٰٓا‬ٚ
5
‫ث اا‬ْٛ ِ‫ ُك ْى َسق‬ْٛ َ‫ّللا ََاٌَ َعه‬ َ ْ َٔ ّٖ ِ‫ّللا انَّ ِزْ٘ ذَ َغ ءا ًَنُْٕ ٌَ ت‬
َ ّ ٌَّ ِ‫اًسْ َحا َو ۗ ا‬ َّ

Artinya : “Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah


menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah
menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah
memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan
bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya
kamu saling meminta satu sama lain dan (peliharalah) hubungan
silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi
kamu.” (QS. An-nisa.1).
Terkait dengan pernikahan ini, di Indonesia banyak memiliki berbagai

macam jenis adat perkawinan, dan banyak juga perkawinan diselenggarakan

menggunakan hukum adat masing-masing daerah, tidak bisa dipungkiri di


3
Abdul Rahman Ghazali, Fiqh Munakahat, (Jakarta: Kencana, 2008), h. 9
4
Depag RI, Inpres Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam, (Direktorat
Pembinaan Peradilan Agama Islam Ditjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam), Pasal 2 dan 3
5
Kementerian Agama RI, Al-Quran dan Terjemahan, (Bandung:PT Cordoba Internasional
Indonesia,2012) cet-1,h.77
3

Indonesia menjadi salah satu negara yang mempunyai adat yang paling banyak di

dunia. Ratusan adat Mulai adat pulau Sabang sampai Merauke.

Desa Pulau Binjai merupakan salah satu desa yang ada di Negara

Indonesia yang terletak di Kecamatan Kuantan Mudik, Kabupaten Kuantan

Singingi, Provinsi Riau.Yang mana masyarakatnya beragama Islam. Di Desa

Pulau Binjai sendiri memiliki beragam suku, adapun suku-suku yang ada di Desa

Pulau Binjai adalah; Suku nan limo, suku 7, suku Padaghek, suku Pamudiak, suku

Pidulak, suku Pitopang, suku Chaniago.6

Adapun suku yang menjadi mayoritasnya adalah suku Pitopang.Walaupun

berbeda suku, namun masyarakat Desa Pulau Binjai tetap menjunjung tinggi nilai-

nilai Bhinneka Tunggal Ika.7Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Kepala

Desa Pulau Binjai menyebutkan sebahagian besar mata pencaharian penduduk

adalah bertani lainnya berprofesi sebagai pegawai negeri sipil dan wiraswasta. 8

Menurut Observasipenulis, dalam menjalankan kehidupan sehari-hari

masyarakat Desa Pulau Binjai sangat diwarnai oleh adat istiadat.Salah satu adat

istiadat yang berkembang di Desa Pulau Binjai adalah adat memakai emas bagi

pengantin laki-laki dalam pesta perkawinan.9

Tradisi memakai emas bagi pengantin laki-laki ini dilakukan ketika aqad

nikah maupun resepsi (pesta) pernikahan.Tradisi ini mulai dilaksanakan di

kediaman mempelai laki-laki sebelum menuju tempat berlangsung nya aqad di

rumah mempelai wanita, sampai selesainya aqad nikah hingga resepsi (pesta)
6
Romi Erdiyus,(Kepala Desa Pulau Binjai), wawancara, di Desa Pulau Binjai 7 Juli 2021
7
Alchandra, (Tokoh Masyarakat Desa Pulau Binjai), Wawancara, di Desa Pulau Binjai 8
Juli 2021
8
Romi Erdiyus,(Kepala Desa Pulau Binjai), wawancara, di Desa Pulau Binjai 7 Juli 2021
9
Observasi di Desa Pulau Binjai 19 Juni 2021
4

pernikahan.Pakaian yang dihiasi emas maupun aksesoris emas lainnya

dipersiapkan oleh amai, yakni saudara perempuan dari ayah.10

Pemakaian emas bagi pengantin laki-laki diyakini untuk menambah

semangat serta gairah masing-masing calon pengantin agar tidak cemas dalam

menghadapi pernikahan. Selain itu, masyarakat beranggapan pernikahan bersifat

sakral, dan pelaksanaan nya haruslah bersifat seperti raja dan ratu, walaupun

hanya berlangsung dalam beberapa hari saja.11

Menurut wawancara penulis, pemakaian emas bagi pengantin laki-laki ini


merupakan tradisi dari warga setempat yang sudah berlangsung secara turun-
temurun yang lahir dari nenek moyang mereka.Sehingga, tradisi ini masih
dilakukan oleh penerus generasi-generasi sampai saat ini.12 Menurut penulis hal
tersebut tidak sesuai dengan syariat islam. Karena sudah jelas dalam beberapa
hadits Rasulullah SAW sekitar 14 abad yang lalu melarang pemakaian emas bagi
laki-laki. Hadist tersebut diantaranya:

ٍَْ ‫ ُى تٍُْ ُع ْقثَحَ ع‬ِْٛ ‫ إِ ْت َشا‬َِٙ‫ ُي َح ًَّ ُذ تٍُْ َج ْعفَ ٍش أَ ْخثَ َش‬َِٙ‫َ َى أَ ْخثَ َش‬ٚ ْ‫ َيش‬ِٙ‫ َح َّذثََُا اتٍُْ أَت‬ُّٙ ًِ ًِٛ َّ‫ ُي َح ًَّ ُذ تٍُْ َعٓ ٍْم انر‬َُِٙ‫َح َّذث‬
ٍ َْ‫ ِّ َٔ َعهَّ َى َسأَٖ َخاذَ اًا ِي ٍْ َر‬ْٛ َ‫ّللاُ َعه‬
‫َ ِذ‬ٚ َِٙ ‫ة‬ َّ َّٗ‫صه‬ ِ َّ ‫ط أَ ٌَّ َسعُٕ َل‬
َ ‫ّللا‬ ِ َّ ‫ط ع ٍَْ َع ْث ِذ‬
ٍ ‫ّللا تْ ٍِ َعث َّا‬ ٍ ‫ة َيْٕ نَٗ ات ٍِْ َعثَّا‬ ٍ ْٚ ‫َُ َش‬
َّ ‫َة َسعُٕ ُل‬
ِ‫ّللا‬ ٍ ََ ٍْ ‫َ ْع ًِ ُذ أَ َح ُذ َُ ْى إِ َنٗ َج ًْ َش ٍج ِي‬ٚ ‫َس ُج ٍم َََُ َض َعُّ ََطَ َش َحُّ َٔقَا َل‬
َ ْ‫ َم ِنه َّش ُج ِم تَ ْع َذ َيا َر‬ِٛ‫َ ِذ ِِ ََق‬ٚ َِٙ ‫َجْ َعهَُٓا‬ََٛ ‫اس‬
‫ ِّ َٔ َعهَّ َى‬ْٛ َ‫ّللاُ َعه‬
َّ َّٗ‫صه‬ ِ َّ ‫ّللا ًَ آ ُخ ُزُِ أَتَذ اا َٔقَ ْذ طَ َش َحُّ َسعُٕ ُل‬
ِ َّ َٔ ًَ ‫ ِّ َٔ َعهَّ َى ُخ ْز َخاذِ ًَكَ اَْرَفِ ْع تِ ِّ قَا َل‬ْٛ َ‫ّللاُ َعه‬
َّ َّٗ‫صه‬
13
َ ‫ّللا‬ َ

“Telah menceritakan kepadaku [Muhammad bin Sahl Al Tamimi]; Telah

menceritakan kepada kami [Ibnu Abu Maryam]; Telah mengabarkan kepadaku

[Muhammad bin Ja'far]; Telah mengabarkan kepadaku [Ibrahim bin 'Uqbah] dari

[Kuraib] -budak- Ibnu 'Abbas dari ['Abdullah bin 'Abbas]; Bahwa Rasulullah

10
Raja Hata ,(Tokoh Adat Desa Pulau Binjai), Wawancara, di Desa Pulau Binjai 8 Juli
2021
11
Ibid
12
Baharuddin ,(Tokoh Masyarakat yang dituakan di Desa Pulau Binjai), Wawancara, di
Desa Pulau Binjai 8 Juli 2021
13
Al-Imam Abdul Husain Muslim ibn al-Hajjaj al-Qusyairi an-Naisaburi,sahih Muslim-
kitab Al-libas Wazzinah, Juz 3,(Arab Saudi: Dar Al-Hadharah Linnasyri Wa at-tauzi‟.th),h. 689
5

shallallahu 'alaihi wasallam bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah

melihat sebuah cincin emas di tangan seorang laki-laki. Lalu beliau mencopot

cincin tersebut dan langsung melemparnya seraya bersabda: "Salah seorang di

antara kalian menginginkan bara api neraka dan meletakkannya di tangannya?."

Setelah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pergi, seseorang berkata kepada

laki-laki itu; 'Ambilah cincin itu untuk kamu ambil manfaat darinya.'Lelaki

tersebut menjawab; 'Tidak, Demi Allah aku tidak akan mengambil cincin itu

selamanya, karena cincin itu telah di buang oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi

wasallam”. (H.R Muslim) No 2090

‫صُّ َِٗ تَا ِط ٍِ ََفِّ ِّ إِ َرا‬ ِ َّ ‫ّللا أَ ٌَّ َسعُٕ َل‬


ٍ َْ‫ّ ٔعهى اصْ طََُ َع َخاذَ اًا ِي ٍْ َر‬ٛ‫ّللا صهٗ ّللا عه‬
َّ ََ ‫َجْ َع ُم‬ٚ ٌَ‫ة ََ َكا‬ ِ َّ ‫ع ٍَْ َع ْث ِذ‬

َّ ََ ‫د أَ ْن َثظُ َْ َزا ا ْن َخاذِ َى َٔأَجْ َع ُم‬


.‫صُّ ِي ٍْ دَا ِخ ٍم‬ َ َ‫ظ َعهَٗ ا ْن ًِ ُْثَ ِش َََُ َض َعُّ ََق‬
ُ ُْ َُ َِِّٗ‫ إ‬:‫ال‬ َ َ‫صَُ َع انَُّاطُ ثُ َّى إََُِّّ َجه‬
َ ََ ُّ‫نَ ِث َغ‬

ْْ 14‫ ًَُٓى‬ِٛ‫ َََُثَ َز انَُّاطُ َخ َٕاذ‬.‫ّللا ًَ أَ ْنثَ ُغُّ أَتَذ اا‬


ِ َّ َٔ :‫ََ َش َيٗ ِت ِّ ثُ َّى قَا َل‬

Dari Abdullah bin Umar bahwasanya Rasulullah membuat sebuah cincin emas

dan beliau memposisikan mata cincinnya di perut telapak tangan beliau ketika

memakainya. Orang-orang pun membuat cincin emas juga. Kemudian saat beliau

duduk di atas mimbar, beliau melepaskan cincin itu dan bersabda: Sesungguhnya

aku dulu memakai cincin ini dan aku posisikan mata cincinnya dari dalam.

Kemudian beliau melemparkannya dan bersabda: Demi Allah aku tidak akan

memakainya lagi selamanya. Maka orang-orang pun melemparkan cincin-cincin

mereka. (H.R al-Bukhari dan Muslim, lafadz sesuai riwayat Muslim)

14
Muhammad Fu‟ad Abdul Baqi, Al lu‟lu‟Walmarjan Shahih Bukhari-Muslim, alih
bahasa oleh Muhammad Ahsan bin Usman (Jakarta: PT Gramedia, 2017),h. 791
6

Hadist di atas juga didukung oleh pendapat para ulama tentang pemakaian

emas bagi laki-laki.Salah seorang ulama Aceh, TM. Hasbi Ash Shiddieqy

menyatakan: Jumhur ulama berkata: memakai cincin emas adalah haram bagi

orang laki-laki. Begitu juga cincin yang sebagiannya dari emas dan sebagiannya

dari perak. Jumhur ulama membolehkan kaum perempuan memakai perhiasan

emas, baik berupa cincin, kalung, gelang dan sebagainya, baik telah bersuami

ataupun belum, baik masih muda atau pun sudah tua.

Selain itu dampak yang ditimbulkan dari pemakain emas bagi laki-laki

melalui penelitian modern adalah berpotensi terdampak penyakit Alzheimer,

yakni penyakit yang membuat penderitanya kehilangan semua kemampuan mental

dan fisik. Dikarenakan adanya kadar atom emas yang melebehi batas dalam urine

dan darah apabila menggunakan emas dalam jumlah tertentu dan jangka yang

panjang.15

Dalam ajaran Islam, Walimah adalah makanan yang disuguhkan pada

suatu pesta pernikahan atau hajatan yang diselenggarakan ketika atau setelah

terjadinya ijab qabul atau acara yang berkaitan dengan pernikahan.Walimah

adalah istilah yang terdapat dalam literatur arab yang secara arti kata berarti

jamuan yang khusus untuk perkawinan dan tidak digunakan untuk perhelatan

diluar perkawinan.16Sedangkan makna walimatul „ursy dalam pengertian khusus

adalah peresmian pernikahan yang tujuannya untuk memberitahukan ke khalayak

ramai bahwa kedua mempelai telah resmi menjadi suami isteri, sekaligus sebagai

15
https://techno.okezone.com/read/2017/01/18/56/1595107/larangan-cincin-emas-untuk-
laki-laki-berdasarkan-hadits-sains Diakses Pada Pukul 19:42 Tanggal 04 Desember 2020.
16
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam Di Indinesia Antara Fiqh Munakahat Dan
Undang-Undang Perkawinan, (Jakarta: Pranada Media, 2006), hlm. 155.
7

rasa syukur keluarga kedua belah pihak atas berlangsungnya pernikahan

tersebut.17

Setiap masyarakat atau suku yang berada di Indonesia mempunyai

karakter tersendiri dalam melaksanakan prosesi atau pesta pernikahan, termasuk

didalamnya nilai-nilai budaya yang dijadikan sebagai pedoman atau pola tingkah

laku invidu-individu tersebut dalam berbagai aktivitas kehidupannya.

Seperti itu pula yang dilakukan oleh masyarakat Desa Pulau Binjai dalam

melaksanakan prosesi pernikahan. Paradigma masyarakat di Pulau Binjai

Kecamatan Kuantan Mudik Kabupaten Kuantan Singingi terhadap pelaksanaan

pernikahan pada umumnya yang telah ada sejak dahulu kala, dan masih aktual

sampai saat ini ialah, bahwasanya setiap masyarakat di Desa tersebut yang ingin

melangsungkan pernikahan, bagi calon mempelai laki-laki dan calon mempelai

perempuan harus memakai aksesoris yang berbentuk kalung, gelang dan cincin

yang terbuat dari emas dalam berhias pada saat prosesi pernikahan.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk mengetahui

lebih jelas dan mendalam mengenai hal tersebut. Penulis mengangkat judul

penelitian dari masalah tersebut ialah: “Tinjauan Hukum Islam terhadap

Persepsi Tokoh Masyarakat mengenai Tradisi Memakai Emas Bagi Laki-laki

dalam Pesta Perkawinandi Desa Pulau Binjai”

B. Batasan Masalah

Pembatasan masalah dalam penelitian ini perlu dilakukan agar

pembahasanya tidak terlalu luas dan tidak menyimpang dari pokok permasalahan

17
Abdul Aziz Ishaq, Ensiklopedia Hukum Islam,(Jakarta:Ichtiar Van Baru Hoeve, 1996,
hlm, 191
8

disamping itu juga untuk mempermudah melaksanakan penelitian. Oleh sebab itu

maka penulis membatasi dengan membahas permasalahan tentang Tradisi

Memakai Emas Bagi Pengantin Laki-laki dalam Pesta Pernikahandi Desa Pulau

Binjai Tahun 2021 ditinjau menurut hukum islam.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka masalah yang akan

diteliti dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana persepsi tokoh masyarakat terhadap tradisi memakai emas

bagi laki-laki dalam pesta perkawinan di Desa Pulau Binjai Kec.

Kuantan Mudik?

2. Bagaimana Tinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi Memakai Emas

bagi Laki-laki dalam pesta perkawinan di Desa Pulau Binjai Kec.

Kuantan Mudik?

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian ini adalah :

a. Untuk mengetahui persepsi tokohmasyarakat terhadap tradisi

memakai emas bagi laki-laki dalam pesta perkawinan di Desa Pulau

Binjai Kec. Kuantan Mudik.

b. Untuk mengetahui Tinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi Memakai

Emas bagi Laki-laki dalam pesta perkawinan di Desa Pulau Binjai

Kec.Kuantan Mudik
9

2. Manfaat Penelitian Ini adalah :

a. Untuk mendapatkan pengetahuan tentang pelaksanaan tradisi

memakai emas bagi pengantin laki-laki dalam pesta perkawinan di

Desa Pulau Binjai Kec. Kuantan Mudik

b. Penelitian ini merupakan sebagai salah satu syarat mendaptkan gelar

Sarjana Hukum Strata Satu (S1) di Fakultas Syariah dan Hukum

Universitas Islam Sultan Syarif Kasim Riau

E. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah pembahasan penulis dan mendapatkan gambaran

yang utuh dan terpadu mengenai kajian ini, maka penulis menyusun sistematika

penulisan sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Dalam bab ini mencakup latar belakang masalah, batasan

masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian,

metode penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II : KERANGKA TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini penulis menggambarkan secara umum

tentang teori yaitu: Kajian tentang persepsi, kajian

tentang walimatul „Ursy, Kajian tentang „Urf, dan

Penjelasan tentang emas serta bahaya nya bagi laki-laki

serta penelitian terdahulu.


10

BAB III : METODE PENELITIAN

Pada bab ini penulis menjelaskan tentang jenis penelitian,

lokasi penelitian, subjek dan objek penelitian, populasi

dan sampel, sumber data penelitian, tekhnik pengumpulan

data, analisis data, tekhnik penulisan dan Kondisi

Demografis dan Geografis Desa Pulau Binjai.

BAB IV : PEMBAHASAN

Pada bab ini akan diuraikan hasil penelitian mengenai

persepsi tokoh masyarakat dan tinjauan hukum Islam

terhadap Tradisi memakai emas bagi pengantin laki-laki

dalam pesta perkawinan di Desa Pulau Binjai Kecamatan

Kuantan Mudik Kabupaten Kuantan Singingi.

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini merupakan terakhir dimana penulis akan

membuat suatu kesimpulan dan saran-saran yang

diperoleh berdasarkan hasil penelitian.


BAB II

KERANGKA TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori

1. Persepsi

a. Pengertian Persepsi

Persepsi dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) adalah

tanggapan(penerimaan) langsung dari sesuatu atau proses seseorang

mengetahui

beberapahalmelaluipancainderanya. 18 SementaradalamKamusPsikologi,persep

simengacu pada kajian proses sentral yang memberikan koherensi dan

kesatuaninputsensoris(prosesperiperal)meliputiproses-

proseskomponenperilakusecarafisikal, fisiologis,neurologis,sensori, kognitif

dan afektif.19

Menurut Ensiklopedia Indonesia persepsi adalah “Proses mental

yangmenghasilkanbayanganpadadiriindividusehinggadapatmengenalsesuatuo

bjek dengan jalan asosiasi pada sesuatu ingatan tertentu, baiksecara

inderapenglihatan,inderaperabaandansebagainyasehinggabayanganitudapatdis

adari”.20

b. Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi

BimoWalgitomengemukakanada3halyangmempengaruhidalampersepsi,

yaitu:

18
https://kbbi.web.id/persepsi
19
JonE.Roeckelein, KamusPsikologi,(Jakarta:PrenadamediaGroup,2013),h.464.
20
HasanSadili, Ensiklopedia Indoesia,(Jakarta:IchtiarBaruVanHove,1984),h.2684.

11
12

1. Objek yang dipersepsi

Objek menimbulkan stimulus yang mengenai alat indera atau

reseptor. Stimulus dapat datang dari luar individu yang mempersepsikan,

tetapi dapat datang dari diri individu yang bersangkutan yang dapat

langsung mengenai syaraf penerima yang bekerja sebagai reseptor.

Namun sebagian besar stimulus datang dari luar individu.

2. Alat indera,syaraf dan susunan syaraf

Alat indera atau reseptor merupakan alat yag digunakan untuk

menggunakan stimulus. Disamping itu juga ada alat yang digunakan

sebagai sensoris sebagai alat yang digunakan sebagai stimulus yang

diterima reseptor kepusat syaraf, yaitu otak sebagai pusat kesadaran.

Sebagai alat untuk mengadakan respon diperlukan syaraf metoris.

3. Perhatian

Untuk menyadari atau untuk mengadakan persepsi diperlukan adanya

perhatian, yaitu langkah pertama sebagai suatu persepsian dalam rangka

mengadakan persepsi.Perhatian merupakan pemusatan atau konsentrasi

dari seluruh aktivitas individu yang ditujukan kepada sesuatu atau

sekumpulan objek.21

21
BimoWalgito, PengantarPsikologiUmum,(Yogyakarta: AndiOffset,2014),h.89
13

c. Ciri-ciri umum persepsi

Agar dihasilkan suatu pengindraan yang bermakna, ada ciri-ciri umum

tertentu dalam persepsi,ciri-ciritersebut yaitu sebagai berikut:22

1. Modalitas: rangsang-rangsang yang diterima harus sesuai dengan

modalitas tiap-tiap indra, yaitu sifat sensoris dasar dan masing-masing

indra (cahaya untuk penglihatan; bau untuk penciuman; suhu bagi perasa;

bunyi bagi pendengaran; sifat permukaan bagi perabadan sebagainya).

2. Dimensi ruang: persepsi mempunyai sifat ruang (dimensi ruang); kita

dapat mengatakan atas bawah, tinggi rendah ,lua ssempit, latar depan

latar belakang, dan lain-lain.

3. Dimensi waktu: persepsi mempunyai dimensi waktu, seperti cepat

lambat,tua muda, dan lain-lain.

Struktur konteks, keseluruhan yang menyatu: objek-objek atau gejala-

gejala dalam dunia pengamatan mempunyai struktur yang menyatu dengan

konteksnya. Struktur dan konteks ini merupakan keseluruhan yang menyatu.

2. Konsep Walimatul ‘Ursy

a. Pengertian Walimatul ‘Ursy

Agama Islam merupakan agama yang bersifat dinamis dan

memerintahkan para umatnya agar menghindari fitnah dunia guna untuk

menjaga harkat dan martabat sebagai manusia oleh sebab itu Islam

mengajarkan umatnya agar selalu bersifat prevetif atau mencegah diri dari

22
AbdulRahmanSaleh,Psikologi:SuatuPengantarDalamPerspektifIslam,(Jakarta:Kencana,
2004), h.111-112
14

fitnah oleh karena itu dalam Islam menganjurkan agar setelah melangsungkan

proses akad nikah kedua mempelai mengadakan upacara yang ditujukan

sebagai ungkapan sebagai rasa syukur kepada Allah SWT dan merupakan

suatu ekspresi kebahagian kedua mempelai beserta keluarga kedua belah

pihak atas nikmat perkawinan yang mereka dapatkan akan tetapi yang tatkala

pentingnya upacaya tersebut didalam Islam dikonsepsikan sebagai Walimatul

'Ursy.

Dalam pembahasan ini, akan menjelaskan makna dari pada Walimatul

'Ursy yang selama ini sudah banyak dipahami oleh banyak kalangan

masyarakat dan bahkan sudah menjadi budaya tersendiri dari masing-masing

daerah atau wilayah, bahkan kata Walimatul 'Ursy itu sendiri telah menjadi

kata serapan di dalam bahasa Indonesia yang redaksinya diambil dari timur

tengah (middle east) yaitu bahasa Arab.

Kata walimah diambil dari kata َ‫الولَ َم‬


َ yang maknanya adalah
23
pertemuan.Sebab kedua mempelai melakukan pertemuan. Selain itu,

Walimah berarti menyajikan makanan untuk pesta.Ada juga yang mengatakan

walamah berarti segala macam makanan yang dihidangkan untuk acara pesta

atau lainnya.24Sedangkan secara istilah, walimah adalah hidangan / santapan

yang disediakan pada pernikahan.Di dalam kamus disebutkan bahwa walimah

23
Ahmad Sarawat. Ensiklopedia Fikih Indonesia, (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama,
2019) Jilid 8, h. 141
24
M. Abdul Ghofar. Fikih wanita, (Jakarta Timur: 2016), h. 16
15

itu adalah makanan pernikahan atau semua makanan yang untuk disantap

para undangan.25

Sedangkan al-ursy artinya pesta perkawinan.Menurut sebagian ulama

walimah berarti penyajian makanan untuk acara pesta.Ada juga yang

mengatakan walimah berarti segala macam makanan yang dihidangkan untuk

acara pesta.Menurut Sayyid Sabiq walimah diambil dari kata walm yang

berarti pengumpulan karena suami dan istri berkumpul.Walimah adalah

makanan dalam pesta pernikahan secara khusus. 26

Adapun waktu penyelenggaraan walimah disesuaikan dengan tradisi atau

kebiasaan yang ada di dalam masyarakat.Baik itu pada saat akad nikah atau

setelah berlangsungnya akad nikah, atau pada saat dukhul (pencampuran) dan

bisa saja dilakukan setelah dukhul (pencampuran). Seperti yang dilakukan

oleh Rasulullah saw, dimana beliau tidak pernah melakukan walimah kecuali

sesudah dukhul.27

Dari banyaknya definisi diatas, dapat dipahami bahwa walimatul ursy‟

merupakan suatu perayaan untuk mengungkapkan rasa syukur atas

berlangsungnya suatu pernikahan antara kedua mempelai, dengan

mengundang sanak saudara, masyarakat sekitar untuk ikut berbahagia dan

menyaksikan peresmian pernikahan tersebut.Serta ikut mendoakan kedua

mempelai agar terciptanya keluarga yang sakinah, mawaddah dan warahmah.

25
Ahmad Sarawat Loc.cit
26
Sayyid Sabiq.Fiqh Sunnah 3, (Jakarta : Republika, 2018) Cet 1. h. 522
27
Ahmad Sarawat Op.Cit h. 142
16

b. Dasar Hukum Walimatul ‘Ursy

Walimatul „ursy merupakan komponen yang termasuk kedalam

pembahasan nikah yang juga mempunyai aspek-aspek hukum dalam

pelaksanaannya.Pelaksaan walimatul „ursy memiliki tempat tersendiri dalam

munakahat.Rasulullah SAW sendiri mengadakan walimah untuk dirinya

sendiri dan memerintahkan kepada para sahabat untuk mengadakan

Walimatul „Ursy walaupun hanya dengan hidangan yang seadanya.Baik itu

hidangan seperti kurma, minyak, roti ataupun seekor kambing. Sebagaimana

Rasulullah SAW bersabda kepada Abdurrahman bin Auf sebagai berikut :

‫أَْٔ نِ ْى َٔنَْٕ تِ َشا ٍج‬

Artinya :“Adakanlah walimah meskipun dengan seekor kambing.”28

Berdasarkan hadist Nabi diatas dapat diartikan bahwa dianjurkan untuk

mengadakan walimah. Akan tetapi terdapat batasan bahwa yang disarankan

oleh Rasulullah SAW untuk menyelengarakan walimatul „ursy dengan

memotong seekor kambing adalah bagi mereka yang ada kemampuan secara

ekonomi untuk melakukannya.29Karena pada dasarnya acara walimah tersebut

merupakan sebuah tradisi yang berlaku di kalangan bangsa Arab Pra Islam. 30

Walimah ini oleh sebagian ulama ada yang mengatakan wajib hukumnya,

namun ada pula yang mengatakan hukum dari walimah tersebut ialahsunnah

muakkad atau sunnah yang sangat dianjurkan.

28
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah 3 , alih bahasa oleh Abu Aulia ,(Jakarta: Republika, 2017)
,h.522
29
Yusuf Hidayat. Panduan pernikahan islami, (Ciamis : Guepedia, ) h. 70
30
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam Indonesia, (Jakarta: 2006) h.156
17

Pentingnya walimah yang sangat dianjurkan Nabi ini berkaitan dengan

menyiarkan pernikahan seseorang.Sebab, pertama syiar tersebut berfungsi

sebagai ungkapan rasa syukur, tahaddust bin nikmah. Artinya, kalau kita

senang dan gembira, kabarkan kegembiraan itu sehingga orang lain terutama

orang-orang dekat kita akan turut merasa bergembira. Mereka ikut senang

dengan suksesnya pasangan menjalin hubungan hingga tali pernikahan.Kita

bisa melihat bagaimana orang-orang tersebut memberikan ucapan.31

Kedua, tujuan menyiarkan pernikahan untuk menjauhkan diri dari

fitnah.Memang seorang laki-laki yang telah melakukan ijab-qabul dengan

wali wanita disertai dua orang saksi telah sah melakukan pergaulan suami-

istri. Namun jika tidak disyiarkan, terutama bagi orang yang menjadi public

figuretertentuakan menimbulkan fitnah. Bagi seorang muslim, pernikahan

adalah sakral. Sudah seharusnya dia melakukan pernikahan dengan penuh

kebahagiaan disaksikan oleh orang-orang terdekatnya. 32 Masalah persaksian

ini, berkaitan dengan peran upaya untuk menghindarkan diri dari berbagai

prasangka buruk atas sebuah ikatan antara kedua insan yang sebenarnya telah

sah diikat oleh tali Allah yakni pernikahan.

Adapun hadist lain yang berbicara mengenai walimah ini adalah hadist

yang diriwayatkan dari Shoffiyah binti Syaibah sebagai berikut :

ًٍَِٛ ِ‫خ ا ْن ًُ ْغه‬ ِ ُْ ِ‫َّحَ ت‬ِٛ‫صف‬


ُ َْٕ‫ ََ َذع‬ٍّٙ َٛ‫د ُح‬ ِ ِّْٛ َ‫َُحِ ثَالَث اا تََُٗ َعه‬ْٚ ‫ثَ َش َٔا ْن ًَ ِذ‬ْٛ ‫ٍَْ َخ‬َٛ‫ِّ َٔ َعهَّ َى ت‬ْٛ َ‫ّللاُ َعه‬
َ ِْ ‫ب‬ َ ُّٙ ِ‫أَقَا َو انَُّث‬
َّ َّٗ‫صه‬

ْ ََ َ ‫اع ََأ َ ْنقَٗ تَِٓا ِيٍَ انرَّ ًْ ِش َٔاْألَقِ ِط َٔان َّغ ًْ ٍِ ََكا‬
‫د‬ َ َ
ِ َ‫ أ َي َش تِاْألَْط‬،‫َٓا ِي ٍْ ُخث ٍْض ًََٔ نَحْ ٍى‬ْٛ َِ ٌَ‫ ََ ًَا ََا‬،ِّ ِ‫ ًَر‬ِٛ‫إِنَٗ َٔن‬

ُ ُّ‫ ًَر‬ْٛ ِ‫َٔن‬

31
Miftah Faridl, Rumahku Surgaku, (Jakarta : Gema Insani Press, 2005) cet 1 h. 75
32
Ibid h.76
18

Artinya: “Nabi Shallallahu „alaihi wa sallam pernah berdiam selama tiga

malam di daerah antara Khaibar dan Madinah ketika memboyong

Shafiyyah binti Huyay. Lalu aku mengundang kaum muslimin untuk

menghadiri walimahnya. Dalam walimah tersebut tidak ada roti dan

daging. Beliau menyuruh memben-tangkan tikar kulit, lalu

diletakkan di atasnya buah kurma, susu kering dan samin.

Demikianlah walimah beliau pada saat itu.”(H.R Bukhari)33

Dari Anas bin Malik diceritakan bahwa Nabi Saw pernah menginap

ditempat antara Khaibar dan Madinah selama tiga malam untuk

menyelenggarakan pernikahan dengan Shafiya binti Huyay. Lalu aku

mengundang kaum muslimin untuk menghadiri walimah beliau, disana tidak

terdapat roti dan daging, yang ada hanyalah perintah untuk menghamparkan

lembaran (kulit) yang diletakkan diatasnya kurma, keju dan minyak

samin.Sehingga hidangan itu merupakan walimahnya.Kaum muslimin

berkata, “ia menjadi salah seorang Ummul Mukmin atau merupakan budak

yang dimiliki beliau.” Lebih lanjut mereka berkata “jika Nabi memberinya

hijab, maka ia termasuk Ummul Mukminin dan jika beliau tidak memberinya

hijab, maka ia termasuk salah seorang budak yang beliau miliki” ketika beliau

berangkat, beliau berjalan dibelakangnya dan memasangkan hijab padanya

dari pandangan orang-orang”.

Makanan apa saja yang sesuai kemampuan. Hal itu ditunjukkan oleh

Nabi Saw. Bahwa perbedaan-perbedaan beliau bukan membedakan atau

33
Muhammad Fu‟ad Abdul Baqi, Al lu‟lu‟Walmarjan Shahih Bukhari-Muslim, alih
bahasa oleh Muhammad Ahsan bin Usman (Jakarta: PT Gramedia, 2017) h.504
19

melebihkan salah satu dari yang lain, tetapi semata-mata disesuaikan dengan

keadaan ketika sulit atau lapang. 34

Dari beberapa Hadist yang dikemukakan diatas dapat diambil kesimpulan

bahwa Rasulullah SAW sangat mengajurkan untuk mengadakan

walimah.Karena dengan mengadakan walimatul‟ursy, menandakan kedua

belah pihak setuju dan berbahagia atas berlangsung nya pernikahan dari

kedua mempelai.Serta dengan adanya walimatul „ursy ini sebagai tameng dari

munculnya prasangka buruk dari sosial masyarakat apabila sebuah

pernikahan tidak syiarkan atau diadakan walimatul‟ursy.Walimatul „ursy

tidaklah harus menyembelih seekor kambing tetapi juga cukup dengan

hidangan sawiq dan kurma atau yang lainnya sesuai dengan kemampuan atau

kesanggupan keluarga yang menyelenggarakan walimah.

c. Dasar Hukum Menghadiri Walimatul ‘Ursy

Para Ulama berbeda pendapat tentang hukum menghadiri undangan

walimatul „urs.Sebagian mengatakan wajib atau fardhu „ain, sebagian lagi

mengatakan fardu kifayah dan sebagian lagi mengatakan sunah. 35 Namun,

pendapat yang mengatakan fardu lebih kuat karena kata durhaka tidak

digunakan kecuali untuk menunjukkan ditinggalkannya sesuatu yang

wajib.36Tidak ada alasan untuk tidak meghadiri walimah, seperti kedinginan,

34
H. M. A Tihami, Fikih Munakahat Kajian Fikih Nikah Lengkap, (Jakarta: Pustaka
Azzam , 2006) Jilid 5, h. 133
35
Ahmad Sarwat Op.Cit h.142
36
Sayyid Sabiq, Op.Cit h.525
20

kepanasan atau sibuk. 37 Hal itu karena adanya hadist Nabi Saw. Yang

berbunyi:

َ َّ ‫ص‬
َ‫ىََّللا ََو َرسُولَ ُه‬ َ ‫كَالدَّعْ َوةََ َف َق ْدَ َع‬
َ ‫َو َمنْ َ َت َر‬

Artinya: “Dan siapa saja yang tidak memenuhi undangan, sesungguhnya ia


telah durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya.” 38

Dan juga ada hadist lain,

‫َأْذَِٓا‬ٛ‫ ًَ ِح ََ ْه‬ِٛ‫ أَ َح ُذ َُ ْى إِنَٗ ا ْن َٕن‬َٙ ‫ال إِ َرا ُد ِع‬ ِ َّ ‫ّللا ت ٍِْ ُع ًَ َش أَ ٌَّ َسعُٕ َل‬
َ َ‫ّللا صهعى ق‬ ِ َّ ‫ع ٍَْ َع ْث ِذ‬

Artinya :Dari Abdullah bin Umar, bahwa Rasulullah saw bersabda: “Jika
salah seorang dari kalian diundang ke acara walimahan,
hendaklah ia datang.” (HR. Bukhari 5173)39
Tentang hukum mengahadiri walimah itu bila ia diundang pada dasarnya

adalah wajib. Jumhur ulama yang berprinsip tidak wajibnya mengadakan

walimah, juga berpendapat wajibnya mendatangi undangan walimah

itu.Kewajiban mengahadiri walimah sebagaimana pendapat jumhur ulama

diatas bila undangan itu ditunjukan kepadaorang tertentu dalam arti secara

pribadi diundang.Hal ini mengandung arti bila undangan walimah itu

disampaikan dalam bentuk massal seperti melalui pemberitaan sosial media,

yang ditunjukan untuk siapa saja.maka hukumnya tidak wajib.40

d. Sunnah dan Adab dalam pelaksanaan Walimatul ‘Ursy

1) SunnahWalimah

37
Wahbah Az-zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, ( Darul Fikr Damaskus: Gema Insani,
2007) Cet 9 h.122
38
Sayyid Sabiq, Op.Cit h.524
39
Tim Pembukuan Mahad Al-jamiah Al-aly UIN Malang, Syarah Fathal Qarib Diskursus
Munakahah,( Malang: Mahad Al-jamiah UIN Malang, 2021) h.241
40
Amir Syarifuddin, Op.Cit h.158
21

Dalam Walimah disunnahkan sebagai berikut :

a) Dilaksanakan selama tiga hari berturut-turut, sebagaimana yang

dilakukan Rasulullah SAW dalam menikahi shafiyyah. Dengan

cara memerdekakannya sebagai maskawin, dan mengadakan

acara walimah selama 3 hari berturut-turut.

b) Menyelenggarakan walimah dengan menyembelih seekor domba

atau lebih jika memang ada kesanggupan.

c) Tidak membedakan si kaya dan miskin. Saat kita memberikan

undangan, jangan pilih-pilih baik tetangga kita yang kaya maupun

miskin. Undang semua tetangga dalam pelaksanaan walimatul

ursy, jangan membeda-bedakan status dan kedudukan.

d) Dalam walimah harus dihindarkan hal-hal yang sudah biasa

menyebar pada zaman sekarang, yang diwarnai dengan berbagai

kemungkaran dan dosa serta yang jelas diharamkan syariat, serta

meminum jenis-jenis minuman yang memabukan atau apapun

yang diharamkan, laki-laki yang bercampur dengan wanita.41

2) Adab Walimah

Dalam walimah ada beberapa adab yang harus diperhatikan, yakni

sebagai berikut :

a) Tidak adanya ikhtilat (campur baur) antara laki-laki dan

perempuan. Hendaknya tempat untuk tamu undangan dipisah

41
Butsainan As-Sayyid Al-Iraqy, Rahasia Pernikahan yang Bahagia, (Jakarta: Putaka
Azzam, 2002), Cet. IV, h. 80
22

antara laki-laki dan permpuan. Hal ini dimaksudkan agar

pandangan terpelihara, mengingat ketika menghadiri pesta

semacam ini biasanya tamu undangan bedandannya berbeda dan

tidak jarang pulayang melebihi pengantinnya.

b) Bagi pengantin (wanita) dan tamu undangannya tidak

diperkenankan untuk tabarruj. Memamerkan perhiasan dan

berdandan berlebihan, cukup sekedarnya saja yang penting rapi

dan bersih dan tetap menutup aurat.

c) Tidak berlebih-lebihan dalam mengeluarkan harta juga makanan,

sehingga terhindar dari mubazir.

d) Boleh mengadakan hiburan berupa nasyid dan rebana dan tidak

merusak akidah umat Islam.

e) Menghindari berjabat tangan yang bukan muhrimnya, telah

menjadi kebiasaan dalam masyarakat kita bahwa tamu manjabat

tangan mempelai wanita, begitu pula sebaliknya.

e. Tujuan dan Hikmah Walimatul ‘Ursy

Tujuan dan hikmah walimatul „ursy yakni sebagai informasi dan

pengumuman bahwa telah terjadi pernikahan, sehingga tidak menimbulkan

fitnah di kemudian hari serta sebagai pencetusan tanda gembira.Dengan

adanya walimatul „ursy masyarakat setempat ataupun khalayak ramai bisa

ikut serta merasakan kebahagiaan kedua mempelai dan kedua belah pihak

keluarga mempelai. Serta mengundang masyarakat setempat, dengan

mengumumkan secara langsung akad yang sudah terjadi dan tidak akan
23

menimbulkan fitnah atau permasalahan dikemudian hari. Kemudian dengan

banyaknya tamu undangan yang menghadiri walimah, akan banyak pula doa

baik yang akan diterima oleh kedua pasangan pengantin.

Menurut Sayyid Sabiq tujuan dan hikmah walimah adalah agar terhindar

dari nikah sirri yang terlarang dan untuk menyatakan rasa gembira yang

dihalalkan oleh Allah SWT.Dalam menikmati kebaikan, karena perkawinan

merupakan perbuatan yang hak untuk dipopulerkan agar dapat diketahui oleh

orang banyak. 42 Diadakannya walimah dalam pesta perkawinan mempunya

beberapa keuntungan (hikmah) antara lain sebagai berikut:

1) Merupakan ucapan rasa syukur kepada Allah SWT

2) Sebagai tanda resmi adanya akad nikah

3) Tanda penyerahan anak gadis kepada suami dari kedua orangtuanya.

4) Sebagai pengumuman bagi masyarakat, bahwa antara mempelai telah

resmi menjadi suami istri sehingga masyarakat tidak curiga terhadap

perilaku yang dilakukan oleh kedua mempelai.

f. Waktu Mengadakan Walimatul ‘Ursy

Dalam kitab Fathul Baari disebutkan, para ulama salaf berbeda pendapat

mengenai waktu walimah, apakah diadakan pada saat diselenggarakannya

akad nikah atau setelahnya.Menurut pendapat Mazhab Maliki adalah

disunnahkan diadakan walimah setelah pertemuannya pengantin laki dan

perempuan dirumah.Sedangkan sekelompok ulama dari mereka berpendapat

bahwa disunnahkan pada saat akad nikah.Sedangkan Ibnu Jundab

42
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah 7 (ter. Moh. Thalib), (Bandung : PT Al-Ma‟arif), h.77
24

berpendapat, disunnahkan pada saat akad nikah dan setelah dukhul

(bercampur).43

3. Kajian tentang „Urf

a. Pengertian „Urf

Kata „Urf berasal dari kata „arafa, yu‟rifu sering diartikan “al-ma‟ruf”

atau sesuatu yang dikenal. Sedangkan secara bahasa „urf berarti sesuatu yang

telah dikenal dan dipandang baik serta dapat diterima akal sehat.Dalam kajian

ushul fiqh, „urfadalah suatu kebiasaan masyarakat yang dapat dipatuhi dalam

kehidupan mereka sehingga mereka merasa tentram.Kebiasaan tersebut dapat

berupa upacara dan perbuatan baik yang bersifat khusus maupun yang

bersifat umum.44

Arti „urf secara harfiah adalah suatu keadaan, ucapan, perbuatan atau

ketentuan yang telah dikenal manusia dan telah menjadi tradisi untuk

melaksanakannya.Di kalangan masyarakat „urf sering disebut dengan istilah

adat.45

Sedangkan pengertian urf‟ secara terminologi ushul fiqh dapat kita lihat

dari beberapa pendapat yang dikemukakan oleh para ahli berikut ini :

1) Wahbah al-zuhaily berpendapat, urf adalah:

“Urf adalah kebiasaan manusia yang dilakukan secara

terusmenerus sehingga perbuatan tersebut menjadi populer di


43
Syaikh Hasan Ayyub, Fikih Keluarga, ( Pustaka Al-kautsar: Jakarta Timur 2011),h. l.
132
44
Firdaus, UshulFiqh metode mengkaji dan memahami Hukum Islam secara
komprehensif(Jakarta: Zikrul Hakim, 2004), h.97.
45
Rachmat Syafe‟i, Ilmu Ushul Fiqh untuk IAIN, STAIN, PTAIS (Bandung: Pustaka
Setia,1999), h.128.
25

kalanganmereka, atau mengartikan suatu lafaz dengan pengertian

khususmeskipun makna asli dari lafaz yang dimaksud berlainan.”

2) Abdul Wahab Khallaf, mengartikan „Urf adalah:

“‟Urf adalah apa yang dikenal manusia dan berlaku padamereka

baik berupa perkataan atau perbuatan atau tidakmeninggalkan

sesuatu.Dan disebut juga dengan adat.Dalam bahasapara ahli syariah,

tidak ada perbedaan antara „urf dengan adat.”

3) Sedangkan menurut Shifaul Qolbi, „Urf adalah:

“Urf adalah sesuatu yang dipandang baik dan diterima olehakal

sehat.”

Ketiga definisi diatas sebenarnya mengandung maksud yang sama hanya

berbeda dalam redaksinya saja. Pengertian yang paling umum diberikan oleh

Abdul Wahab Khallaf dan Wahbah al-Zuhaily, keduanya menekankan pada

hal yang telah dibiasakan dan berlaku terus menerut tanpa memperhatikan

apakah itu baik atau tidak.Lain halnya dengan pendapat yang dikemukakan

oleh Shifaul Qolbi.Beliau memberikan spesifikasi bahwa kebiasaan itu

sesuatu yang dipandang baik dan diterima oleh akal sehat.Jadi, yang

dimaksud „urf adalah suatu hal yang telah dibiasakan dan dipelihara

terusmenerus oleh manusia dan keberadaanya diterima oleh akal serta tidak

bertentangan dengan syari‟at.

Sedangkan kata „adat berasal dari kata ada-ya‟udu-audan yang berarti

mengulangi sesuatu. Menurut terminologi ushul fiqh„adat sebagaimana

pendapat Muhammad Abu Zahrah adalah: “al-'Urf ialah sesuatu yang telah
26

diketahui oleh orang banyak dan dikerjakan oleh mereka, dari: perkataan,

perbuatan atau (sesuatu) yang ditinggalkan” 46

b. Macam-macam „Urf

Penggolongan macam-macam urf dibagi dalam beberapa segi,

diantaranya segi materi, segi ruang lingkup penggunaan dan segi

penilaiannya.

1) Ditinjau dari segi materi, Urf terbagi menjadi dua:

a) „urf Quali yaitu kebiasaan yang berlaku dalam penggunaan

katakata atau ucapan. Contohnya dalam kebiasaan (urf) sehari-

hari orang arab, kata walad itu digunakan hanya untuk anak laki-

laki dan tidak untuk anak perempuan sehingga dalam memahami

kata walad kadang digunakan „urf quail.47

b) „Urf Fi‟li yaitu kebiasan yang berlaku dalam perbuatan.

Contohkebiasaan jual beli barang-barang yang enteng (murah

dankurang bernilai) transaksi antara penjual dan pembeli

cukuphanya menunjukkan barang serta serah terima barang dan

uangtanpa ucapan transaksi. Hal ini tidak menyalahi aturan

akaddalam jual beli.48

2) Dilihat dari segi ruang lingkup, urf terbagi menjadi dua yaitu:

a) Al-„urf al-„aam (kebiasaan yang bersifat umum) adalah semua

„urf yang telah dikenaldan dipraktekkan masyarakat dari berbagai

46
Muhammad Abu Zahrah, Ushul Fiqh (tp: Dear al-Fikr al-„araby, tt), h.272.
47
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh jilid 2 (Jakarta: Logos, 1999)h.366
48
Ibid h.367
27

49
lapisan diseluruh negeri pada suatu masa. Dalam aplikasinya

dapat kita cermati dikehidupan seharihari, seseorang akan

menganggukkan kepala sebagai tanda bahwa dia menyetujui

sesuatu hal dan sebaliknya dia akan menggelengkan kepala bila

menyatakan menolak atau tidak setuju. Aturan seperti ini tidak

pernah tertulis dalam undangundang di negara manapun, tidak

memiliki batasan waktu, golongan dan suku bangsa bahkan

profesi orang yang mengerjakannya tetapi karena sudah menjadi

kebiasaan bagi semua orang maka dengan sendirinya akan

dilakukan. Seandainya ada orang yang berbuat sebaliknya, dia

akan dianggap aneh karena menyalahi „urf yang berlaku.

b) Al-„Urf al-khas (kebiasaan yang bersifat khusus) adalah kebiasaan

yang hanya dikenal dan tersebar disuatu daerah dan masyarakat

tertentu saja. Dengan kata lain, „urf khusus adalah kebiasaan yang

hanya dikenal sebagian kelompok dan suku bangsa

tertentu. 50 Contohnya larangan perkawinan diantara dua khutbah

bagi masyarakat kenegrian Kari.

3) Ditinjau dari penilaian baik dan buruk, „Urf terbagi menjadi :

a) „Urf Shahih

Yang dimaksud dengan „Urf shahih yaitu adat (kebiasaan) yang

berulang-ulang dilakukan, diterima oleh orang banyak, tidak

bertentangan dengan agama, sopan santun dan budaya yang


49
Firdaus, Ushul Fiqh metode mengkaji dan memahami Hukum Islam secara
komprehensif (Jakarta: Zikrul Hakim, 2004), h.98
50
Ibid, Hlm.98
28

luhur.Contoh mengadakan acara halal bihalal (silaturrahim) saat

hari raya.51„Urf jenis ini tidak memandang apakah termasuk „urf

yang berlaku umum(urf dam) atau bahkan „urf yang berlaku

untuk satu daerah saja („urf khas), yang berupa ucapan („urf

qawli) ataupun perbuatan („urf fi‟li).„Urf jenis ini lebih

mengutamakan pada hal-hal yang menyalahi ketentuan syara‟

atau tidak, dan juga tidak bertentangan dengan sopan santun dan

budaya luhur yang telah ada.

b) „Urf Fasid

Yang dimaksud „Urf fasid yaitu adat (kebiasaan) yang berlaku

disuatu tempat meskipun merata pelaksanaannya namun

bertentangan denga agama, undang-undang negara dan sopan

santun.52Contohnya berjudi untuk merayakan suatu peristiwa atau

kemenangan.Para ulama‟ sepakat untuk tidak melestarikan

bahkan meniadakan „urf jenis ini dengan tidak menganggapnya

sebagai sumber hukum Islam, termasuk juga tidak menjadikan

sebagai dalil dalam istinbat al-hukm al-shar‟i.

c. Kedudukan ‘Urf dalam menetapkan hukum

Dalam pengertian „urf yang telah dikemukakan bahwa „urf yang dapat

diterima sebagai dalil syara‟ adalah „urf yang tidak bertentangan dengan

nash(„urf shahih) saja, tentunya hal ini menafikan „urf yang fasid. Para ulama

banyak yang sepakat dan menerima „urf sebagai dalil dalam menetapkan

51
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh jilid 2 (Jakarta: Logos, 1999) h.368
52
ibid
29

hukum selama „urf itu tidak bertentangan dengan syariat.Penerimaan para

ulama tersebut bertujuan untuk mewujudkan kemaslahatan dan memenuhi

kebutuhan manusia dalam arti orang tersebut.

Bila hukum telah ditetapkan berdasarkan „urf maka kekuatannya

menyamai hukum yang ditetapkan berdarkan nash. Para ulama yang

mengamalkan „urf itu dalam memahami dan mengistinbatkan hukum,

menetapkan beberapa persyaratan untuk menerima „urf tersebut, yaitu:

1) „Urf itu mengandung kemaslahatan dan dapat diterima akal sehat.53

Syarat ini merupakan sesuatu yang mutlak ada pada „urf yang

shahih sehingga dapat diterima masyarakat umum. Sebaliknya,

apabila „urf itu mendatangkan kemudharatan dan tidak dapat diterima

akal sehat maka „urf yang demikian tidak dapat dibenarkan dalam

Islam

2) „Urf tersebut berlaku umum pada masyarakat yang terkait dengan

lingkungan „urf atau dikalangan sebagian besar masyarakat.

Syarat ini semakin jelas dengan melihat contoh yang ada di

masyarakat.54Misalnya secara umum masyarakat di Indonesia dalam

melakukan transaksi senantiasa menggunakan alat tukar resmi, yaitu

mata uang rupiah. Karenanya dalam suatu transaksi tidak mengapa

jika tidak menyebutkan dengan jelas tentang jenis mata uangnya,

karena semua telah mengetahui dan tidak ada kemungkinan lain dari

53
Firdaus, Ushul Fiqh metode mengkaji dan memahami Hukum Islam secara
komprehensif(Jakarta: Zikrul Hakim, 2004),h.105
54
Ibid, h.106
30

penggunaan mata uang rupiah yang berlaku kecuali dalam kasus

tertentu.

3) Urf yang dijadikan dasar bagi penetapan suatu hukum telah berlaku

pada saat itu, bukan „urf yang muncul kemudian.

Menurut syarat ini, „urf harus ada sebelum penetapan suatu hukum

dilakukan.Dengan sendirinya „urf yang datang kemudian tidak dapat

diterima dan diperhitungkan keberadaannya.Misalnya, tentang

pemberian mahar kepada istri oleh suami.Orang yang melaksanakan

akad nikah dan pada saat akad tidak menjelaskan teknis pembayaran

maharnya, dibayar lunas atau dicicil.Sementara„urf yang berlaku

ditempat itu mengalami perubahan dan orangorang telah terbisa

mencicil mahar.Lalu muncul kasus yang menyebabkan terjadi

perselisihan antara suami istri tentng pembayaran mahar

tersebut.Suami berpegang pada adat yang berlaku kemudian yaitu

pembayaran mahar dicicil sedangkan istri berpegang pada‟urf yang

berlaku pada saat akad nikah berlangsung.Berdasarkan syarat „urf

yang ketiga ini, maka suami harus membayar mahar kepada istrinya

dengan lunas, sesuai dengan „urf yang berlaku pada saat akad nikah

berlangsung dan tidak dengan „urf yang muncul kemudian.

4) „Urftidak bertentangan dengan dalil syara‟ yang ada atau bertentangan

dengan prinsip yang pasti.55

55
ibid
31

Syarat ini memperkuat terwujudnya „urf yang shahih karena bila

„urf bertentangan dengan nash atau bertentangan dengan prinsip syara‟

yang jelas dan pasti, ia termasuk „urf yang fasid dan tidak dapat

diterima sebagai dalilmenetapkan hukum.

d. Contoh „Urf dalam Walimatul Urs’

Dalam kehidupan sehari-hari terdapat banyak „Urf atau kebiasaan-

kebiasaan yang berkembang ditengah masyarakat dalam proses walimatul urs.

Diantara banyaknya „Urf atau kebiasaan tersebut, ada kebiasaan yang

diperbolehkan dalam islam dan ada pula „Urf atau kebiasan yang sebaiknya

dihindari atau tidak diperbolehkan dalam agama Islam. Berikut diantara dari

sekian banyaknya „Urf atau kebiasaan yang berkembang ditengah-tengah

masyarakat dalam pesta pernikahan:

1) Hiburan/ Musik

Nyanyian dengan disertai rebana untuk merayakan pesta

pernikahan telah disebutkan di dalam syari‟at, yaitu dari Muhammad

bin Hatbih Al-Jumahi, dimana ia menceritakan Dari Rubayyi‟ binti

Mu‟awwidz, ia menceritakan “Bahwa Rasulullah datang kepesta

perkawinan yang diselenggarakan untukku. Kemudian beliau duduk

diatas tempat tidurku seperti dudukmu di hadapanku.Lalu para budak

perempuan kami mulai menabuh rebana dan meratapi orang-orang

yang terbunuh pada perang badar. Ketika salah satu diantara mereka

sudah bernyanyi, sedang ada Rasulullah berada di sisi kami, yang

mana beliau diberitahu oleh Allah apa yang akan terjadi esok, maka
32

beliau bersabda: Tinggalkanlah nyanyian ini dengan menggantikan

nyanyian sebelumnya.” (HR.Al-Bukhari, Abu Dawud dan

AtTirmidzi).

Pendapat Madzahibul Arba‟ah mayoritas memperbolehkan hiburan

dan permainan (nyanyian, orkesan, musik, tari-tarian, ludruk, wayang,

dll). Dengan syarat harus tetap memelihara hal-hal di bawah ini:

a) Lirik nyanyiannya sesuai dengan adab dan ajaran Islam

b) Gaya dan penampilannya tidak menggairahkan nafsu syahwat

dan mengundang fitnah.

c) Nyanyiannya tidak disertai dengan sesuatu yang haram, seperti

minum khamar, menampakkan aurat serta percampuran antara

laki-laki dan perempuan tanpa batas.

d) Nyanyian atau sejenisnya tidak menimbulkan rangsangan dan

tidak mendatangkan fitnah.

Dan apabila tidak memenuhi syarat-syarat diatas maka hukumnya

adalah haram.56

Jadi, barang siapa mendengarkan nyanyian dengan niat untuk

membantu bermaksiat kepada Allah,maka jelas dia adalah fasik,

termasuk semua hal selain nyanyian.Barang siapa berniat untuk

menghibur hati supaya dengan demikian dia mampu berbakti kepada

Allah dan tangkas dalam berbuat kebajikan, maka dia adalah orang

56
Syaikh Abdurrahman Al-Azizi, Kitab Fiqih‟ ala madzahibul Arba‟ah (juz 5) alih
bahasa oleh , hlm 53-54
33

yang taat dan berbuat baik dan perbuatannya pun termasuk perbuatan

yang benar.

2) Ikhtilat

Ikhtilat adalah campur baurnya antara laki-laki dan perempuan

yang bukan muhrim baik dalam pertemuan resmi ataupun sekedar

berbincang bersama.Islam menghendaki agar pergaulan antar lawan

jenis tidak campur baur.Kalau pun terjadi dalam kondisi sangat

terpaksa hendaknya ada hijab (penghalang) sebagai perlindungan

wanita dari pandangan laki-laki.

Sudah kita ketahui bersama bahwa ikhtilath merupakan aktivitas

yang dilarang atau diharamkan dalam islam. Begitu juga dengan

ikhtilath yang terjadi dalam sebuah acara resmi maupun hanya sekedar

berbincang bersama, termasuk dalam sebuah acara walimah atau pesta

pernikahan.Oleh karena itu, pernikahan yang pada dasarnya

merupakan ibadah terlama harus dinodai dengan adanya kebiasaan

atau „Urfyang sedikit bertentangan dengan ajaran agama Islam.

Dengan demikian, untuk mengantisipasi adanya ikhtilath

diberlakukan atau dilaksanakan sebuah walimah yang dinamakan

walimah infishal yakni pesta pernikahan yang dilaksanakan dengan

memisahkan antara tamu laki-laki dan perempuan.Tujuannya adalah

untuk menghindari campur baur antara laki-laki dan perempuan yang

bukan mahrom.

3) Tabarruj
34

Tabarruj adalah berusaha memperlihatkan sesuatu yang wajib

untuk disembunyikan.Asal maknanya adalah khuruj (keluar), diambil

dari kata al-burj yaitu al-qashr (benteng atau istana).Kemudian kata

ini digunakan untuk makna keluarnya wanita dari kehormatannya

dengan menampakkan anggota tubuh yang dapat menimbulkan fitnah

(yang seharusnya ditutupi).57

Memperlihatkan keelokan tubuh dan wajah dihadapan pria lain

adalah haram sacara syar'i, membahayakan jasmani, dan merusak

rohani. Keelokan yang dipertontonkan tersebut hanyalah kecantikan

palsu yang dibuat-buat (menutup wajah dengan kosmetik dibalut

dengan busana mini yang sangat mirip dengan telanjang) yang

dipertontonkan wanita disertai kesombongan dan keangkuhannya. 58

4. Kajian tentang emas

a. Pengertian emas

Emas adalah unsur dalam tabel periodik yang memiliki simbol Au yang

bahasa latinnya Aurum dan nomor atom 79.Emas lebih identik dengan

perempuan, karena termasuk dalam kategori perhiasan untuk menghias diri

bagi perempuan.

b. Emas bagi laki-laki

Pada saat sekarang seiring berjalannya waktu, sering ditemui tidak hanya

perempuan yang memakai emas dalam kehidupan sehari-hari.Namun, kaum

57
Syaikh Sulaiman Ahmad Yahya Al-Faifi, Ringkasan Fikih Sunnah Sayyid Sabiq, alih
bahasa oleh Ahmad Tirmidzi, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2013) h,489
58
Ali bin Sa'id Al-Ghamidi, Fikih Wanita, (Jakarta: Aqwam Media Profetika, 2012)
h,391-392
35

laki-laki pun ada yang memakai emas.Baik itu berupa cincin, kalung, gelang

dan sebagainya. Emas merupakan logam yang bersifat lunak, yang akan

memberikan ancaman kepada laki-laki yang memakainya. Apalagi bagi yang

mempunyai riwayat penyakit seperti alergi sebelumnya.

Selain itu, agama Islam adalah agama yang komplit dalam mengatur

kehidupan manusia.Termasuk diantaranya adalah menggunakan perhiasan

atau pakaian untuk memperindah diri.Islam menganjurkan untuk

menggunakan pakaian terbaik ketika sedang beribadah dan juga

menggunakan wewangian.

Akan tetapi Islam juga menunjukkan batasan-batasan dalam berbusana

atau berias bagi laki-laki maupun perempuan. Salah satunya adalah batasan

menggunakan emas.Dijelaskan dalam banyak hadist bahawa kaum laki-laki

dilarang untuk menggunakan emas dan sutra.

c. Dasar hukum laki-laki memakai emas

Dasar hukum pemakaian emas bagi laki-laki, sudah dijelaskan dalam

Hadits Rasulullah SAW sekitar 14 abad yang lalu. Hadist tersebut

diantaranya:

َ‫ ُى تٍُْ ُع ْقثَح‬ِْٛ ‫ إِت َْشا‬َِٙ‫ ُي َح ًَّ ُذ تٍُْ َج ْعفَ ٍش أَ ْخثَ َش‬َِٙ‫َ َى أَ ْخثَ َش‬ٚ ْ‫ َيش‬ِٙ‫ َح َّذثََُا اتٍُْ أَت‬ُّٙ ًِ ًِٛ َّ‫ ُي َح ًَّ ُذ تٍُْ َع ْٓ ٍم انر‬َُِٙ‫َح َّذث‬

ٍْ ‫ ِّ َٔ َعهَّ َى َسأَٖ َخاذَ اًا ِي‬ْٛ َ‫ّللاُ َعه‬


َّ َّٗ‫صه‬
َ ‫ّللا‬ َ ‫ط أَ ٌَّ َسع‬
ِ َّ ‫ُٕل‬ ِ َّ ‫ط ع ٍَْ َع ْث ِذ‬
ٍ ‫ّللا ْت ٍِ َعثَّا‬ ٍ ‫ة َيْٕ نَٗ ا ْت ٍِ َعثَّا‬
ٍ ْٚ ‫ع ٍَْ َُ َش‬

ٍ ََ ٍْ ‫َ ْع ًِ ُذ أَ َح ُذ َُ ْى إِنَٗ َج ًْ َش ٍج ِي‬ٚ ‫َ ِذ َس ُج ٍم َََُ َض َعُّ ََطَ َش َحُّ َٔقَا َل‬ٚ َِٙ ‫ة‬
‫ َم نِه َّش ُج ِم تَ ْع َذ‬ِٛ‫َ ِذ ِِ ََق‬ٚ َِٙ ‫َجْ َعهَُٓا‬ََٛ ‫اس‬ ٍ َْ‫َر‬
36

‫ّللا ًَ آ ُخ ُزُِ أَتَذ اا َٔقَ ْذ طَ َش َحُّ َسعُٕ ُل‬


ِ َّ َٔ ًَ ‫ك اَْرَفِ ْع تِ ِّ قَا َل‬
َ ًَ ِ‫ ِّ َٔ َعهَّ َى ُخ ْز َخاذ‬ْٛ َ‫ّللاُ َعه‬
َّ َّٗ‫صه‬ ِ َّ ‫َة َسعُٕ ُل‬
َ ‫ّللا‬ َ ْ‫َيا َر‬
59
‫ ِّ َٔ َعهَّى‬ْٛ َ‫ّللاُ َعه‬
َّ َّٗ‫صه‬ ِ َّ
َ ‫ّللا‬

Artinya: “Telah menceritakan kepadaku [Muhammad bin Sahl At Tamimi];


Telah menceritakan kepada kami [Ibnu Abu Maryam]; Telah
mengabarkan kepadaku [Muhammad bin Ja'far]; Telah
mengabarkan kepadaku [Ibrahim bin 'Uqbah] dari [Kuraib] -
budak- Ibnu 'Abbas dari ['Abdullah bin 'Abbas]; Bahwa Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam pernah melihat sebuah cincin emas di tangan seorang
laki-laki. Lalu beliau mencopot cincin tersebut dan langsung
melemparnya seraya bersabda: "Salah seorang di antara kalian
menginginkan bara api neraka dan meletakkannya di tangannya?."
Setelah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pergi, seseorang
berkata kepada laki-laki itu; 'Ambilah cincin itu untuk kamu ambil
manfaat darinya.'Lelaki tersebut menjawab; 'Tidak, Demi Allah
aku tidak akan mengambil cincin itu selamanya, karena cincin itu
telah di buang oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam”. (H.R
Muslim)

ِّ ِّ‫صُّ َِٗ تَا ِط ٍِ ََف‬ َّ ََ ‫َجْ َع ُم‬ٚ ٌَ‫ة ََ َكا‬ ٍ َْ‫ّ ٔعهى اصْ طََُ َع َخاذَ اًا ِي ٍْ َر‬ٛ‫ّللا صهٗ ّللا عه‬ ِ َّ ‫ّللا أَ ٌَّ َسعُٕ َل‬ِ َّ ‫ع ٍَْ َع ْث ِذ‬
ٍْ ‫صُّ ِي‬ َّ ََ ‫د أَ ْنثَظُ َْ َزا ا ْن َخا ِذ َى َٔأَجْ َع ُم‬ َ َ‫ظ َعهَٗ ا ْن ًِ ُْثَ ِش َََُ َض َعُّ ََق‬
ُ ُْ َُ َِِّٗ‫ إ‬:‫ال‬ َ َ‫صَُ َع انَُّاطُ ثُ َّى إََُِّّ َجه‬
َ ََ ُّ‫إِ َرا نَ ِث َغ‬
‫ ًَُٓ ْى‬ٛ‫ َََُ َث َز انَُّاطُ َخ َٕا ِذ‬.‫ّللا ًَ أَ ْن َث ُغُّ أَ َتذ اا‬
ِ َّ َٔ :‫ال‬
َ َ‫ ََ َش َيٗ ِت ِّ ثُ َّى ق‬.‫َاخ ٍم‬
ِ ‫د‬

Artinya: Dari Abdullah bin Umar bahwasanya Rasulullah membuat sebuah


cincin emas dan beliau memposisikan mata cincinnya di perut
telapak tangan beliau ketika memakainya. Orang-orang pun
membuat cincin emas juga. Kemudian saat beliau duduk di atas
mimbar, beliau melepaskan cincin itu dan bersabda:
Sesungguhnya aku dulu memakai cincin ini dan aku posisikan mata
cincinnya dari dalam. Kemudian beliau melemparkannya dan
bersabda: Demi Allah aku tidak akan memakainya lagi selamanya.
Maka orang-orang pun melemparkan cincin-cincin mereka. (H.R
al-Bukhari dan Muslim, lafadz sesuai riwayat Muslim)60

59
Al-Imam Abdul Husain Muslim ibn al-Hajjaj al-Qusyairi an-Naisaburi,sahih Muslim-
kitab Al-libas Wazzinah, Juz 3,(Arab Saudi: Dar Al-Hadharah Linnasyri Wa at-tauzi‟.tt),h. 689
60
Muhammad Fu‟ad Abdul Baqi, Al lu‟lu‟Walmarjan Shahih Bukhari-Muslim, alih bahasa
oleh Muhammad Ahsan bin Usman (Jakarta: PT Gramedia, 2017),h. 791
37

B. Tinjauan Pustaka

1. Penelitian Terdahulu

Rena Agustina Kumala Sari (2020), dengan judul penelitian “Persepsi

Masyarakat terhadap Tradisi kemben dalam pesta perkawinan pada masyarakat

adat Jawa ditinjau dari hukum Islam (studi kasus Desa Air Emas Kec. Singingi)”,

penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pelakasanaan tradisi kemben

pada masyarakat adat jawa di Desa Air emas Kec.Singingi, bagaimana persepsi

masyarakat terhadap tradisi jawa menggunakan kemben dalam pesta perkawinan

di Desa Air Emas Kec. Singingi, dan bagaimana tinjauan hukum islam terhadap

tradisi Jawa menggunakan kemben dalam pesta perkawinan di Desa Air Emas

Kec.Singingi. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif.

Pengumpulan data dilakukan melalui metode wawancara dan angket kepada 40

sampel responden. Dengan hasil penelitian bahwa Pelaksanaan tradisi jawa

memakai kemben sering di gunakan oleh masyarakat Desa Air Emas kemben

digunakan pada ritual siraman dan ritual panggih, Persepsi masyarakat terhadap

tradisi jawa memakai kemben, mereka menganggap memakai kemben sebagai

wadah melestarikan budaya yang dilakukan secara turun temurun yang di percaya

mempunyai makna tertentu bagi pelaku yang melakukannya dan Tradisi

menggunakan kemben pada pesta perkawinan sangat bertentangan dengan hukum

Islam, karena di dalam hukum Islam wanita harus menutup aurat yang sudah di

jelaskan didalam Al-quran dan hadist.

Rivaldi Amanda (2021), dngan judul penelitian “Perspektif Hukum Islam

terhadap pemakaian emas bagi laki-laki dalam prosesi pernikahan di Desa Malako
38

Intan Kecamatan Tebo Ulu Kabupaten Tebo”, penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui pelaksanaan pemakaian emas bagi laki-laki dalam prosesi pernikahan

di Desa Malako Intan Kecamatan Tebo Ulu dan Bagaimana perspektif hukum

Islam terhadap pemakaian emas bagi laki-laki dalam prosesi pernikahan di Desa

Malako Intan Kecamatan Tebo Ulu. Metodologi Penelitian skripsi ini penelitian

yuridis empiris yang meneliti langsung ke lapangan, instrumen pengumpulan data

penulis melakukan wawancara dan dokumentasi dan teknik analisis data yaitu

Reduksi Data (Data Reduction), penyajian data (Data Display), penarikan

kesimpulan (Verifikasi). Hasil penelitian ini yaitu Praktik Pemakaian Emas Bagi

Laki-Laki Dalam Prosesi Pernikahan Di Desa Malako Intan Kabupaten Tebo

dilakukan sehari sebelum acara pernikahan kemudian akan dilepas pada akad

nikah, lalu akan dikenakkan lagi apabila akad nikah sudah selesai. Masyarakat

Desa Malako Intan ini pada umumnya meyakini dengan memakai barang emas

tersebut dapat menambah semangat dan gairah kepada masing-masing calon

pengantin yang hendak menikah dan juga pemakain emas ini bertujuan untuk

membedakan calon pengantin yang ingin melaksanakan pernikahan dan

Pandangan Hukum Islam Terhadap Pemakaian Emas Bagi Laki-Laki Dalam

Prosesi Pernikan Di Desa Malako Intan Kabupaten Tebo adalah pada dasarnya

Islam melarang laki-laki memakai emas setiap larangan didalam Islam pasti

memiliki tujuan dan kemaslahatan bagi yang mengikutinya.


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian sosiologis hukum Islam yang dilaksanakan

dengan menggunakan metode penelitian lapangan (Field Research), yaitu

penelitian yang dilakukan dengan mengumpulkan data dari informasi yang

diperoleh langsung dari responden antara lain; tokoh masyarakat Desa Pulau

Binjai, ustadz Desa Pulau Binjai, pengantin yang memakai emas dan masyarakat

Desa Pulau Binjai tentang persepsi masyarakat terhadap pemakaian emas bagi

pengantin laki-laki dalam pesta perkawinan di Desa Pulau Binjai Kec. Kuantan

Mudik. Lalu dideskripsikan dan dianalisis sehingga dapat menjawab persoalan

yang telah dirumuskan dalam rumusan masalah.

B. Lokasi Penelitian

Sesuai dengan judul diatas, maka penelitian ini dilakukan di Desa Pulau

Binjai.Alasan pemilihan lokasi ini karena lokasi tersebut adalah Lokasi tempat

pengabdian Kuliah Kerja Nyata dan tidak jauh dari tempat tinggal

penulis.Sehingga tidak menyulitkan untuk menjangkau dan mengumpulkan data.

Sementara alasan lain karena tradisi memakai emas bagi laki-laki masih tetap

dilestarikan sampai saat ini dan bertentangan dengan syariat Islam.

C. Subjek dan Objek Penelitian

Yang menjadi subjek penelitian adalah tokoh agama Desa Pulau Binjai,

tokoh adat, tokohmasyarakat Desa Pulau Binjai, dan pengantin yang memakai
39
40

emas di Desa Pulau Binjai yang ikut dalam tradisi memakai emas bagi pengantin

laki-laki dalam pesta pernikahan.

Sedangkan yang menjadi objek penelitian adalah tradisi memakai emas

bagi pengantin laki-laki dalam pesta perkawinan di Desa Pulau Binjai.

D. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan atau himpunan objek dengan ciri yang

sama. 61 Populasi dalam penelitian ini berjumlah sebanyak 25 orang tokoh

masyarakat,terdiri dari 3 orang tokoh agama,6 orang tokoh adat, 8 orang

perangkat desa dan 8 orang pengantin laki-laki yang telah melaksanakan

“Tradisi memakai emas bagi pengantin laki-laki dalam pesta perkawinan” di

Desa Pulau Binjai Kecamatan Kuantan Mudik.

2. Sampel

Sampel adalah himpunan bagian atau bagian dari populasi. 62 Sedangkan

untuk sampel penelitian ini berjumlah 10 orang, terdiri dari2 orang tokoh

agama, 3 orang tokoh adat, 2 orang perangkat desa dan 3 orang pengantin

yang sudah melakukan tradisi memakai emas bagi pengantin laki-laki dalam

pesta perkawinan di Desa Pulau Binjai Kec. Kuantan Mudik. Dengan

menggunakan teknik Purposive Sampling.

61
Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta, PT. Raja Grafindo
Persada, 2006) Hal. 118
62
Ibid 119
41

E. Sumber data Penelitian

1. Data Primer

Data Primer, yaitu data yang langsung diperoleh dari lokasi penelitian,

baik melaluiobservasi, angket dan wawancara maupun laporan dalam bentuk

dokumen tidak resmi yang kemudian diolah oleh peneliti. 63 Sumber data

peneliti adalah masyarakat Desa Pulau Binjai Kecamatan Kuantan Mudik

Kabupaten Kuantan Singingi.

2. Data Sekunder

Data Sekunder, yaitu data yang diperoleh dari dokumen-dokumen resmi,

buku-buku yang berhubungan dengan objek penelitian, hasil penelitian dalam

bentuk laporan, skripsi, tesis, disertasi dan peraturan perundang-undangan.

Data sekunder tersebut, dapat dibagi menjadi:

a) Bahan Hukum Primer

Bahan-bahan hukum yang mengikat terdiri dari peraturan perundang-

undangan yang terkait dengan objek penelitian. Misalnya, Kitab

Undang-undang Hukum Perdata, dan lain sebagainya.

b) Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder adalah buku-buku dan tulisan-tulisan ilmiah

hukum yang terkait dengan objek penelitian ini.

c) Bahan Hukum Tertier

63
Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta, Sinar Grafika, 2016), hal. 106
42

Bahan hukum tertier adalah petunjuk atau penjelasan mengenai bahan

hukum primer atau bahan hukum sekunder yang berasal dari kamus,

ensiklopedia, dan sebagainya64

F. Tekhnik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Observasi

Observasi(Pengamatan), metode observasi adalah metode yang digunakan

dengan cara mengadakan pengamatan langsung ke lokasi penelitian.

2. Angket

Angket adalah alat pengumpulan data untuk kepentingan penelitian.

Angket digunakan dengan mengedarkan formulir yang berisi beberapa

pertanyaan kepada beberapa subjek (responden) untuk mendapatkan jawaban

secara tertulis. 65

3. Interview

Interview (Wawancara), merupakan salah satu teknik pengumpulan data

yang dilakukan dengan berhadapan secara langsung dengan yang

diwawancarai.66

4. Dokumentasi

Dokumentasi yaitu mengumpulkan berupa data-data tertulis yang

mengandung keterangan dan penjelasan serta pemikiran tentang fenomena

yang masih aktual dan sesuai dengan masalah penelitian.67

64
Ibid, hal. 106
65
Nizamuddinn dkk, Metodologi Penelitian, (Bengkalis: DOTPLUS publisher,2015). h.
159
66
Juliansyah Noor, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Kencana, 2011), hlm. 138
43

5. Studi Pustaka

Studi Pustaka,yaitu dengan menghimpun informasi melalui buku-buku,

karya ilmiah, ensiklopedia, internet dan sumber lainnya.

G. Analisis Data

Dalam Penelitian ini penulis menggunakan analisa data secara deskiptif

kualitatif, yaitu setelah semua data berhasil penulis kumpulkan, maka penulis

secara rinci dan sistematis sehingga dapat tergambar secara utuh dan dapat

dipahami secara jelas kesimpulan akhirnya.

H. Tekhnik Penulisan

Untuk mengolah dan menganalisa data yang telah terkumpul, maka penulis

menggunakan beberapa metode:.

1. Induktif

Induktif adalah dengan mengemukakan data-data yang

berhubungan dengan masalah yang diteliti dengan menggunakan

pengertian kemudian dianalisa dan diambil kesimpulannya yang

bersifat umum.

2. Deskriptif

Deskriptif adalah suatu uraian penulisan yang menggambarkan

secara utuh dan apa adanya tanpa mengurangi dan menambahnya

sekalipun sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.

67
Muhammad, Metode Penelitian Ekonomi Syariah, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2008), hlm.125
44

I. Kondisi Geografis dan Demografis Desa Pulau Binjai Kecamatan Kuantan

Mudik

1. Sejarah singkat Desa Pulau Binjai

Pada mulanya nama desa Pulau Binjai diambil dari kondisi alam dimana

dahulunya dipadati pulau dari hulu ke hilir dalam berbentuk tebing yang

disebut babinjai maka menjadi Pulau Binjai yang dipimpin oleh Kepala

Banjar dengan perangkatnya tuo banjar dan hulu balang.

Pada tahun 1970an pemerintah berubah status dari menjadi Desa yang

dipimpin oleh Kepala Desa dan perangkat Desa, Kadus dan Kaur.Pulau Binjai

terdiri dari tiga dusun, yakni dusun 1, dusun 2 dan dusun 3.Perubahan banjar

menjadi desa dengan segala peraturannya berdampak kepada lumpuhnya

tugas dan fungsi ninik mamak (tuo banjar) menjadi pasif, sehingga budaya

gotong royong menjadi suram karena perangkat desa tidak lagi sebagai

mamak yang dipatuhi oleh cucu kemenakan (masyarakat).


45

2. Struktur Organisasi

Gambar IV.1
Struktur Organisasi Pemerintah Desa Pulau Binjai Tahun 2022

KEPALA DESA
BPD
ROMI ERDIYUS, S.TP

SEKRETARIS DESA
R. ARNALDO, S.IP

KEPALA URUSAN TATA KEPALA URUSAN


USAHA & UMUM KEUANGAN

PUTRI ANDRIZA YANI, S.Ak DESTI ETIKA

KEPALA SEKSI KEPALA SEKSI


PEMERINTAHAN KESEJAHTERAAN
LOLA JENRIFA, SP M. JULIADI

KEPALA DUSUN I KEPALA DUSUN II KEPALA DUSUN III

RIDO PELPINO SETRA HARIZEN RIKA AFRIANTO

3. Demografi

a. Batas Wilayah Desa

Desa Pulau Binjai merupakan salah satu Desa 23 desa yang ada di

Kecamatan Kuantan Mudik dengan jumlah penduduk berdasarkan

sensus tahun 2014 sebanyak 218 KK dan 1026 Jiwa.

Letak geografi Desa Pulau Binjai, terletak diantara:

Sebelah Utara : Desa Bukit Pedusunan


46

Sebelah Selatan : Batang Kuantan

Sebelah Barat : Desa Pebaun Hilir

Sebelah Timur : Desa Seberang Pantai

b. Luas Wilayah Desa

1. Pemukiman : 42 ha

2. Pertanian/Perkebunan : 39 ha

3. Ladang/tegalan : 38 ha

4. Rawa-rawa :- ha

5. Perkantoran : 0,1 ha

6. Sekolah : 17 ha

7. Jalan : 17 km

8. Lapangan Sepak Bola : 1,5 km

c. Orbitasi

1. Jarak ke ibu kota Kecamatan Terdekat :1 km

2. Lama jarak tempuh ke ibu kota Kecamatan : 10 menit

3. Jarak ke ibu kota Kabupaten : 24 km

4. Lama Jarak tempuh ke ibu kota Kabupaten : 50 menit

d. Jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin

1. Kepala Keluarga : 218 KK

2. Laki-laki : 571 Jiwa

3. Perempuan : 449 Jiwa

4. Jumlah : 1020 Jiwa


47

4. Keadaan Penduduk

Jumlah penduduk Desa Pulau Binjai jika diklasifikasikan menurut

tingkatan pendidikan adalah yang menempuh pendidikan Sekolah Dasar

berjumlah 78 orang, SLTP Sederajat 36 Orang, SLTA Sederajat 49 orang,

S1/Diploma 24 Orang, Putus Sekolah 15 orang, buta huruf 27 orang. Jadi

jumlah penduduk berdasarkan tingkatan pendidikan adalah 229 orang.

5. Keadaan Sosial Pendidikan

Jumlah sarana pendidikan di Desa Pulau Binjai adalah 2 buah. Terdiri dari,

1 buah Sarana Pendidikan TK dan 1 buah Sarana Pendidikan Tingkat SD.

6. Pemerintahan Desa

Dalam struktur lembaga pemerintahan Desa Pulau Binjai, terbagi menjadi

Kepala Desa 1 orang, Sekretaris Desa 1 orang, perangkat desa 6 orang dan

BPD 5 oranng. Jadi lembaga pemerintahan Desa Pulau Binjai berjumlah 13

orang. Untuk lembaga kemasyarakatan Desa Pulau Binjai terbagi menjadi 1

kelompok LPM,PKK,Gapoktan dan Karang Taruna, 2 kelompok posyandu,

arisan dan simpan pinjam, 4 kelompok pengajian dan 5 kelompok tani.

Sedangkan untuk pembagian wilayah di Desa Pulau Binjai adalah terdiri dari

3 dusun yang mana setiap dusun terbagi menjadi 2 RT


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari uraian yang telah penulis paparkan berdasarkan penelitian lapangan

terhadap tradisi memakai emas bagi laki-laki dalam pesta perkawinan. Maka dapat

disimpulkan bahwa:

1. Persepsi tokoh masyarakat terhadap tradisi memakai emas bagi laki-laki

dalam pesta perkawinan di Desa Pulau Binjai Kecamatan Kuantan Mudik,

mereka menganggap memakai emas bagi laki-laki sebagai wadah

melestarikan budaya yang dilakukan secara turun temurun yang dipercaya

mempunyai makna tertentu dan memperkuat hubungan silaturahmi bagi

pelaku yang melakukannya.

2. Pandangan Hukum Islam terhadap pemakaian emas bagi laki-laki dalam

pesta perkawinan di Desa Pulau Binjai Kabupaten Kuantan Mudik adalah

pada dasarnya Islam melarang seseorang untuk menggunakan perhiasan

yang berlebih-lebihan. Apalagi larangan ini diperkuat dengan adanya

hadist Rasulullah tentang haramnya memakai emas bagi laki-laki. Dan

pendapat ulama mayoritas melarang laki-laki memakai emas karena

mengacu kepada larangan hadist Rasulullah serta dikhawatirkan akan

menjadi alat untuk bangga-banggaan. Ulama pun tidak dapat merubah

hukum mengenai persepsi masyarakat yang sama sekali tidak

menunjukkan adanya kepentingan yang Dharuri.

72
73

B. Saran

Berdasarkan dari kesimpulan diatas penulis mengemukakan beberapa

saran yaitu sebagai berikut:

1. Bagi masyarakat Desa Pulau Binjai dalam kasus ini hendaklah memahami

betul-betul terlebih dahulu hukum adat yang berlaku di desa Pulau Binjai

ini, Jika hukum yang berlaku di desa tersebut bertentangan atau tidak

sejalan dengan syari'at Islam. Maka beranikanlah diri untuk memberitahu

serta memberi saran yang baik kedepannya kepada pihak yang terkait

bahwasanya hukum adat yang berlaku tersebut belum sepenuhnya sesuai

dengan prinsip-prinsip agama Islam. Jika saran yang diajukan sebelumnya

dapat diterima dengan baik maka langsungkanlah pernikahan di desa

terebut. Dan apabila saran yang diajukan sebelumnya ditolak maka

hendaklah meminta izin kepada ketua adat beserta anggota adat baik

seluruh lapisan masyarakat desa tersebut yang diperkuat dengan

menyampaikan hadist Rasulullah serta pendapat mayoritas ulama terkait

larangan memakai emas bagi laki-laki. serta kemudian meminta izin untuk

tidak menerapkan hukum adat yang berlaku di desa tersebut.

2. Bagi pihak adat, mengenai pemakaian emas pada laki-laki dalam prosesi

pernikahan ada baiknya dihilangkan saja atau diganti dengan yang lain

agar tidak bertentangan dengan syari‟at Islam, dan hukum-hukum yang

berlaku di Desa Pulau Binjai ini seharusnya hukum yang lebih sesuai

dengan agama Islam. Sehingga tercipta kata “adat bersendi syara‟,


74

syara‟ bersendi kitabbulllah” itu bukan hanya sekedar kata tapi memang

benar-benar diaplikasikan di dalam kehidupan nyata.


DAFTAR PUSTAKA

Abdul Aziz Ishaq, Ensiklopedia Hukum Islam,Jakarta: ichtiar Van Baru Hoeve,
1996

Abdul Rahman Ghazali, Fiqh Munakahat, Jakarta: Kencana, 2008

AbdulRahmanSaleh,Psikologi:SuatuPengantarDalamPerspektifIslam,Jakarta:Ken
cana, 2004

Abdul Wahab Khalaf, Kaidah-Kaidah Hukum Islam, Jakarta: Raja Grafindo


Persada, 1994

Abi Abdillah Muhammad bin Yazid, Sunan Ibnu Majah, Juz III,Jakarta: Gema
insani,2016

Abu Abdirrahman Adil bin Sa‟ad, Syarah Al-Kabir, terjemahan. Syakh Al-Kabir
lil Imam Al-Hafidz Adz-Dzahabi, Solo: AQWAM, 2009

Ahmad Sarawat. Ensiklopedia Fikih Indonesia, Jakarta : Gramedia Pustaka


Utama, 2019

Ali bin Sa'id Al-Ghamidi, Fikih Wanita, Jakarta: Aqwam Media Profetika, 2012

Al-Imam Abdul Husain Muslim ibn al-Hajjaj al-Qusyairi an-Naisaburi,sahih


Muslim, Juz 3,Mesir: Tijariah,Kubra, t.th

Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam Di Indinesia Antara Fiqh


Munakahat Dan Undang-Undang Perkawinan, Jakarta: Pranada Media,
2006

Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh jilid 2,Jakarta: Logos, 1999

Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta: PT. Raja Grafindo


Persada, 2006

BimoWalgito, PengantarPsikologiUmum,Yogyakarta: AndiOffset,2014

Butsainan As-Sayyid Al-Iraqy, Rahasia Pernikahan yang Bahagia, Jakarta:


Putaka Azzam, 2002

Daud Zamzami dkk, Pemikiran Ulama‟ Dayah Aceh, Jakarta: Prenada, 2007

Depag RI, Inpres Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam,
Direktorat Pembinaan Peradilan Agama Islam Ditjen Pembinaan
Kelembagaan Agama Islam
Firdaus, Ushul Fiqh metode mengkaji dan memahami Hukum Islam secara
komprehensif, Jakarta: Zikrul Hakim, 2004

HasanSadili, Ensiklopedia Indoesia,Jakarta:IchtiarBaruVanHove,1984

Helmi Basri, Ushul Fiqh terapan urgensi dan aplikasi kaidah ushul dalam
istinbath hukum, Jakarta: Kencana,2021

https://kbbi.web.id/persepsi

https://techno.okezone.com/read/2017/01/18/56/1595107/larangan-cincin-emas-
untuk-laki-laki-berdasarkan-hadits-sains Diakses Pada Pukul 19:42
Tanggal 04 Desember 2020

JonE.Roeckelein, KamusPsikologi,Jakarta:PrenadamediaGroup, 2013

Juliansyah Noor, Metodologi Penelitian,Jakarta: Kencana, 2011

Kementrian Agama RI, Al-Quran Tajwid danTerjemahan,Jakarta: Syahmil Quran,


2010

Kementerian Agama RI, Al-Quran dan Terjemahan, Bandung:PT Cordoba


Internasional Indonesia,2012

M. Abdul Ghofar. Fikih wanita, Jakarta Timur: Al-kautsar, 2016

M. A Tihami, Fikih Munakahat Kajian Fikih Nikah Lengkap, Jakarta: Pustaka


Azzam , 2006

Miftah Faridl, Rumahku Surgaku, Jakarta : Gema Insani Press, 2005

Muhammad Abu Zahrah, Ushul Fiqh, tp: Dar al-Fikr al-„araby, tt

Muhammad Fu‟ad Abdul Baqi, Al lu‟lu‟Walmarjan Shahih Bukhari-Muslim, alih


bahasa oleh Muhammad Ahsan bin Usman, Jakarta: PT Gramedia, 2017

Muhammad, Metode Penelitian Ekonomi Syariah, Jakarta: PT. Raja Grafindo


Persada, 2008

Rachmat Syafe‟i, Ilmu Ushul Fiqh untuk IAIN, STAIN, PTAIS, Bandung: Pustaka
Setia,1999

Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah 3, alih bahasa oleh Abu Aulia,Jakarta: Republika,
2017

Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah 7 (ter. Moh. Thalib), Bandung: PT Al-Ma‟arif, 1990
Suyoto dkk, Al-Islam 2, Yogyakarta: Pusat Dokumentasi dan Kajian Islam Aditya
Media, 1992

Syaikh Hasan Ayyub, Fikih Keluarga, Pustaka Al-kautsar: Jakarta Timur 2011

Syaikh sulaiman Ahmad Yahya Al-Faifi, Ringkasan Fikih Sunnah sayyid sabiq,
Jakarta Timur: Pustaka Al-kautsar,2013

Tihami dan Sohari Sahrami, Fiqh Munakahat,Jakarta: Rajawali Press, 2009

T.M.Hasbi ash-Shiddieqy, Muatiara Hadits, Jilid 6, Semarang: PT Pustaka Rizki


Putera, 2003

Wahbah Az-zuhaili, Fiqih Islam wa Adilatuhu, Jilid 4, Darul Fikr, Damaskus:


Gema Insani,2007

Yusuf Hidayat. Panduan pernikahan islami, Ciamis : Guepedia, 2019

Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, Jakarta, Sinar Grafika, 2016


LAMPIRAN WAWANCARA

Pertanyaan yang ada di daftar wawancara ini bertujuan untuk memperoleh

informasi dan data tentang “Tinjauan Hukum Islam terhadap Persepsi Tokoh

Masyarakat mengenai Tradisi memakai Emas bagi Laki-laki dalam Pesta

Perkawinan di Desa Pulau Binjai”

Pedoman wawancara dengan pengantin, ustad Desa Pulau Binjai, dan Tokoh

Adat/ Tokoh Masyarakat Desa Pulau Binjai

Wawancara dengan Pengantin:

1. Sudah berapa lama saudara menikah?

2. Kenapa memilih baju adat daerah untuk pesta perkawinan?

3. Apakah saudara nyaman dengan memakai pakaian adat daerah di pesta

perkawinan?

4. Kenapa saudra tidak memilih pakaian syar‟I untuk melakukan pesta

perkawinan?

5. Apakah saudara mengetahui tentang larangan memakai emas bagi laki-

laki?

6. Apakah anda mengetahui bahwa pakaian tersebut bertentangan dengan

syariat islam?

7. Jika tahu mengapa anda tetap memilih menggunakan pakaian tersebut?

8. Apakah tokoh agama didesa ini tidak memberikan penjelasan tentang

larangan terhadap laki laki memakai emas?

9. Lalu, kalau ada apakah tanggapan saudara setelah penjelasan tersebut?


10. Apakah ada sangsi atau dampak sosial yang di timbulkan jika tidak

memakai emas pada saat pernikahan?

11. Memakai pakaian adat yang berhiaskan emas atas kemauan sendiri atau di

tuntutan keluarga?

Wawancara dengan ustad Desa Pulau Binjai

1. Bagaimana menurut bapak tentang seseorang yang mengadakan walimah?

2. Bagaimana pandangan bapak tentang pengantin laki-laki yang memakai

emas pada saat walimah?

3. Apakah sudah pernah ada teguran untuk pengantin laki-laki yang memakai

emas pada saat walimah?

4. Adakah solusi untuk masyarakat yang akan mengadakan walimah untuk

tidak menggunakan emas bagi pengantin laki-laki pada saat walimah?

5. Bagaimana peran kita sebagai tamu yang melihat pengantin laki-laki yg

memakai emas pada saat pernikahan?

Wawancara dengan Tokoh Adat Pulau Binjai


1. Bagaimana sejarah dari pemakaian emas bagi laki-laki dalam pesta

perkawinan ini?

2. Kenapa harus di pakai oleh pengantin laki-laki saat pesta perkawinan?

3. Apakah emas memiliki arti khusus untuk pengantin laki-laki pada saat

pernikahan ?

4. Apa saja perlengkapan baju adat pernikahan di desa ini?

5. Ada berapa macam baju adat yg sering digunakan untuk pesta perkawinan?
6. Apakah semua pasangan pengantin yang menikah di desa pulau binjai

wajib memakai emas bagi laki-laki nya?

7. Pengantin laki-laki yg tidak berasal dari desa pulau binjai, tidak memakai

emas pada saat pesta perkawinan apa akan mengurangi kesakralan saat

pesta di langsungkan?

8. Apakah pengantin sekarang masih mengikuti adat istiadat dengan baik saat

melangsungkan pesta perkawinan?

9. Apa saja rangakaian acara yang di lakukan pengantin saat melaksanakan

pesta perkawinan?

10. Apa ada sangsi untuk penganti yang tidak memakai pakaian adat pulau

binjai ?
LAMPIRAN ANGKET

Penelitian ini dilakukan oleh Abizar Rahman Alqari dalam rangka

penulisan skripsi untuk meraih gelar strata 1 (S1) pada program studi Hukum

Keluarga Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sultan Syarif

Kasim Riau. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana persepsi tokoh

masyarakat terhadap tardisi memakai emas bagi laki-laki dalam pesta perkawinan

di Desa Pulau Binjai Kec. Kuantan Mudik dan untuk mengetahui bagaimana

Tinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi Memakai Emas bagi laki-laki dalam

pesta perkawinan diDesa Pulau Binjai Kec.Kuantan Mudik. Responden

diharapkan berkenan memberikan data dengan jujur dan sebenarnya demi

keberhasilan penelitian ini. Peneliti bersedia untuk menjamin kerahasiaan data

jika tidak layak untuk dipublikasikan karena data adalah untuk kepentingan

ilmiah,oleh karena itu responden tidak perlu menuliskan nama. Atas bantuan dan

kerjasama peneliti mengucapkan terimakasih.


Nama Responden:

Umur Responden:

NO PERTANYAAN YA TIDAK

1 Apakah anda mengetahui tentang tradisi memakai

emas bagi laki-laki dalam pesta perkawinan?

2 Apakah ketika melakukan pesta perkawinan anda

memakai emas?

3 Apakah pengantin yang melakukan pesta

perkawinan telah memahami mengenai larangan

memakai emas bagi laki-laki?

4 Masyarakat yang telah mengetahui larangan

memakai emas bagi laki-laki, akan tetap memakai

emas?

5 Apakah sebelum menikah ada tokoh masyarakat

atau pemuka agama yang menyarankan untuk

berbusana syar‟i?

6 Tradisi yang melanggar syariat masih tetap

dilakukan?

7 Jika ada tokoh masyarakat atau pemuka agama

yang melarang memakai emas bagi laki-laki

dengan alasan syariat, akan tetap melaksanakan

tradisi tersebut?

8 Apakah penggunaan emas bagi laki-laki yang


bertentangan oleh syariat di perbolehkan?

9 Apakah masyarakat sudah memahami mengenai

pertentangan antara memakai emas bagi laki-laki

dengan ajaran islam?

10 Apakah ada kaitan antara kurangnya perhatian dan

sosialisasi dari pemuka agama dengan tetap

berkembangnya tradisi memakai emas bagi laki-

laki?
DOKUMENTASI
BIOGRAFI PENULIS

Abizar Rahman Alqari, lahir di Bandar Alai


Kari, Kecamatan Kuantan Tengah, Kabupaten Kuantan
Singingi pada tanggal 04 Februari 2000, merupakan anak
pertama dari 2 (dua) bersaudara. Lahir dari pasangan
Bapak Sapli Wardi dan Ibu Ajriati. Dalam melaksanakan
studi formal, penulis menempuh pendidikan di TK
Aisyiyah Bustanul Athfal pada tahun 2005-2006,
kemudian melanjutkan pendidikan di SDN 014 Bandar
Alai Kari pada tahun 2006-2012, kemudian melanjutkan pendidikan di SMP
Negeri 3 Teluk Kuantan pada tahun 2012-2015, tamat dari SMP Negeri 3 Teluk
Kuantan kemudian penulis melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 1 Teluk
Kuantan dengan mengambil jurusan IPA pada tahun 2015-2018.
Tamat dari SMA Negeri 1 Teluk Kuantan kemudian penulis mendaftar di
Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau dengan mengambil program
studi Hukum Keluarga, Fakultas Syariah dan Hukum. Selama menjadi mahasiswa
banyak sekali ilmu dan pengalaman yang berharga. Dan selama proses
perkuliahan banyak suka maupun duka yang sudah terlewati. selanjutnya penulis
melakukan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Kantor Urusan Agama Kecamatan
Kuantan Tengah selama 45 hari. Dan pada bulan Juli-Agustus penulis mengikuti
Program Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Pisang Berebus, Kecamatan Gunung
Toar, Kabupaten Kuantan Singingi. Pada tanggal 04 November 2021 penulis
Ujian Seminar Proposal, kemudian pada tanggal 21 Juli 2022 penulis mengikuti
ujian Munaqasyah sebagai memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Hukum (S.H) dengan judul skripsi “TINJAUAN HUKUM ISLAM
TERHADAP PERSEPSI TOKOH MASYARAKAT MENGENAI TRADISI
MEMAKAI EMAS BAGI LAKI-LAKI DALAM PESTA PERKAWINAN DI
DESA PULAU BINJAI”

Anda mungkin juga menyukai