KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Pengukuran
Menurut Allen & Yen (1972), pengukuran adalah penetapan angka untuk
individu secara sistematis sebagai sarana yang mewakili sifat individu. Kerlinger
mengukurnya, dalam hal jumlah dan unit. Secara umum, pengukuran adalah
berkaitan dengan kehandalan alat ukur yang digunakan. Alat ukur yang baik dan
handal memberi hasil yang konstan bila digunakan berulang, asalkan kemampuan
yang diukur tidak berubah (Mardapi, 2008). Jadi dalam melakukan suatu
Instrumen adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur suatu objek atau
instrumen dibagi menjadi dua macam, yaitu instrumen tes dan instrumen non tes.
10
a. Instrumen Tes
1) Pengertian tes
Tes adalah salah satu bentuk instrumen yang biasa digunakan untuk
melakukan suatu pengukuran. Allen dan Yen (1979: 1) menjelaskan bahwa tes
adalah alat untuk memperoleh data perilaku individu. Mardapi (2012) juga
menjabarkan tes sebagai instrumen yang terdiri dari sejumlah pertanyaan yang
diajukan untuk mengetahui pencapaian belajar atau kompetensi yang telah dicapai
peserta didik untuk bidang tertentu. Jadi, tes dapat diartikan sebagai suatu alat
Tes diharapkan menghasilkan data pengukuran yang akurat. Tes yang baik
harus dapat mengukur objek yang diukur, dengan hasil pengukuran yang
konsisten. Oleh karena itu, agar diperoleh data yang akurat dibutuhkan tes yang
reliabilitas mengacu pada kestabilan dan konsistensi skor (Reynolds et al, 2009).
Association (APA), & NCME, dalam Lissistz & Samuelsen (2007: 440)
menyatakan bahwa validitas mengacu pada sejauh mana bukti dan teori
mendukung interpretasi uji skor oleh pengguna tes yang diusulkan. Sedangkan
validitas dalam model Rasch adalah sesuai atau fit dengan model (Hambleton &
dipahami bahwa validitas adalah ketepatan dalam mengukur apa yang seharusnya
diukur.
11
Validitas adalah pertimbangan yang paling utama dalam mengevaluasi
kualitas tes sebagai instrumen ukur (Azwar, 2015: 10). Sudijono (2011: 53)
mengemukakan bahwa ada dua cara pengujian validitas, yaitu analisis dengan
Syarat tes yang baik berikutnya adalah reliabel. Allen & Yen (1979)
korelasi yang tinggi dengan skor yang sebenarnya. Lebih jauh Mardapi (2012)
konsistensi hasil pengukuran suatu tes. Dengan kata lain, reliabilitas menunjukkan
kategori, yaitu (1) pendekatan tes ulang, mengenakan suatu instrumen pengukuran
dua kali dengan tenggang waktu yang berbeda terhadap suatu kelompok subjek
yang sama, (2) pendekatan tes sejajar, menggunakan dua bentuk instrumen
konsistensi internal, estimasi berdasarkan pada data dari sekali pengenaan suatu
bentuk alat ukur subjek. Teknik komputasi reliabilitas konsistensi internal yang
Analisis butir tes memiliki dua teori, yaitu teori tes klasik dan teori tes
modern atau dikenal dengan teori respon butir (item response theory). Metode
12
adalah untuk mengetahui besarnya kemampuan seseorang, validitas (kesahihan)
2012).
skor amatan, skor sebenarnya, dan skor kesalahan. Teori tes klasik ini didasarkan
pada suatu model aditif, yakni skor amatan yang merupakan penjumlahan dari
X=T+E
T = skor sebenarnya
E = skor kesalahan
respon setiap peserta tes pada butir tes, dan 3) asumsi tes pararel sulit terpenuhi
(Allen & Yen, 1979). Selain itu pada teori tes klasik kesalahan pengukuran yang
dapat dicari adalah untuk kelompok, bukan individu (Mardapi, 2012: 78).
Teori respon butir atau juga dikenal sebagai Item Response Theory (IRT)
13
(1) Statistik butir yang tidak bergantung pada kelompok subjek,
(2) Skor tes yang dapat menggambarkan profisiensi subjek dan tidak bergantung
(3) Model tes yang dapat memberikan dasar pencocokan antara butir tes dan
level kemampuan,
(5) Model tes yang tidak memerlukan asumsi pararel dalam pengujian
reliabilitasnya.
Mardapi (2012) mengungkapkan dua asumsi pada teori respon butir, yaitu
independensi lokal, artinya peluang menjawab benar butir satu dengan yang
lainnya adalah independen, dan unidimensi, substansi yang diukur adalah satu
dimensi.
Parameter pada teori respon butir adalah tingkat kesulitan soal, daya beda,
dan dugaan semu. Model pada teori respon butir berdasarkan jumlah
parameternya ada tiga, yaitu 1-PL, 2-PL, dan 3-PL. Secara natematis, model
logistic 1-PL (satu parameter) ditentukan oleh indeks tingkat kesukaran butir, 2-
PL (dua parameter) ditentukan oleh indeks tingkat kesukaran butir dan indeks
daya beda butir, 3-PL (tiga parameter) ditentukan oleh indeks tingkat kesukaran
butir, indeks daya beda butir, dan tebakan semu (Hambleton & Swaminathan,
1985).
2) Bentuk tes
al, 2009), yaitu: respon yang dipilih (selected-respon items) yang terdiri dari soal
14
pilihan ganda (multiple choice items), soal benar-salah (true-false items) dan soal
items) yang terdiri dari soal uraian (essay items), dan soal jawaban singkat (short-
answer items).
penskorannya, yaitu tes objektif dan tes subjektif. Tes objektif akan menghasilkan
skor yang sama walaupun yang memeriksa lembar jawabannya berbeda. Bentuk
tes objektif yang sering digunakan adalah bentuk pilihan ganda, benar salah,
3) Tes uraian
dari domain kognitif (Miller, 2008). Tes uraian dapat dibedakan menjadi tes
uraian objektif dan tes uraian non objektif. Tes uraian objektif sering digunakan
pada bidang Sains dan teknologi atau bidang sosial yang jawaban soalnya sudah
pasti. Tes uraian nonobjektif sering digunakan pada bidang ilmu-ilmu sosial yang
jawabannya luas dan tidak hanya satu jawaban yang benar, tergantung
Tes uraian objektif sistem penskorannya harus objektif. Oleh karena itu,
tes uraian objektif terdiri dari butir pertanyaan yang disertai dengan rubrik dan
berfungsi agar pemberian skor yang dihasilkan sama, meskipun yang memeriksa
15
lembar jawaban peserta didik berbeda, sehingga mengatasi masuknya
hanya terdiri dari dua kategori, yaitu skor 0 untuk jawaban salah dan skor 1 untuk
jawaban benar. Pemberian skor untuk skala politimus, dapat dibuat lebih dari dua
mereka sendiri.
memberi jawaban.
a) Soal uraian lebih sulit dibuat dibandingkan dengan soal tes objektif.
16
e) Perasaan pemberi skor dapat mempengaruhi penilaian.
mempengaruhi penilaian
Butir soal uraian yang baik harus memenuhi beberapa persyaratan. Subali
(2016: 34-36) mengemukakan persyaratan butir bentuk soal uraian terdiri dari
tingkat kelas.
a) Rumusan kalimat dalam bentuk kalimat Tanya atau perintah yang menuntut
jawaban terurai.
e) Antar butir satu dan butir lainnya tidak bergantung satu sama lain.
17
b) Kalimat menggunakan bahasa yang baik dan benar, sesuai dengan jenis
bahasanya.
testi.
mengukur ranah afektif. Instrumen ini terdiri dari instrumen sikap, minat, konsep
bias, gagasan, dan keyakinan seseorang terhadap suatu hal atau topic tertentu.
Sikap sebagian besar terdiri dari perasaan seseorang tentang perilaku atau
18
pernyataan tersebut dapat diberi angka (skor) kemudian dapat diinterpretasikan.
dalam skala itu sendiri. Pernyataan sikap adalah rangkaian kalimat yag
Variasi pernyataan yang positif dan negatif akan membuat responden lebih hati-
menjawab tidak sesuai dapat dihindari (Kusaeri & Suprananto, 2012: 193-194).
Popham dalam Basuki & Hariyanto (2014: 188) menyatakan ranah afektif
berpengaruh adalah minat. Orang yang tidak memiliki minat pada pelajaran
tertentu sulit mencapai keberhasilan belajar secara optimal. Peserta didik yang
memiliki minat belajar dan sejumlah sikap positif akan merasa senang bahkan
terdapat komponen sikap ilmiah. Sikap ilmiah adalah komponen afektif yang
tercipta dari kognitif (pengetahuan) peserta didik terhadap Sains. Peringkat ranah
afektif menurut taksonomi Bloom yang direvisi oleh Anderson dan Krathwohl ada
19
mengorganisasi (organizing), dan kemampuan yang dikarakterisasi oleh suatu
2. Literasi Sains
lingkungan sosial. Berdasarkan pernyataan di atas literasi Sains memiliki arti luas,
pengetahuan dan pemahaman konsep Sains dan proses yang diperlukan seeorang
berliterasi Sains akan mampu mengevaluasi kualitas informasi Sains dengan dasar
sumber dan metode yang digunakan untuk itu. Literasi Sains juga dapat
menyimpulkannya.
20
bukti-bukti dalam rangka memahami serta membuat keputusan tentang alam dan
lebih efektif dalam perkembangan yang terjadi di dunia dari waktu ke waktu.
Hazen dan Trefil (1991) mendefinisikan literasi Sains sebagai pengetahuan Sains
yang harus dipahami oleh masyarakat terkait dari sebuah isu atau masalah yang
sedang terjadi.
2) memahami konsep inti, aturan, dan teori Sains (pengetahuan konten Sains);
3) memahami bagaimana Sains dan teknologi adalah hal yang saling berkaitan;
kehidupan sehari-hari.
berbagai subjek dalam pendidikan Sains juga harus memasukkan tujuan untuk
juga dalam pembelajaran kimia, salah satu tujuan yang harus dicapai adalah
menghasilkan peserta didik dengan kemampuan literasi kimia yang baik pula.
21
Pemahaman yang baik dalam pembelajaran kimia sangat dibutuhkan, karena
kerangka kerja keempat domain literasi Sains berdasarkan kerangka kerja PISA
Pengetahuan :
konten
prosedural
epistemik Kompetensi :
Menjelaskan Konteks :
fenomena secara Personal
ilmiah Lokal/Nasional
Menyusun inkuiri Global
Sikap: ilmiah
Ketertarikan Menafsirkan data dan
terhadap Sains fakta secara ilmiah
Nilai ilmiah
Kesadaran
lingkungan
1) Konteks
kelas atau laboratorium. Pada kerangka kerja PISA 2015, konteks Sains
22
komunitas (lokal dan nasional), dan kehidupan di dunia (global). Berikut
merupakan contoh konteks yang diangkat PISA 2015 dalam penilaian literasi
2) Kompetensi
hal, yaitu:
masyarakat
23
b) Mengevaluasi dan menyusun inkuiri ilmiah
mengevaluasi hasil temuan ilmiah secara kritis. Hal ini bergantung pada
lainnya atau mengenali pertanyaan yang dapat diselidiki secara ilmiah, misalnya
hal-hal apa saja yang harus diukur, variabel apa yang harus diubah atau
dikendalikan, atau tindakan apa yang harus dilakukan agar data yang
mengevaluasi kualitas data dan menyadari bahwa data tidak selalu akurat
penyelidikan telah didukung oleh teori yang sesuai dengan yang semestinya.
memahami dasar dari data dan fakta ilmiah yang digunakan untuk menyatakan
sebagai berikut:
tepat
Membedakan antara argumen yang berdasarkan fakta dan teori Sains dari
24
3) Pengetahuan Sains
a) Pengetahuan konten
kehidupan sehari hari, merepresentasikan konsep Sains yang penting dan sesuai
b) Pengetahuan prosedural
kegiatan ilmiah yang digunakan untuk mendapatkan data yang valid dan reliabel.
dapat menghasilkan suatu bukti ilmiah. Bukti ilmiah tersebut dapat digunakan
untuk mendukung suatu pernyataan tertentu. Diharapkan peserta didik akan tahu
bahwa terdapat perbedaan dari suatu hasil pengukuran dan dapat menjelaskan
mengapa hal itu terjadi dari pengetahuan ini. Pengetahuan prosedural mencakup
variabel kontrol
sama yang diukur berulang), dan akurasi (kedekatan antara nilai yang diukur
25
Cara untuk mengabstrakkan dan menampilkan data menggunakan tabel,
mungkin.
pola.
c) Pengetahuan epistemik
mengetahui apa yang kita tahu. Kontruksi dan mendefinisikan aspek ilmiah yaitu:
Maksud dan tujuan dari Sains (untuk mengahsilkan penjelasan tentang alam)
dari kebutuhan manusia, serta apa yang mendasari pernyataan ilmiah atau
26
Sifat-sifat mengajukan alasan ilmiah, seperti deduktif, induktif, abduktif
Bagaimana pengajuan (klaim) ilmiah didukung oleh data dan alasan yang
tepat
pengetahuan ilmiah
Penggunaan dan peranan fisik, sistem dan model abstrak, serta batasannya
4) Afektif
PISA 2015 mengevaluasi sikap peserta didik terhadap Sains pada tiga
aspek yang dianggap dasar dari literasi Sains, yaitu: ketertarikan terhadap Sains
dan teknologi, kesadaran lingkungan, dan nilai Sains. Ketertarikan pada Sains
diindikasikan berupa rasa ingin tahu terhadap Sains dan isu-siu yang terkait pada
27
Sains, keinginan untuk memahami Sains dengan berbagai cara dan sumber,
komitmen pada pendekatan ilmiah dalam menyelidiki sesuatu, dan penilaian kritis
3. Literasi Kimia
Literasi kimia merupakan bagian dari literasi Sains dan tidak dapat
dibedakan secara harfiah. Ilmu kimia merupakan bagian dari Sains, sehingga
literasi kimia juga merupakan bagian dari literasi Sains. Literasi kimia merupakan
salah satu elemen penting yang harus dikembangkan dalam pendidikan. Gilbert &
Treagust (2009) mengklaim bahwa banyak aspek literasi kimia yang memiliki
pengetahuan ilmiah;
b. memahami teori, konsep dan model kimia. Subjek terletak pada teori yang
satu sama lain. Ilmu kimia berusaha menghasilkan penjelasan tentang alam,
28
sedangkan teknologi kimia berusaha untuk mengubah dunia itu sendiri.
Konsep dan model yang dihasilkan oleh kedua bidang memiliki keterkaitan
d. menghargai dampak ilmu kimia dan teknologi kimia yang terkait dengan
Menghasilkan perubahan atau variasi pada fenomena yang lebih baik dengan
menjelaskan fenomena yang terjadi. Selain itu, orang tersebut juga harus
kompetensi:
sebagainya;
29
4) dapat memahami dan menjelaskan proses kimia dan struktur dari sistem
kehidupan;
b. Konteks kimia
jika dapat:
sehari-hari;
informasi yang relevan, dan dapat mengevaluasi pro dan kontra dari debat sosial.
d. Aspek afektif
rasional terhadap kimia dan aplikasinya. Lebih jauh lagi, peserta didik berliterasi
30
Berdasarkan komponen-komponen literasi kimia yang telah diungkapkan
oleh Schwartz (2006) dan Bybee (1997) diatas, terdapat kesamaan aspek antara
literasi kimia dan literasi Sains yang dikemukakan oleh PISA (OECD, 2013).
Berikut adalah perbandingan kerangka kerja literasi Sains PISA 2015, Literasi
Celik (2014) membagi tingkat literasi kimia peserta didik menjadi empat
bagian, yaitu :
a. Literasi nominal
hipotesis, fakta, dan teori. Jika peserta didik familiar dengan berbagai konsep
b. Literasi fungsional
konsep kimia. Jika dalam literasi nominal, peserta didik hanya dituntut untuk
mengenali berbagai konsep kimia, namun dalam literasi fungsional, peserta didik
Celik (2014) membagi pemahaman konsep pada literasi fungsional ini menjadi
31
Tabel 4. Perbandingan Aspek dan Komponen Literasi Sains dan Literasi Kimia
32
PISA (OECD, 2006) mengembangkan penilaian yang dapat
juga membuat lingkungan belajar yang membuat peserta didik mampu untuk
membuat keputusan. Pada proses ini, peserta didik mampu mengididentifikasi isu
Sains, memahami yang mendasari Sains, dan menggunakan fakta-fakta atau teori-
kemampuan mereka (OECD, 2006). Sikap merupakan hal yang penting dalam
literasi Sains, karena respon peserta didik terhadap isu Sains menunjukkan
pendekatan Sains, dan rasa tanggung jawab mereka terhadap situasi tersebut.
sebagai tambahan, PISA juga mengatakan bahwa isu Sains dapat dijadikan materi
Kimia, sebagai cabang dari ilmu Sains juga berperan dalam meningkatkan
literasi Sains dan kimia peserta didik. Shwartz (2005) berpendapat bahwa
mereka pada aspek sosial, teknis, dan personal. Pada sisi lain, Cavagnetto (2010)
33
kemampuan berpikir kritis. Dengan begitu, pembelajaran kimia melibatkan
Sains dan teknologi dengan masyarakat, ekologi, ekonomi, dan keinginan serta
ketertarikan peserta didik (Bybee, 1997; Frensham, 2002; Marks & Eliks, 2009).
(2003) menjelaskan bahwa dalam kimia, penilaian literasi kimia dilakukan dengan
kapasitas untuk menilai apakah informasi yang mereka terima itu benar atau tidak.
melibatkan pro dan kontra dalam berargumen juga merupakan kemampuan dalam
literasi kimia. Berdasarkan dari deskripsi tersebut, jika peserta didik dapat
berdasarkan pro dan kontra, maka berarti peserta didik memiliki tingkat literasi
peserta didik yang didukung dan dibangun berdasarkan teori dapat disebut
34
“argumen” dalam konteks pembelajaran Sains. Simon et al. (2006) menyatakan
bahwa diskusi tersebut dapat mendukung peserta didik untuk menggunakan teori
Sains, data dan fakta-fakta untuk membuktikan sesuatu. Aydeniz & Dogan (2016)
pernyataan, fakta dan alasan, tetapi juga proses bagaimana peserta didik
untuk melatih kemampuan berpikir tingkat tinggi (Eskin dan Bekiroglu, 2009),
dan meningkatkan literasi Sains peserta didik (Driver et al., 2000; Duschl &
otentik untuk mengetahui literasi Sains peserta didik kelas 9 pada kasus kognisi
Sains yang berkaitan dengan konsep kimia dan fisika. Penelitian yang berjalan
selama dua tahun tersebut bertujuan untuk menghasilkan penilaian otentik untuk
melihat tingkat literasi Sains peserta didik, termasuk kognisi Sains, keterampilan
proses, penerapan Sains, kebiasaan berpikir, sifat Sains, dan sikap terhadap Sains.
Instrumen penilaian yang dikembangkan terbagi menjadi tiga format, yaitu tes
pilihan ganda, pertanyaan terbuka-tertutup, dan hands-on test. Validasi tes yang
nilai koefisien korelasi Pearson yang signifikan, diantara 0,205 hingga 0,660 (p <
35
0,01). Instrumen penilaian otentik yang dikembangkan lebih baik dalam
mengevaluasi kemampuan peserta didik dalam Sains daripada tes STAAT. Ketiga
fomat tes dapat digunakan untuk mengevaluasi kognisi Sains pada peserta didik.
komponen dari literasi Sains. Metode yang digunakan untuk mengembangkan tes
ini menggunakan prosedur dasar oleh DeVellis. 40 butir soal tes pilihan ganda
yang diuji cobakan diperoleh 35 butir soal yang valid. ScInqLiT digunakan untuk
pembelajaran agar lebih baik lagi, dan menentukan program yang lebih efektif
Penelitian serupa juga dilakukan oleh Gormally, Brickman & Lutz (2012)
evaluasi informasi dan Sains dan argumen peserta didik biologi. TOLS dapat
dan kemampuan peserta didik, mengungkapkan minat peserta didik dan konsep
alternatif dalam menggunakan kemampuan literasi Sains, dan sebagai alat untuk
peserta didik, maka guru dapat mengevaluasi metode pembelajaran di kelas yang
Nature of Science Literacy Test (NOSLiT) untuk mengukur literasi Sains peserta
36
didik SMA. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan asesmen yang
dimodifikasi dari instrumen PISA agar sesuai dengan karakteristik peserta didik di
melalui validitas isi dengan kategori “baik”; validitas konstruk dengan kategori
“baik”; validitas butir soal “rendah”, proporsi tingkat kesukaran 34,29% mudah;
40,00% sedang; dan 25,71% sulit, daya beda soal dengan interpretasi “kurang”
uji korelasi (r) sebesar 0,164 menunjukkan tidak adanya hubungan yang
PISA.
literasi kimia secara lebih spesifik. Sujana (2014) melakukan penelitian yang
bertujuan untuk mengetahui literasi kimia guru SD dan mahasiswa PGSD pada
tema udara. Instrumen yang digunakan adalah soal tes literasi kimia berjumlah 40
soal pilihan ganda beralasan, angket, serta wawancara. Teknik pengolahan data
penelitian berdasarkan nilai yang diperoleh, serta analisis dan kesimpulan. Hasil
penelitian diperoleh data bahwa hanya 26 orang (63,41%) mahasiswa PGSD yang
37
telah mencapai literasi kimia, sedangkan guru SD hanya 10 orang (50%) yang
kimia mahasiswa calon guru Sains di Turki. Literasi kimia yang diukur terbagi
angket yang dikembangkan oleh Schwartz (2006). Angket yang digunakan dibagi
menjadi tiga format berbeda. Angket pertama berbentuk skala likert (1-3) yang
bertujuan untuk mengukur nominal dan fungsional literasi, dalam angket ini juga
Cronbarch alpha sebesar 0,97. Angket kedua bertujuan untuk mengukur literasi
konseptual peserta didik. Angket ini berisi pertanyaan yang disertai deskripsi dari
Angket ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan peserta didik dalam membaca
dan mengambil informasi yang berkaitan dengan kimia yang terdapat pada artikel.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa literasi nominal dan konseptual peserta didik
sudah berada pada tingkat memuaskan dan sesuai dengan tujuan kurikulumnya,
kategori kurang.
38
Thummathong & Tathong (2016) juga melakukan penelitian untuk
Literacy Test (CLT) yang terdiri dari dua format, yaitu pilihan ganda dan esai.
Hasil tes menunjukan bahwa reliabilitas butir pilihan ganda adalah 0,720.
Sedangkan reliabilitas cornbarch alpha butir tes esai untuk pengetahuan dan
berpikir analitis, aplikasi beralasan, dan moral serta rasa tanggung jawab adalah
0,61, 0,61, 0,82, dan 0,77. Hasil ini menunjukkan bahwa CLT sebagai alat
Perguruan Tinggi. Oleh karena itu, penelitian ini bermaksud lebih spesifik dalam
yang akan diukur berdasarkan kerangka kerja PISA 2015, yaitu aspek konteks
kimia, pengetahuan kimia, kompetensi kimia, dan afektif. Jika dalam penelitian
sebelumnya, literasi kimia yang diukur masih dalam ruang lingkup secara umum,
maka penelitian ini lebih memfokuskan literasi kimia pada konsep asam dan basa.
39
instrumen tes dalam bentuk soal uraian terbuka, dimana kelebihannya dapat
mengukur kemampuan literasi kimia peserta didik yang sifatnya lebih kompleks.
Selain itu peserta didik dapat lebih bebas mengorganisasikan jawaban dengan
pendapatnya sendiri. Oleh karena dalam PISA terdapat aspek afektif, maka
C. Kerangka Pikir
pembelajaran dan pendidikan. Selain itu, setiap pendidik wajib menilai hasil
belajar peserta didik untuk melihat kesesuaian hasil belajar peserta didik dengan
tujuan pembelajaran yang diharapkan. Beberapa waktu terakhir ini, literasi Sains
dan literasi kimia menjadi salah satu tujuan utama dalam pembelajaran Sains dan
kimia. Oleh karena itu, penting untuk mengembangkan instrumen yang dapat
mengukur kemampuan literasi kimia peserta didik untuk melihat sejauh mana
baik agar dapat digunakan. Instrumen harus divalidasi isi dan empiris terlebih
dahulu agar mencapai kriteria yang baik,. Validasi isi dilakukan oleh ahli (expert
40
literasi kimia yang telah divalidasi dan diujicoba dapat dipergunakan untuk
instrumen literasi kimia pada konsep asam dan basa akan menggambarkan
kategori kemampuan literasi kimia peserta didik pada konsep asam dan basa.
Pembelajaran
Penilaian
Validasi Isi
Validasi Empiris
Pengukuran
41
D. Pertanyaan Penelitian
literasi kimia peserta didik pada konsep asam basa berdasarkan analisis
faktor?
42