Anda di halaman 1dari 7

KRITERIA INSTRUMEN PENELITIAN YANG BAIK Ada tiga kriteria pokok yang harus dipenuhi oleh suatu instrument

penelitian agar dapat dinyatakan memiliki kualitas yang baik. Kriteria tersebut adalah: (1) validitas, (2) reliabilitas, (3) praktikabilitas (Gronlund & Linn, 1997:47). Dua kriteria yang disebutkan pertama perlu mendapatkan perhatian yang seksama dalam pengembangan instrument penelitian. Seperti yang dinyatakan oleh Kerlinger (1973:442), Apabila seorang peneliti tidak mengetahui validitas dan reliabilitas instrument yang digunakannya, maka sedikit keyakinan yang dapat diberikannya kepada data yang diperoleh dan kesimpulan yang diambil dari data tersebut. Validitas Suatu instrument dikatakan telah memiliki validitas (kesahihan/ketepatan) yang baik jika instrument tersebut benar benar mengukur apa yang seharusnya hendak diukur. (Nunnally, 1978:86). Ketepatan beberapa alat ukur relative mudah ditetapkan, seperti penggaris untuk mengukur panjang dan timbangan untuk mengukur berat. Validitas instrument lebih tepat diartikan sebagai derajat kedekatan hasil pengukuran dengan keadaan yang sebenarnya (kebenaran), bukan masalah sama sekali benar atau seluruhnya salah. Validitas mengacu pada ketepatan interpretasi yang dibuat dari data yang dihasilkan oleh suatu instrument dalam hubungannya dengan suatu tujuan tertentu. Sebagai contoh, sebuah tes yang dipakai untuk keperluan seleksi mahasiswa baru mungkin valid untuk tujuan tersebut, namun kurang atau tidak valid untuk mengukur tingkat penguasaan siswa terhadap bahan pelajaran di SMTA. Berkenaan dengan hal tersebut, validitas instrument dibedakan menjadi tiga bagian besar yang dikenal dengan nama validitas isi, validitas kriteria, dan validitas konstruk(Gronlund & linn, 1990; Anastasi, 1988; Kerlinger, 1973) Validitas isi yang sering juga disebut dengan validitas kurikuler, validitas intrinsik atau validitas kerevrentatipan, diartikan sebagai derajat keterwakilan aspek kemampuan yang hendak diukur di dalam butir butir instrument. Untuk mengetahui validitas isi suatu instrument ialah dengan jalan membandingkan butir butir instrument dengan spesifikasi (kisi kisi) instrument yang merupakan deskripsi dari aspek yang hendak diukur. Validitas kriteria menunjuk pada seberapa baik suatu instrument mampu memprediksi

penampilan di masa datang atau mengestimasi penampilan di masa sekarang. Misalnya, untuk mengetahui validitas prediktif dari tes masuk perguruan tinggi digunakan kriteria prestasi belajar yang dicapai oleh mahasiswa. Dengan demikian, prosedur yang ditempuh untuk mengetahui validitas kriteria ini ialah dengan jalan membandingkan hasil pengukuran dari instrument yang mau diuji validitasnya dengan hasil pengukuran instrumen lain pada tanggal yang kemudian (untuk validitas prediksi) atau dengan hasil pengukuran instrument lain pada masa sekarang untuk validitas konkuren). Validitas konstruk merupakan hal yang paling sulit untuk diketahui, karena hal ini menunjuk pada seberapa jauh suatu instrument mampu mengukur secara akurat hal hal yang berdimensi psikologis. Untuk keperluan ini biasanya digunakan analisis faktor, suatu jenis teknik analisis statistik yang tergolong dalam statistik lanjut. 2. Reliabilitas Diartikan sebagai keajegan (consistency) hasil dari instrument tersebut. Ini berarti, suatu instrument dikatakan memiliki keterandalan sempurna, manakala hasil pengukuran berkali-kali terhadap subjek yang sama selalu menunjukkan hasil atau skor yang sama. Estimasi reliabilitas instrument dilandaskan pada teori salah ukur (measurement error) ini. Semakin kecil salah ukur (X_c) semakin kecil pula perbedaan skor riil (X_t ) dengan skor sebenarnya, sehingga koefisien reabilitasnya menjadi semakin tinggi. Ada empat metode yang dapat dipakai untuk mengestimasi tingkat reliabilitas instrument, yaitu : metode tes ulang (test-retest method), (2) metode bentuk setara (equivalent form method), (3) metode belah dua (split half method), dan (4) metode konsistensi internal (internal consistency method). 3. Praktikabilitas Syarat ketiga yang harus dipenuhi oleh instrument untuk dapat dikatakan baik ialah kepraktisan atau keterpakaian (usability). Instrumen yang baik pertama-tama harus ekonomis baik ditinjau dari sudut uang maupun waktu. Kedua, ia harus mudah dilaksanakan dan diberi skor, dan yang terakhir, instrument itu harus mampu menyediakan hasil yang dapat diinterpretasikan secara akurat serta dapat digunakan

oleh pihak-pihak yang memerlukan (Groulund & Linn, 1990) PENGERTIAN INSTRUMEN Instrument penelitian adalah alat alat yang digunakan untuk memperoleh atau mengumpulkan data dalam rangka memecahkan masalah penelitian atau mencapai tujuan penelitian. Jika data yang diperoleh tidak akurat (valid), maka keputusan yang diambilpun akan tidak tepat. Instrumen memegang peranan penting dalam menentukan mutu suatu penelitian dan penilaian. Fungsi instrumen adalah mengungkapkan fakta menjadi data. Menurut Arikunto, data merupakan penggambaran variabel yang diteliti dan berfungsi sebagai alat pembuktian hipotesis, benar tidaknya data tergantung dari baik tidaknya instrumen pengumpulan data. JENIS JENIS INSTRUMEN PENELITIAN Secara garis besar instrument penelitian sosial dan pendidikan terbagi menjadi dua bagian yaitu penelitian kualitatif dan penelitian kuantitatif. Penelitian kualitatif dilakukan pada latar yang alami (natural setting), lebih memperhatikan proses daripada hasil semata, dan yang terpenting adalah berusaha memahami makna dari suatu kejadian atau berbagai interaksi dalam situasi yang wajar (Bogdan & Biklen, 1982:27-30). Oleh karena itu instrument yang digunakan bukanlah kuesioner atau tes, melainkan si peneliti itu sendiri. Pemanfaatan manusia sebagai instrument penelitian dilandasi oleh keyakinan bahwa hanya manusia yang mampu menggapai dan menilai makna dari suatu peristiwa atau berbagai interaksi sosial. Menurut Lincoln dan Guba (1985) ada tujuh hal yang membuat manusia menjadi instrument yang memiliki kualifikasi baik, yaiti: (1) responsive, (2) adaptif, (3) holistic, (4) memahami konsep yang tak terkatakan, (5) mampu memproses data secara langsung, (6) mampu mengklasifikasi dan meringkas data dengan segera, (7) mampu mengeksplorasi respon yang khusus dan istimewa. Singkatnya semua alat alat yang digunakan oleh peneliti kualitatif dalam mengumpulkan data

adalah sekedar alat bantu, sedangkan instrument utamanya adalah dirinya sendiri. Penelitian yang menggunakan pendekatan kuantitatif adalah penelitian yang datanya berbasis pada angka yang kemudian diuji dengan menggunakan perhitungan statistik. Dalam hal ini penelitian kuantitatif dapat dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu: (1) tes, (2) kuesioner, (3) pedoman observasi. Namun bila dikaji lebih jauh, sebagaimana yang akan ditunjukan pada bahasan mengenai tes, akan lebih tepat kalau instrument penelitian dipilahkan menjadi empat bagian, yaitu: (1) tes, (2) inventori, (3) kuesioner, (4) pedoman observasi. Pemilahan instrument penelitian menjadi empat dipandang lebih tepat, karena masing masing jenis instrument memiliki karakteristik yang khas. Dalam tes, khususnya tes objektif, dikenal adanya jawaban benar dan salah sehingga dapat diberi skor satu dan nol, masing masing untuk jawaban benar dan salah. Dalam inventori dan kuesioner jarang ada pernyataan/pernyataan yang dapat dinilai secara benar dan salah. Kuesioner digunakan untuk menjaring data yang bersifat informative factual, sehingga uji validitas butir secara empirik tidak dapat dilakukan. Akibatnya tingkat reliabilitas instrument yang berupa kuesioner tidak dapat diestimasi dengan menggunakan statistik. Sebaliknya, butir butir pertanyaan pertanyaan didalam tes dan inventori wajib diuji validitasnya secara empirik. Antara tes dan inventori ada kemungkinan menggunakan cara yang tidak sama. Pedoman observasi digunakan oleh peneliti untuk mengumpulksn data yang dapat diamati secara nyata, maka pengujian validitas butir pernyataan dalam pedoman observasi tidak dapat dilakukan secara empirik. Begitu pula tingkat reliabilitasnya tidak dapat diestimasi dengan menggunakan pendekatan statistik. TES SEBAGAI INSTRUMEN PENELITIAN Dilihat dari aspek yang diukur , tes dibedakan menjadi dua bagian, yaitu tes

non-psikologis dan tes psikologis. Jenis tes psikologis dibedakan lagi menjadi dua macam, yaitu tes psikologis yang mengukur aspek afektif dan tes psikologis yang digunakan untuk mengukur kemampuan intelektual. tes psikologis yang dirancang untuk mengukur aspek afektif atau aspek nonintelektual dari tingkah laku umumnya dikenal dengan nama tes kepribadian (personality tests). Tes kepribadian paling banyak digunakan untuk mengukur karakteristik seperti : pernyataan emosional, hubungan interpersonal, motivasi, minat, dan sikap. Tes psikologis jenis inilsh yang dalam bahasan selanjutnya disebut dengan nama inventory Tes psikologis yang dimaksudkan untuk mengukur aspek kemampuan intelektual disebut dengan nama tes kemampuan (ability tests). Termasuk dalam kategori tes kemampuan ini adalah tes bakat (aptitude tests) dan tes kemahiran (proficiency tests). Tes prestasi belajar (achievement tests) termasuk dalam kategori kemahiran (Joni, 1984: 30). Agar tes yang kita buat mampu memenuhi ketiga kriteria itu secara optimal, maka dalam penyusunannya haruslah mengikuti prosedur dan melalui proses yang benar. Prosedur yang ditempuh dalam menyusun atau mengembangkan tes kemampuan dalam rangka penelitian pada dasarnya adalah sebagai berikut: (1) Penetapan Aspek yang Diukur Dalam pengembangan tes hasil belajar ada dua aspek yang mendapat perhatian, yaitu: Materi pelajaran Aspek kepribadian (ranah kognitif, afektif, dan/ psikomotor) yang diukur. (2) Pendeskripsian Aspek yang Diukur Pendeskripsian aspek yang diukur tidak lain dari penjabaran lebih lanjut dari definisi operasional variable yang telah dilakukan pada langkah pertama. Untuk penyusunan tes, deskripsi variable ini dituangkan dalam bentuk table spesifikasi atau lebih dikenal dengan nama kisi-kisi tes. Di dalamnya termuat materi pelajaran dan aspek kepribadian yang diukur, bentuk tes dan tipe soal yang digunakan, serta jumlah soal.

(3) Pemilihan Bentuk Tes Pemilihan bentuk tes di sini ialah tipe soal dilihat dari caranya peserta tes memberikan jawaban dan cara peneliti memberikan skor. Jika peserta tes memiliki kebebasan yang luas dalam menjawab soal-soal tes, maka dikatakan bahwa tes itu adalah tes subjektif (free answer tests). Sebaliknya, jika peserta tes tidak memiliki kebebasan dalam menjawab soal-soal tes, bahkan hanya tinggal memilih dari jawaban yang telah disediakan, maka tes itu disebut tes objektif (restricted answer tests). Dilihat dari caranya peneliti memberikan skor, tes juga dibedakan menjadi tes subjektif dan tes objektif. Dinamakan tes subjektif apabila pada waktu member skor, peneliti harus memberikan pertimbangan terlebih dahulu terhadap jawaban yang diberikan oleh peserta tes. Setelah itu, barulah ia dapat memberikan skor. Sebaliknya, suatu tes dinamakan tes objektif manakal peneliti dapat memberikan skor secara langsung tanpa harus mempertimbangkan jawaban yang diberikan oleh peserta tes. Hal ini dimungkinkan karena jawaban terhadap tes objektif, terutama model pilihan, sudah bersifat pasti. Singkatnya, perbedaan tes subjektif dan tes objektif dapat dilihat dari dua aspek: (1) dari kebebasan peserta tes dalam menjawab soal-soal tes dan (2) dari caranya memberikan skor. (4) Penulisan Butir Soal (5) Perakitan Butir Soal Perakitan butir soal ke dalam suatu tes didasarkan atas bentuk dan tipe soal yang dibuat, bukan disusun menurut urutan materi pelajaran. Buti-butir soal tes objektif dikelompokkan tersendiri, demikian juga halnya dengan soal-soal tes subjektif. (6) Pelaksanaan Uji Coba Tes Kegiatan uji coba instrumen ini dimaksudkan untuk mengetahui: (1) validitas butir soal, (2) tingkat reliabilitas tes, (3) ketepatan petunjuk dan kejelasan bahasa yang digunakan, dan (4) jumlah waktu riil yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tes. (7) analisi hasil uji coba

Analisi terhadap hasil uji coba tes dimaksudkan untuk mengetahui secara empirik validitas butir soal dan tingkat reliabilitas tes. Ukuran yang digunakan untuk menilai validitas butir soal adalah indeks kesukaran soal (P) dan indeks daya beda soal (D). (8) Seleksi, Penyempurnaan, dan Penataan Butir Soal Seleksi atau penyempurnaan butir soal diperlukan karena biasanya selalu ada soal yang tidak memenuhi syarat dilihat dari kriteria tingkat kesukaran dan daya beda soal. Oleh sebab itu, jumlah soal yang ditulis untuk keperluan uji coba selalu harus lebih banyak dari jumlah yang diperlukan. Lazimnya soal yang tergolong mudah sebagian ditaruh di bagian paling awal dari tes, sedangkan yang sebagian lagi ditempatkan di bagian paling akhir. (9) Pencetakan Tes Yang perlu mendapat perhatian dalam hal ini antara lain format, jenis dan model huruf yang digunakan. Format tes berkenaan dengan tata letak (lay out) dari soal-soal di dalam tes, sedangkan jenis dan model huruf erat hubungannya dengan besar dan kejelasan huruf yang digunakan. Semuanya ini perlu diperhatikan agar penampilan tes menjadi rapi, indah, dan jelas sehingga menarik untuk dikerjakan. Jika kesembilan tahap dalam penyusunan tes tadi dapat dikerjakan dengan seksama, kiranya peluang untuk mmemperoleh tes yang valid dan reliable akan lebih besar.

Anda mungkin juga menyukai