Indonesia yang belum menjadi pihak pada Konvensi Tahun 1951 dan Protokol 1967

tidak berwenang untuk memberikan penentuan status pengungsi sehingga pengaturan

permasalahan mengenai pengungsi ditetapkan oleh UNHCR sesuai dengan mandat yang
diterimanya berdasarkan Statuta UNHCR Tahun 1950. Berbagai persoalan muncul ketika
pemerintah tidak tanggap dalam menangani para pengungsi ataupun pencari suaka itu.
Sehubungan dengan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa fokus penelitian artikel ini
bertujuan untuk membahas permasalahan-permasalahan terkait Pengungsi mulai dari akibat
hukum Indonesia tidak meratifikasi Konvensi 1951 dan Protokol 1967 dan tanggung jawab
negara non-anggota konvensi dalam penanganan pengungsi dan kaitannya dengan Hak Asasi
Manusia (HAM). Jenis Penelitian ini adalah penelitian hukum normative dengan obyek
penelitian pada penelitian ini Konvensi 1951 dan Protokol 1967. UNHCR menolak status
pengungsi pencari suaka, maka pencari suaka tersebut harus segera keluar dari negara transit,
baik melalui pemulangan sukarela, deportasi, atau penempatan ke negara ketiga oleh
UNHCR.
Indonesia, which is not yet a party to the 1951 Convention and the 1967 Protocol, is
not authorized to grant refugee status determinations so that the regulation of refugee matters
is determined by the UNHCR in accordance with the mandate it receives under the UNHCR
Statute of 1950. Various problems arise when the government is not responsive in dealing
with refugees or asylum seekers. In connection with the description above, it can be
concluded that the research focus of this article aims to discuss refugee-related issues starting
from the legal consequences of Indonesia not ratifying the 1951 Convention and the 1967
Protocol and the responsibility of non-member states of the convention in handling refugees
and its relation to Human Rights (HAM). This type of research is normative legal research
with the object of research on this study the 1951 Convention and the 1967 Protocol. The
UNHCR denies asylum-seeking refugee status, so the asylum seeker must leave the transit
country immediately, either through voluntary repatriation, deportation, or placement to a
third country by the UNHCR.