LAPORAN PRAKTIKUM
Untuk memenuhi tugas matakuliah SPT 2 yang diampu
olehProf. Dr. Murni Saptasari
Disusun oleh:
Hermas Rudiansyah Cipeta (220341609573)
B. Tujuan
1. Mengetahui struktur reproduksi gametofit pada bryophyta, pteridophyta,
gymnospermae, dan gymnospermae.
2.Mengetahui struktur reproduksi sporofit pada bryophyta, pteridophyta,
gymnospermae, dan gymnospermae.
C. Alat dan Bahan
Alat :
1. Mikroskop
2. Kaca benda
3. Kaca penutup
4. Silet
5. Pinset
6. Pipet tetes
7. Mangkuk
8. Lap
Bahan :
1. Preparat awetan Marchantia arkegonia
2. Preparat awetan Marchantia antheridia
3. Preparat awetan Pteridophyta antheridia
4. Lumut hati (Marchantia sp)
5. Lumut daun (Bryopsida)
6. Paku homospore homotalik (Nephrolepis sp)
7. Strobilus betina Cycas rumphii
8. Strobilus jantan Pinus merkusii
9. Strobilus betina Pinus merkusii
10. Bunga bakung (Hymenocallis littoralis) kuncup
11. Air
D. Metode Pengamatan
Pengamatan Preparat Awetan
Disiapkan mikroskop, strobilus betina Cycas rumphii, lumut daun (Bryopsida), Nephrolepis
sp, strobilus jantan dan betina Pinus merkusii, serta bunga bakung (Hymenocallis littoralis)
kuncup
Diambil spora pada strobilus betina Cycas rumphii, lumut daun (Bryopsida), Nephrolepis sp,
strobilus jantan dan betina Pinus merkusii menggunakan pinset dan silet
Diletakkan spora pada strobilus betina Cycas rumphii, lumut daun (Bryopsida), Nephrolepis
sp, strobilus jantan dan betina Pinus merkusii di kaca benda, ditetesi air, ditutup dengan kaca
penutup, diamati melalui mikroskop
Diletakkan di kaca benda, ditetesi air, ditutup dengan kaca penutup, diamati menggunakan
mikroskop
Disiapkan lumut daun (Bryopsida), Nephrolepis sp, strobilus jantan dan betina Pinus merkusii
↓
Jantan Betina
Alat
reproduksi
Gametofit
+ Betina
Betina
Betina
Betina
Alat
kelamin Jantan
Jantan
Jantan Jantan
B. PTERYDOPHYTA
Untuk memudahkan pengamatan, bacalah petunjuk praktikum berikut:
Paku homospor
Fase Paku Heterospor (Selaginella)
Homotalik (Nephrolepis) Heterotalik (Equisetum)
Sporofit Tumbuhan paku memiliki
sporofit yang terdiri dari akar,
batang, daun daun. Daun yang
+ menghasilkan spora disebut
sporofil yang terdiri dari
Alat sporangium, sporosit, dan spora
reproduksi
Betina
Betina
Alat
reproduksi
jantan
Jantan dan betina
Jantan
Jantan
C. GYMNOSPERMAE
HAL CYCADOPSIDA GINCOPSIDA PINOPSIDA GNETOPSIDA
Habitus Palem, batang tidak bercabang. Berupa pohon, Berupa pohon. Berupa semak,
Contoh: Cycas rumphii memiliki Contoh: Pinus perdu, hingga
batang dan akar merkusii pohon memiliki
yang berkayu. batang yang
Contoh: Ginkgo berkayu.
biloba Contoh:
Gnetum gnemon
Daun Dianggap majemuk, roset batang; Berbentuk Berbentuk seperti Memiliki
kuncup daun muda menggulung seperti kipas jarum, evergreen pertulangan
(circinnatus) daun
melengkung
Alat Dioseus (berumah dua) Dioseus Monoseus (berumah Dioseus
perkembangbiakan (berumah dua) satu) (berumah dua)
+Gambar:
a. Rumah
b. Jantan Strobilus jantan disebut mikrostrobilus Strobilus jantan Strobilus jantan
yang berisi mikrosporofil, “sorus” 3-5 Pinophyta berupa gnetopsida
sporangium berkelompok. 1 struktur reproduktif umumnya
mikrosporangium, banyak yang menghasilkan berbentuk
mikrosporosit serbuk sari. Strobilus kerucut atau
jantan berbentuk silinder.
bulat atau kerucut, Strobilus jantan
dan terdiri dari dapat
mikrosporofil, yaitu ditemukan pada
bagian dari daun ujung batang
yang menghasilkan atau ketiak
sporangia. Sporangia daun.
menghasilkan Pada strobilus
mikrospora, yang jantan, sel induk
merupakan sel mikrospora
haploid yang akan akan membelah
berkembang menjadi secara meiosis
gamet jantan untuk
menghasilkan
empat sel
mikrospora, sel
ini akan
membelah
secara mitosis
menghasilkan
empat sel gamet
jantan (sperma).
Serbuk sari
yang telah
matang akan
terlepas dari
kantong sari dan
siap untuk
membuahi sel
telur.
HAL CYCADOPSIDA GINCOPSIDA PINOPSIDA GNETOPSIDA
Sporofil adalah
daun yang
mengandung
sporangium.
Pada strobilus
betina,
sporofilnya
disebut
megasporofil,
sedangkan
bagian tangkai
adalah bagian
yang menopang
strobilus betina
Gametofit Jantan Mikrosporosit mengalami pembelahan
meiosis, sehingga membentuk banyak
spora. Serbuk sari: 1 sel protalium, 1
sel generatif, 1 inti sel buluh/ 1 sel
buluh. Serbuk sari dilepas menuju
buluh serbuk sari. Sel generatif
membelah, sel tangkai + sel tubuh
(spermatogen); Sel spermatogen 2
sperma
HAL CYCADOPSIDA GINCOPSIDA PINOPSIDA GNETOPSIDA
D. ANGIOSPERMAE
No Bunga bakung
Makrosporogenesis Mikrosporogenesis
A. BRYOPHYTA
1. Hepaticopsida
a. Riccia
Riccia sp merupakan salah satu spesies yang tergolong dalam Hepaticopsida atau lumut
hati. Riccia sp mengalami dua fase hidup, yaitu fase sporofit dan fase gametofit. Fase
sporofit Riccia sp berbentuk talus tebal dengan panjang 7,5-13 mm, lebar 1,3-2,3 mm,
permukaan daun repandus (bergelombang), ujung talus retusus (membelah), berwarna
hijau, dan berbentuk seperti garpu (Sukamto, 2023). Alat perkembiakan pada fase sporofit
berupa sporogonium yang terdiri dari kapsula yang diselubungi kaliptra atau bekas dinding
arkegonia serta tidak memiliki seta dan kaki (Sukamto, 2023). Pada saat perkembangan
embrio, dinding arkegonium mengalami pembelahan periklinal yang menyebabkan
dinding kaliptra terdiri dari dua lapis sel. Pada saat spora matang, dinding kapsula dan
kaliptra bagian dalam mengalami deorganisasi sehingga hanya tersisa satu lapis sel
kaliptra yang melindungi sporogonium (Chargill, 2019). Sporofit bersifat diploid yang
menghasilkan sporogonium yang bersifat diploid pula. Sporogonium mengalami
pembelahan mitosis menjadi sporangium yang bersifat diploid. Sporangium mengalami
pembelahan meiosis dan menghasilkan spora yang bersifat haploid. Spora akan tumbuh
menjadi protonema apabila berada di lingkungan yang sesuai dan melanjutkan ke fase
berikutnya yaitu fase gametofit.
Fase gametofit pada Riccia sp lebih dominan dibandingkan dengan fase sporofitnya
(Solihat, 2021). Protonema bersifat haploid dan merupakan perkembangan dari spora.
Protonema akan menjadi tumbuhan lumut yang menghasilkan anteridium dan
arkegonium. Anteridium bersifat haploid yang terdiri dari sel sperma, sel androgonal, sel
jaket, jaringan gametofit, serta ruang anteridial. Arkegonium bersifat haploid yang terdiri
dari ovum, sel saluran perut, dinding perut, jaringan gametofit, sel saluran leher, dan sel
penutup. Sperma akan membuahi ovum dan membentuk zigot (Sukamto, 2023). Zigot
bersifat haploid dan akan memasuki fase sporofit, serta siklus terus berulang.
b. Marchantia
Marchantia sp merupakan salah satu spesies yang tergolong dalam Hepaticopsida yang
mengalami dua fase hidup, yaitu fase sporofit dan fase gametofit. Fase sporofit Marchantia
berbentuk talus berwarna hijau, lebar filoid 8-15 mm, tubuh secara radial berulang, dan
memiliki percabangan dikotom pada ujung talus (Febriansah, 2019). Bagian tengah talus
Marchantia lebih tebal dibanding bagian tepinya dan terdapat zona bebas ruang udara yang
berbentuk seperti garis kehitaman putus-putus (Sukamto, 2023). Pada fase sporofit,
Marchantia memiliki alat perkembangbiakan berupa talus jantan yang terdapat anteridium
dan talus betina yang terdapat arkegonium (Sukamto, 2023). Anteridium memiliki bentuk
seperti mangkuk yang memiliki tinggi hingga 1 cm dan di dalamnya terdapat sperma
(Sukamto, 2023). Hal tersebut telah sesuai dengan pengamatan yang telah dilakukan,
bahwa terdapat anteridium pada bagian permukaan atas talus yang berbentuk seperti
mangkuk. Arkegonium berbentuk seperti rangka payung dengan panjang hingga 1,2 cm
dan di dalamnya terdapat ovum (Sukamto, 2023). Berdasarkan pengamatan, tidak
ditemukan adanya arkegonium pada Marchantia sp. Sperma pada anteridium akan
membuahi ovum pada arkegonium untuk membentuk sporofit yang akan menghasilkan
spora. Pada fase sporofit, Marchantia mampu bereproduksi secara seksual dengan
membentuk gemmae dalam gemma cup (Sukamto, 2023). Gemma cup mampu tumbuh
hingga 1-2 mm yang di dalamnya terdapat gemmae. Gemmae keluar dari gemma cup
dengan mekanisme "splash-cup" apabila terkena air (Shimamura, 2018). Gemmae yang
berhasil keluar dari gemma cup akan tumbuh bagian rizoidnya apabila berada dalam
lingkungan yang sesuai (Bowman, 2016). Sporofit akan berkembang dan nantinya akan
menghasilkan spora.
Fase gametofit pada Marchantia sp lebih dominan dibandingkan dengan fase
sporofitnya. Protonema bersifat haploid dan merupakan perkembangan dari spora.
Protonema akan menjadi tumbuhan lumut yang menghasilkan anteridium dan arkegonium
yang keduanya bersifat haploid. Berdasarkan pengamatan terhadap Marchantia anteridia,
anteridium terdiri dari sel sperma, air pore, air chamber, kolenkim, dan epidermis.
Marchantia arkegonia terdiri dari ovum, air chamber, dan anteridial chamber. Sperma
akan membuahi ovum dan membentuk zigot (Sukamto, 2023). Zigot bersifat haploid dan
akan memasuki fase sporofit, serta siklus terus berulang.
D. ANGIOSPERMAE
1.Megasporogenesis
Megasporogenesis atau makrosporogenesis adalah proses pembentukan makrospora. Di
dalam bakal biji terdapat sporangium yang mengandung megasporofit yang bersifat
diploid. Meiosis inti megasporosit menghasilkan pembentukan empat inti megaspora
haploid. Sel induk megaspora (2n) mengalami meiosis selama megasporogenesis dan
menghasilkan empat inti haploid (Atmaji, 2019). Dari empat inti haploid ini, tiga
megaspora yang mengalami degenerasi dan satu megaspora fungsional mengalami
pembelahan mitosis untuk menghasilkan kantung embrio (gametofit betina dewasa).
Pembelahan mitosis pertama pada megaspora menghasilkan struktur dengan dua inti yang
disebut megaspora binukleat. (Utami, et al. 2023). Inti-inti ini berpindah ke kutub
berlawanan dari kantung embrio yang sedang berkembang dan sekali lagi mengalami dua
pembelahan sel mitosis untuk membentuk empat inti kondisi haploid di setiap ujung
kutub. Satu inti dari setiap ujungnya mendekati pusat diikuti dengan fusi membentuk inti
endosperm primer.Di sebagian besar taksa, meiosis diikuti oleh sitokinesis, menghasilkan
empat sel megaspora. Pola ini disebut megasporogenesis monosporic; karena dari empat
megaspora yang dihasilkan, hanya satu yang berkontribusi pada gametofit betina
(Simpson, 2020). Karena keempat inti megaspora haploid berkontribusi pada gametofit
betina, pola ini disebut megasporogenesis. Sedangkan megagametogenesis adalah proses
pembentukan ovum dan inti sel lain yang terdapat pada bakal biji tersebut (Tanta, et al.
2008). Megagametogenesis adalah perkembangan gametofit betina dari produk haploid
meiosis. Kedua proses tersebut terjadi pada bakal buah dari organ reproduksi betina
tumbuhan.
2. Mikrosporogenesis
Mikrosporogenesis adalah proses pembentukan mikrospora. Sel induk mikrospora
(microsporocyte) mengalami meiosis dan menghasilkan 4 mikrospora. Mikrosporogenesis
berturut-turut menghasilkan dua sel setelah meiosis I dan empat sel setelah meiosis II. Jika
sitokinesis tidak terjadi sampai setelah meiosis II, maka mikrosporogenesis terjadi secara
simultan (Simpson, 2019). Mikrosporogenesis simultan menghasilkan pembentukan sel
hanya setelah meiosis II.
2. Bryophyta, atau lumut, memiliki sporofit yang sangat tergantung pada gametofit.
Sporofit lumut umumnya muncul sebagai struktur sederhana yang terdiri dari kapsul
yang berisi spora. Kapsul ini akan melepaskan spora, yang nantinya tumbuh menjadi
protonema dan berkembang menjadi gametofit. Pteridophyta, atau tumbuhan paku,
memiliki sporofit yang lebih kompleks. Struktur utamanya adalah sporangium, tempat
terbentuknya spora. Sporangium umumnya terdapat di bawah daun paku yang disebut
sporofila. Spora yang dilepaskan dari sporangium dapat tumbuh menjadi gametofit yang
disebut prothallus. Gymnospermae memiliki sporofit yang berkembang di dalam
strobilus atau konus. Pada tumbuhan ini, sporofit membentuk struktur seperti cangkir
yang disebut ovul yang berisi sel telur. Serbuk sari yang dihasilkan oleh sporofit jantan
akan membuahi ovul, membentuk biji yang nantinya dapat tumbuh menjadi tanaman
baru. Sementara itu, angiospermae, yang juga termasuk dalam spermatophyta, memiliki
sporofit yang berkembang di dalam bunga. Ovulum, yang berisi sel telur, terdapat di
dalam ovarium bunga. Fertilisasi antara serbuk sari dan ovulum membentuk biji yang
melibatkan perkembangan lebih lanjut, termasuk pembentukan buah.
H. Daftar Pustaka
Akbar, M., Santri, D. J., & Ermayanti, E. (2018). Morfologi Perkembangan Jenis Paku
Davalia Denticulata, Microsorum Scolopendria, Nephrolepis Biserrata
Dan Sumbanganya Pada Pembelajaran Biologi SMA. Jurnal Pembelajaran
Biologi: Kajian Biologi dan Pembelajarannya, 5(1), 56-73
Akbar, M., Santri, D. J., & Ermayanti, E. (2018). Morfologi Perkembangan Jenis Paku
Davalia Denticulata, Microsorum Scolopendria, Nephrolepis Biserrata
Dan Sumbanganya Pada Pembelajaran Biologi SMA. Jurnal Pembelajaran
Biologi: Kajian Biologi dan Pembelajarannya, 5(1), 56-73
Andriansyah, S. N., Lovadi, I., & Linda, R. (2015). Keanekaragaman jenis tanaman
pekarangan di desa Antibar kecamatan Mempawah Timur kabupaten
Mempawah. Jurnal Protobiont, 4(1).
Anggie, C. (2021). Modul Dan Rencana Pembelajaran Semester Lumut (Bryophyta)
(Doctoral dissertation, UIN Raden Intan Lampung).
Atmaji, Y. 2019. Ketakjuban Sebutir Sel. Sukoharjo: CV Kekata Group.
Bowman, J.L. 2016. A brief history of Marchantia from Greece to genomics. Plant Cell.
Physiol. 57: 210–229.
Budiwati. (2005). Miskonsepsi pada Buku Pelajaran Biologi Kelas 3 Sltp Pokok Bahasan
Perkembangbiakan Tumbuhan.
Cargill, D.C., C. N. Manju, K. M. Deepa, V. K. Chandini & K. P. Rajesh. (2019). A new
Indian species of Riccia L. with connections to northern Australia. Journal
of Bryology.
Elsifa, A., Arisandy, D. A., & Harmoko, H. (2019). Eksplorasi Tumbuhan Paku
(Pteridophyta) di STL Ulu Terawas, Musi Rawas, Sumatera Selatan.
Biosfer: Jurnal Tadris Biologi, 10(1), 47-55.
Febriansah, R., E. Setyowati, A. Fauziah. (2019). Identifikasi Keanekaragaman
Marchantiophyta di Kawasan Air Terjun Parangkikis Pagerwojo
Tulungagung. Jurnal Biologi dan Pembelajarannya, 6 (2).
FITRATULLOH, I. F. (2021). IDENTIFIKASI KEANEKARAGAMAN JENIS
TUMBUHAN LUMUT BRYOPHYTA DI TAMAN BURU GUNUNG
MASIGIT KAREUMBI, CICALENGKA KAB. BANDUNG (Doctoral
dissertation, FKIP UNPAS).
Gusmiaty, Gusmiaty, Muh. Restu, Asrianny Asrianny, dan Siti Halimah Larekeng. 2017.
Polimorfisme Penanda RAPD Untuk Analisis Keragaman Genetik Pinus
Merkusii Di Hutan Pendidikan Unhas." Jurnal Natur Indonesia 16(2):47.
Handayani, N. L. 2021. Keanekaragaman Tumbuhan Paku (Pteridophyta) Di Taman
Nasional Batang Gadis Resort 7 Sopotinjak Kecamatan Batang Natal
Kabupaten Mandailing Natal Sumatera Utara. Doctoral dissertation,
Universitas Islam Negeri Sumatera Utara Medan.
Heza, A. Y. Y. (2021). Modul Pembelajaran Taksonomi Tumbuhan Rendah
(Pteridophyta) (Doctoral dissertation, UIN Raden Intan Lampung).
Heza, A. Y. Y. 2021. Modul Pembelajaran Taksonomi Tumbuhan Rendah (Pteridophyta).
Doctoral dissertation, UIN Raden Intan Lampung.
Hidayah, F. Kekayaan Jenis Tumbuhan Paku (Pteridophyta) di Kawasan Cagar Alam
Watangan Puger Jember serta Pemanfaatannya sebagai Booklet (Doctoral
dissertation, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan).
https://doi.org/10.1080/03736687.2019.1611249.
Husain, Z. et al. (2022) ‘Di Area Kampus Bone Bolango Universitas Negeri Gorontalo
Morphological Variations of Mosses ( Bryophyta ) in the’, 1(2), pp. 72–80.
Indah, N. (2009). Taksonomi Tumbuhan Tingkat Rendah. Jurusan Biologi, Fakultas MIPA
IKIP PGRI Jember.
Irawati, I., Rustam, A., & Nurindah, N. (2023). Identifikasi tumbuhan lumut (Bryophyta)
di Kawasan Hutan Topidi Kabupaten Gowa. Filogeni: Jurnal Mahasiswa
Biologi, 3(1), 23-26.
Jamiluddin, A., Yilianti Tan, A., Affandy Mahyuddin, A., & Ulya Sastika, B. (2021).
Analisis Vegetasi Tumbuhan Di Kawasan Resort Bantimurung, Seksi
Pengelolaan Taman Nasional Wilayah II Camba, Kabupaten Maros,
Sulawesi Selatan.
Jin, P., Chen, J., Wang, Z., Xu, X., Yang, G., Du, B., & Sun, B. (2017). Pollen and spores
from Lower Cretaceous in Guyang Basin of Inner Mongolia, China and
their palaeoclimatic and paleoecological significance. Island Arc, 26(5),
e12207.
Lukitasari, M., & Hasan, R. (2018). The Development of Learning Task Through
Students’ Feedback.
Maria Elisabeth, E. K. (2014). 100% Super Lengkap Gudang Soal Biologi-Kimia SMP.
Media Pressindo.
Mauliza, E. (2016). Efektivitas Penggunaan Peta Konsep terhadap Hasil Belajar Siswa
pada Materi Klasifikasi Tumbuhan di Kelas X SMA Negeri 1 Mutiara
Kabupaten Pidie (Doctoral dissertation, UIN Ar-Raniry Banda Aceh).
MINGGIL, M. (2023). Pengembangan Media Flipbook Inventarisasi Tumbuhan Paku
(Pteridophyta) di Kawasan Air Terjun Riam Tinggi Kabupaten Landak
untuk Meningkatkan Keterampilan Proses Sains (KPS) (Doctoral
dissertation, IKIP PGRI PONTIANAK).
Monika, A. 2023. Inventarisasi Tumbuhan Paku Pteridophytad di Kawasan Kebun Sawit
Dusun Satu Namo Suro Kecamatan Biru-biru dalam Pengembangan
Modul Pembelajaran Biologi. Doctoral dissertation, Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan, Universitas Islam Sumatera Utara.
Munthe, R. D., Nanda, A. A., & Tanjung, I. F. (2023). Keanekaragaman Vegetasi
Tumbuhan Gymnospermae Di Komplek Vetpur Medan Estate. Jurnal
Ilmiah Biosaintropis (Bioscience-Tropic), 9(1), 45-51.
Nafili, L., & Sarjani, T. M. 2019. Identifikasi Letak Dan Bentuk Sorus Pada Tanaman
Paku (Pterydophyta) Di Taman Hutan Raya Bukit Barisan Kecamatan
Dolatrakyat Kabupaten Karo. Jurnal Jeumpa, 6(2), 226-235.
Purnawati, R., Sunarti, T. C., Syamsu, K., & Rahayuningsih, M. 2014. Characterization of
Novel Bacillus Thuringiensis Isolated from Attacus Atlas and its Growth
Kinetics in the Cultivation Media of Tofu Whey for Bioinsecticide
Production. J. Biol. Agri. Healthcare, 4(16), 33-40.
Raihan, C. (2018). Keanekaragaman Tumbuhan Lumut (Bryophyta) di Air Terjun Peucari
Bueng Kota Jantho Kabupaten Aceh Besar Sebagai Referensi Praktikum
Mata kuliah Botani Tumbuhan Rendah. Skripsi. Banda Aceh: FMIPA
Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Darussalam.
Saputri, M. M., & Ami, M. S. (2021). Biologi. LPPM Universitas KH. A. Wahab
Hasbullah.
Selen, K. (2023). Pengembangan Booklet Berbasis Inventarisasi Tumbuhan Lumut Di
Hutan Kawasan Wisata Gunung Adan Desa Jagoi Sekida Sebagai Sumber
Belajar Pada Sub Materi Bryophyta Di Sman 1 Jagoi Babang (Doctoral
dissertation, IKIP PGRI PONTIANAK).
Sharma, O. P. (2014). Series of Diversity of Microbes and Cryptogams. Brtophyta. Mc
Graw Hill Education (India) Private Limited.
Shimamura, M. 2018. Marchantia polymorpha: Taxonomy, Phylogeny and Morphology
of a Model System. Plant Cell Physiol, 57(2), 230–256. doi:
https://doi.org/10.1093/pcp/pcv192
SIAGIAN, A. U. M. (2021). Keberagaman Lumut Tanduk (Anthocerotophyta) Di
Kawasan Gunung Slamet (Doctoral Dissertation, IPB University).
Sila, V. U. R., Masing, F. A., & Santiari, M. (2022). Identifikasi Dan Karakterisasi
Senyawa Metabolit Sekunder Tumbuhan Endemik Asal Desa Fatunisuan
Kabupaten Timor Tengah Utara. JST (Jurnal Sains dan Teknologi), 11(1),
184-191.
Silalahi, M. (2015). Bahan Ajar Taksonomi Tumbuhan Tinggi. Prodi Pendidikan Biologi
Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Kristen Indonesia.
Simpson, M. G. 2020. Plant Systematics (Third Edition). Elsevier Inc.
Solehah, D. S. (2022). Pengembangan Media Pembelajaran E-Book Berbasis Lingkungan
Sekolah Pada Materi Kingdom Plantae Di SMAN 3 Takengon(Doctoral
dissertation, UIN Ar-Raniry Fakultas Tarbiyah dan Keguruan).
Solihat, S. S., Kurnia, M. F. 2021. Identifikasi Morfologi Marchantia polymorpha dan
Leucobryum glaucum di Bojong Menteng, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten
Bogor, Jawa Barat. Tropical Bioscience: Journal of Biological Science.
1(1): 29-38.
Sugiyaningrum, Y. P. 2023. Pengembangan Media Pembelajaran Flip Chart Berbasis
Contextual Teaching And Learning Pada Materi Tumbuhan Kelas X MA
NU Ibtidaul Falah. Doctoral dissertation, IAIN Kudus.
Sukamto, D. W. 2023. Identifikasi Keanekaragaman Lumut Hati di Danau Ranupani
Lumajang. BIO-CONS: Jurnal Biologi dan Konservasi. 5(1): 245-251.
Suryaningrum, RD, Puspawati, NM, & Astiti, NPA 2017.. Aktivitas antioksidan ekstrak
tumbuhan paku ekor kuda (Equisetum debile l.) terhadap peroksidasi lipid
plasma darah mencit (Mus musculus). Metamorfosa. Jurnal Ilmu Biologi ,
4 (1), 48.
Tanta, T., Manalu, J., & Siregar, T. 2008. Embriologi Pinanga Coronata (Bl. ex. mart) Bl.
Megasporangium, Megasporogenesis, dan Megagametogenesis.
Bionatura, 10(1), 217987.
Tjitrosoepomo, G. 2003.Taksonomi Tumbuhan (Schizophyta, Thallophyta, Bryophyta,
Pteridophyta). Cetakan IV. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Tjitrosoepomo, G. 2009. Taksonomi Tumbuhan. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.
Ulfa, S. W. (2020). Penuntun Praktikum Botani Phanerogamae.
Utami, E. S. W., Hariyanto, S., & Purnobasuki, H. 2023. Embriologi Angiospermae.
Surabaya: Airlangga University Press.
Wakhidah, A. Z., Sari, D. P., Rismawati, D., Alim, N., & Mustofa, M. A. 2021. Botani
Tumbuhan Rendah: Thallophyta, Bryophyta, Pteridophyta-Jejak Pustaka.
Yogyakarta: Jejak Pustaka.
Wulandari, D. C., Rahayu, Y. S., & Ratnasari, E. (2014). Pengaruh pemberian hormon
giberelin terhadap pembentukan buah secara partenokarpi pada tanaman
mentimun varietas mercy. Jurnal Lenterabio, 3(1), 27-32.
I. Lampiran