Anda di halaman 1dari 23

IDENTIFIKASI STRUKTUR SPOROFIT DAN GAMETOFIT

LUMUT, PAKU, DAN GYMNOSPERMAE

LAPORAN PRAKTIKUM
Untuk memenuhi tugas matakuliah SPT 2 yang diampu
olehProf. Dr. Murni Saptasari

Disusun oleh:
Hermas Rudiansyah Cipeta (220341609573)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM S1 PENDIDIKAN BIOLOGI
November 2023
A. Latar Belakang
fase sporofit merupakan fase pembentukan spora dalam daur hidup tumbuhan paku,
fase sporofit tumbuhan paku itu sendiri, dan fase yang dominan pada tumbuhan paku
adalah sporofit (Minggil, 2023). Generasi gametofit adalah tumbuhan yang
menghasilkan sel gamet (sel kelamin). Individu yang menghasilkan gamet (gametofit)
merupakan generasi yang haploid (Heza, 2021). Arkegonium adalah gametangium
betina yang bentuknya seperti botol. Bagian yang lebar disebut perut, dan bagian yang
sempit disebut leher. Mikrogametangium (anteridium) adalah gametangium jantan
yang berbentuk bulat seperti gada (Irawati, 2023). Mikrosporogenesis merupakan
pembentukan mikrospora di dalam kepala sari (antera). Di dalam kepala sari terdapat
sel induk mikrospora (mikrosporosit) yang bersifat diploid. Mikrosporosit mengalami
pembelahan meiosis sehingga dihasilkan empat mikrospora yang haploid dan masih
menyatu. Susunan seperti ini disebut tetrad mikrospora. Megasporogenesis merupakan
proses pembentukan megaspora di dalam bakal biji (ovulum)Di dalam bakal biji
terdapat sel induk megaspora (megasporosit) yang bersifat diploidPada kebanyakan
tumbuhan Angiospermae megasporosit akan mengalami pembelahan meiosis sehingga
dihasilkan empat megaspora yang haploid (tetrad megaspora)Umumnya hanya satu
megaspora yang berfungsi dan tiga yang lain mengalami degenerasi (Budiwati, 2005).

B. Tujuan
1. Mengetahui struktur reproduksi gametofit pada bryophyta, pteridophyta,
gymnospermae, dan gymnospermae.
2.Mengetahui struktur reproduksi sporofit pada bryophyta, pteridophyta,
gymnospermae, dan gymnospermae.
C. Alat dan Bahan
Alat :
1. Mikroskop
2. Kaca benda
3. Kaca penutup
4. Silet
5. Pinset
6. Pipet tetes
7. Mangkuk
8. Lap

Bahan :
1. Preparat awetan Marchantia arkegonia
2. Preparat awetan Marchantia antheridia
3. Preparat awetan Pteridophyta antheridia
4. Lumut hati (Marchantia sp)
5. Lumut daun (Bryopsida)
6. Paku homospore homotalik (Nephrolepis sp)
7. Strobilus betina Cycas rumphii
8. Strobilus jantan Pinus merkusii
9. Strobilus betina Pinus merkusii
10. Bunga bakung (Hymenocallis littoralis) kuncup
11. Air

D. Metode Pengamatan
Pengamatan Preparat Awetan

Disiapkan preparat awetan Marchantia arkegonia, Marchantia antheridia, Pteridophyta


antheridia, dan spora betina Cycas rumpii

Diamati arkegonium dan antheridium pada preparat menggunakan mikroskop dengan


berbagai macam perbesaran

Dicatat dan digambar hasil amatan pada preparat

Pengamatan Awetan Basah

Disiapkan mikroskop, strobilus betina Cycas rumphii, lumut daun (Bryopsida), Nephrolepis
sp, strobilus jantan dan betina Pinus merkusii, serta bunga bakung (Hymenocallis littoralis)
kuncup

Diambil spora pada strobilus betina Cycas rumphii, lumut daun (Bryopsida), Nephrolepis sp,
strobilus jantan dan betina Pinus merkusii menggunakan pinset dan silet

Diletakkan spora pada strobilus betina Cycas rumphii, lumut daun (Bryopsida), Nephrolepis
sp, strobilus jantan dan betina Pinus merkusii di kaca benda, ditetesi air, ditutup dengan kaca
penutup, diamati melalui mikroskop

Diiris melintang bagian plasenta bunga bakung (Hymenocallis littoralis) kuncup


menggunakan silet agar terlihat proses sporogenesisnya

Diletakkan di kaca benda, ditetesi air, ditutup dengan kaca penutup, diamati menggunakan
mikroskop

Dicatat dan digambar hasil amatan pada preparat basah

Pengamatan Alat Reproduksi pada Fase Sporofit

Disiapkan lumut daun (Bryopsida), Nephrolepis sp, strobilus jantan dan betina Pinus merkusii

Diamati morfologi fase gametofit

Diidentifikasi alat reproduksi pada fase sporofit

Digambar alat reproduksi jantan dan betina pada fase sporofit

E. Hasil dan Pembahasan


A. BRYOPHYTA
Hepaticopsida (Lumut Hati Anthoceropsida Bryopsida (Lumut sejati/
Fase
Riccia Marchantia (Lumut tanduk) lumut daun)
Sporofit

Jantan Betina
Alat
reproduksi

Gametofit

+ Betina
Betina
Betina
Betina

Alat
kelamin Jantan

Jantan
Jantan Jantan
B. PTERYDOPHYTA
Untuk memudahkan pengamatan, bacalah petunjuk praktikum berikut:
Paku homospor
Fase Paku Heterospor (Selaginella)
Homotalik (Nephrolepis) Heterotalik (Equisetum)
Sporofit Tumbuhan paku memiliki
sporofit yang terdiri dari akar,
batang, daun daun. Daun yang
+ menghasilkan spora disebut
sporofil yang terdiri dari
Alat sporangium, sporosit, dan spora
reproduksi

Herrrrrr iku dudu rhizoid, tetapi


akarrrrrr

Gametofit Protalium dapat menghasilkan


anteridium dan arkegonium.
Alat Anteridium mengandung sperma
reproduksi sedangkan arkegonium
betina mengandung ovum

Betina
Betina

Alat
reproduksi
jantan
Jantan dan betina

Jantan
Jantan

C. GYMNOSPERMAE
HAL CYCADOPSIDA GINCOPSIDA PINOPSIDA GNETOPSIDA
Habitus Palem, batang tidak bercabang. Berupa pohon, Berupa pohon. Berupa semak,
Contoh: Cycas rumphii memiliki Contoh: Pinus perdu, hingga
batang dan akar merkusii pohon memiliki
yang berkayu. batang yang
Contoh: Ginkgo berkayu.
biloba Contoh:
Gnetum gnemon
Daun Dianggap majemuk, roset batang; Berbentuk Berbentuk seperti Memiliki
kuncup daun muda menggulung seperti kipas jarum, evergreen pertulangan
(circinnatus) daun
melengkung
Alat Dioseus (berumah dua) Dioseus Monoseus (berumah Dioseus
perkembangbiakan (berumah dua) satu) (berumah dua)
+Gambar:
a. Rumah
b. Jantan Strobilus jantan disebut mikrostrobilus Strobilus jantan Strobilus jantan
yang berisi mikrosporofil, “sorus” 3-5 Pinophyta berupa gnetopsida
sporangium berkelompok. 1 struktur reproduktif umumnya
mikrosporangium, banyak yang menghasilkan berbentuk
mikrosporosit serbuk sari. Strobilus kerucut atau
jantan berbentuk silinder.
bulat atau kerucut, Strobilus jantan
dan terdiri dari dapat
mikrosporofil, yaitu ditemukan pada
bagian dari daun ujung batang
yang menghasilkan atau ketiak
sporangia. Sporangia daun.
menghasilkan Pada strobilus
mikrospora, yang jantan, sel induk
merupakan sel mikrospora
haploid yang akan akan membelah
berkembang menjadi secara meiosis
gamet jantan untuk
menghasilkan
empat sel
mikrospora, sel
ini akan
membelah
secara mitosis
menghasilkan
empat sel gamet
jantan (sperma).
Serbuk sari
yang telah
matang akan
terlepas dari
kantong sari dan
siap untuk
membuahi sel
telur.
HAL CYCADOPSIDA GINCOPSIDA PINOPSIDA GNETOPSIDA

c. Betina Strobilus betina disebut megastrobilus Strobilus betina


yang berisi megasporofil. 6-8 ovulum gnetopsida
berada dalam nuselus (badan bakal biji merupakan
= megasporangium) membentuk 1 organ
megasporosit. reproduksi
betina pada
tumbuhan
gnetopsida.
Strobilus betina
ini terdiri dari
dua bagian
utama, yaitu
sporofil dan
tangkai.

Sporofil adalah
daun yang
mengandung
sporangium.
Pada strobilus
betina,
sporofilnya
disebut
megasporofil,
sedangkan
bagian tangkai
adalah bagian
yang menopang
strobilus betina
Gametofit Jantan Mikrosporosit mengalami pembelahan
meiosis, sehingga membentuk banyak
spora. Serbuk sari: 1 sel protalium, 1
sel generatif, 1 inti sel buluh/ 1 sel
buluh. Serbuk sari dilepas menuju
buluh serbuk sari. Sel generatif
membelah, sel tangkai + sel tubuh
(spermatogen); Sel spermatogen 2
sperma
HAL CYCADOPSIDA GINCOPSIDA PINOPSIDA GNETOPSIDA

Gametofit Betina Megasporosit dalam nuselus


mengalami meiosis membentuk 4
megaspora, namun hanya 1
megaspora fungsional. Inti membelah
bebas berkali-kali, jaringan
megagametofit, di kutub mikrofil
dibentuk 2 arkegonium yang berisi
ovum. Ovum berada pada ruang
sari/polen dan ruang arkegonium

D. ANGIOSPERMAE

No Bunga bakung

Makrosporogenesis Mikrosporogenesis

1 Makrosporogenesis adalah proses pembentukan Mikrosporogenesis adalah proses pembentukan


makrospora. Sel induk megaspora (megasporosit) mikrospora. Sel induk mikrospora (mikrosporosit)
mengalami meiosis sehingga menghasilkan 4 megaspora, mengalami meiosis dan menghasilkan 4 mikrospora.
namun hanya 1 yang fungsional. Megaspora mengalami Mikrospora mengalami mitosis dan membentuk inti
mitosis sebanyak 3 kali dan membentuk ovum yang terdiri tabung dan sel generatif. Kemudian mengalami
dari 7-8 sel inti gametofit betina. diferensiasi menjadi butir polen berkecambah, tabung
polen, sel sperma, dan inti tabung.
F. Pembahasan

A. BRYOPHYTA
1. Hepaticopsida
a. Riccia
Riccia sp merupakan salah satu spesies yang tergolong dalam Hepaticopsida atau lumut
hati. Riccia sp mengalami dua fase hidup, yaitu fase sporofit dan fase gametofit. Fase
sporofit Riccia sp berbentuk talus tebal dengan panjang 7,5-13 mm, lebar 1,3-2,3 mm,
permukaan daun repandus (bergelombang), ujung talus retusus (membelah), berwarna
hijau, dan berbentuk seperti garpu (Sukamto, 2023). Alat perkembiakan pada fase sporofit
berupa sporogonium yang terdiri dari kapsula yang diselubungi kaliptra atau bekas dinding
arkegonia serta tidak memiliki seta dan kaki (Sukamto, 2023). Pada saat perkembangan
embrio, dinding arkegonium mengalami pembelahan periklinal yang menyebabkan
dinding kaliptra terdiri dari dua lapis sel. Pada saat spora matang, dinding kapsula dan
kaliptra bagian dalam mengalami deorganisasi sehingga hanya tersisa satu lapis sel
kaliptra yang melindungi sporogonium (Chargill, 2019). Sporofit bersifat diploid yang
menghasilkan sporogonium yang bersifat diploid pula. Sporogonium mengalami
pembelahan mitosis menjadi sporangium yang bersifat diploid. Sporangium mengalami
pembelahan meiosis dan menghasilkan spora yang bersifat haploid. Spora akan tumbuh
menjadi protonema apabila berada di lingkungan yang sesuai dan melanjutkan ke fase
berikutnya yaitu fase gametofit.

Fase gametofit pada Riccia sp lebih dominan dibandingkan dengan fase sporofitnya
(Solihat, 2021). Protonema bersifat haploid dan merupakan perkembangan dari spora.
Protonema akan menjadi tumbuhan lumut yang menghasilkan anteridium dan
arkegonium. Anteridium bersifat haploid yang terdiri dari sel sperma, sel androgonal, sel
jaket, jaringan gametofit, serta ruang anteridial. Arkegonium bersifat haploid yang terdiri
dari ovum, sel saluran perut, dinding perut, jaringan gametofit, sel saluran leher, dan sel
penutup. Sperma akan membuahi ovum dan membentuk zigot (Sukamto, 2023). Zigot
bersifat haploid dan akan memasuki fase sporofit, serta siklus terus berulang.
b. Marchantia
Marchantia sp merupakan salah satu spesies yang tergolong dalam Hepaticopsida yang
mengalami dua fase hidup, yaitu fase sporofit dan fase gametofit. Fase sporofit Marchantia
berbentuk talus berwarna hijau, lebar filoid 8-15 mm, tubuh secara radial berulang, dan
memiliki percabangan dikotom pada ujung talus (Febriansah, 2019). Bagian tengah talus
Marchantia lebih tebal dibanding bagian tepinya dan terdapat zona bebas ruang udara yang
berbentuk seperti garis kehitaman putus-putus (Sukamto, 2023). Pada fase sporofit,
Marchantia memiliki alat perkembangbiakan berupa talus jantan yang terdapat anteridium
dan talus betina yang terdapat arkegonium (Sukamto, 2023). Anteridium memiliki bentuk
seperti mangkuk yang memiliki tinggi hingga 1 cm dan di dalamnya terdapat sperma
(Sukamto, 2023). Hal tersebut telah sesuai dengan pengamatan yang telah dilakukan,
bahwa terdapat anteridium pada bagian permukaan atas talus yang berbentuk seperti
mangkuk. Arkegonium berbentuk seperti rangka payung dengan panjang hingga 1,2 cm
dan di dalamnya terdapat ovum (Sukamto, 2023). Berdasarkan pengamatan, tidak
ditemukan adanya arkegonium pada Marchantia sp. Sperma pada anteridium akan
membuahi ovum pada arkegonium untuk membentuk sporofit yang akan menghasilkan
spora. Pada fase sporofit, Marchantia mampu bereproduksi secara seksual dengan
membentuk gemmae dalam gemma cup (Sukamto, 2023). Gemma cup mampu tumbuh
hingga 1-2 mm yang di dalamnya terdapat gemmae. Gemmae keluar dari gemma cup
dengan mekanisme "splash-cup" apabila terkena air (Shimamura, 2018). Gemmae yang
berhasil keluar dari gemma cup akan tumbuh bagian rizoidnya apabila berada dalam
lingkungan yang sesuai (Bowman, 2016). Sporofit akan berkembang dan nantinya akan
menghasilkan spora.
Fase gametofit pada Marchantia sp lebih dominan dibandingkan dengan fase
sporofitnya. Protonema bersifat haploid dan merupakan perkembangan dari spora.
Protonema akan menjadi tumbuhan lumut yang menghasilkan anteridium dan arkegonium
yang keduanya bersifat haploid. Berdasarkan pengamatan terhadap Marchantia anteridia,
anteridium terdiri dari sel sperma, air pore, air chamber, kolenkim, dan epidermis.
Marchantia arkegonia terdiri dari ovum, air chamber, dan anteridial chamber. Sperma
akan membuahi ovum dan membentuk zigot (Sukamto, 2023). Zigot bersifat haploid dan
akan memasuki fase sporofit, serta siklus terus berulang.

2. Anthoceropsida (Lumut Tanduk)


Lumut tanduk (Anthocerotophyta) merupakan satu dari tiga divisi tumbuhan tidak
berpembuluh. Lumut tanduk mudah dikenali berdasarkan struktur gametofit bertalus
sehingga mirip dengan lumut hati bertalus, tetapi lumut tanduk umumnya memiliki sel
dengan 1-8 kloroplas per sel, dan struktur sporofit yang panjang berbentuk silinder mirip
dengan tanduk. Lumut tanduk umumnya dijumpai di habitat terbuka dan lembab (Siagian,
2021). Tumbuhan lumut memiliki 2 fase dalam hidupnya dan mengalami metagenesis atau
pergiliran keturunan antara fase gametofit dan fase sporofit. Sporofit merupakan fase
tumbuhan lumut menghasilkan spora. Sporofit terdiri dari vaginula yang merupakan kaki
dan dilindungi oleh sisa arkegonium. Selain itu, terdapat seta atau tangkai spora dengan
ujung seta yang membesar merupakan peralihan dari tangkai dan sporangium, serta
terdapat kaliptra atau tudung yang berasal dari arkegonium sebelah atas. Kaliptra
mempunyai struktur kutikula yang menutupi bagian ujung atas dari sporofit yang
berfungsi melindungi jaringan muda yang baru terbentuk. Kutikula pada kalpitra lebih
tebal dibandingkan dengan kutikula pada organ tumbuhan lumut yang lain seperti
gametofit dan sporofit yang berdaun (Marheny Lukitasari, 2018). Pada alat perkembang
biakan lumut terdapat kapsul, columella. Didalam kapsul, sel-sel induk spora (sporosit)
berpisah secara meiosis, yang umumnya berasal dari tetrad spora haploid. Columella
merupakan Struktur dalam sporangium yang mendukung dan melindungi spora.
Columella juga berperan dalam pelepasan spora saat sporangium pecah. Setelah matang,
spora akan dikeluarkan dari kapsul (sporangium) dan menyebar lewat bantuan angin.
Spora yang terjatuh pada tempat yang cocok akan mengalami perkecambahan dan
membentuk struktur yang disebut protonema. Protonema ini akan berdiferensiasi menjadi
kloronema atau sel-sel yang mempunyai banyak kloroplas dan dinding transversus,
caulonema atau sel-sel dengan kloroplas berbentuk jarum dan dinding transversal miring,
dan rhizoid atau sel-sel coklat yang tidak memiliki kloroplas dengan dinding melintang
yang miring yang selanjutnya akan tumbuhan lumut baru (Salen, 2023).
Gametofit pada tumbuhan lumut merupakan tanaman fotosintetik yang biasanya
melekat pada substratnya dengan perantara rhizoids. pada lumut tanduk memiliki bentuk
berupa talus. Gametofit pada tumbuhan lumut biasanya berukuran kecil, bervariasi mulai
dari kurang dari 1 milimeter hingga mencapai 20 cm. Pada fase ini merupakan generasi
yang menghasilkan sperma atau ovum (Najmi Indah, 2009). Gametofit akan membentuk
anteridium dan arkegonium untuk melakukan reproduksi seksual. Lumut mempunyai
anteridium (sel kelamin jantan) berbentuk seperti gada yang menghasilkan sperma dan
arkegonium (sel kelamin betina) berbentuk seperti botol yang berperan menghasilkan
ovum (Salen, 2023). Terdapat alat perkembang biakan sel penutup untuk melindungi dan
membungkus organ reproduksi lumut tanduk betina. Pada sisi bawah talus terdapat stoma
dengan dua sel penutup yang berbentuk ginjal. mempunyai stomata dengan dua sel
penutup, dan selain itu sel selnya mengandung kloroplas (Raihan, 2018). Jika arkegonium
telah masak dan sel telur siap dibuahi maka arkegonium membuka pada ujungnya serta
sel-sel saluran leher dan sel saluran perut menjadi lenderdan menghasilkan zat tertentu
yang merupakan daya tarik kemotaksis bagi spermatozoid. Terdapat sel saluran ventral,
sel saluran ventral ini bertanggung jawab untuk membawa sel kelamin jantan ke organ
reproduksi betina. Lalu terdapat sel gametofit merupakan bagian utama gametofit yang
menghasilkan gamet betina (sel telur) melalui proses mitosis. Pada sel telur gamet betina
yang dapat diserbuki oleh sel kelamin jantan, sehingga memulai pembentukan sporofit
baru.(Anggie, 2021).

3. Bryopsida (Lumut Daun)


Lumut daun memiliki ciri Sporofit tumbuh pada tumbuhan lumut itu sendiri dan
menumpang diujung batang. Memiliki alat reproduksi jantan (anteridium) dan alat
reproduksi betina (arkegonium) (Salen, 2023). Sporogonium hanya membentuk tangkai
pendek dengan kaki yang membesar, dan sampai lama diselubungi oleh dinding
arkegonium. Akhirnya dinding arkegonium itu pecah pada kaki sporogoium. Kapsul spora
berbentuk bulat, di dalamnya terdapat kolumela berbentuk setengah bola yang diselubungi
oleh jaringan sporogen. Arkespora pada Sphagnum tidak berasal dari endotesium, tetapi
berasal dari lapisan terdalam amfitesium. Kapsul spora mempunyai tutup yang akan
membuka, jika spora sudah masak. Sporogonium dengan kakinya yang melebar dan
merupakan haustorium terdapat dalam suatu perpanjangan ujung batang. Sehabis
pembuahan, kaki lalu memanjang seperti tangkai dan dinamakan pseudopodium (Raihan,
2018). Sporangium-nya mempunyai satu tangkai yang elastic dan sering disebut dengan
seta.Pogonatum cirrhatum memperlihatkan jenis lumut yang memiliki kapsul spora yang
telah mencapai diferensiasi yang paling mendalam. Dimana kapsul spora ini memiliki
dinding kapsul dibagian atas yang tersusun berupa tutup atau disebut operculum. Memiliki
tallus yang bersimetri radial (Husain et al., 2022). arkhegonia hampir seluruhnya tertanam
dalam talus. Sporofit panjang, tegak, berbentuk silinder. Pada dasar sporofit terdapat
lubang yang disebut involucre. Sporangium dengan seta yang bulat. Kapsul panjang dan
saat matang akan terlepas dari bagian bawahnya. Kapsul tersusun atas beberapa lapisan
dan lapisan terluar mengandung stomata. Teka Lapisan pelindung yang melapisi bagian
atas sporangium. Teka membantu melindungi spora dari pengaruh lingkungan
eksternal.Terdapat gigi peristome gigi atau struktur runcing di sekitar pembukaan
sporangium. Gigi peristome berperan dalam pengaturan pelepasan spora dan memberikan
perlindungan tambahan (Sharma, 2014).
Gametofit pada lumut daun terdiri atas tiga fase yang pertama seperti benang yang
disebut protonema, kemudian protonema membentuk masa sel berukuran kecil yang
disebut kuncup dan salah satu sel akan berkembang menjadi batang, dan setiap kuncup
akan membentuk tumbuhan gametofit dewasa berupa tumbuhan kecil tegak diatas tanah
dengan daun yang tersusun spiral mengelilingi batang. Tumbuhan lumut daun memiliki
ciri gametofit tegak dengan batang semu dan lembaran daun, reproduksi vegetatif
membentuk kuncup pada cabang batang. Antheridium dan arkegonium dibentuk pada
ujung gametofit diantara daun, arkegonium yang telah dibuahi kemudian tumbuh sporofit.
Memiliki alat reproduksi jantan (anteridium) dan alat reproduksi betina (arkegonium)
(Salen, 2023).Ciri lumut daun Talus gametofit tidak dapat dibedakan antar struktur
“batang” dan “daun”, Talus gametofit berbentuk simetri radial, Anteridium dan
akregonium dibentuk pada ujung gametofit di antara “daun”, dan selanjutnya tumbuh
sporangium, Talus sporofitnya merupakan sporangium yang menumpang pada ujung
“batang” dari talus gametofit (Raihan, 2018). Secara umum individu pada lumut daun akan
menghasilkan berbagai gamet untuk membedakan jantan dan betina, pada gamet betina
(Archegonium). Bagian dari gametofit betina lumut daun yang berfungsi sebagai organ
reproduksi betina. Arkegonia menghasilkan ovum dan berperan dalam pembuahan.
Terdapat pelindung sel pada arkegonia yang melindungi struktur reproduksi dari pengaruh
lingkungan eksternal. Neck bagian tabung yang menghubungkan arkegonia dengan
lingkungan luar. Neck memberikan akses bagi sperma untuk mencapai arkegonia.
Terdapat sel yang terlibat dalam pembentukan kanal ventral, membantu dalam pergerakan
sperma menuju ovum. Ovum merupakan sel telur yang dihasilkan oleh arkegonia. Ovum
berfungsi sebagai sel reproduksi betina yang akan diserbuki oleh sperma (Fitratullah,
2021).
B. PTERIDOPHYTA
1.Paku Homospore
a.Homotalik (Nephrolepis)
Nephrolepis merupakan jenis dari paku homospora, yang berarti hanya
menghasilkan satu jenis spora dengan ukuran dan jenis kelamin yang sama. Spora akan
tumbuh menjadi gametofit yang memiliki organ reproduksi jantan dan betina, yang disebut
antheridia dan arkegonia. Antheridia menghasilkan sel sperma yang akan membuahi sel
telur atau ovum dari arkegonia. Sel telur yang telah dibuahi akan mengeluarkan dinding
di sekelilingnya yang membentuk struktur diploid yang dikenal sebagai zigot atau
oospora. Dengan demikian, generasi gametofit berakhir, dan tahap awal generasi sporofit
terbentuk. Sporofit Nephrolepis berkembang biak dengan metode vegetatif dan seksual.
Reproduksi vegetatif terjadi melalui fragmentasi batang, sedangkan reproduksi seksual
terjadi melalui peleburan gamet (Heza, 2021). Nephrolepis termasuk famili
Lomariopsidaceae, paku jenis ini disebut juga dengan paku pedang. Tumbuh merumpun,
akarnya berwarna coklat tua, batang berwarna hijau kecoklatan dan tumbuh tegak. Batang
ditutupi oleh sejumlah rambut halus berwarna coklat muda yang tersebar jarang di
sepanjang batang, namun semakin dekat akar, rambut pada batang semakin banyak,
warnanya lebih gelap dan ukurannya lebih panjang (Purnawati, et al., 2014).
Nephrolepis memiliki akar rimpang yang menyerupai akar tunjang. Daun tersusun rapat
dengan tepi berombak. Daun yang letaknya diatas lebih kecil. Sporangium terdapat pada
bagian bawah daun (Elsifa, et al., 2019). Paku mengalami fase sporofit lebih dominan
daripada fase gametofitnya. Fase sporofit Nephrolepis pada daun yang masih muda terlihat
menggulung dan sebagian besar sporofit masih menempel pada protalium (Akbar, et al.,
2018). Fase sporofit dewasa terlihat ental berupa pinnate, warna hijau, ujung runcing dan
tepi bergerigi. Bentuk ental fertilnya lebih lebar dari ental sterilnya (Akbar, et al., 2018).
Bentuk sorus ada 3 yaitu garis (bangun garis), bulat dan memanjang. Sedangkan letak
sorus yang ditemukan beragam pada setiap tumbuhan Pteridophyta. Ada yang di dekat
tepi daun, ada yang terdapat pada ujung pangkal batang, dan ada yang terdapat diantara
tulang daun dan melekat pada urat-urat daun. Pada paku nephrolepis sorus berbentuk bulat
dan sorusnya berada dibawah permukaan daun dan letaknya diantara pertulangan daun.
b.Heterotalik (Equisetum)
Salah satu spesies tumbuhan paku yang banyak tumbuh dan tersebar di seluruh
wilayah Indonesia adalah Equisetum debile L. Spesies ini tersebar luas dari Afrika, Asia,
Jepang melalui selatan Filipina, Indonesia, daratan Guinea Baru, Kepulauan Bismarck,
Kepulauan Solomon, ke arah timur menuju Kaledonia Baru dan Fiji (Suryaningrum,
2017). Tumbuhan paku peralihan antara homospora dan heterospora menghasilkan spora
dengan bentuk dan ukuran yang sama dan sudah diketahui organ gametofit jantan dan
betinanya, contohnya Equisetum. Spora tumbuhan paku peralihan apabila jatuh pada
lingkungan yang lembab akan membentuk protalium yang berbeda, sehingga spora akan
menghasilkan protalium jantan yang disebut anteridium dan protalium betina yang disebut
arkegonium (Tjitrosoepomo, 2009). Daun sporofil memiliki satu sporangium yang besar
pada bagian sisi bawah daun. Beberapa bangsa memiliki alat tambahan berupa ligula.
Batang dilengkapi nodus dan berongga (Hidayah, 2019). Pada ujung batangnya umumnya
ditemui sporofil atau bagian penghasil spora yang membentuk kerucut, sehingga mirip
dengan ekor kuda yang masih hidup dan banyak ditemukan di Indonesia. Kelompok paku
ini memiliki batang yang beruas, berbuku, dan berongga. Daun kecil-kecil seperti sisik,
terletak melingkar pada buku-buku. Sporangiumnya melekat pada sporofil yang berbentuk
perisai dan bertangkai. Sporofil tersusun menjadi strobilus yang letaknya di ujung
percabangan. Spora yang dihasilkan mempunyai bentuk yang sama, dilengkapi dengan
empat ekor (elatera) (Hidayah, 2019).
Gametofit merupakan hasil perkecambahan dari spora yang bersifat haploid.
Bentuk gametofit bervariasi, pada paku sejati menyerupai talus, tipis berbentuk seperti
jantung pada equisetum bercabang-cabang (). Tumbuhan paku peralihan sporangiumnya
menghasilkan spora yang ukurannya sama besar namun keduanya akan menghasilkan
gametofit yang berbeda jenis kelaminnya. Salah satu contoh paku peralihan adalah
Equisetum debile (paku ekor kuda) (Tjitrosoepomo, 2003). Sorus merupakan bagian dari
alat perkembangbiakan tumbuhan paku (Pterydophyta) yang memiliki peranan penting
untuk melindungi kotak-kotak spora tumbuhan paku sampai spora itu siap untuk
dilepaskan (Nafili, 2019). Pada tumbuhan ini, spora yang berkecambah akan
menghasilkan gametofit (protalium) yang masing-masing menghasilkan satu jenis alat
kelamin. Setelah terjadi pembuahan sel telur oleh spermatozoid, maka terbentuklah zigot
yang kemudian berkembang menjadi sporofi (Hidayah, 2019). Fase protalium pada
arkegonium dan anteredium. Arkegonium akan menghasilkan sel – sel kelamin betina
(Ovum) sedangkan anteridium akan menghasilkan sel-sel kelamin jantan (Spermatozoia)
3.Paku Heterospore
Fase sporofit pada Selaginella terjadi ketika tanaman penghasil spora aseksual
menghasilkan spora melalui meiosis pada sporangia pada sporofit. Selaginella bersifat
heterospora, yang berarti menghasilkan dua jenis spora dengan ukuran dan jenis kelamin
yang berbeda Spora yang lebih besar, yang disebut megaspora atau makrospora, akan
tumbuh menjadi gametofit betina yang membentuk arkegonia, sedangkan spora yang lebih
kecil, yang disebut mikrospora, akan tumbuh menjadi gametofit jantan yang membentuk
antheridia. Antheridia menghasilkan sel sperma yang akan membuahi sel telur atau ovum
dari arkegonia. Sel telur yang telah dibuahi mengeluarkan dinding di sekelilingnya yang
membentuk struktur diploid yang dikenal sebagai zigot atau oospore. Dengan demikian,
generasi gametofit berakhir, dan tahap awal generasi sporofit terbentuk. Sporofit
Selaginella berkembang biak dengan metode vegetatif dan seksual. Reproduksi vegetatif
terjadi melalui fragmentasi batang, sedangkan reproduksi seksual terjadi melalui
peleburan gamet (Monika, 2023). Selaginella adalah jenis paku heterospora, yang berarti
menghasilkan dua jenis spora dengan ukuran dan jenis kelamin yang berbeda. Spora yang
lebih besar, yang disebut megaspora atau makrospora, berjenis kelamin betina dan akan
tumbuh menjadi megaprothallia atau makroprothallia yang membentuk arkegonia. Spora
yang lebih kecil, yang disebut mikrospora, bersifat jantan dan akan tumbuh menjadi
mikroprothallia yang membentuk antheridia. Oleh karena itu, Selaginella adalah paku atau
pakis heterospora (Wakhidah, dkk., 2021). Organ reproduksi betina pada Selaginella atau
paku heterospora disebut arkegonia, yang dibentuk oleh megaprothallia atau
makroprothallia yang tumbuh dari spora yang lebih besar atau megaspora. Arkegonia
berisi sel telur atau ovum yang akan dibuahi oleh sel sperma dari organ reproduksi jantan
atau antheridia. Antheridia dibentuk oleh mikroprothallia yang tumbuh dari spora yang
lebih kecil atau mikrospora (Sugiyaningrum, 2023). Sedangkan untuk organ reproduksi
jantan pada Selaginella atau paku heterospore disebut antheridia, yang dibentuk oleh
mikroprothallia yang tumbuh dari spora yang lebih kecil atau mikrospora. Antheridia
mengandung sel sperma yang akan membuahi sel telur atau ovum dari organ reproduksi
betina atau arkegonia (Handayani, 2021).
C. GYMNOSPERMAE
1.Cycadopsida
Cycadopsida adalah kelas tumbuhan berkeping dua yang termasuk dalam
kelompok Cycadophyta. Beberapa jenis tanaman Cycadopsida yang dikenal di Indonesia
antara lain pakis haji (Cycas rumphii), sikas jepang (Cycas revoluta), dan sikas taitung (C.
taitungensis) dengan ciri-ciri seperti batang berkayu yang menyerupai pohon, daun spiral
yang mirip dengan daun palem, dan umumnya tumbuh lambat. Cycadopsida dapat
ditemukan di berbagai habitat, termasuk hutan hujan tropis, hutan kering, savana, hutan
pegunungan, daerah pantai, dan dataran rendah. Tanaman ini membutuhkan habitat yang
berpasir dan dikeringkan dengan baik atau tanah lempung berpasir serta lebih memilih
sinar matahari yang disaring untuk teduh parsial. Tumbuhan ini tumbuh di daerah tropis
dan subtropis. Bentuk daunnya sempit dan kaku, jarang, ada yang lebar, pipih, dan ada
pula yang berbentuk seperti jarum, dan selalu berwarna hijau (Silalahi, 2015).
Cycas rumphii (Pakis Haji), pohon pakis haji mempunyai bentuk batang yang
monopodial, mempunyai bentuk batang bulat dan tegak lurus, memiliki daun majemuk
karena dalam satu tangkai terdapat beberapa helai daun. Letak daun pada pohon pakis haji
yaitu pinatus. Pakis haji mempunyai bentuk daun seperti pita lanset, mempunyai
pertulangan daun yang sejajar, mempunyai tepi daun yang pektinatus, mempunyai ujung
daun yang akutus dan mempunyai pangkal daun yang berpelepah (Munthe et al., 2023).
Cycas rumphii yang diamati berjenis kelamin jantan, karena letak strobilusnya berada di
ujung batang yang tersusun rapat. Letak mikrosporofilnya terdapat di tengah tumbuhan
tersebut dan bentuknya seperti kerucut. Hasil pengamatan tersebut sesuai dengan terdapat
strobilus yang tumbuh diujung batang dan tersusun rapat, terdapat mikrosporangium dan
mikrospora. Bunga berbentuk bulir dengan petiolus pendek dan berwarna kecoklatan
(Ulfa, 2020).
Pada praktikum ini diamati tanaman pakis haji menggunakan preparat dengan
terlihat bagian sporanya. Pada bunga sesungguhnya belum ada makrosporofil (putik =
daun buah) dan mikrosporofil (benang sari) masih terkumpul dalam jumlah yang tidak
terbatas. Hiasan bunganya tidak ada (tereduksi). Tumbuhan berumah dua, strobilus
terletak terminal, uniseksual. Strobilus jantan terdiri dari banyak mikrosporofil (stamen)
yang tersusun spiral, masing-masing membawa banyak mikrosporangia (kantung sari)
pada permukaan bawahnya. Mikrospora (serbuk sari) halus. Serbuk sari dibentuk di daun
sisik. Bakal biji dibentuk pada daun sisik, bakal buah tidak berkembang. Penyerbukan
jatuh di mikrofil. Alat reproduksinya berupa strobilus jantan (untuk gamet jantan) dan
strobilus betina (gamet betina). Bentuk strobilusnya berupa konus (kerucut). Strobilus
jantan terdapat sekumpulan kantung sari mengandung sperma dan diisi oleh serbuk sari,
sedangkan strobilus betina terdapat bakal biji yang didalamnya sel telur (ovum). Beberapa
tumbuhan ada yang berumah satu yaitu mempunyai alat kelamin jantan dan betina dalam
satu pohon. tetapi ada juga yang berumah dua (Gusmiaty, et al., 2017).
2.Gincopsida
Ginkgopsida adalah kelas tumbuhan berpembuluh yang saat ini hanya memiliki
satu spesies hidup, yaitu Ginkgo biloba (Maria Elisabeth, 2014). Tumbuhan ginkgo
merupakan tumbuhan yang unik karena memiliki karakteristik yang berbeda dari
tumbuhan berpembuluh lainnya. Karakter unik ginkgopsida dimulai dari bentuk daunnya
yang menyerupai kipas, daun gingko yang berwarna hijau kekuningan dan menjadi gugur
di musim gugur, kondisi strobilus jantan dan betina yang terpisah (Sapurei & Ami, 2021).
Hal ini dikarenakan strobilus jantan yang berbentuk kerucut dan menghasilkan serbuk sari,
sedangkan strobilus betina menghasilkan sel telur. Perbedaan letak strobilus menjadikan
tumbuhan ginkgopsida berumah dua (dioseus). Keunikan selanjutya, biji tumbuhan
ginkgopsida tidak memiliki integumen. Integumen merupakan lapisan pelindung yang
mengelilingi biji pada tumbuhan berpembuluh lainnya dan keunikan terakhir biji
tumbuhan ginkgopsida memiliki dua embrio.Ginkgopsida memulai reproduksi sama
dengan tumbuhan lainnya, yaitu diawali dengan penyerbukan, setelah itu serbuk sari akan
berkecambah di kepala putik dan menghasilkan tabung polen. Tabung polen akan tumbuh
menuju ovarium dan membuahi sel telur. Pembuahan sel telur oleh sperma akan
menghasilkan zigot yang dapat berkembang menjadi embrio yang kemudian tumbuh
menjadi biji (Wulandari et al., 2014).
Tumbuhan ginkgopsida merupakan tumbuhan dengan habitus pohon tahunan yang
memiliki batang dan akar berkayu. Kondisi habitus tersebut dipengaruhi oleh lingkungan
hidup yang dapat tumbuh di berbagai lingkungan. Tumbuhan gingkopsida dapat tumbuh
di daerah tropis, subtropis, dan beriklim sedang (Jamiluddin et al., 2021) Selain itu, bentuk
daun yang unik seperti kipas memiliki luas permukaan yang besar, sehingga dapat
menangkap lebih banyak cahaya matahari. Hal ini penting bagi tumbuhan ginkgo untuk
fotosintesis. Menurut evolusi tumbuhan ginkgo merupakan tumbuhan yang telah ada sejak
zaman Paleozoikum, yaitu sekitar 250 juta tahun yang lalu. Selama waktu yang lama,
tumbuhan ginkgo telah beradaptasi dengan berbagai kondisi lingkungan.Tumbuhan ini
juga resisten terhadap kekeringan dan polusi. Adapun manfaat Ginkgopsida diantaranya
sebagai obat (alzheimer), bahan makanan (teh, salad, dan sup), dan bahan kerajinan
(furnitur, patung, dan alat musik) (Jin et al., 2017).
3.Pinopsida
Tumbuhan pinopsida memiliki habitus pohon, semak, atau perdu. Tumbuhan
pinopsida dapat tumbuh di berbagai habitat, mulai dari daerah pegunungan hingga daerah
pantai. Daun tumbuhan pinopsida memiliki dua tipe, yaitu daun jarum dan daun sisik (Sila
& Santiari, 2022). Daun jarum berbentuk panjang dan ramping, sedangkan daun sisik
berbentuk kecil dan pipih. Daun jarum memiliki stomata di permukaan atas dan bawah
daun. Stomata berfungsi untuk pertukaran gas dan transpirasi. Daun sisik tidak memiliki
stomata. Daun sisik berfungsi untuk melindungi strobilus jantan dan betina.Tumbuhan
pinopsida memiliki alat reproduksi jantan dan betina yang terpisah, yaitu strobilus jantan
dan strobilus betina. Strobilus jantan pinopsida berbentuk kerucut kecil dengan ukuran
sekitar 1-2 cm. Strobilus jantan berwarna kuning atau cokelat dan terdiri dari sisik-sisik
yang tersusun rapat. Setiap sisik memiliki satu mikrosporangium yang menghasilkan
serbuk sari. Strobilus betina pinopsida berbentuk kerucut besar dengan ukuran sekitar 5-
10 cm. Strobilus betina berwarna hijau dan terdiri dari sisik-sisik yang tersusun rapat.
Setiap sisik memiliki satu ovula yang berisi sel telur. Proses gametofit pada tumbuhan
pinopsida terjadi di dalam serbuk sari dan ovula. Ovula pinopsida mengandung sel telur.
Sel telur ini akan dibuahi oleh sel sperma untuk menghasilkan zigot. Zigot akan
berkembang menjadi embrio yang kemudian tumbuh menjadi biji. Penyerbukan pada
tumbuhan pinopsida terjadi dengan bantuan angin. Serbuk sari dari strobilus jantan akan
terbawa angin dan jatuh di strobilus betina. Serbuk sari yang jatuh di strobilus betina akan
berkecambah dan menghasilkan tabung polen. Tabung polen akan tumbuh menuju ovula
dan membuahi sel telur. (Andriansyah & Linda, 2015)
4.Gnetopsida
Gnetophyta adalah divisi dari tumbuhan berbiji terbuka. Beberapa spesies
Gnetophyta berbentuk pohon, sementara yang lain berbentuk semak atau liana. Pohon
Gnetophyta biasanya memiliki batang yang lurus dan kuat, dengan cabang-cabang yang
bercabang-cabang. Contoh pohon Gnetophyta adalah melinjo (Gnetum gnemon). Semak
Gnetophyta biasanya memiliki batang yang pendek dan bercabang-cabang banyak.
Contoh semak Gnetophyta adalah ephedra (Ephedra sinica). Liana Gnetophyta biasanya
memiliki batang yang panjang dan merambat. Contoh liana Gnetophyta adalah gnetum
gnemon. Daunnya tunggal dan duduk berhadapan. Daunnya memiliki urat daun yang
menyirip atau sejajar. Secara umum, habitus Gnetophyta dapat dibagi menjadi tiga
kategori, yaitu pohon, semak, dan liana. Habitus Gnetophyta dipengaruhi oleh faktor
genetik dan lingkungan. Faktor genetik menentukan bentuk pertumbuhan dasar dari suatu
spesies, sedangkan faktor lingkungan dapat mempengaruhi bentuk pertumbuhan yang
spesifik (Solehah, 2022).
Sporofit jantan terdapat pada strobilus jantan atau runjung jantan. Pada strobilus
jantan, terdapat mikrosporangia yang menghasilkan mikrospora, yaitu spora jantan.
Mikrospora ini akan berkembang menjadi serbuk sari yang akan membuahi gametofit
betina. Sporofit betina juga terdapat pada strobilus atau runjung, namun terdapat pada
pohon yang sama dengan strobilus jantan. Pada strobilus betina, terdapat makrosporangia
yang menghasilkan makrospora, yaitu spora betina. Makrospora ini akan berkembang
menjadi gametofit betina yang menghasilkan sel telur (Mauliza, 2016).
Gametofit jantan pada Gnetopsida adalah tahap dalam siklus hidup tumbuhan ini
di mana mikrospora yang dihasilkan oleh strobilus jantan atau runjung jantan berkembang
menjadi gametofit jantan. Gametofit jantan umumnya memiliki anteridium, yang
merupakan struktur yang menghasilkan gamet jantan, seperti serbuk sari. Selama
penyerbukan, serbuk sari yang dihasilkan oleh gametofit jantan akan mengalami
pembuahan dengan sel telur yang dihasilkan oleh gametofit betina, membentuk zigot yang
akan berkembang menjadi sporofit baru. Gametofit betina pada Gnetopsida adalah tahap
dalam siklus hidup tumbuhan ini di mana megaspora yang dibawa oleh strobilus yang
berovulasi berkembang menjadi megagametofit. Megasporangia mendukung
perkembangan gametofit betina dan menyediakan makanan serta air. Gametofit betina
akan tetap berada dalam sporangium, menjadi matang, dan memelihara generasi sporofit
berikutnya setelah terjadi pembuahan (Solehah, 2022).

D. ANGIOSPERMAE
1.Megasporogenesis
Megasporogenesis atau makrosporogenesis adalah proses pembentukan makrospora. Di
dalam bakal biji terdapat sporangium yang mengandung megasporofit yang bersifat
diploid. Meiosis inti megasporosit menghasilkan pembentukan empat inti megaspora
haploid. Sel induk megaspora (2n) mengalami meiosis selama megasporogenesis dan
menghasilkan empat inti haploid (Atmaji, 2019). Dari empat inti haploid ini, tiga
megaspora yang mengalami degenerasi dan satu megaspora fungsional mengalami
pembelahan mitosis untuk menghasilkan kantung embrio (gametofit betina dewasa).
Pembelahan mitosis pertama pada megaspora menghasilkan struktur dengan dua inti yang
disebut megaspora binukleat. (Utami, et al. 2023). Inti-inti ini berpindah ke kutub
berlawanan dari kantung embrio yang sedang berkembang dan sekali lagi mengalami dua
pembelahan sel mitosis untuk membentuk empat inti kondisi haploid di setiap ujung
kutub. Satu inti dari setiap ujungnya mendekati pusat diikuti dengan fusi membentuk inti
endosperm primer.Di sebagian besar taksa, meiosis diikuti oleh sitokinesis, menghasilkan
empat sel megaspora. Pola ini disebut megasporogenesis monosporic; karena dari empat
megaspora yang dihasilkan, hanya satu yang berkontribusi pada gametofit betina
(Simpson, 2020). Karena keempat inti megaspora haploid berkontribusi pada gametofit
betina, pola ini disebut megasporogenesis. Sedangkan megagametogenesis adalah proses
pembentukan ovum dan inti sel lain yang terdapat pada bakal biji tersebut (Tanta, et al.
2008). Megagametogenesis adalah perkembangan gametofit betina dari produk haploid
meiosis. Kedua proses tersebut terjadi pada bakal buah dari organ reproduksi betina
tumbuhan.
2. Mikrosporogenesis
Mikrosporogenesis adalah proses pembentukan mikrospora. Sel induk mikrospora
(microsporocyte) mengalami meiosis dan menghasilkan 4 mikrospora. Mikrosporogenesis
berturut-turut menghasilkan dua sel setelah meiosis I dan empat sel setelah meiosis II. Jika
sitokinesis tidak terjadi sampai setelah meiosis II, maka mikrosporogenesis terjadi secara
simultan (Simpson, 2019). Mikrosporogenesis simultan menghasilkan pembentukan sel
hanya setelah meiosis II.

Sumber: Simpson, 2019


Perkembangan butiran serbuk sari (gametofit jantan) dari mikrospora disebut
mikrogametogenesis, yang secara teknis dimulai dengan proses pembelahan mitosis
pertama dari inti mikrospora tunggal. Salah satu karakter embriologis mengenai
mikrogametogenesis adalah jumlah inti yang ada dalam butiran serbuk sari pada saat
bunga mekar, atau pematangan bunga. Kebanyakan angiospermae memiliki butiran
serbuk sari yang berinti ganda, mengandung satu sel tabung/inti dan satu sel/inti generatif.
Sel generatif membelah untuk membentuk dua sel sperma hanya setelah pembentukan
tabung serbuk sari. Namun, pada banyak takson angiospermae, serbuk sari pada saat
bunga mekar berbentuk trinukleat, yang disebabkan oleh pembelahan sel generatif
sebelum pelepasan serbuk sari (Simpson, 2019). Mikrosporosit atau meiosit diproduksi di
lapisan sporogen. Dua pembelahan meiosis menghasilkan tetrad empat mikrospora yang
tertutup dinding kalose yang kemudian dilepaskan oleh kompleks enzim callase yang
dihasilkan oleh tapetum
G. Kesimpulan

1. Bryophyta, seperti lumut, memiliki gametofit yang dominan. Sistem reproduksinya


bersifat metagenesis, melibatkan reproduksi seksual (gametofit) dan aseksual (sporofit).
Gametofit menghasilkan organ reproduksi, anteridium (jantan) dan arkegonium (betina),
di mana fertilisasi membentuk sporofit yang melekat pada gametofit. Pteridophyta,
tumbuhan paku, memiliki gametofit yang lebih tereduksi. Struktur kecil bernama
prothallus adalah tempat terbentuknya gamet. Organ reproduksi, antheridia (jantan) dan
archegonia (betina), terdapat di prothallus. Fertilisasi pada prothallus menghasilkan
sporofit baru yang tumbuh di atasnya. Gymnospermae memiliki gametofit yang
berkembang di dalam strobilus. Gametofit jantan membentuk mikrosporangium,
sementara gametofit betina membentuk makrosporangium. Serbuk sari (mikrospora) dari
gametofit jantan dibawa angin untuk membuahi makrospora di gametofit betina.
Sementara itu, angiospermae, yang termasuk dalam spermatophyta, memiliki gametofit
yang sangat tereduksi di dalam bunga. Organ reproduksi, antera (jantan) dan putik
(betina), berada di dalam bunga. Fertilisasi antara serbuk sari dan ovulum di putik
membentuk biji.

2. Bryophyta, atau lumut, memiliki sporofit yang sangat tergantung pada gametofit.
Sporofit lumut umumnya muncul sebagai struktur sederhana yang terdiri dari kapsul
yang berisi spora. Kapsul ini akan melepaskan spora, yang nantinya tumbuh menjadi
protonema dan berkembang menjadi gametofit. Pteridophyta, atau tumbuhan paku,
memiliki sporofit yang lebih kompleks. Struktur utamanya adalah sporangium, tempat
terbentuknya spora. Sporangium umumnya terdapat di bawah daun paku yang disebut
sporofila. Spora yang dilepaskan dari sporangium dapat tumbuh menjadi gametofit yang
disebut prothallus. Gymnospermae memiliki sporofit yang berkembang di dalam
strobilus atau konus. Pada tumbuhan ini, sporofit membentuk struktur seperti cangkir
yang disebut ovul yang berisi sel telur. Serbuk sari yang dihasilkan oleh sporofit jantan
akan membuahi ovul, membentuk biji yang nantinya dapat tumbuh menjadi tanaman
baru. Sementara itu, angiospermae, yang juga termasuk dalam spermatophyta, memiliki
sporofit yang berkembang di dalam bunga. Ovulum, yang berisi sel telur, terdapat di
dalam ovarium bunga. Fertilisasi antara serbuk sari dan ovulum membentuk biji yang
melibatkan perkembangan lebih lanjut, termasuk pembentukan buah.
H. Daftar Pustaka

Akbar, M., Santri, D. J., & Ermayanti, E. (2018). Morfologi Perkembangan Jenis Paku
Davalia Denticulata, Microsorum Scolopendria, Nephrolepis Biserrata
Dan Sumbanganya Pada Pembelajaran Biologi SMA. Jurnal Pembelajaran
Biologi: Kajian Biologi dan Pembelajarannya, 5(1), 56-73
Akbar, M., Santri, D. J., & Ermayanti, E. (2018). Morfologi Perkembangan Jenis Paku
Davalia Denticulata, Microsorum Scolopendria, Nephrolepis Biserrata
Dan Sumbanganya Pada Pembelajaran Biologi SMA. Jurnal Pembelajaran
Biologi: Kajian Biologi dan Pembelajarannya, 5(1), 56-73
Andriansyah, S. N., Lovadi, I., & Linda, R. (2015). Keanekaragaman jenis tanaman
pekarangan di desa Antibar kecamatan Mempawah Timur kabupaten
Mempawah. Jurnal Protobiont, 4(1).
Anggie, C. (2021). Modul Dan Rencana Pembelajaran Semester Lumut (Bryophyta)
(Doctoral dissertation, UIN Raden Intan Lampung).
Atmaji, Y. 2019. Ketakjuban Sebutir Sel. Sukoharjo: CV Kekata Group.
Bowman, J.L. 2016. A brief history of Marchantia from Greece to genomics. Plant Cell.
Physiol. 57: 210–229.
Budiwati. (2005). Miskonsepsi pada Buku Pelajaran Biologi Kelas 3 Sltp Pokok Bahasan
Perkembangbiakan Tumbuhan.
Cargill, D.C., C. N. Manju, K. M. Deepa, V. K. Chandini & K. P. Rajesh. (2019). A new
Indian species of Riccia L. with connections to northern Australia. Journal
of Bryology.
Elsifa, A., Arisandy, D. A., & Harmoko, H. (2019). Eksplorasi Tumbuhan Paku
(Pteridophyta) di STL Ulu Terawas, Musi Rawas, Sumatera Selatan.
Biosfer: Jurnal Tadris Biologi, 10(1), 47-55.
Febriansah, R., E. Setyowati, A. Fauziah. (2019). Identifikasi Keanekaragaman
Marchantiophyta di Kawasan Air Terjun Parangkikis Pagerwojo
Tulungagung. Jurnal Biologi dan Pembelajarannya, 6 (2).
FITRATULLOH, I. F. (2021). IDENTIFIKASI KEANEKARAGAMAN JENIS
TUMBUHAN LUMUT BRYOPHYTA DI TAMAN BURU GUNUNG
MASIGIT KAREUMBI, CICALENGKA KAB. BANDUNG (Doctoral
dissertation, FKIP UNPAS).
Gusmiaty, Gusmiaty, Muh. Restu, Asrianny Asrianny, dan Siti Halimah Larekeng. 2017.
Polimorfisme Penanda RAPD Untuk Analisis Keragaman Genetik Pinus
Merkusii Di Hutan Pendidikan Unhas." Jurnal Natur Indonesia 16(2):47.
Handayani, N. L. 2021. Keanekaragaman Tumbuhan Paku (Pteridophyta) Di Taman
Nasional Batang Gadis Resort 7 Sopotinjak Kecamatan Batang Natal
Kabupaten Mandailing Natal Sumatera Utara. Doctoral dissertation,
Universitas Islam Negeri Sumatera Utara Medan.
Heza, A. Y. Y. (2021). Modul Pembelajaran Taksonomi Tumbuhan Rendah
(Pteridophyta) (Doctoral dissertation, UIN Raden Intan Lampung).
Heza, A. Y. Y. 2021. Modul Pembelajaran Taksonomi Tumbuhan Rendah (Pteridophyta).
Doctoral dissertation, UIN Raden Intan Lampung.
Hidayah, F. Kekayaan Jenis Tumbuhan Paku (Pteridophyta) di Kawasan Cagar Alam
Watangan Puger Jember serta Pemanfaatannya sebagai Booklet (Doctoral
dissertation, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan).
https://doi.org/10.1080/03736687.2019.1611249.
Husain, Z. et al. (2022) ‘Di Area Kampus Bone Bolango Universitas Negeri Gorontalo
Morphological Variations of Mosses ( Bryophyta ) in the’, 1(2), pp. 72–80.
Indah, N. (2009). Taksonomi Tumbuhan Tingkat Rendah. Jurusan Biologi, Fakultas MIPA
IKIP PGRI Jember.
Irawati, I., Rustam, A., & Nurindah, N. (2023). Identifikasi tumbuhan lumut (Bryophyta)
di Kawasan Hutan Topidi Kabupaten Gowa. Filogeni: Jurnal Mahasiswa
Biologi, 3(1), 23-26.
Jamiluddin, A., Yilianti Tan, A., Affandy Mahyuddin, A., & Ulya Sastika, B. (2021).
Analisis Vegetasi Tumbuhan Di Kawasan Resort Bantimurung, Seksi
Pengelolaan Taman Nasional Wilayah II Camba, Kabupaten Maros,
Sulawesi Selatan.
Jin, P., Chen, J., Wang, Z., Xu, X., Yang, G., Du, B., & Sun, B. (2017). Pollen and spores
from Lower Cretaceous in Guyang Basin of Inner Mongolia, China and
their palaeoclimatic and paleoecological significance. Island Arc, 26(5),
e12207.
Lukitasari, M., & Hasan, R. (2018). The Development of Learning Task Through
Students’ Feedback.
Maria Elisabeth, E. K. (2014). 100% Super Lengkap Gudang Soal Biologi-Kimia SMP.
Media Pressindo.
Mauliza, E. (2016). Efektivitas Penggunaan Peta Konsep terhadap Hasil Belajar Siswa
pada Materi Klasifikasi Tumbuhan di Kelas X SMA Negeri 1 Mutiara
Kabupaten Pidie (Doctoral dissertation, UIN Ar-Raniry Banda Aceh).
MINGGIL, M. (2023). Pengembangan Media Flipbook Inventarisasi Tumbuhan Paku
(Pteridophyta) di Kawasan Air Terjun Riam Tinggi Kabupaten Landak
untuk Meningkatkan Keterampilan Proses Sains (KPS) (Doctoral
dissertation, IKIP PGRI PONTIANAK).
Monika, A. 2023. Inventarisasi Tumbuhan Paku Pteridophytad di Kawasan Kebun Sawit
Dusun Satu Namo Suro Kecamatan Biru-biru dalam Pengembangan
Modul Pembelajaran Biologi. Doctoral dissertation, Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan, Universitas Islam Sumatera Utara.
Munthe, R. D., Nanda, A. A., & Tanjung, I. F. (2023). Keanekaragaman Vegetasi
Tumbuhan Gymnospermae Di Komplek Vetpur Medan Estate. Jurnal
Ilmiah Biosaintropis (Bioscience-Tropic), 9(1), 45-51.
Nafili, L., & Sarjani, T. M. 2019. Identifikasi Letak Dan Bentuk Sorus Pada Tanaman
Paku (Pterydophyta) Di Taman Hutan Raya Bukit Barisan Kecamatan
Dolatrakyat Kabupaten Karo. Jurnal Jeumpa, 6(2), 226-235.
Purnawati, R., Sunarti, T. C., Syamsu, K., & Rahayuningsih, M. 2014. Characterization of
Novel Bacillus Thuringiensis Isolated from Attacus Atlas and its Growth
Kinetics in the Cultivation Media of Tofu Whey for Bioinsecticide
Production. J. Biol. Agri. Healthcare, 4(16), 33-40.
Raihan, C. (2018). Keanekaragaman Tumbuhan Lumut (Bryophyta) di Air Terjun Peucari
Bueng Kota Jantho Kabupaten Aceh Besar Sebagai Referensi Praktikum
Mata kuliah Botani Tumbuhan Rendah. Skripsi. Banda Aceh: FMIPA
Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Darussalam.
Saputri, M. M., & Ami, M. S. (2021). Biologi. LPPM Universitas KH. A. Wahab
Hasbullah.
Selen, K. (2023). Pengembangan Booklet Berbasis Inventarisasi Tumbuhan Lumut Di
Hutan Kawasan Wisata Gunung Adan Desa Jagoi Sekida Sebagai Sumber
Belajar Pada Sub Materi Bryophyta Di Sman 1 Jagoi Babang (Doctoral
dissertation, IKIP PGRI PONTIANAK).
Sharma, O. P. (2014). Series of Diversity of Microbes and Cryptogams. Brtophyta. Mc
Graw Hill Education (India) Private Limited.
Shimamura, M. 2018. Marchantia polymorpha: Taxonomy, Phylogeny and Morphology
of a Model System. Plant Cell Physiol, 57(2), 230–256. doi:
https://doi.org/10.1093/pcp/pcv192
SIAGIAN, A. U. M. (2021). Keberagaman Lumut Tanduk (Anthocerotophyta) Di
Kawasan Gunung Slamet (Doctoral Dissertation, IPB University).
Sila, V. U. R., Masing, F. A., & Santiari, M. (2022). Identifikasi Dan Karakterisasi
Senyawa Metabolit Sekunder Tumbuhan Endemik Asal Desa Fatunisuan
Kabupaten Timor Tengah Utara. JST (Jurnal Sains dan Teknologi), 11(1),
184-191.
Silalahi, M. (2015). Bahan Ajar Taksonomi Tumbuhan Tinggi. Prodi Pendidikan Biologi
Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Kristen Indonesia.
Simpson, M. G. 2020. Plant Systematics (Third Edition). Elsevier Inc.
Solehah, D. S. (2022). Pengembangan Media Pembelajaran E-Book Berbasis Lingkungan
Sekolah Pada Materi Kingdom Plantae Di SMAN 3 Takengon(Doctoral
dissertation, UIN Ar-Raniry Fakultas Tarbiyah dan Keguruan).
Solihat, S. S., Kurnia, M. F. 2021. Identifikasi Morfologi Marchantia polymorpha dan
Leucobryum glaucum di Bojong Menteng, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten
Bogor, Jawa Barat. Tropical Bioscience: Journal of Biological Science.
1(1): 29-38.
Sugiyaningrum, Y. P. 2023. Pengembangan Media Pembelajaran Flip Chart Berbasis
Contextual Teaching And Learning Pada Materi Tumbuhan Kelas X MA
NU Ibtidaul Falah. Doctoral dissertation, IAIN Kudus.
Sukamto, D. W. 2023. Identifikasi Keanekaragaman Lumut Hati di Danau Ranupani
Lumajang. BIO-CONS: Jurnal Biologi dan Konservasi. 5(1): 245-251.
Suryaningrum, RD, Puspawati, NM, & Astiti, NPA 2017.. Aktivitas antioksidan ekstrak
tumbuhan paku ekor kuda (Equisetum debile l.) terhadap peroksidasi lipid
plasma darah mencit (Mus musculus). Metamorfosa. Jurnal Ilmu Biologi ,
4 (1), 48.
Tanta, T., Manalu, J., & Siregar, T. 2008. Embriologi Pinanga Coronata (Bl. ex. mart) Bl.
Megasporangium, Megasporogenesis, dan Megagametogenesis.
Bionatura, 10(1), 217987.
Tjitrosoepomo, G. 2003.Taksonomi Tumbuhan (Schizophyta, Thallophyta, Bryophyta,
Pteridophyta). Cetakan IV. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Tjitrosoepomo, G. 2009. Taksonomi Tumbuhan. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.
Ulfa, S. W. (2020). Penuntun Praktikum Botani Phanerogamae.
Utami, E. S. W., Hariyanto, S., & Purnobasuki, H. 2023. Embriologi Angiospermae.
Surabaya: Airlangga University Press.
Wakhidah, A. Z., Sari, D. P., Rismawati, D., Alim, N., & Mustofa, M. A. 2021. Botani
Tumbuhan Rendah: Thallophyta, Bryophyta, Pteridophyta-Jejak Pustaka.
Yogyakarta: Jejak Pustaka.
Wulandari, D. C., Rahayu, Y. S., & Ratnasari, E. (2014). Pengaruh pemberian hormon
giberelin terhadap pembentukan buah secara partenokarpi pada tanaman
mentimun varietas mercy. Jurnal Lenterabio, 3(1), 27-32.

I. Lampiran

Anda mungkin juga menyukai