Anda di halaman 1dari 42

ZOOM MEETING

PANGAJYAN PATEMBAYAN JAWADIPA


WIRID HIDAYAT JATI
BAGIAN KE-1
25 JUNI 2023

Oleh : KRT. SASTRASASANGKA

Bab 1
Guru

Berikut adalah golongan orang-orang yang wajib dan bisa menjadi guru. Ada delapan
macamnya, yaitu:

1. Golongan Awirya: golongan luhur yang memiliki derajat kebangsawanan.


2. Golongan Agama: golongan ulama yang memahami kitab suci.
3. Golongan Atapa: golongan pandhita yang kesehariannya senantiasa menjalankan laku
prihatin.
4. Golongan Sujana: golongan manusia yang berbudi baik.
5. Golongan Aguna: golongan manusia yang cerdas dan bijak.
6. Golongan Prawira: golongan prajurit yang telah termasyhur keberaniannya.
7. Golongan Supunya: golongan manusia kaya harta yang senantiasa mendapatkan
keberuntungan.
8. Golongan Susatya: golongan petani biasa yang benar-benar tekun dalam bekerja.

Sementara itu, seorang guru harus menguasai hal-hal sebagai berikut:

1. Paramasastra: mahir dalam ilmu pengetahuan.


2. Paramakawi: mahir dalam ilmu bahasa.
3. Mardibasa: mahir dalam mengolah ucapan.
4. Mardawalagu: mahir dalam seni suara.
5. Hawicarita: memiliki banyak pengetahuan sejarah.
6. Mandraguna: memiliki banyak kebisaan.
7. Nawungkridha: mahir dalam spiritualitas.
8. Sambegana: memiliki ingatan kuat.

Kewajiban seorang guru ada delapan macam, yaitu:

1. Memiliki kasih sayang kepada semua murid bagaikan kasih sayang kepada anak-
cucunya sendiri.
2. Telaten mengajar tanpa keengganan dan kemalasan.
3. Tidak berpamrih atau keinginan apa pun terhadap muridnya.
4. Tanggap akan isyarat, memahami kepribadian murid.
5. Sepi dari tindakan yang bisa menimbulkan tanda tanya murid.
6. Tidak suka mengembalikan pertanyaan kepada murid saat ditanya.
7. Tidak meremehkan kemampuan murid.
8. Tidak mengejar pujian dan mengunggulkan kepintaran sendiri.

Guru utama ada delapan macamnya, yaitu:

1. Yang utuh badannya, tidak bercacat.


2. Yang halus bicaranya, tidak suka mengumpat atau mengutuk.
3. Yang sopan santun tingkahnya.
4. Yang bersungguh-sungguh dalam segala hal.
5. Yang unggul dalam menjalankan kewajiban.
6. Yang cerdas lagi bijak.
7. Yang bagus dalam segala usahanya.
8. Yang tidak memiliki banyak keinginan.

Rupa-rupa wejangan guru di tanah Jawa pasca-Majapahit:

1. Ada yang hanya mewejang Ngelmu Wisikan Ananing Dat.


2. Ada yang hanya mewejang Ngelmu Wêdharan Wahananing Dat.
3. Ada yang hanya mewejang Ngelmu Gêlaran Kahananing Dat.
4. Ada yang hanya mewejang Ngelmu Kenyataan Keadaan Dzat, mengambil wejangan
pertama Pambukaning Tata Malige ing Dalêm Betal Makmur, terkadang mengambil
wejangan kedua Pambukaning Tata Malige ing Dalêm Betal Mukaram, atau wejangan
ketiga Pambukaning Tata Malige ing Dalêm Betal Mukadas.
5. Ada yang mewejang Ngelmu Panêtêp Santosaning Iman dengan didahului Syahadat
Sajati atau Sasahitan.

Sesungguhnya esensi dari semua wejangan yang diajarkan sama saja. Oleh karenanya,
seluruh wejangan di atas lantas dijadikan satu dalam buku ini, kecuali wejangan Ngelmu Talek1
dan Ngelmu Patah.2 Dari kedua ngelmu tersebut, hanya beberapa saja yang sengaja

1
Ilmu Thaliq: Ilmu Yang Terpisahkan.
2
Ilmu Fattah: Ilmu Pembuka.
ditampilkan. Yang dimaksud dengan Ngelmu Talek dan Ngelmu Patah adalah ngelmu yang
bertujuan untuk mengeluarkan segala keajaiban.
Ada tujuh macam Ngelmu Talek yang dikenal di Jawa, yaitu:

1. Ngelmu Sepi,3 yang mampu mempercepat perjalanan kita dengan perantaraan angin.
2. Ngelmu Mungin,4 yang mampu mewujudkan berbagai keajaiban.
3. Ngelmu Mubin,5 yang mampu mewujudkan segala apa yang diinginkan.
4. Ngelmu Akyan,6 yang mampu mewujudkan berbagai keajaiban.
5. Ngelmu Barajan,7 yang mampu mewujudkan segala apa yang diinginkan.
6. Ngelmu Mahbut,8 yang mampu membuat celaka orang lain dan membuat orang lain
terjerat cinta.
7. Ngelmu Gaibulguyub,9 yang mampu mewujudkan segala yang dikehendaki.

Sedangkan Ngelmu Patah atau Ngelmu Sorog,10 ada sembilan macam jenisnya:

1. Ngelmu Makdum Sarpin,11 yang mampu memberikan berbagai pertanda tentang


apa yang akan terjadi kepada kita.
2. Ngelmu Satariyah,12 yang mampu menghilangkan kemarahan orang.
3. Ngelmu Sirasab,13 yang mampu membuat seseorang disegani semua manusia.
4. Ngelmu Karajêk,14 yang mampu menerbitkan rasa kasih dari orang-orang besar.
5. Ngelmu Majalis,15 yang mampu membuat semua orang menurut dan percaya
kepada ucapan kita.
6. Ngelmu Patakurakman,16 yang mampu mendatangkan keberhasilan.
7. Ngelmu Supi,17 yang mampu menolak segala halangan hidup.
8. Ngelmu Kapi,18 yang mampu menolak segala halangan hidup.
9. Ngelmu Nakisbandiyah atau Nakisbandiyatulkak,19 yang mampu mewujudkan
berbagai keajaiban.

3
Ilmu Syaifi: Ilmu Pedang; lantas dikenal sebagai Aji Sepi Angin.
4
Ilmu Mu’in: Ilmu Penolong.
5
Ilmu Mubin: Ilmu Terang.
6
Ilmu A’yan: Ilmu Bayangan.
7
Ilmu Barazan: Ilmu Tampak Timbul.
8
Ilmu Mahbuh: Ilmu Kekasih.
9
Ilmu Ghaibul Ghuyub: Ilmu Gaibnya Gaib.
10
Ilmu Syaraq: Ilmu Terbit.
11
Ilmu Ma’dum Syarfin: Ilmu Ketiadaan Kemuliaan.
12
Ilmu Syattariyyah: Ilmu Membelah Dua.
13
Ilmu Syir’atus Sab’ah: Ilmu Tempat Mengalirnya Air Tujuh.
14
Ilmu Kharaji’: Ilmu Keluar.
15
Ilmu Majalis: Ilmu Tempat duduk.
16
Ilmu Fathur Rahman: Ilmu Pembukaan Kasih.
17
Ilmu Sufi: Ilmu Kebijaksanaan.
18
Ilmu Kafi: Ilmu Yang Mencukupkan.
19
Ilmu Naqsyabandiyatulhaq: Ilmu Pembuat Hiasan Kebenaran.
Ngelmu-ngelmu tersebut sekadar untuk mewujudkan keajaiban di dunia, sebagai
pertanda adanya badan halus manusia. Kedua ngelmu itu tidak sesuai dan berseberangan
dengan Ngelmu Kesempurnaan.
Bab 2
Murid

Berikut ini adalah orang-orang yang wajib menjadi murid. Ada delapan macamnya, yaitu:

1. Têdhak turun (berdarah keturunan luhur).


2. Tunggal bangsa (satu bangsa dengan guru).
3. Tunggal agama (satu agama dengan guru).
4. Tunggal basa (satu bahasa dengan guru).
5. Sumurup ing sastra (paham akan sastra).
6. Wis kalewat têngah tuwuh (dewasa).
7. Tanpa lêlara (sehat lahir-batin).
8. Tanpa kuciwa (tiada cacat di tubuhnya).

Kewajiban seorang murid delapan macamnya, yaitu:

1. Nastiti (teliti).
2. Nastapa (suka berprihatin).
3. Kulina (mampu membiasakan diri dengan hal-hal baru).
4. Santosa (kokoh jiwanya).
5. Diwasa (dewasa pribadinya).
6. Engêtan (gampang mengingat).
7. Santika (terampil).
8. Lana (teguh pikirannya).

Yang tidak bisa menjadi murid delapan macamnya, yaitu:

1. Gila.
2. Menderita ayan.
3. Buta.
4. Tuli.
5. Bisu.
6. Belum dewasa.
7. Orang tua yang sudah pikun.
8. Manusia yang benar-benar hilang ingatannya.

Seorang murid juga wajib membiasakan:

1. Angimanake, sirik yen maidoa (meyakini wejangan guru, pantang mencela


wejangannya).
2. Angatonake, sirik yen anapekêna (menampakkan apa yang diketahui dan tidak
diketahui, pantang menyembunyikannya).
3. Anastitekake, sirik yen anglirwakna (sungguh-sungguh teliti, pantang bertindak
sembrono).
4. Anêrangake, sirik yen anyuwala (mengikuti perintah guru, pantang menolak
perintahnya).
5. Amusawaratake, sirik yen amiyagaha (bermusyawarah, pantang bertindak tanpa
musyawarah).
6. Anggêlarake, sirik yen angumpêta (menggelar ilmu, pantang menyembunyikannya).
7. Anglulusake, sirik yen ambatalêna (menjalankan ucapan, pantang membatalkannya).
8. Anindakake, sirik yen angênêngêna (aktif bertindak, pantang berdiam diri selalu).
Bab 3
Asal Mula Wirid20

Inilah Wirid Hidayat Jati, yang menunjukkan makam21 Ngelmu Makripat,22 berdasarkan
wejangan para wali di tanah Jawa masa lalu. Selepas wafatnya Kangjêng Susuhunan ing
Ngampeldênta,23 para wali berkenan membabar semua wirid ngelmu kesempurnaan mereka
masing-masing. Wirid ngelmu kesempurnaan yang bersumber dari dalil,24 kadis,25 ijêmak,26
dan kiyas,27 lengkap beserta murad maksud-nya.28 Adapun tingkat-tingkat wirid akan
dijabarkan secara lengkap di bawah ini.
Pada mulanya, seiring berdirinya Negara Dêmak, para wali yang berkenan mewedar
wejangan Ngelmu Makripat hanya delapan orang saja. Mereka adalah sebagai berikut:

1. Susuhunan ing Giri Kadhaton,29 mewedar wejangan Wisikan Ananing Dat.


2. Susuhunan ing Tandhês, mewedar wejangan Wêdharan Wahananing Dat.
3. Susuhunan ing Majagung,30 mewedar wejangan Gêlaran Kahananing Dat.
4. Susuhunan ing Benang,31 mewedar wejangan Tata Malige ing Dalêm Betal Makmur.
5. Susuhunan ing Muryapada,32 mewedar wejangan Tata Malige ing Dalêm Betal
Mukaram.
6. Susuhunan ing Kalinyamat mewedar wejangan Tata Malige ing Dalêm Betal Mukadas.
7. Susuhunan ing Gunungjati,33 mewedar wejangan Panêtêp Santosaning Iman.
8. Susuhunan ing Kajênar,34 mewedar wejangan Sasahitan.

Kemudian, untuk kedua kalinya Ngelmu Makripat dibabar pada masa akhir Negara
Dêmak, tepat menjelang berdirinya Negara Pajang. Ada delapan wali juga yang mewejangkan
intisari ilmu tersebut. Mereka adalah sebagai berikut:

20
Laku ibadah yang terus-menerus dijalankan. Bukan sebatas mengulang-ulang zikir dengan lidah, melainkan
juga semua laku ibadah, baik wajib maupun sunnah.
21
Maqam: kedudukan.
22
Makrifat: tingkatan tertinggi dari jenjang spiritualitas dalam Tassawuf. Urut-urutannya: Syariat, Thariqat,
Haqiqat, dan Makrifat.
23
Sunan Ngampel, guru para wali. Nama aslinya adalah Raden Rahmad atau Bong Swi Hoo, seorang pangeran
dari Champa, keponakan Dewi Amaravati (permaisuri Bhre Kêrtabhumi atau Prabu Brawijaya Pamungkas).
Makamnya ada di Semampir, Surabaya.
24
Al-Quran.
25
Hadist: Sabda Nabi Muhammad.
26
Ijma: kesepakatan para ulama.
27
Qiyas: mempersamakan suatu masalah dengan kejadian masa lalu dan mengambil penafsiran hukum atasnya.
28
Murad: kehendak; maksud: makna; artinya, penjelasan tentang maknanya.
29
Sunan Giri I. Nama kecilnya Jaka Samudra. Nama aslinya Raden Paku. Dikenal pula dengan gelar Sunan Giri
Gajah, Maulana Ainul Yaqin Prabu Satmata. Makamnya di Gresik.
30
Sunan Bêjagung Kidul. Nama aslinya Hasyim Alamuddin, menantu Sunan Bêjagung Lor. Makamnya di
Bejagung Kidul, Semanding, Tuban.
31
Sunan Bonang, putra Sunan Ngampel. Nama aslinya Raden Maulana Makdum Ibrahim. Makamnya di Tuban.
32
Sunan Muria, putra Sunan Kalijaga. Nama aslinya Raden Umar Syahid. Makamnya di Gunung Muria, Colo,
Kudus.
33
Sunan Gunungjati. Nama aslinya Syarif Hidayatullah. Makamnya ada di Astana Gunungjati, Cirebon.
34
Syekh Siti Jênar atau Syekh Lêmah Abang. Nama aslinya Abdul Jalil.
1. Susuhunan ing Giri Parapen,35 mewedar wejangan Wisikan Ananing Dat.
2. Susuhunan ing Darajat,36 mewedar wejangan Wêdharan Wahananing Dat.
3. Susuhunan ing Ngatas Angin,37 mewedar wejangan Gêlaran Kahananing Dat.
4. Susuhunan ing Kalijaga,38 mewedar wejangan Tata Malige ing Dalêm Betal Makmur.
5. Susuhunan ing Têmbayat,39 setelah mendapat izin dari gurunya Susuhunan ing
Kalijaga, mewedar wejangan Tata Malige ing Dalêm Betal Mukaram.
6. Susuhunan ing Padusan,40 mewedar wejangan Tata Malige ing Dalêm Betal Mukadas.
7. Susuhunan ing Kudus,41 mewedar wejangan Panêtêp Santosaning Iman.
8. Susuhunan ing Gêsêng,42 mewedar wejangan Sasahitan.

Seluruh wejangan di atas memiliki intisari yang sama, karena bersumber dari wejangan
rahasia Kangjêng Susuhunan ing Ngampeldênta, guru para wali di tanah Jawa.
Ketika sampai pada masa Negara Mataram, beliau Sang Nata Ingkang Sinuwun
Kangjêng Sultan Agung Prabu Anyakra Kusuma berkenan menghimpun seluruh wejangan
delapan tingkat tadi berikut wejangan tambahannya dengan maksud supaya muktamada43
maknanya. Semua wejangan lantas dijadikan satu. Setelah bersepakat dengan para ahli ngelmu
kesempurnaan, atas kehendak beliau, lantas beliau berkenan memutuskan siapa saja yang
mendapat izin dan berhak untuk mengajarkan wejangan tersebut. Mereka adalah sebagai
berikut:

1. Panêmbahan Purubaya44
2. Panêmbahan Juminah45
3. Panêmbahan Ratu Pêkik46
4. Panêmbahan Juru Kiting47
5. Pangeran ing Kadilangu48

35
Sunan Giri IV, cucu Sunan Giri I. Makamnya di Gresik.
36
Sunan Drajat, putra Sunan Ngampel. Nama aslinya Raden Hasyim Syarifuddin. Makamnya di Paciran,
Lamongan.
37
Sunan Atas Angin, murid Sunan Kalijaga. Nama aslinya Daeng Mangemba Nattisoang, putra bangsawan
Kerajaan Gowa di Somba Opu, Makassar. Lahir pada tahun 1498. Ayahnya adalah raja Gowa ke-9 bernama
Karaeng Tumapa’risi Kalonna yang memerintah Gowa pada 1491-1527. Ibunya bernama I Malati Daeng
Bau’, putri salah seorang pembesar Kerajaan Tallo yang tinggal di daerah Marusu’. Makamnya di Demak.
38
Sunan Kalijaga. Nama aslinya Raden Syahid. Makamnya di Kadilangu, Demak.
39
Sunan Pandanarang. Makamnya di Bayat, Klaten.
40
Sunan Padusan, putra Sayyid Usman Haji atau Sunan Ngudung. Saudara Sunan Kudus. Menantu Adipati
Sêcodiningrat III (Raden Jaka Thole). Nama aslinya Raden Diwiryapada. Penyebar Islam di Sumenep, Madura.
41
Sunan Kudus. Nama aslinya Raden Ja’far Shadiq, putra Sayyid Usman Haji atau Sunan Ngudung. Makamnya
di Kudus.
42
Sunan Gêsêng. Nama aslinya Ki Cakrajaya, murid Sunan Kalijaga. Makamnya di Jolosutro, Piyungan, Bantul.
43
Dapat dijadikan acuan atau pegangan.
44
Panêmbahan Purubaya I, putra Panêmbahan Sênopati ing Ngalaga Mataram (Raja Mataram I) dengan Rara
Lêmbayung, putri Ki Agêng Giring. Ia gugur di usia tua saat menghadang pemberontakan Trunajaya pada Oktober
1676. Makamnya di kompleks makam Wotgalih, Karangmoncol, Berbah, Sleman.
45
Putra Panêmbahan Senopati ing Ngalaga (Raja Mataram I) dengan Ratu Rêtna Dumilah, putri Adipati Madiun.
Makamnya di Astana Imagiri (Imogiri), Bantul.
46
Penguasa Surabaya, keturunan ketujuh Sunan Ngampel, penakluk Giri Kadhaton tahun 1635. Wafat dihukum
mati oleh menantunya sendiri, Kangjêng Susuhunan Amangkurat Agung (Amangkurat I) pada tahun 1663.
47
Putra Ki Juru Martani, penakluk Madura tahun 1624.
48
Keturunan Sunan Kalijaga.
6. Pangeran ing Kudus49
7. Pangeran ing Kajoran50
8. Pangeran ing Têmbayat51
9. Pangeran ing Wangga

Sesungguhnya wejangan yang sudah terhimpun menjadi satu tersebut bersumber dari
segala kitab Tassawuf. Urutan pangkat per pangkat bersandar kepada wejangan ngelmu yang
sudah ditata sedemikian rupa semenjak dulu kala dan yang merupakan petunjuk secara
bertahap dalam menjelaskan firman Tuhan Yang Mahasuci, yang diwahyukan kepada
Kangjêng Nabi Musa Kalamullah, bahwasanya manusia adalah kenyataan dari Dzat yang Esa.
Itulah benih dari Ngelmu Makripat yang menjadi wirid pegangan para nabi dan wali semenjak
zaman kuno, yang kemudian dijabarkan oleh para pandhita dan melahirkan wejangan beraneka
rupa.
Karena usaha beliau Sang Nata Ingkang Sinuwun Kangjêng Sultan Agung Prabu
Anyakra Kusuma, maka seluruh wejangan dijadikan satu. Namun seiring waktu, wejangan
yang sudah dihimpun mengalami keterpecahan kembali disebabkan banyaknya orang bijak
menjadi guru yang mengajarkan wiridnya sendiri-sendiri. Ada beberapa di antara mereka yang
mengkhususkan diri mengajarkan Ngelmu Makripat saja. Malah ada juga yang hanya
membabarkan Ngelmu Talek dan Ngelmu Patah atau Ngelmu Sorog. Sehingga kemudian
dipelajari secara sungguh-sungguh oleh Kiai Agêng Muhammad Sirullah dari Kêdhung Kol,
daerah sebelah selatan Kêdhung Panganten dengan sêngkalan Rong Sogata Warga Sinuta
(Rong: 9, Sogata: 7, Warga: 7, Sinuta: 1. Jika dibalik menjadi angka tahun 1779 Jawa). Jika
diperhatikan secara teliti, selain menyiratkan angka tahun, sêngkalan Rong Sogata Warga
Sinuta juga menyiratkan nama RONG soGAta WARga SInuTA alias Raden Ngabehi
Ranggawarsita dalam tahun Alip 1779. Beliau mendapat petunjuk Tuhan Yang Mahasuci untuk
menata kembali urut-urutan pengajaran Ngelmu Makripat serta membabar murad maksudnya.
Wejangan delapan pangkat dikumpulkan menjadi satu, seperti yang terperinci pada bab-bab
selanjutnya di bawah ini.
Pesanku,52 wirid ini tidak cukup hanya dipelajari. Wirid ini juga membutuhkan laku,
mengheningkan batin, menyingkirkan segala gejolak liar diri dan berfokus hanya kepada
Tajali53 Dzat Yang Mahasuci Sejati. Berdasar pengalaman yang sudah-sudah, banyak yang
telah mencapai peningkatan kesadaran. Janganlah ragu-ragu lagi. Tidak berbeda keadaan
zaman akhir dan zaman sekarang ini. Yang namanya surga dan neraka sesungguhnya sudah
nyata ada di zaman sekarang ini. Semua sudah kita jalani. Seluruh wejangan ini dahulu untuk
pertama kalinya dihimpun oleh Kangjêng Susuhunan ing Kalijaga, kemudian terpecah dan
dihimpun untuk kedua kalinya oleh Ingkang Sinuwun Kangjêng Sultan Agung ing Mataram.
Lantas terpecah kembali dan kini dihimpun oleh Kiai Agêng Muhammad Sirullah dari daerah

49
Keturunan Sunan Kudus.
50
Nama lain Panêmbahan Rama, mertua Raden Trunajaya yang akhirnya menyokong pemberontakannya. Ia
gugur dalam peperangan. Makamnya di Kajoran, Wedi, Klaten.
51
Keturunan Sunan Têmbayat.
52
Pesan R.Ng. Ranggawarsita.
53
Tajalli: Penampakan Ilahi.
Kêdhung Kol, yang kemudian diberi nama baru: Wirid Hidayat Jati. Seluruh wejangan diambil
dari intisari kitab Hidayatul Kakaik,54 sumber segala kitab Tassawuf.

54
Hidayatul Haqa’iq: Petunjuk Kebenaran.
Bab 4
Wejangan Wirid

Inilah penjabaran tata cara lengkap mewejang Ngelmu Makripat, ilmu kesempurnaan hidup,
yang sudah semenjak dulu dijalankan para wali. Urutan-urutannya sebagai berikut:

1. Pertama-tama, guru dan murid mengambil air wulu55 dengan membaca doa niat:

Nawaitu rapngal kadasi suharata walkabirata parlan lilahi tangala, Allahu


Akbar.56

Aku berniat mengangkat hadas kecil dan besar, wajib karena Allah Ta’ala. Allah
Mahabesar.

2. Lantas bersalin pakaian yang serba suci dan tidak diperkenankan memakai segala
bahan yang terbikin dari emas.
3. Jika berkenan, pakailah kuluk mathak putih,57 bertelanjang dada, serta berbalur
wewangian. Kuluk adalah sejenis songkok berbentuk mahkota, mathak berasal dari
kata Kawi : pāṭha yang berarti belajar sastra suci. Sehingga māṭha atau mathak
berarti mempelajari sastra suci. Putih bermakna kesucian itu sendiri. Dengan
demikian kuluk mathak putih melambangkan kepala yang dipenuhi dengan
keinginan untuk mempelajari kesucian.

55
Wudlu
56
Nawaitu raf’al hadatsi sugharata wal kabirata, fardlal lillahi ta’ala. Allahu Akbar.
57
Songkok khusus yang dipakai pada upacara Grebeg Mulud di keraton Surakarta. Lihat gambar di belakang.
Kuluk Mathak Putih

4. Mengenakan sumping58 bunga yang diuntai dalam bentuk surengpati pada telinga
kiri. Makna dari sumping bunga surengpati adalah ketiadaaan takut kepada
kematian. Surengpati berasal dari kata sura ring pati: berani mati. Dipakai pada
telinga kiri karena sesuai kepercayaan, segala sesuatu yang menggunakan
pancaindra bagian kiri akan mempunyai daya yang baik dan bermanfaat.

58
Hiasan telinga.
Sumping Bunga Surengpati. Dipakai pada telinga kiri

5. Mengenakan kalung bunga yang diuntai dalam bentuk margasopana, untaian mirip
usus ayam rangkap tiga. Makna dari kalung bunga margasopana adalah jalan yang
bertingkat. Marga berarti jalan, sopana berarti bertingkat. Itu berarti seorang murid
telah siap lahir-batin untuk mendaki jalan spiritual yang bertingkat-tingkat. Makna
untaian rangkap tiga adalah tiga tingkatan yang harus ditapaki: tingkatan badan fisik
atau raga, tingkatan badan halus atau Suksma, tingkatan badan sejati atau Atma.
Kalung bunga Margasupana model usus ayam rangkap tiga. Bisa dipakai untuk kalung dan
sekaligus dipakai pada keris seperti dalam gambar.

6. Mengenakan keris berangkai bunga seperti yang dikenakan pengantin.


Melambangkan seorang murid yang telah siap lahir-batin untuk bertemu Dzat Yang
Mahasuci, bagaikan seorang pengantin yang hendak dipertemukan dengan
pasangannya. Sang murid adalah mempelai perempuan dan Dzat Yang Mahasuci
adalah mempelai laki-laki.
7. Tempat pewejangan ditata dan diberi tetumbuhan pada empat sisinya. Pilihlah
tanaman yang indah, kalau bisa yang berbunga harum, sebagai lambang dari
bertumbuhnya jiwa yang suci.
8. Digelari alas yang bersih. Di atas alas pertama digelari tikar halus yang baru. Di
atas tikar halus digelari kain mori berlapis tujuh, bisa juga berlapis tiga, kemudian
ditebari sêkar campur bawur.59
9. Mempersembahkan srikawin60 berupa emas putih berbobot satu tail,61 lênga
sundhul langit,62 kemenyan seharga seringgit.63 Semuanya ditutupi kain mori dan
ditaruh dalam satu tempat.
10. Disertai pengiring berupa gêdhang agung,64 suruh ayu,65 jambe tanganan.66
Semuanya ditutup dengan kain mori dan ditaruh dalam satu tempat.
11. Ditambah kemudian dengan kêmbar mayang sajodho.67

Kêmbar mayang

12. Semua hal di atas diletakkan di tempat untuk mewejang.

59
Bunga beraneka macam yang dijadikan satu.
60
Maskawin atau mahar.
61
38,601 gram.
62
Minyak wangi yang penuh di dalam botol kaca kecil. Hilangkan gambar mereknya.
63
1 ringgit sama dengan 2,50 gulden pada masa sêrat ini dibuat (Abad 19). Kalau sekarang, 2,50 gulden sama
dengan Rp 1.880.020,-.
64
Setangkup pisang raja (Musa textilia) yang tua dengan jumlah genap.
65
Daun sirih (Piper battle. L) beserta peranti menyirih: gambir (Uncaria gambir Roxb), jambe (pinang, Areca
catechu), kapur sirih, susur (tembakau yang dipadatkan berbentuk bulat), dan daun saga têlik (Abros precatorius).
66
Yang dibiarkan utuh beserta kulit buahnya.
67
Hiasan khusus pada upacara pengantin Jawa, dibuat dua buah. Lihat gambar di belakang.
13. Saat sudah memasuki dini hari, segeralah menuju tempat pewejangan. Yang hendak
diwejang duduk menghadap ke barat. Berturut-turut, telinga kiri, dua lubang
hidung, dan dada diberi asap dupa. Setelah itu, pewejangan oleh sang guru,
disaksikan oleh empat orang lain yang seilmu, bisa dilakukan.

Wejangan sesuai dengan apa yang telah dibabar oleh delapan wali di tanah Jawa, yang
dikumpulkan menjadi satu, berasal dari kiyas yang diambil dari kadis Kangjêng Nabi
Mukamad Rasulullah68 kepada Sayidina Ngali.69 Dibisikkan pada telinga kiri. Urut-urutannya
ada delapan, sebagaimana terurai di bawah ini:

1. Wisikan Ananing Dat (Petunjuk Adanya Dzat)

Sajatine ora ana apa-apa, awit duk maksih awang uwung durung ana sawiji-wiji, kang
ana dhingin iku Ingsun, ora ana Pangeran anging Ingsun. Sajatining Dat70 Kang
Amaha Suci anglimputi ing Sipatingsun,71 anartani ing Asmaningsun,72 amratandhani
ing Apêngalingsun.73

Sesungguhnya tiada apa pun, sebab ketika masih dalam awang uwung (suwung),
belumlah ada apa pun. Yang ada terdahulu adalah Ingsun (Aku), tiada Pangeran
(Tuhan) selain Ingsun. Sesungguhnya Dzat Yang Mahasuci meliputi Sifat Ingsun,
menyertai Asma Ingsun, menandai Af’al Ingsun.

2. Wêdharan Wahananing Dat (Penjabaran Sarana Dzat)

Sajatine Ingsun Dat Kang Amurba Amisesa. Kang Kawasa anitahake sawiji-wiji dadi
padha sanalika sampurna saka ing Kodratingsun.74 Ing kono wus kanyatahan
pratandhaning Apêngalingsun minangka bêbukaning Iradatingsun,75 kang dhingin
Ingsun anitahake Kayu76 aran Sajaratulyakin,77 tumuwuh ing sajroning Ngalam Adam
Makdum Ajali Abadi;78 nuli Cahya aran Nur Mukamad;79 nuli Kaca80 aran

68
Nabi Muhammad.
69
Sayyidina Ali bin Abu Thalib.
70
Dat: Dzat (Hakikat) Tuhan.
71
Sipat: Sifat Tuhan.
72
Asma: Asma (Nama) Tuhan.
73
Apêngal: Af’al (Perbuatan) Tuhan.
74
Qudrat: Kuasa.
75
Iradah: Kehendak.
76
Al-Hayyu: Hidup.
77
Syajaratul Yaqin: Pohon Keyakinan.
78
Alam Adam Maqdum Azali Abadi: Alam Ketiadaan, Yang Awal, Nirwaktu, Langgeng.
79
Nur Muhammad: Cahaya Terpuji.
80
Cermin.
Miratulkayai;81 nuli Nyawa aran Roh Ilapi;82 nuli Damar83 aran Kandhil;84 nuli
Sêsotya85 aran Darah; nuli Dhingdhing Jalal86 aran Kijab87 kang minangka
warananing Kalaratingsun.88

Sesungguhnya Ingsun (Aku) Dzat Yang Berkuasa sepenuhnya. Mahakuasa menitahkan


segenap makhluk, yang menjadi dengan seketika, dan sempurna karena Qudrat Ingsun.
Di sana sudah nyata pertanda dari Af’al Ingsun sebagai pembuka Iradah Ingsun. Pada
mula pertama Ingsun menitahkan Hayyu bernama Syajaratul Yaqin, tumbuh pada Alam
Adam Maqdum Azali Abadi; kemudian Cahaya bernama Nur Muhammad; kemudian
Kaca bernama Mir’atul Haya’; kemudian Nyawa bernama Ruhul Idlafi; kemudian
Damar bernama Kandhil; kemudian Sêsotya bernama Darah; kemudian Dinding Agung
bernama Hijab yang merupakan penutup Hadlarat Ingsun.

3. Gêlaran Kahananing Dat (Penggelaran Keadaan Dzat)

Sajatine manusa iku Rahsaningsun,89 lan Ingsun iki Rahsaning manusa. Karana Ingsun
anitahake Adam asal saking ing anasir90 patang prakara: siji Bumi, loro Gêni, têlu
Angin, papat Banyu; iku dadi kawujudaning Sipatingsun. Ing kono Ingsun panjingi
Mudah91 limang prakara: siji Nur,92 loro Rahsa, têlu Roh,93 papat Napsu,94 lima Budi.
Iya iku minangka warananing Wajahingsun95 Kang Amaha Suci.

Sesungguhnya manusia itu Rahsa Ingsun dan Ingsun itu Rahsa manusia. Sebab Ingsun
menitahkan Adam berasal dari anasir empat macam: pertama Bumi, kedua Api, ketiga
Angin, keempat Air. Itu semua menjadi perwujudan Sifat Ingsun. Di sana Ingsun
masuki Mudah lima macam: pertama Nur, kedua Rahsa, ketiga Ruh, keempat Nafs,
kelima Budi. Itulah penutup Wajah Ingsun Yang Mahasuci.

4. Pambukaning Tata Malige ing Dalêm Betal Makmur (Awal Penataan Mahligai di
Baitul Makmur)

81
Mir’atul Haya’: Cermin Malu.
82
Ruhul Idlafi: Ruh Penguat.
83
Pelita.
84
Pelita dari emas murni.
85
Berlian.
86
Dinding Agung.
87
Hijab: Tabir.
88
Hadlarat: Kehadiran.
89
Perbendahanaan Rahasia atau Rasa Sejati Yang Rahasia (Sirr).
90
Unsur.
91
Keberadaan manusia selain badan fisik.
92
Cahaya.
93
Ruh: Hakikat manusia.
94
Nafs: Pribadi manusia.
95
Keberadaan Tuhan.
Sajatine Ingsun anata Malige96 ana sajroning Betal Makmur.97 Iku omah ênggoning
parameyaningsun. Jumênêng ana Sirahing Adam. Kang ana ing sajroning Sirah iku
Dimak, iya iku utêk; kang ana ing antaraning utêk iku Manik;98 sajroning Manik iku
Budi; sajroning Budi iku Napsu; sajroning Napsu iku Suksma; sajroning Suksma iku
Rahsa; sajroning Rahsa ing Ingsun, ora ana Pangeran anging Ingsun Dat kang
anglimputi ing Kahanan Jati.

Sesungguhnya Ingsun (Aku) menata Mahligai di Baitul Makmur.99 Di sanalah rumah


tempat keramaian Ingsun. Bertempat di Kepala Adam. Yang ada di dalam Kepala itu
Dimag, yaitu otak; yang ada di antara otak itu Manik; di dalam Manik itu Budi; di dalam
Budi itu Nafs; di dalam Nafs itu Suksma; di dalam Suksma itu Rahsa; di dalam Rahsa
itu Ingsun, tiada Pangeran (Tuhan) selain Ingsun, Dzat yang meliputi Keadaan Sejati.

5. Pambukaning Tata Malige ing Dalêm Betal Mukaram (Awal Penataan Mahligai di
Baitul Muharram)

Sajatine Ingsun anata Malige ana sajroning Betal Mukaram.100 Iku omah ênggoning
lêlaranganingsun. Jumênêng ana ing Dhadhaning Adam. Kang ana ing sajroning
Dhadha iku Ati; kang ana antaraning Ati iku Jantung; sajroning Jantung iku Budi;
sajroning Budi iku Jinêm, iya iku Angên-Angên;101 sajroning Angên-Angên iku Suksma;
sajroning Suksma iku Rahsa; sajroning Rahsa iku Ingsun, ora ana Pangeran anging
Ingsun Dat kang anglimputi ing Kahanan Jati.

Sesungguhnya Ingsun (Aku) menata Mahligai yang ada di Baitul Muharram. Di sanalah
rumah tempat larangan Ingsun. Bertempat di Dada Adam. Yang ada di dalam Dada itu
Hati; yang ada di antara Hati itu Jantung; di dalam Jantung itu Budi; di dalam Budi itu
Jinêm, yaitu Angên-Angên; di dalam Angên-Angên itu Suksma; di dalam Suksma itu
Rahsa; di dalam Rahsa itu Ingsun, tiada Pangeran (Tuhan) selain Ingsun, Dzat yang
meliputi Keadaan Sejati.

6. Pambukaning Tata Malige ing Dalêm Betal Mukadas (Awal Penataan Mahligai di
Baitul Muqaddas)

Kagêm Jalêr (Untuk Lelaki):

Sajatine Ingsun anata Malige ana sajroning Betal Mukadas.102 Iku omah ênggoning
pasuceningsun. Jumênêng ana ing Kontholing103 Adam. Kang ana ing sajroning

96
Mahligai.
97
Baitul Makmur: Rumah Keramaian.
98
Pusat mata.
99
Baitul Makmur: Rumah Keramaian.
100
Baitul Muharram: Rumah Larangan.
101
Hasrat, keinginan yang melekat.
102
Baitul Muqaddas: Rumah Suci.
103
Kantong testis.
Konthol iku Pringsilan;104 kang ana ing antaraning Pringsilan iku Nutpah,105 iya iku
Mani; sajroning Mani iku Madi;106 sajroning Madi iku Wadi;107 sajroning Wadi iku
Manikêm;108 sajroning Manikêm iku Rahsa; sajroning Rahsa iku Ingsun, ora ana
Pangeran anging Ingsun Dat kang anglimputi ing Kahanan Jati. Jumênêng Nukat
Gaib109 tumurun dadi Johar Awal,110 ing kono wahananing Ngalam Akadiyat,111
Ngalam Wakdat,112 Ngalam Wakidiyat,113 Ngalam Arwah,114 Ngalam Misal,115 Ngalam
Ajêsam,116 Ngalam Insan Kamil,117 dadining manusa kang sampurna, iya iku sajatining
Sipatingsun.

Sesungguhnya Ingsun (Aku) menata Mahligai di Baitul Muqaddas. Di sanalah rumah


tempat penyucian Ingsun. Berada pada konthol Adam. Yang ada di dalam konthol itu
Pringsilan; yang ada di antara Pringsilan itu Nuthfah, yaitu Mani; di dalam Mani itu
Madzi; di dalam Madzi itu Wadzi; di dalam Wadzi itu Manikêm; di dalam Manikêm
itu Rahsa; di dalam Rahsa itu Ingsun, tiada Pangeran (Tuhan) selain Ingsun, Dzat yang
meliputi Keadaan Sejati. Berada di dalam Nukthah Ghaib, turun menjadi Jauhar
Awwal, dari sana tercipta keberadaan ‘Alam Ahadiyyah, ‘Alam Wahdah, ‘Alam
Wahidiyyah, ‘Alam Arwah, ‘Alam Mitsal, ‘Alam Ajsam, ‘Alam Insan Kamil, sehingga
menjadi manusia sempurna dan itulah sesungguhnya Sifat Ingsun.

Kagêm Pawestri (Untuk Perempuan):

Sajatine Ingsun anata Malige ana sajroning Betal Mukadas. Iku omah ênggoning
pasuceningsun. Jumênêng ana ing Baganing118 Siti Kawa. Kang ana ing sajroning
Baga iku Reta;119 kang ana ing antaranin Reta iku Mani; sajroning Mani iku Madi;
sajroning Madi iku Wadi; sajroning Wadi iku Manikêm; sajroning Manikêm iku Rahsa;
sajroning Rahsa iku Ingsun, ora ana Pangeran anging Ingsun Dat kang anglimputi ing
Kahanan Jati. Jumênêng Nukat Gaib tumurun dadi Johar Awal, ing kono wahananing
Ngalam Akadiyat, Ngalam Wakdat, Ngalam Wakidiyat, Ngalam Arwah, Ngalam Misal,
Ngalam Ajêsam, Ngalam Insan Kamil, dadining manusa kang sampurna, iya iku
sajatining Sipatingsun.

104
Testis.
105
Nuthfah: Mani.
106
Madzi: Cairan bening yang keluar dari penis ketika seorang lelaki terangsang.
107
Wadzi: Cairan kental putih yang keluar setelah kencing atau melakukan pekerjaan berat.
108
Manikam: Permata.
109
Nukthah Ghaib: Titik Gaib.
110
Jauhar Awwal: Mutiara Awal.
111
‘Alam Ahadiyyah: Alam Keesaan.
112
‘Alam Wahdah: Alam Kesatuan.
113
‘Alam Wahidiyah: Alam Ketunggalan.
114
‘Alam Arwah: Alam Banyak Ruh.
115
‘Alam Mitsal: Alam Perumpamaan.
116
‘Alam Ajsam: Alam Jisim atau Alam Material.
117
‘Alam Insan Kamil: Alam Manusia Sempurna.
118
Baga: vagina.
119
Reta berarti benih. Diambil dari kosakata Sanskerta dan Jawa Kuno. Di sini berarti indung telur.
Sesungguhnya Ingsun (Aku) menata Mahligai di Baitul Muqaddas. Di sanalah rumah
tempat penyucian Ingsun. Berada pada Baga Siti Hawa. Yang ada di dalam Baga itu
Purana; yang ada di antara Purana itu Reta, yaitu Mani; di dalam Mani itu Madzi; di
dalam Madzi itu Wadzi; di dalam Wadzi itu Manikêm; di dalam Manikêm itu Rahsa;
di dalam Rahsa itu Ingsun, tiada Pangeran (Tuhan) selain Ingsun, Dzat yang meliputi
Keadaan Sejati. Berada di dalam Nukthah Ghaib, turun menjadi Jauhar Awwal, dari
sana tercipta keberadaan ‘Alam Ahadiyyah, ‘Alam Wahdah, ‘Alam Wahidiyyah, ‘Alam
Arwah, ‘Alam Mitsal, ‘Alam Ajsam, ‘Alam Insan Kamil, sehingga menjadi manusia
sempurna dan itulah sesungguhnya Sifat Ingsun.

7. Panêtêp Santosaning Iman (Peneguh Kesentosaan Iman)

Kagêm Jalêr (Untuk Lelaki):

Ingsun anêkseni satuhune ora ana Pangeran anging Ingsun, lan anêkseni Ingsun
satuhune Mukamad iku utusaningsun.

Ingsun (Aku) bersaksi sesungguhnya tiada Pangeran (Tuhan) selain Ingsun, dan Ingsun
bersaksi sesungguhnya Muhammad itu utusan Ingsun.

Kagêm Pawestri (Untuk Wanita):

Ingsun anakseni satuhune ora ana Pangeran anging Ingsun, lan anakseni Ingsun
satuhune Mukamad iku utusaningsun, Prêtimah iku umatingsun.

Ingsun (Aku) bersaksi sesungguhnya tiada Pangeran (Tuhan) selain Ingsun, dan Ingsun
bersaksi sesungguhnya Muhammad itu utusan Ingsun, Fatimah itu umat Ingsun.

8. Sasahitan (Kesaksian)

Ingsun anêkseni ing Datingsun dhewe, satuhune ora ana Pangeran anging ingsun lan
anêkseni Ingsun satuhune Mukamad iku utusaningsun. Iya sajatine kang aran Allah iku
Badaningsun, Rasul iku Rahsaningsun, Mukamad iku Cahyaningsun. Iya Ingsun Kang
Urip ora kêna ing pati; iya Ingsun Kang Eling ora kêna ing lali; iya Ingsun Kang
Langgêng ora kêna owah gingsir ing Kahanan Jati; iya Ingsun Kang Waskitha ora
kasamaran ing sawiji-wiji; iya Ingsun Kang Amurba Amisesa Kang Kawasa Wicaksana
ora kêkurangan ing pangêrti; byar sampurna padhang tarawangan, ora karasa apa-
apa, ora ana katon apa-apa, mung Ingsun kang anglimputi ing alam kabeh kalawan
Kodratingsun.

Ingsun (Aku) bersaksi kepada Dzat Ingsun sendiri, sesungguhnya tiada Pangeran
(Tuhan) selain Ingsun, dan Ingsun bersaksi sesungguhnya Muhammad itu utusan
Ingsun. Sesungguhnya yang disebut Allah itu Badan Ingsun, Rasul itu Rahsa Ingsun,
Muhammad itu Cahaya Ingsun. Ingsun Yang Hidup tidak terkena mati; Ingsun Yang
Ingat tidak terkena lupa; Ingsun Yang Abadi, tidak terkena perubahan, dalam Keadaan
Sejati; Ingsun Yang Mengetahui segala-galanya dan tidak khilaf pada apa pun; Ingsun
Yang Berkuasa sepenuhnya, Mahakuasa lagi Mahabijak, tidak kekurangan akan segala
pemahaman; byar sempurna terang-benderang, tidak berasa apa pun, tidak terlihat apa
pun, hanya Ingsun yang meliputi seluruh alam dengan Qudrat Ingsun.

Setelah wejangan-wejangan di atas dibabar, sang guru kemudian berlanjut pada


wejangan tambahan. Juga ada delapan tingkat, yaitu:

1. Pamuja (Pemujaan) – Dirapal ketika ajal kurang dua minggu.

Ana pêpujaningsun sawiji, Date iya Datingsun, Sipate iya Sipatingsun, Asmane iya
Asmaningsun, Apêngale iya Apêngalingsun. Ingsun puja ing Patêmon Tunggal
sakahanan Ingsun, sampurna kalawan Kodratingsun.

Ada satu yang menjadi pujaan Ingsun, Dzat-Nya adalah Dzat Ingsun, Sifat-Nya adalah
Sifat Ingsun, Asma-Nya adalah Asma Ingsun, Af’al-Nya adalah Af’al Ingsun. Ingsun
kehendaki dalam Pertemuan Tunggal yang sekeadaan dengan Ingsun, sempurna dengan
Qudrat Ingsun.

2. Tobat utawa Panalangsa (Tobat atau Penyesalan) - Dirapal ketika ajal kurang satu
minggu.

Ingsun analangsa marang Datingsun dhewe, rêgêding Jisimingsun, gorohe ing


Atiningsun, sêrênge ing Napsuningsun, laline ing uripingsun salawas-lawase. Ing
mêngko Ingsun ruwat ing sadosaningsun kabeh saka ing Kodratingsun.

Ingsun (Aku) menyesal kepada Dzat Ingsun sendiri. Kotornya Jasad Ingsun,
kebohongan Hati Ingsun, kemarahan Nafsu Ingsun, lupanya Hidup Ingsun, selama-
lamanya. Saat ini juga Ingsun ruwat (bersihkan) seluruh dosa-dosa Ingsun semua atas
kuasa Qudrat Ingsun.

3. Saksi ing Dat Kita, Kaya Sasahitan (Kesaksian kepada Dzat Kita, Seperti Sasahitan) -
Dirapal ketika ajal kurang tiga hari.

Ingsun anêkseni ing Datingsun dhewe, satuhune ora ana Pangeran anging ingsun lan
anêkseni Ingsun satuhune Mukamad iku utusaningsun. Allah iku Badaningsun, Rasul
iku Rahsaningsun, Mukamad iku Cahyaningsun. Iya Ingsun Kang Urip ora kêna ing
pati; iya Ingsun Kang Eling ora kêna ing lali; iya Ingsun Kang Langgêng ora kêna
owah gingsir ing Kahanan Jati; iya Ingsun Kang Waskitha ora kasamaran ing sawiji-
wiji; iya Ingsun Kang Amurba Amisesa Kang Kawasa Wicaksana ora kêkurangan ing
pangêrti; byar sampurna padhang tarawangan, ora karasa apa-apa, ora ana katon
apa-apa, mung Ingsun kang anglimputi ing alam kabeh kalawan Kodratingsun.
Ingsun (Aku) bersaksi kepada Dzat Ingsun sendiri, sesungguhnya tiada Pangeran
(Tuhan) selain Ingsun, dan Ingsun bersaksi sesungguhnya Muhammad itu utusan
Ingsun. Allah itu Badan Ingsun, Rasul itu Rahsa Ingsun, Muhammad itu Cahaya
Ingsun. Ingsun Yang Hidup tidak terkena mati; Ingsun Yang Ingat tidak terkena lupa;
Ingsun Yang Abadi, tidak terkena perubahan, dalam Keadaan Sejati; Ingsun yang
mengetahui segala-gala dan tidak khilaf pada apa pun; Ingsun yang berkuasa
sepenuhnya, Mahakuasa lagi Mahabijak, tidak kekurangan akan segala pemahaman;
byar sempurna terang-benderang, tidak berasa apa pun, tidak terlihat apa pun, hanya
Ingsun yang meliputi seluruh alam dengan Qudrat Ingsun.

3. Anucekake Sakehing Anasir (Menyucikan Seluruh Anasir) - Dirapal ketika ajal


kurang dua hari.

Ingsun anucekake sakaliring anasiringsun kang abangsa jasmani. Suci mulya


sampurna anunggal kalawan sakaliring anasiringsun kang abangsa rokani. Nirmala
waluya ing kahanan Jati dening Kodratingsun.

Ingsun (Aku) menyucikan segala anasir Ingsun yang berwujud jasmani. Suci mulia
sempurna manunggal dengan segala anasir Ingsun yang berwujud ruhani. Tidak
bercacat dan penuh kesembuhan di dalam Keadaan Sejati oleh karena Qudrat Ingsun.

4. Angawinake Badan karo Nyawa (Menikahkan Badan dengan Nyawa) - Dirapal ketika
ajal kurang satu hari.

Allah kang kinawin, winalenan dening Rasul, pangulune Mukamad, saksine malaikat
papat. Iya iku Ingsun kang angawin Badaningsun, winalenan dening Rahsaningsun,
kaunggahake dening Cahyaningsun, sinêksenan dening molekatingsun papat; Jabarail
iya iku pangucapingsun; Mingkail pangambuningsun; Israpil paningalingsun; Ngijrail
pamiyarsaningsun, srikawine sampurna, saka ing Kodratingsun.

Allah yang menikah, Rasul yang menjadi wali, Muhammad yang menjadi penghulu,
empat malaikat yang menjadi saksi. Itulah Ingsun (Aku) yang menikahi Badan Ingsun,
Rahsa Ingsun sebagai wali, disahkan oleh Cahaya Ingsun, empat malaikat menjadi
saksi. Jibril tak lain ucapan Ingsun; Mikail penciuman Ingsun; Israfil penglihatan
Ingsun; Izrail pendengaran Ingsun, mas kawinnya sempurna, oleh karena Qudrat
Ingsun.

3. Pangruwat (Pembersih) - Dirapal ketika menjelang ajal.

Ingsun angruwat kadangingsun papat kalima pancêr kang dumunung ana ing
Badaningsun dhewe. Mar Marti Kakang Kawah Adhi Ari-Ari Gêtih Pusêr, sakehing
kadangingsun kang ora katon, lan ora karawatan, utawa kadangingsun kang mêtu saka
ing marga hina, lan kang ora mêtu saka ing marga hina, sarta kadangingsun kang mêtu
barêng sadina kabeh padha sampurna nirmala waluya ing Kahanan Jati dening
Kodratingsun.

Ingsun (Aku) membersihkan empat saudara Ingsun beserta yang kelima yaitu pusat,
yang berada pada Badan Ingsun sendiri. Mar Marti, Kakang Kawah, Adhi Ari-Ari,
Gêtih, Pusêr, seluruh saudara Ingsun yang tidak terlihat dan tidak terawat, juga saudara
Ingsun yang keluar dari marga hina120 serta yang tidak keluar dari marga hina, serta
saudara Ingsun yang keluar bersamaan dalam sehari. Semua menjadi sempurna, tidak
bercacat dan penuh kesembuhan dalam Keadaan Sejati oleh karena Qudrat Ingsun.

4. Sangkan Paraning Tanajultarki (Asal dan Tujuan Tanazultaraqi)121 - Dirapal ketika


menjelang ajal.

Ingsun mancad saka ing Ngalam Insan Kamil, tumêka ing Ngalam Ajêsam, nuli tumêka
maring Ngalam Misal, nuli tumêka maring Ngalam Arwah, nuli tumêka maring Ngalam
Wakidiyat, nuli tumêka maring Ngalam Wakdat, nuli tumêka maring Ngalam Akadiyat,
nuli tumêka maring Ngalam Insan Kamil maneh. Sampurna padhang tarawangan saka
ing Kodratingsun.

Ingsun (Aku) menapak dari ‘Alam Insan Kamil sampai kepada ‘Alam Ajsam, lantas
sampai kepada ‘Alam Mitsal, lantas sampai kepada ‘Alam Arwah, lantas sampai kepada
‘Alam Wahidiyyah, lantas sampai kepada ‘Alam Wahdah, lantas sampai kepada ‘Alam
Wahidiyyah, lantas sampai kepada ‘Alam Insan Kamil kembali. Sempurna terang-
benderang oleh karena Qudrat Ingsun.

8. Pambirat Asaling Cahya (Menghilangkan Asal Cahaya) - Dirapal ketika menjelang


ajal.

Cahya irêng kadadeyaning Napsu Luwamah,122 sumurup maring cahya kang abang;
cahya abang kadadeyaning Napsu Amarah,123 sumurup maring cahya kang kuning;
cahya kuning kadadeyaning Napsu Supiyah124 sumurup maring cahya kang putih;
cahya putih kadadeyaning Napsu Mutmainah,125 sumurup maring cahya kang
amancawarna; cahya kang amancawarna kadadeyaning Pramana, sumurup maring
Dating cahyaningsun kang awêning mancur mancorong gumilang tanpa wêwayangan.

120
Jalan yang hina; kemaluan wanita.
121
Tanazul Taraqi: Menurun dan Menaik.
122
Nafsul Lawwamah: pribadi yang suka mencela, menyesali; pribadi yang bebal dan labil.
123
Nafsul Ammarah: pribadi yang mengajak kepada keburukan.
124
Nafsus Sufiyyah: pribadi yang tertawan atau mencintai kenikmatan duniawi.
125
Nafsul Muthmainnah: pribadi yang tenang, stabil.
Byar sampurna padhang tarawangan, ora ana katon apa-apa, kabeh-kabeh padha
kalimputan dening Datingsun saka ing Kodratingsun.

Cahaya hitam terwujud dari Nafsul Lawwamah, terserap kepada cahaya merah; cahaya
merah terwujud dari Nafsul Ammarah, terserap kepada cahaya kuning; cahaya kuning
terwujud dari Nafsus Sufiyyah, terserap kepada cahaya putih; cahaya putih terwujud
dari Nafsul Muthmainnah, terserap kepada cahaya aneka warna; cahaya aneka warna
terwujud dari Pramana,126 terserap kepada Dzat Cahaya Ingsun yang jernih memancar
bersinar terang gilang-gemilang tanpa bayangan. Byar sempurna terang-benderang,
tidak terlihat apa pun, semua terliputi oleh Dzat Ingsun oleh karena Qudrat Ingsun.

Setelah semua wejangan di atas dibabar, sang guru lantas berlanjut pada wejangan
tambahan untuk menjalankan Dzat-Nya. Jumlahnya ada empat belas macam, yaitu:

1. Amasang Pangasihan (Memasang Pengasih) - Dirapal ketika menjelang ajal.

Sakehe titahingsun kabeh, kang padha andulu kang padha karungu padha asih wêlasa
marang Ingsun, saka ing Kodratingsun.

Seluruh ciptaan Ingsun, yang sama melihat dan sama mendengar, semuanya saja
menjadi berbelas kasih kepada Ingsun, oleh karena Qudrat Ingsun.

2. Amasang Kamayan (Memasang Kekuatan Pengaruh) - Dirapal ketika menjelang


ajal.

Sakehing makhlukingsun kabeh, kang ora angedahake maring Sun, padha kaprabawa
ing kamayan dening Kodratingsun.

Seluruh makhluk Ingsun, yang tak memedulikan Ingsun, terjerat perbawa kekuatan
pengaruh oleh karena Qudrat Ingsun.

3. Anarik Sampurnaning Akrab127 (Menarik Kesempurnaan Akrab) - Dirapal


ketika menjelang ajal.

Yoganingsun sapandhuwur sapangisor kabeh, kang padha mulih ing jaman


Karamating ngalame dhewe-dhewe, padha suci mulya sampurna kaya Ingsun saka ing
Kodratingsun.

Keturunan sedarah Ingsun ke atas dan ke bawah, yang berpulang kepada zaman
Karamah alamnya sendiri-sendiri, semuanya menjadi suci mulia, sempurna,
sebagaimana Ingsun oleh karena Qudrat Ingsun.

126
Inti Kesadaran.
127
Saudara.
4. Ambabar Kaharjaning Turas (Menebar Keindahan Kotoran) - Dirapal ketika
menjelang ajal.

Turasingsun kang maksih padha kari ana ing ngalam dunya kabeh padha nêmuwa suka
bungah sugih singgih aja ana kang kêkurangan, rahayu salamêta sapandhuwur
sapangisor saka ing Kodratingsun.

Kotoran Ingsun yang masih tertinggal di alam dunia, semuanya mendapatkan


kesenangan, kekayaan, kedudukan yang bagus. Jangan sampai ada yang kekurangan.
Damai dan selamatlah ke atas hingga ke bawah oleh karena Qudrat Ingsun.

5. Angukud Gumêlaring Jagad (Mengambil Tergelarnya Jagat) - Dirapal ketika


menjelang ajal.

Ingsun andadekake ngalam dunya saisen-isene kabeh iki, yen wis tutug ing wêwangêne,
Ingsun kukud mulih mulya sampurna dadi sawiji kalawan kahananingsun maneh saka
ing Kodratingsun.

Ingsun (Aku) menjadikan alam dunia beserta segenap isinya. Jika sudah sampai pada
batas waktunya, Ingsun akan mengambil semuanya, sempurna menjadi satu dengan
keadaan Ingsun, oleh karena Qudrat Ingsun.

6. Angracut Jisim (Melepaskan Jasad) - Dirapal ketika dalam pergerakan ajal

Jisimingsun kang kari ana ing ngalam dunya, yen wis ana ing jaman Karamating128
Maha Mulya, wulu, kulit, daging, gêtih, balung, sungsum sapanunggalane kabeh, asale
saka ing cahya muliha maring cahya, sampurna bali marang Ingsun maneh, saka ing
Kodratingsun.

Jasad Ingsun yang tertinggal di alam dunia—manakala sudah berada di zaman Karamah
Mahamulia—bulu, kulit, daging, darah, tulang, sumsum, dan semuanya saja yang
berasal dari cahaya pun berpulang kepada cahaya, sempurna kembali kepada Ingsun
lagi, oleh karena Qudrat Ingsun.

7. Amusus Budi (Mengaduk Kesadaran Jaga) - - Dirapal ketika dalam pergerakan


ajal

128
Karamah: Kemuliaan.
Budiningsun kang metu saka ing Ati Maknawi, Ati Sanubari, Ati Suwedha, Ati Pungat,
Ati Siri, sapanunggalane kabeh, Ingsun pusus dadi sawiji dumunung sajroning Angên-
Angên, angirup karkating129 Jasad, saka ing Kodratingsun.

Budi Ingsun yang keluar dari Hati Maknawi, Hati Sanubari, Hati Suwedha, Hati Fuad,
Hati Sirri dan sejenisnya semua, Ingsun aduk menjadi satu berada dalam Angên-Angên,
menghirup harakat (gerakan) Jasad, oleh karena Qudrat Ingsun.

8. Amuntu Napsu (Memutar Nafs) - Dirapal ketika dalam pergerakan ajal

Napsuningsun Aluwamah, Amarah, Supiyah, Mutmainah sahawane kabeh, Ingsun


puntu dadi sawiji dumunung sajroning karsa, angirup karkating Budi, saka ing
Kodratingsun.

Nafs Ingsun Lawwamah, Ammarah, Sufiyyah, Muthmainnah, berikut hawanya semua,


Ingsun putar menjadi satu di dalam keinginan, menghirup harakat (gerakan) Budi, atas
Qudrat Ingsun.

9. Angimpun Roh (Menghimpun Ruh) - Dirapal ketika dalam pergerakan ajal

Rohingsun Jasmani, Nabati, Napsani, Rukani , Rakmani, Nurani, Ilapi sapanunggalane


kabeh, Ingsun impun dadi sawiji dumunung sajroning sêdya, angirup karkating napsu,
saka ing Kodratingsun.

Ruh Ingsun Jasmani, Nabati, Nafsani, Ruhani, Rahmani, Nur ‘Aini, Idlafi, dan
semuanya saja, Ingsun himpun menjadi satu dalam Kehendak, menghirup harakat
(gerakan) Nafs, oleh karena Qudrat Ingsun.

10. Anuntum Rahsa (Mengembalikan Asal Sirr) - Dirapal ketika dalam pergerakan
ajal

Rahsaningsun kang tumêrah saka ing Sir Ibtadi, Sir Kahari, Sir Kamali, Sir Ngaji, Sir
Kakiki, Sir Wahdi. Ingsun tuntumake dadi sawiji dumunung sajroning Cipta, angirup
karkating Roh, saka ing Kodratingsun.

Rahsa Ingsun yang berasal dari Sirrul Ibtadi, Sirrul Qahhari, Sirrul Kamali, Sirrul Azizi,
Sirrul Haqiqi, Ingsun kembalikan menjadi satu di dalam Cipta, menghirup harakat
(gerakan) Ruh, oleh karena Qudrat Ingsun.

11. Angumpulake Kawula Gusti (Mengumpulkan Hamba dan Tuhan) - Dirapal


ketika dalam pergerakan ajal

129
Harakat: gerakan.
Ingsun Dating Gusti Kang Asifat Esa, anglimputi ing kawulaningsun, tunggal dadi
sakahanan, sampurna saka ing Kodratingsun.

Ingsun (Aku) Dzat Tuhan Yang Bersifat Esa, meliputi hamba Ingsun, menyatu dalam
satu keadaan, sempurna oleh karena Qudrat Ingsun.

12. Angrakit Karatoning Dat (Merakit Keraton Dzat) - Dirapal ketika dalam
pergerakan ajal

Ingsun Dat Kang Maha Luhur, Kang Jumênêng Ratu Agung, Kang Amurba Amisesa,
Kang Kawasa andadekake ing Karatoningsun kang agung, Kang Amaha Mulya. Ingsun
wêngku sampurna sakapraboningsun, sangkêp saisen-isening karatoningsun, pêpak
sabalaningsun, kabeh ora ana kang kêkurangan. Byar gumêlar, dadi saciptaningsun,
ana sasêdyaningsun, têka sakarsaningsun kabeh saka ing Kodratingsun.

Ingsun (Aku) Dzat Yang Mahaluhur, Yang Bertakhta sebagai Ratu Agung, Yang Maha
Berkuasa penuh, Yang Mahakuasa menjadikan Keraton Ingsun yang agung, Yang
Mahamulia. Ingsun cakup sempurna seluruh Jabatan Ingsun, lengkap beserta seluruh
isi Keraton Ingsun, genap berikut bala tentara Ingsun, seluruhnya tiada yang kurang.
Byar tergelar, jadi segala yang Ingsun angan-angankan, ada segala yang Ingsun
harapkan, datang segala yang Ingsun kehendaki oleh karena Qudrat Ingsun.

13. Mahasucekake ing Dat (Memahasucikan Dzat) - Dirapal ketika dalam pergerakan
ajal

Ingsun Dat Kang Amaha Suci Kang Asifat Langgêng, Kang Amurba Amisesa, Kang
Kawasa, Kang Sampurna, nirmala waluya ing jatiningsun kalawan Kodratingsun.

Ingsun (Aku) Dzat Yang Mahasuci Yang Bersifat Langgeng, Yang Berkuasa penuh,
Yang Kuasa, Yang Sempurna, tidak bercacat, penuh kesembuhan di dalam kesejatian
Ingsun oleh karena Qudrat Ingsun.

Sajatine ora ana apa-apa, awit duk maksih awang uwung durung ana sawiji-wiji, kang
ana dhingin iku Ingsun, ora ana Pangeran anging Ingsun. Sajatining Dat Kang Amaha
Suci anglimputi ing Sipatingsun, anartani ing Asmaningsun, amratandhani ing
Apêngalingsun.

Terjemahan :

“Sesungguhnya tiada apapun juga, sebab ketika masih dalam kondisi kekosongan,
belumlah ada sesuatu apapun. Yang Ada terdahulu adalah Ingsun (Aku), tiada Pangeran
(Tuhan) selain Ingsun (Aku). Sesungguhnya Dzat Yang Maha Suci meliputi Sifat-
Ingsun (Sifat-Ku), menyertai Asma’-Ningsun (Asma’-Ku), menandai kepada Af’al-
Ingsun (Af’al-Ku).”

14. Pambirating Ganda Ala maring Sawa (Menghilangkan Bau Tak Sedap pada
Mayat)

Dibaca saat sudah merasa mendekati ajal, atau dibaca di telinga kiri mayat yang berbau
kurang sedap:

Bismilahirakmanirakim. Sabda angin, tansah murba wisesa, sah ganda kari rasa,
badanku arum, selehku arum, rak-lap tan ana karasa, dhong ginêndhong saking
kêrsane Gusti Sunan Lepen radiyalahunganhu, ngalaihisalam.

Bismillahir rahmanir rahim. Sabda angin, senantiasalah berkuasa sepenuhnya,


hilangkanlah bau (hingga) tinggallah rasa, harumlah badanku, harumlah rebahku, rak-
lap tidak ada yang terasa, terjaga dalam lindungan karena kehendak Gusti Sunan Lepen
radiyallahu anhu, alaihis salam.

Wejangan nomor 14 di atas adalah wejangan tambahan Raden Tanaya, yang beliau
peroleh dari guru beliau dan konon merupakan warisan Kangjêng Susuhunan ing Kalijaga.
Pada tahap akhir, yang diwejang kemudian dijelaskan maksud dari seluruh wejangan
di atas satu demi satu, sejelas-jelasnya. Jika semua sudah usai, yang memberikan wejangan
membaca Sêtikpar Astakpirulahalngadim,130 disusul Donga Kabula, Allahuma anta kolaktani,
wa anta tahdini, wa anta tutngimuni, wa anta taskini, wa anta tumituni, wa anta tuhyini131
dalam hati, memohon ampunan kepada Yang Berkuasa penuh atas kehidupan agar tidak
terkena malapetaka karena telah menjabarkan Rahasia Dzat. Kemudian yang diwejang diminta
berjanji: manakala sang guru masih hidup, ia tidak diperkenankan memberikan wejangan
kepada orang lain (dengan ketentuan lengkap seperti di atas). Karena jika itu terjadi, akibatnya
kurang baik, seperti yang sudah-sudah. Tetapi jika memang dirasa perlu, kalau ada saudara
yang sakit keras, wejangan yang boleh diberikan hanyalah Wisikan Ananing Dat. Selain itu,
seumpama yang diwejang belum bisa memahami wejangan sepenuhnya dan masih belum puas
menerima penjabaran sang guru, lalu ia hendak mencari guru lain, itu tidaklah mengapa. Asal
dengan satu syarat ia harus meminta izin kepada guru pertama. Setelah itu, semuanya
bersalaman. Lebih utama lagi, yang diwejang memberikan sembah bakti, sungkem, kepada
yang mewejang.
Setelah meninggalkan tempat pewejangan, semuanya segera menghadap ambêngan132
demi keselamatan jiwa dan raga. Bentuk ambêngan adalah sebagai berikut:

1. Untuk menghormati Kangjêng Nabi Mukamad Rasulullah, persembahannya adalah:

130
Istighfar: Astaghfirullahal adzim (Aku meminta pengampunan kepada Allah Yang Agung).
131
Doa Makbul: Allahuma anta khalaqtani, wa anta tahdini, wa anta tuth’imuni, wa anta tasqini, wa anta
tumituni, wa anta tuhyini (Ya Allah, Engkau yang menciptaku, dan Engkau yang menunjukiku, dan Engkau yang
memberiku makan, dan Engkau yang memberiku minum, dan Engkau yang mematikanku, dan Engkau yang
menghidupkanku).
132
Nasi berikut lauk-pauknya untuk sebuah upacara selamatan.
• Sêga wuduk133
• Lêmbarang ayam pêthak134
• Sarêm tampêr135
• Lombok ijo136
• Terong
• Dhaharan woh-wohan137
• Sêkar konyoh138

2. Untuk menghormati para sahabat Rasul berikut para waliyullah, persembahannya


adalah:

• Sêga golong139
• Pêcêl pitik140
• Jangan mênir141
• Iwak kêbo siji142 digoreng

3. Untuk menghormati Kangjêng Susuhunan ing Ngampeldênta, persembahannya adalah:

• Sêga liwêt143
• Jangan manggul144
• Wuwuran bêkatul145

4. Untuk menghormati Kangjêng Susuhunan ing Kalijaga, persembahannya adalah:

• Sêga liwêt
• Jangan ron kangkung146
• Ron sêntul147

133
Lihat resep di halaman belakang.
134
Masakan ayam yang diolah lembaran, memakai ayam berbulu putih. Lihat resep di halaman belakang.
135
Garam halus.
136
Cabe hijau.
137
Buah-buahan.
138
Sekar konyoh: air yang diberi bunga mawar, melati, daun pandan wangi (pandanus utilis), dan daun
kemuning (muraya paniculata), lantas diberi kencur, mangir (bisa beli di pasar), parutan kunyit berikut tepung
beras.
139
Lihat resep di halaman belakang.
140
Lihat resep di halaman belakang.
141
Lihat resep di halaman belakang.
142
Mata kerbau satu saja, jerohan kerbau lengkap sepotong-sepotong saja, daging kerbau sepotong saja.
143
Lihat resep di halaman belakang.
144
Bubur manggul. Lihat resep di belakang.
145
Taburan bêkatul. Bêkatul adalah bagian terluar dari biji padi yang terbungkus kulitnya. Mengandung Vitamin
B1, mampu mengobati beri-beri.
146
Sayur kangkung.
147
Daun pohon sentul. Nama lainnya adalah pohon kecapi (Sandoricum Koetjape [Burn.f]) Merr).
• Ron sênting148
• Ron ranti149
• Ron lan woh kudhu150
• Sambêl pêcêl lele151
• Bakaran dhendheng gêpukan152
• Bakaran gêreh153
• Bakaran balur154

5. Untuk menghormati Kangjêng Sultan Dêmak ingkang Wêkasan,155 persembahannya


adalah:

• Sêga punar156
• Jangan loncom157
• Sambêl kêdhêle tanpa trasi158

6. Untuk menghormati Kangjêng Sultan Adiwijaya ing Pajang,159 persembahannya


adalah:

• Sêga wuduk
• Dhaharan arang-arang kambang160

7. Untuk menghormati Kangjêng Panembahan Senopati ing Ngalaga ing Mataram,161


persembahannya adalah:

• Sêga pêra162
• Gorengan ulam tambra163
• Sêga golong
• Pêcêl pitik
• Jangan mênir

148
Cassia Laevigata Wild.
149
Solanum Nigrum L.
150
Daun dan buah mengkudu atau pace (Morinda Citrifolia).
151
Lihat resep di halaman belakang.
152
Lihat resep di halaman belakang.
153
Ikan asin bakar.
154
Sejenis ikan laut yang diasinkan. Banyak dibuat di pesisir utara Jawa Tengah sampai Cirebon.
155
Kangjêng Sultan Dêmak terakhir. Bisa merujuk kepada Sultan Trênggana (1521-1546) yang tewas di
Panarukan atau Sunan Prawata (1546-1549) yang tewas oleh utusan Arya Panangsang di dalam keraton.
156
Lihat resep di halaman belakang.
157
Lihat resep di halaman belakang.
158
Lihat resep di halaman belakang.
159
Mas Karebet atau Jaka Tingkir, memerintah Kêsultanan Pajang pada 1549-1582.
160
Kue yang dibuat dari nasi kering yang digoreng, lalu dituang dengan gula merah cair.
161
Danang Sutawijaya, raja pertama Kesultanan Mataram (1587-1601).
162
Nasi yang tidak lengket, mudah terpisah-pisah, dan cenderung keras.
163
Ikan tombro goreng.
8. Untuk menghormati Ingkang Sinuhun Kangjêng Sultan Agung Prabu Anyakrakusuma
ing Mataram,164 persembahannya adalah:

• Dhaharan kêtan salak165


• Ulam pindhang maesa atau ulam pindhang ayam166
• Sêga golong
• Pêcêl pitik
• Jangan mênir

9. Persembahan untuk menghormati para leluhur yang pernah mengajarkan inti Ngelmu
Makripat adalah apa saja yang menjadi makananan kesukaannya ketika masih hidup
ditambah:

• Kinang167
• Sêkar konyoh

Semua bahan tadi diberi doa-doa sebagai berikut:

1. Donga Rasul:

Allahuma antal awalu pa laisa kablaka saiun, wa antal akiru pa laisa bakda sai-un, wa
anta ngalimu gaibi wa anta ngala kuli sai-un kodir, wa anta ngalamul guyub, wa anta
ngala kuli sai-in ngalim, birakmatika ya arkamar rakimin.168

2. Donga Majêmuk169

Bismilhirkmanirakim. Allahuma disultaniladim. Wa dil manil kadim wa dil wajêhil karim


wa waliyil kalimati tamati wa dak-awati mustajabati ngakili kasani wal kusaini min
angpusil kaki ngainil kodrati wanadirin wa ngainil insi wal jinni wa ing yakaduladina
kaparu la yuj-likunaka bi absarihim lama samingud dikra wa yakuluna inahu lamajênun
wa ma huwa ila dikrulil ngalamin wa mustajabu lukmanil kakim wawarisa sulaimana

164
Raden Mas Jatmika atau Raden Mas Rangsang, raja ketiga Kesultanan Mataram (1613-1645).
165
Lihat resep di halaman belakang.
166
Lihat resep di halaman belakang.
167
Bahan lengkap bersirih: daun sirih, buah gambir, buah pinang, susur (tembakau yang dibentuk bulat), dan
kapur sirih.
168
Doa Rasul: Allahumma antal awwalu fa laisa qablaka syai-un, wa antal akhiru fa laisa ba’daka syai-un, wa
anta ‘alimul ghaibi wa anta ‘ala kulli syai-un qadiru, wa anta ‘allamul ghuyubi, wa anta ‘ala kulli syai-in ‘alim,
birahmatika ya arhamar rahimin (Ya Allah, Engkau adalah awal, maka tak ada sesuatu sebelum-Mu; dan Engkau
adalah Akhir, maka tak ada sesuatu pun setelah-Mu; dan Engkau mengetahui segala yang gaib dan Engkau
berkuasa atas segala sesuatu; dan Engkau mengetahui segala yang gaib; dan Engkau tahu atas segala sesuatu;
dengan rahmat-Mu, wahai Yang Maha Penyayang di antara yang penyayang).
169
Majmu’ Syarif: Kumpulan Doa-Doa Makbul. Di sini saya memilih Doa Nurun Nubuwwah (Doa Cahaya
Kenabian).
dawuda ngalaihimasalam al wadudu dul ngarsil majib towil ngumuri wa sahih ajêsadi
wakêdi kajati wakêsir amwali wa auladi wa kabib linasi ajêmangin. Wataba ngadil ngada
wata kulaha min bani adama ngalaihis salamu mang kana kaya wa yahikal batilu ina batila
kana jahuka. Wa nunajilu minal kur-ani ma huwa sipa-u wa rakmatu lil mukminin. Subkana
rabika rabil ngijati ama yasipun wa salamun ngalal mursalin wal kamdulilahirabil
ngalamin.170

3. Donga Kabula

Allahuma anta kolaktani,wa anta tahdini, wa anta tutngimuni, wa anta taskini, wa anta
tumituni, wa anta tuhyini.171

4. Donga Tulak Bilahi

Allahuma sipana minal balak wal wabak wal golak wal kohti wa jamingil amrali wa mautil
puja ati watonguni mala yaksipun goiruka172

5. Donga Salamêt

170
Bismillahir rahmanir rahiim. Allahumma dhisshulthanil adzim. Wa dzilmannil qadim wa dzil wajhil karim wa
waliyyil kalimatit tammati wad da’awati mustajabati ‘aqilil hasani wal husaini min anfusil haqqi ‘ainil qudrati
wannazhirina wa ‘ainil insi wal jinni wa iy yakadul ladzina kafaru la yuzliqunaka bi absharihim lamma sami’udz
dzikra wa yaquluna innahu lamajnun wa ma huwa illa dzikrul lil ‘aalamiin wa mustajabu luqmanil hakimi wa
waritsa sulaimanu dawuda ‘alaihis salamu al wadudu dzul ‘arsyil majid thawwil ‘umri wa shahhih ajsadi waqdli
hajati waktsir amwaali wa aulaadi wa habbib linnasi ajma’in. Wataba ‘adil ‘ada wata kullaha min bani adama
‘alaihis salamu man kana hayya wa yahiqqal bathilu innal bathila kana zahuuqa. Wa nunazzilu minal qur’ani ma
huwa syifaa-uw wa rahmatul lil mu’minin. Subhana rabbika rabbil ‘izzati ‘ammma yashifuna wa salamun ‘alal
murshalina wal hamdu lillahi rabbil ‘alamin. (Ya Allah, Dzat Yang memiliki kekuasaan yang agung, yang
memiliki anugerah yang terdahulu, memiliki wajah yang mulia, menguasai kalimat-kalimat yang sempurna, dan
doa-doa yang mustajab, penanggung Hasan dan Husain dari jiwa-jiwa yang haq, dari pandangan mata yang
memandang, dari pandangan mata manusia dan jin. Dan sesungguhnya orang-orang kafir benar-benar akan
menggelincirkan kamu dengan pandangan mereka, ketika mereka mendengar Al-Qur’an dan mereka berkata:
“Sesungguhnya (Muhammad) benar-benar orang yang gila, dan Al-Qur’an itu tidak lain hanyalah peringatan bagi
seluruh umat. Dan yang mengijabahi Luqmanul Hakim, dan Sulaiman telah mewarisi Daud a.s. Allah adalah Dzat
Yang Maha Pengasih lagi memiliki singgasana yang Mulia, panjangkanlah umurku, sehatlah jasad tubuhku,
kabulkan hajatku, perbanyakkanlah harta bendaku dan anakku, cintakanlah semua manusia dan jauhkanlah
permusuhan dari anak cucu Nabi Adam a.s., orang-orang yang masih hidup dan semoga tetap ancaman siksa bagi
orang-orang kafir. Dan katakanlah : “Yang haq telah datang dan yang batil telah musnah, sesungguhnya perkara
yang batil itu pasti musnah”. Dan Kami turunkan dari Al-Qur’an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi
orang-orang yang beriman, dan Al-Qur’an tidak akan menambah kepada orang-orang yang berbuat aniaya
melainkan hanya kerugian. Maha Suci Allah Tuhanmu Tuhan Yang Maha Mulia dari sifat-sifat yang di berikan
oleh orang-orang kafir. Dan semoga keselamatan bagi para Rasul. Dan segala puji bagi Allah Tuhan Semesta
Alam.)
171
Lihat catatan kaki sebelumnya.
172
Doa Tolak Bilahi: (Allahummaksyif’ana minal bala-i wal waba-i wal ghala’i wal qahthi wa jami’il amrodli
wa mautil fuj-ati wath tha’uni mala yaksifun ghairuka.(Ya Allah singkirkanlah balak penyakit dari kami,
mahalnya harga, kelaparan, tha’un dan mati mendadak, yang kesemuanya tak ada yang mampu menyingkirkan
kecuali Engkau).
Allahuma ina nas aluka salamatan pidin, wa ngapiyatan piljasad, wa jiyadatan pilngilmi,
wa barakatan pirijki, wa taubatan kablal maot, wa rakmatan ngindal maot, wa makpirotan
bakdal maot.173

Waktu untuk mewejang haruslah bulan Jawa ketika pada tanggal pertama awal bulan
tersebut jatuh pada hari Jumat. Sedangkan waktu untuk mewejang harus tepat pada tanggal 15
ketika bulan purnama, dengan syarat hari Jumat tanggal satu pada bulan tersebut tidak termasuk
hari sangar,174 naas,175 dan taliwangke.176 Keterangan lengkap ada di halaman belakang. Jika
Jumat tanggal satu pada bulan tersebut termasuk hari sangar, naas, dan taliwangke, wejangan
tetap diperbolehkan asalkan harus pada hari Anggara Kasih (Selasa Kliwon) tanpa menunggu
purnama. Tempat untuk mewejang haruslah tempat yang bersih dan suci, tidak tertutupi apa
pun (terbuka), sangat utama jika di lereng gunung, di tanah lapang, di tengah sungai atau lautan
dengan naik perahu. Tempat yang bagus juga harus disesuaikan dengan nama tempat yang juga
bermakna bagus. Misalnya: lereng Gunung Agung, tanah lapang di Purwodadi (Purwo: awal,
Dadi: menjadi), tanah lapang di Ngadipala (Adi: unggul, Pala: buah), dll.

173
Doa Selamat: Allahumma inna nas’aluka salamatan fiddin, wa ‘afiyatan fil jasadi, wa ziyadatan fil ‘ilmi, wa
barakatan fir rizqi, wa taubatan qablal mauti, wa rahmatan ‘indal mauti, wa maghfiratan ba’dal maut. (Ya Allah,
sesungguhnya kami memohon kepada engkau akan keselamatan Agama dan sehat badan, dan tambahnya ilmu
pengetahuan, dan keberkahan dalam rizki dan diampuni sebelum mati, dan mendapat rahmat waktu mati dan
mendapat pengampunan sesudah mati. Ya Allah, mudahkan bagi kami waktu (sekarat) menghadapi mati, dan
selamatkan dari siksa neraka, dan pengampunan waktu hisab.)
174
Sangar : berasal dari kosakata Jawa Kuno yang berarti kerusakan.
175
Naas : Nahasy, hari sial.
176
Taliwangke : Tali Bangkai ; Tali mayat.
Resep masakan untuk selamatan.

1. Sêga Wuduk :

Bahan:
• 400 ml santan dari 100gr kelapa
• 1 lembar pandan, cabik-cabik
• 1 lembar daun salam
• 1 lembar daun jeruk
• 1 batang serai, memarkan
• 1/2 sdt garam
• 300 gr beras, cuci, tiriskan

Cara membuat:
• Masak santan bersama pandan, daun salam, daun jeruk, serai, dan garam hingga
mendidih, saring.
• Masukkan santan dan beras, masak hingga matang (25 menit). Diamkan 5
menit. Buka dan sajikan dalam bentuk bulat-bulat.

2. Lêmbarang Pitik :

Bahan-Bahan :

• 1 ekor ayam gemuk muda


• 2 lembar daun salam
• 2 lembar daun jeruk
• 1 cangkir santan kental
• Minyak goreng dan garam secukupnya

Bumbu- Bumbu :

• 6 siung bawang merah


• 4 siung bawang putih
• 1 jari kunyit
• 2 butir kemiri
• Ketumbar
• Terasi

Cara Membuat :

• Bersihkan, potong-potong dan rebus ayam hingga empuk.


• Haluskan semua bumbu kemudian ditumis. Dituangi santan dan 1 cangkir air
rebusan daging. Aduk sampai rata.
• Masukkan potongan ayam rebus,daun jeruk, daun salam, dan garam.
• Masak sampai kuahnya mengental.
• Angkat dan hidangkan.

3. Sêga Golong

• Cara penyajiannya dengan dibungkus daun pisang untuk satu orang (1 porsi)
yang diatur dalam ancak (nampan), lalu nasi dibentuk bulat

4. Pêcêl Pitik

Bahan-bahan :

• 1 ekor ayam, potong 12 bagian


• 2 sdt garam
• 1 sdm asam jawa
• 2 lbr daun jeruk
• 500 ml santan dari 1 btr kelapa
• 1 sdt garam
• 1 sdt gula pasir
• Arang untuk membakar ayam

Bumbu halus :
• 7 bh bawang merah
• 4 siung bawang putih
• 4 bh kemiri
• 1 sdt terasi

Cara membuat:

• Lumuri ayam dengan garam dan asam jawa, diamkan 20 menit. Bakar ayam di
bara api hingga kecoklatan.
• Tumis bumbu halus I dan daun jeruk hingga harum, masukkan santan, garam
dan gula, aduk hingga mendidih. Masukkan ayam, masak sampai matang dan
bumbu meresap.

5. Jangan Mênir

Bahan-Bahan :

• Daun bayam dan tangkai muda bayam, kurang lebih 2 ikat


• Bawang merah yang telah diiris tipis-tipis, 3 siung
• Jagung muda yang disisir, 1 buah
• Temu kunci, 1 ruas
• Gambas kupas iris, 2 buah
• Garam , secukupnya sesuai selera anda
• Gula, secukupnya sesuai selera anda

Cara Memasak :

• Jagung muda direbus hingga matang


• Masukkan bayam dan gambas
• Masukkan temu kunci, garam, gula dan bawang merah
• Diaduk-aduk sampai merata
• Didihkan lagi semuanya

6. Sêga Liwêt

Bahan-bahan

• 400 gr beras
• 1 lt santan cair
• 1 batang serai, dimemarkan bagian putihnya
• 2 lbr daun salam
• garam secukupnya

Cara memasak.

• Didihkan santan, lalu masukkan beras, daun salam, sereh dan garam.
• Masak sampai santan habis (jangan lupa sesekali diaduk agar tidak lengket).
Kalau santan berkurang dan air mengering, angkat diamkan 10 menit.
• Sementara isi panci pengukus dengan air, didihkan.
• Setelah air mendidih, masukkan beras yang sudah dimasak tadi ke rice cooker,
masak hingga menjadi nasi yang empuk.
• Jangan lupa untuk mengaduk sesekali.

7. Jangan Manggul

Bahan dan bumbu.

• Tepung beras
• Bawang Putih
• Bawang Merah
• Kunyit
• Kencur
• Laos
• Ketumbar
• Daun jeruk purut, sedikit saja, gunting tipis-tipis
• Nangka muda sedikit, diiris-iris kecil
• Garam
• Air
Cara membuat.

• Campur semua bahan diatas, aduk-aduk sampai tepung beras larut, lalu rebus
hingga matang.

8. Sambêl Pêcêl Lele

Bahan :

• ½ kg ikan lele, dan bersihkan kembali ikan lelenya yag sudah di beli tadi
• 1 sendok teh ketumbar
• 3 siung bawang putih
• 1 sendok makan garam
• 2 cm kunyit, untuk menghilangkan aroma /bau tanah dari ikan lelenya.
• 1 sendok makan air jeruk nipis
• Haluskan semua bumbu serta tambahkan air kira-kira 100 ml.lalu rendam lele
dengan bumbu yang telah di haluskan.

Bumbu :

• 6 buah cabe merah besar


• ¼ kg kacang tanah.goreng (sangrai)
• 2 siung bawang merah
• 2 sendok teh gula merah
• 1 sendok teh garam
• 1 sendok teh terasi matang
• 1 jeruk limau
• Haluskan semua bahan sambal pecelnya sampai lembut. Panaskan minyak kira-
kira 2 sendok makan, dan goreng sambal pecel yang sudah dilembutkan,serta
tambahkan air 50 ml masak sampai kental.

Cara membuat :

• Angkat dan tiriskan lele yang di rendam dengan larutan bumbu halus. Biarkan
beberapa menit agar bumbu meresap dan Panaskan minyak secukupnya, goreng
lele hingga matang dan kering. Lalu Angkat,dan tiriskan.

9. Bakaran Dhendheng Gêpukan

Bahan:

• 500 gr daging sapi has


• 500 ml air
• 2 lbr daun salam
• 2 cm lengkuas, memarkan
• 200 ml santan kental
• 1 sdt garam
• 50 gr gula merah
• Arang secukupnya

Bumbu Halus:

• 6 bh bawang merah
• 3 siung bawang putih
• 4 bh kemiri
• 1 sdt lada
• 3 cm lengkuas
• ½ sdt jintan
• 2 sdt ketumbar

Cara Membuat:

• Rebus daging dengan daun salam, lengkuas sampai air terserap. Angkat, setelah
dingin, iris tipis mengikuti serat daging setebal 1 ½ cm.
• Memarkan daging hingga melebar dan pipih.
• Masukkan daging ke dalam panci, tambahkan sisa air rebusan, santan, garam,
gula merah, dan bumbu halus. Masak sampai bumbu meresap dan kuah
mengering.
• Bakar dendeng hingga kecokelatan.

10. Sêga Punar

Bahan:

• 300 gr beras, cuci bersih


• 4 cm kunyit, haluskan
• 300 ml santan dari 1 btr kelapa
• 2 lbr daun salam
• 1 lbr daun pandan
• 1 sdt garam

Cara membuat:

• Kukus beras selama 25 menit.


• Masak dan aduk sisa bahan dalam wadah terpisah hingga mendidih.
• Angkat beras kukus, lalu masukkan ke dalam santan rebus, aduk hingga santan
meresap. Angkat, lalu kukus aron selama 30 menit.

11. Jangan Loncom


Bahan :

• Daun kol 1 lembar


• Taoge 1 genggam
• Buncis 1 genggam

Bumbu :
• Bawang merah 6 buah
• Daun salam 2 lembar
• Bawang putih 3 siung
• Garam 1 sendok makan
• Laos 2 potong
• Gula merah 1 sendok makan

Cara memasak :

• Sayuran dicuci, dipotong-potong.


• Bumbu dihaluskan.
• Bumbu yang sudah halus, dimasukkan.
• Dimasak sampai mendidih, sambil diaduk, lalu sayuran dimasukkan.
• Jika sayuran sudah empuk, diangkat.

12. Sambêl Kêdhêle Tanpa Trasi

Bahan :
• 250 gr kedelai, goring
• 5-10 bh cabai merah
• 5 siung bawang putih
• 1/2 sdt ketumbar
• 3 lbr daun jeruk purut
• 3 cm kencur
• 1/2-1 sdt garam

Cara membuat :

• Tumis cabai dan bawang putih utuh hingga harum, haluskan dengan menambah
ketumbar daun jeruk purut, kencur dan garam.
• Setelah semua bumbu halus, masukkan kedelai goreng, uleg lagi, kali ini kasar
saja.
• Menumis cabai dan bawang putihnya utuh saja ya. Usahakan sampai si cabai
agak kering.
13. Dhaharan Kêtan Salak

Bahan

• 1 kg beras ketan.
• 2 lt santan kelapa.
• 1 kg gula merah.

Pembuatan

• Ketan di kukus sampe setengah matang, setelah itu dikeluarkan dan


didinginkan.
• Setelah nasi ketan dingin, campur dengan ragi tape secukupnya, diamkan
selama 20 jam (sudah jadi tape ketan).
• Panaskan santan dan gula merah (yang sudah dicairkan dan disaring), setelah
mendidih masukkan daun pandan dan kayu manis secukupnya.
• Masukkan tape ketan dan aduk secara terus menerus hingga kalis, lalu cetak
sesuai selera.

14. Pindhang Maesa (kerbau)

Bahan dan Bumbu :

• 250 gram daging maesa (kerbau) , potong sesuai selera


• Air secukupnya
• 2 lembar daun salam
• 2 cm lengkuas, memarkan
• 100 ml santan kental
• 50 gram daun melinjo
• 2 batang serai
• 4 lembar daun jeruk
• 2 sdm gula merah, sisir
• 1 sdm air asam
• garam secukupnya
• minyak goreng

Haluskan :

• 6 butir bawang merah


• 3 siung bawang putih
• ½ ruas jari kunyit
• 2 buah kluwek, ambil isinya
• 1 sdt ketumbar
• ½ sdt terasi
Cara membuat :

• Masak daging dengan air secukupnya, usahakan dagingnya terendam. rebus


daging bersama daun salam, lengkuas dan garam hingga daging empuk, tambah
air jika kurang.
• Tumis bumbu halus hingga harum dan matang. Angkat, masukkan bumbu halus
ke dalam rebusan daging. Masukkan juga daun jeruk, serai, air asam.
Tambahkan gula jawa dan garam secukupnya lalu masukkan santan kental.
• Masak hingga bumbu meresap dan terakhir masukkan daun melinjo. Angkat,
hidangkan.

15. Pindhang Ayam

Bahan-bahan/bumbu-bumbu :

• 1 ekor ayam, dipotong 12 bagian


• 3 butir bawang merah, diiris halus
• 2 siung bawang putih, diiris halus
• 3 buah cabai merah besar, diiris serong
• 1 batang serai, dimemarkan
• 1 lembar daun kunyit
• 4 sendok teh garam
• 2 sendok teh gula pasir
• 2 buah (10 gram) asam kandis
• 1.500 ml santan dari 1/2 butir kelapa
• 3 makan minyak untuk menumis
• minyak untuk menggoreng

Bumbu halus:

• 3 butir bawang merah


• 2 siung bawang putih
• 1 cm jahe
• 1 cm lengkuas
• 1 cm kunyit, dibakar

Cara Pengolahan :

• Lumuri ayam dengan 2 sendok teh garam dan 1 sendok teh air asam jawa.
Diamkan 15 menit.
• Goreng dalam minyak yang sudah dipanaskan di atas api sedang sampai
matang.
• Panaskan minyak. Tumis bawang merah, bawang putih, cabai merah, serai,
daun kunyit, dan bumbu halus sampai harum.
• Masukkan santan. Masak sampai mendidih. Tambahkan ayam, garam, gula
pasir, dan asam kandis. Masak sampai matang.

Patêmbayan Jawadipa

25 Juni 2023

Anda mungkin juga menyukai