Pada tahun 1880, Cut Nyak Dhien menikah dengan Teuku Umar, setelah sebelumnya ia
dijanjikan dapat ikut turun di medan perang jika menerima lamaran tersebut. Dari pernikahan ini
Untuk film Indonesia Htahun 1988, lihat Tjoet Nja' Dhien (film).
Lahir 1848
Lampadang, Kesultanan Aceh
60 tahun)
Sumedang, Hindia Belanda
Sebab meninggal Meninggal karena sakit-sakitan setelah
6°51′47.7″S 107°54′59.1″E
Teuku Umar
Cut Nyak Dhien (ejaan lama: Tjoet Nja' Dhien, Lampadang, Kerajaan
Aceh, 1848 – Sumedang, Jawa Barat, 6 November 1908;[1] dimakamkan di Gunung Puyuh,
Sumedang) adalah seorang Pahlawan Nasional Indonesia dari Aceh yang berjuang melawan
Belanda pada masa Perang Aceh. Setelah wilayah VI Mukim diserang, ia mengungsi, sementara
suaminya Ibrahim Lamnga bertempur melawan Belanda. Tewasnya Ibrahim Lamnga di Gle
Tarum pada tanggal 29 Juni 1878 kemudian menyeret Cut Nyak Dhien lebih jauh dalam
perlawanannya terhadap Belanda.
Cut Nyak Dhien memiliki seorang anak yang diberi nama Cut Gambang.[2] Setelah
pernikahannya dengan Teuku Umar, Cut Nyak Dhien bersama Teuku Umar bertempur bersama
melawan Belanda. Namun, pada tanggal 11 Februari 1899 Teuku Umar gugur. Hal ini membuat
Cut Nyak Dhien berjuang sendirian di pedalaman Meulaboh bersama pasukan kecilnya. Usia Cut
Nyak Dien yang saat itu sudah relatif tua serta kondisi tubuh yang digrogoti berbagai penyakit
seperti encok dan rabun membuat satu pasukannya yang bernama Pang Laot melaporkan
keberadaannya karena iba.[3][4] Ia akhirnya ditangkap dan dibawa ke Banda Aceh. Di sana ia
dirawat dan penyakitnya mulai sembuh. Keberadaan Cut Nyak Dhien yang dianggap masih
memberikan pengaruh kuat terhadap perlawanan rakyat Aceh serta hubungannya dengan
pejuang Aceh yang belum tertangkap membuatnya kemudian diasingkan ke Sumedang. Cut
Nyak Dhien meninggal pada tanggal 6 November 1908 dan dimakamkan di Gunung Puyuh,
Sumedang. Nama Cut Nyak Dhien kini diabadikan sebagai Bandar Udara Cut Nyak Dhien
Nagan Raya di Meulaboh.[5]