Anda di halaman 1dari 2

Nama : Annisa Yohanes

Program Studi : MAGISTER SAINS VETERINER


Nim : 22/509877/PKH/00828

Judul A GIS-BASED APPROACH TO RISK MAPPING OF LASSA FEVER


OUTBREAK INAKURE SOUTH LOCAL GOVERNMENT AREA,
NIGERIA
Nama Jurnal The International Archives of the Photogrammetry, Remote Sensing and
Spatial Information Sciences, Volume XLVI-4/W3-2021 Joint International
Conference Geospatial Asia-Europe 2021 and GeoAdvances 2021, 5–6
October 2021, online
Volume dan Halaman Volume XLVI. Hal 147-153

Tahun 2021

Penulis FEJUBE, Oluwafemi John1, BABALOLA, Sunday Oyetayo2, MUKAILA,


Ibrahim Olanrewaju3 and BADEWA, Adesola Oluwatoyin4

Pendahuluan Demam Lassa merupakan ancama kesehatan Masyarakat di Nigeria


karena merupakan penyakit endemic. Sebelumnya telah dilakukan
peningkatan kesadaran Masyarakat melalui media radio, TV, dan poster,
namun cara tersebut masih dirasa kurang efektif. Oleh karena itu peneliti
ingin melakukan penelitian dengan pendekatan geospasial untuk memetakan
penyakit demam lassa dan melihat hubngan dengan factor risiko sehingga
dapat memprediksi kejadain penyakit.
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menvisualisasikan penyebaran penyakit
Demam Lassa dengan pendekatan Geospasial sehingga dapat digunakan
untuk penyelidikan dan memetakan risiko wabah Demam Lassa dan
menganalisis aksesibilitas pasien yang terkonfirmasi positif dengan fasilitas
pengobatan.
Metode penelitian Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan geospasial. Sebelum
dilakukan penelitian, peneliti melakukan kajian factor risiko terjadinya
Demam Lassa dengan kajian Literatur. Dari factor tersebut kemudian dicari
data, kemudian dikumpulkan dan diintegrasikan kedalam geodatabase. Dan
akhirnya model spasial digunakan untuk menggambungkan berbagai macam
data yang telah didapat dan dianalisis.
Langkah Penelitian Hal yang pertama dilakukan adalah membuat database yang
dikumpulkan dari berbagai macam sumber yang dibutuhkan, Peta dasar di
ambil dari Google Earth melalui situs www.openstreetmap.org dengan
format OSM kemudian diimpor ke Software QGIS dan diekspor sebagai
point, polyline dan shapefile polygon. Peta dasar yang telah didapatkan
kemudian digabungkan dengan data koordinat di lapangan. Variabel yang
dipakai untuk penelitian ini berupa curah hujan, suhu, dan ketinggian. Selain
itu juga di analisis indeks vegetasi wilayah, lingkungan terdekat, dan fasilitas
terdekat. Indeks vegetasi memiliki rentang dari -1 hingga 1. Nilai NDVI
negatif (nilai mendekati -1) sesuai dengan air. Nilai yang mendekati nol (-
0,1 hingga 0,1) menunjukkan area tandus berupa batu, pasir, atau salju. Nilai
positif yang rendah mewakili semak dan padang rumput (kira-kira 0,2
hingga 0,4), sedangkan nilai yang tinggi menunjukkan hutan hujan beriklim
sedang dan tropis (nilai mendekati 1). Nearest Neighbor Analysis digunakan
untuk mengetahui apakah kasus demam Lassa tersebar, mengelompok, atau
terdistribusi secara acak menurut statistic. Pola spasial kasus demam Lassa
dianalisis menggunakan Average Nearest Neighbor tool di ArcGIS. Tingkat
kepercayaan yang digunakan sebesar 95%, dan metode jarak yang digunakan
adalah Euclidean distance. Untuk Analisis fasilitas terdekat digunakan untuk
menganalisis jarak antara kasus kejadian dengan fasilitas Kesehatan di
daerah tersebut. Data-data yang dikumpulkan kemudian digabungkan dan
kemudian di analisis menggunakan metode weight overlay.
Hasil Penelitian Data yang diperoleh dan diolah disajikan dalam bentuk peta dan grafik.
Dari hasil penelitian tentang estimasi risiko kejadian Demam Lassa, terlihat
lokasi kejadian demam Lassa dan daerah yang diprediksi memiliki risiko
tertular. Dari hasil Analisis menunjukkan tingkat penyebaran penyakit
Demam Lassa cukup cepat ke daerah lainnya. Daerah dengan warna merah
memiliki risiko lebih besar untuk kasus Demam Lassa, diikuti dengan warna
kuning yang memiliki risiko sedang, dan warna biru dengan risiko rendah.
Hasil dari analisis fasilitas terdekat menentukan aksesibilitas kejadian
kasus demam Lassa ke fasilitas Kesehatan. Dipenelitian ini terdapat 60
responden yang pernah mengalami kasus demam lassa, dan dikelompokan
menjadi 4 kelompok berdasarkan jarak responden dengan fasilitas
Kesehatan. Dari hasil penelitian terlihat Sebagian besar reponden memiliki
akses yang cukup dekat dengan fasilitas Kesehatan.
Hasil Nearest Neighbor Analysis menunjukkan pola persebaran
penyakit demam Lassa yaitu pola cluster. Untuk hasil analisis hubungan
kasus demam lasa dan variable lingkungan didapatkan bahwa kejadian
demam lassa lebih tinggi saat musim kemarau dibandingkan musim hujan.
Dari hasil penelitian literatur sebelumnya menyimpulkan pada musim hujan
virus menyerang tikus, dan pada saat musim kemarau virus itu menyebar ke
manusia akibat tikus mencari makan ke rumah-rumah Masyarakat. Untuk
variable ketinggian daratan, daratan yang tinggi memiliki kasus yang lebih
banyak di bandingkan daratan rendah. Wilayah dengan vegetasi tinggi
merupakan wilayah dengan konsentrasi kasus demam Lassa rendah dan
wilayah dengan tutupan vegetasi rendah dengan konsentrasi kasus demam
Lassa tinggi.
Kekuatan Penelitian Penelitian ini dapat menjelaskan tentang hubungan factor risiko dengan
kejadian demam Lassa
Kelemahan Penelitian Terdapat 1 variabel yang disebutkan dalam metode namun tidak
dibahas pada pembahasan yaitu hubungan suhu lingkungan terhadap
kejadian Demam Lassa. Pembahasan lebih lanjut terhadap temuan yang
didapatkan dalam penelitian dijabarkan kurang merinci.
Untuk bagian Analisis Fasilitas Terdekat, Penelis telah menjabarkan
hasil penelitiannya menggunakan Diagram lingkaran, tidak ada visualisasi
sebaran kasus dengan keberadaan fasilitas kesehatan dalam bentuk peta. Dan
kurang dijelaskannya kriteria dan alas an mengapa hanya mengambil 60
responden yang pernah mengalami kasus demam lassa.
Pada kesimpulan didalam artikel, disebutkan bahwa studi ini juga
menemukan bahwa hampir seluruh fasilitas kesehatan di Pemerintah Daerah
Akure Selatan dapat diakses untuk pengobatan demam Lassa. Namun hanya
sedikit yang bisa mengobati pasien demam Lassa. Namun pada pembahasan
tidak dijelaskan dengan rinci.
Kesimpulan Penelitian ini dapat menunjukkan peta risiko yang dihasilkan
memberikan gambaran lokasi rawan terjadinya demam Lassa dalam waktu
dekat. Dari penelitian ini juga ditemukan bahwa kejadian demam Lassa
bersifat mengelompok dan lebih banyak terjadi pada musim kemarau
dibandingkan pada musim hujan, serta banyak ditemukan pada dataran
tinggi dibanding dataran rendah.

Anda mungkin juga menyukai