CROUP
Disusun oleh :
Pembimbing :
REFERAT................................................................................................................................. 1
DAFTAR ISI............................................................................................................................. 2
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................................. 4
2.1 Definisi........................................................................................................................... 4
2.2 Etiologi........................................................................................................................... 4
2.3 Epidemiologi.................................................................................................................. 5
2.4 Klasifikasi.......................................................................................................................5
2.5 Patofisiologi................................................................................................................... 6
2.6 Klinis.............................................................................................................................. 6
2.7 Diagnosis........................................................................................................................ 7
2.8 Pemeriksaan Penunjang..................................................................................................8
2.9 Diagnosis Banding......................................................................................................... 9
2.10 Tata Laksana...............................................................................................................10
2.11 Komplikasi................................................................................................................. 14
BAB III KESIMPULAN........................................................................................................ 15
REFERENSI........................................................................................................................... 17
BAB I
PENDAHULUAN
Croup merupakan penyakit saluran nafas pada trakea, laring, dan bronkus yang dapat
menyebabkan stridor saat inspirasi serta batuk menggonggong/barking cough. Croup
merupakan self limiting disease dan umumnya terjadi pada anak-anak berusia di bawah 5
tahun. Ini adalah penyakit yang dapat disembuhkan sendiri dan terlihat pada anak-anak di
bawah usia 5 tahun.1
Setiap tahunnya croup mempengaruhi 3% anak berusia 6 bulan hingga tiga tahun.
75% dari infeksi croup disebabkan oleh virus parainfluenza, dengan lebih banyak ditemukan
pada anak laki-laki dibandingkan anak perempuan dengan rasio 1,5:1. Insidensi croup
ditemukan lebih banyak pada croup ringan yaitu sebesar 85% kasus dengan croup berat
sebesar 1%.1
Setiap tahun di Amerika Serikat, croup menyumbang 7% dari rawat inap pada
anak-anak di bawah usia lima tahun. Croup mempengaruhi sekitar 3% anak-anak per tahun,
biasanya antara usia 6 bulan dan tiga tahun. Virus parainfluenza menyumbang lebih dari 75%
infeksi croup. Hal ini lebih sering terjadi pada anak laki-laki dibandingkan anak perempuan
dengan rasio 1,5:1. Sekitar 85% kasus didefinisikan sebagai croup ringan, dan kurang dari
1% dianggap croup parah.1
Etiologi croup paling sering disebabkan oleh virus dengan virus parainfluenza tipe 1
dan 2 merupakan virus yang paling sering ditemukan pada croup virus atau laringotrakeitis
akut. Selain itu croup juga dapat disebabkan oleh respiratory synctytial virus (RSV),
influenza tipe A dan B serta adenovirus. Selain itu meskipun jarang dijumpai, bakteri juga
dapat menyebabkan croup.1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
2.2 Etiologi
2.4 Klasifikasi
2.5 Patofisiologi
2.7 Diagnosis
Gejala prodromal Gejala saluran napas Gejala saluran napas Tidak jelas
atas atas
Diagnosis banding dari croup antara lain adalah supraglottitis, trakeitis bakteri,
dan abses retrofaring. Supraglottitis yang disertai bakteremia memiliki keluhan seperti
produksi air liur bertambah, sulit menelan pucat, dan demam. Namun pada
supraglottitis tidak ditemukannya batuk menggonggong. Pada supraglottitis,
umumnya pasien akan lebih merasa nyaman pada posisi duduk dengan ekstensi
kepala. Trakeitis bakteri merupakan infeksi bakteri sekunder yang didahului oleh
infeksi virus yang menyerang anak-anak, paling sering di bawah usia enam tahun.
Virus-virus ini menyebabkan kerusakan pada mukosa saluran nafas melalui respon
imun lokal yang menyebabkan trakea menjadi tempat berkembang biaknya bakteri.
Abses retrofaring jarang ditemukan namun memiliki potensi penyakit yang
mengancam jiwa. Abses retrofaring ini paling sering terjadi pada anak-anak di bawah
usia 5 tahun, namun bisa dapat terjadi pada orang dewasa. Tanpa pengobatan yang
tepat, abses retrofaring dapat menyebabkan obstruksi saluran napas atas dan sesak
napas. Gejala yang dialami pada pasien dengan abses retrofaring antara lain disfagia,
odinofagia, ketidakmampuan untuk mentoleransi sekresi oral, leher kaku,
limfadenopati, nyeri dada, gangguan pernafasan yaitu stridor, takipnea, dan
retraksi.5,7,8,9
2.10 Tatalaksana
Intubasi trakea di indikasikan pada croup derajat berat saat anak tidak
dapat bernapas spontan secara mandiri dan terjadi peningkatan CO2, atau saat
pengobatan lini pertama dan kedua tidak adekuat. Rekomendasi ukuran
endotracheal tube (ETT) adalah 0,5-1,0 mm lebih kecil dari yang biasanya
sesuai usia. Ukuran ETT harus tepat, sehingga pasien dapat bernapas dengan
mudah selama ventilasi spontan dan mempermudah proses suction lendir atau
sekret saluran napas.5
2.11 Komplikasi
KESIMPULAN
Croup merupakan penyakit saluran nafas pada trakea, laring, dan bronkus yang dapat
menyebabkan stridor saat inspirasi serta batuk menggonggong/barking cough. Croup sering
kali didahului dengan keluhan batuk yang bersifat non spesifik, kemudian terdapat rinorea,
coryza, dan demam selama 24-72 jam, disertai dengan batuk menggonggong yang terjadi
secara tiba-tiba, suara serak, dan temuan stridor saat inspirasi di malam hari. Patogen yang
paling sering adalah parainfluenza virus tipe 1 dan 3. Virus lain yang dapat menyebabkan
croup adalah influenza A dan B, adenovirus, metapneumovirus, respiratory syncytial virus
(RSV), dan measles virus. Croup mempengaruhi sekitar 3% anak-anak per tahunnya,
biasanya antara usia 6 bulan dan 3 tahun, dengan angka kejadian lebih tinggi pada anak
laki-laki dibandingkan anak perempuan dengan rasio 1,5:1,6. Virus parainfluenza
berkontribusi pada lebih dari 75% infeksi croup.
Secara umum croup diklasifikasikan menjadi dua kelompok, yaitu viral croup dan
spasmodic croup. Berdasarkan beratnya gejala / derajat keparahan, croup dibagi menjadi
croup ringan, sedang, berat, dan gagal nafas yang mengancam jiwa. Penularan virus croup
dapat melalui kontak secara langsung, kemudian paparan dari sekret nasofaring atau droplet
udara jarak dekat. Infeksi dari virus penyebab croup berawal dari nasofaring kemudian akan
menyebar ke epitelium dari laring, trakea, dan bronkus besar dimana akan terjadi infiltrasi sel
darah putih. Perubahan ini ditandai dengan anak yang terbangun dengan gejala sistemik yang
meliputi demam tinggi dan malaise, stridor saat inspirasi yang keras dan dapat terdengar
bahkan saat anak beristirahat, batuk yang keras seperti “menggonggong” atau “seperti anjing
laut”, dan suara serak.
Tatalaksana utama pada pasien croup bertujuan untuk mengatasi obstruksi jalan
napas. Terapi oksigen diindikasikan pada anak dengan hipoksemia atau severe respiratory
distress. Terapi medikamentosa yang dapat diberikan adalah kortikosteroid, dengan tujuan
untuk menurunkan edema pada mukosa laring. Kortikosteroid bermanfaat untuk mengurangi
keparahan dan durasi gejala, serta dapat menurunkan risiko kekambuhan, rawat inap,
intubasi, dan penggunaan epinephrine secara signifikan. Epinephrine digunakan sebagai
tatalaksana pada anak dengan croup derajat sedang hingga berat. Epinephrine bekerja dengan
menginduksi vasokonstriksi arteriol di mukosa dan menurunkan permeabilitas vaskular
sehingga dapat megurangi edema. Croup merupakan penyakit yang bersifat self-limiting,
tetapi terkadang dapat menjadi berat bahkan fatal. Pada 15% kasus, komplikasi yang dapat
terjadi antara lain adala otitis media, dehidrasi, dan pneumonia meskipun jarang ditemukan
REFERENSI
5. Kemenkes RI. Hasil Riset Kesehatan Dasar Tahun 2018. Kementrian Kesehat RI.
2018;53(9):1689–99.
6. Smith DK, Mcdermott AJ, Sullivan JF. Croup : Diagnosis and Management.
2018;97(9):575–80.
7. Guerra AM, Waseem M. Epiglottitis. StatPearls Publishing. 2023 Jan. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK430960/