Anda di halaman 1dari 11

Samuka Vol 6 No 2 September 2022: hlm 101-111

SAMUKA
Jurnal Samudra Ekonomika
https://ejurnalunsam.id/index.php/jse
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI FLUKTUASI
HARGA KOPI INDONESIA
Ahmad Ridha1*, Rinaldi Syahputra2, Zulkarnen Mora3
ahmad.ridha@unsam.ac.id
rinaldisyahputra@unsam.ac.id
zulkarnen.mora@unsam.ac.id
1,2
ProgramStudi Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi, Universitas Samudra, Langsa
3
Program Studi Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Samudra, Langsa
Jl. Prof. Dr. Syarief Thayeb, Meurandeh, Kota Langsa, Aceh 24416

Received: September; Accepted: September; Published: September

Abstrak

Penelitian ini mengkaji dan menganalis faktor-faktor yang mempengaruhi fluktuasi harga biji kopi di pasar
domestik pada periode 2008.1-2021.12. Analisis data menggunakan model autoregressive distributed lag
(ARDL). Model ini dapat menguji kointegrasi antar variabel, hubungan jangka pendek dan jangka panjang.
Studi ini menemukan adanya keseimbangan jangka panjang antara harga kopi Indonesia, harga kopi dunia,
nilai tukar, dan harga biji kakao dunia. Perubahan harga di pasar kopi dunia ditransmisikan ke pasar produsen
kopi domestik secara positif dan signifikan. Namun, transmisi penyesuaian korektif yang tidak efisien dalam
harga kopi di tingkat produsen Indonesia didokumentasikan selama periode studi. Selain itu, perubahan harga
biji kakao di pasar global juga mempengaruhi fluktuasi harga pasar biji kopi di Indonesia dalam jangka
panjang. Nilai tukar secara konsisten mempengaruhi harga biji kopi Indonesia, sedangkan fluktuasi volume
ekspor kopi Indonesia tidak berpengaruh nyata dalam jangka panjang. Hasil estimasi model penelitian dalam
jangka pendel semua variabel berpengaruh signifikan terhadap fluktuasi harga kopi produsen Indonesia pada
tingkat lag yang berbeda-beda.

Kata kunci: Harga Kopi, Nilai Tukar, ARDL, Indonesia

Abstract
This study examines and analyzes the factors that influence the price fluctuations of coffee beans in the
domestic market from 2008.1-2021.12. Data analysis used the autoregressive distributed lag (ARDL) model.
This model can test the cointegration between variables and short-term and long-term relationships. This
study finds a long-term balance between Indonesian coffee prices, world coffee prices, exchange rates, and
world cocoa bean prices. Price changes in the world coffee market were transmitted to the domestic coffee
producer market positively and significantly. However, the inefficient transmission of corrective adjustments
in coffee prices at the Indonesian producer level was documented during the study period. In addition,
changes in the price of cocoa beans in the global market also affect the fluctuations in the market price of
coffee beans in Indonesia in the long term. The exchange rate consistently affects the price of Indonesian
coffee beans, while changes in the volume of Indonesian coffee exports have no significant effect in the long
term. In the estimation results of the research model in the short term, all variables significantly affect
fluctuations in the price of Indonesian coffee producers at different lag levels.

101
Keywords: Coffee Price, Exchange Rate, ARDL, Indonesia

PENDAHULUAN
Sektor pertanian berkontribusi besar dalam perekonomian Indonesia dengan menjadi
penyumbang kedua dalam pembentukan produk domestik bruto setelah sektor manufaktur (BPS,
2021). Selain itu, selama pandemi COVID-19, pertumbuhan PDB di sektor pertanian relatif
positif dan berkontribusi besar pada pemulihan ekonomi nasional (BPS, 2021). Pembangunan
pertanian sangat penting untuk pembangunan ekonomi di banyak negara berkembang. Kebijakan
pertumbuhan pertanian dapat dicapai melalui perluasan pertanian horizontal dan vertikal, yang
masing-masing mencakup perluasan lahan pertanian dan pengenalan teknologi modern yang
membantu meningkatkan produktivitas. Pada tahun 2021 kinerja ekspor sektor pertanian
Indonesia meningkat dibandingkan tahun sebelumnya (BPS RI, 2022). Salah satu komoditas
pertanian yang menjadi andalan ekspor adalah kopi. Selain pasar ekspor yang relatif besar
permintaan kopi di pasar domestik juga memiliki tren yang terus meningkat setiap tahunnya.
Ekspor kopi Indonesia pada tahun 2021 mencapai USD 852 juta dengan negara tujuan ekspor
utama ke Amerika Serikat, Mesir, Jepang, Spanyol dan Malaysia. Kontribusi komposisi ekspor
untuk kelima negara tersebut mencapai 60% dari total ekspor kopi Indonesia (ITC, 2022).
Walaupun demikian, perkembangan perdagangan kopi Indonesia di pasar dunia masih sangat
dinamis (Vicol et al., 2018). Brazil, Vietnam, Kolombia dan Indonesia merupakan empat negara
yang menjadi produsen utama kopi dunia (ICO, 2021).
Di tengah meningkatnya permintaan di pasar biji kopi dunia, margin harga yang diterima
petani kopi rakyat sebagai produsen utama kopi di Indonesia relatif rendah dibandingkan dengan
harga di pasar global (Kamaruddin et al., 2021). Hal ini tidak terlepas dari proses transmisi harga
dari pasar global ke pasar petani yang harus melalui banyaknya agen perantara. Beberapa peneliti
menyimpulkan banyaknya agen perantara di rantai distribusi komoditas pertanian dapat
menyebakan margin harga yang diterima petani relatif rendah (Meyer & Cramon-Taubadel, 2004;
Rezitis & Tsionas, 2019; Ridha et al., 2022).
Dengan demikian, persoalan tingkat kesejahteraan petani kopi rakyat telah lama menjadi
persoalan yang belum terselesaikan di Indonesia. Rendahnya kualitas biji kopi yang diekspor ke
berbagai negara tujuan menyebabkan harga kopi Indonesia menjadi lebih murah dibandingkan
negara eksportir utama lainnya. Namun demikian, dengan tren peningkatan produksi kopi
Indonesia dan permintaan biji kopi dunia, maka komoditas kopi Indonesia dapat terus menangkap
potensi ekspor di pasar global jika dapat menjaga keseimbangan baik dalam jangka pendek
maupun jangka panjang antara harga di pasar kopi domestik dan pasar dunia.
Luas areal tanaman kopi Indonesia mencapai 1,2 juta ha, dengan jumlah produksi tahun
2021 sebesar 762 ribu ton dimana 99,33% diantaranya diproduksi pada perkebunan rakyat dan
sisanya 0,77% diproduksi pada perkebunan BUMN dan Swasta. Lima propinsi yang menjadi
pusat produksi kopi Indonesia yaitu Sumatera Selatan, Lampung, Aceh, Sumatera Utara dan
Bengkulu. Jumlah produksi kopi untuk kelima propinsi tersebut pada tahun 2021 mencapai 69%
dari total produksi nasional, sedangkan sisanya 31% tersebar pada 28 propinsi lainnya di
Indonesia (BPS RI, 2021).
Banyak faktor yang mempengaruhi produksi dan kinerja perdagangan kopi, seperti harga
input dan output (Ayele et al., 2021; Fatkurrohim et al., 2022). Luas areal tanaman dan
produktivitas, serta penggunaan teknologi yang tepat seperti bibit unggul dan proses produksi
pasca panen. Beberapa faktor lain yang mempengaruhi harga komoditas pertanian di pasar
domestik adalah nilai tukar rupiah (Mukhlis et al., 2020). Selain itu harga komoditas pertanian di
pasar global sangat berpengaruh terhadap fluktuasi harga di pasar produsen pertanian
(Kamaruddin et al., 2021; Mukhlis et al., 2020; Ridha et al., 2022). Hasil kajian (Kamaruddin et
al., 2021) dengan menggunakan model asimetris menemukan bahwa harga biji kopi di pasar
global berpengaruh signifikan terhadap pembentukan harga kopi di tingkat produsen Indonesia.
Penggunaan variabel biji kakao sebagai salah satu variabel independen mengacu kepada
hasil kajian yang dilakukan oleh Traoré dan Badolo (2016) dimana hasil kajian tersebut
menunjukkan harga biji kakao dan biji kopi di pasar internasional saling terkointegrasi. Fluktuasi
harga biji kakao akan mempengaruhi harga biji kopi dunia dan tidak sebaliknya. Sehingga
penggunaan variabel harga biji kakao global sangat tepat dalam menganalisis fluktuasi harga kopi.
Oleh karena itu, tujuan penelitian ini adalah untuk melihat bagaimana faktor-faktor yang
mempengaruhi fluktuasi harga biji kopi di pasar domestik terutama ditinjau dari sisi harga kopi
dunia, nilai tukar rupiah terhadap US dolar, nilai ekspor kopi Indonesia dan harga biji kakao
global.

STUDI KEPUSTAKAAN
Harga merupakan mekanisme penting yang menghubungkan berbagai tingkat pasar. Studi
transmisi harga vertikal dan horizontal memungkinkan perkiraan seluruh aktivitas pasar (Vavra &
Goodwin, 2005). Petani kecil di negara berkembang berperan sebagai penerima harga artinya
petani tidak memiliki posisi tawar terhadap harga produknya (Jambor et al., 2017). Penjelasan

103
spesifik untuk variasi harga produk pertanian sangat tergantung pada variasi integrasi pasar.
Derajat integrasi pasar merupakan fungsi dari besarnya biaya perdagangan, yang seringkali sangat
dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah (Bekkers et al., 2017). Selain itu harga domestik juga
dipengaruhi oleh adanya perdagangan internasional suatu negara.
Perdagangan internasional terjadi ketika dua atau lebih negara yang berdagang satu sama
lain menikmati keuntungan. Keuntungan yang diharapkan adalah melalui keunggulan komparatif
yang datang dalam bentuk peningkatan efisiensi produksi di mana setiap negara dapat membeli
produk dengan harga lebih rendah. Sebaliknya, suatu negara dapat menjual produknya ke luar
negeri dengan harga yang relatif lebih tinggi (Dang et al., 2019).
Secara garis besar, arus perdagangan internasional dipengaruhi oleh tiga faktor: lokasi,
sumber daya, dan politik. Selain itu, perbedaan harga komoditi di berbagai negara juga menjadi
salah satu pendorong dalam perdagangan global (Knutson et al., 2007; Xanat et al., 2017).
Sumber daya berlimpah di sebagian negara menyebabkan tingkat harga rendah. Penawaran yang
besar (excess supply) pada pasar domestik dapat dikatakan sebagai negara eksportir. Sebaliknya
negara dengan tingkat permintaan domestik yang lebih besar (excess demand) dibandingkan
dengan supply domestik disebut negara importir (Mankiw, 2003).
Perdagangan internasional merupakan faktor penting dalam merangsang pertumbuhan
ekonomi. Melalui peningkatan ekspor akan menjadi salah satu faktor meningkatkan PDB (Huo,
2014). Keuntungan lainnya dalam perdagangan internasional adalah peningkatan lapangan kerja,
dan meningkatkan distribusi pendapatan (Todaro & Smith, 2003; Krugman et al., 2018). Selain
itu perdagangan global memungkinkan negara-negara melakukan spesialisasi yang efisien untuk
memproduksi barang (Krugman et al., 2018).
Variabel lain yang rentan mempengaruhi harga di pasar domestik yaitu nilai tukar rupiah.
Nilai tukar mempengaruhi harga domestik dan selanjutnya akan mempengaruhi biaya input
produksi. Jika nilai tukar riil tinggi, barang-barang luar negeri relatif lebih murah, dan barang-
barang domestik relatif lebih mahal. Jika nilai tukar riil rendah, barang-barang luar negeri relatif
lebih mahal, dan barang-barang domestik relatif lebih murah. Oleh karena itu, nilai tukar riil
terkait dengan ekspor neto. Bila nilai tukar riil lebih rendah, barang-barang domestik relatif lebih
murah dibandingkan barang-barang luar negeri dan ekspor neto lebih besar (Mankiw, 2007).

METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan data sekunder yang terdiri dari harga biji kopi di tingkat
petani (HP), harga biji kopi di pasar dunia (WP), nilai tukar (ER), Nilai ekspor kopi Indonesia
(EX) dan harga biji kakao di pasar global (GP). Data yang digunakan merupakan data bulanan
periode 2008:1–2021:12. Data bersumber dari Badan Pusat Statistik, Bank Indonesia,
International Trade Center (ITC), International Coffee Organization (ICO).
Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah model autoregressive distributed lag
(ARDL) mengikuti pendekatan dinamis yang diadopsi dari Baffes dan Gardner (2003) dan
Krivonos (2004). Pendekatan ARDL memiliki kelebihan yaitu dapat diestimasi pada pengujian
unit root I(0) dan I(1) atau campuran keduanya, namun model ini tidak dapat digunakan pada hasil
pengujian unit root second difference (Ridha et al., 2021). Persamaan umum yang digunakan
dalam penelitian ini:
LnHPt = β0 + β1 LnWPt + β2 LnERt + β3 LnEXt + β4 LnGPt + et (1)

dimana (Ln) merupakan simbol untuk logaritma natural dan € adalah error term. Berdasarkan
persamaan (1) dapat dijabarkan model persamaan ARDL yaitu:

∑ ∑ ∑ ∑

Dimana simbol (∆) menunjukkan first difference. Koefesien (α1–α5) mewakili dinamika model
jangka pendek serta koefesien (β1–β5) menunjukkan hubungan jangka panjang. Untuk mengetahui
model kointegrasi menggunakan metode uji kointegrasi Bound. Penentuan tingkat batas nilai
kointegrasi berdasarkan batas-batas nilai kritis seperti yang terdapat dalam Pesaran et al. (2001).
Berdasarkan persamaan (2) dapat disusun error correction dari model ARDL sebagai berikut:

∑ ∑ ∑ ∑

dimana simbol ϒ adalah parameter penyesuaian kecepatan dan error correction term
(ECT) adalah residual yang diperoleh dari estimasi model kointegrasi pada persamaan (2).

HASIL DAN PEMBAHASAN


Sebelum mengestimasi model ARDL ada beberapa uji diagnostik yang dilakukan agar
model ARDL yang diestimasi dapat terhindar dari pelanggaran asumsi dasar ekonometrika.
105
Langkah pertama melakukan uji stasioneritas dengan Augmented Dickey-Fuller (ADF). Hasil
pengujian terdapat pada tabel 1. Berdasarkan hasil uji stasioneritas semua variabel stasioner pada
first differences I(1), sehingga penggunaan model ARDL masih tepat dalam penelitian ini
(Pesaran et al., 2001). Berikut hasil pengujian stasioneritas data :

Tabel.1. Uji Stasioneritas

No Variabel Level I(1) Keterangan


1 0.1842 0.000 stasioner I(1)
2 0.1503 0.000 stasioner I(1)
3 0.7164 0.000 stasioner I(1)
4 0.3104 0.000 stasioner I(1)
5 0.0620 0.000 stasioner I(1)
Sumber : Output Eviews (2022)

Hasil pengujian bound test terdapat pada Tabel 3 menunjukkan nilai F statistik lebih besar
dari nilai F tabel dengan tingkat signifikansi 0.05. Maka dapat dinyatakan terdapat kointegrasi
antar variabel dependen dan determinannya.

Table 2. Hasil Pengujian Bounds

F-Statistik 95% level 99% level Keterangan


I(0) I(1) I(0) I(1)
Kointegrasi
9.275* 2.56 3.49 3.29 4.37

Keterangan: * adalah taraf signifikansi 1%, nilai kritis dari Narayan (2005)
Sumber : Output Eviews (2022)

Sebelum menyimpulkan hasil estimasi, berbagai tes diagnostik dilakukan untuk


memastikan model ARDL valid. Nilai koefisien R2 (0,768) menunjukkan bahwa 76,8 persen
variasi harga kopi petani dipengaruhi oleh harga di pasar global, nilai tukar rupiah, nilai volume
ekspor kopi ke pasar global dan harga biji kakao di pasar global. Hasil pengujian asumsi klasik
menggunakan uji normalitas Jarque-Bera (JB), uji autokorelasi dan heteroskedastisitas
menunjukkan residualnya terdistribusi secara normal. Tidak ada heteroskedastisitas dan tidak ada
autokorelasi dalam model.
Nilai error correction term (ECT) secara statistik negatif dan signifikan, menunjukkan
penyesuaian terhadap keseimbangan harga dalam model. Nilai ECT yang tinggi menunjukkan
kecepatan penyesuaian yang tinggi terhadap keseimbangan jangka panjang dan sebaliknya. Nilai
ECT adalah -0,912, signifikan pada tingkat probabilitas 1%. Tingginya nilai ECT membuktikan
adanya konvergensi dari keseimbangan jangka pendek ke jangka panjang. Sementara itu, nilai ini
menunjukkan penyesuaian harga kopi petani yang cepat karena infrastruktur transportasi dan
komunikasi yang berkembang dengan baik.
Alasan lain terkait dengan penyesuaian kecepatan tinggi dapat dikemukakan sebagai
berikut: Pertama, pembangunan infrastruktur untuk mendukung distribusi hasil pertanian di
Indonesia. Dalam satu dekade terakhir, pembangunan telah dilakukan secara besar-besaran,
mengintegrasikan daerah pedesaan ke dalam pasar yang lebih luas di kota-kota. Dengan demikian,
keterkaitan antar wilayah tersebut dapat mengurangi biaya logistik (McCawley, 2015). Selain itu
juga dapat menekan biaya yang dikeluarkan oleh agen pemasaran, dan harga yang diterima petani
bisa lebih tinggi. Kedua, petani dapat memperoleh informasi sebanyak-banyaknya melalui
internet. Petani dapat mengetahui harga biji kopi yang diperdagangkan di sentra perdagangan kopi
dalam negeri secara akurat dan terkini, sehingga mengurangi peluang mereka untuk dimanipulasi.
Menurut Nabhani et al., (2015) teknologi informasi telah memudahkan petani untuk
meningkatkan transaksi dan mengakses informasi tentang kebutuhan pasar terkini. Adapun hasil
estimasi ARDL pada jangka pendek sebagai berikut :

Tabel 3. Hasil Estimasi ARDL Jangka Pendek

Variabel Dependen LNHP


Lag LnHP LnWP LnER LnEX LnGP
0 0.084 -0.508 0.018 0.008
(0.008) (0.000) (0.629) (0.791)
1 0.029 0.019 -0.007 0.298 0.028
(0.070) (0.125) (0.421) (0.104) (0.205)
2 0.072 0.167 0.007 -0.029
(0.061) (0.002) (0.049) (0.529)
3 0.015 0.098
(0.071) (0.031)
4 0.051
(0.071)
Analisis Sensitivitas
ECT -0.912 (0.000) Autokorelasi (LM) 3.621 (0.172)
R2 0.768 Uji normalitas (JB) 0.261 (0.207)
Cusum Stabil Heteroskesdatisitas 14.928 (0.261)
catatan : nilai ( ) adalah probabilitas
Sumber : Output Eviews, 2022

Dari Tabel 3 menunjukkan bahwa harga kopi di pasar produsen domestik Indonesia dalam
jangka pendek dipengaruhi oleh harga bulan sebelumnya (t-1) sebesar 0.029 dengan tingkat
signifikan dibawah 10%. Sedangkan harga biji kopi di pasar global berpengaruh signifikan
terhadap fluktuasi harga kopi domestik domestik pada lag 0 dan 2. Kenaikan harga kopi dunia
sebesar 1% akan menyebabkan kenaikan harga biji kopi di pasar produsen domestik sebesar
107
0.08% pada tingkat signifikansi 1%. Selanjutnya pada (t-2) nilai koefesien relatif menurun dimana
kenaikan harga kopi dunia sebesar 1% akan meningkatkan harga kopi produsen sebesar 0.07%
pada tingkat probabilitas lebih kecil dari 10%. Hasil kajian ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan Kamaruddin et al. (2021), Subervie (2011) dan Baffes & Gardner (2003) yang menilai
harga biji kopi di tingkat produsen sangat dipengaruhi oleh fluktuasi harga di pasar global.
Sementara itu, variabel nilai tukar (ER) berpengaruh signifikan pada (t-2) dengan nilai
koefesien sebesar 0.167 pada tingkat signifikan 1%. Hal ini sesuai dengan beberapa kajian di
sektor pertanian yang menunjukkan adanya pengaruh nilai tukar terhadap fluktuasi harga
komoditas pertanian di tingkat produsen, seperti kajian Mukhlis et al. (2020). Selanjutnya nilai
koefesien varabel ekspor kopi Indonesia berpengaruh signifikan pada lag kedua dan ketiga dimana
nilai masing-masing sebesar 0.007 dan 0.015 pada tingkat signifikansi 5% dan 10%. Hal ini
menunjukkan besar volume ekspor kopi akan meningkatkan permintaan di pasar domestik yang
akan menggerakkan harga dalam jangka pendek. Sedangkan variabel harga kakao dunia (GP)
berpengaruh signifikan pada lag ketiga dengan nilai 0.098 pada tingkat signifikan 5%. Sedangkan
pada (t-4) nilai 0.051 pada signifikan 10%. Hal ini sesuai dengan kajian Traoré & Badolo (2016)
yang menunjukkan adanya pergerakan bersama harga kopi dan harga biji kakao di pasar global.
Sedangkan hasil estimasi jangka panjang sebagai berikut :

Tabel 4. Hasil estimasi ARDL jangka panjang

Estimasi Koefesien Jangka Panjang


C LnWP LnER LnEX LnGP
0.126 0.086 -0.493 0.064 0.023
(0.039) (0.011) (0.000) (0.627) (0.036)
Sumber : Output Eviews, 2022

Dalam jangka panjang harga biji kopi dunia berpengaruh positif dan signifikan terhadap
harga kopi di pasar produsen Indonesia dengan nilai koefesien 0.086 pada tingkat signifikansi 1%.
Nilai koefesien tersebut menunjukkan adanya transmisi harga dari pergerakan harga di pasar
dunia ke pasar produsen domestik. Hal ini sesuai dengan kajian yang dilakukan oleh Kamaruddin
et al. (2021); Mukhlis et al. (2020). Hasil kajian Kamaruddin et al. (2021) dengan menggunakan
data tahunan dan penggabungan model simetris dan asimetris menunjukkan bahwa harga biji kopi
dunia berpengaruh signifikan dengan arah koefesiennya asimetris. Dimana penurunan harga biji
kopi di pasar global di transmisikan lebih cepat ke harga produsen. Sebaliknya, ketika harga biji
kopi di pasar global meningkat maka transmisi harganya relatif lebih lambat.
Beberapa komoditas pertanian mengalami perbedaan respon transmisi harga baik pada saat
penurunan maupun kenaikan harga di pasar global. Seperti kajian Ridha et al. (2022) yang
mengkaji komoditas kakao juga menemukan adanya perbedaan transmisi harga pada saat
kenaikan maupun penurunan harga di pasar global terhadap fluktuasi harga di pasar domestik.
Siklus ekonomi global seringkali menyebabkan volatilitas dan persistensi harga komoditas kopi
nasional. Perubahan tren harga komoditas pertanian dunia membuat guncangan harga komoditas
di sektor pertanian di seluruh dunia, terutama di negara berkembang dan terbelakang. Dinamika
perekonomian global mempengaruhi pola perilaku pasar komoditas ekspor kopi dan permintaan
komoditas pertanian.
Dalam jangka panjang variabel nilai volume ekspor kopi Indonesia tidak berpengaruh
terhadap fluktuasi harga di pasar domestik. Hal ini terlihat dari nilai probabilitasnya lebih besar
dari 0.10. Sedangkan variabel harga biji kakao di pasar global berpengaruh signifikan terhadap
fluktuasi harga kopi di pasar domestik. Peningkatan harga biji kakao di pasar global sebesar 1%
akan meningkatkan harga biji kakao di pasar produsen domestik sebesar 0.023 pada tingkat
signifikansi 5%. Hal ini sesuai dengan kajian yang dilakukan oleh Traoré & Badolo (2016) yang
menemukan adanya kesamaan pergerakan harga kopi dan harga biji kakao di pasar global.

KESIMPULAN

Fluktuasi harga kopi di pasar produsen Indonesia dalam jangka panjang dipengaruhi oleh
pergerakan harga kopi di pasar dunia, nilai tukar rupiah dan pergerakan harga biji kakao di pasar
global. Sedangkan variabel nilai volume ekspor kopi Indonesia tidak berpengaruh signifikan
terhadap harga di tingkat produsen. Dalam jangka pendek keempat variabel harga kopi dunia,
nilai tukar rupiah, nilai ekspor kopi dan fluktuasi harga biji kakao global berpengaruh signifikan
terhadap harga biji kakao di pasar domestik, dengan tingkat lag yang berbeda-beda.

REFERENSI
Ayele, A., Worku, M., & Bekele, Y. (2021). Trend, instability and decomposition analysis of
coffee production in Ethiopia (1993–2019). Heliyon, 7(9), e08022.
https://doi.org/10.1016/j.heliyon.2021.e08022
Baffes, J., & Gardner, B. (2003). The transmission of world commodity prices to domestic
markets under policy reforms in developing countries. The Journal of Policy Reform, 6(3),
159–180. https://doi.org/10.1080/0951274032000175770
Bekkers, E., Brockmeier, M., Francois, J., & Yang, F. (2017). Local food prices and international
price transmission. World Development, 96, 216–230.
https://doi.org/10.1016/j.worlddev.2017.03.008
Dang, V. Q. T., So, E. P. K., Yang, A. Y., & Chan, K. S. (2019). China and International Market
109
Integration : Evidence from the Law of One Price in the Middle East and Africa. North
American Journal of Economics and Finance, 101127.
https://doi.org/10.1016/j.najef.2019.101127
Fatkurrohim, Hanani, N., & Syafrial, S. (2022). The Impact of Input and Output Prices on
Indonesian Coffee Production and Trade Performance. Habitat, 33(1), 33–43.
https://doi.org/10.21776/ub.habitat.2022.033.1.4
Huo, D. (2014). Impact of country-level factors on export competitiveness of agriculture industry
from emerging markets. Competitiveness Review, 24(5), 393–413.
https://doi.org/10.1108/CR-01-2012-0002
Kamaruddin, Masbar, R., Syahnur, S., & Majid, S. A. (2021). Asymmetric price transmission of
Indonesian coffee. Cogent Economics and Finance, 9(1), 1–15.
https://doi.org/10.1080/23322039.2021.1971354
Knutson, R. D., Penn, J., Flinchbaugh, B. L., & Outlaw, J. L. (2007). Agricultural and Food
Policy (Sixth Edit). United States of America, Pearson Education.
Krugman, P., Obstfeld, M., & Melitz, M. (2018). International Economics, Theory & Policy (8th
Editio). Global Edition, United States of America, Pearson Education.
Mankiw, N. . (2003). Teori Makroekonomi (Edisi Kelima). Jakarta, Erlangga.
McCawley, P. (2015). Infrastructure policy in Indonesia, 1965–2015: A survey. Bulletin of
Indonesian Economic Studies, 51(2), 263–285.
https://doi.org/10.1080/00074918.2015.1061916
Meyer, J., & Cramon-Taubadel, S. (2004). Asymmetric price transmission : A survey. Journal of
Agricultural Economics, 55(3), 581–611.
Mukhlis, M., Masbar, R., Syahnur, S., & Majid, M. A. S. (2020). Dynamic causalities between
world oil price and Indonesia’s Cocoa market: Evidence from the 2008 global financial
crisis and the 2011 European debt crisis. Regional Science Inquiry, 12(2), 217–233.
Nabhani, I., Daryanto, A., Yassin, M., & Rifin, A. (2015). Can Indonesia cocoa farmers get
benefit on global value chain inclusion? A literature review. Asian Social Science, 11(18),
288–294. https://doi.org/10.5539/ass.v11n18p288
Pesaran, M. ., Shin, Y., & Smith, R. J. (2001). Bounds testing approaches to the analysis of level
relationships. Journal of Applied Econometrics, 16, 289–326.
https://doi.org/10.1002/jae.616
Rezitis, A. N., & Tsionas, M. (2019). Modeling asymmetric price transmission in the European
food market. Economic Modelling, 76, 216–230.
https://doi.org/10.1016/j.econmod.2018.08.004
Ridha, A., Nurjannah, & Mutia, R. (2021). Analisis Permintaan Uang di Indonesia: Pendekatan
Autoegressive Distributed lag (ARDL). Jurnal Samudra Ekonomika, 5(2), 152–160.
https://doi.org/10.33059/jse.v5i2.4273
Ridha, A., Masbar, R., Aliasuddin, A., & Silvia, V. (2022). Asymmetric Price Transmission in
the Cocoa Supply Chain in Indonesia. Economia Agro-Alimentare, 24(1), 1–21.
https://doi.org/10.3280/ecag2022oa12888
Subervie, J. (2011). Producer price adjustment to commodity price shocks : An application of
threshold cointegration. Economic Modelling, 28(5), 2239–2246.
https://doi.org/10.1016/j.econmod.2011.06.010
Todaro, M. P., & Smith, S. C. (2003). Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga (W. Kristiaji
(ed.); Delapan). Erlangga, Jakarta.
Traoré, F., & Badolo, F. (2016). On the co-movement between coffee and cocoa prices in
international markets. Applied Economics, 48(40), 3877–3886.
https://doi.org/10.1080/00036846.2016.1148254
Vicol, M., Neilson, J., Hartatri, D. F. S., & Cooper, P. (2018). Upgrading for whom? Relationship
coffee, value chain interventions and rural development in Indonesia. World Development,
110, 26–37. https://doi.org/10.1016/j.worlddev.2018.05.020
Xanat, V. M., Jiang, K., Barnett, G. A., & Park, H. W. (2017). International trade of GMO-
related agricultural products. Quality and Quantity, 52(2), 565–587.
https://doi.org/10.1007/s11135-017-0521-8

111

Anda mungkin juga menyukai