Anda di halaman 1dari 28

TUGAS SANITASI DAN KEAMANAN PANGAN

SANITASI PRODUKSI DAN PENYIMPANAN MAKANAN DENGAN


KELEMBABAN RENDAH

Disusun Oleh:

Christopel Natanael Purba

2210511061

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PANGAN

UNIVERSITAS UDAYANA

2023
TUJUAN PEMBELAJARAN SANITASI PRODUKSI DAN
PENYIMPANAN MAKANAN DENGAN KELEMBABAN RENDAH

Tujuan pembelajaran dari sanitasi produksi dan penyimpanan makanan dengan


kelembaban rendah adalah untuk memahami tindakan sanitasi yang diperlukan
pada produksi dan penyimpanan dari makanan yang memiliki kelembaban rendah.
MATERI SANITASI PRODUKSI DAN PENYIMPANAN MAKANAN
DENGAN KELEMBABAN RENDAH

A. Pengantar

Secara umum pencemaran mikrobiologis dapat berasal dari bahan baku, air,
alat dan sarana pengolahan, pekerja, maupun hewan pengganggu. Oleh karena
itu, program sanitasi yang baik mencakup sanitasi air, peralatan dan sarana
pengolahan, hygiene dan sanitasi pekerja, pengendalian untuk menghindari
meningkatnya cemaran mikrobiologis selama penanganan bahan baku,
penyimpanan bahan baku atau produk, serta distribusi produk. Upaya dari awal
untuk mengurangi jumlah cemaran mikrobiologis ini sangat penting mengingat
mikroorganisme mempunyai kemampuan tumbuh yang sangat cepat pada
bahan makanan. Hasil Penelitian dari Kesuma dkk (2018), bahwa pengolah
makanan yang baik adalah pengolah yang mengikuti prinsip sanitasi dan
higienis. Lebih lanjut lagi bahwa penyimpanan bahan makanan, penyimpanan
makanan jadi, pengangkutan makanan sangat memenuhi syarat dalam higienis
dan sanitasi.

Makanan dengan kelembaban rendah (LMF) merupakan produk pangan


yang memiliki aktivitas air (aW) sama dengan atau kurang dari 0,85. Kacang-
kacangan, biji-bijian, sereal, susu kering, tepung, bumbu-bumbuan, buah
kering, keripik, bersama dengan produk tinggi lemak, seperti cokelat dan
mentega merupakan beberapa contohnya. Makanan dengan kelembaban rendah
memang lebih sulit mengalami pembusukan mikroba dan pertumbuhan patogen
bawaan makanan dibandingkan makanan dengan kelembaban tinggi. Meskipun
patogen seperti Salmonella tidak dapat tumbuh dalam produk ini dikarenakan
rendahnya aW, mereka dapat tetap hidup untuk jangka waktu yang lama dan
dapat menyebabkan penyakit karena dosis menular yang rendah dan melalui
penyalahgunaan kontaminasi suhu pasca pemrosesan. Hal tersebut didukung
dengan adanya krisis susu formula bayi tahun 2022, dimana LMF dapat
terkontaminasi oleh patogen mematikan seperti Salmonella dan Cronobacteria
sakazakii. Oleh sebab itu, diperlukannya sanitasi produksi serta penyimpanan
dari makanan dengan kelembaban rendah (LMF).
B. Sanitasi Produksi

Sanitasi produksi makanan dengan kelembaban rendah dibagi menjadi


beberapa poin sebagai berikut:

a. Ruang Produksi

Bangunan dan fasilitas dapat menjamin pangan selama dalam proses


produksi tidak tercemar oleh bahaya fisik, biologis, dan kimia serta mudah
dibersihkan dan disanitasi. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam bangunan
dan fasilitas dibagi menjadi beberapa unsur yaitu ruang produksi (meliputi
konstruksi lantai, kebersihan lantai, konstruksi dinding, kebersihan dinding,
konstruksi langit-langit, kebersihan langit-langit, konstruksi pintu, jendela
dan lubang angin, kebersihan pintu, jendela, dan lubang angin),
kelengkapan ruang produksi (meliputi penerangan, perlengkapan PPPK)
serta tempat penyimpanan (meliputi tempat penyimpanan bahan baku dan
produk, tempat penyimpanan bahan bukan pangan). Menurut Ali (2020),
syarat-syarat dari bangunan dan fasilitas yang baik adalah sebagai berikut:

1) Lantai yang digunakan pada ruang produksi


✓ Lantai harus berbentuk sudut di bagian tengah dan masing-masing
ke bagian pinggir kiri dan kanan dengan kemiringan 5o terhadap
horizontal. Kemiringan ini berakhir pada selokan yang melintang di
kedua sisi ruang pengolahan.
✓ Pertemuan antara lantai dengan dinding harus melengkung dan
kedap air, sehingga kotoran yang berbentuk padat mudah
dibersihkan dan menghindari genangan air.
✓ Permukaan lantai harus halus dan tidak kasar, berpori serta bergerigi,
agar mudah dibersihkan dan tidak merupakan sumber
mikroorganisme.
2) Konstruksi dinding pada ruang produksi
✓ Permukaan dinding bagian dalam dari ruangan yang sifatnya untuk
pekerjaan basah harus kedap air, permukaannya halus dan rata serta
berwarna terang.
✓ Bagian dinding sampai ketinggian 2 meter dari lantai harus dapat
dicuci dan tahan terhadap bahan kimia. Sampai batas ketinggian
tersebut jangan menempatkan sesuatu yang mengganggu operasi
pembersihan.
✓ Sudut antar dinding, antara dinding dan lantai dan antara dinding
dengan langit-langit harus tertutup rapat dan mudah dibersihkan.
3) Konstruksi langit-langit pada ruang produksi
✓ Harus dirancang untuk mencegah kotoran dan mengurangi
penguapan serta mudah dibersihkan.
✓ Ruang pengolahan harus mempunyai langit-langit yang tidak retak,
tidak bercelah, tidak terdapat tonjolan dan sambungan yang terbuka,
kedap air dan berwarna terang.
✓ Tidak terdapat pipa-pipa yang terlihat.
✓ Tinggi langit-langit minimal 3 meter.
4) Konstruksi pintu, jendela, dan lubang angin
✓ Pintu dan jendela dibuat dari bahan tahan lama, tidak mudah pecah,
rata, halus, berwarna terang dan mudah dibersihkan.
✓ Pintu, jendela, dan lubang angin dilengkapi dengan kawat kasa yang
dapat dilepas untuk memudahkan pembersihan dan perawatan.
✓ Pintu didesain membuka ke luar/ke samping sehingga debu atau
kotoran dari luar tidak terbawa masuk ke dalam ruang produksi.
✓ Pintu dapat ditutup dengan baik dan selalu dalam keadaan tertutup.
✓ Lubang angin harus cukup sehingga udara segar selalu mengalir di
ruang produksi.
✓ Lubang angin selalu bersih, tidak berdebu, dan tidak dipenuhi sarang
laba-laba.
5) Desain bangunan
✓ Ruangan yang ada baik ruang produksi maupun ruang penjualan
harus mudah dibersihkan dan disanitasi.
✓ Lantai, dinding dan langit-langit harus mudah dibersihkan dan selalu
dalam keadaan tersanitasi dengan baik.
✓ Lantai harus membentuk kemiringan tertentu untuk membuat
kemudahan dalam drainase atau pengaliran air dan mencegah
menggenangnya air di dalam ruangan.
✓ Ventilasi dan lampu harus memadai.
✓ Pemisahan area proses dengan area beristirahat harus dilakukan
untuk mengurangi adanya potensi kontaminasi.
✓ Jendela harus diberi jaring-jaring sehingga saat dibuka tidak ada
hama yang dapat masuk.
6) Kelengkapan ruang produksi
✓ Ruang produksi seharusnya cukup terang sehingga karyawan dapat
mengerjakan tugasnya dengan teliti.
✓ Di ruang produksi harus tersedia perlengkapan Pertolongan Pertama
Pada Kecelakaan (PPPK).
7) Tempat penyimpanan bahan baku dan bahan bukan pangan
✓ Tempat penyimpanan bahan pangan termasuk bumbu dan bahan
tambahan pangan (BTP) seharusnya terpisah dengan produk akhir.
✓ Tempat penyimpanan khusus harus tersedia untuk menyimpan
bahan-bahan bukan pangan seperti bahan pencuci, pelumas dan oli.
✓ Tempat penyimpanan harus mudah dibersihkan dan bebas dari hama
seperti serangga, binatang pengerat seperti tikus, burung atau
mikroba dan ada sirkulasi udara.
✓ Tata letak kelengkapan ruang produksi diatur agar tidak terjadi
kontaminasi silang.
b. Karyawan

Kesehatan dan hygiene karyawan yang baik dapat menjamin bahwa


pekerja yang kontak langsung maupun tidak langsung dengan pangan tidak
menjadi sumber pencemaran. Karyawan yang bekerja di bagian pangan
harus dalam keadaan sehat. Apabila sakit atau baru sembuh dari sakit dan
diduga masih membawa penyakit tidak diperkenankan masuk ke ruang
produksi. Selain itu, apabila karyawan menunjukkan gejala atau menderita
penyakit menular, misalnya sakit kuning (virus hepatitis A), diare, sakit
perut, muntah, demam, sakit tenggorokan, sakit kulit (gatal, kudis, luka, dan
lain-lain), keluarnya cairan dari telinga (congek), sakit mata (belekan), dan
atau pilek tidak diperkenankan masuk ke ruang produksi. Menurut Ali
(2020), pemeriksaan kesehatan dan kebersihan karyawan meliput hal-hal
sebagai berikut:

1) Kebersihan karyawan
✓ Harus mandi setiap hari sebelum bekerja.
✓ Pencucian rambut miniman seminggu sekali.
✓ Kuku harus bersih dan dipotong dengan baik.
✓ Tidak diijinkan menggunakan perhiasan dalam area produksi.
✓ Penyakit menular harus dilaporkan.
2) Seragam dan pakaian
✓ Seragam harus bersih dan rapih.
✓ Semua seragam dan perlengkapan harus dilepas sebelum ke kamar
mandi.
✓ Seragam tidak boleh digunakan diluar area produksi.
✓ Pakaian harus tertutup dengan seragam.
3) Pengendalian rambut
✓ Rambut harus tertutup, sebaiknya menggunakan penutup rambut
(hair cap).
✓ Karyawan laki-laki harus bercukur rapih, diijinkan memelihara
kumis jika dipotong rapih dan di atas ujung bibir.
4) Pencucian tangan
✓ Tangan harus dicuci sesuai dengan prosedur pencucian tangan yang
benar, seperti menurut WHO.
✓ Tangan harus dicuci setelah batuk atau bersin, menggunakan kamar
mandi, merokok, menggunakan telepon, dan membuang sampah.
5) Perilaku karyawan
✓ Dilarang meludah dan merokok di area produksi.
✓ Jamban dan toilet harus disiram setiap selesaii menggunakan.
✓ Makan dan minum harus dilakukan di luar area produksi.

Menurut Purwiyatno (2009) dalam Rumondor (2021), untuk dapat


melakukan pekerjaan dengan baik tanpa harus khawatir mencemari produk
pangan yang ditanganinya, maka pekerja di dapur perlu memperhatikan
beberapa hal mengenai perlengkapan sebagai berikut:

1) Pekerja harus mengenakan pakaian yang bersih dan sopan. Umumnya


pakaian yang berwarna putih sangat dianjurkan, terutama pekerja yang
berada di bagian dapur.
2) Pekerja yang berada di kitchen sebaiknya tidak mengenakan jam tangan,
kalung, anting, cincin, dan benda kecil lainya yang mudah putus atau
hilang.
3) Pekerja sebaiknya memakai baju dengan ukuran yang pas. Kancing
bajunya terpasang dengan baik sehingga tidak mudah putus, terjatuh,
dan tercampur dalam bahan pangan yang sedang diolah.
4) Jumlah baju seragam yang disediakan sebaiknya cukup. Baju seragam
hanya dipakai pada saat bekerja.
5) Pekerja harus selalu menggunakan penutup rambut. Hal ini bertujuan
untuk melindungi kemungkinan jatuhnya rambut atau ketombe ke alat
pengolahan makanan ataupun ke adonan makanan. Selain itu,
pemakaian topi dan penutup rambut juga dapat membantu menyerap
keringat yang ada di dahi sehingga jatuhnya keringat ke makanan dapat
dihindari.
6) Pekerja harus memelihara kebersihan kuku tangan dan kaki, dengan cara
dipotong pendek, rapi dan bersih.
c. Peralatan Produksi

Tata letak peralatan produksi diatur agar tidak terjadi kontaminasi


silang. Kontaminasi silang merupakan kontaminasi dari satu bahan pangan
olahan ke bahan pangan olahan lainnya melalui kontak langsung atau
melalui pekerja pengolahan, kontak permukaan atau melalui air dan udara.
Peralatan produksi yang kontak langsung dengan pangan seharusnya
didesain, dikonstruksi, dan diletakkan sedemikian untuk menjamin mutu
dan keamanan pangan yang dihasilkan. Unsur-unsur yang harus
diperhatikan pada peralatan produksi adalah konstruksi, tata letak dan
kebersihan. Menurut Ali (2020), persyaratan pengaturan peralatan produksi
meliputi hal-hal sebagai berikut:
1) Peralatan produksi terbuat dari bahan yang kuat, tidak berkarat, mudah
dibongkar pasang sehingga mudah dibersihkan.
2) Permukaan yang kontak langsung dengan pangan halus, tidak bercelah,
tidak mengelupas, dan tidak menyerap air.
3) Peralatan produksi harus diletakkan sesuai dengan urutan prosesnya
sehingga memudahkan bekerja dan mudah dibersihkan.
4) Semua peralatan dipelihara agar berfungsi dengan baik dan selalu dalam
keadaan bersih.

Menurut Purwiyatno (2009) dalam Rumondor (2021), pemilihan


peralatan yang digunakan dalam pengolahan pangan dengan
mempertimbangkan bahan yang digunakan dan kemudahan pembersihan.
Bahan yang digunakan untuk peralatan pengolahan pangan merupakan
bahan yang tidak bereaksi dengan bahan pangan. Pertimbangan kemudahan
pembersihan peralatan tergantung pada konstribusi alat tersebut. Logam
seperti besi dan tembaga cukup baik digunakan sebagai kerangka peralatan
pengolahan pangan, namun tidak dapat digunakan sebagai peralatan yang
bersentuhan langsung dengan bahan pangan. Kedua logam tersebut
meskipun kontruksinya cukup kuat, namun dapat mengoksidasi zat gizi
bahan pangan khususnya minyak, sehingga menghasilkan komponen
radikal yang berbahaya bagi kesehatan penggunaan bahan ini masih banyak
ditemukan seperti pada wajan.

Kayu pada umumnya digunakan sebagai pengaduk. Meskipun tidak


menyebabkan oksidasi pada bahan makanan, namun sifat kayu yang berpori
dan mudah lapuk menyebabkan cairan mudah terpenetrasi kedalamnya.
Sifat ini bahan kayu tidak mudah dibersihkan, mikroba dapat tumbuh dalam
pori-pori yang sulit dibersihkan, sehingga sering muncul aroma tidak sedap.
Alat konstruksi kayu dapat menjadi sumber kontaminan pada bahan
makanan. Alumunium, mekipun banyak ditemukan sebagai bahan untuk
berbagai alat masak, namun tidak kuat. Bahan ini juga mudah mengalami
korosi oleh asam atau alkali. Selama pemanasan, alumunium mudah
mengalami elektrolisis, sehingga tidak direkomendasikan digunakan untuk
memasak. Baja tahan karat (stainless steel) merupakan bahan yang tidak
mudah bereaksi dengan bahan pangan, sehingga aman digunakan sebagai
konstruksi alat pengolahan yang bersentuhan langsung dengan makanan.
Selain kontruksinya cukup kuat, alat ini juga mudah dibersihkan. Stainless
steel dapat diaplikasikan pada semua jenis bahan makanan. Bahan yang
paling aman digunakan sebagai alat pengolahan pangan adalah kaca.
Namun kaca mudah retak, sehingga jarang digunakan sebagai alat
pengolahan pangan.

d. Sanitasi Air

Air merupakan unsur yang paling penting untuk proses pengolahan


makanan yang baik. Air sangat penting di dalam dapur karena tidak hanya
digunakan untuk keperluan pembersihan dan sanitasi, tetapi juga keperluan
selama penanganan dan pengolahan produk. Air adalah pelarut yang baik,
berbagai zat dapat dengan mudah terlarut dalam air, sehingga unsur kimia,
seperti zat besi, zat kapur, garam-garam mineral. Secara garis besar terdapat
tiga kriteria utama mutu air yang harus diperhatikan, yaitu: pertama kriteria
fisik, kedua kriteria kimia, dan terakhir kriteria mikrobiologi. Kriteria fisik
meliputi bau, warna, rasa, adanya endapan, adanya kekeruhan yang dapat
diamati secara organoleptik, yaitu dengan cara melihat dan mencicipi
(Purnawijayanti, 2001 dalam Rumondor, 2021).

Sumber air bersih untuk proses produksi sebaiknya cukup dan


memenuhi persyaratan kualitas air bersih dan/atau air minum. Air yang
digunakan untuk proses produksi harus air bersih dan sebaiknya dalam
jumlah yang cukup memenuhi seluruh kebutuhan proses produksi. Selain
itu air mengalir yang tersedia pada suhu yang cocok dan dibawah tekanan
sesuai kebutuhan harus ada di area produksi dimana dibutuhkan untuk
proses produksi, membersihkan alat-alat, utensils, dan bahan pengemas
serta untuk fasilitas kebersihan personel. Air panas dapat digunakan untuk
membersihkan peralatan tertentu, terutama berguna untuk melarutklan sisa-
sisa lemak dan tujuan disinfeksi, bila diperlukan. Menurut Ali (2020),
persyaratan suplai air yang baik adalah sebagai berikut:
1) Air yang digunakan harus air bersih dalam jumlah yang cukup
memenuhi seluruh kebutuhan proses produksi.
2) Sumber dan pipa air untuk keperluan selain pengolahan pangan
seharusnya terpisah dan diberi warna yang berbeda.
3) Air yang kontak langsung dengan pangan sebelum diproses harus
memenuhi persyaratan air bersih.
e. Bahan Makanan

Bahan makanan perlu dipilih yang sebaik-baiknya dilihat dari segi


kebersihan, penampilan dan kesehatan. Penjamah makanan dalam memilih
bahan yang akan diolah harus mengetahui sumber-sumber makanan yang
baik serta memperlihatkan ciri-ciri bahan yang baik. Menurut Rumondor
(2021), beberapa hal yang harus diingat tentang pemilihan bahan makanan
adalah sebagai berikut:

1) Hindari penggunaan bahan makanan yang berasal dari sumber yang


tidak jelas.
2) Mintalah informasi atau keterangan asal-usul bahan yang dibeli.
3) Gunakan catatan tempat pembelian bahan makanan.
4) Belilah bahan di tempat penjualan resmi dan bermutu.
5) Tidak membeli bahan makanan yang sudah kadaluwarsa.
C. Penyimpanan

Penerimaan dan penyimpanan bahan-bahan makanan dengan kelembaban


rendah dibagi menjadi beberapa poin sebagai berikut:

a. Pemeriksaan Kendaraan Angkutan

Pemeriksaan bahan baku dengan tingkat kelembaban rendah perlu


dilakukan secara menyeluruh sebelum, selama, dan setelah pembongkaran.
Langkah pertama adalah memeriksa kendaraan pengangkut sebelum
pembongkaran untuk memastikan kondisinya. Selama pemeriksaan, penting
untuk memeriksa area-area yang potensial menjadi tempat penumpukan
produk dan debu yang dapat menjadi tempat perkembangbiakan serangga.
Baik wadah yang telah diisi maupun yang kosong harus diperiksa. Perhatian
khusus juga harus diberikan pada area di sekitar pintu atau palka karena
serangga cenderung berkumpul di sana. Pemeriksaan dilakukan dengan
mencari tanda-tanda serangga yang merayap atau terbang serta jejak yang
ditinggalkannya. Penting untuk memeriksa adanya sarang, bau yang tidak
lazim, dan kotoran. Keberadaan pelet dan bau yang tidak biasa dapat
menunjukkan adanya hewan pengerat, sedangkan bulu atau kotoran dapat
mengindikasikan kontaminasi oleh burung. Dengan melakukan
pemeriksaan ini secara teliti, dapat memastikan bahwa bahan baku yang
memiliki tingkat kelembaban rendah terjaga kebersihannya dan terhindar
dari kontaminasi serangga atau hewan lainnya.

b. Evaluasi Produk

Untuk menjalankan program sanitasi gudang makanan yang efektif,


penting untuk memastikan bahwa bahan baku yang diterima, termasuk
makanan dan bahan kemasannya, tidak terkontaminasi oleh serangga,
burung, hewan pengerat, atau hama lainnya yang dapat menyebabkan
masuknya kotoran atau kontaminan lainnya. Untuk mengurangi risiko
kontaminasi dari bahan baku yang diterima, penting untuk melakukan
evaluasi produk dengan cermat. Selain analisis persentase kadar air yang
objektif, evaluasi subjektif juga diperlukan. Bau yang asam atau apek dapat
menjadi indikasi adanya pertumbuhan jamur yang menandakan tingkat
kelembaban yang tinggi dalam produk seperti biji-bijian sereal. Temuan
semacam itu menunjukkan perlunya inspeksi tambahan dengan
pengambilan sampel untuk mengidentifikasi karakteristik masalah yang
spesifik. Biji-bijian sereal dengan kadar air di atas 15,5% tidak boleh
disimpan dalam jangka panjang karena dapat berpotensi untuk mengundang
serangga dan pertumbuhan jamur. Evaluasi produk yang diterima juga harus
melibatkan pemeriksaan terhadap bau pestisida yang mungkin terkait
dengan keberadaan serangga. Proses inspeksi juga perlu menentukan
apakah produk tidak dapat diterima akibat adanya pestisida.

Saat menerima bahan, sampel yang diambil harus dievaluasi untuk


menentukan jumlah biji yang rusak akibat serangga. Inspeksi lebih lanjut
harus dilakukan untuk mengidentifikasi jumlah debu dan materi asing
lainnya, keberadaan anyaman, tanda-tanda pertumbuhan jamur, serta bau
yang mungkin ada. Selain itu, perlu diperiksa adanya serangga hidup dan
mati, kotoran hewan pengerat, serta biji hewan pengerat yang mengalami
kerusakan. Kondisi-kondisi ini dapat ditentukan melalui pemeriksaan
visual. Infestasi internal yang melibatkan serangga yang belum dewasa di
dalam biji dapat diidentifikasi menggunakan peralatan sinar-X atau dengan
metode cracking-flotation. Selain itu, sampel juga harus diperiksa untuk
mencari tanda-tanda kotoran dan rambut dari hewan pengerat.

Melakukan pemeriksaan terhadap barang masuk adalah langkah


pencegahan yang tepat untuk mengurangi kerusakan yang mungkin
disebabkan oleh hama karena barang masuk memiliki potensi untuk
mengontaminasi produk akhir. Selain itu, hama atau kontaminasi dapat
masuk ke dalam bangunan sebagai "penumpang", sehingga penting untuk
memeriksa bahan yang masuk, bahan kemasan, palet, dan mesin yang
digunakan. Pengolah makanan berhak menolak bahan apa pun yang masuk
ke pabrik atau menahan pengiriman yang mencurigakan untuk dilakukan
evaluasi lebih lanjut. Keputusan terkait penolakan tersebut harus diambil
oleh staf yang memiliki kualifikasi yang memadai.

c. Penyimpanan Produk dan Rotasi Stok

Makanan dan bahan lainnya harus diterima di pabrik pengolahan atau


gudang dengan mempertimbangkan kemudahan pembersihan dan
penerapan kontrol serangga, hewan pengerat, serta sanitasi secara umum.
Diperlukan prosedur yang efektif untuk melakukan rotasi stok yang sesuai
dengan jenis makanan yang bersangkutan, dan prosedur ini harus diterapkan
dengan konsisten. Jika ada makanan yang rusak, harus segera terdeteksi,
diidentifikasi, dan dipisahkan dari produk lain untuk dilakukan pemeriksaan
tambahan, penyortiran, serta pembuangan yang tepat. Jika ada produk yang
diketahui dapat menyebabkan kontaminasi pada makanan lain, produk
tersebut harus segera dihapus dari fasilitas tersebut.
Banyak pabrik pengolahan makanan yang memiliki kondisi kelembaban
rendah menyimpan bahan-bahan seperti biji-bijian untuk proses produksi.
Menurut Troller (1993) dalam Marriott, 2006, biji-bijian merupakan salah
satu komoditas dengan volume penyimpanan terbesar di Amerika Serikat.
Namun, masalah yang timbul adalah ketika biji-bijian disimpan, mereka
awalnya mengandung spora jamur dan telur serangga dalam jumlah yang
cukup untuk menginfeksi dan merusak produk jika terjadi kondisi
lingkungan yang memungkinkan. Kerusakan fisik pada inti biji-bijian itu
sendiri dapat menjadi pintu masuk bagi agen infestasi atau infeksi. Selain
itu, kerusakan biologis yang disebabkan oleh serangga melalui penetrasi
pada inti biji-bijian memungkinkan jamur masuk melalui inokulasi ke
jaringan bagian dalam.

Biji-bijian yang akan disimpan dalam gudang selama lebih dari satu
bulan harus diperlakukan secara khusus. Selain diperiksa untuk memastikan
tidak ada infestasi atau infeksi yang terjadi, penting untuk menjaga kadar
air biji-bijian tetap maksimum pada 13,5%. Penulis juga merekomendasikan
untuk membersihkan biji-bijian sebelum penyimpanan menggunakan
metode seperti aspirasi atau metode lainnya, yang dapat menghilangkan
dockage (kotoran), serangga eksternal, biji gulma, dan benda-benda asing
lainnya, serta dapat meningkatkan masa simpan biji-bijian. Selain itu, saat
biji-bijian disimpan, dapat diterapkan pelindung kimia pada biji-bijian
untuk memberikan perlindungan residu terhadap serangga.

Penggunaan atmosfer yang dimodifikasi, seperti karbon dioksida dan


nitrogen, dapat digunakan untuk melakukan fumigasi pada biji-bijian.
Fumigasi menggunakan gas lembam mendapatkan perhatian yang lebih
besar karena adanya pembatasan penggunaan bahan kimia. Meskipun
atmosfer lembam tidak menimbulkan bahaya sisa, lingkungan di dalam
ruang penyimpanan dengan gas inert dapat menjadi berbahaya bagi manusia
jika mengandung konsentrasi fumigan kimia yang mematikan. Keberadaan
serangga yang memakan dan bereproduksi dapat dikurangi di daerah
beriklim sedang jika tempat penyimpanan dilengkapi dengan sistem aerasi.
Dalam penanganan dan penyimpanan makanan dengan kelembaban
rendah, pengendalian debu dapat meningkatkan kebersihan dan
pengendalian hama. Dengan mengurangi produksi debu, endapan di lantai,
dinding, tepian, objek di atas kepala, dan peralatan dapat berkurang,
sehingga mengurangi waktu yang dibutuhkan untuk membersihkannya.
Pengendalian debu dapat ditingkatkan dengan menggunakan sistem
penyedotan (tekanan yang dikurangi) pada peralatan penanganan biji-bijian,
seperti konveyor, gerbong penerima, elevator ember, dan tempat sampah.
Selain itu, pengendalian debu juga diperlukan pada titik-titik dalam sistem
penanganan di mana produk dipindahkan dari satu peralatan ke peralatan
lainnya, seperti dari cerat ke sabuk konveyor, konveyor ke nampan, dan
nampan ke konveyor.

Salah satu metode yang efektif untuk mengurangi debu saat menangani
biji-bijian yang disimpan adalah dengan menerapkan minyak yang sangat
halus. Minyak tersebut dapat ditambahkan pada biji-bijian dengan
konsentrasi hingga 200 ppm, dan diterapkan secara dekat dengan titik
pembuangan pada kendaraan pengangkut. Tujuan dari penggunaan minyak
ini adalah untuk mengurangi terbentuknya debu dan memberikan
perlindungan tambahan pada butiran biji-bijian.

d. Pengendalian Hama

Hama yang terkait dengan produk simpanan akan dibahas dalam


paragraf ini. Hama yang terdapat pada produk simpanan dapat
diklasifikasikan menjadi dua kelompok berdasarkan karakteristik siklus
hidup mereka. Hama internal adalah hama yang sebagian besar
menghabiskan siklus hidupnya di dalam biji utuh atau kernel biji-bijian dan
jarang memakan makanan olahan. Di sisi lain, hama eksternal biasanya
memakan makanan olahan dan sebagian besar hidupnya berada pada biji-
bijian yang telah digiling dan produk makanan yang terbuat dari biji-bijian.
Beberapa spesies hama dewasa juga dapat memanfaatkan produk
nonpangan, terutama serbuk sari dan jamur. Berikut merupakan persyaratan
memberantas hama, antara lain:
✓ Hama harus diberantas dengan cara yang tidak mempegaruhi mutu dan
keamanan pangan.
✓ Pemberantasan hama dapat dilakukan secara fisik seperti dengan
perangkap tikus atau secara kimia seperti dengan racun tikus.
✓ Perlakuan dengan bahan kimia harus dilakukan dengan pertimbangan
tidak mencemari pangan.
e. Kemasan Tahan Serangga

Penggunaan kemasan yang tahan terhadap serangga adalah strategi yang


perlu dipertimbangkan ketika menghadapi teknik pengendalian atau teknik
pengecualian nonkimia. Evaluasi dapat dilakukan untuk menilai efektivitas
bahan kemasan dalam melindungi produk selama penyimpanan dan
pengiriman. Hasil penelitian menunjukkan kemungkinan untuk
menyertakan bahan pengusir serangga kimia alami ke dalam bahan kemasan
serta pengembangan lem dan metode penyegelan baru guna meningkatkan
kekokohan struktural kemasan yang tahan terhadap serangga (Mullen dan
Pederson, 2000 dalam Marriott, 2006). Film kemasan memiliki perbedaan
dalam kemampuannya untuk mencegah serangga masuk (Arthur dan
Phillips, 2003 dalam Marriott, 2006). Penelitian telah menunjukkan potensi
untuk mengintegrasikan bahan pengusir serangga kimia alami ke dalam
bahan kemasan serta pengembangan lem dan metode penyegelan baru guna
meningkatkan kekokohan struktural kemasan yang tahan terhadap serangga
(Mullen dan Pederson, 2000 dalam Marriott, 2006).

f. Housekeeping Selama Penyimpanan Produk

Kondisi yang tidak sehat dapat dihindari melalui pemeliharaan dan


perawatan yang efektif. Area penyimpanan massal, terutama area dalam
ruangan, harus dijaga agar bebas dari retakan atau celah yang dapat
menumpuk debu dan kotoran lainnya. Hal ini penting karena kondisi
tersebut dapat menciptakan lingkungan yang mendukung pertumbuhan
serangga, baik ketika area tersebut penuh maupun kosong. Selain itu, tempat
sampah kosong atau wadah penyimpanan lainnya harus diperiksa untuk
memastikan tidak ada residu produk yang tersisa dari penyimpanan
sebelumnya, dan untuk mengevaluasi kondisinya secara keseluruhan.
Semua bahan sisa yang dapat menjadi tempat atau mendukung pertumbuhan
serangga harus dihilangkan sebelum produk disimpan.

Terowongan, lantai galeri, dan area terkait tempat penyimpanan atau


fasilitas serupa harus dijaga dalam kondisi sanitasi yang baik. Inspeksi rutin
merupakan bagian yang penting dalam menjaga sanitasi yang efektif untuk
produk yang disimpan. Seperti pada area lainnya, inspektur harus
memeriksa adanya debu di lantai dan dinding sebagai tanda adanya jejak
serangga, serta untuk melihat apakah ada ngengat yang beristirahat atau
terbang. Mills dan Pedersen (1990) dalam Marriott (2006) menyarankan
bahwa pemeriksaan juga harus meliputi bagian bawah area yang lembab
yang dapat mengumpulkan debu dan menciptakan kondisi yang
memfasilitasi pertumbuhan jamur, tungau, dan serangga pemakan jamur.
Selain itu, inspeksi juga harus mencakup pengecekan adanya bau yang tidak
biasa yang dapat menunjukkan adanya jamur, serangga, atau bahan kimia.
Penting juga untuk memeriksa peralatan penanganan seperti lift dan
konveyor, yang mungkin mengandung sisa produk. Peralatan yang tidak
digunakan secara efektif dapat menjadi tempat penyimpanan sisa bahan
yang mendorong pertumbuhan serangga dan kemungkinan kontaminasi
pada area penyimpanan atau produk baru.

Area penyimpanan perlu secara rutin diperiksa untuk mengamati


keberadaan serangga yang hidup di permukaan, lantai, dan dinding produk.
Penggunaan kabel termokopel diperlukan untuk biji-bijian yang disimpan
dalam jangka waktu yang lama, sehingga suhu dapat terus dipantau. Jika
terjadi peningkatan suhu selama penyimpanan, hal ini perlu diselidiki lebih
lanjut. Sampel juga harus diambil menggunakan probe atau saat produk
dipindahkan ke lokasi lain untuk menentukan apakah kenaikan suhu dapat
menyebabkan pertumbuhan populasi serangga atau jamur. Pertumbuhan
jamur biasanya dapat dikendalikan melalui pengeringan atau pencampuran
dengan produk kering lainnya. Jika terdeteksi adanya serangga, tindakan
perawatan atau pengasapan harus dilakukan. Penting untuk dicatat bahwa
pemanasan akibat infestasi serangga juga dapat menyebabkan penyebaran
kelembaban dan pertumbuhan jamur. Inspeksi harus dilakukan secara
komprehensif dan mencatat semua detail tentang inspeksi, pembersihan,
pengasapan, atau tindakan korektif lainnya yang dilakukan. Menurut
Marriot et al. (1991) dalam Marriott (2006), pencatatan inspeksi secara
teratur dan tindakan menjaga kebersihan merupakan hal yang penting.
Inspektur dan karyawan lainnya harus memiliki kesadaran terhadap
keberadaan hama dan penanganannya.

g. Pemeriksaan Bahan Baku dan Produk

Inspeksi harus dilakukan dan dilaporkan. Format laporan inspeksi harus


dikembangkan dengan sistem penilaian berbasis angka. Nilai-nilai penilaian
dan peringkat harus ditentukan, lengkap dengan deskripsi untuk setiap nilai.
Foulk (1992) dalam Marriott (2006) telah menyarankan agar gudang-
gudang dinilai dalam tiga tingkatan, sebagai berikut:

✓ Diterima, jika sebagian besar persyaratan terpenuhi.


✓ Diterima dengan syarat, ketika langkah perbaikan dapat dan akan
dilakukan untuk mencapai kepatuhan terhadap standar yang ditetapkan
dan peningkatan ke tingkat diterima adalah mungkin.
✓ Tidak dapat diterima, ketika terjadi salah satu penyimpangan dari
standar yang akan mengakibatkan operasi yang tidak higienis.

Inspeksi di area pengolahan dan penyimpanan harus fokus pada


mengidentifikasi kemungkinan kontaminan produk dan mengambil
tindakan perbaikan yang tepat dan segera untuk mencegah kontaminasi.
Karena makanan dengan kelembaban rendah memiliki aktivitas air (Aw)
yang lebih rendah, sehingga mengurangi kemungkinan kerusakan oleh
mikroba, maka perlu memberikan perhatian lebih pada bentuk-bentuk
kontaminasi lainnya, seperti:

✓ Area di atas kepala harus diperiksa untuk cat yang terkelupas, halangan
dalam proses pembersihan, penumpukan debu, dan kondensasi.
✓ Inspeksi pada area di tingkat tanah, ruang bawah tanah, dan di atas tanah
harus berfokus pada kaca jendela yang pecah dan ketiadaan atau
kerusakan pada kawat kasa.
✓ Jendela terbuka atau pintu masuk lainnya yang memungkinkan
masuknya hama adalah sumber potensial kontaminasi dan harus
dilaporkan dan/atau diperbaiki secara berkelanjutan.

Bukti adanya hama, seperti jejak serangga di debu, tinja tikus, dan tinja atau
bulu burung harus diidentifikasi melalui inspeksi berkala dan pemeriksaan
yang dilakukan oleh karyawan secara berkelanjutan, serta dilaporkan agar
tindakan yang sesuai dapat diambil untuk mengidentifikasi sumber masalah
dan memperbaikinya. Semua karyawan harus waspada terhadap tanda-tanda
aktivitas hama.
LATIHAN SOAL

A. Pilihan Ganda
1. Aktivitas air (aW) dari makanan dengan kelembaban rendah (LMF) adalah

a. Sama dengan atau kurang dari 0,85 c. 0,85 sampai dengan 0,95

b. Sama dengan atau lebih dari 0,95 d. 0 sampai dengan 5

2. Yang bukan contoh dari makanan dengan kelembaban rendah (LMF) adalah

a. Susu bubuk c. Roti

b. Cokelat d. Mentega

3. Yang bukan bagian dari ruang produksi adalah …

a. Lubang angin c. Penerangan

b. Jendela d. Lantai

4. Lantai harus berbentuk sudut di bagian tengah dan masing-masing ke bagian


pinggir kiri dan kanan dengan kemiringan berapaa … terhadap horizontal.

a. 90o c. 10o

b. 45o d. 5o

5. Jenis bahan peralatan pengolahan yang dapat mengoksidasi zat gizi bahan
pangan khususnya minyak adalah …

a. Kaca c. Stainless steel

b. Logam d. Kayu

6. Secara garis besar terdapat tiga kriteria utama mutu air yang harus
diperhatikan, kecuali …

a. Kriteria fisik c. Kriteria mikrobiologi

b. Kriteria kimia d. Kriteria biologi


7. Biji-bijian sereal dengan kadar air di atas … tidak boleh disimpan dalam
jangka panjang karena dapat berpotensi untuk mengundang serangga dan
pertumbuhan jamur.

a. 15,5% c. 25,5%

b. 17,5% d. 50%

8. Kerusakan biologis yang disebabkan oleh … melalui penetrasi pada inti biji-
bijian memungkinkan jamur masuk melalui inokulasi ke jaringan bagian
dalam.

a. Kapang c. Serangga

b. Tikus d. Bakteri

9. Hama yang sebagian besar menghabiskan siklus hidupnya di dalam biji utuh
atau kernel biji-bijian dan jarang memakan makanan olahan adalah …

a. Hama nokturnal c. Hama mikroba

b. Hama internal d. Hama eksternal

10. Strategi yang perlu dipertimbangkan ketika menghadapi teknik


pengendalian atau teknik pengecualian nonkimia adalah …

a. Penggunaan atmosfer yang dimodifikasi c. Fumigasi

b. Penerapan minyak yang sangat halus d. Kemasan tahan serangga

B. Isian Singkat
1. Secara umum pencemaran mikrobiologis dapat berasal dari …, …, …, …,
maupun …
2. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam bangunan dan fasilitas dibagi
menjadi beberapa unsur yaitu …, …, serta …
3. … dan … karyawan yang baik dapat menjamin bahwa pekerja yang kontak
langsung maupun tidak langsung dengan pangan tidak menjadi sumber
pencemaran.
4. Unsur-unsur yang harus diperhatikan pada peralatan produksi adalah …, …,
dan …
5. Bahan peralatan produksi yang dapat diaplikasikan pada semua jenis bahan
makanan adalah …
6. Penggunaan kaca pada peralatan produksi jarang diterapkan karena …
7. Bahan makanan perlu dipilih yang sebaik-baiknya dilihat dari segi …, …,
dan …
8. Untuk mengurangi risiko kontaminasi dari bahan baku yang diterima,
penting untuk melakukan …
9. Makanan dan bahan lainnya harus diterima di pabrik pengolahan atau
gudang dengan mempertimbangkan …, …, serta …
10. Hama yang terdapat pada produk simpanan dapat diklasifikasikan menjadi
dua kelompok berdasarkan karakteristik siklus hidup merekaa, yaitu … dan

C. Essay
1. Sebutkan jenis gejala ataupun penyakit menular yang menyebabkan
karyawan tidak diperbolehkan masuk ke ruang produksi!
2. Sebutkan dan jelaskan mengenai bahan-bahan yang dapat diterapkan pada
peralatan produksi!
3. Bagaimana proses penyimpanan bahan baku dengan tingkat kelembaban
rendah?
4. Apa saja yang perlu dilakukan dalam pemeliharaan dan perawatan selama
penyimpanan produk?
5. Urgensi sanitasi apa yang perlu diperhatikan dalam penyimpanan makanan
dengan kelembaban rendah? Sedangkan kita tahu makanan dengan
kelembaban rendah memiliki aktivitas air (Aw) yang lebih rendah, sehingga
mengurangi kemungkinan kerusakan oleh mikroba.
KUNCI JAWABAN

A. Pilihan Ganda
1. A
2. C
3. C
4. D
5. B
6. D
7. A
8. C
9. B
10. D
B. Isian Singkat
1. Bahan baku, air, alat dan sarana pengolahan, pekerja, hewan pengganggu
2. Ruang produksi, kelengkapan ruang produksi, tempat penyimpanan
3. Kesehatan, hygiene
4. Konstruksi, tata letak, kebersihan
5. Stainless steel
6. Mudah retak
7. Kebersihan, penampilan, kesehatan
8. Evaluasi produk dengan cermat
9. Kemudahan pembersihan, penerapan kontrol hama, sanitasi secara umum
10. Hama internal, hama eksternal
C. Essay
1. Sakit kuning (virus hepatitis A), diare, sakit perut, muntah, demam, sakit
tenggorokan, sakit kulit (gatal, kudis, luka, dan lain-lain), keluarnya cairan
dari telinga (congek), sakit mata (belekan), dan atau pilek.
2. Bahan-bahan yang dapat diterapkan pada peralatan produksi adalah sebagai
berikut:
a. Logam

Logam seperti besi dan tembaga cukup baik digunakan sebagai


kerangka peralatan pengolahan pangan, namun tidak dapat digunakan
sebagai peralatan yang bersentuhan langsung dengan bahan pangan.
Kedua logam tersebut meskipun kontruksinya cukup kuat, namun dapat
mengoksidasi zat gizi bahan pangan khususnya minyak, sehingga
menghasilkan komponen radikal yang berbahaya bagi kesehatan
penggunaan bahan ini masih banyak ditemukan seperti pada wajan.

b. Kayu

Kayu pada umumnya digunakan sebagai pengaduk. Meskipun tidak


menyebabkan oksidasi pada bahan makanan, namun sifat kayu yang
berpori dan mudah lapuk menyebabkan cairan mudah terpenetrasi
kedalamnya. Sifat ini bahan kayu tidak mudah dibersihkan, mikroba
dapat tumbuh dalam pori-pori yang sulit dibersihkan, sehingga sering
muncul aroma tidak sedap. Alat konstruksi kayu dapat menjadi sumber
kontaminan pada bahan makanan.

c. Alumunium

Alumunium, mekipun banyak ditemukan sebagai bahan untuk


berbagai alat masak, namun tidak kuat. Bahan ini juga mudah
mengalami korosi oleh asam atau alkali. Selama pemanasan, alumunium
mudah mengalami elektrolisis, sehingga tidak direkomendasikan
digunakan untuk memasak.

d. Stainless steel

Baja tahan karat (stainless steel) merupakan bahan yang tidak


mudah bereaksi dengan bahan pangan, sehingga aman digunakan
sebagai konstruksi alat pengolahan yang bersentuhan langsung dengan
makanan. Selain kontruksinya cukup kuat, alat ini juga mudah
dibersihkan. Stainless steel dapat diaplikasikan pada semua jenis bahan
makanan.

e. Kaca
Bahan yang paling aman digunakan sebagai alat pengolahan pangan
adalah kaca. Namun kaca mudah retak, sehingga jarang digunakan
sebagai alat pengolahan pangan.

3. Banyak pabrik pengolahan makanan yang memiliki kondisi kelembaban


rendah menyimpan bahan-bahan seperti biji-bijian untuk proses produksi.
Biji-bijian yang akan disimpan dalam gudang selama lebih dari satu bulan
harus diperlakukan secara khusus. Selain diperiksa untuk memastikan tidak
ada infestasi atau infeksi yang terjadi, penting untuk menjaga kadar air biji-
bijian tetap maksimum pada 13,5%. Penulis juga merekomendasikan untuk
membersihkan biji-bijian sebelum penyimpanan menggunakan metode
seperti aspirasi atau metode lainnya, yang dapat menghilangkan dockage
(kotoran), serangga eksternal, biji gulma, dan benda-benda asing lainnya,
serta dapat meningkatkan masa simpan biji-bijian. Selain itu, saat biji-bijian
disimpan, dapat diterapkan pelindung kimia pada biji-bijian untuk
memberikan perlindungan residu terhadap serangga.

Dalam penanganan dan penyimpanan makanan dengan kelembaban rendah,


pengendalian debu dapat meningkatkan kebersihan dan pengendalian hama.
Dengan mengurangi produksi debu, endapan di lantai, dinding, tepian, objek
di atas kepala, dan peralatan dapat berkurang, sehingga mengurangi waktu
yang dibutuhkan untuk membersihkannya. Pengendalian debu dapat
ditingkatkan dengan menggunakan sistem penyedotan (tekanan yang
dikurangi) pada peralatan penanganan biji-bijian, seperti konveyor, gerbong
penerima, elevator ember, dan tempat sampah. Selain itu, pengendalian
debu juga diperlukan pada titik-titik dalam sistem penanganan di mana
produk dipindahkan dari satu peralatan ke peralatan lainnya, seperti dari
cerat ke sabuk konveyor, konveyor ke nampan, dan nampan ke konveyor.

Salah satu metode yang efektif untuk mengurangi debu saat menangani biji-
bijian yang disimpan adalah dengan menerapkan minyak yang sangat halus.
Minyak tersebut dapat ditambahkan pada biji-bijian dengan konsentrasi
hingga 200 ppm, dan diterapkan secara dekat dengan titik pembuangan pada
kendaraan pengangkut. Tujuan dari penggunaan minyak ini adalah untuk
mengurangi terbentuknya debu dan memberikan perlindungan tambahan
pada butiran biji-bijian.

4. Yang perlu dilakukan dalam pemeliharaan dan perawatan selama


penyimpanan produk adalah sebagai berikut:
a. Area penyimpanan massal, terutama area dalam ruangan, harus dijaga
agar bebas dari retakan atau celah yang dapat menumpuk debu dan
kotoran lainnya. Hal ini penting karena kondisi tersebut dapat
menciptakan lingkungan yang mendukung pertumbuhan serangga, baik
ketika area tersebut penuh maupun kosong. Selain itu, tempat sampah
kosong atau wadah penyimpanan lainnya harus diperiksa untuk
memastikan tidak ada residu produk yang tersisa dari penyimpanan
sebelumnya, dan untuk mengevaluasi kondisinya secara keseluruhan.
Semua bahan sisa yang dapat menjadi tempat atau mendukung
pertumbuhan serangga harus dihilangkan sebelum produk disimpan.
b. Terowongan, lantai galeri, dan area terkait tempat penyimpanan atau
fasilitas serupa harus dijaga dalam kondisi sanitasi yang baik. Inspeksi
rutin merupakan bagian yang penting dalam menjaga sanitasi yang
efektif untuk produk yang disimpan. Seperti pada area lainnya, inspektur
harus memeriksa adanya debu di lantai dan dinding sebagai tanda
adanya jejak serangga, serta untuk melihat apakah ada ngengat yang
beristirahat atau terbang. Pemeriksaan juga harus meliputi bagian bawah
area yang lembab yang dapat mengumpulkan debu dan menciptakan
kondisi yang memfasilitasi pertumbuhan jamur, tungau, dan serangga
pemakan jamur. Selain itu, inspeksi juga harus mencakup pengecekan
adanya bau yang tidak biasa yang dapat menunjukkan adanya jamur,
serangga, atau bahan kimia. Penting juga untuk memeriksa peralatan
penanganan seperti lift dan konveyor, yang mungkin mengandung sisa
produk. Peralatan yang tidak digunakan secara efektif dapat menjadi
tempat penyimpanan sisa bahan yang mendorong pertumbuhan
serangga dan kemungkinan kontaminasi pada area penyimpanan atau
produk baru.
c. Area penyimpanan perlu secara rutin diperiksa untuk mengamati
keberadaan serangga yang hidup di permukaan, lantai, dan dinding
produk. Penggunaan kabel termokopel diperlukan untuk biji-bijian yang
disimpan dalam jangka waktu yang lama, sehingga suhu dapat terus
dipantau. Jika terjadi peningkatan suhu selama penyimpanan, hal ini
perlu diselidiki lebih lanjut. Sampel juga harus diambil menggunakan
probe atau saat produk dipindahkan ke lokasi lain untuk menentukan
apakah kenaikan suhu dapat menyebabkan pertumbuhan populasi
serangga atau jamur. Pertumbuhan jamur biasanya dapat dikendalikan
melalui pengeringan atau pencampuran dengan produk kering lainnya.
Jika terdeteksi adanya serangga, tindakan perawatan atau pengasapan
harus dilakukan. Penting untuk dicatat bahwa pemanasan akibat
infestasi serangga juga dapat menyebabkan penyebaran kelembaban dan
pertumbuhan jamur. Inspeksi harus dilakukan secara komprehensif dan
mencatat semua detail tentang inspeksi, pembersihan, pengasapan, atau
tindakan korektif lainnya yang dilakukan.
5. Karena makanan dengan kelembaban rendah memiliki aktivitas air (Aw)
yang lebih rendah, sehingga mengurangi kemungkinan kerusakan oleh
mikroba, maka perlu memberikan perhatian lebih pada bentuk-bentuk
kontaminasi lainnya, seperti:
a. Area di atas kepala harus diperiksa untuk cat yang terkelupas, halangan
dalam proses pembersihan, penumpukan debu, dan kondensasi.
b. Inspeksi pada area di tingkat tanah, ruang bawah tanah, dan di atas tanah
harus berfokus pada kaca jendela yang pecah dan ketiadaan atau
kerusakan pada kawat kasa.
c. Jendela terbuka atau pintu masuk lainnya yang memungkinkan
masuknya hama adalah sumber potensial kontaminasi dan harus
dilaporkan dan/atau diperbaiki secara berkelanjutan.
DAFTAR PUSTAKA

Admin, A. (2021). Waspada Keamanan Pangan Pada Produksi Pangan Industri


Rumah Tangga. Diakses pada 23 Juni 2023, pada
https://dinkes.ntbprov.go.id/berita/waspada-keamanan-pangan-pada-
produksi-pangan-industri-rumah-tangga/.

Ali, D. Y., et al., (2020). CARA PRODUKSI PANGAN YANG BAIK (CPPB)
Untuk Industri Rumah Tangga. Diakses pada 23 Juni 2023, pada
https://tp.ub.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/26.-Modul-CPPB-2-R-
Dego-Yusa.pdf.

Marriott, N. G. & Robert B. G. (2006). Principles of Food Sanitation Fifth Edition.


United States of America: Springer.

Mermelstein, N. H., (2018). Validating the Safety of Low-Moisture Foods. Diakses


pada 22 Juni 2023, pada https://www.ift.org/news-and-publications/food-
technology-magazine/issues/2018/august/columns/food-safety-and-
quality-validating-safety-low-moisture-foods.

Rumondor, D. BJ. & Moureen T. (2021). Sanitasi dan Keamanan Pangan


(Penanganan Higienis Produk Olahan Hasil Ternak). Manado: Unsrat Press.

Warriner, K. (2023). Low Moisture Foods Cause of Numerous Outbreaks. Diakses


pada 22 Juni 2023, pada https://globalfoodsafetyresource.com/low-
moisture-foods-implicated-numerous-outbreaks-part-1/.

Anda mungkin juga menyukai