Anda di halaman 1dari 11

DASAR PENDIDIKAN

"LOCAL WISDOMS"

Dosen pengampu:
Nurita Apridiana Lestari, S.Pd., M.Pd.,

KELOMPOK 3
Anggota:
Nabila Rachmaniah (22030184007)
Putri Rusmila (22030184015)
Mutiara Sabrina Ibrahim (22030184032)
Dwi Apriliansyah Mutia (22030184033)

PENDIDIKAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
2023
MENGEMBANGKAN KARAKTER BERDASARKAN KEARIFAN LOKAL BALI DALAM PENGAJARAN
FISIKA DI SEKOLAH MENENGAH ATAS

ABSTRAK

Sumber daya manusia dengan karakter yang baik sangat diperlukan dalam pembangunan nasional.
Oleh karena itu, pengembangan karakter, khususnya pengembangan karakter berdasarkan kearifan
lokal, sangat diperlukan. Studi ini merupakan bagian dari studi model pengajaran Fisika berbasis
budaya lokal di sekolah menengah atas, yaitu tahap analisis kebutuhan dan pembuatan prototipe
model konseptual. Subjek penelitian ini adalah 20 guru fisika yang memiliki pengalaman mengajar
fisika minimal 10 tahun di sekolah menengah atas negeri dan swasta di Singaraja, Bali. Penelitian ini
menggunakan kuesioner, panduan observasi, dan wawancara sebagai instrumen untuk
pengumpulan data. Data dianalisis dengan analisis deskriptif kualitatif. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa (1) Sembilan karakter berbasis kearifan lokal Bali dapat dikembangkan dalam
pengajaran fisika; (2) Metode yang sesuai untuk pengembangan karakter berbasis kearifan lokal
adalah penyelidikan dari berbagai sudut pandang, diskusi, dan demonstrasi; (3) Prosedur inti
pengajaran yang dapat mengembangkan karakter siswa adalah eksplorasi, fokus perhatian,
penyelidikan dari berbagai sudut pandang (ilmiah, sosial-budaya, historis), elaborasi, dan
konfirmasi.

Kata kunci: pengajaran fisika; karakter berbasis kearifan lokal; sekolah menengah atas

PENDAHULUAN

Pembangunan karakter sangat penting dan mendesak (Samani & Hariyanto, 2012). Kita
harus memulai dari pembangunan karakter, etika, dan perilaku baik untuk mengembangkan bangsa
Indonesia. Bangsa ini sebenarnya memiliki peradaban yang unggul dan mulia. Namun, gagasan ini
telah kurang mendapat perhatian dalam proses pendidikan, sebagaimana terbukti dari perilaku-
perilaku seperti penghujatan menggunakan kata-kata kasar baik dalam demonstrasi maupun media
sosial, penyebaran berita palsu (hoax), perundungan, terlibat dalam perkelahian geng, melakukan
tindakan tidak jujur (mencontek, korupsi, plagiarisme), intoleransi terhadap perbedaan, dan
kemalasan yang dilakukan oleh sebagian orang, anak-anak, dan orang dewasa. Fenomena ini dapat
dianggap merepresentasikan karakter Indonesia. Fenomena-fenomena ini menunjukkan kegagalan
dalam pengembangan pendidikan nilai. Kemunduran moral siswa yang menyebabkan karakter
buruk merupakan indikator kegagalan guru dalam mengintegrasikan pengetahuan tentang nilai
dengan tindakan positif (Lickona, 1999; Lopes et al., 2013; Abu et al., 2015; Aisah, 2014).

Pernyataan ini didukung oleh Suastra (2010) yang menyatakan bahwa pengajaran Sains
(Fisika) kontemporer kurang mengakomodasi nilai-nilai kearifan lokal yang penuh dengan kebajikan.
Baker et al. (1995) menyatakan bahwa pengajaran Sains di sekolah tidak memperhatikan
budaya/anak-anak lokal, maka, sebagai konsekuensinya, siswa akan "menolak" atau hanya
menerima sebagian konsep sains yang mereka pelajari. Kearifan lokal didefinisikan sebagai
kebenaran yang telah menjadi tradisi. Genius lokal yang sering disebut juga sebagai kearifan lokal
dapat dipahami sebagai upaya manusia melalui kognisi mereka untuk bertindak dan berperilaku
terhadap suatu objek, atau suatu peristiwa yang terjadi dalam ruang tertentu (Ridwan, 2007).

Kearifan, yang secara etimologis berarti kemampuan seseorang dalam menggunakan


pikirannya untuk menempatkan diri dalam hubungan dengan suatu peristiwa, objek, atau situasi,
sedangkan kata "lokal" menunjukkan ruang interaksi tempat peristiwa atau situasi tersebut terjadi.
Oleh karena itu, kearifan lokal pada dasarnya adalah norma yang mengikat dalam suatu komunitas,
kebenarannya diyakini oleh komunitas, dan keberadaannya digunakan sebagai referensi dalam
aktivitas dan perilaku sehari-hari. Dengan demikian, kearifan lokal adalah suatu entitas yang sangat
menentukan martabat manusia dalam komunitas mereka (Geertz, 1992).

Salah satu bentuk kearifan lokal dalam konteks pendidikan (konteks siswa-guru)
diungkapkan dalam tingkat Brahmacari, yaitu aguron-guron atau Asewaka Guru dalam Acarya (guru
yang mendidik siswanya) dengan memberikan panduan spiritual, bimbingan tentang kebajikan,
amal, dedikasi, atau secara kolektif disebut dharma. Selain mengisi pikiran siswa dengan berbagai
pengetahuan (Castrantara), guru memberikan prioritas utama pada pendidikan karakter
(Punyatmadja, 1994).

Pengajaran di kelas dapat mengembangkan karakter siswa untuk membuat mereka menjadi
individu yang lebih baik (Aisah, 2014; Khusniati, 2012; 2014; Dianti, 2014). Berdasarkan isu di atas,
artikel ini akan membahas poin-poin berikut: (1) aspek-aspek karakter berbasis kearifan lokal yang
dapat dikembangkan dalam pengajaran Fisika; (2) metode-metode yang relevan dalam pengajaran
Fisika untuk mengembangkan karakter siswa berdasarkan kearifan lokal; dan (3) prosedur
pengajaran Fisika yang dapat mengembangkan karakter siswa berdasarkan kearifan lokal di sekolah
menengah atas.

METODE
Penelitian ini merupakan penelitian dan pengembangan selama dua tahun. Bagian pertama
penelitian pada tahun pertama adalah studi yang menganalisis kebutuhan dalam mengembangkan
model pengajaran dan desain prototipe model konseptual. Studi melibatkan 30 subjek yang
merupakan guru Fisika sekolah menengah atas yang telah mengajar Fisika setidaknya selama
sepuluh tahun di sekolah menengah atas. Instrumen pengumpulan data yang digunakan adalah
kuesioner, panduan observasi, dan wawancara yang telah memenuhi persyaratan validitas dan
reliabilitas. Data dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif-kualitatif.

Tahap analisis kearifan lokal Bali yang diperlukan sebagai dasar pengembangan karakter
siswa diawali dengan tinjauan sumber yang relevan, deskripsi aspek dan indikator. Hasil tinjauan ini
kemudian diintegrasikan ke dalam kuesioner yang kemudian diberikan kepada guru Fisika untuk
dievaluasi. Tahap tinjauan konsep pengajaran dilakukan dengan meninjau literatur relevan dan
diskusi kelompok fokus (FGD) dengan guru Fisika sekolah menengah atas yang dipilih sebagai sampel
penelitian. Hasilnya divalidasi oleh tiga ahli pembelajaran. Semua data dianalisis secara deskriptif-
kuantitatif.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil analisis kebutuhan karakter berbasis kearifan lokal yang dapat dikembangkan dalam
pengajaran Fisika di sekolah menengah atas mencakup: religius, menceritakan kebenaran dan jujur
(satyam), toleran (tat twam asi), bertanggung jawab (sesana/swadharma), ingin tahu, pemalu,
memiliki kecenderungan untuk bekerja keras dan dermawan, menunjukkan perhatian dan ramah
terhadap alam, dan memiliki kebiasaan melakukan refleksi diri (mulat sarira), dengan indikator
seperti yang terlihat dalam Tabel 1.

Tabel 1. Hasil Karakter Nasional Berbasis Kearifan Lokal Bali (n=20)

Aspek Karakter & IndikatorRata-Rata Rata-


Rata
Religius
(Sikap dan perilaku taat dalam mengamalkan ajaran agama seseorang)
Mengagumi kebesaran Tuhan untuk fenomena fisik (fenomena alam) yang 4.75
menakjubkan dan rahasia.
Merasakan kebesaran Tuhan dalam kaitannya dengan variasi di dunia ini. 4.67
Mengatakan Kebenaran dan Jujur
(Perilaku yang menyatukan pemikiran, ungkapan, dan tindakan seseorang)
Bersedia menyatakan sesuatu yang diyakini sebagai kebenaran. Jujur dalam 4.83
mengerjakan tugas atau ujian Fisika.
Terbuka dalam menyatakan masalah dalam pembelajaran baik kepada teman- 4.75
temannya maupun kepada guru.
Toleran (TATTWAMASI, MENYAMA BRAYA)
(Sikap ramah tanpa mendiskriminasi agama, etnis, status sosial ekonomi, dan jenis
kelamin)
Tidak mendiskriminasi etnis, ras, agama dalam mengerjakan tugas sekolah. 4.75
Bersedia menerima pendapat yang berbeda dari teman jika dianggap benar. 4,67
Bertanggung Jawab (SESANA atau SWADHARMA)
(Merasa dan menunjukkan sikap tanggung jawab terhadap tugas dan tanggung jawab)
Menggunakan waktu secara efektif untuk menyelesaikan tugas di dalam dan di luar 4.83
kelas.
Melakukan tugas fisika dengan teliti dan rapi serta menyerahkannya tepat waktu. 4.67
Selalu mencoba mencari informasi tentang materi pembelajaran fisika dari berbagai 4.83
sumber.

Suka Bertanya (Rasa Ingin Tahu)


(Bertanya, mendiskusikan, dan menyelidiki/mencari tahu tentang berbagai peristiwa
di alam)
Selalu membaca buku-buku tentang sains, teknologi, dan budaya. 4.58
Selalu ingin mencoba melakukan penyelidikan yang berkaitan dengan fenomena alam 4.42
yang terkait dengan Fisika.
Selalu ingin mencari jawaban lain untuk masalah fisika yang sedang dipecahkan. 4.08
Jengah
(Menunjukkan sikap dan perilaku malu saat gagal atau tidak dapat melakukan tugas
atau saat tidak dapat memenuhi tanggung jawabnya)
Merasa malu jika tidak dapat menyelesaikan tugas yang diberikan oleh guru. 4.75
Malu ketika tertangkap basah mencontek dalam ujian fisika. 4.75
Malu ketika tidak dapat berkontribusi dalam setiap kegiatan pembelajaran. 4.42
Suka Bekerja Keras dan Murah Hati
(Mengerjakan sesuatu hingga menghasilkan hasil yang memuaskan dan memberikan
manfaat bagi diri sendiri dan orang lain)
Rajin belajar untuk mendapatkan hasil yang memuaskan. 4.75
Senang membantu atau membantu teman yang membutuhkan bantuan. 4.00
Peduli dan Ramah dengan Alam
(Sikap dan tindakan yang menunjukkan bahwa seseorang selalu berusaha menjaga
dan melestarikan lingkungan alam)
Merencanakan dan melakukan berbagai kegiatan untuk mencegah kerusakan 4.58
lingkungan.
Mampu membuat keputusan yang baik dalam mencegah dan mengatasi kerusakan 4.58
lingkungan.
Merfleksi Diri (MULAT SARIRA)
(Sikap dan tindakan yang menunjukkan bahwa seseorang selalu merenungkan pikiran,
ungkapan, dan tindakan yang sudah dipikirkan, dibuat, dan dilakukan untuk
ditingkatkan di masa depan)
Selalu merenungkan apa yang telah dilakukan dan memperbaiki kesalahan yang telah 4.50
dilakukan.
Tidak suka mencari kesalahan pada orang lain saat mengalami kesulitan atau 4.00
kegagalan.
Kriteria penilaian yang digunakan untuk menilai karakter nasional dalam penelitian ini
memiliki rentang skor dari 0 hingga 5, mulai dari sesuai (4,00) hingga sangat sesuai (5,00). Tabel 1
menunjukkan bahwa ada 9 aspek karakter baik/positif berdasarkan kearifan lokal Bali/budaya lokal
yang dapat dikembangkan dalam pengajaran Fisika di sekolah, yaitu religius, mengatakan kebenaran
dan jujur, toleran, bertanggung jawab, ingin tahu, jengah, dan refleksi diri (mulat sarira).

Karakter berbasis kearifan lokal Bali dicari dalam sikap dan perilaku masyarakat dalam
kehidupan sehari-hari mereka yang terinspirasi oleh kitab suci Hindu seperti Bhagavad Gita,
Rigveda, Atharva Veda, Silakramaning Aguronguron, dan Tri Kaya Parisudha. Sumber lain diperoleh
dari filsafat yang berkembang dalam Masyarakat Bali seperti Tri Hita Karana, yang berarti harmoni
antara manusia dan Tuhan (religius), manusia dan sesamanya, dan manusia dengan alam semesta.
Suja (2000) menyatakan bahwa hubungan antara manusia (Prajah) dan Tuhan (Prajapati) didasarkan
pada konsep Kawula Gusti, yang berarti Tuhan adalah Gusti (penguasa), sementara manusia adalah
pelayan Tuhan dengan bhakti tulus mereka. Hubungan antara manusia dan sesamanya didasarkan
pada konsep Tat Twam Asi, yang mengajarkan bahwa semua manusia adalah sama. Kita semua
(tanpa dibatasi oleh label apa pun) adalah saudara sejati va suduiva kutumbakam. Sebagai manusia,
kita harus saling mencintai, membantu satu sama lain, dan memperlakukan orang lain sebagaimana
kita ingin diperlakukan. Keselarasan hubungan dengan alam diibaratkan sebagai "kadi manik ring
cecupu". Manusia dibandingkan dengan manik (janin) sementara alam semesta dengan cecepu
(rahim). Konsep ini mengandung makna bahwa manusia hidup dikelilingi oleh alam, dan dari alam
mereka memperoleh makanan atau barang-barang yang mereka butuhkan untuk dapat hidup.
Dalam posisi ini, terlihat bahwa manusia hidup dengan bebas dalam keterikatannya pada alam.
Manusia bebas mengambil apa pun dari alam, tetapi mereka bertanggung jawab untuk menjaga
kelestarian alam. Jika alam rusak, maka manusia akan binasa. Berdasarkan pertimbangan ini, pantas
dan sesuai bahwa manusia harus menghormati alam.

Kitab suci, Veda, menyatakan "Bumi adalah ibu kita, kita adalah anak-anaknya."
(Atharwaveda, XII), dan "Bumi adalah ibu kita, dan langit adalah ayah kita" (Yayurveda, XXV). Semua
karakter berbasis kearifan lokal ini pada dasarnya terinspirasi oleh pandangan Bali terhadap alam
semesta sebagaimana dinyatakan oleh Suastra (2017) bahwa spiritualitas ditemukan dalam unsur-
unsur kosmis (bhuwana agung/makrokosmos) dan manusia sebagai unsur mikrokosmos (buana
alit), dan manusia bertanggung jawab menjaga harmoni dalam hubungan antara manusia dan
Tuhan, manusia dan sesamanya, dan manusia dengan alam tempat mereka tinggal. Jengah
(perasaan malu saat seseorang tidak berhasil melakukan sesuatu) adalah kata sehari-hari yang
sangat sering diucapkan oleh anggota keluarga yang lebih tua (kebanyakan orangtua) kepada yang
lebih muda (terutama anak-anak) dengan tujuan memberikan motivasi untuk melakukan sesuatu
lagi dengan usaha yang lebih keras untuk berhasil. Ini harus dilakukan dengan sungguh-sungguh dan
dengan perasaan tanggung jawab agar tidak merasa malu terhadap diri sendiri, keluarga, dan
masyarakat (desa).

Rasa ingin tahu berasal dari konsep dalam lagu sebagai nasihat dari para tua (ayah, ibu,
nenek, kakek) kepada anak-anak dan cucu, "de ngaden awak bisa depang anake ngadanin, geginane
buka nyampat, ilang luhu buke katah, wiadin ririh enu liu pelajahan." Ini adalah nasihat agar tidak
menjadi sombong ketika dapat melakukan sesuatu, seperti saat menyapu, sampahnya hilang, tetapi
debu akan muncul lagi. Seberapa pintar pun Anda, masih banyak hal lain yang perlu dipelajari karena
pengetahuan tidak memiliki batas. Oleh karena itu, pesan di sini adalah bahwa Anda tidak boleh
mudah puas dengan pengetahuan yang Anda miliki. Pesannya di sini adalah: Anda harus belajar
sepanjang hidup karena selalu ada hal baru yang bisa Anda pelajari (yaitu pendidikan sepanjang
hidup).
Berdasarkan hasil analisis data, ditemukan bahwa metode yang dapat dikembangkan untuk
Fisika adalah metode penyelidikan (mean=4,75), diskusi/pertanyaan dan jawaban (mean=4,63), dan
demonstrasi (mean=4,38). Metode yang paling sesuai untuk dikembangkan adalah metode
penyelidikan. Metode penyelidikan adalah yang paling sesuai untuk mengembangkan proses sains,
berpikir kritis, dan sikap atau karakter ilmiah (Hairida, 2016; Harlen, 1992; Neuby, 2010; Sumaji,
1998; Suastra et al., 2011; Neka et al., 2015; Trowbridge & Bybee, 1990; Wenning, 2005; Priyantini
et al., 2015; Alpusari & Putra, 2015; Dwianto et al., 2017). Oleh karena itu, pengajaran Fisika tidak
hanya fokus pada dimensi konseptual, proses, dan aplikasi, tetapi telah mengembangkan dimensi
pendidikan sains, yaitu sikap positif, kreativitas, dan sifat sains itu sendiri. (Enger & Yager, 2000);
yaitu fisika sebagai produk (Van Manen, 2016), fisika sebagai proses (Van Joolingen et al., 2005),
dan fisika sebagai nilai (Ismail et al., 2013; Loke & Chow, 2007).

Tahapan dalam pengajaran Fisika untuk mengembangkan karakter berbasis budaya lokal
adalah: (a) eksplorasi; (b) fokus; (c) penyelidikan dari berbagai perspektif (ilmiah, sosial-budaya,
sejarah); (d) elaborasi; dan (e) konfirmasi dan refleksi. Tahap-tahap pengajaran fisika dapat dilihat
dalam Gambar 1.

Pada awal pelajaran, siswa berdoa bersama sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-
masing. Ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran siswa akan kebesaran Tuhan dan untuk
bersyukur kepada Tuhan yang telah menciptakan dunia ini dengan berbagai fenomena yang
menyimpan misteri (karakter spiritual). Pada tahap eksplorasi, siswa diundang untuk melakukan
observasi, menampilkan video atau gambar fenomena alam yang aneh/mengagumkan (peristiwa
yang tidak sesuai), yang akan mengembangkan rasa ingin tahu mereka tentang fenomena tersebut
dan menyebabkan beberapa pertanyaan seperti apa, mengapa, dan bagaimana itu bisa terjadi. Pada
tahap ini, akan berkembang jengah (merasa malu ketika tidak dapat melakukan atau menjelaskan
sesuatu), tanggung jawab, kebiasaan yang tak tergoyahkan untuk mengatakan kebenaran dan jujur,
serta kepedulian terhadap lingkungan alam.

EKSPLORASI

Siswa diminta untuk menyatakan ide dan keyakinan awal tentang topik yang akan diajarkan.

Guru tidak mengatakan bahwa ide siswa benar atau salah.

AKTIVITAS AWAL
Guru menyapa siswa dan kemudian memimpin doa bersama sesuai dengan agama dan keyakinan
masing-masing sebelum pelajaran dimulai.

Guru menyapa siswa dan kemudian memimpin doa bersama sesuai dengan agama dan keyakinan
masing-masing sebelum pelajaran dimulai.

FOKUS

Guru memfasilitasi dan berfokus pada masalah yang sedang diselidiki.

Siswa menyiapkan fasilitas untuk menyelidiki masalah dan dibimbing oleh Lembar Kerja Siswa.

PENYELIDIKAN / PENYELIDIKAN

Siswa dalam kelompok heterogen 3-4 siswa setiap kelompok) melakukan penyelidikan di
laboratorium atau di ruang dari berbagai perspektif (ilmiah, sosial-budaya, dan sejarah).

Guru memfasilitasi dan menilai kinerja siswa dalam kegiatan penyelidikan.

ELABORASI

Siswa membuat laporan tentang hasil penyelidikan mereka.

Siswa mempresentasikan hasil penyelidikan di depan kelas dan siswa lain memberikan kritik atau
memberikan komentar dengan sopan.

Guru mengajukan pertanyaan terbuka untuk memeriksa kompetensi dasar siswa dan memantau
karakter siswa selama pelajaran.

KONFIRMASI

Guru memberikan konfirmasi tentang masalah yang muncul yang tidak dapat dipecahkan oleh siswa
dalam diskusi. Guru memberikan penguatan atau apresiasi kepada siswa yang telah berkontribusi
dalam diskusi.

PENUTUP

Guru mengajak siswa untuk merangkum isi pelajaran.

Guru mengajak siswa untuk merenung tentang diri mereka sendiri (mulat sarira) tentang tindakan
yang telah dilakukan baik terhadap diri mereka sendiri maupun terhadap orang lain.

Guru memberikan tugas pengayaan.


Diakhiri dengan doa bersama dan salam.

Gambar 1. Alur Kegiatan dalam Proses Pengajaran dan Pembelajaran Fisika

Tahap elaborasi memungkinkan siswa untuk menghubungkan pelajaran fisika yang mereka
pelajari dengan dunia nyata. Hal ini memungkinkan mereka untuk mengembangkan pemikiran
mereka, baik pemikiran induktif maupun deduktif. Karena tahap ini dilakukan dalam kelompok
heterogen, maka ini memungkinkan terjadinya interaksi di antara mereka yang berbeda dalam hal
status sosial, ras, etnis, dan agama. Efek pembinaan dari kegiatan ini dalam fase ini adalah
pengembangan religiusitas, kejujuran (satyam), toleransi (tat twam asi), tanggung jawab
(sesana/swadharma), rasa ingin tahu, jengah, kecenderungan untuk bekerja keras dan murah hati,
menunjukkan kepedulian dan keramahan terhadap alam. Pada fase konfirmasi, guru memiliki peran
memberikan penekanan pada konsep dan prinsip fisika yang ilmiah (benar) serta memperkenalkan
dan mengajak siswa untuk menginternalisasi nilai karakter lokal yang baik.

Akhirnya, pada tahap akhir guru mengajak siswa untuk merenung tentang pembelajaran
mereka, pemikiran, ungkapan, dan tindakan yang telah mereka pikirkan, katakan, dan lakukan (Tri
Kaya Parisuda). Jika ada kesalahan, siswa harus meminta maaf, dan jika ada sesuatu yang kurang,
maka mereka harus memperbaikinya agar ke depannya menjadi lebih baik. Oleh karena itu, peran
seorang guru sangat penting dalam proses pengajaran dan pembelajaran, yaitu sebagai contoh,
pialang budaya yang aktif, kreatif, dan bijak, sehingga siswa akan mendapatkan pengalaman belajar
yang mengandung nilai-nilai baik dan rasa tanggung jawab terhadap diri mereka sendiri, orang lain,
dan lingkungan alam dan sosio-kultural (Aikenhead, 2000; Elmubarok, 2008; Suastra, 2005).

KESIMPULAN

Ada sembilan karakter berbasis kearifan lokal Bali yang dapat dikembangkan dalam
pengajaran Fisika di sekolah menengah atas. Karakter-karakter ini dicari dari berbagai sumber
referensi, nasihat yang diberikan oleh orang tua kepada anak-anak atau generasi setelah mereka,
dan hasil diskusi dengan para pemimpin masyarakat dan guru berpengalaman (setidaknya 10 tahun
pengalaman). Secara konseptual, tahap inti pengajaran Fisika di sekolah menengah atas untuk
mengembangkan karakter berdasarkan kearifan lokal Bali terdiri dari eksplorasi, fokus,
penyelidikan, elaborasi, dan konfirmasi.

Guru sangat penting dalam proses pengajaran dan pembelajaran, yaitu sebagai contoh dan
pembimbing aktif, yang aktif dan kreatif dalam mengembangkan pengetahuan fisika, keterampilan
proses ilmiah, dan karakter siswa yang baik, perlu dilakukan penelitian dengan cakupan yang lebih
luas dengan jumlah responden yang lebih besar dan area yang lebih luas, serta pengujian empiris
model pengajaran di sekolah. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui efek model yang
telah dikembangkan, khususnya dalam mengembangkan karakter berbasis kearifan lokal.

Anda mungkin juga menyukai