Anda di halaman 1dari 33

PEMAHAMAN GURU DI SDN 41 SUNGAI RAYA MENGENAI NILAI KARAKTER

DI KELASNYA

PROPOSAL PENELITIAN

Oleh :

Widya Sahfitri

D0120058

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NAHDHATUL ULAMA KALIMANTAN BARAT 2024


BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Karakter merupakan cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas setiap orang
untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam keluarga, masyarakat, bangsa, atau negara, disebut
karakter. Selain itu, karakter dapat didefinisikan sebagai set prinsip yang mendasari tindakan
dan pikiran seseorang. Mereka yang berkarakter memiliki kemampuan untuk membuat
keputusan dan siap untuk bertanggung jawab atas segala akibat dari keputusan mereka. Subur
dan Fatchul Muin (2016) Karakter sebagai nilai dasar yang membentuk kepribadian
seseorang, yang dibentuk oleh pengaruh genetik dan lingkungan, yang membedakannya
dengan orang lain dan diwujudkan dengan sikap dan perilakunya dalam kehidupan sehari-
hari (Samani, M., 2013). Karakter terdiri dari tiga bagian yang saling berhubungan. Ketiga di
antaranya adalah pengetahuan moral atau pengetahuan moral, perasaan moral atau perasaan
moral, dan perilaku moral atau perilaku.

Membimbing siswa untuk mengubah perilaku, sikap, dan budaya adalah tujuan dari
pendidikan karakter. Tujuan dari pendidikan karakter adalah untuk mewujudkan masyarakat
beradab pada akhirnya. Pendidikan karakter didefinisikan sebagai peningkatan kemampuan
peserta didik untuk berperilaku baik, yang ditandai dengan peningkatan berbagai
kemampuan. Menurut Kesuma, D., Triatna, C., dan Permana (2013), pendidikan karakter
diharapkan memungkinkan peserta didik untuk menjadi pemimpin di dunia ini dan percaya
pada ketuhanan (tunduk pada konsep ketuhanan). Pendidikan karakter dapat dimulai dengan
pendidikan keluarga dan sukolah. Orang tua dan guru tetap sadar bahwa membangun tabiat
yang agung adalah tugas.

Pendidikan karakter sangat tertarik untuk berbicara tentang pendidikan karakter


karena selama ini pendidikan dianggap terbelenggu oleh kepentingan yang tidak masuk akal,
yaitu pendidikan yang lebih menekankan pembangunan kecerdasan intelektual, akal, dan
penalaran daripada pembangunan kecerdasan batin, perasaan, dan emosi. Memang benar
bahwa pendidikan menghasilkan banyak orang cerdas, tetapi itu juga menyebabkan mereka
kehilangan sifat-sifat seperti kejujuran, kesetiaan, dan rendah hati. Meskipun mereka sangat
mahir, mereka kurang menghargai sikap sabar dan toleransi. Akibatnya, rasa hormat terhadap
nilai humanistik kemanusiaan, keluhuran budi, dan hati nurani menjadi lebih rendah.

Pendidikan saat ini hanya mencakup aspek kognitif dan afektif daripada psikomotorik
dan afektif, terutama dalam lembaga pendidikan formal atau sekolah. Karena fakta ini,
pendidikan harus diubah dan disesuaikan untuk memprioritaskan pembentukan karakter
seorang anak. Pendidikan baik di keluarga, sekolah, maupun masyarakat. Proses
pentransferan nilai karakter harus dimulai secepat mungkin untuk memungkinkan
pembentukan karakter melalui berbagai aktivitas dan cara penyampaian. Saat ini, pendidikan
hanya mencakup aspek kognitif dan afektif, bukan psikomotorik dan afektif, terutama di
sekolah atau institusi pendidikan formal. Akibatnya, pendidikan harus dimodifikasi dan
disesuaikan dengan memprioritaskan pembentukan karakter anak. Pendidikan di keluarga,
sekolah, dan komunitas Untuk memungkinkan pembentukan karakter melalui berbagai
aktivitas dan metode penyampaian, proses pentransferan nilai karakter harus dimulai segera
mungkin.

1.2 Fokus Penelitian


Berdasarkan paparan latar belakannya Fokus penelitian ini mengadaptasi dari teori
lickona tahun (1) Pemahaman guru mengenai karakter yang baik, (2) Nilai-nilai karakter
yang di ajarkan di dalam kelas, dan (3) Strategi yang dilaksanakan guru didalam
kelasnya di SDN 41 Sungai Raya.
1.3 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memberi manfaat sebagai berikut.
a) Manfaat Teoretis
Penelitian ini dapat menjadi referensi dan sumber bagi penelitian yang lebih luas
tentang pemahaman nilai-nilai karakter di sekolah, terutama dalam pembelajaran
yang ada di SD. Selain itu, penelitian ini dapat memberi informasi tentang
pemahaman nilai-nilai karakter, yang mungkin menjadi dasar dari penelitian ini.
b) Manfaat Praktis
1) Bagi guru
Penelitian ini memberikan guru pengetahuan dan perspektif tentang nilai
karakter serta nilai apa yang diperlukan untuk mendidik siswa menjadi warga
negara yang baik.
2) Bagi siswa
Penelitian ini, terutama mengenai nilai-nilai karakter, dapat menjadi sumber
bacaan dan refleksi diri bagi siswa. Ini dapat mengajarkan siswa tentang
tindakan baik atau buruk, sehingga mereka dapat lebih baik berperilaku di
lingkungan sekolah dan masyarakat.
3) Bagi sekolah
Untuk menghasilkan siswa yang berkualitas dalam pengetahuan, sikap, dan
kepribadian, penelitian ini membantu sekolah meningkatkan penerapan
pemahaman nilai karakter ini dapat digunakan sebagai dasar untuk
mempertimbangkan pemahaman nilai karaakter dalam pembelajaraan sejarah
dan mata pelajaran lain di masa mendatang.

1.4 Definisi operasional


1) Pemahaman guru merupakan proses perbuatan cara guru memahami kompetensi
pedagogik untuk dapat di mengerti dan laksanakan dalam proses pembelajaran.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa seseorang dianggap berkopenten jika ia
memiliki pengetahuan,keterampilan dan nilai-nilai dasar yang tercermin dalam
kebiasaan berfikir dan bertindaknya. Dalam kamus umum bahasa indonesia
disebutkan bahwa kompetensi berasal dari kata kopeten yang berarti cakap, berkuasa
memutuskan menentukan suatu hal.
2) Nilai karakter adalah gabungan dari sifat, sikap, moralitas, etika, dan prinsip hidup
seseorang. Ini menunjukkan bagaimana orang berinteraksi dan berperilaku dengan
orang lain di masyarakat. Sifat-sifat seperti kejujuran, integritas, tanggung jawab,
kerja sama, kerendahan hati, dan keadilan adalah contoh nilai karakter. Penting
untuk diingat bahwa nilai karakter tidak selalu sama untuk semua orang atau budaya.
Agama, budaya, pendidikan, dan pengalaman hidup dapat memengaruhi nilai-nilai
ini. Pendidikan dan lingkungan sosial seseorang juga memengaruhi cara mereka
berperilaku.
BAB II

KAJIAN TEORI

2.1 Hakikat Nilai Karakter

2.1.1 Pengertian Nilai Karakter

Dalam bukunya, Thomas Lickona mengatakan bahwa pendidikan karakter


adalah usaha yang disengaja untuk membantu seseorang sehingga mereka dapat
memahami, memperhatikan, dan melakukan nilai-nilai etika yang paling penting.
Lebih luas lagi, ia mengatakan bahwa pendidikan karakter adalah usaha yang
disengaja untuk mewujudkan kebajikan, yaitu kualitas kemanusiaan yang baik, secara
objektif, baik untuk masyarakat secara keseluruhan dan baik untuk individu secara
keseluruhan.

Thomas Lickona mengutip pendapat Aristoteles, seorang filsuf Yunani, bahwa


karakter yang baik adalah melakukan tindakan yang baik terhadap diri sendiri dan
orang lain. Bahkan Aristoteles mengingatkan kita tentang apa yang sering dilupakan
orang saat ini: kehidupan yang berbudi luhur termasuk kebaikan yang berfokus pada
diri sendiri (seperti kontrol diri dan moderasi) dan kebaikan yang berfokus pada orang
lain (seperti kemurahan hati dan belas kasihan), dan kedua jenis kebaikan ini terkait
satu sama lain. Artinya, kita perlu mengendalikan hasrat dan keinginan kita untuk
melakukan hal yang baik bagi orang lain. Menurut Michael Novak, seorang filsuf
modern, karakter adalah "campuran kompatibel dari seluruh kebaikan yang
diidentifikasi oleh tradisi religious, cerita sastra, kaum bijaksana", kata Thomas.

Menurut pemahaman klasik ini, Thomas Lickona bermaksud untuk


memberikan suatu cara berpikir tentang karakter yang tepat untuk pendidikan nilai:
karakter terdiri dari nilai operatif, nilai dalam tindakan. Menurutnya, karakter yang
baik terdiri dari mengetahui hal yang baik, menginginkan hal yang baik, dan
melakukan hal yang baik kebiasaan dalam cara berpikir, kebiasaan dalam hati, dan
kebiasaan dalam tindakan.

Pendidikan karakter bukanlah hal baru di dunia pendidikan. Ini karena


masalah karakter atau akhlak telah menjadi masalah besar selama berabad-abad dan
menjadi perhatian utama pemerintah.Pendidikan karakter telah menciptakan kualitas
individu, bangsa, dan negara. Oleh karena itu, sangat penting bagi kita untuk
memupuk pendidikan karakter sejak dini. Karena keberhasilan suatu negara dalam
mencapai tujuan yang diinginkannya pasti berasal dari keunggulan sumber daya
manusianya (Oktarina, 2019: 191). Keunggulan manusianya akan menentukan
kualitas kehidupan negara.Kualitas sumber daya manusia ini pasti berkorelasi dengan
kualitas pendidikan karena pendidikanlah yang mengatur anak-anak Indonesia
berkarakter sesuai dengan visi Indonesia.
Thomas Lickona (Lickona, 2013) menegaskan bahwa ada sepuluh masalah
yang harus diperhatikan secara khusus untuk mencegah negara hancur: “tindakan
kekerasan, mencuri, berbuat curang, kekejaman teman sebaya, kefanatikan dan tauran,
merusak diri, bahasa yang kasar, pelecehan dan tindakan seksual yang amat cepat,
mementingkan diri sendiri dan menggunakan obat-obatan. ” Oleh karena itu,
pendidikan di Indonesia harus direkonstruksi ulang untuk menghasilkan generasi anak
bangsa yang hebat dan generasi lulusan yang mulia. Untuk memastikan bahwa siswa
dan siswa dari institusi pendidikan lainnya dapat menerapkan dan membiasakan nilai-
nilai yang terkandung dalam al-Quran, hadis, dan budaya bangsa dalam kehidupan
sehari-hari, pendidik harus memiliki kemampuan untuk melaksanakan tujuan
pembentukan karakter dengan efektif. Menurut Maullang (Marzuki, 2019), tujuan
pendidikan sejatinya adalah karakter, dan aktivitas pedidikan seharusnya dimulai
dengan pembentukan karakter. Karena karakter tidak dapat dibentuk atau
dikembangkan secara instan, pembentukan karakter pada anak-anak memerlukan
keteladanan dan pembiasaan yang berulang dalam berbagai situasi hidup.Karena
pendidikan karakter tidak mungkin hanya dilakukan di sekolah, tetapi harus
melibatkan berbagai pihak dan berlangsung secara alamiah.
Nilai karakter untuk mengatasi krisis moral yang sedang melanda negara kita,
pendidikan moral atau pendidikan karakter sangat penting pada saat ini. Krisis-krisis
ini, seperti meningkatnya pergaulan bebas, peningkatan tingkat kekerasan di antara
anak-anak dan remaja, kejahatan terhadap teman, pencurian, penyalahgunaan obat-
obatan, pornografi, dan perusakan properti orang lain, masih menjadi masalah sosial
yang belum diatasi secara menyeluruh. Akibatnya, pendidikan karakter sangat
penting.
Sebelum masuk ke definisi pendidikan karakter, kita akan membahas definisi
pendidikan. Pendidikan adalah upaya sadar dan terencana untuk menciptakan
lingkungan dan proses pembelajaran di mana siswa secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, dan keterampilan yang diperlukan.

2.1.2 Karakter yang baik

1. Pengetahuan Moral
Terdapat banyak jenis pengetahuan moral berbeda yang perlu kita ambil seiring kita
berhubungan dengan perubahan moral kehidupan. Keenam aspek berikut ini
merupakan aspek yang menonjol sebagai tujuan pendidikan karakter yang di
inginkan.
a. Kesadaran Moral
Kegagalan moral yang lazim di seluruh usia adalah kebutruhan moral kita semata-
mata tidak melihat bahwa situasi yang kita hadapi melibatkan permasalahan moral
dan memerlukan penilaian moral. Orang muda khususnya cenderung mengalami
kegagalan ini bertindak tampa bertanya, “Apakah ini benar”?. Bahkan apabila
pertanyaan umum, “Apa yang benar”nbenar-benar muncul di benak seseorang,
orang yang bersangkutan bisa jadi benar-benar gagal untuk melihat isu moral yang
spesifik dalam sebuah situasi. Pada orang muda perlu mengetahui bahwa tanggung
jawab moral mereka yang pertama adalah mengunakan pemikiran mereka untuk
melihat suatu situasi yang memerlukan penilaian moral dan kemudian untuk
memikirkan dengan cermat tentang apa yang di maksud dengan arah tindakan yang
benar. Aspek kedua dari kesadaran moral adalah memahami informasi dari
permasalahan yang bersangkutan. Sangat sering, di dalam nya membuat penilaian
moral, kita tidak dapat memutuskan apa yang benar sampai kita tahu apa yang benar.
Apabila kita tidak memiliki gagasan yang paling jelas mengenai apa yang terjadi di
tingkat internasioanal, maka kita tidak mampu untuk membuat penilaian moral yang
kokoh tentang kebijakan luar negeri negara kita. Apabila kita tidak sadar bahwa
terdapat kemiskinan di tengah-tengah masyarakat kita atau terdapat penyiksaan di
sekian banyak negara atau terdapat kelaparan di sebagian besar di belahan dunia,
maka kita tidak mampu mendukung kebijakan atau kelompok sosial yang membantu
mengurangi permasalahan semacam itu. Warga negara bertanggung jawab
mengharuskan usaha ini diberitahukan. Pendidikan nilai dapat mengajarkan
pelajaran tersebut dengan melibatkan para siswa dalam kerja keras untuk mencobs
menentukan fakta yang bersangkutan sebelum mengambil suatu penilaian moral.
b. Mengetahui Nilai Moral
Nilai-nilai moral seperti menghargai kehidupan dan kemerdekaan, tanggung jawab
terhadap orang lain, kejujuran, keadilan, toleransi, penghormatan, disiplin diri,
integritas, kebaikan, belas kasihan, dan dorongan atau dukungan mendifinikan
seluruh cara tentang menjadi pribadi yang baik. Ketika digabung, seluruh nilai ini
menjadi warisan moral yang diturunkan dari satu generasi berikutnya. Literasi etika
memerlukan pengetahuan akan nilai-nilai ini. Mengetahui sebuah nilai juga berarti
memahami bagaimana cara menerapkan nilai yang bersangkutan dalam berbagai
macam situasi. Apakah yang dimaksud dengan “tanggung jawab” ketika anda
melihat seseorang yang menodai properti sekolah atau mengambil sesuatu yang
bukan miliknya? Apa yang dikatakan “rasa hormat” ketika seseorang menyebarkan
informasi yang merusak reputasi orang lain?. Ketika para siswa, baik laki-laki
maupun perempuan, menyampaikan melalui kuesioner bahwa tidak masalah bagi
seoranh pria untuk memaksakan hubungan seks kepada seorang wanita apabila pria
tersebut membelikannya banyak hal. Sebenarnya, hal ini menyampaikan kepada kita
bahwa sebagian besar pekerjaan pendidikan moral adalah “penerjemahan”
membantu para orang muda menerjemahkan nilai-nilai abstrak dari rasa hormat dan
tanggung jawabke dalam hubungan personal mereka.
c. Penentuan Perspektif
Penentuan perspektif merupakan kemampuan untuk mengambil sudut pandang
orang lain, melihat situasi sebagaimana adanya, membayangkan bagaimana mereka
akan berfikir, bereasi, dan merasakan masalah yang ada. Hal ini merupakan
prasyarat bagi menilaian moral. Kita tidak dapat menghormati orang lain dengan
sangat baik dan bertindak dengaan adil terhadap kebutuhan mereka apabila kita tidak
memahami orang yang bersangkutan. Satu sasaran fundamental pendidikan moral
haruslah membantu siswa mengalami dunia dari sudut pandang orang lain, terutama
sudut pandang orang-orang yang berbeda dari diri mereka sendiri.
d. Pemikiran Moral
Pemikiran moral melibatkan pemahaman apa yang dimaksud dengan moral dan
mengapa harus spek moral. Mengapa penting bagi kita untuk menempati janji?
Lakukan pekerjaan terbaik saya? Membagikan apa yang saya miliki dengan orang
lain? Pemikiran moral telah menjadi fokus dari sebagian besar riset psikologis abad
ini pada pengembangan moral, yang diawali dengan buku karangan jean piaget,The
Moral Judgment of The Child terbitan tahun 1932 dan berlanjut dengan riset
Lawrence Kohlberg, Carol Giligan William Damon,Nancy Eisenberg, James Rest,
Mary Brabeck, dan para peneliti lainnya. Seiring anak-anak mengembangkan
pemikiran moral mereka dan riset yang ada menyatakan kepada kita bahwa
pertumbuhan bersifat gradual mereka memperlajari apa yang dianggap sebagai
pemikiran moral yang baik dan apa yang dianggap sebagai pemikiran moral yang
baik melakukan suatu hal. Di tingkat lebih tinggi, pemikiran moral juga
mengikutsertakan pemahaman atas prinsip moral klasik “Hormatilah hak hakiki
instrinsik setiap individu”, bertindaklah untuk mencapai kebaikan yang terbaik demi
jumlah yang paling besar dan bertindaklah seolah-olah anda akan membuat semua
orang lain akan melakukan hal yang sama di bawah situasi yang serupa. Prinsip-
prinsip seperti itu memandu tindakan moral dalam berbagai macam situasi yang
berbeda.
e. Pengambilan Keputusan
Ketika diminta untuk menuliskan dilema kehidupan yang nyata yang dialaminya,
seorang anak yang berusia 13 tahun menuliskan hal berikut ini:
Ada satu anak di sekolah yang tidak begiti pintar seperti anak-anak yang lainnya,
tapi hanya dalam beberapa kelas reguler saja. Anak ini pernah menjadi temanku
ketika aku berusia lebih muda, namun kemudian dia mulai melambat. Sekarang
beberapa temanku menjadi anak ini sebagai bahan ejek, namun aku tidak
mengatakan apa pun pada mereka.
Tidak merasa tenang dengan kenakalan teman-teman sebayanya pada mantan
temannya ini, remaja ini perlu mengambil suatu keputusan moral. Dia dapat
melakukan melalui pertimbangan yang ada dengan bertanya: Apakah opsi saya ?
Konsekuensi apakah yang paling mungkinterjadi sebagai akibat arah tindakan
berbeda bagi orang-orang yang akan terpengaruh oleh keputusan saya? Arah
tindakan apakah yang paling mungkin memaksimalkan konsekuensi yang baik dan
yang paling setia terhadap nilai-nilai penting yang dipwrtaruhkan?. Mampu
memikirkan cara seseorang bertindak melalui permasalahan moral dengan cara ini
merupakan keahlian pengambilan keputusan reflektif. Pendekatan apakah pilihan
saya? Apakah konsekuensi yang ada terhadap pengambilan keputusan moral telah
diajarkan bahkan kepada anak-anak pra usia sekolah.
f. Pengetahuan Pribadi
Mengetahui diri sendiri merupakan jenis pengetahuan moral yang paling sulit untuk
diperoleh, namun hal ini perlu bagi pengembangan karakter. Menjadi orang yang
bermoral memerlukan keahlian untuk mengulas kelakuan kita sendiri dan
mengevaluasi prilaku kita tersebut secara kritis. Mengembangkan pengetahuan
moral pribadi mengikutsertakan hal menjadi sadar akan kekuatan dan kelemahan
karakter individual kita dan bagaimana caranya menkompensasi kelemahan kita, di
antara karakter tersebut. Kecenderungan manusia yang hampir universal di dalam
melakukan apa yang kita inginkan dan membenarkannya setelah melihat fakta yang
ada. Beberapa orang guru mrncoba membantu para siswa mengembangkan
pengetahuan pribadi ini dengan meminta mereka mencatat “jurnal etika” yang
mencatat peristiwa-peristiwa moral dalam kehidupan mereka, bagaimana mereka
menanggapinya, serta apakah tanggapan mereka bertanggung jawab secara etis
sebagaimana yang seharusnya. Kesadaran moral, mengetahui nilai moral, penentuan
perspektif, pemikiran moral, pengambilan keputusan dan pengetahuan pribadi
kesemuannya ini merupakan kualitas pemikiran yang membentuk pengetahuan
moral. Kesemuanya ini membentuk konstribusi yang penting bagi sisi kognitif
karakter kita.

2. Perasaan moral
Sisi emosional karakter telah amat diabaikan dalam pembahasan pendidikan
moral, namun sisi ini sangatlah penting. Hanya mengetahui apa yang benar bukan
merupakan jaminan di dalam hal melakukan tindakan yang baik. Masyarakat bisa
jadi sangat pintar tentang perihal benar dan salah dan masih memilih salah.
John Dean, setelah dihukum penjara atas perananya dalam skandal
Watergate, diberi pertanyaan oleh seorang pewawancara. Apakah anda berfikir
bahwa outcome dari karier anda mungkin akan berbeda karena sekolah hukum fokus
kepada tingkatan yang lebih besar dalam pertanyaan mengenai tanggung jawab
pertanyaan? “Dean menjawab:
Tidak, saya tidak berfikir demikian. Saya harus mengatakan bahwa saya mengetahui
apa yang saya lakukan adalah salah seseorang mengetahui perbedaan antara baik dan
salah jauh sebelum memasuki sekolah hukum. Suatu arahan dalam etika legal tidak
akan mengubah apa pun.
Beberapa tahun lalu, The New York Times mengangkat cerita yang
memberikan contoh lain dari perbedaan antara mengetahui apa yang baik dan
melakukannya. Menurut laporan Times, Random House telah mengumumkan bahwa
perusahaan tersebut tidak ada meneruskan rencana untuk mempublikasikan sebuah
buku yang berjudul Telling Right From Wrong, yang berhubungan dengan filosofi
moral yang diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Kejadian ini merupakan hal
yang sangat disesali, menurut editor random house, karena buku tersebut sungguh
brilian dalam perlakuan etikanya dan merupakan hasil karya yang sangat baik.
Alasan untuk menghentikan publikasi buku tersebut adalah pengarang buku
yang sarat dengan wawasan tentang etika ini telah mengirimkan sebuah surat kepada
Random House yang sangat memuji bukunya dan buku ini pura-pura ditulis oleg
profesor Robert Nozick , ketua dapartemen filasofi Universitas Harvard.
Sesungguhnya, surat yang bersifat pujian tersebut telah ditulis oleh pengarang buku
itu sendiri. Ketika penipuan pengarang buku ini muulai kretahuan, beliau tidak
mengajukan permintaan maaf malahan beliau menyatakan bahwa surat tipuannya
tersebut merupakan sportivitas yang sarat dengan semangat.
Seberapa jauh kita peduli tentang bersikap jujur, adil, dan pantas terhadap
orang lain sudah jelas memengaruhi apakah pengetahuan moral kita mengarah pada
prilaku moral. Sisi moral emosional karakter ini, seperti sisi intelektualnya, terbuka
terhadap pengembangan oleh keluarga dan sekolah. Aspek-aspek berikut kehidupan
emosional moral menjamin perhatian kita sebagaimana kita mencoba mendidik
karakter yang baik.
a. Hati Nurani
Hati nurani memiliki empat sisi yaitu sisi kognitif mengetahui apa yang benar dan
sisi emosional merasa berkewajiban untuk melakukan apa yang benar. Banyak orang
tahu apa yang benar, namun merasakan sedikit kewajiban untuk berbuat sesuai
dengan hal tersebut. Hati nurani yang dewasa mengikutsertakan, di samping
pemahaman terhadap kewajiban bermoral kemampuan untuk merasa bersalah yang
membangun (consructive guilt). Apabila anda merasa berkewajiban hati nurani anda
untuk berprilaku dengan cara tertentu, maka anda akan merasa bersalah apabila anda
tidak berprilaku demikian. Hal ini berbeda dari rasa bersalah yang menghancurkan
(Desteructive guillt) yang menyebabkan seseorang berpikir saya adalah orang yang
buruk rasa bersalah yang membangun menyatakan, saya tidak hidup dengan standar
saya. Saya merasa tidak enak, namun saya akan berusaha untuk hidup lebih baik
lagi. Kemampuan untuk merasa bersalah yang membangun juga membantu kita
melawan godaan.
Bagi orang-orang dengan hati nurani, moralitas itu perlu diperhitungkan. Mereka ini
berkomitmen untuk menghidupi nilai moral mereka karena nilai-nilai tersebut
berakar sangat dalam pada diri pribadi seorang yang bermoral. Orang eperti itu tidak
berbohong dan mencotek dan lari begitu saja karena mereka mengidentifikasi
tindakan moral mereka merasa keluar dari karakter ketika mereka bertindak
melawan nilai mereka. Berkomitmen secara pribadi terhadap nilai moral merupakan
proses pengembangan, dan membantu para siswa dalam proses tersebut merupakan
salah satu dari tantangan kita yang penting sebagai pendidik moral.
b. Harga Diri
Ketika kami memiliki ukuran harga diri yang sehat, kami menilai diri kami sendiri.
Ketika kami menilai diri kami sendiri, kami menghargai diri kami sendiri. kami
tidak begitu mungkin menyalahgunakan gagasan atau pemikiran kami atau
memperkenankan orang lain untuk menyalahgunakannya.
Ketika kami memiliki harga diri, kami tidak begitu bergantung pada persetujuanj
orang lain. Penelitian yang ada menunjukan bahwa nak-anak dengan harga diri yang
tinggi lebih tahan terhadap tekanan teman sebayanya dan lebih mampu untuk
mengikuti penilain mereka sendiri daripada anak-anak yang memiliki harga diri
yang rendah.
Ketika kami memiliki harga dir yang positif terhadap diri kami sendiri, kami lebih
mungkim untuk memperlakukan orang lain dengan cara yang positif. Apabila kami
memiliki sedikit atau tidak memiliki penghargaan diri sama sekali, sulit bagi kita
untuk mrnghargai orang lain.
Peran guru mengetahui pentinnya harga diri. Saya melihat lebih dan lebih banyak
anak yang datang kesekolah dengan konsep diri yang rendah, kata seorang guru
kelas. Kejadian ini venderung sama dengan anak-anak yang berusaha untuk diri
mereka sendiri.
Harga diri yang tinggi dengan sendirinya tidak menjamin karakter yang baik sudah
jelas mungkin untuk memiliki harga diri berdasarkan pada hal-hal yang sama sekali
tidak berhubungan dengan karakter yang baik seperti kepemilikan, penampilan yang
baik, popularitas, atau kekuasaan. Bagian dari tantangan kami sebagai pendidik kami
adalah membantu orang-orang muda mengembangkan harga diri berdasarkan pada
nilai-nilai seperti tanggung jawab, kejujuran, dan kebaikan serta berdasarkan pada
keyakinan kemampuan diri mereka sendiri demi kebaikan.
c. Empati
Empati merupakam identifikasi dengan, atau pengalaman yang seolah-olah terjadi
dalam, keadaan orang lain. Empati kemampuan kita untuk keluar dari diri kita
sendiri dan masuk ke dalam diri orang lain. Ini merupakan sisi emosional penentuan
perspektif.
Perbedaan dalam empati muncul pada tahapan awal. Dalam salah satu penelitian,
bayi yang baru belajar berjalan anatara usia satu dan dua tahun memiliki respons
yang sangat berbeda dibandingkan dengan anak-anak lainya. Beberapa bayi
menunjukkan perhatian dan memberikan kenyamanan atau bantuan. Meskipun
demikian, bayi yang lain hanya inggin tahu. Bayi yang lain masih menanggapi
kesusahan bayi lainya, dan beberapa anak lainnya bahkan menjadi agresif, berteriak
atau memukul korban yang mengeluh. Fakta bahwa anak-anak sangatlah berbeda
dalam kecenderungan alamiahnya untuk merempati menyatakan bahwa para orang
tua dan guru akan perlu bekerja keras dengan beberapa orang anak guna membantu
mereka memahami dan bersimpati terhadap perasaan anak-anak lainya.
Dala, masyarakat kita sekarang ini, kita mungkin menyaksikan suatu penurunan
dalam empati. Menariknya, kejahatan anak muda telah mengikutsertakan tindakan-
tindakan brutal yang mengungkapkannya penderitaan korban yang mendalam.
Pelaku seringkali merupakan orang muda yang digambarkan oleh keluarga dan
tanggapanya sebagai anak yang baik. Mereka mungkin mampu merempati terhadap
orang-orang yang mereka kenali dan peduli, namun mereka menunjukkan
kekurangan perasaan empati terhadap korban kekerasan mereka. Salah satu dari
tugas kita sebagai pendidik moral adalah mengembangkan empati yang
tergeneralisasi, jenis yang melihat di luar perbedaan dan menanggapi kemanusiaan
bersama.
d. Mencintai Hal yang Baik
Bentuk karakter yang tinggi mrngikutsertakan sifat yang benar-benar tertarik pada
hal yang baik.
Menurut Kevin Ryan, seorang di rektur pusat pengembangan Etika dan Karakter
Universitas Roston. Sebagai orang tua, saya ingin anak saya mika saya
mengembangkan kedekatan emosional untuk menjadi orang baik. Ketika saya
memikirkan pendidikan moral mereka di sekolah, pertanyaan saya adalah :” Apa
yang sedang terjadi di sana yang akan membantu mereka untuk jatuh cinta dengan
hal yang baik”. Tulis psikolog Boston College Kirk Kilpatrick : “Dalam hal yang
baik, hati kita di latih sebagaimana dengan pikiran kita. Orang yang baik belajar
untuk tidak hanya membedakakan antara yang baik dan yang buruk melainkan juga
di ajarkan untuk mencintai hal yang baik dan membenci hal yang buruk”. Itulah
alasanya mengapa para guru telah memandang sastra tradisional sebagai suatu cara
untuk menanamkan perasaan benar dan salah. Ketika anak-anak bertemu dengan
pahlawan dan penjahat dalam halaman buku yang baik, mereka merasa jauh dari hal
yang buruk dan tertarik, tentu saja, dengan hal yang baik. Ketika orang-orang
mencintai hal yang baik, mereka senang melakukan hal yang baik. Mereka memiliki
moralitas keinginan, bukan hanya moral tugas. Kemampuan untuk menemukan
pemenuhan layanan tidak terbatas pada menjadi penolong, kemampuan ini
merupakan bagian dari potensi tersebut dikembangkan, melalui program-program,
seperti pendampingan orang, teman sebaya dan pelayanan masyarakat, pada orang di
seluruh negara.
e. Kendali Diri
Pada tahun 1978 Ronald Trowbridge ialah seorang profesor Bahasa Inggris di
sebuah universitas yang besar ketika institusi beliau mengalami pemogokan selama
dua minggu. Ketika Trowbridge melanggar alur piket, dia mendapati orang-orang
yang ia anggap sebagai teman dekat dan bahkan sahabat meneriakkan kata bopeng
dan kata-kata makian yang tidak sopan padanya. Ia bertanya-tanya bagaimana
mungkin seseorang yang mendengarkan Mozart,membaca Jane Austen, berbicara
bahasa perancis, menghadiri jamuan teh, dan kemudian mengalami degenerasi
menjadi penjahat. Emosi dapat menjadi alasan yang berlebihan. Itulah alasanya
mengapa kendali diri merupakan kebaikan moral yang diperlukan.
Seorang guru kelas 4 memperingatkan dua orang siswi yang saling menghina satu
sama lain selama kelas etika. Tidaklah kalian tahu, protes seorang siswi, bahkan kita
tidak dapat selalu beretika kita tidak inggin beretika sepanjang waktu kadang-
0kadang kita inggin menjadi seseorang karena kita inggin menyakiti mereka. Siswi
ini benar, tentu saja kita tidak inggin beretika sepanjang waktu. Kendali diri
membantu kita untuk beretika bahkan ketika kita tidak menginginkanya.
Kendali ri juga diperlukan untuk menahan diri agar tidak memanjakan diri kita
sendiri. Apabila seseorang mencari akar gangguan moral sekarang ini, tulis seorang
profesor Program Studi Liberal Universitas Notre Dame Walter Nicgorski,
seseorang mendapati hal ini dalam memanjakan diri, dalam pengejaran kesenangan
yang menyebabkan banyak orang untuk menyerap diri mereka secara seutuhnya
dalam pengejaran seutuhnya finansial. Idealisme yang tinggi mengalami kegagalan
di hadapan poola ini Dan kecuali kalau kendali diri menjadi bagian yang lebih besar
dalam karakter orang muda, maka permasalahan seperti substansi penyalahgunaan
remaja dan aktivitas seksual prematur tidak akan tereduksi secara substansial.
f. Kerendahan Hati
Kerendahan hari merupakan kebaikan moral yang di abaikan namun merupakan
bagian yang esensial dari karakter yang baik. Kerendahan hati merupakan sisi afetif
pengetahuan pribadi. Hal ini merupakan keterbukaan yang sejati terhadap kebenaran
dan keinginan untuk bertindak guna memperbaiki kegagalan kita.
Kerendahan hati juga membantu kita mengatasi kesombongan. Seorang penulis
Kristen bernama C.S Lewis menyebut kebanggan sebagai kejahatan yang paling
buruk, kangker spiritual. Kebangganan merupakan sumber arogansi prasangka,dan
meremehkan orang lain.Kebanggaan yang terluka memberi makan kemarahan dan
menghambat pengampunan.
3. Tindakan moral
Tindakan moral untuk tindakan yang besar, merupakan hasil atau outcome dari dua
bagian karakter lainnya. Apabila orang-orang memiliki kualitas moral kecerdasan
dan emosi yang baru saja kita teliti maka mereka mungkin melakukan apa yang
mereka ketahui dan mereka rasa benar. Meskipun demikian, ada masa ketika kita
mungkin mengetahui apa yang haarus kita lakukan, namun masih gagal untuk
menerjemahkan pikiran dan perasaan kita kedalam tindakan.Untuk benar-benar
memahami apa yang menggerakkan seseorang untuk melakukan tindakan moral atau
mencegah seseorang untuk tidak melakukannya kita perlu memerhatikan tiga aspek
karakter lainnya,kompetensi, keinginan, dan kebiasaan.
a. Kompetensi
Kompetensi moral memiliki kemampuan untuk mengubah penilaian dan perasaan
moral kedalam tindakan moral yang efektif. Untuk memecahkan suatu konflik
dengan adil, misalnya kita memerlukan keahlian praktis mendengarkan,
menyampaikan sudut pandang kita tampa mencermarkan nama baik orang lain, dan
mengusahakan solusi yang dapat diterima semua pihak. Ketika penulis menjadi
konselor pernikahan dan keluarga, sebagian besar orang yang penulis lihat tidak
melihat memiliki keahlian ini.
b. Keinginan
Pilihan yang benar dalam suatu situasi moral biasanya merupakan pilihan yang sulit.
Menjadi orang baik seringkali memerlukan tindakan keinginan yang baik, suatu
penggerakan energi moral untuk melakukan apa yang kita pikir kita harus lakukan.
Diperlukan keinginan untuk menjaga emosi di bawah kendali pemikiran. Diperlukan
keinginan untuk melihat dan berpikir melalui seluruh dimensi moral dalam suatu
situasi. Diperlukan keinginan untuk melaksanakan tugas sebelum memperoleh
kesenangan. Diperlukan keinginan untuk menolak godaan, untuk menentang tekanan
teman sebaya, dan melawan gelombang. Keinginan berada pada inti dorongan
moral.
c. Kebiasaan
Dalam situasi yang besar, pelaksanaan tindakan moral memperoleh manfaat dari
kebiasaan. Orang-orang yang memilikin karakter yang baik, sebagaimana di
tunjukkan oleh Wiliam Bennett bertindaklah sebenarnya, dengan loyal, dengan
berani,dengan baik, dan dengan adil tampa merasa amat tertekan oleh arah tindakan
sebaliknya. Seringkali orang-orang ini melakukan hal yang baik karena dorongan
kebiasaan.
Untuk alasan ini, anak-anak, sebagai bagian dari peendidikan moral mereka,
memerlukan banyak kesempatan untuk mengembangkan kebiasaanyang baik,
banyak praktik dalam hal menjadi orang yang baik. Hal ini berarti pengalaman yang
diulangi dalam melakukan apa yang membantu, apa yang jujur,apa yang ramah, dan
apa yang adil. Oleh karena itu, kebiasaan baik yang terbentuk akan bermanfaat bagi
diri mereka sendiri bahkan ketika mereka menghadapi situasi yang berat.
Dalam pribadi karakter yang baik, mengetahui moral,perasaan moral, dan tindakan
moral secara umum bekerja sama untuk saling mendukung satu sama lain. Tentu
saja, hal ini tidaklah selalu demikian bahkan orang baik tidak terkecuali sering gagal
dalam melakukan perbuatan moral mereka yang terbaik.

2.1.3 Nilai-nilai Karakter yang di Ajarkan di Dalam Kelas

Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan menyatakan bahwa setiap satuan


pendidikan dan jenjang pendidikan di Indonesia harus mengembangkan sembilan
belas nilai karakter. Salah satu dari nilai-nilai tersebut adalah sebagai berikut:

1. Religius, yang merupakan sikap yang menunjukkan ketaatan dan kepatuhan


terhadap ajaran agama aliran kepercayaan yang dianut serta toleransi terhadap
pelaksanaan ibadah agama aliran kepercayaan lain, serta hidup rukun dan
berdampingan.
2. Jujur, yang merupakan sikap dan perilaku yang menunjukkan kesatuan antara
pengetahuan, perkataan, dan perbuatan (mengetahui apa yang benar, mengatakan
yang benar, dan melakukan yang benar.
3. Toleransi adalah sikap dan perilaku yang secara sadar dan terbuka menghargai
perbedaan agama, kepercayaan, suku, adat, bahasa, ras, etnis, pendapat, dan hal-
hal lain dan dapat hidup dengan tenang di tengah perbedaan tersebut.
4. Disiplin adalah tindakan dan kebiasaan yang konsisten dengan aturan atau tata
tertib yang berlaku.
5. Kerja keras adalah perilaku yang menunjukkan upaya keras berjuang hingga titik
darah penghabisan untuk menyelesaikan berbagai tugas, masalah, pekerjaan, dan
lain-lain dengan sebaik mungkin.
6. Kreatif adalah sikap dan perilaku yang inovatif dalam memecahkan masalah
sehingga selalu menemukan solusi baru, bahkan hasil yang lebih baik dari
sebelumnya.
7. Mandiri, yang berarti memiliki sikap dan perilaku yang tidak bergantung pada
orang lain untuk menyelesaikan tugas dan masalah. Namun, ini tidak berarti tidak
boleh bekerja sama; sebaliknya, tidak boleh melemparkan tugas dan tanggung
jawab kepada orang lain.
8. Demokratis adalah cara berpikir dan sikap yang memberikan hak dan kewajiban
yang adil dan merata setiap orang.
9. Rasa ingin tahu, yang merupakan cara berpikir, sikap, dan perilaku yang
menunjukkan keinginan untuk mempelajari dan menyelidiki segala sesuatu yang
dilihat, didengar, dan diperiksa.
10. Nasionalisme, atau semangat kebangsaan, adalah sikap dan tindakan yang
mendahulukan kepentingan bangsa dan negara daripada kepentingan pribadi atau
kelompok.
11. Cinta tanah air adalah sikap dan perilaku yang mencerminkan rasa bangga, setia,
peduli, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, budaya, politik, dan
ekomoni bangsa sendiri sehingga tidak mudah menerima tawar-menawar dari
negara lain yang dapat membahayakan bangsa sendiri.
12. Menghargai prestasi, yang berarti menerima prestasi orang lain dan mengakui
kesalahan Anda sambil tetap bersemangat untuk lebih baik.
13. Komunikatif, senang bersahabat atau proaktif, berarti bersikap dan bertindak
terbuka terhadap orang lain melalui komunikasi yang santun untuk membangun
kerja sama yang efektif.
14. Cinta damai adalah sikap dan perilaku yang menunjukkan rasa nyaman, aman,
tenang, dan nyaman saat berada di lingkungan atau masyarakat tertentu.
15. Gemar membaca adalah kebiasaan untuk meluangkan waktu secara khusus untuk
membaca berbagai bahan, seperti buku, jurnal, majalah, dan koran, hingga
membuat kebijakan sendiri.
16. Peduli lingkungan adalah sikap dan tindakan yang selalu berusaha untuk
mempertahankan dan melestarikan lingkungan sekitar.
17. Peduli sosial adalah sikap dan perbuatan yang memperhatikan orang lain dan
masyarakat yang membutuhkannya.
18. Tanggung jawab adalah bagaimana seseorang bertindak dan berperilaku saat
melakukan tugas dan kewajibannya dalam konteks sosial, masyarakat, bangsa,
negara, dan agama.

2.1.4 Strategi Penerapan Nilai Karakter di Dalam Kelas

Pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah dilakukan melalui langkah-


langkah pengembangan pembentukan karakter dengan cara menyisipkan konsep
karakter dalam proses pembelajaran. Guru sebagai penguasa dikelas harus dapat
mempengaruhi nilai dan karakter siswa yaitu dengan menjadi guru penyayang,
menjadi seorang model, dan menjadi mentor yang beretika (Lickona, 2012:112).

Usaha untuk menjadi guru yang penyayang dapat dilakukan dengan cara:

1. Memperlakukan siswa dengan hormat dan penuh kasih sayang


2. Merespon dengan baik ketika siswa tidak mengetahui jawaban
3. menghormati pendapat dan pemikiran siswa
4. membangun hubungan yang manusiawi dengan siswa

Indikator selanjutnya yaitu menjadi seorang model kepada siswa, guru dapat
melakukan hal berikut:

1. Menggabungkan antara contoh yang baik dan pengajaran langsung


2. Membantu para siswa untuk mengerti benar tentang kecurangan
3. Mengajarkan siswa untuk perduli tentang nilai-nilai moral
4. Bercerita sebagai pengajar moral (Lickona, 2012:118-129) .

Guru sebagai mentor yang beretika dapat dilakukan dengan cara

1. Membimbing siswa satu per satu


2. Memberikan bimbingan secara individu
3. Merangkul para siswa dengan cara komunikasi tulisan (Lickona,, 2012:129-134).

Pembentukan karakter dilakukan melalui pembiasaan-pembiasaan positif baik


di rumah, sekolah, maupun masyarakat. Namun, sekolah sebagai lembaga pendidikan
formal berkewajiban menyisipkan pendidikan karakter melalui semua mata pelajaran
di sekolah. Indikator pendidikan karakter peneliti dapat dari fungsi, tujuan, dan
prinsip-prinsip pendidikan karakter. Fungsi pendidikan karakter menurut Zubaedi
(2011:18) yaitu: fungsi pembentukan pengembangan potensi, fungsi perbaikan dan
penguatan, dan fungsi penyaring. Sedangkan tujuan pendidikan karakter menurut
Narwanti (2011:16) yaitu membentuk bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlak
mulia, bermoral, bertoleran, bergotong royong, berjiwa patriotik, berkembang
dinamis, berorientasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang semuanya dijiwai oleh
iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan Pancasila.

2.2 Hakikat Guru

Untuk mempelajari semua aspek profesi keguruan, dapat dimulai dengan


memahami apa itu guru, seperti yang dijelaskan di bagian pengantar. Sebagian orang
berpikir bahwa profesi berasal dari bahasa Inggris, yaitu "professus", dan beberapa
orang percaya bahwa itu berasal dari bahasa Latin, "professus". Menurut Octavia
(2019), kedua istilah berarti kemampuan atau keahlian dalam bidang tertentu.
Selanjutnya, guru dapat didefinisikan sebagai seorang pendidik profesional yang
mengajarkan, membimbing, melatih, memberikan penilaian, dan melakukan evaluasi
kepada siswa. Menurut Safitri, UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
(Pasal 1) menyatakan: Pada jalur pendidikan formal, pada jenjang pendidikan dasar
dan menengah, guru adalah pendidik profesional yang bertanggung jawab untuk
mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi
siswa.

Dengan demikian, profesi keguruan dapat didefinisikan sebagai suatu pekerjaan atau
keahlian yang dimiliki oleh seseorang dalam memberikan pengetahuan dan bimbingan
mereka kepada siswanya. Danim (2011) menyimpulkan beberapa karakteristik yang
diperlukan untuk pekerjaan, seperti:

1. Kemampuan intelektual yang diajarkan


2. Memiliki pengetahuan khusus
3. Menjadi anggota kelompok profesional
4. Memiliki kemampuan praktis yang dapat dimanfaatkan oleh orang lain
5. Memiliki pengetahuan praktis yang dapat digunakan oleh orang lain
6. Memiliki kemampuan untuk mengatur pekerjaan secara mandiri atau secara
mandiri
7. Jangan mengorbankan kepentingan orang lain
8. Memiliki standar moral
9. Mempunyai sistem pembayaran
10. Budaya pekerjaan
11. penyelenggaraan pertemuan profesional setiap tahun.

Banyak pakar pendidikan setuju bahwa pendidikan melakukan empat fungsi:


individuasi, sosialisasi, nasionalisasi, dan humanisasi. Perwujudan antara fungsi yang
satu dengan yang lainnya dalam praktiknya sulit dipisah-pisahkan. Namun, fungsi-
fungsi pendidikan akan dijelaskan satu per satu supaya Anda dapat memahami konsep
pendidikan dengan lebih baik. Oleh karena itu, fokuskan perhatian pada penjelasan
berikut.

1. Pertama, fungsi identifikasi. Perlu diingat bahwa individuasi dan individualisasi


adalah istilah yang sangat berbeda. Individuasi adalah proses menjadi diri sendiri
sebagai individu yang berbeda dari orang lain. Seseorang berusaha mencapai
prestasi terbaik dalam hal tertentu dengan memanfaatkan sepenuhnya potensinya
tanpa bergantung pada upaya orang lain. Oleh karena itu, tujuan dan fungsi
pendidikan yang paling asli adalah individuasi. Pendidikan tidak boleh membuat
orang menjadi lebih bergantung atau tergantung pada orang lain di mana pun ia
harus berfungsi. Individualisasi berbeda dengan individuasi sebelumnya; ini
mengacu pada suatu proses interaksi sosial di mana tingkah laku seseorang diatur
hanya untuk memenuhi kebutuhan dirinya sendiri, tanpa mempertimbangkan
kebutuhan dan keberadaan orang lain. Katakan kepada seseorang
2. Pembudayaan dan sosialisasi adalah fungsi kedua. Anak-anak adalah makhluk
sosial yang dapat hidup dan berperilaku dengan baik jika lingkungan sosial mereka
baik. Tidak dapat dipisahkan dari fungsi pembudayaan, fungsi ini bertujuan untuk
mendidik anak didik untuk menjadi anggota masyarakat yang baik. Dengan
memanfaatkan fungsi ini, pendidikan harus selalu mendorong dan mendorong anak
didik untuk melakukan apa yang disebut sebagai belajar sosial. Belajar sosial
mengajarkan anak-anak untuk berinteraksi dan berkomunikasi dengan orang lain
melalui pemahaman, kesadaran, dan penerapan sistem nilai dan norma yang
berlaku di masyarakat. Anak-anak akan menunjukkan perilaku sosial yang baik,
seperti jujur, peduli, sopan-santun, toleran, dan sebagainya, dalam situasi di mana
mereka berada di lingkungan sosial yang sesuai. Pendidikan harus menanamkan
nilai-nilai budaya yang luhur pada setiap siswa.
3. Ketiga, peran nasionalisasi. Fungsi ini berarti bahwa anak-anak harus dididik untuk
menjadi warga negara yang baik. Fungsi ini memerlukan pendidikan untuk
menanamkan kesadaran, kecintaan, dan kebanggaan setiap siswa untuk menjadi
warga Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Agar anak-anak memiliki
rasa cinta dan bangga terhadap negaranya sendiri, pendidikan harus mengenalkan
berbagai aspek kekayaan negara. Anak-anak dapat belajar banyak tentang dan
mencintai negara mereka jika mereka memiliki keyakinan kuat bahwa "baik buruk
adalah negaraku sendiri." Bisa melalui pendidikan IPS, pendidikan pramuka, dan
perjalanan, antara lain.
4. Keempat, humanisasi adalah fungsinya. Fungsi ini mengandung arti bahwa
pendidikan bertanggung jawab untuk mendidik anak untuk menjadi bagian dari
umat manusia di seluruh dunia tanpa rikuh dengan perbedaan suku, ras, atau
agama. Dengan melakukannya, anak-anak dididik untuk mengembangkan sikap
saling menghargai atau toleransi terhadap perbedaan, dan untuk hidup rukun dan
damai dalam keragaman tanpa kehilangan identitasnya sendiri. Untuk menjadi
warga dunia yang baik tetapi tetap memiliki identitas yang unik, anak-anak harus
dilatih untuk dapat berinteraksi dan berkomunikasi dengan orang-orang dari negara
mana pun asalnya. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah mengajarkan anak
SD bahasa Inggris sebagai alat untuk berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang
di seluruh dunia, baik secara langsung maupun tidak langsung, seperti melalui
internet.
2.3 Penelitian Relavan

Dalam proposal penelitian ini penelitian mengunakan beberapa penelitian


terdahulu yang relavan sebagai bahan perbandingan dengan peneliti yang akan
peneliti lakukan. Penelitian relavan yang di lakukan oleh peneliti sebagai berikut:

1. Penelitian Rokhman (2013) melakukan penelitian tentang "Pendidikan


Karakter untuk Generasi Emas. (Pembangunan Karakter Nasional untuk Tahun
Emas Indonesia)." Hasilnya menunjukkan bahwa pendidikan adalah tempat
terbaik untuk menyiapkan orang-orang yang dapat mengubah bangsa dan
membantu orang lain. Penelitian Rokhman. dan penelitian ini sama-sama
mengkaji pendidikan karakter; namun, penelitian Rokhman. meneliti
bagaimana pendidikan membudayakan pendidikan karakter melalui
pendidikan, bukan hanya sebagai pendidikan semata-mata, tetapi sebagai
media pendidikan karakter. Dalam penelitian ini, nilai pendidikan karakter
dalam ungkapan hikmah di SD Se-Karesidenan Surakarta dipengaruhi oleh
karakter religius.
2. Penelitian Rosalin (2016) tentang “implementasi pendidikan karakter di
sekolah dasar islam terpadu hidayahtullah yogjakarta hasilnya menunjukan
bahwa sekolah merupakan salah satu institusi yang turut berperan dalam
pembentukan pendidikan karakter anak. Sekolah merupakan komponen
Stakeholder yang didalamnnya melibatkan komponen-komponen pendidikan
seperti kurikulum, penilaian, dan proses pembalajaran ,pengelolaan sekolah
pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan etoskerja seluruh elemen di
sekolah termasuk guru. Selain itu, lingkungan yang nyaman dan
menyenangkan mutlak di ciptakan agar karakter anak mudah dibentuk.
3. Penelitian Erna Surya Ningsih (2021) Impelemntasi pendidikan karakter pada
proses pembelajaran di lingkungan sekolah SD muhammadiyah 1 bandar
lampung hasil nya menunjukan dalam pelaksanaan pendidikan bahwa guru
memiliki peran utama untuk membangun karakter atau pribadi peserta didik
sekolah khususnya karakter peduli sosial. Perbedaan erna surya ningsih
dengan penelitian ini erletak pada fokus penelitiannya. Penelitian erna surya
ningsih ingin melihat peran guru dalam mengembangkan karakter peduli sosial
sedangkan dalam penelitian ini meneliti mengenai pemahaman nilai karakter
di sekolah.
2.5 Kerangka Berpikir

Berdasarkan kerangka teori di atas, maka kerangka berpikir yang


peneliti gunakan dalam penelitian ini akan diawali dengan analisis pendidikan
karakter sesuai kurikulum 2013 dan nilai-nilai karakter yang diatur oleh
Diknas. Pengintegrasian pendidikan karakter sesuai kurikulum 2013 dapat
dilakukan dengan menyisipkan nilai-nilai karakter dalam proses pembelajaran
maupun pembiasaan budaya sekolah. Suatu proses pembelajaran haruslah
diawali dengan perencanaan yang disusun dalam Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran sebagai pedoman dalam melaksanakan pembelajaran agar
tercapai tujuan yang diinginkan.Dengan diintegrasikan nilai-nilai karakter,
guru dalam melaksanakan proses pembelajaran perlu memiliki strategi
tersendiri agar pendidikan karakter tidak hanya menjadi wacana belaka,
namun benar -benar tertanam dalam pribadi siswa. Untuk lebih jelasnya
kerangka penelitian ini dapat dilihat pada bagan dibawah ini.

Pembentukan karakter anak di dalam kelas di SDN 41 sungai raya

Thomas Lickona menyatakan bahwa pendidikan karakter adalah


usaha yang disengaja untuk membantu seseorang sehingga mereka
dapat memahami, memperhatikan, dan melakukan nilai-nilai etika
yang paling penting

1. Penelitian Rokhman (2013) melakukan penelitian tentang


"Pendidikan Karakter untuk Generasi Emas. (Pembangunan
Karakter Nasional untuk Tahun Emas Indonesia).
2. Penelitian Rosalin (2016) tentang “implementasi pendidikan
karakter di sekolah dasar islam terpadu hidayahtullah yogjakarta
hasilnya menunjukan bahwa sekolah merupakan salah satu
institusi yang turut berperan dalam pembentukan pendidikan
karakter anak.
3. Penelitian Erna Surya Ningsih (2021) Impelemntasi pendidikan
karakter pada proses pembelajaran di lingkungan sekolah SD
muhammadiyah 1 bandar lampung hasil nya menunjukan dalam
pelaksanaan pendidikan bahwa guru memiliki peran utama untuk
membangun karakter atau pribadi peserta didik sekolah
khususnya karakter peduli sosial.
Pemahaman guru mengenai karakter yang baik serta nilai-nilai
karakter yang diajarkan di dalam kelas .

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Pendekatan dan Jenis Pendekatan


3.1.1 Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif. Penelitian


kualitatif berarti berbicara dengan guru-guru dalam situasi atau fenomena
tertentu untuk memahami apa artinya. Penelitian dengan pendekatan kualitatif
dilakukan dalam lingkungan alami, dengan peneliti sebagai alat utama. Studi
kualitatif adalah deskriptif. Tidak ada data dalam bentuk angka yang
dikumpulkan di tempat penelitian; ini termasuk hasil pengamatan, wawancara,
pemotretan, analisis, dokumen, dan catatan lapangan. Pendekatan kualitatif
adalah metode penelitian yang mengkaji ilmu pengetahuan dan objek ilmiah
secara deskriptif melalui data yang diperoleh melalui pengamatan, wawancara,
pemotretan, dan analisis dokumen dan catatan lapangan.

Menurut (A Fathoni, 2006). Penelitian ini menggunakan lapangan


yaitu dengan mengadakan penelitian terhadap objek yang dituju untuk
memperoleh data yang benar dan terpercaya tentang aktivitas internalisasi
nilai karakter. Pada penelitian ini peneliti mengambil jenis penelitian yaitu
suatu penelitian yang dilakukan di lapangan atau di lokasi penelitian, suatu
tempat yang dipilih sebagai lokasi untuk menyelidiki gejala objektif yang
terjadi di lokasi tersebut yang dilakukan juga untuk penyusunan laporan.

Pada penelitian ini peneliti secara mendalam ingin lebih banyak


memahami mengenai pemamahan guru di SDN 41 Sungai Raya mengenai
nilai karakter di kelasnya. Penelitian ini dilakukan oleh peneliti ini hanya
dapat dilakukan pada kesempatan satu kali saja dan tidak dapat dipakai
kembali secara generalisasi.

3.1.2 Jenis Penelitian


Pada penelitian ini, peneliti mengunakan metode penelitian kualitatif
deskriptif yaitu penelitian yang menampilkan data secara langsung tampa
proses perbaikan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memberikan
gambaran lengkap tentang peristiwa yang terjadi atau untuk mengungkapkan
dan menjelaskan fenomena yang terjadi.

Berdasarkan pendapat yang sudah dipaparkan diatas maka penelitin


menyimpulkan bahwa jenis penelitiandeskritif adalah penelitian yang
digambarkan secara nyata,jelas dan akurat. Berkaitan dengan penelitian
tentang pemahaman guru di SDN 41 Sungai Raya yang akan peneliti kaji ini,
maka peneliti akan mengali sebuah informasi-informasi dari awal mula
pembuka pembelajaran hingga akhir pembelajaran berlangsung yang akan
nantinya dapat memperoleh hasil data untuk dideskripsikan oleh peneliti.

3.2. Rencana dan Lokasi Penelitian


3.2.1. Rencana Penelitian
Rencana penelitian yang akan peneliti di laksanakan di sekolah dasar
SDN 41 Sungai Raya. Rencana penelitian disajikan dalam tabel sebagai
berikut:

No Kegiatan Penelitian April Juni Juli Agustus


1. Perbaikan Proposal
Penelitian
2. Pelaksanaan
Penelitian
3. Pengumpulan Data
4. Analisis Data
5. Tahap Penyusunan
Laporan

Tabel 3.1 Rencana Jadwal Penelitian

3.2.2. Lokasi Penelitian


Penelitian ini bertujuan untuk mendapat gambaran dan informasi lebih
jelas, lengkap, serta memungkinkan dan mudah bagi peneliti untuk melakukan
penelitian wawancara observasi. Oleh karena itu, maka penulis menetapkan
lokasi penelitian adalah lokasi di mana penelitian akan dilakukan. Dalam hal
ini, lokasi penelitian berlokasi di SD 41 sungai raya yang beralamat di jalan
Adissucipto Kecamatan Sungai Raya, Kabupaten Kubu Raya Provinsi
Kalimantan Barat. Alasan peneliti mengambil lokasi penelitian tersebut karena
sebelumnya peneliti telah melakukan survey awal yang membantu peneliti
menetapkan lokasi tersebut. Dan selain itu juga, peneliti memiliki pemahaman
mendalam tentang permasalahan dan karakteristiuk lokasi tersebut
mendasarkan pengalaman praktik pene;oti sebelumnya disana.

3.3. Fokus Penelitian dan Sumber Data


3.3.1. Fokus Penelitian
Penelitian yang dilakukan untuk menggali dan mengumpulkan data
diperoleh dari berbagai sumber. Data yang dimaksud dalam penelitian ini
adalah seseorang atau yang dipilih sebagai narasumber untuk diwawancarai.
Dalam hal ini data yang diperoleh terdiri dari:
1) Hasil Wawancara
Merupakan hasil dari tujuan wawancara. Dengan meringkas poin-poin
informasi dan jawaban dari narasumber, peneliti menulis hasil wawancara
yang berisi intisari dari pendapat dan jawaban narasumber.
Sumber data yang diperlukan dalam peneltian ini adalah sebagai berikut:

1. Guru / Wali Kelas


Sumber data guru berasal dari lembar hasil wawancara.

3.4. Teknik dan Instrumen Penelitian


3.4.1 Teknik Pengumpulan data
Pada penelitian ini, teknik pengumpulan data yang di gunakan yaitu
teknik wawancara.
1. Wawancara

Dalam penelitian ini, wawancara digunakan untuk mengumpulkan


dan mendapatkan informasi melalui tanya jawab dengan sumber informasi
langsung. Selain itu, wawancara juga dapat mengungkapkan proses
pendidikan karakter di SD Negeri 41 Sungai raya. Wawancara ini
dilakukan secara terstruktur, menggunakan daftar pertanyaan yang telah
disusun sebelumnya.

3.4.2 Instrumen Penelitian


1. Pedoman Wawancara
Wawancara dilakukan untuk mengetahui sebab-sebab kurangnya partisipasi
guru dalam pemahaman guru mengenai nilai karakter yang ada dikelas.
Tabel 4.1
Kisi-Kisi Instrumen Penelitian Pemahaman Guru di SDN 41 Sungai
Raya Mengenai Nilai Karakter dikelasnya

No Daftar Pertanyaan Jawaban Narasumber


1. Apa saja nilai-nilai karakter yang
penting ditanamkan pada anak-anak?
2. Apa yang harus dilakukan guru untuk
memperkuat perkembangan nilai-nilai
karakter dan moral peserta didik
disekolah?
3. Nilai-nilai karakter seperti apa
sajakah yang dapat diperoleh peserta
didik saat belajar di dalam kelas?
4. Mengapa seorang guru sangat
berpengaruh dalam pembentukan
karakter peserta didk?
5. Bagaimana peran guru dalam
membentuk perilaku terutama
pengembangan karakter pada peserta
didik?
6. Bagaimana pendidikan karakter dapat
diterapkan dalam linkungan sekolah
7. Bagaimana pendidikan karakter dapat
membantu mengurangi perilaku
buruk dan kekerasan di sekolah?
8. Apa harapan guru dengan adanya
pendidikan karakter di lingkungan
sekolah?
9 Bagaimana cara mengatasi karakter
siswa yang bandel, tidak disiplin dan
kurang sopan terhadap gurunya?
10. Mengapa perlu adanya pendidikan
karakter tersebut?

3.4 Teknik Analisis Data

Noeng Muhadjir (1998: 104) menggambarkan analisis data sebagai "upaya mencari dan
menata secara sistematis catatan hasil observasi, wawancara, dan lainnya untuk
meningkatkan pemahaman peneliti tentang kasus yang diteliti dan menyajikannya sebagai
temuan bagi orang lain. Sedangkan untuk meningkatkan pemahaman tersebut analisis perlu
dilanjutkan dengan berupaya mencari makna.

Beberapa hal yang perlu digarisbawahi dari pengertian itu: (a) upaya mencari data
adalah proses lapangan dengan berbagai persiapan lapangan, (b) menata hasil lapangan secara
sistematis, (c) menyajikan temuan lapangan, dan (d) mencari makna, yaitu mencari makna
secara terus menerus sampai makna lain tidak lagi memalingkannya, yang membutuhkan
pemahaman yang lebih baik bagi peneliti tentang peristiwa atau situasi yang terjadi.
Menurut Sugiyono (2020:131) analisis data adalah proses mencari dan menyusun
secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan
dokumentasi dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam
unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang
akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun
orang lain.

Menurut Miles dan Huberman dalam Sugiyono (2020:133) mengemukakan bahwa


aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan 4 secara interaktif dan berlangsung secara
terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh. Adapun langkah-langkahnya,
sebagai berikut:

1.Pengumpulan Data (Data Collection)

Dalam penelitian kualitatif pengumpulan data dengan observasi. wawancara


mendalam, dan dokumentasi atau gabungan ketiganya (triangulasi). Pengumpulan data
dilakukan berhari-hari, mungkin berbulan-bulan, sehingga data yang diperoleh akan
banyak. Pada tahap awal peneliti melakukan penjelajahan secara umum terhadap situasi
sosial/obyek yang diteliti, semua yang dilihat dan didengar direkam semua. Dengan
demikian peneliti akan memperoleh data yang sangat banyak dan sangat bervariasi.

2. Reduksi Data (Data Reduction)

Semakin lama peneliti ke lapangan, maka jumlah data akan semakin banyak, kompleks
dan rumit. Untuk itu perlu segera dilakukan analisis data melalui reduksi data,
Mereduksi data berarti merangkum, memilih dan memilih hal-hal yang pokok,
memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Dengan demikian
data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan
mempermudah peneliti untuk selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan.

3. Penyajian Data (Data Display)

Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah menampilkan data. Dalam
penelitian kualitatif, data yang disajikan dalam bentuk teks yang bersifat naratif.

4. Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi (Conclusion Drawing/ verification).


Kesimpulan dalam penelitian kualitatif adalah temuan baru yang sebelumnya belum
pernah ada. Temuan dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu obyek yang
sebelumnya masih remang-remang atau gelap sehingga setelah diteliti menjadi jelas.

3.5 Tahap-Tahap Penelitian

Adapun tahap-tahap yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Tahap Perencanaan
Tahap perencanaan ini merupakan tahap awal dalam penelitian. Perencanaan
penelitian ini mencakup penyusunan cover depan, judul, pernyataan keaslian,
pernyataan bebas plagiasi, pengesahan, halaman dewan penguji, pengesahan
pembimbing, notta dinas, abstrak, motto, persembahan transliterasi, kata pengantar,
daftar isi, daftar tabel, serta halaman daftar lampiran

2. Tahap Pelaksanaan
Tahap pelaksanaan yaitu berupa penyusunan proposal yang terdiri dari Bab I-III
pengambilan data dan penelitian, dan penulisan laporan. Hasil penelitian disajikan
dalam bentuk bab-bab, subbab-subbab, serta atau tingkat hierarki judul yang lebih
rinci. Secara garis besar penyusunan yang sebagai berikut:
Bab I pendahuluan, berisi tentang latar, fokus penelitian, tujuan penelitian,
manfaat penelitian, dan definisi operasional.
Bab II kajian teori, berisi tentang teori-teori pembahasan yang memuat tentang
konsep pemahaman guru tentang nilai karakter, hakikat nilai karakter, karakter
yang baik, nilai-nilai karakter yang di ajarkan di dalam kelas, strategi penerapan
nilai karakter di dalam kelas, hakikat guru, penelitian relavan, kerangka berpikir.
Bab III metode penelitian, berisi tentang pendekatan dan jenis penelitian,
rencana dan lokasi penelitian, data dan sumber data, teknik dan instrumen penelitian,
analisis data, dan tahap-tahap penelitian.
3. Tahap pelaporan
Tahap pelaporan ini merupakan tahap terakhir dari penelitian ini, yakni dengan
melaporkan hasil penelitian dan mengujikannya.
a. Wawancara
b. Menganalisi jawaban narasumber
c. Menarik kesimpulan.
Tahap Perencanaan

Tahap Pelaksanaan

Tahap Pelaporan

LAMPIRAN
Kisi-kisi Instrumen Penelitian

1. Kisi-kisi Wawancara
No Daftar Pertanyaan Jawaban Narasumber
1. Apa saja nilai-nilai karakter yang
penting ditanamkan pada anak-anak?
2. Apa yang harus dilakukan guru untuk
memperkuat perkembangan nilai-nilai
karakter dan moral peserta didik
disekolah?
3. Nilai-nilai karakter seperti apa
sajakah yang dapat diperoleh peserta
didik saat belajar di dalam kelas?
4. Mengapa seorang guru sangat
berpengaruh dalam pembentukan
karakter peserta didk?
5. Bagaimana peran guru dalam
membentuk perilaku terutama
pengembangan karakter pada peserta
didik?
6. Bagaimana pendidikan karakter dapat
diterapkan dalam linkungan sekolah
7. Bagaimana pendidikan karakter dapat
membantu mengurangi perilaku
buruk dan kekerasan di sekolah?
8. Apa harapan guru dengan adanya
pendidikan karakter di lingkungan
sekolah?
9 Bagaimana cara mengatasi karakter
siswa yang bandel, tidak disiplin dan
kurang sopan terhadap gurunya?
10. Mengapa perlu adanya pendidikan
karakter tersebut?

Anda mungkin juga menyukai