Anda di halaman 1dari 13

PENCEGAHAN

MONEY POLITICS
(POLITIK UANG)
diatur dalam

Pasal 523 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum

(1) Setiap pelaksana, peserta, dan/atau tim Kampanye Pemilu yang dengan sengaja menjanjikan atau
memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada peserta Kampanye Pemilu secara langsung
ataupun tidak langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 280 ayat (1) huruf j dipidana dengan pidana penjara paling lama 2
(dua) tahun dan denda paling banyak Rp24.OOO.OOO,OO (dua puluh empat juta rupiah).

(2) Setiap pelaksana, peserta, dan/atau tim Kampanye Pemilu yang dengan sengaja pada Masa Tenang
menjanjikan atau memberikan imbalan uang atau materi lainnya kepada Pemilih secara langsung ataupun
tidak langsung sebagaimsn4 dimaksud dalam Pasal 278 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun
dan denda paling banyak Rp48.000.000,00 (empat puluh delapan juta rupiah).

(3) Setiap orang yang dengan sengaja pada hari pemungutan suara menjanjikan atau memberikan uang
atau materi lainnya kepada Pemilih untuk tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih Peserta Pemilu tertentu
dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta
rupiah).

2
MONEY POLITICS
(POLITIK UANG)
diatur dalam

Pasal 228 UU NO. 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu UU No. 10 Tahun 2016 Tentang Pilkada

1. Partai politik dilarang menerima imbalan dalam bentuk apa pun diatur bahwa baik pemberi maupun penerima 'uang politik' sama-sama
pada proses pencalonan Presiden dan Wakil Presiden; bisa kena jerat pidana berupa hukuman penjara:

2. Dalam hal Partai Politik terbukti menerima imbalan sebagaimana 1. Pada Pasal 187A ayat (1), Undang-Undang tentang Pilkada diatur,
yang dimaksud pada ayat (1), Partai Politik yang bersangkutan setiap orang yang sengaja memberi uang atau materi sebagai
dilarang dilarang mengajukan calon pada periode berikutnya; imbalan untuk memengaruhi pemilih maka orang tersebut
dipidana penjara paling singkat 36 bulan dan paling lama 72 bulan,
3. Partai Politik yang menerima imbalan sebagaimana dimaksud plus denda paling sedikit Rp 200 juta hingga maksimal Rp 1 miliar.
pada ayat (2) harus dibuktikan dengan putusan pengadilan yang
telah memperoleh kekuatan hukum tetap; 2. Pada Pasal 187A ayat (2), diatur ketentuan pidana yang sama
diterapkan kepada pemilih yang dengan sengaja melakukan
4. Setiap orang atau lembaga dilarang memberikan imbalan kepada perbuatan melawan hukum, menerima pemberian atau janji
Partai Politik dalam bentuk apa pun dalam proses pencalonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Presiden dan Wakil Presiden.

Dalam UU Pilkada baik Pemberi dan Penerima bisa dijerat hukum pidana jika terbukti melakukan praktik politik uang, sedangkan
pada UU Pemilu hanya pemberi yang bisa dijerat
Faktor Pendorong Politik Uang
Kajian dilakukan oleh KPK dan LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) Tahun 2019

Sistem pencalonan yang mensyaratkan ambang batas persentase perolehan kursi


dan/atau suara parpol di DPRD terlalu tinggi

Sentralisasi kandidasi
proses pencalonan atau kandidasi yang berpusat pada dominasi otoritas pengurus partai tingkat pusat. UU Pilkada No. 10
Tahun 2016, terutama Pasal 42 ayat (4), ayat (5), dan ayat (6): pendaftaran pasangan calon kepala daerah ditandatangani
oleh pengurus parpol atau gabungan parpol setempat, juga harus disertai persetujuan pengurus partai tingkat pusat

Tidak ada pemilihan pendahuluan


Pencalonan cenderung elitis dan oligarkis tanpa keterlibatan anggota partai

Partai politik tidak ada sistem kaderisasi yang baku, berjenjang, berkala, dan inklusif,
juga belum melembaga sistem rekrutmen yang transparan, demokratis, dan akuntabel

4
Catatan Potensi Politik Uang
di Pilkada di Masa Pandemi

1 84 % masyarakat Indonesia merasakan adanya penurunan pendapatan.


Bahkan, 3 dari 10 orang mengaku pendapatan mereka berkurang lebih
Kejujuran pelaporan dana kampanye VS pengeluaran nyata dari pasangan
calon dan timnya 3
dari 50 % dibanding sebelum pandemic (Riset Kompas)
Catatan: Siapa yang dapat memotret sumber pendanaan politik uang?
Catatan: masyarakat kemungkinan akan semakin permisif pada politik
uang. Uang, sembako, APD, dan bantuan kesehatan gratis amat mungkin
marak diberikan sebagai politik uang oleh para kandidat.
Jual beli suara secara ”grosiran” di proses rekap di PPK
Catatan: Di tengah pandemi, ini berpotensi semakin marak terjadi,
4
karena kegiatan berkumpul dalam jumlah besar dibatasi, dan masyarakat
takut pada penularan Covid-19. Sirekap bisa diterapkan sebagai
2 Pemilih kemungkinan tidak menganggap pilkada sebagai prioritas
mereka saat ini pendamping rekapitulasi manual berjenjang

Catatan: Politik uang digunakan untuk mendorong pemilih ke TPS. Sumber: Perludem

5
Pilkada dibiayai oleh Sponsor

82,3% 2017 = 82,6%


2015 = 70,3%
Calon kepala daerah/wakil kepala daerah menyatakan adanya
donatur dalam pendanaan Pilkada

Pembiayaan proses pilkada


oleh Sponsor/Donatur tidak
hanya terbatas pada masa
kampanye

Sumber: Kajian Litbang KPK


Tidak ada Pengelolaan Benturan
Kepentingan Donatur
Ya Tidak Tidak Menjawab Tidak Tahu

4.0% 0.5%
7.3% Harapan penyumbang tersebut diungkapkan secara
23.2% jelas dalam bentuk lisan ataupun tertulis
43.7% 17.3%
100%
90%
80%
70%
60%
50%
76.3% Ya Ya
71.3% Ya 40%
68.20%
56.3% 60.30%
53.50%
30%
20%
10%
0%
2015 (n=161) 2017 (n=107) 2018 (n=198)

2015 (N=286) 2017 (N=150) 2018 (N=198)


Orang yang menyumbang/membantu mengharapkan balasan
di saat menjabat
Harapan Donatur
Kemudahan perijinan terhadap bisnis yang telah dan akan 63.9%
75.0%
dilakukan 95.4% Harapan Prioritas
1. Kemudahan Perijinan bisnis
2. Kemudahan untuk ikut serta
Kemudahan untuk ikut serta dalam tender proyek 64.6% tender proyek pemerintah
73.3% 3. Keamanan dalam
pemerintah (pengadaan barang dan jasa pemerintah) 90.7% menjalankan bisnis

Keamanan dalam menjalankan bisnis yang saat ini sudah 61.5%


76.7%
ada 84.8%

60.1%
Sebagian besar Cakada akan memenuhi harapan
Kemudahan akses donatur/kolega untuk menjabat di
56.0% tersebut ketika dia memenangkan pilkada/menjabat
pemerintah daerah/BUMD 81.5%
Ya Ya
Kemudahan akses dalam menentukan 49.3%
42.7%
kebijakan/peraturan daerah 72.2% Ya Ya
Ya
75.80% 82.20% 83.80%
51.5%
Mendapatkan prioritas bantuan langsung 22.7%
62.3%
2015 (n=161) 2017 (n=107) 2018 (n=198)

Mendapatkan prioritas dana bantuan sosial 0.0%


24.0%
(bansos)/hibah APBD 56.3%

2015 (n=286) 2017 (n=150) 2018 (n=151)


Tidak menjawab 7.1%

Tidak tahu 28.8%

Tidak ada 0.5% Indepth Interview:


< = Rp 1 Milyar 2.0%
“Di Partai XX ada sekian milyar uang untuk saksi
(narasumber 2), biaya operasional lah yang paling
> Rp 1 Milyar - 5 Milyar 9.1% besar sekitar 2 milyar dan untuk saksipun sama
seperti operasional. Ya kira-kira bisa sampai 5
> Rp 5 Milyar - 10 Milyar 9.1% miliyaran lah mas.
Yang saya tahu untuk pasangan calon lainnya sekitar
> Rp 10 Milyar - 15 Milyar 14.1% 5-10 miliyaran di daerah sini mas”

> Rp 15 Milyar - 30 Milyar 11.6%

> Rp 30 Milyar - 50 Milyar 10.6% Rata-rata biaya yang telah dikeluarkan


oleh para pasangan calon
> 50 Milyar 7.1%
LPPDK (Laporan Penerimaan dan Pengeluaran Dana Kampanye)
LPSDK (Laporan Penerimaan Sumbangan Dana Kampanye)
Kepatuhan
2015 2017 2018 “Kepatuhan pelaporan meningkat
LPPDK 20% → 97% → 85% tetapi kebenaran rendah”
LPSDK 64% → 86% → 66%
Kebenaran
Tahun Biaya pilkada yang dikeluarkan melebihi Dana Pribadi melebihi
batasan dana kampanye yang ditentukan LPPDK
KPU (daerah) “Tidak adanya sanksi yang
memberikan efek jera terkait
2018 37,38% 42,39%
pelaporan sumbangan dan
2017 52,29% 38,57% penggunaan dana pilkada,
2015 39,74% 50% memberikan kesempatan cakada
dan cawakada untuk
memberikan laporan yang tidak
benar”
LPSDK
“Sumbangan yang diterima melebihi total sumbangan yang
12,170,000,000
dilaporkan LPSDK”

Tahun n %
7,375,500,000
6,903,000,000
2018 7 10,94%

2017 34 34,69%

2015 44 28,76%
473,275,000 *terhadap responden yang menjawab
412,668,529 521,028,176
besaran sumbangan yang diterima

500,000 2,300,000 0

2015 (n=171) 2017 (n=130) 2018 (n=155)


Komponen yang paling besar dalam Pendanaan Pilkada

66.7%
60.1%
56.7%

45.0%
42.4%
36.2%
31.7% 31.2%
28.3%
24.2%
21.0% 21.7%

Dana Kampanye Biaya Saksi Biaya Operasional (Logistik, Biaya Sosialisasi, Pertemuan
transportasi,konsumsi, atribut, baliho,
dkk)
TOTAL (n=198) Bukan Parpol (n=60) Parpol (n=138)

Biaya lainnya yang juga dinilai besar adalah Biaya Mahar Indepth: Di Partai XX ada sekian milyar uang untuk saksi (narasumber 2),
biaya operasional lah yang paling besar sekitar 2 miliyar dan untuk
(1,5%), Biaya untuk Serang Fajar (1.5%), Permintaan saksipun sama seperti operasional
Bantuan Sosial (1.0%)
KONTAK LAYANAN PENGADUAN MASYARAKAT
KPK menyediakan berbagai saluran dalam menampung pengaduan tindak pidana korupsi

198

Yang perlu diperhatikan:


• Persyaratan pelaporan
• Kelengkapan pelaporan
• Bukti permulaan pendukung pelaporan
TERIMA KASIH.
• Perlindungan bagi pelapor informasi@kpk.go.id
13

Anda mungkin juga menyukai