Anda di halaman 1dari 15

SABAR DAN SHALAT SEBAGAI MODEL UNTUK

MENINGKATKAN RESILIENSI DI DAERAH BENCANA,


YOGYAKARTA

SABR (PATIENCE) AND SALAT (PRAYING) AS A MODEL FOR


INCREASING RESILIENCE IN DISASTER AREA YOGYAKARTA

Qurotul Uyun
Rumiani
Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya, Universitas Islam Indonesia
e-mail: qurotuluyun@yahoo.com; rumi_jogja@yahoo.com

ABSTRACT
The study examined the effectiveness of Sabr (patience), and Salat (praying) to improve resilience in
region of Merapi eruption in Yogyakarta, Indonesia. The treatment consisted of 8 class sessions for 1
week, and each session running for 2 hours. The participants of the study were 68 refugees from two
shelters of Merapi survivors. They were between 18 and 55 years old, and classified into two groups.
One group (n = 37) received the treatment of Sabr and Salat as experimental group and the other
(n = 31) served as controlled group (waiting list). Connor-Davidson Resilience Scale (CD-RISC) was
completed by each participant to measure of resilience after disaster. The pre-test was given before
the intervention and the posttest was given immediately after the treatment, and follow-up was given
two weeks after the post-test. T-test analysis showed that t=0,614 and p=0,270 (p > 0,05). The
result concluded that the treatment was not significantly effective to increase resilience.

Key Words: Sabr, Salat, Resilience

Jurnal Intervensi Psikologi, Vol. 4 No. 2 Desember 2012 253


Qurotul Uyun & Rumiani

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menguji efektivitas Pelatihan Kesabaran dan Sholat untuk meningkatkan
Resiliensi bagi warga penyintas erupsi Merapi di Yogyakarta, Indonesia. Perlakuan terdiri atas 8 sesi
pelatihan diberikan selama satu pekan dan masing-masing selama 2 jam. Partisipan dalam penelitian
ini adalah 68 penyintas (survivors) yang berasal dari 2 huntara, berusia sekitar 18-55 tahun dan
dikelompokkan dalam 2 kelompok. Satu kelompok (n=37) sebagai kelompok eksperimen menerima
perlakuan, yakni pelatihan Kesabaran dan Sholat. Satu kelompok lainnya (n=31) sebagai kelompok
control (waiting list). Skala Resiliensi CD-RISC (Connor-Davidson Resilience Scale) digunakan sebagai
alat ukur. Prates disajikan sebelum perlakuan dan pascates disajikan setelah perlakuan dan 2 pekan
setelah pascates (follow-up). Hasil uji t menunjukkan t=0,614 dan p=0,270 (p>0,05). Dengan
demikian, dapat disimpulkan bahwa perlakuan tidak efektif untuk meningkatkan resiliensi.

Kata Kunci: Pelatihan Kesabaran, Sholat, Resiliensi

Beberapa tahun terakhir Indonesia Secara psikologis hampir semua


banyak mengalami bencana alam yang orang mengalami stres setelah kejadian
berdampak besar pada kehidupan bencana hebat seperti letusan gunung
ekonomi, sosial dan psikologis para berapi. Jika tidak berkembang menjadi
penyintas. Bencana yang beberapa waktu depresi berkepanjangan, keadaan stres
lalu terjadi adalah letusan gunung Merapi pascabencana merupakan sesuatu yang
pada akhir bulan Oktober 2010. Sebagian normal. Sebagian di antara penyintas
akan pulih kembali dalam beberapa
besar warga sekitar Merapi kehilangan
minggu, beberapa bulan, tetapi ada
harta benda, tempat tinggal, dan nyawa
yang sampai beberapa tahun masih
dalam peristiwa tersebut. Menurut
mengalami kecemasan. Menurut skala
laporan Badan Nasional Penanggulangan
Rahe dan Holmes, peristiwa kehilangan
Bencana pada 18 November 2010
orang yang dicintai merupakan bentuk
sebagaimana tersaji pada tabel 1, jumlah
tekanan hidup yang terbesar (Nevid dkk,
penyintas yang meninggal akibat erupsi 1997), sehingga sebagian besar orang
gunung Merapi berjumlah 275, penyintas mengalami stres berat saat kehilangan
yang dirawat inap berjumlah 576, dan orang yang dicintainya, apalagi secara
jumlah pengungsi 287.699 (BNPB, 2010). tidak terduga seperti bencana alam. Hasil
Kabupaten Sleman merupakan daerah penelitian Edward (2005) menunjukkan
yang mengalami dampak paling parah, bahwa perilaku resilien memberikan
diikuti kabupaten Magelang, Klaten dan perlindungan dari depresi, dan mengurangi
baru kemudian dampak yang kurang resiko untuk depresi. Orang yang
parah pada daerah lainnya. memiliki resiliensi dalam menghadapi

254 Jurnal Intervensi Psikologi, Vol. 4 No. 2 Desember 2012


Sabar dan Shalat sebagai Model untuk Meningkatkan Resiliensi ......

trauma akan mengembangkan cara dalam menghadapi situasi menekan,


mengatasi masalah yang berorientasi seperti bencana alam. Selanjutnya
pada tugas (task-oriented), berusaha dapat dikatakan bahwa resiliensi sangat
menghadapi situasi yang penuh tekanan, berperan dalam menghadapi situasi yang
mampu mengendalikan hidupnya, serta sangat menekan dan berbagai cobaan
lebih mampu untuk bangkit kembali hidup, agar individu terhindar dari depresi
dari trauma (Reivich & Shatte, 2002). berkepanjangan. Selanjutnya perlu
Resiliensi adalah kemampuan seseorang dikembangkan cara untuk meningkatkan
untuk bangkit dari kesengsaraan hidup. resiliensi agar individu mampu bertahan
Individu yang kurang memiliki resiliensi dalam situasi yang sulit seperti halnya
kemungkinan akan sulit untuk bertahan bencana alam.

Tabel 1 Penyintas Erupsi Merapi 2010

Jumlah Jiwa
No. Provinsi Kabupaten / Kota Rawat
Meninggal Pengungsi
Inap
1 3 2 4 5 6
1 D.I. Yogyakarta Kabupaten Bantul 0 0 20472
2 D.I. Yogyakarta Kabupaten Gunungkidul 0 0 12162
3 D.I. Yogyakarta Kabupaten Kulon Progo 0 0 9631
4 D.I. Yogyakarta Kabupaten Sleman 199 273 109581
5 D.I. Yogyakarta Kota Yogyakarta 0 0 5118
6 Jawa Tengah Kabupaten Boyolali 9 37 9936
7 Jawa Tengah Kabupaten Klaten 28 79 53113
8 Jawa Tengah Kabupaten Magelang 39 133 61752
9 Jawa Tengah Kabupaten Semarang 0 0 238
10 Jawa Tengah Kabupaten Temanggung 0 0 2428
11 Jawa Tengah Kota Magelang 0 54 3268
Jumlah Total 275 576 287699

Sumber: BNPB 18 November 2010 pukul 12.00 WIB

Jurnal Intervensi Psikologi, Vol. 4 No. 2 Desember 2012 255


Qurotul Uyun & Rumiani

Penelitian tentang resiliensi di mengembangkan resiliensi, menghadapi


Indonesia sangat penting, karena banyak trauma kehilangan, dan penderitaan.
kejadian yang menyebabkan tekanan Keyakinan spiritual memengaruhi cara
dalam kehidupan masyarakat. Berdasarkan orang dalam menghadapi kesengsaraan,
hasil observasi terhadap penyintas penderitaan, melihat permasalahan serta
gempa bumi di Bantul diketahui bahwa memaknainya. Beberapa penelitian
sebagian dari mereka sangat resilien menunjukkan bahwa religious coping
(memiliki resiliensi) karena keyakinan dan spiritualitas merupakan faktor yang
spiritual mereka. Melihat kenyataan memengaruhi kesejahteraan psikologis
bahwa ada sebagian penyintas bencana (psychological well being) dan tingkat
alam mengalami gangguan psikologis, kesehatan (health status). Hasil review
sebagian lain mampu untuk bertahan dan terhadap beberapa penelitian yang
pulih kembali, dapat diasumsikan bahwa diungkapkan oleh Matthews, McCullough,
ada individu yang resilient dan ada yang Larson, Koenig, Swyers, dan Milano
kurang resilient. (1998) menunjukkan bahwa religious
Resiliensi merupakan kemampuan commitment berhubungan dengan
individu untuk menghadapi trauma kondisi kesehatan (health status). Hasil
atau kesengsaraan (adversity) dengan penelitian tersebut menyatakan bahwa
cara yang konstruktif, sehingga resiliensi kemungkinan religious commitment
akan memengaruhi kemampuan para dapat membantu mencegah problem-
penyintas bencana untuk bangkit problem klinis, termasuk depresi,
kembali setelah kehilangan orang yang penyalahgunaan obat-obatan, serta sakit
dicintainya. Mereka yang lebih resilient fisik. Abernethy dkk (2002) menemukan
disebabkan keyakinan-keyakinan positif hubungan negatif antara religious
(positive beliefs) mereka. Mereka yakin coping dengan depresi. Religious coping
bahwa bencana datangnya dari Allah, kemungkinan membantu mengurangi
kemudian mereka menerima dengan depresi dan religious coping pada tingkat
ikhlas serta berusaha mencari makna sedang menjadi optimal untuk populasi
dalam peristiwa tersebut. Selain itu yang berisiko dalam menghadapi situasi
studi kasus dari penyintas bencana tidak terkendali.
Katrina ditemukan bahwa bencana dapat Salah satu faktor penting dalam
mendorong orang menemukan makna spiritualitas Islam adalah kesabaran.
hidup dan sebagian lain menjadi putus Kesabaran merupakan cara yang diajarkan
asa (Zahourek, 2007). Walsh (2003) Islam ketika orang menghadapi keadaan
menyatakan bahwa orang yang berada yang sulit. Al-Quran memerintahkan
dalam situasi krisis, membutuhkan kepada manusia untuk menjadikan sabar
keyakinan dan praktek spiritual untuk dan shalat sebagai media untuk mendapat

256 Jurnal Intervensi Psikologi, Vol. 4 No. 2 Desember 2012


Sabar dan Shalat sebagai Model untuk Meningkatkan Resiliensi ......

pertolongan Allah dalam menghadapi pengendalian nafsu, dan ketabahan. Turfe


berbagai kesulitan hidup. Penulis (1996) mengungkapkan bahwa esensi
berasumsi bahwa untuk menghadapi dari definisi sabar adalah ketika orang
penderitaan, manusia membutuhkan menahan diri dari nafsu, taat kepada
kesabaran. Al-Jauziyah (2006) menyatakan perintah Allah dengan sepenuh hati,
bahwa kesabaran adalah kesediaan untuk dan menahan diri untuk tidak mengeluh
menerima penderitaan dengan penuh terhadap keburukan yang terjadi.
ketabahan dan ketenangan, sehingga Al-Jauziyah (2007) menyatakan bahwa
kesabaran membuat orang mampu sabar berarti menahan jiwa untuk tidak
mengatasi setiap masalah. Kesabaran berkeluh kesah, menahan lisan untuk
berarti menahan diri dan mencegah dari tidak meratap, dan menahan anggota
keluhan. Oleh karenanya mereka tetap badan untuk tidak menampar pipi,
tenang ketika merasa takut dan bingung. merobek baju, dan sebagainya. Sabar
juga mengandung makna menghimpun
Rafiabadi (2003) mendefinisikan
atau menyatukan, sehingga orang yang
sabar berdasarkan al-Qur’an, sabar
bersabar menghimpun kekuatan jiwa
memiliki arti luas, tidak hanya sabar
untuk melawan keluh kesah dan ratapan.
dalam menghadapi keadaan yang sulit.
Secara umum ada tiga aspek kesabaran,
Selanjutnya menurut bahasa al-Qur’an
yaitu (1) ketaatan pada perintah Allah dan
sabr berarti tabah dalam berbagai macam
sunnah Rasul dalam kehidupan sehari-
kepahitan, dan kesulitan; sabar juga
hari, (2) ketaatan untuk menghindari
berarti tegas dan kuat dalam menyebarkan
larangan Allah, (3) penerimaan terhadap
kebenaran dan siap menghadapi
cobaan, sehingga mampu menghadapi
konsekuensi yang mungkin terjadi. Said,
keadaan yang buruk. Keyakinan akan
Abu-Nimer, dan Sharify-Funk (2006)
petunjuk Allah mengarahkan pada
mengelaborasi kata sabar dalam berbagai
kesabaran, sehingga meningkatkan
macam arti meliputi: (1) sabar menjaga
kemampuan untuk mengatasi masalah.
perasaan hati-hati, dan tidak terburu-buru;
(2) sabar berarti ketekunan, ketetapan, Kesabaran menyebabkan orang
keteguhan, ketabahan (3) sistematik menemukan makna hidup tanpa perasaan
sebagai kebalikan dari tidak teratur;(4) marah, menyesal dan khawatir ketika
sikap gembira terhadap kepasrahan dan menghadapi keadaan yang penuh
pemahaman dalam kesedihan, kekalahan, tekanan. Al-Jauziyyah (2006) menyatakan
atau penderitaan sebagai lawan dari bahwa kesabaran adalah penerimaan
pemberontakan. Sementara Turfe (1996) terhadap cobaan hidup, sehingga orang
menyatakan bahwa sabar tidak hanya sabar mampu menghadapi keadaan
berarti kesabaran, tetapi juga keteguhan, yang buruk. Kesabaran menguatkan jiwa
daya tahan, ketekunan, pengendalian diri, untuk menerima kesulitan hidup tanpa

Jurnal Intervensi Psikologi, Vol. 4 No. 2 Desember 2012 257


Qurotul Uyun & Rumiani

mengeluh, kemudian akan mening- Selain itu dikatakan juga bahwa shalat
katkan energi dalam menghadapi bermanfaat untuk memberikan kesem-
cobaan hidup. Orang sabar memiliki patan mengungkapkan perasaan, harapan,
kemampuan mengendalikan emosi dan kebutuhan. Sementara Syed (2003)
saat menerima musibah. Menurut Turfe berasumsi bahwa shalat memungkinan
(1996), kesabaran berkaitan dengan munculnya respon relaksasi, sehingga
keyakinan akan Allah, nabi dan rasul, memengaruhi kesehatan fisiologis
serta hari akhir. Kesabaran dalam Islam dan psikologis dalam jangka waktu
melibatkan keyakinan akan petunjuk yang panjang. Shalat menyebabkan
dan pertolongan Allah, akibatnya ketika kebahagiaan dan kegembiraan dalam
menghadapi cobaan, orang yang sabar pikiran, mengurangi kecemasan, dan
akan tetap tenang dalam situasi yang sulit memadamkan api kemarahan. Hasil
(tenacity) karena yakin bahwa Allah akan penelitian Sharp (2010) menyatakan
datang menolongnya. Ketenangan tersebut bahwa orang yang berhubungan dengan
meningkatkan kemampuan berpikir Tuhan melalui doa akan membantu
positif (optimism), mudah bangkit dari mengatur emosi negatif. Seperti halnya
situasi yang sulit (strength), dan sehingga shalat, penelitian yang dilakukan
mempermudah mencari penyelesaian Schwartz (2007) menunjukkan bahwa
masalah. Orang yang sabar akan menjadi berdoa adalah cara yang efektif untuk
lebih resilient, yaitu mudah bangkit dari mengurangi tekanan. Whittington dan
kesengsaraan hidup (bencana), kemudian Scher (2010) mengemukakan tiga bentuk
dapat diasumsikan bahwa resiliensi dapat doa (adoration, thanksgiving, reception)
ditingkatkan melalui kesabaran. secara konsisten berhubungan positif
Shalat merupakan bagian dari praktek dengan pengukuran well-being (self-
keagamaan yang digunakan sebagai esteem, optimism, meaning in life,
sarana beribadah kepada Allah. Shalat satisfaction with life). Hughes (1997)
lima waktu adalah ibadah yang penting dalam sebuah artikel menjelaskan bahwa
bagi orang Islam. Menurut Al-Ghazali praktek berdoa sebagai sebuah bentuk
(2010), shalat adalah pilar agama, tempat terapi alternatif, dan berhubungan dengan
bersemayamnya keyakinan, puncak kesehatan secara holistik. Berdasarkan
perbuatan baik, dan tindakan terbaik dari penelitian tersebut, disarankan bahwa
ketaatan kepada Allah. Shalat memainkan respon relaksasi dan perasaan dari self-
peran yang penting terhadap kesehatan efficacy diperoleh melalui doa yang dapat
psikologis seseorang. Sebagaimana dike- meningkatkan sistem imun. Holl (1998)
mukakan oleh Ashy (1999), shalat lima juga menyatakan bahwa para profesional
waktu membantu mengurangi tekanan kesehatan menggunakan doa sebagai
psikologis, memelihara keteraturan dan bagian dari terapi kepada klien. Shalat
kedisiplinan dalam kehidupan seseorang. dalam Islam merupakan doa dan gerakan-

258 Jurnal Intervensi Psikologi, Vol. 4 No. 2 Desember 2012


Sabar dan Shalat sebagai Model untuk Meningkatkan Resiliensi ......

gerakannya merupakan gerakan yang Merapi di Yogyakarta. Selanjutnya pelati-


harus dilakukan dengan khusyuk penuh han tersebut subjek diajarkan bagaimana
dengan ketundukan hati, sehingga akan shalat yang khusyuk agar benar-benar
berefek menenangkan (relaksasi). Orang dapat berdampak menenangkan hati, serta
yang mampu melakukan shalat dengan dilatih kesabaran, sehingga diharapkan
khsuyuk akan merasakan ketenangan jiwa. dapat memengaruhi tingkat resiliensi
Berdasarkan paparan tersebut pene- subjek menjadi lebih tinggi. Alur dinamika
liti bermaksud melakukan penelitian psikologis pengaruh pelatihan kesabaran
eksperimen dengan mengembangkan dijelaskan pada bagan 1. Hipotesis yang
konsep kesabaran menjadi desain pela- diajukan dalam penelitian ini adalah
tihan kesabaran dan shalat untuk diim- adanya pengaruh pelatihan shalat dan sabar
plementasikan pada penyintas letusan terhadap resiliensi penyintas bencana alam.

PADA SAAT PELATIHAN


SEBELUM PELATIHAN
Pelatihan kesabaran:
1. Subjek kurang mampu mema-
1. Pemahaman makna sabar dalam
hami makna kesabaran
cobaan hidup (kognitif)
2. Subjek kurang mampu bersabar
2. Berlatih menyelesaikan problem
dalam menghadapi cobaan
dengan kesabaran (behavioral)
3. Subjek kurang sungguh-sungguh
3. Meningkatkan ibadah ritual, sep-
menjalankan ibadah secara ritual
erti shalat, dzikir, berdoa

EFEK SELANJUTNYA
Kemampuan bersabar subjek menin-
gkat, sehingga mampu menerima dan SETELAH PELATIHAN
bangkit kembali dari cobaan hidup 1. Subjek lebih memahami makna
(strength), tetap tenang dalam kesuli- kesabaran
tan (tenacity), dan yakin dalam men- 2. Subjek lebih mampu menghadapi
gatasi kesulitan (optimism), sehingga cobaan dengan sabar
meningkatkan RESILIENSI 3. Subjek lebih sungguh-sungguh
dalam beribadah dan yakin akan
kehendak

Bagan 1. Dinamika Pelatihan Shalat dan Sabar terhadap Resiliensi Penyintas Bencana Alam

Jurnal Intervensi Psikologi, Vol. 4 No. 2 Desember 2012 259


Qurotul Uyun & Rumiani

METODE PENELITIAN orang dekat, kehilangan pekerjaan).


Berdasarkan kondisi pasca erupsi, warga
Subjek Penelitian
yang menjadi subjek penelitian adalah
Subjek penelitian berjumlah 68 warga yang berasal dari daerah dengan
orang yang berasal dari masyarakat keparahan yang hampir sama, yaitu
penyintas letusan Merapi Oktober 2010 hilangnya harta benda. Kondisi demografi
dan masih berada di barak pengungsian. tersebut menjadi salah satu ancaman dari
Subjek penelitian dipilih berdasarkan resiliensi. Deskripsi subjek berdasarkan
kesamaan usia, pendidikan, agama, efek kategori jenis kelamin, usia, pendidikan,
bencana (kehilangan rumah, kehilangan dan pekerjaan, tercantum pada Tabel 2.

Tabel 2. Deskripsi Subjek Penelitian

No Faktor Kategori N
KE KK
1 Jenis kelamin Laki-laki 8 11
Perempuan 29 20
2 Usia < 20 tahun 1 1
21 – 40 tahun 35 15
> 40 tahun 1 7
Abstain 0 8
3 Pendidikan SD 11 18
SLTP 19 9
SLTA 7 1
PT 0 1
Abstain 0 2
4 Pekerjaan Tidak bekerja 15 16
Petani 3 11
Pedagang 3 1
Buruh 4 1
Peternak 1 0
Abstain 11 2

260 Jurnal Intervensi Psikologi, Vol. 4 No. 2 Desember 2012


Sabar dan Shalat sebagai Model untuk Meningkatkan Resiliensi ......

Desain Penelitian sebagai lokasi penelitian, barak satu


Desain dalam penelitian ini meng- sebagai kelompok kontrol, dan barak yang
gunakan quasi experimental karena kesulitan lainnya sebagai kelompok eksperimen.
dalam melakukan seleksi terhadap subjek Pertimbangan lain adalah subjek
yang masih berada di barak pengungsian, penelitian masih berada dalam barak
sehingga tidak dimungkinkan melakukan pengungsian, sehingga dapat diasumsikan
random assignment. Dua barak dipilih subjek dalam keadaan yang sama.

Treatment Condition
Prates NR Pascates ...... Follow-up
Control condition

Catatan:
NR: Non-random assignment

Pengukuran reliabilitas, validitas, dan seleksi aitem


Pengukuran resiliensi menggunakan pada dua skala tersebut dilakukan dengan
Connor-Davidson Resiliensi Scale perhitungan statistik dari komputer
(CD-RISC) yang mengukur kemampuan dengan bantuan program SPSS14.5 for
mengatasi kesengsaraan (Sills & Stein, windows. Seleksi aitem dalam uji coba
2007). Penelitian ini menggunakan penelitian ini berdasarkan korelasi aitem
skala CD-RISC hasil analisis faktor dari total (corrected item-total corelation) dari
Yu & Zhang (2007), terdiri atas 3 faktor, masing-masing aitem dengan batas nilai
pertama disebut sebagai tenacity (13 minimal 0,25 sehingga dapat ditentukan
aitem), kedua disebut strength (8 aitem) aitem yang layak (sahih) dan aitem yang
dan ketiga faktor optimism (4 aitem). tidak layak (tidak sahih) untuk dimasukkan
Skala tersebut diterjemahkan ke dalam dalam skala penelitian.
bahasa Indonesia, dan dilakukan review Hasil analisis menunjukkan bahwa
sebagai professional judgement oleh pada uji coba (try out) terhadap skala
2 orang psikolog, terdiri dari seorang resiliensi dari 25 aitem yang diujicobakan,
lulusan Magister dan seorang doktor. terdapat 20 aitem yang valid dengan
Berdasarkan data uji coba penelitian, koefisien validitas bergerak antara 0,286
maka dilakukan uji validitas, reliabilitas, sampai dengan 0,657. Sedangkan aitem
dan seleksi aitem skala resiliensi yang yang dinyatakan gugur (tidak valid)
digunakan dalam pengambilan data berjumlah 5 aitem, yaitu nomor 2, 3, 4,
penelitian. Perhitungan untuk menguji 10 dan aitem nomor 24. Berdasarkan 20

Jurnal Intervensi Psikologi, Vol. 4 No. 2 Desember 2012 261


Qurotul Uyun & Rumiani

aitem skala resiliensi diperoleh koefisien pertemuan berikutnya untuk mendeteksi


reliabilitas Alpha (α) sebesar 0,840. sejauh mana subjek paham dan mau
menjalankan apa yang sudah dipelajari
Prosedur Intervensi
dalam sesi pelatihan.
Prosedur penelitian ini adalah
Berikut ini dijelaskan tema-tema
sebagai berikut:
secara umum yang dilakukan dalam
1. Pemilihan subjek dilakukan dengan
setiap sesi pelatihan:
cara ditawarkan pada orang-orang
1. Pengantar dan kontrak belajar (sesi 1)
yang masih tinggal di shelter
dan bersedia mengikuti prosedur 2. Painting therapy untuk mengung-
pelatihan. Subjek berasal dari 2 kapkan emosi (sesi 2)
shelter, 1 shelter sebagai kelompok 3. Sabar sebagai spiritual coping ( sesi 3
eksperimen dan shelter lainnya dan sesi 4)
sebagai kelompok kontrol. 4. Pelatihan shalat untuk meningkatkan
2. Sebelum pelatihan, subjek dalam kualitas ibadah (sesi 5 dan sesi 6)
kedua kelompok diminta melengkapi 5. Dzikir dan doa untuk memperkuat
kuesioner resiliensi sebagai spiritual coping (sesi 7 dan sesi 8)
pengukuran prates. Tema-tema tersebut dijabarkan dalam
3. Kelompok treatment diberi pelatihan aktivitas pelatihan yang melibatkan aspek
dan kelompok kontrol akan diberi kognitif, behavioral, dan spiritual. Painting
perlakuan setelah selesai pengam- therapy sebagai metode tambahan untuk
bilan pascates (waiting list). mengekspresikan perasaan yang dialami
4. Setelah sesi pelatihan selesai, subjek subjek.
melengkapi kuesioner resiliensi
Teknik Analisis Data
sebagai pascates.
5. Pengukuran tindak lanjut (follow-up) Teknik analisis yang digunakan
dilakukan dua minggu setelah pascates. adalah independent sample t-test dengan
bantuan program SPSS14.5 for windows.
Pelatihan diberikan selama delapan
sesi, dengan waktu dua jam setiap sesi.
HASIL PENELITIAN
Pelatihan diberikan oleh trainer dan co
trainer, serta ada observer yang diberi Deskripsi Subjek
lembar kerja untuk mencatat hasil Pengambilan data dilakukan di 2
observasi. Subjek juga diberi tugas rumah shelter. Sebanyak 69 bersedia terlibat
untuk menjalankan apa yang sudah penelitian, tetapi ketika analisis data
dipelajari dalam pelatihan, kemudian ditemukan ada satu subjek tidak mengisi
akan dilakukan review pada pertemuan- skala dengan lengkap, sehingga 1 subjek

262 Jurnal Intervensi Psikologi, Vol. 4 No. 2 Desember 2012


Sabar dan Shalat sebagai Model untuk Meningkatkan Resiliensi ......

tidak diikutkan dalam analisis data. pada penyintas letusan Merapi, sehingga
Dengan demikian jumlah subjek menjadi hipotesis yang diajukan tidak diterima.
68. Shelter pertama dipilih sebagai
kelompok eksperimen terdiri dari 37 PEMBAHASAN
subjek, dan shelter kedua dipilih sebagai
Tidak adanya pengaruh pelatihan
kelompok kontrol terdiri dari 31 subjek.
sabar dan shalat terhadap peningkatan
Usia subjek berkisar antara 18-55 tahun.
resiliensi menunjukkan bahwa pelatihan
Hasil Uji Asumsi tersebut tidak efektif. Berikut ini akan
dijelaskan beberapa alasan tidak
Sebelum melakukan uji analisis
diterimanya hipotesis penelitian. Pertama,
independent sample t-test, peneliti
berkaitan dengan konsep resiliensi yang
melakukan uji asumsi terlebih dahulu
artinya adalah kemampuan untuk bangkit
sebagai syarat analisis tersebut. Uji
dan berkembang setelah mengalami
persyaratannya adalah uji homogenitas
tekanan berat, ancaman hidup, serta
varians. Berdasarkan uji homogenitas
mengalami kejadian traumatik (Neil,
Lavene‘s Test for Equality of Variance
2003). Seperti halnya diungkapkan
menunjukkan F = 0,501 dan p = 0,482,
oleh Yu dan Zhang (2007), resiliensi
sehingga skor prates antara kelompok
berkaitan dengan kemampuan untuk
kontrol dan eksperimen dapat dikatakan
menghadapi tantangan berat (tenacity),
homogen.
kapasitas untuk bangkit (strength), serta
Hasil Uji Hipotesis keyakinan untuk menghadapi kesulitan
Setelah dilakukan uji homogenitas, hidup (optimism). Pada kenyataannya
kemudian dilakukan uji hipotesis dengan berdasarkan wawancara terhadap para
menggunakan teknik T-test Independent subjek penelitian didapatkan simpulan
Sample. Hipotesis yang diajukan dalam mereka belum bisa sepenuhnya bangkit
penelitian ini adalah ada pengaruh karena mereka masih tinggal di shelter
pelatihan sabar dan shalat terhadap sampai dengan saat penelitian ini.
peningkatan resiliensi. Hasil analisis Sebenarnya mereka menyatakan bahwa
data menunjukkan t = 0,614 dengan setelah pelatihan merasakan ketenangan,
p = 0,270 (p > 0,05). Berdasarkan tidak khawatir lagi, dan bersyukur
hasil tersebut, dinyatakan bahwa tidak dengan keadaan sekarang, namun mereka
ada perbedaan antara kelompok yang masih menginginkan pekerjaan yang
diberi pelatihan (eksperimen) dengan tetap, serta tempat tinggal yang lebih
kelompok yang tidak diberi pelatihan layak dibandingkan sekarang. Artinya
(kontrol). Pelatihan sabar dan shalat tidak mereka sudah mengalami perubahan ke
efektif untuk meningkatkan resiliensi arah ketenangan hati, tetapi belum cukup

Jurnal Intervensi Psikologi, Vol. 4 No. 2 Desember 2012 263


Qurotul Uyun & Rumiani

resilient, karena belum mampu bangkit membentuk resiliensi di antaranya tingkat


dari keadaan yang sulit. Mereka juga belum inteligensi, kemampuan berkomunikasi,
merasa optimis dengan keadaan yang akan konsep diri positif, serta optimisme. Hasil
datang, serta belum memiliki kemampuan penelitian Bonanno, Galea, Bucciarelli,
untuk menghadapi tantangan hidup. dan Vlahov (2007) menunjukkan pola
Salah seorang peserta mengungkapkan hubungan antara berbagai macam faktor
pesimisme itu terkait dengan bantuan dari sosio-kontekstual, seperti gender, usia,
pemerintah yang tidak segera terealisir. pendidikan, level munculnya trauma,
Hal itu menyebabkan penyintas merasa perubahan penghasilan, social support,
tidak memperoleh dukungan yang penyakit kronis, dan tekanan hidup (life
sesuai harapannya dari pemerintah. stressor) dengan munculnya kemungkinan
Selain itu, untuk mendapatkan efek resiliensi. Sementara penelitian tentang
optimal dari praktek ibadah, subjek perlu hubungan prediktor psikososial terhadap
mempraktekkan dalam kehidupan sehari- resiliensi setelah kasus 11 September telah
hari secara konsisten. Peneliti hanya dilakukan oleh Butler, Koopman, Azarow,
mengukur saat follow-up yang baru dua Blasey, Magdalene, DiMiceli, Seagraves,
pekan setelah pelaksanaan pelatihan. Hastings, Chen, BA, Garlan, Kraemer,
and Spiegel (2009). Hasil penelitian
Kedua, berdasarkan pandangan
tersebut menunjukkan pentingnya faktor
berbeda, resiliensi dapat dianggap sebagai
kognitif, emosional, kognitif, emosional,
aspek kepribadian yang relatif menetap,
dukungan sosial, dan faktor coping untuk
sehingga kemungkinan tidak mudah
menyesuaikan diri selama dan setelah
diubah dengan pelatihan yang relatif
pengalaman traumatik.
singkat. Hal ini sebagaimana pernyataan
Agaibi dan Wilson (2005) yang berasumsi Keempat, tidak dilakukannya
bahwa resiliensi merupakan pola randomisasi juga kemungkinan meme-
kepribadian atau kemampuan coping, ngaruhi tidak efektifnya pelatihan
terhadap peningkatan resiliensi. Hal
artinya resiliensi sebagai pola kepribadian
tersebut sekaligus merupakan kelemahan
sudah terbentuk dalam waktu yang lama,
penelitian ini, karena kesulitan peneliti
tentu saja tidak dapat berubah hanya
untuk melakukan randomisasi ketika
dalam beberapa minggu.
melakukan pembagian kelompok kontrol
Ketiga, adanya beberapa faktor dan kelompok eksperimen. Randomisasi
lain yang mendasari munculnya sulit dilakukan karena menyangkut
resiliensi, di samping spiritualitas yang etika penelitian, dan keadaan subjek
telah diasumsikan dalam penelitian yang masih berada di shelter, sehingga
ini. Pendapat Rolf dan Johnson (2002) pembagian kelompok dilakukan berdasarkan
menyatakan bahwa aspek-aspek yang keberadaan subjek.

264 Jurnal Intervensi Psikologi, Vol. 4 No. 2 Desember 2012


Sabar dan Shalat sebagai Model untuk Meningkatkan Resiliensi ......

SIMPULAN DAN SARAN dan post traumatic growth. Ketiga,


peneliti mengupayakan randomisasi
Simpulan
dalam melakukan pembagian kelompok
Simpulan penelitian ini adalah kontrol dan eksperimen, serta memilih
pelatihan sabar dan shalat tidak efektif subjek dengan mempertimbangkan
untuk meningkatkan resiliensi, sehingga aspek demografi seperti usia, pekerjaan,
hipotesis ditolak. Beberapa alasan telah pendidikan dan kesetaraan skor.
dikemukakan di atas, yaitu berkaitan
dengan keadaan subjek yang masih DAFTAR PUSTAKA
berada di shelter, pendekatan teori yang
memandang resiliensi sebagai faktor Abernethy, A.D, Chang, H.T, Seidlitz,
kepribadian yang sulit diubah dalam L, Evinger, J.S, & Duberstein, P.R.
waktu singkat, adanya faktor-faktor lain (2002). Religious coping and depres-
yang menyebabkan resiliensi, serta tidak sion among spouses of people with
dilakukannya randomisasi pada saat lung cancer. The Academy of Psy-
pembagian kelompok. chosomatic Medicine.

Saran Agaibi, C. E., & Wilson, J. P. (2005).


Trauma, PTSD, and resilience: A
Berdasarkan hasil penelitian tersebut,
review of the literature. Trauma, Vio-
dapat disarankan sebagai berikut. Pertama,
lence, and Abuse, 6, 195-216.
untuk peneliti selanjutnya yang akan
memberikan perlakuan berkaitan dengan Al-Ghazali, A.H. (2010). Inner dimen-
sabar dan shalat, sebaiknya melakukan sions of islamic worship (Muhtar
pengukuran follow-up berkali-kali sambil Holland, translator). United King-
mengevaluasi pelaksanaan praktek shalat dom: The Islamic Foundation.
dan ibadah subjek sehingga mereka
Al-Jauziyah, I. A. (2006). Kemuliaan sabar
benar-benar menjalaninya dengan baik,
dan keagungan syukur. Yogyakarta:
dan kemungkinan akan memberikan
Mitra Pustaka.
dampak peningkatan resiliensi. Kedua,
peneliti selanjutnya dapat melibatkan Al-Jauziyah, I.A. (2007). Indahnya sabar:
variabel tergantung lain yang secara bekal sabar agar tak pernah habis.
teoretis dipengaruhi oleh paktek Jakarta: Maghfirah Utama.
spiritual, seperti kecemasan, depresi, dan
gangguan psikologis yang lain. Selain Ashy, M. A. (1999). Health and illness
itu peneliti juga dapat menggunakan from an islamic perspective. Journal
variabel seperti kebahagiaan, well-being, of Religion and Health, 38, 241-257.

Jurnal Intervensi Psikologi, Vol. 4 No. 2 Desember 2012 265


Qurotul Uyun & Rumiani

BNPB, (2010). Rekapitulasi korban dan Neil, S. E. S. (2003). Enhancing fam-


pengungsi letusan gunung api ily resilience: A transgenerational
Merapi. Diunduh pada 5 Februari approach to positive change in dis-
2011 dari merapi.combine.or.id. functional families. In E. H. Grotberg
(Ed), Resilience for today: Gaining
Bonanno, G. A., Galea, S., Bucciarelli,
strength from adversity (pp. 53-80).
A., & Vlahov, D. (2007). What pre-
The United States of America: Prae-
dicts psychological resilience after
ger Publishers.
disaster? The role of demographics,
resources, and life stress. Journal of Nevid, J.S., Rathus, S. A., & Greene B.
Consulting and Clinical Psychology, (1997). Abnormal psychology in a
l 75 (5), 671-682. changing world. New Jersey: Pren-
tice-hall Inc.
Butler, L. D., Koopman, C., Azarow, J.,
Blasey, C. M., Magdalene, J. C., Rafiabadi, H. N. (2003). World religion
DiMiceli, S., Seagraves, D. A., Hast- and islam: A critical study. Part-1.
ings, T. A., Chen, X., Garlan, R. W., New Delhi: Sarup & Sons.
Kraemer, H. C., & Spiegel, D. (2009).
Reivich, K. & Shatte, A. (2002). The Resil-
Psychosocial predictors of resilience
iensi factors. 7 essential skill for
after the teptember 11, 2001 terrorist
overcoming life’s inevitable obsta-
attacks. The Journal of Nervous and
cle. New York: Random House, Inc.
Mental Disease, 197, 266-273.
Rolf, J. E., &Johnson, J. L. (2002). Open-
Connor, K. M., & Davidson, J. R. T.
ing doors to resilience intervention
(2003). Development of a new resil-
for prevention research. In M. D.
ience scale: The Connor-Davidson
Glantz and J. L. Johnson (Eds.), Resil-
resilience scale (CD-RISC). Depres-
ience and development positive life
sion and Anxiety, 18, 76-82.
adaptations (pp. 229-250) New York
Edward, K.L. (2005). Resilience: A pro- : Kluwer Academic Publishers.
tector from depression. Journal of
Said, A. A., Abu-Nimer, M., & Sharify-
American Psychiatry Nurses Asso-
Funk, M. (2006). Contemporary
ciation, 11(4), 241-243.
islam: Dynamic, not static. New
Holl, R. M. (1998). What is prayer? York: Routledge.
Alternative Health Practitioner, 4,
109-114.

266 Jurnal Intervensi Psikologi, Vol. 4 No. 2 Desember 2012


Sabar dan Shalat sebagai Model untuk Meningkatkan Resiliensi ......

Schwartz, A. C. (2007). Social buffering by Turfe, T.A. (1996). Patience in Islam:


God: Can prayer reduce stress in an Sabr. New York: Tahrike Tarsile
experimental setting? Master Thesis. Qur’an, Inc.
Statesboro, GA: Auburn University.
Whittington, W. L. & Scher, S. J. (2010).
Sharp, S. (2010). How does prayer help Prayer and subjective well-being: An
manage emotions? Social Psychol- examination of six different types
ogy Quarterly, 73, 417-437. of prayer. The International Journal
for the Psychology of Religion, 20,
Syed, I. B. (2003). Spiritual medicine in
59-68
the history of islamic medicine.
Journal of the International Society Yu, X and Zhang, J. (2007). Factor analy-
for the History of Islamic Medicine sis and psychometric evaluation of
(ISHIM), 2 (4), 45-49. The Connor-Davidson Resilience
scale (CD-RISC) with chinese peo-
Sills, L.C. and Stein, M. B.(2007). Psycho-
ple. Social Behavior and Personality,
metric analysis and refinement of the
55 (1) 19-30.
Connor-Davidson Resilience scale
(CD-RISC): Validation ofA 10-Item Zahourek, R. (2007). Finding holism in
Measure of Resilience. Journal of disaster: A story of Katrina’s after-
Traumatic Stress, 20 (6), 1019-1028. math. Journal of Holistic Nursing,
25 (1), 52-57.

Jurnal Intervensi Psikologi, Vol. 4 No. 2 Desember 2012 267

Anda mungkin juga menyukai