Anda di halaman 1dari 12

GADJAH MADA JOURNAL OF PSYCHOLOGY

VOLUME 2, NO. 1, 2016: 48-59


ISSN: 2407-7798

Perilaku Menolong Relawan Spontan Bencana Alam


Masitha Hanum Utomo1, Wenty Marina Minza2
1,2 Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada

Abstract. The vulnerable conditions of Indonesia, especially Yogyakarta, to natural disasters


led a lot of volunteers who want to help the survivor. Many of volunteers joined the social
community or formal organization, but many of them do not belong to any social community
or organization and does not have the ability to handle the condition of natural disaster still
help the victims. These individuals referred as spontaneous volunteers. The aim of this study
is to determine the helping behavior conducted by spontaneous volunteers. The approach
used in this study is qualitative specifically phenomenology. Data was collected by a semi-
structured in-depth interview. Informants of this study consisted of three individuals, two of
them was volunteered when the eruption of Mount Merapi occurred in 2010, and the other
one was volunteered in Banjarnegara’s landslide in 2014. Result showed that there are
changes of helping behavior from spontaneous to formal planned form of helping. There are
also several factors that encourage or inhibit their helping behavior.
Keywords: helping behavior, spontaneous volunteer, natural disaster

Abstrak. Kondisi bencana alam yang rawan terjadi di Indonesia, khususnya di Yogyakarta
dan sekitarnya memunculkan banyak relawan yang ingin terjun ke lokasi dan menolong para
korban bencana alam. Sebagian relawan, tergabung dalam organisasi maupun komunitas
sosial, namun ada yang tidak tergabung yang disebut sebagai relawan spontan. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui bagaimana perilaku menolong yang dilakukan oleh relawan
spontan bencana alam. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif
fenomenologi. Metode pengambilan data menggunakan wawancara mendalam semi
terstruktur. Informan penelitian terdiri dari tiga orang, dua di antaranya pernah terjun ke
lokasi erupsi Gunung Merapi pada tahun 2010 dan satu orang terjun ke lokasi longsor
Banjarnegara pada tahun 2014. Hasil analisis data ditemukan bahwa terjadi perubahan
bentuk perilaku menolong pada ketiga informan yang awalnya spontan menjadi perilaku
menolong terencana. Ditemukan pula terdapat beberapa faktor yang mendorong maupun
menghambat munculnya perilaku menolong pada ketiga informan.
Kata kunci: bencana alam, perilaku menolong, relawan spontan

1 Korespondensi mengenai isi artikel ini dapat dilakukan melalui: masitha.hanum.u@mail.ugm.ac.id


2 Atau melalui wminza@ugm.ac.id

E-JURNAL GAMA JOP 48


UTOMO & MINZA

Indonesia dikenal sebagai salah satu tsunami dan gempa bumi dahsyat
negara yang rawan terkena bencana alam. (Veriawan, 2014).
Terletak di antara pertemua tiga lempeng Dalam kurun waktu lima belas tahun
tektonik yang bertumbukan yaitu Lempeng terakhir, terdapat beberapa bencana alam
Indo-Australia, Lempeng Eurasia, dan dahsyat yang terjadi di Indonesia dan dua
Lempeng Pasifik membuatnya rawan diantaranya terjadi di Yogyakarta. Sabtu, 27
terkena berbagai macam bencana alam. Mei 2006 tepatnya pada pukul 5.53 WIB
Ketika salah satu dari lempeng tersebut bagian selatan tanah Ngayogyakarto Hadi-
bergerak, maka akan terjadi gempa bumi, ningrat diguncang gempa dahsyat berke-
letusan gunung berapi, dan tsunami di kuatan 6.3 skala richter. Gempa tersebut
Indonesia (CFE-DMHA, 2015). Selain karena meluluhlantahkan wilayah Kabupaten
ketiga lempeng tektonik tersebut, Indonesia Bantul dan menelan sedikitnya 5.162 korban
juga terletak di jalur gempa bumi dan jiwa. Tercatat sekitar 33.616 rumah pendu-
gunung berapi yang dinilai paling dahsyat duk pun rusak parah akibat gempa yang
menurut United States Geological Surveys berlangsung selama 57 detik tersebut
(USGS). Jalur yang dikenal dengan nama (Martono, 2013). Empat tahun kemudian,
Pacific Ring of Fire ini terbentang dari Yogyakarta kembali berduka. Gunung
belahan bumi bagian barat tepatnya di Merapi yang menjadi simbol kegagahan
Chile, kemudian melewati Jepang dan Asia Daerah Istimewa Yogyakarta menyem-
Tenggara (Israel, 2010). Indonesia juga burkan lahar dan awan panas tepatnya pada
memiliki kurang lebih 130 gunung berapi tanggal 26 Oktober 2010. Erupsi tersebut
aktif yang tersebar di berbagai pulau (Saul, merupakan yang terbesar dalam kurun
2014). Salah satu gunung berapi paling aktif waktu 100 tahun terakhir dan menelan
adalah Gunung Merapi yang terletak di sekitar 200 korban jiwa (Malau & Waskita,
Daerah Istimewa Yogyakarta. 2013).
Salah satu kota di Indonesia yang Tak dapat dipungkiri, terjadinya
berpotensi tinggi terkena bencana alam bencana alam menimbulkan banyak sekali
adalah Daerah Istimewa Yogyakarta. dampak negatif bagi kehidupan masyarakat,
Provinsi yang diberikan keistimewaan oleh di antaranya adalah timbul korban jiwa
Pemerintah Republik Indonesia ini dinilai yang tidak sedikit, hilangnya harta benda,
berpotensi tinggi terkena bencana alam kerusakan lingkungan, dan terganggunya
karena wilayah selatannya didominasi oleh fungsi psikologis para korban bencana alam.
pesisir pantai dan pada wilayah bagian Penanganan terhadap dampak negatif yang
utara berdiri tegak salah satu gunung berapi timbul haruslah dilakukan sesegera mung-
paling aktif yaitu Gunung Merapi. Menurut kin setelah bencana alam terjadi. Semakin
Kepala Badan Penanggulangan Bencana cepat proses penanganan dilakukan maka
Daerah (BPBD) DIY, Gatot Saptadi, 68% semakin banyak pula dampak negatif yang
wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta meru- dapat dikurangi serta dapat mempercepat
pakan daerah rawan bencana. Pernyataan pula proses pemulihan fungsi psikologis
tersebut didukung oleh Deputi Bidang pada korban bencana alam.
Logistik dan Peralatan Badan Nasional Menangani dampak negatif yang
Penanggulangan Bencana (BNPB), Bambang timbul setelah bencana alam terjadi bukan
Sulistio yang mengatakan wilayah DIY merupakan sebuah hal yang mudah. Banyak
bagian selatan berpotensi terkena bencana hal-hal yang harus dikuasai, diperhatikan,

49 E-JURNAL GAMA JOP


PERILAKU MENOLONG RELAWAN SPONTAN BENCANA ALAM

dan tentunya hal ini tidak dapat dilakukan terlibat di lapangan untuk bekerja sama
sendirian. Dibutuhkan kerjasama dan keter- membantu proses penanganan dampak
libatan banyak individu dalam melakukan negatif pasca bencana alam. Individu-
proses tersebut. Di Indonesia, gotong individu tersebut biasanya tergabung dalam
royong merupakan salah satu bentuk kerja komunitas-komunitas maupun kelompok-
sama yang sering dilakukan untuk mena- kelompok yang aktif dalam kegiatan
ngani bencana alam. Gotong royong penanggulangan bencana alam. Masyarakat
merupakan suatu bentuk kerja sama yang umum menyebut individu-individu tadi
pelaksanaannya melalui pengerahan tenaga sebagai relawan. Menurut Badan Nasional
untuk mencapai suatu tujuan tertentu Penanggulangan Bencana (BNPB) tentang
(DEPDIKBUD, 1982). Sistem gotong royong pedoman relawan penanggulangan ben-
sendiri sudah berkembang di Indonesia cana, relawan penanggulangan bencana
sejak zaman kejayaan Kerajaan Hindu di yang selanjutnya disebut relawan adalah
pulau Jawa. Masyarakat desa sekitar pulau seorang atau sekelompok orang yang
Jawa menyebut gotong royong dengan memiliki kemampuan dan kepedulian
istilah sambatan atau sambat sinambat. untuk bekerja secara sukarela dan ikhlas
Sambatan berasal dari kata sambat yang dalam upaya penanggulangan bencana.
berarti “mengeluh” kemudian dihubungkan Selain individu-individu yang
dengan kata nyambat yang diartikan dengan tergabung dalam kelompok atau komunitas
“minta tolong”. Lalu seterusnya gotong relawan, terdapat pula pihak-pihak lain
royong selalu dikaitkan dengan kegiatan yang terlibat dalam proses penanganan
tolong menolong. Menurut penelitian yang bencana alam. Pihak-pihak tersebut yakni
telah dilakukan Departemen Pendidikan kepolisian, TNI, maupun aparat-aparat
dan Kebudayaan mengenai sistem gotong sejenis lainnya. Berdasarkan wawancara
royong dalam masyarakat pedesaan di yang dilakukan oleh peneliti dengan
Yogyakarta tahun 1982, pelaksanaan Manajer Pusat Kendali Operasi Badan
kegiatan gotong royong ini hanya melibat- Penanggulangan Bencana Daerah Istimewa
kan beberapa individu terdekat yang berada Yogyakarta (PUSDALOPS BPBD DIY),
dalam satu lingkungan, misalnya seperti diketahui bahwa saat terjadi bencana alam
tetangga rumah (DEPDIKBUD, 1982). tidak hanya relawan yang turun ke
Pada perkembangannya, proses tolong lapangan untuk membantu proses pena-
menolong tidak hanya diwujudkan dalam nganannya, tetapi banyak sekali pihak-
bentuk gotong royong. Bahkan tolong pihak yang terlibat dalam proses tersebut.
menolong dalam konteks penanganan Bahkan masyarakat umum yang tidak
bencana alam seringkali melibatkan berba- tergabung dalam komunitas atau kelompok
gai lapisan masyarakat dalam jumlah yang relawan mana pun tergerak untuk ikut
tidak sedikit. Bermacam-macam usaha membantu proses penanganan bencana
dilakukan agar para korban bencana segera alam.
tertangani. Ada yang berusaha menolong Dikarenakan tidak memiliki kemam-
dengan cara mengadakan penggalangan puan dan kompetensi yang memadai,
dana, mengumpulkan berbagai macam keterlibatan relawan spontan akan
kebutuhan untuk kemudian disalurkan memunculkan masalah lain yang dapat
kepada korban, serta terdapat pula menghambat dan mengganggu proses
individu-individu yang secara langsung penanganan bencana alam, seperti masalah

E-JURNAL GAMA JOP 50


UTOMO & MINZA

kesehatan, keamanan, dan keselamatan para bukti yang menegaskan bahwa keterlibatan
relawan spontan itu sendiri (Fernandez, mereka justru akan membahayakan para
Barbera, & van Dorp, 2006). Berdasarkan korban bahkan hingga meningkatkan angka
studi yang telah dilakukan oleh Green kematian (Rogstadius, Karapanos, Teixeira,
(2003) terhadap sepuluh orang relawan & Kostakos, 2013), meskipun begitu
independen yang tidak tergabung dalam keterlibatan para relawan spontan untuk
kelompok atau komunitas, ditemukan menolong korban bencana alam tersebut
bahwa walaupun terdapat beberapa di bukan merupakan suatu hal yang sia-sia.
antara mereka yang memiliki pengalaman Mereka tetap berusaha untuk menolong
dalam penanggulangan bencana, banyaknya para korban semampunya, walaupun
keterlibatan mereka dalam proses ini tetap memang kemampuan khusus yang
dapat menimbulkan berbagai permasalahan seharusnya dimiliki oleh relawan belum ada
yang mampu mengurangi efisiensi proses pada diri mereka.
penanggulangan bencana. Permasalahan Menolong atau dapat disebut juga
tersebut seperti terhambatnya koordinasi helping behavior merupakan sebuah tindakan
antara relawan dan korban, dihadapkannya yang bertujuan untuk menyejahterakan
korban pada risiko-risiko yang tidak orang lain dengan didorong oleh motif egois
semestinya, dan meningkatnya jumlah maupun altruistic (Bierhoff dalam
kematian korban bencana alam (dalam Marjanovic, Sruthers, & Greenglass, 2012).
Rogstadius, Karapanos, Teixeira, & Amato (1990) membedakan bentuk perilaku
Kostakos, 2013). menolong menjadi dua yaitu spontaneous
Meskipun dinilai kurang mumpuni helping dan planned helping. Planned helping
karena tidak memiliki kemampuan khusus sendiri terbagi lagi menjadi dua bentuk
dan pengalaman dalam menangani bencana yaitu formal planned helping yang merupakan
alam, para relawan spontan ini tetap perilaku menolong yang ditujukan untuk
berusaha untuk menolong para korban. membantu seorang individu maupun
Menolong merupakan perilaku yang pasti sekelompok individu melalui sebuah
akan muncul ketika terjadi situasi darurat instansi atau organisasi dan informal planned
layaknya bencana alam. Individu akan helping yaitu perilaku menolong yang
menunjukan perilaku lebih peduli dan ditujukan kepada individu-individu yang
bertanggung jawab terhadap sesamanya sudah kita kenal dan memiliki kedekatan
daripada saat situasi berjalan normal atau seperti teman atau anggota keluarga,
tidak terjadi bencana alam (Tierney, Lindell, contohnya adalah meminjamkan uang
& Perry, 2001). Rasa peduli dan tanggung kepada teman yang membutuhkan,
jawab ini ditunjukkan dengan banyaknya merawat teman atau anggota keluarga yang
jumlah relawan spontan yang turun ke sedang sakit, serta memberikan makanan
lapangan untuk menawarkan bantuan serta kepada teman ataupun tetangga sekitar
pertolongan. rumah. Kemudian, spontaneous helping
Pandangan negatif para ahli mengenai merupakan perilaku menolong yang
keterlibatan relawan spontan dalam meno- ditujukan kepada orang-orang asing yang
long di lapangan untuk membantu proses tidak kita kenal. Perilaku ini terjadi secara
penanggulangan bencana alam membuat tiba-tiba atau spontan dan tidak
proses tersebut selalu dinilai belum efektif direncanakan sebelumnya.
dan maksimal. Terlebih lagi dengan adanya

51 E-JURNAL GAMA JOP


PERILAKU MENOLONG RELAWAN SPONTAN BENCANA ALAM

Lain halnya dengan Amato, Anne belakang individu penolong. Menurut


McGuire (1994) mengemukakan empat Latane dan Darley (1970), individu yang
bentuk perilaku menolong berdasarkan dibesarkan di kota kecil cenderung lebih
tingkat kepentingan, yang pertama adalah suka menolong individu lain dibandingkan
casual helping yaitu merupakan salah satu dengan individu yang tumbuh di kota besar
bentuk perilaku menolong yang berupa (dalam Deaux & Wrightsman, 1984).
bantuan kecil kepada individu yang tidak Menurut Stanley Milgram dalam teorinya
dikenal. Selanjutnya yang kedua adalah yang dikenal dengan nama stimulus overload
substantial personal helping yakni perilaku theory, individu yang tinggal dan tumbuh di
menolong yang berupa bantuan dengan kota besar mendapatkan stimulus yang
skala lebih besar yang diberikan kepada cukup banyak sehingga mereka cenderung
individu yang kita kenal dan memiliki lebih selektif dalam merespon berbagai
hubungan dengan kita seperti teman dan stimulus yang datang. Kecenderungan
anggota keluarga. Ketiga adalah emotional untuk lebih selektif tersebut kemudian
helping yaitu salah satu bentuk perilaku membuat mereka terkadang mengabaikan
menolong dengan memberikan dukungan individu lain yang membutuhkan perto-
emosional kepada orang-orang yang kita longan serta selektif pula dalam memilih
kenal biasanya orang-orang yang dekat individu mana yang akan mereka tolong
dengan kita. Contoh emotional helping dalam (dalam Deaux & Wrightsman, 1984). Kedua,
kehidupan sehari-hari adalah mendengar- norma yang dianut individu penolong.
kan curahan hati teman ketika mengalami Norma personal merupakan perasaan
hal buruk. Terakhir, emergency helping yang individu terhadap suatu kewajiban untuk
merupakan salah satu bentuk perilaku bertindak dengan cara tertentu dan dalam
menolong yang cukup sulit karena perilaku situasi tertentu. Norma personal ini mendo-
ini dilakukan dalam situasi genting dan rong individu untuk menolong individu lain
darurat misalnya menolong orang kecela- karena dengan menolong, ia telah meme-
kaan lalu lintas, atau dalam skala yang lebih nuhi kewajiban dan bertindak sesuai
besar adalah menolong individu dalam dengan apa yang diharapkan masyarakat
situasi darurat bencana alam. Biasanya, (dalam Deaux & Wrightsman, 1984). Ketiga,
bentuk perilaku menolong emergency helping suasana hati. Berdasarkan hasil penelitian
ini diberikan kepada orang-orang yang eksperimen yang dilakukan Isen dan Levin,
tidak dikenal dalam situasi darurat tersebut. dapat disimpulkan bahwa suasana hati yang
Sama halnya dengan perilaku-perilaku baik secara konsisten dapat membuat
sosial yang lain, perilaku menolong juga individu memiliki kecenderungan untuk
dipengaruhi oleh beberapa faktor. Berdasar- menolong orang lain dalam berbagai situasi.
kan teori-teori yang dikemukakan para Lebih lanjut ia menjelaskan hal tersebut
peneliti terdahulu, terdapat dua faktor yakni dapat terjadi karena ketika seorang individu
internal dan eksternal. Faktor internal atau mengalami suasana hati yang baik, maka
faktor disposisional merupakan faktor yang proses kognitif dan pikirannya akan
terdapat dalam diri individu penolong menjadi positif. Menurut Isen, pikiran dan
sedangkan fakor eksternal atau faktor proses kognitif yang positif berkaitan
situasional merupakan faktor yang ada di dengan perilaku menolong dalam diri
luar diri individu penolong. Faktor internal individu, sehingga ketika individu sedang
terdiri dari empat hal. Pertama, latar dalam suasana hati yang baik, ia dengan

E-JURNAL GAMA JOP 52


UTOMO & MINZA

senang hati akan menolong individu lain Ketiga, keberadaan orang lain.
(dalam Deaux & Wrightsman, 1984). d). Keberadaan orang lain juga merupakan
Rasa empati, Menurut hipotesis empati- faktor yang dapat memengaruhi perilaku
altruisme yang disampaikan oleh Batson, menolong. Individu cenderung tidak akan
rasa empati yang ada dalam diri individu menolong orang yang membutuhkan perto-
merupakan kunci munculnya perilaku longan ketika banyak individu-individu lain
menolong. Empati sendiri diartikan sebagai di sekitarnya. Fenomena tersebut dikenal
kemampuan seorang individu untuk dengan nama bystander effect (Deaux &
memahami apa yang dirasakan individu Wrightsman, 1984).
lain dan meresponnya secara emosional
(dalam Kassin, Fein, & Markus, 2011). Metode
Selain faktor internal, ada pula faktor Pendekatan yang digunakan dalam
eksternal yang memengaruhi munculnya penelitian ini adalah pendekatan kualitatif
perilaku menolong. Pertama, karakteristik fenomenologi. Metode pengambilan data
individu yang membutuhkan pertolongan. menggunakan wawancara semi terstruktur
Karakteristik yang paling berpengaruh yakni dengan menggunakan panduan
adalah sifat ketergantungan yang ada pada wawancara yang telah dibuat sebelum sesi
diri individu (Deaux & Wrightsman, 1984). wawancara berlangsung.
Selain karena sifat ketergantungan yang ada Partisipan dalam penelitian ini
pada diri individu, kesamaan yang dimiliki memiliki kriteria seperti berikut: 1) Laki-laki
antara individu penolong dengan individu atau perempuan berusia 20-55 tahun, 2)
yang membutuhkan pertolongan merupa- Berdomisili di Daerah Istimewa Yogyakarta
kan salah satu faktor penting yang meme- dan sekitarnya, 3) Bersedia menjadi
ngaruhi perilaku menolong (Deaux & informan penelitian, 4) Pernah membantu
Wrightsman, 1984). Persepsi kesamaan proses penanganan bencana alam seperti
tersebut meningkatkan kecenderungan banjir, longsor, gempa bumi, erupsi gunung,
individu penolong untuk memberikan dll. secara independen. Penelitian ini
pertolongan kepada individu yang memiliki melibatkan tiga orang informan. Data
kesamaan dengannya (Lichtenbarger, 1999). penelitian yang didapat dianalisis
Kedua, norma sosial yang berlaku di menggunakan Interpretative Phenomenological
masyarakat. Salah satu norma sosial yang Analysis (IPA) dan diuji keabsahannya
berkaitan dengan perilaku menolong adalah menggunakan triangulasi sumber dengan
social responsibility norm. Norma tersebut mewawancara significant other para
mengatakan bahwa kita memiliki kewajiban informan.
untuk menolong individu-individu yang
membutuhkan pertolongan (Berkowitz & Hasil
Daniels, dalam Deaux & Wrightsman, 1984). Berdasarkan wawancara yang telah
Kemudian, selain social responsibility norm dilakukan kepada tiga informan utama dan
terdapat norma lain yang lebih kuat dan tiga significant other, ditemukan bahwa
mengikat yakni reciprocity norm. Gouldner terdapat perubahan bentuk perilaku
mengatakan bahwa individu memiliki menolong dari perilaku menolong yang
kewajiban untuk menolong individu lain spontan atau disebut spontaneous helping
yang sebelumnya pernah menolong dirinya menjadi perilaku menolong terencana atau
(dalam Deaux & Wrightsman, 1984). planned helping pada ketiga informan yang

53 E-JURNAL GAMA JOP


PERILAKU MENOLONG RELAWAN SPONTAN BENCANA ALAM

menjadi relawan spontan. Selain itu, Diskusi


perilaku menolong spontan muncul ketika Perilaku menolong yang muncul pada
terjadi suatu kondisi darurat dalam hal ini ketiga informan dan telah dijelaskan di atas
adalah bencana alam. Perilaku spontan merupakan perilaku menolong spontan
tersebut didorong oleh perasaan empati yang berlatar situasi darurat bencana alam.
yang sangat mendalam ketika melihat Berdasarkan temuan di lapangan, dorongan
kondisi dengan membayangkan apa yang yang memunculkan perilaku menolong
dialami korban kepada diri informan. spontan pada diri mereka berasal dari
Terakhir, perilaku tersebut didorong oleh kondisi yang dilihat maupun didengar oleh
rasa ingin tahu yang tinggi terhadap kondisi para informan yang kemudian menim-
bencana alam. Selain ketiga faktor tersebut, bulkan perasaan empati serta rasa ingin
ditemukan juga satu faktor eksternal yang tahu akan keadaan lokasi bencana alam.
mendorong perilaku menolong spontan Menurut Clary dan Orenstein (1991), faktor
ketiga informan yaitu adanya dorongan dari situasional atau yang biasa disebut faktor
orang tua mereka masing-masing serta eksternal lebih memiliki andil dalam
faktor lingkungan tempat tinggal yang mendorong munculnya perilaku menolong
membentuk perilaku menolong. spontan dibandingkan dengan faktor
Para relawan spontan memiliki nilai- disposisional atau faktor internal yang
nilai kepekaan sosial yang terinternalisasi datang dari dalam diri individu. Namun,
dalam diri mereka. Internalisasi kepekaan dalam penelitian ini ditemukan bahwa
ini ditunjukkan dengan aktivitas mereka faktor situasional dan faktor disposisional
yang konsisten. Beberapa tahun setelah memiliki peran dalam mendorong muncul-
menjadi relawan spontan saat bencana nya perilaku menolong spontan. Faktor
erupsi Merapi dan longsor Banjarnegara, situasional dalam hal ini kondisi lokasi
ketiga informan melanjutkan kontribusi bencana dan para korban memunculkan
mereka untuk menolong dengan bergabung rasa empati dari para informan yang
ke dalam organisasi relawan bencana. SG kemudian mendorong perilaku menolong.
bergabung ke PMI Magelang dan Tanggap Kedua faktor tersebut saling berinteraksi
Darurat, AD bergabung ke Disaster Response dalam memunculkan perilaku menolong
Unit, sedangkan NR bergabung ke spontan. Hal tersebut selaras dengan apa
Muhammadiyah Disaster Management yang dikatakan oleh Magnusson & Endler
Center. Berdasarkan wawancara yang telah (dalam Staub, 2003) bahwa suatu perilaku
dilakukan kepada ketiga informan, akan muncul karena adanya interaksi dan
ditemukan faktor pendorong lain yang saling keterkaitan antara faktor situasional
diasumsikan mendorong mereka untuk dengan faktor disposisional.
bergabung ke organisasi relawan yaitu sifat Penelitian yang dilakukan oleh Toi
penolong yang ada dalam diri masing- dan Batson (1982) menunjukan bahwa
masing individu, modeling perilaku munculnya rasa empati dalam diri individu
menolong yang dilakukan anggota keluarga ketika dihadapkan pada situasi yang
informan serta pengaruh lingkungan tempat membutuhkan pertolongan akan mendo-
tinggal informan. rong kemunculan perilaku menolong.
Sejalan dengan penelitian tersebut, Coke et
al., (1978) menyajikan dua komponen kunci
dalam pembentukan perilaku menolong.

E-JURNAL GAMA JOP 54


UTOMO & MINZA

Menurutnya ketika individu melihat dirinya mendorong berlanjutnya perilaku menolong


dari sudut pandang para korban yang mereka menjadi perilaku menolong teren-
membutuhkan pertolongan, hal tersebut cana. Faktor tersebut adalah sifat yang
akan meningkatkan respon emosional yang dimiliki ketiga informan, modeling terhadap
kemudian akan memunculkan rasa empati. perilaku menolong yang dilakukan oleh
Selanjutnya, rasa empati tersebut akan anggota keluarga informan, serta harapan
mendorong individu untuk menolong indi- akan pekerjaan di masa depan.
vidu lain yang membutuhkan pertolongan. Penelitian eksperimen yang dilakukan
Hal tersebut tampak pada temuan Staub (2003) menunjukan bahwa individu
penelitian yang muncul pada informan SG. dengan kepribadian yang dinilai lebih
Ketika dihadapkan pada kondisi sulit prososial akan cenderung lebih mudah
maupun darurat, SG kemudian meman- terdorong untuk menolong orang lain. Hal
dangnya dari sudut pandang individu yang tersebut dibuktikan dengan skor tinggi yang
membutuhkan pertolongan. Ia memikirkan didapatkan individu dari tes yang berkaitan
bagaimana jika dirinya, keluarganya mau- dengan perilaku menolong. Dalam pene-
pun orang-orang terdekatnya mengalami litian ini, ketiga informan dinilai memiliki
hal seperti itu. Dari hal itulah kemudian sifat kepedulian yang cukup besar kepada
rasa empati dalam diri SG muncul hingga orang lain maupun lingkungan di sekitar
akhirnya mendorong dirinya untuk mereka berdasarkan pengamatan orang-
menolong orang lain. Selain rasa empati, orang terdekat yang terjun ke lokasi
rasa ingin tahu yang ada dalam diri bencana alam bersama informan dan telah
individu juga dapat mendorong munculnya diwawancarai. Menurut significant others
perilaku menolong. Menurut Clary dan masing-masing, ketiga informan merupakan
Snyder (1999), salah satu faktor yang pribadi yang sangat peduli dengan orang-
mendorong seorang relawan untuk orang di sekitarnya. Mereka tidak segan
menolong adalah knowledge function, yaitu untuk menolong orang lain yang sedang
ketika ia berusaha untuk mempelajari suatu mengalami kesulitan. Selain sifat yang ada
kondisi maupun suatu keterampilan pada diri ketiga informan, ditemukan juga
khusus. bahwa dengan mencontoh perilaku meno-
Di samping faktor pendorong yang long yang dilakukan anggota keluarga
telah dijabarkan di atas, ditemukan pula dapat mendorong terbentuknya perilaku
satu faktor lain yang berasal dari luar diri yang sama. Grusec (dalam Dovidio dan
individu penolong yang dapat mendorong Penner, 2001) mengatakan bahwa dengan
munculnya perilaku menolong spontan para mengamati perilaku menolong orang tua
informan. Faktor tersebut merupakan maupun orang-orang terdekat, perilaku
dukungan yang datang dari orang tua menolong seorang anak dapat terdorong
masing-masing informan. Menurut Tec, untuk muncul. Baik perilaku menolong
dukungan dari keluarga dan orang-orang spontan maupun perilaku menolong jangka
terdekat merupakan salah satu faktor yang panjang keduanya dapat didorong oleh
penting untuk mendorong munculnya modeling yang dilakukan individu.
perilaku menolong (dalam Bordens dan Kemudian Fabes, Eisenberg, dan Miller
Horowitz, 2008). Selanjutnya, pada ketiga (dalam Dovidio dan Penner, 2001)
informan ditemukan faktor pendorong lain menemukan bahwa seorang anak perem-
yang diasumsikan lebih berperan dalam puan yang berempati kepada teman-teman

55 E-JURNAL GAMA JOP


PERILAKU MENOLONG RELAWAN SPONTAN BENCANA ALAM

di sekolahnya yang sedang dalam kesulitan, yang tinggal dalam lingkungan yang
memiliki seorang ibu yang juga berempati menyukai kebersamaan dan kolektivis atau
kepada orang lain dalam situasi yang sama. berfokus pada kelompok, akan lebih mudah
Ini menunjukan bahwa perilaku anak untuk memunculkan perilaku menolong
perempuan tersebut adalah hasil dari mereka dibandingkan dengan individu
modeling perilaku sang ibu. yang tinggal dalam lingkungan indivi-
Kemudian, dalam penelitian ini juga dualistis atau berfokus pada diri masing-
ditemukan bahwa harapan seorang individu masing.
akan pekerjaannya yang diinginkan di masa Di samping faktor-faktor pendorong
depan dapat mendorong munculnya perila- yang telah dipaparkan di atas, ditemukan
ku menolong. Clary dan Snyder (1999) pula faktor penghambat yang tidak
menyebutkan bahwa salah satu faktor yang memunculkan perilaku menolong pada
mendorong individu untuk bergabung informan. Salah satu faktor penghambat
dalam kegiatan kerelawanan jangka panjang tersebut adalah keberadaan orang lain di
adalah career function. Career function lokasi bencana alam. Menurut Deaux dan
merupakan faktor dimana seorang individu Wrightsman (1984), individu cenderung
ikut serta dalam kegiatan kerelawanan tidak akan menolong individu lain yang
karena dirinya memiliki harapan dan tujuan membutuhkan pertolongan ketika sudah
untuk pekerjaan yang berkaitan dengan banyak orang-orang yang berpotensi untuk
pengalamannya saat menjadi seorang rela- menjadi penolong di sekitar mereka. Kemu-
wan. Selain ketiga faktor internal, yakni sifat dian, banyaknya individu yang hadir di
dalam diri individu penolong, proses lokasi kejadian pun akan menimbulkan
modeling, dan career function, ditemukan pula suatu fenomena yang disebut sebagai
satu faktor eksternal yang dapat memuncul- difussion of responsibility. Diffusion of
kan perilaku menolong terencana yakni responsibility merupakan kondisi dimana
lingkungan tempat tinggal individu yang jumlah individu yang berpotensi untuk
berkaitan dengan adanya budaya tolong menolong cukup banyak, maka dapat
menolong. Menurut penelitian yang dilaku- dikatakan tanggung jawab untuk menolong
kan oleh Lucian Conway, dkk. (dalam akan terbagi dan tersebar pada setiap
Kassin, Fein, & Markus, 2011), individu
merasa mengemban tanggung jawab yang adalah waktu yang dibutuhkan untuk
jauh lebih sedikit dan akhirnya cenderung memberikan pertolongan. Ketika waktu
tidak akan memunculkan perilaku yang dibutuhkan untuk menolong cukup
menolong. Lalu berdasarkan penelitian banyak, maka individu cenderung tidak
yang dilakukan oleh Fritzsche, Finkelstein, akan memunculkan perilaku menolong.
dan Penner (2000), ditemukan bahwa beban Selanjutnya, Baron dan Branscombe
yang akan ditanggung oleh penolong (2012) dalam bukunya mengatakan bahwa
merupakan salah satu faktor yang dapat waktu yang digunakan individu untuk
menghambat munculnya perilaku meno- menolong orang lain tidak dapat digunakan
long. Menurut mereka, ketika beban yang untuk melakukan kegiatan lain seperti
akan ditanggung oleh penolong cukup halnya kegiatan yang berkaitan dengan
berat, maka kemungkinan munculnya peri- nilai-nilai ekonomi yakni bekerja dan
laku menolong akan semakin kecil. Selain menghasilkan uang. Apabila individu
itu, salah satu hal yang dapat menjadi beban memikirkan kepentingan ekonomi ketika

E-JURNAL GAMA JOP 56


UTOMO & MINZA

akan menolong orang lain, maka hal penelitian selanjutnya. Masyarakat umum
tersebut akan membuatnya cenderung yang ingin membantu dalam penanganan
untuk tidak memunculkan perilaku meno- bencana alam sebaiknya bekal ilmu pengeta-
long. Hal ini mengacu pada penelitian yang huan dan kemampuan yang cukup untuk
dilakukan oleh DeVoe dan Pfeffer (2010) menolong korban agar aparat dan relawan
yang menunjukan bahwa ketika seorang yang berasal dari organisasi tidak merasa
individu memasukan nilai-nilai ekonomi direpotkan dengan kehadiran mereka.
dalam waktu yang akan digunakan untuk Bagi peneliti selanjutnya yang tertarik
menolong, mereka cenderung tidak akan dengan tema relawan dan perilaku
melakukannya dan kemudian memilih menolong, ada baiknya apabila menggu-
untuk melakukan pekerjaan. nakan informan dengan rentang usia yang
lebih bervariasi, misal informan A berusia
23 tahun, informan B berusia 35 tahun, dan
Penutup informan C berusia 50 tahun. Selain rentang
Berdasarkan hasil temuan penelitian yang usia, faktor jenis kelamin juga sepertinya
telah dijabarkan dan dibahas pada bagian menarik untuk dibahas lebih lanjut, apakah
sebelumnya dapat disimpulkan bahwa individu dengan jenis kelamin laki-laki
perilaku menolong adalah perilaku yang cenderung lebih suka menolong dibanding-
dapat muncul secara spontan ketika melihat kan dengan yang berjenis kelamin perem-
individu lain dalam kesulitan dan bertujuan puan atau sebaliknya. Selain itu, faktor
untuk meringankan beban individu terse- kultural juga dapat lebih digali lagi karena
but, sehingga nantinya perilaku menolong lokasi penelitian berada di kota yang sarat
yang telah dilakukan akan mendatangkan akan budaya yakni Yogyakarta, sehingga
kebaikan bagi yang melakukannya. Selanjut- akan banyak sekali data menarik yang bisa
nya, perilaku menolong dapat dilakukan didapatkan apabila lebih melihat kepada
secara langsung maupun tidak langsung. faktor budaya yang memengaruhi perilaku
Menolong secara langsung dapat dilakukan menolong individu. Kemudian peneliti
dengan berinteraksi langsung dengan orang selanjutnya juga dapat menggali dari sisi
yang membutuhkan bantuan, sedangkan individu yang membutuhkan pertolongan
menolong secara tidak langsung dapat mengenai bagaimana perilaku mereka
dilakukan dengan melakukan kegiatan lain dalam mencari pertolongan atau yang
seperti penggalangan dana, donasi, dan disebut dengan help-seeking behavior.
lain-lain. Kemudian, relawan bencana alam
adalah individu yang memiliki keikhlasan Kepustakaan
lahir dan batin sehingga ia berdedikasi Amato, P. R. (1990). Personality and social
tinggi dalam menolong korban bencana network involvement as predictors of
alam. Dedikasi tinggi tersebut ditunjukkan helping behavior in everyday life.
dengan kesiapan dan kesigapannya untuk Social Psychology Quarterly, 53, 31-43.
menolong korban bencana. Baron, R. A., & Branscombe, N. R. (2012).
Social psychology thirteenth edition. New
Saran Jersey: Pearson.
Berikut adalah beberapa saran yang dapat Bordens, K. S., & Horowitz, I. A. (2008).
diberikan untuk pihak-pihak yang Social psychology third edition.
membutuhkan serta untuk perkembangan Minnesota: Freeload Press.

57 E-JURNAL GAMA JOP


PERILAKU MENOLONG RELAWAN SPONTAN BENCANA ALAM

CFE-DMHA. (2015). Indonesia disaster Israel, B. (2010, October 26). Indonesia's


management reference handbook. Hawaii: Explosive Geology Explained. Retrieved
Center for Exellence in Disaster from Live Science:
Management and Humanitarian http://www.livescience.com/8823-
Assistance. indonesia-explosive-geology-
Clary, E. G., & Snyder, M. (1999). The explained.html
motivations to volunteer: Theoretical Kassin, S., Fein, S., & Markus, H. R. (2011).
and practical considerations. Current Social psychology 8E. California:
Directions in Psychological Science, 8(5), Wadsworth Cengage Learning.
156-159. Latane, B., Darley, J.M. (1970). The
Coke, J. S., Batson, C. D., & McDavis, K. Unresponsive Bystander: Why Doesn’t
(1978). Empathic mediation of helping. He Help?. New York, NY: Appleton
Journal of Personality and Social Century Crofts.
Psychology, 36, 752-766. Lichtenbarger, D. M. (1999). The effects on
Deaux, K., & Wrightsman, L. S. (1984). Social similarity on altruism and its
psychology in the 80s. California: relationship to predicted versus actual
Brooks/Cole Publishing Company. helping behavior. Indiana University
DEPDIKBUD. (1982). Sistim gotong royong Undergraduate Research Conference (pp.
dalam masyarakat pedesaan Daerah 46-50). Indiana: SMART grant.
Istimewa Yogyakarta. Jakarta: Proyek Malau, I. L., & Waskita, D. (2012, May 25).
Inventarisasi dan Dokumentasi BNPB Antisipasi potensi siklus 4 tahunan
Kebudayaan Daerah. Merapi. Retrieved from Viva.co.id:
DeVoe, S. E., & Pfeffer, J. (2010). The stingy http://nasional.news.viva.co.id/news/r
hour: How the practice of billing time ead/420772-bnpb-antisipasi-potensi-
affects volunteering. Personality and siklus-4-tahunan-erupsi-merapi
Social Psychology Bulletin, 36, 470–483. Marjanovic, Z., Sruthers, C. W., &
doi:10.1177/0146167209359699 Greenglass, E. R. (2012). Who helps
Dovidio, J. F., & Penner, L. A. (2001). natural-disaster victims? Assessment
Helping and Altruism. In G. J. Flecher, of trait and situational predictors.
& M. S. Clark, Blackwell handbook of Analyses of Social Issues and Public
social psychology: Interpersonal processes Policy, 12(1), 245-267.
(pp. 162-195). Padstow: Blackwell Martono, J. (2013, May 27). Mengenang gempa
Publishing. tektonik 2006 di Yogyakarta dan
Fernandez, L. S., Barbera, J. A., & van Dorp, sekitarnya (1). Retrieved from
J. R. (2006). Spontaneous volunteer Kompasiana:
response to disaster: The benefits and http://www.kompasiana.com/jk.marto
consequences of good intentions. no/mengenang-gempa-tektonik-2006-
Journal of Emergency Management, 4(5), di-yogyakarta-dan-sekitarnya-
57-68. 1_5520a164a33311764646d137
Fritzsche, B. A., Finkelstein, M. A., & McGuire, A. M. (1994). Helping behaviors in
Penner, L. A. (2000). To help or not to natural environment: Dimensions and
help: Capturing individuals' decision correlates of helping. Personality and
policies. Social Behavior and Personality, Social Psychology Bulletin, 20, 45-56.
28, 561-578.

E-JURNAL GAMA JOP 58


UTOMO & MINZA

Rogstadius, J., Karapanos, E., Teixeira, C., &


Kostakos, V. (2013). An introduction
for system developers to volunteer
roles in crisis response and recovery.
10th International ISCRAM Conference, (pp.
874-883). Baden-Baden.
Staub, E. (2003). The psychology of good and
evil : Why children, adults, and groups
help and harm others. New York:
Cambridge University Press.
Toi, M., & Batson, C. D. (19820. More
evidence that empathy is a source of
altruistic motivation. Journal of
Personality and Social Psychology, 42,
281-292.
Veriawan, O. (2014). 68 persen wilayah DIY
rawan bencana. Retrieved from Tribun
Jogja:
http://jogja.tribunnews.com/2014/09/23
/68-persen-wilayah-diy-rawan-
bencana

59 E-JURNAL GAMA JOP

Anda mungkin juga menyukai