net/publication/301679649
CITATIONS READS
0 3,675
2 authors:
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
Penelitian Composite Leading Indicator (CLI) Pertumbuhan Ekonomi serta Composite Leading Indicator (CLI) Inflasi di Kabupaten Jember dan Kabupaten Banyuwangi View
project
Competitiveness Improvement Strategy of Soybean Commodity: Study of Food Security in East Java - Indonesia View project
All content following this page was uploaded by Adhitya Wardhono on 28 April 2016.
oleh
A. Pendahuluan
Secara geografis Indonesia terletak tepat pada episentrum kawasan bencana yang dikenal
dengan cincin api (ring of fire). Kawasan bencana ini membentang-melingkar mulai dari
perairan dan daratan Jepang, memutar searah jarum jam ke Australia, Papua Nugini,
Timor Leste, kepulauan Nusantara, daratan Asia hingga kembali ke Jepang. Lebih dari itu
secara geologis Indonesia juga terletak pada pertemuan tiga lempeng tektonik, yaitu: (1)
lempeng Eurasia (meliputi Benua Eropa dan Asia), (2) lempeng Indo-Australia (meliputi
Benua Australia dan Samudera disekelilingnya), dan (3) lempeng Samudera Pasifik
(Wagener, 1915). Sebagai episentrum kawasan tersebut, hampir semua potensi bencana
melekat dan terdapat di Indonesia mulai dari tanah longsor, banjir, angin puting beliung,
badai gurun, badai salju, tornado, kebakaran hutan, letusan gunung, tsunami. Jelasnya
wilayah Indonesia adalah wilayah rawan bencana yang hampir berpotensi terjadi
diseluruh provinsi di Indonesia.
Jika melihat pada data tahun 2002 hingga 2006 menunjukkan bahwa secara komprehensif
bencana mengambil bentuk yang beragam dan mengakibatkan korban yang tidak sedikit.
2
Paling tidak bencana banjir begitu dominan terjadi di Indonesia dalam kurun waktu
tersebut diatas (lihat Gambar 1).
Sumber: Bakornas,2007
3
akibat perubahan tata guna lahan dari lahan hutan menjadi lahan perkebunan. Kondisi ini
mempermudah pencucian tanah (run off) saat hujan turun.
Tabel 1. Beberapa Wilayah di Kabupaten Jember yang Terkena Banjir Bandang Tahun 2006
No Tempat Korban Kerugian
1 Kecamatan Panti (desa Kaliputih, Kemiri, Meninggal : 59 orang Rumah hanyut : 36
Suci) Luka berat : 2 orang Rumah rusak : 2.400
2 Kecamatan Rambipuji (desa Kaliwining, Luka ringan : 8 orang Jembatan putus : 6
Gugut, Rowotamtu, Curahmalang) Hilang : 16 orang Sawah rusak : 140 Ha
Kecamatan Balung (desa Gumelar) Terisolir : 300 orang Ternak hanyut : 100
3 Kecamatan Jenggawah (desa Jatimulyo, Mengungsi : 1.900 orang Listrik : padam
4 Cangkring) Akses transportasi :
Kecamatan Jelbuk (desa Sumbercandi, terputus
5 Panduman)
Kecamatan Kaliwates (desa Mangli)
6 Kecamatan Tanggul (desa Manggisan,
7 perkebunan Gondang)
Kecamatan Silo (desa Pace, Garahan)
8 Kecamatan Mayang (desa Tegalrejo,
9 Seputih)
Sumber : data BPS Jember tahun 2006
Berangkat dari paparan diatas maka tulisan ini berusaha untuk memaparkan kejadian
banjir bandang di Kecamatan Panti Kabupaten Jember dalam perspektif perhitungan
kerusakan dan kerugian secara ekonomi dan sosial yang dialami oleh masyarakat
setempat. Pendekatan yang digunakan dalam menghitung kerugian dan kerusakan adalah
pendekatan metode ECLAC yang telah diadaptasi dari realitas yang ada pada wilayah
bencana banjir bandang.
4
B. KERUSAKAN DAN KERUGIAN AKIBAT BENCANA BANJIR BANDANG DI KECAMATAN
PANTI – KABUPATEN JEMBER JAWA TIMUR
Fenomena bencana banjir bandang di Kabupaten Jember adalah fenomena yang relatif baru.
Artinya masyarakat secara spesifik baru memahami apa dan bagaimana banjir bandang itu.
Kenyataan ini menyadarkan masyarakat akan kejadian banjir bandang di Jember terjadi
tahun 2006 di Panti (Jember sebelah utara). Dari sisi aliran, banjir bandang adalah banjir yang
diikuti dengan aliran debris (aliran lumpur, kayu dan batu-batuan yang berasal dari hutan).
Banjir ini terjadi karena kondisi rawan di Pergunungan Argopuro daerah yang terletak di utara
Kabupaten Jember dipicu oleh adanya hujan dan tanah longsor.
Adanya bencana tersebut berakibat berupa kerusakan dan kerugian baik secara fisik,
ekonomi, sosial maupun lingkungan. Kerusakan dan kerugian tersebut dialami oleh
masyarakat terdampak secara langung pada sisi mikro dan juga dialami oleh pemerintah
desa, kecamatan dan kabupaten pada skala yang lebih luas. Secara ekonomis adanya
bencana banjir bandang tersebut berpengaruh terhadap keuangan pemerintah daerah
karena adanya anggaran untuk penanganan bencana tersebut. Oleh karenanya ketepatan
perhitungan merupakan suatu keharusan. Berikut ini sekilas akan dipaparkan metode
yang digunakan dalam penaksiran kerusakan dan kerugian, kondisi makro kabupaten
Jember, Kecamatan Panti dan juga Kerusakan serta Kerugian Akibat Banjir Bandang.
Terkait dengan hal tersebut, satu hal penting adalah bagaimana melakukan proses
penghitungan dan penilaian kerusakan dan kerugian akibat bencana tersebut.
Penghitungan kerusakan dan kerugian ini bermanfaat untuk menghitung adanya
kerusakan yang disebabkan oleh adanya bencana. Hal ini merupakan efek langsung
bencana yang dirasakan oleh masyarakat, pemerintah dan lainnya. Sejurus dengan hal
tersebut adanya penghitungan ini akan bermanfaat untuk rencana rehabilitasi dan
rekonstruksi pasca bencana.
6
Gambar 2. Penghitungan Kerugian dan Kerusakan dalam upaya Rehab-Rekon.
Metode ECLAC adalah metode menghitung kerusakan dan kerugian secara komprehensif
dan dilakukan tiap sektor. Menurut metode ini pembagian sektor dan kriteria
dikelompokkan sebagai mana Tabel 2 berikut.
Tabel 2. Pembagian sektor dan kriteria menurut metode ECLAC
No Sektor Utama Subsektor Kriteria
1. Sektor sosial - Perumahan Ringan : < 30%
- Pendidikan Sedang : 30-60%
- Sosial Berat : >60%
- Keluarga
2. Sektor - Transportasi dan energi Ringan : < 30%
Infrastruktur - Energi Sedang : 30-60%
- Sarana air dan pembuangan Berat : >60%
3. Sektor - Barang: Pertanian, industri, dll Menghitung luas dan nilai yang
Produktif - Jasa: Perdagangan, jasa ada di dalamnya
4. Dampak Global - Lingkungan
- Jender
- Ketenagaan dan kondisi sosial
- Penilaian Ekonomi Makro
Sumber: BNPB (2009).
Tahap penghitungan dikaitkan dengan masa sebelum dan sesudah adanya bencana. Hal ini
dimaksudkan agar tahap rehabilitasi dan rekonstruksi lebih baik dibandingkan dengan
periode sebelumnya. Selain itu perhitungan kerusakan dan kerugian juga harus dilakukan
8
dengan cepat. Hal ini mengingat proses rehabilitasi dan rekonstruksi harus sesegera
mungkin dilakukan setelah proses tanggap darurat selesai.
10
Kecamatan Panti merupakan kecamatan yang menerima dampak langsung adanya banjir
bandang tersebut. Secara geografis kecamatan panti terletak pada ketinggian antara 130
m hingga 600 m di atas permukaan laut dengan daerah yang paling tinggi adalah desa Suci
dan Desa Kemiri. Rata-rata tanaman pada ketinggian paling bawah (rendah) adalah
tanaman padi dan jagung, sedangkan rata-rata tanaman pada ketinggian atas adalah
tanaman perkebunan seperti kopi, kakao dan karet. Rata-rata masyarakat bekerja sebagai
petani dan juga buruh tani dan ada sebagian kecil yang bekerja sebagai karyawan kantor
di Kota Jember. Berikut ini kondisi kecamatan Panti dari jumlah penduduk, ketinggian, luas
wilayah, rata-rata pekerjaan, rata-rata komoditas yang diusahakan pada masing-masing
desa di Kecamatan Panti.
Tabel 4. Jumlah Penduduk, Ketinggian, Luas Wilayah, Rata-rata Pekerjaan, Rata-rata
Komoditas yang diusahakan pada masing-masing desa.
Desa/ Luas Perke- Jumlah Sekolah Penduduk
No Ketinggian 2
Sawah Tegalan
Keluarahan (km ) bunan penduduk SD SMP SMK miskin
1 Kemuningsari Lor 130 4.79 353.9 39.3 - 6,181 4 3 - 1,454
2 Glagahwero 180 2.88 219.8 14.7 - 4,999 3 - - 1,641
3 Serut 200 10.64 452 288.4 120 11,947 9 2 - 3,043
4 Panti 175 11.22 409 80 421 9,498 6 3 1 3,127
5 Pakis 450 26.97 318.5 53.1 270 6,553 3 - - 3,380
6 Suci 510 22.8 379 100.1 1273 10,087 6 2 2 2,257
7 Kemiri 600 14.66 278 184.2 11.6 8,414 5 1 2 3,788
Dari tabel 4 diketahui bahwa beberapa desa di Kecamatan Panti (Pakis, Suci dan Kemiri)
memiliki ketinggian > 400m dengan kemiringan rata-rata > 450 . Hal ini berpotensi untuk
longsor saat ada pemicu (trigger) hujan. Kondisi persawahan juga merupakan hal yang
perlu diperhatikan mengingat jika terjadi bencana banjir bandang dari Daerah Aliran
Sungai Kaliputih, persawahan tesebut dapat terpengaruh. Dampak langsung adanya banjir
11
bandang dapat menyebabkan sawah rusak. Selain itu adanya banjir bandang
menyebabkan aliran berjalan tidak seperti biasanya dan sebagai dampaknya pengarian ke
sawah juga terganggu. Begitu juga fasilitas-fasilitas yang lain seperti sekolah dan juga
adanya jumlah penduduk miskin dan lainnya.
Lebih dari 300 rumah mengalami kerusakan akibat bencana tersebut, baik dalam kategori
rusak ringan hingga rusak berat dengan jumlah kematian warga sebanyak 73 orang.
Adanya kerusakan tersebut secara ekonomi senilai dengan 22,5 M. Kerusakan rumah ini
merupakan efek terbesar yang ada di Kecamatan Panti. Sesaat setelah banjir bandang
terjadi masyarakat diungsikan ke Lapangan Dusun Kemiri dan Dusun Tenggiling (Desa
Kemiri), Desa Suci dan ada juga yang diungsikan ke Kecamatan Sukorambi (Kecamatan
yang berada di sebelah Selatan Desa Panti). Dalam kondisi tersebut masyarakat dalam
kondisi tidak berdaya, baik untuk tempat tinggal maupun untuk sumber daya ekonomi.
Salah seorang warga yang bernama Pak Sair sebagai korban bencana banjir bandang
Panti menceritakan dengan lugas bahwa:
”banjir tahun 2006 menyebabkan semuanya jadi rusak, harta benda yang
saya kumpulkan mulai tahun 1972 – 2005 baik sebagai supir Jember-Jakarta
12
(1972-2001) dan 2001-2005 sebagai supir sayur di Jember semuanya ludes
(habis tanpa bekas)”. Kini kami harus mulai semuanya dari nol, SIM (surat
ijin mengemudi) yang saya gunakan sebagai alat untuk mencari nafkahpun
ikut hanyut dalam banjir itu.
Gambar 1. Perumahan relokasi untuk Pengungsi di Desa Kemiri, Kec.Panti Kabupaten Jember
13
Fasilitas umum seperti musholla, masjid dan pondok pesantren juga terdampak hebat
dengan adanya banjir ini. Terdapat empat sekolahan yang rusak saat banjir bandang
terjadi. Murid-murid yang ada di sekolah tersebut diungsikan ke tempat yang aman
sehingga dalam waktu beberapa saat, kegiatan belajar-mengajar sempat libur (sekitar
seminggu) dan dibuka kembali di tenda-tenda pengungsian. Bagi anak-anak yang
keluarganya mengungsi di desa dan kecamatan lain, pemerintah memberikan fasilitas
kendaraan antar jemput untuk itu. Kegiatan tersebut berlangsung kurang lebih selama
enam bulan.
14
perekonomian warga. Hal ini berkaitan dengan akses yang terputus akibat rusaknya
jembatan tersebut. Jembatan tersebut tidak dapat memfasilitasi pengangkutan barang
dari hasil perkebunan kopi dan kakao yang ada di atas selama seminggu. Kerugian yang
ditimbulkan karena rusaknya jembatan tersebut sebesar Rp 800 juta. Nilai ini lebih besar
dibandingkan dengan nilai jembatan itu sendiri.
Gambar 2. Jembatan yang sudah diperbaiki sebagai penghubungan Dusun Delima dan
Bunot.
15
Gambar 3. Adanya Batu-batu yang masuk ke lahan sawah dan perkebunan menyebabkan
nilai ekonomis lahan tersebut berkurang.
16
Tabel 5. Kerusakan dan Kerugian Akibat Bencana Banjir Bandang di Panti dengan Pendekatan Metode ECLAC
No Sektor Subsektor Kerusakan (jumlah) Nilai Kerusakan (Rp) Kerugian (Rp)
Utama
Ringan Sedang Berat Ringan Sedang Berat Ringan Sedang Berat
1 Sektor sosial - Perumahan 100 56 226 2,500,000,000 2,240,000,000 18,080,000,000
0 0 0
- Pendidikan 0 2 2 0 100,000,000 200,000,000
0 90,000,000 0
- Musholla(Pondok 0 3 2 0 120,000,000 160,000,000
Pesantren) 0 0 0
- Masjid 0 0 1 0 0 90,000,000
0 0 0
2 Sektor -Transportasi
Infrastruktur
- Jembatan 0 0 3 0 0 260,000,000 0 0 800,000,000
- Jalan 0 0 2 0 0 400,000,000 0 0 200,000,000
- Energi 0 0 1 0 0 50,000,000 0 0 100,000,000
- Sarana air 0 0 1 0 0 50,000,000 0 0 100,000,000
3 Sektor - Barang
Produktif 0 0
- lahan sawah 0 100 0 0 0 200,000,000 500,000,000
0 0
- lahan 0 235 0 0 0 470,000,000 1,175,000,000
perkebunan 0 0
- Jasa 0 50 0 0 0 1,250,000,000 250,000,000
0 0
Perdagangan(pasar) 0 0 1 0 0 125,000,000 0 0 400,000,000
4 Dampak - Lingkungan 0 0 30,000,000 800,000,000
Global 0 0 1
0 0
- Ketenagaan dan 0 0 0
kondisi sosial Ada 0 0
0 0
- Penilaian Ekonomi 0 0 0
Makro ada 0 0
0 0
Total masing-masing 2,500,000,000 2,460,000,000 21,365,000,000 0 90,000,000 4,325,000,000
Total 30,740,000,000
Sumber: Data Sekunder dan Primer, 2010
17
Khusus untuk pasar sebagai tempat pertukaran antara penjual dan pembeli terhadap
suatu barang sempat terhenti selama dua bulan. Hal ini berpengaruh pada aktivitas
ekonomi warga yang menjual produk-produknya. Adanya stagnasi kegiatan tersebut
secara ekonomi dapat merugikan semua pihak baik penjual maupun pembeli dan juga
pemerintah daerah yang ada di dalamnya.
Akhirnya, secara total kerusakan dan kerugian akibat adanya bencana banjir bandang
tersebut bernilai ekonomi sebesar Rp 30,74 M. Nilai ini termasuk dalam kategori tinggi
mengingat Nilai PDRB Kecamatan Panti sebesar Rp 184,47 M atau dengan kata lain
kerusakan dan kerugian akibat bencana banjir bandang 16,66%. Hal ini belum termasuk
adanya dampak sosial dan psikologis akibat bencana.
18
Dalam skala makro Kabupaten Jember adanya bencana banjir bandang ini berpengaruh
terhadap struktur ekonomi terutama sektor perkebunan dan persawahan yang rusak dan
hilang karena adanya banjir tersebut.
C. PENUTUP
Pelajaran dari bencana banjir bandang Panti menyisakan rasa kemanusian dan
pertanyaan empiris yang tidak kering hingga saat ini. Bencana sedimen menjadi ancaman
yang relatif laten jika tidak segera terindentifikasi sebagai upaya mitigasi bencana
sedimen. Bencana alam banjir bandang terjadi masih diyakini karena aspek alam dan
manusia sebagai penyebabnya. Efek atau akibat bencana merupakan risiko yang
ditanggung oleh manusia yang ada di sekitar lokasi bencana tersebut baik berupa
kerusakan sarana sosial, infrastruktur, sumberdaya produktif maupun kondisi makro.
Penghitungan kerusakan dan kerugian yang cepat dan tepat dapat digunakan sebagai
dasar perencanaan tahap rehabilitasi dan rekonstruksi untuk memulihkan masyarakat
untuk kembali normal dan dapat menjalankan aktivitasnya. Kedepan upaya adopsi dan
adaptasi metode perhitungan kerusakan dan kerugian harus menjadi kajian yang
sistematis sehingga ketepatan dan kecepatan akan semakin jelas sebagai upaya
pemulihan kerugian dan kerusakan ekonomi dan sosial sebagai akibat bencana.
19
DAFTAR PUSTAKA
Benson C., dan Twigg J., 2007. Perangkat untuk Mengarusutamakan Penanganan Risiko
Bencana, Kerjasama Provention Consortium, HIVOS People Unlimited, Circel
Indonesia, Published in Jakarta
Naryanto dkk. 2007. Potensi Longsor dan Banjir Bandang serta Analisis Kejadian Bencana 1
Januari 2006 di Pegunungan Argipuro: Jurnal Alami Volume 12 Nomor 2
ISSN:0853-8514, Kabupaten Jember
Jovel J.R, 2007, Prosedur Umum Untuk Melakukan Penilaian Kerusakan dan Kerugian:
Langkah-langkah dalam mengaplikasikan Metodologi ECLAC, Disampaikan
dalam Pelatihan DaLA, 26-30 April 2009
Wagener, A. 1915. The Origin of Continents and Ocean. Translated by John Biram. Dover
Publication, USA.
20