Anda di halaman 1dari 23

Penialaian Pengurangan Resiko Bencana Erupsi Gunung Merapi Berdasarkan

Aspek Kapasitas Masyarakat di Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali

Audya Eka Putri


Teknik Geomatika, Institut Teknologi Sumatera
Institut Teknologi Sumatera
Jl. Terusan Ryacudu, Way Huwi, Kec. Jati Agung, Kabupaten Lampung Selatan, Lampung
35365

Email :
audya.121230093@student.itera.ac.id

ABSTRAK
Penelitian yang dilaksanakan merupakan jenis penelitian deskriptif. Data penelitian ini diambil
dengan menggunakan metode pengumpulan data dan wawancara yang dilakukan di Kecamatan
Selo, data penelitian ini dikumpulkan di desa yang terdekat dengan lereng Gunung Merapi.
Penilaian kapasitas masyarakat di ukur berdasarkan empat variabel,yaitu: sosial, fisik, ekonomi
dan lingkungan,sedangkan variabel untuk kapasitas pemerintah adalah legislasi, perencanaan,
kelembagaan, pendanaan, pengembangan kapasitas dan penyelenggaraan penanggulangan
bencana. Hasil kajian menunjukkan bahwa kemampuan masyarakat dalam merespon bencana
akibat erupsi sebagian besar masih rendah. Kapasitas Pemerintah dalam upaya pengurangan
risiko bencana juga relatif lemah, dengan sebagian besar indikator masih dalam tahap
perencanaan. Mitigasi bencana terkait erupsi struktural dan non-struktural belum terstruktur
dengan baik. Tidak ada upaya nyata dalam upaya pengurangan risiko bencana. Sebagian besar
masyarakat belum pernah mendapatkan sosialisasi tentang bencana tersebut. Berdasarkan hasil
penelitian disimpulkan bahwa tingkat kapasitas masyarakat dan kemampuan pemerintah dalam
merespon bencana erupsi tergolong rendah, sehingga pemerintah daerah perlu bekerjasama
dengan masyarakat. mampu membangun kapasitas melalui sosialisasi kerja pengurangan
bencana kepada masyarakat luas.
Kata kunci: erupsi,Gunung Merapi,bencana alam

PENDAHULUAN

Gunung Api atau Gunung Vulkanik merupakan bukit atau gunung yang dibentuk dari
timbunan semua material hasil erupsi yang melewati satu atau beberapa saluran yang disebut
juga volcanic vents pada beberapa timbunan yang ada dipermukaan bumi dari timbunan
rempah gunung api, dapat juga diartikan sebagai jenis kegiatan magma yang sedang
berlangsung dan rempah lepas gunung api yang nyatanya keluar dari dalam bumi. kebanyakan
mempunyai bentuk permukaan yang berbeda, ada yang memiliki permukaan yang berkontur,
datar, bertebing, dan terkadang bisa memiliki permukaan yang miring halus. Gunung berapi
yang berada diatas permukaan laut lebih banyak dari gunung berapi yang ada didaratan dan
gunung berapi yang ada di permukaan laut kebanyakan terbentuk dari lempeng yang ada di
dasar laut, gunung berapi ini lebih banyak dari gunung berapi yang ada di daratan. (Setyadi,
2010)
Erupsi Gunungapi Merapi pada Bulan Oktober – November 2010 dengan jumlah total
material letusan 150 juta m3, lebih dari 300 korban jiwa, dan nilai kerugian mencapai 4,23
triliun rupiah dinyatakan sebagai letusan terbesar dalam 20 tahun terakhir (Dwi, 2010). Namun
demikian pasca terjadinya erupsi banyak masyarakat yang kembali menempati daerah bahaya,
meskipun telah banyak korban jiwa dan kerugian harta benda. Hal ini tentunya menyimpan
potensi risiko bencana pada masa yang akan datang. Untuk mengurangi risiko bencana perlu
adanya tatanan kehidupan masyarakat yang selaras dengan potensi bahaya di wilayah tersebut.
Upaya yang dapat dilakukan adalah dengan membangun sistem pengelolaan kebencanaan.
Pengelolaan kebencanaan adalah rangkaian kegiatan yang terdiri atas kejadian bencana,
penanganan darurat, rehabilitasi, rekonstruksi, mitigasi, dan kesiapsiagaan menghadapi
bencana berikutnya. Salah satu bagian dalam pengelolaan kebencanaan adalah mitigasi
bencana, yaitu serangkaian upaya pengurangan risiko bencana baik melalui pengembangan
fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana. Pasca
erupsi tahun 2010 diperkirakan telah terjadi perubahan morfologi terutama di Lereng Selatan
Gunungapi Merapi sebagai daerah yang paling banyak terkena dampak erupsi. Hal ini akan
berpengaruh terhadap potensi bahaya pada peristiwa erupsi selanjutnya. Disisi lain dengan
masih banyaknya penduduk yang kembali menempati daerah bahaya pasca erupsi akan
menimbulkan risiko bencana. Berkaitan dengan hal tersebut perlu disusun kembali sistem
informasi mengenai bahaya dan risiko bencana Gunungapi Merapi dengan melakukan
pemetaan tingkat bahaya dan risiko bencana. Data spasial sangat dibutuhkan untuk menyusun
identifikasi bahaya, perencanaan mitigasi dan kesiapsiagaan, serta tindakan tanggap darurat
dan rekonstruksi pasca bencana (Putra, 2011). Oleh karena itu, pembaharuan informasi
mengenai bahaya dan risiko bencana di wilayah Gunungapi Merapi sangat penting untuk
mendukung upaya mitigasi sebagai bagian dari pengelolaan kebencanaan yang bertujuan
mengurangi dampak akibat bencana erupsi di masa yang akan datang serta untuk penyusunan
sistem informasi pengelolaan kebencanaan yang lebih komprehensif (Sudibyakto, 2000)

TEORI DAN METODE


A. TEORI
Gunungapi Merapi merupakan gunungapi tipe strato, dengan ketinggian 2980 meter
dari permukaan laut.Secara geografis terletak pada posisi 7 derajat 32.5’ Lintang Selatan dan
110 derajat 26.5’ Bujur Timur, secara administratif terletak pada 4 wilayah kabupaten yaitu
Kabupaten Sleman di Provinsi DI Yogyakarta,dan Kabupaten Magelang,Kabupaten Boyolali,
dan Kabupaten Klaten di Provinsi Jawa Tengah. Gunung Merapi terletak di perbatasan dua
provinsi D.I. Yogyakarta dan Jawa Tengah, bertipe gunungapi strato dengan kubah lava,
elevasi ± 2.911 mdpl dan mempunyai lebar ± 30 km (Eko Teguh Paripurno, 2008). Erupsinya
paling aktif di Indonesia sehingga mendapat perhatian khusus dari pemerintah maupun
masyarakat. Sejarah erupsi Gunungapi Merapi dapat diketahui berdasarkan umur batuan yang
berasal dari endapan hasil erupsi, awan panas, dan endapan lahar di bagian utara, selatan dan
barat (Indisari, 2012)
Bencana (disaster) merupakan fenomena yang terjadi karena komponen- komponen
pemicu (trigger), ancaman (hazard) dan kerentanan (vulnerability) bekerja bersama secara
sistematis, sehingga menyebabkan terjadinya risiko (risk) pada komunitas sesuai Undang-
Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang penanggulangan bencana menjelaskan bahwa bencana
adalah sebuah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam, mengganggu kehidupan
dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh faktor alam dan/ atau faktor non alam
maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa, kerugian harta benda,
dampak psikologis dan gangguan kesehatan mental yang lebih kompleks.
Salah satu hal yang harus diperhatikan dalam program penanggulangan bencana adalah
kapasitas, baik kapasitas masyarakat ataupun kapasitas pemerintah setempat dalam program
penanggulangan bencana. Kapasitas dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana
merupakan parameter penting untuk menentukan keberhasilan pengurangan risiko bencana.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Erupsi di definisikan sebagai letusan gunung
berapi atau semburan sumber minyak dan uap panas dari dalam bumi.Erupsi adalah pelepasan
magma,gas, abu dan material lain ke atmosfer atau permukaan bumi oleh aktivitas gunung
berapi.Erupsi gunung berapi terjadi jika ada pergerakan atau aktivitas magma dari dalam perut
bumi menuju permukaan bumi.

Menurut Kementerian ESDM (2008) secara umum,erupsi dapat dibedakan menjadi


dua,yaitu :
a) Erupsi Eksplosif, yaitu proses keluarnya magma, gas atau abu disertai tekanan yang
sangat kuat sehingga melontarkan material padat dangas yang berasal dari magma
maupun tubuh gunung api ke angkasa. Erupsi eksplosif inilah yang terkenal sebagai
letusan gunung berapi.Letusan ini terjadi akibat tekanan gas yang teramat kuat.
b) Erupsi Efusif,yaitu peristiwa keluarnya magma dalam bentuk lelehan lava. Erupsi efusif
terjadi karena tekanan gas magmatiknya tidak seberapa kuat, sehingga magma kental
dan pijar dari lubang kepundennya hanya tumpah mengalir ke lereng-lereng puncak
gunung itu.
METODE
Penelitian ini dilakukan di wilayah Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali, Provinsi
Jawa Tengah Kabupaten Boyolali merupakan salah satu dari 35 Kabupaten/Kota di Propinsi
Jawa Tengah,terletak antara 110° 22’ - 110° 50’ Bujur Timur dan 7° 7’ - 7° 36’ Lintang Selatan,
dengan ketinggian antara 75 - 1500 meter di atas permukaan laut.
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Sampel dalam penelitian ini
adalah warga desa di Kecamatan Selo, yang kemudian dari desa tersebut dipilih dusun-dusun
yang paling dekat dengan lereng Gunungapi Merapi yaitu ada tujuh desa yaitu Tlogolele,
Kalakah, Jrakah, Lencoh, Samiran, Suroteleng, dan Selo, dengan jumlah keseluruhan sampel
sebanyak 138 responden.
Adapun penilaian kapasitas masyarakat di ukur berdasarkan empat variabel, yaitu :
sosial, fisik, ekonomi dan lingkungan, sedangkan variabel untuk kapasitas pemerintah adalah
legislasi, perencanaan, kelembagaan, pendanaan, pengembangan kapasitas dan
penyelenggaraan penanggulangan bencana.Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini
menggunakan kuesioner, wawancara, observasi dan dokumentasi. Teknik analisis data yang
digunakan berupa deskriptif kualitatif

HASIL DAN PEMBAHASAN


Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali terkait
pengurangan resiko bencana erupsi gunung berapi, penelitian ini dilakukan dengan metode
deskriptip kuantitaf, sebanyak 138 responden sudah memberikan pendapat terkait penelitian
tentang pengurangan resiko bencana erupsi gunung berapi di kecamatan selo.

A. Kapasitas Masyarakat Dalam Upaya Pengurangan Resiko Bencana Erupsi


Gunung Berapi di Kecamatan Selo

Kapasitas adalah kemampuan suatu daerah dan masyarakat untuk


menanggulangi bencana , seperti melakukan suatu Tindakan untuk mengurangi dampak
bencana yang akan terjadi, secara terpadu dan struktur. Kapasitas masyarakat
Kecamatan Selo memiliki empat bidang yaitu: Sosial, Fisik, Ekonomi, dan Lingkungan.
Dapat dilihat pada tabel:

Interval Persen Kriteria Sosial Fisik Ekonomi Lingkungan


F % F % F % F %
66,68%-100% Tinggi 0 0% 0 0% 13 9% 5 4%
33,34%-66,67% Sedang 13 9% 4 3% 30 22% 73 53%
0%-33,33% Rendah 125 91% 134 97% 95 69% 60 43%
138 100% 138 100% 138 100% 138 100%
Tabel 1. Hasil Perhitungan Tingkat Kapasitas Masyarakat dalam Upaya Pengurangan Resiko
Bencana Erupsi di Kecamatan Selo

Berdasarkan tabel diatas perhitungan yang bersumber dari wawancara kepada 138
warga Kecamatan Selo terkait kapasitas masyarakat dalam pengurangan resiko bencana erupsi
gunung berapi di Kecamatan Selo.
Berdasarkan hasil perhitungan pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa kapasitas masyarakat
berdasarkan bidang sosial jika terjadi bencana erupsi di Kecamatan Selo sebanyak 91%
didominasi oleh kategori rendah. Sebagian besar masyarakat masih menganggap bahwa daerah
yang mereka huni sekarang bukanlah daerah yang rawan terhadap bencana erupsi gunung
api.Mereka menganggap bahwa Gunung Merapi bukanlah gunung berapi yang berbahaya
karena selama mereka tinggal didaerah tersebut belum pernah terjadi aktivitas gunung berapi
yang membahayakan yang mengarah ke kecamatan Selo.
Kurangnya kesadaran masyarakat akan bahaya dan ancaman yang dapat ditimbulkan
dari bencana erupsi disebabkan karena sebagian besar warga masyarakat di Kecamatan Selo
belum pernah mendapatkan sosialisasi atau penyuluhan mitigasi bencana erupsi, sehingga
sebagian besar responden hanya mengetahui sedikit saja tentang cara mitigasi bencana erupsi,
bahkan beberapa responden tidak mengetahui sama sekali tentang cara mitigasi bencana erupsi.
Sebagian besar masyarakat belum pernah menjadi korban bencana erupsi secara
langsung. Beberapa responden yang pernah mengalami bencana erupsi hanya terkena abu
vulkanik saja pada saat Gunung Merapi meletus.Karena pengalaman bencana yang belum
pernah mereka alami,usaha-usaha yang dilakukan masyarakat dalam peningkatan kapasitas
masih kurang, apalagi mereka menganggap daerah yang mereka huni merupakan daerah yang
aman terhadap bencana erupsi.
Peranan pemerintah desa/ kelurahan setempat dalam masalah pengurangan risiko
bencana, khususnya bencana erupsi dinilai masyarakat masih sangat kurang. Hal tersebut bisa
terjadi karena mereka menganggap bencana di daerah tersebut belumpernah ada atau jarang
terjadi bancana alam, padahal pemerintah merupakan salah satu komponen terpenting sebagai
penggerak masyarakat dalam hal penanggulangan bencana.
Organisasi pemerintah lokal di daerah penelitian yang khusus dibentuk dengan tujuan
penanganan bencana alam juga belum ada,hal ini terjadi karena baik masyarakat dan
pemerintah belum merasa penting akan hal tersebut. Apabila ada sosialisasi biasanya
terintegrasi dalam kegiatan PKK desa atau kegiatan sejenisnya. Sosialisasi yang sering
diadakan jugabiasanya bukan mengenai masalah bencana, namun lebih sering mengenai hal
kesehatan dan ekonomi.
Kapasitas masyarakat berdasarkan bidang fisik jika terjadi bencana erupsi gunung
berapi pada tabel 1 sebanyak 97% didominasi oleh kategori rendah. Berdasarkan hasil
penelitian, tidak ada bangunan khusus yang digunakan untuk melindungi diri dari bencana
erupsi seperti contohnya bunker atau sejenis bangunan khusus yang tahan terhadap api.
Bangunan yang dikhususkan untuk mengungsi apabila terjadi bencana alam juga belum
tersedia, masyarakat yang pernah menjadi korban kejadian bencana atau musibah, seperti tanah
longsor atau kebakaran hanyamengungsi ke rumah tetangga atau saudara dekat mereka. Jalur
evakuasi bencana alam di daerah penelitian juga belum tersedia.
Jalur evakuasi sebenarnya sangat penting untuk memudahkan para korban mengungsi
ke tempat yang lebih aman. Sebagian besar masyarakat menganggap bahwa bangunan rumah
yang mereka huni bukan merupakan bangunan yang dapat tahan terhadap bencana erupsi,
karena dari beberapa responden yang ditemui masih banyak yang tinggal dirumah semi
permanen.
Aspek kapasitas masyarakat berdasarkan bidang ekonomi pada tabel 1.1 sebanyak 69%
di dominasi oleh kategori rendah.Berdasarkanhasil penelitian yang telah dilakukan, sebagian
besar responden menjawab bahwa penghasilan dari pekerjaan yang diperoleh masih belum
cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Jumlah penghasilan rata-rata dihitung dari
pendapatan kotor suami-istri yaitu berkisar antara Rp.2.000.000 - Rp.3.899.000 per bulan.
Hampir sebagian besar responden mempunyai jaminan kesehatan atau asuransi yang diberikan
pemerintah dalam bentuk KIS atau Kartu Indonesia Sehat dan BPJS Kesehatan untuk
menjamin kesehatan dan keselamatan mereka apabila suatu saat mereka terkena musibah
ataupun sakit.
Sebagianbesar respondenmenjawabbahwa mereka tidak mempunyai simpanan atau
tabungan yang akan mereka gunakan apabila bencana atau musibah terjadi. Beberapa
responden yang memiliki simpanan atau tabungan tidak semuanya berbentuk uang, tetapi ada
yang dalam wujud perhiasan emas, tanah, sawah dan binatang ternak. Simpanan keuangan
ataupun tabungan dirasa penting karena apabila suatu saat mereka memerlukan biaya besar
tabungan tersebut dapat merekagunakan.
Sebagian besar responden tidak mempunyai pekerjaan lain atau pekerjaan sampingan
di luar pekerjaan utamanya. Beberapa responden yang memiliki pekerjaan sampingan biasanya
para ibu rumah tangga yang apabila musim panen tiba mereka ikut bekerja di kebun atau sawah,
atau para petani yang juga menjadi peternak hewan. Selain itu, ada juga ibu rumah tangga yang
berjualan perabotan rumah tangga ataupun toko sembako di rumahnya.
Berdasarkan tabel 1 dapat diketahui bahwa kapasitas masyarakat berdasarkan bidang
lingkungandalambencana erupsi dilereng utara Gunung Merapi sebanyak 53% didominasi oleh
kategori sedang. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, masyarakat di Kecamatan
Selo menganggap bahwa pengelolaan sumber daya alam yang ada di wilayah mereka sudah
dirasa cukup baik, seperti contohnya pengelolaan sumber daya air yangdikelola secaramandiri
oleh masyarakat dan pengelolaan sampah yang cukup baik dengan memisahkan sampah
organik dan anorganik. Selain itu, ada juga bantuan bibittanaman kepada beberapa warga yang
diberikan oleh Perhutani sebagai salah satu langkah penghijauan.
Akses terhadap ketersediaan kebutuhan pokok masyarakat di sekitar lereng utara
Gunung Merapi sudah dirasa cukup baik oleh masyarakat. Letak Kecamatan Selo yang berada
di sekitar lereng Gunung Merapi membuat daerah tersebut memiliki potensi dibidang pertanian
yang beragam karena tanahnya yang subur dan udaranya yang sejuk. Kecamatan Selo
menghasilkan beberapa komoditi tanaman pangan unggulan diantaranya berupapadi
sawah,jagung, ketelapohon,ubijalar dan kacang tanah
KESIMPULAN
Berdasarkanhasilpenelitiandan pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa Tingkat
kapasitas masyarakat di kecamatan selo apabila suatu saat mereka menghadapi bencana erupsi
secara umum masih dalam tingkatan rendah dan Kapasitas pemerintah sebagai salah satu hal
yang dapat mendorong tingginya kapasitas masyarakat juga ternyata masih rendah. Wilayah
desa / kelurahan di Kecamatan Selo masih tergolong dalam kategori Desa/ Kelurahan Tangguh
Bencana Pratama, yang terakhir tentang Mitigasi bencana struktural dan non struktural bencana
erupsi secara umum masih belum terbentuk. Pembangunan yang bersifat fisik dalam upaya
pengurangan resiko bencana masih belum tersedia, begitu juga dengan upaya mitigasi non
struktural melaluiupayapenyadarandanpendidikanjuga belum ada.

DAFTAR PUSTAKA
Dwi, S. (2010). Erupsi Merapi Semburkan 150 Juta Meter Kubik Material. Erupsi Merapi Semburkan
150 Juta Meter Kubik Material.
Indisari, G. (2012). Indentifikasi Tingkat Kerusakan Lahan Akibat Erupsi Merapi Tahun 2010
Menggunakan Penginderaan Jauh di Kecamatan Cangkringan. Skripsi Jurusan Geofrafi
Fakultas Ilmu Sosial UNY.
Putra, T. A. (2011). A Local Spatial Data Infrastructure to Support the Merapi . The Indonesian
Journal of Geography, 25-48.
Setyadi. (2010). Definisi Gunung Berapi. Gunung Berapi.
Sudibyakto. (2000). SIPBI: A Geographic Information Sytem For Disaster Management in Indonesia.
The Indonesian Journal Geography, 59-66.
Jurnal Geografi 16(2) (2019) 105-110

JURNAL GEOGRAFI
https://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/JG

Penilaian Pengurangan Risiko Bencana Erupsi Gunung Merapi Berdasarkan


Aspek Kapasitas Masyarakat di Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali
Rahma Hayati*1 Andi Irwan Benardi2, Hemy Bayu Laksono3 dan Ashabul
Kahfi4
1,2,3,4
Jurusan Geografi, Universitas Negeri Semarang, Indonesia

Article Info Abstrak


Article History
Penelitian yang dilaksanakan merupakan jenis penelitian deskriptif. Data yang diambil berupa
Submitted 10 Juni 2019 hasil penelitian yang dilakukan dengan teknik pengumpulan data berupa instru- men dan wawancara
yang dilakukan dengan mengambil sampel di Kecamatan Selo, data tersebut kemudian
Accepted 25 Juli 2019 dianalisis secara deskriptif kuantitatif. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari
beberapa dusun pada masing-masing desa yang paling dekat dengan lereng Gunung Merapi.
Publish 31 Juli 2019 Penilaian kapasitas masyarakat di ukur berdas- arkanempatvariabel, yaitu: sosial, fisik,
ekonomi danlingkungan, sedangkanvariabel untuk kapasitas pemerintah adalah legislasi,
perencanaan, kelembagaan, pendanaan, pengembangan kapasitas dan penyelenggaraan
Keywords: penanggulangan bencana. Hasil pene- litian menyatakan bahwa, kapasitas masyarakat dalam
menghadapi bencana erupsi sebagian besar termasuk dalam kategori rendah. Kapasitas
rainfall variability; LISEM; pemerintah dalam upaya pengurangan risiko bencana juga masih tergolong rendah, sebagian
watershed; hydrology besar indikator ma- sih dalam tahap perencanaan. Mitigasi struktural dan non struktural bencana
response; run-off erupsi masih belum tersusun dengan baik. Belum ada upaya nyata secara fisik dalam upaya
pengurangan risiko bencana. Sebagian besar masyarakat juga belum pernah mendapat- kan
sosialisasi tentang kebencanaan. Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa tingkat
kapasitas masyarakat dan kapasitas pemerintah dalam menghadapi bencana erupsi termasuk
dalam kategori rendah, maka sebaiknya pemerintah setempat dapat bekerjasama dengan
masyarakat untuk dapat meningkatkan kapasitas melalui sosiali- sasi mitigasi bencana kepada
masyarakat secara menyeluruh.

Abstract
Research carried out is a type of descriptive research. Data taken in the form of results of research
conductedbydatacollectiontechniques in the formof instruments and interviewsconductedby
taking samples in the District of Selo, the data is then analyzed descriptively quantitative. The
sample used in this study was taken from several hamlets in each village closest to the slopes of
Mount Merapi. Community capacity assessment is measured based on four variables, namely:
social, physical, economic and environmental, while the variables for government capacity are
legislation, planning, institutional, funding, capacity building and disaster management. The re-
sultsof thestudystatedthat, thecapacity of thecommunity in facingeruptiondisasterwasmostly
includedinthelowcategory. Thecapacityof thegovernment in disasterrisk reductioneffortsis
also still relatively low, most indicators are still in the planning stage. Structural and non-structu-ral
mitigation of eruption disaster is still not well structured. There has not been any real physical effort
in disaster risk reduction efforts. Mostof thepeoplehavenever received any information
aboutdisaster. Basedontheresults of the studyconcluded that the level of communitycapacity
andgovernmentcapacityindealingwitheruptiondisastersisincludedinthelowcategory, then
the local governmentshould beabletoworkwiththecommunity to beableto increasecapacity
through disaster socialization dissemination to the community as a whole.

© 2019 The Authors. Published by UNNES. This is an open access article


under the CC BY license (http://creativecommons.org/licenses/by/4.0/)

* E-mail : rahmahayati72@mail.unnes.ac.id
Address : Sekaran, Gunung Pati, Semarang City,Central Java
50229 Indonesia

DOI 10.15294/jg.v16i2.20406 p-ISSN 2549-3078 e-ISSN 2549-3094


Jurnal Geografi 16(2) (2019) 105-110 106
PENDAHULUAN a. Erupsi Eksplosif, yaitu proses keluarnya mag-ma,
gas atau abu disertai tekanan yang san-gat kuat
Gunungapi Merapi merupakan gunungapi tipe sehingga melontarkan material padat dan gas
strato, dengan ketinggian 2980 meter dari per- mukaan yangberasal darimagma maupun tu- buh gunung
api ke angkasa. Erupsi eksplosif inilah yang
laut. Secara geografis terletak pada posisi 7o 32.5’ terkenal sebagai letusan gunung berapi. Letusan
Lintang Selatan dan 110o 26.5’ Bujur Ti- mur, secara ini terjadi akibat tekanan gasyang teramat kuat.
administratif terletak pada 4 wilayah kabupaten yaitu
Kabupaten Slemandi Provinsi DI Yogyakarta, dan b. Erupsi Efusif, yaituperistiwakeluarnyamag- ma
Kabupaten Magelang, Kabupaten Boyolali, dan dalam bentuk lelehan lava. Erupsi efusif terjadi
Kabupaten Klaten di Provinsi Jawa Tengah. Gunung karena tekanan gas magmatiknya tidak seberapa
Merapi terletak di perbatasan dua provinsi D.I. kuat, sehingga magma kental dan pi-jar dari lubang
Yogyakarta dan Jawa Tengah, berti- pe gunungapi kepundennya hanya tumpah mengalir ke lereng-
strato dengan kubah lava, elevasi ± 2.911 mdpl dan lereng puncak gunung itu.
mempunyai lebar ± 30 km (Eko Teguh Paripurno,
Pengkajianrisikobencanabencanaerupsidi
2008). Erupsinya paling aktif di Indonesia sehingga
Kecamatan Selo dapat dilakukan dengan analisis
mendapat perhatian khu- sus dari pemerintah maupun
tingkat kapasitas. Kapasitas merupakan kemampu- an
masyarakat. Sejarah erupsi Gunungapi Merapi dapat
daerah dan masyarakat untuk melakukan tin- dakan
diketahui berdas- arkan umur batuan yang berasal dari
pengurangan ancaman dan potensi kerugian akibat
endapan hasilerupsi, awan panas, dan endapan lahar di
bencana secara terstruktur, terencana danterpadu.
bagianutara, selatan dan barat (Widiyanto dan A. Rah-
Kapasitas dapat berkaitan dengan sumber-daya,
man, 2008 dalam Indirasari, 2012: 2).
Bencana (disaster) merupakan fenomena keterampilan, pengetahuan, kemampuan or- ganisasi,
dan sikap untuk bertindak dan merespon suatu krisis
yang terjadi karena komponen- komponen pemicu (Anderson dan Woodrow, 1989 dalam Khasyir
(trigger), ancaman (hazard) dan kerentanan (vulne- Muhammad 2016). Adanya ancaman dan kerentanan
rability) bekerja bersama secara sistematis, sehing- ga bencana menjadikan kapasitas mutlak untuk
menyebabkan terjadinya risiko (risk) pada ko- dikembangkan. Semakin besar kapasitas dankemampuan
munitassesuaiUndang-Undang Nomor 24Tahun 2007 masyarakat dalam mengelola benca- namaka akan
tentang penanggulangan bencana menjelas- kan bahwa semakinkecil dampakkerugian dan korban yang
bencana adalah sebuah peristiwa atau rangkaian ditimbulkan. Hal seperti inilah yang dirintis dalam
peristiwa yang mengancam, menggang- gu kehidupan program pengurangan risiko benca- na.
dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik Berdasarkan Undang-Undang Republik In-
oleh faktor alam dan/ atau faktor non alam maupun donesia Nomor 24 Tahun 2007 menjelaskan bah- wa
faktor manusia sehingga men- gakibatkan timbulnya mitigasi merupakan sebuah upaya untuk men- gurangi
korban jiwa, kerugian harta benda, dampak psikologis risiko bencana melalui pembangunan fisik, penyadaran
dan gangguan kesehatan mental yang lebih kompleks. dan peningkatan kemampuan masya- rakat. Hasil dari
Salah satu hal yangharus diperhatikan dalam program upaya mitigasi bencana digunakan untuk proses
penanggulan- gan bencana adalah kapasitas, baik kesiapsiagaan bencana.
kapasitas masy- arakat ataupun kapasitas pemerintah Gunungapi Merapi merupakan salah satu
setempat da- lam program penanggulangan bencana. gunungapi yang diindikasikan masih aktif. Masya- rakat
Kapasitas dalam penyelenggaraan penanggulangan harus mempunyai kemampuan untuk meng- hadapi
bencana merupakan parameter penting untuk bencana erupsi yang mungkin bisa terjadi kapan saja.
menentukan keberhasilan pengurangan risikobencana. Upaya pengurangan risiko bencana diwujudkan dalam
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, komitmen nasional mengenai penanggulangan
Erupsi di definisikan sebagai letusan gunung berapi bencana, yaitu dengan diberla- kukannya Undang-
atausemburansumberminyakdan uappanas dari Undang Nomor 24 Tahun2007 tentang Penanggulangan
dalambumi.Erupsiadalahpelepasanmagma,gas, abu Bencana. Undang- Undang tersebut dalam pasal 26
danmaterial lain keatmosferataupermukaan menjelaskan bah- wa
bumiolehaktivitas gunungberapi. Erupsi gunung setiaporangberhakmendapatkanpendidikan, pelatihan,
berapi terjadi jika ada pergerakan atau aktivitas penyuluhan, dan keterampilan dalam
magma dari dalam perut bumi menuju permukaan bumi. penyelenggaraan penanggulangan bencana, baikdalam
Menurut Kementerian ESDM (2008) secara situasi tidak terjadi bencana maupun situasi terdapat
umum, erupsi dapat dibedakanmenjadi dua, yaitu potensi bencana.
:
Jurnal Geografi 16(2) (2019) 105-110 107

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian

Mitigasi bencana dilakukan melalui pemban-


gunan fisikatauaturan sertamelakukanupayape- dari desa tersebut dipilih dusun-dusun yang palingdekat
nyadaran atau pendidikan. Berdasarkan Peraturan Kepala dengan lereng Gunungapi Merapi yaitu adatujuh desa
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) No yaitu Tlogolele, Kalakah, Jrakah, Len-coh, Samiran,
4 Tahun 2008 telah membagi mitigasi bencana terdiri Suroteleng, dan Selo, dengan jum-lahkeseluruhan
atasmitigasi struktural serta miti- gasi nonstruktural. sampelsebanyak 138 responden.
Mitigasi struktural dilakukan melalui upaya Adapun penilaian kapasitas masyarakat di ukur
pembangunan fisik maupun sebuah pembangunan berdasarkan empat variabel, yaitu : sosial, fisik,
prasarana masyarakat dalam hal pengurangan risiko ekonomi dan lingkungan, sedangkan variabel untuk
bencana. Mitigasi non-struktu- ral dilakukan melalui kapasitas pemerintah adalah legislasi, peren- canaan,
upaya penyadaran maupun pendidikan dalam kelembagaan, pendanaan, pengembangan kapasitas dan
mengurangi risiko bencana. Tu-juan penelitian ini adalah penyelenggaraan penanggulangan bencana.
untuk mengetahui bagai- mana tingkat kapasitas Teknikpengumpulan data dalampeneli- tian ini
masyarakat, tingkat kapasi- tas pemerintah dan bentuk menggunakan kuesioner, wawancara, ob- servasi dan
mitigasi bencana erupsi yang ada di Kecamatan Selo. dokumentasi. Teknik analisis data yang digunakan
berupa deskriptif kualitatif.
METODE
Penelitian ini dilakukan di wilayah Kecama-tan PEMBAHASAN DAN HASIL
Selo, Kabupaten Boyolali, Provinsi Jawa Ten-gah
Kabupaten Boyolali merupakan salah satu dari 35 Kapasitas Masyarakat dalam Upaya Penguran-
Kabupaten / Kota di Propinsi Jawa Tengah, ter-letak gan Resiko Bencana Erupsi Gunung Berapi di
antara 110° 22’ - 110° 50’ Bujur Timur dan7° 7’ - 7° Kecamatan Selo
36’ Lintang Selatan, dengan ketinggianantara 75 -
Kapasitas adalah kemampuan daerah dan
1500 meter di atas permukaan laut.
masyarakat untsanamuk melakukan tindakan pen-
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskrip- tif
gurangan ancaman dan potensi kerugian akibat
kualitatif. Sampel dalam penelitian ini adalah warga
bencana secara terstruktur, terencana dan terpadu.
desa di Kecamatan Selo, yang kemudian
Kapasitas masyarakatdi Kecamatan Selo didasar- kan
pada empat bidang utama yaitu: sosial, fisik,ekonomi
dan lingkungan. Dapat dilihatpadatabel
Jurnal Geografi 16(2) (2019) 105-110 108
Tabel 1. Hasil Perhitungan Tingkat Kapasitas Masyarakat dalam
Upaya Pengurangan Resiko Bencana Erupsi di Kecamatan Selo
So sial Fi sik Eko nomi Lingk ungan
Interval Persen Kriteria
F % F % F % F %
66,68% - 100% Tinggi 0 0% 0 0% 13 9% 5 4%
33,34% -66,67% Sedang 13 9% 4 3% 30 22% 73 53%
0% - 33,33% Rendah 125 91% 134 97% 95 69% 60 43%
Jumlah 138 100% 138 100% 138 100% 138 100%

Sumber : Hasil Analisis Data, 2019

1 merupakan hasil perhitungan kapasitas masyara-kat di Organisasipemerintahlokaldi daerahpene-


Kecamatan Selo dalam upaya pengurangan resiko litianyangkhusus dibentuk dengan tujuanpenan-
bencana pada tiap-tiap bidang. gananbencana alamjugabelumada, halini terjadikarena
Berdasarkan hasil perhitungan pada Tabel 1dapat baik masyarakat dan pemerintah belum me-rasa penting
dilihat bahwa kapasitas masyarakat berdas- arkan akan hal tersebut. Apabila ada sosi- alisasi biasanya
bidang sosial jika terjadi bencana erupsi diKecamatan terintegrasi dalam kegiatan PKK desa atau kegiatan
Selo sebanyak 91% didominasi oleh kategori rendah. sejenisnya. Sosialisasi yang se- ring diadakan juga
Sebagian besar masyarakat masih menganggap bahwa biasanya bukan mengenai ma- salah bencana, namun
daerah yang mereka huni se- karang bukanlah daerah lebih sering mengenai halkesehatan dan ekonomi.
yang rawan terhadap ben- canaerupsi gunungapi. Kapasitas masyarakat berdasarkan bidang fi-
Merekamenganggapbah-wa Gunung Merapi bukanlah sikjika terjadibencanaerupsi gunungberapipada tabel
gunung berapi yang berbahaya karena selama mereka 1.1 sebanyak 97% didominasi oleh kategori rendah.
tinggal didaerah tersebut belum pernah terjadi aktivitas Berdasarkan hasil penelitian, tidak ada bangunan
gunung be- rapiyangmembahayakanyangmengarah khusus yang digunakan untuk melin- dungi diri dari
kekeca- matan Selo. bencana erupsi seperti contohnya bunker atau sejenis
Kurangnya kesadaran masyarakat akan ba-haya bangunan khusus yang tahan terhadap api. Bangunan
dan ancaman yang dapat ditimbulkan dari bencana yang dikhususkan untuk mengungsi apabila terjadi
erupsi disebabkan karena sebagian besar warga bencana alam juga be-lum tersedia, masyarakat yang
masyarakat di Kecamatan Selo belum per- nah pernah menjadi korban kejadian bencana atau musibah,
mendapatkan sosialisasi atau penyuluhan mit- igasi seperti ta- nah longsor atau kebakaran hanya mengungsi
bencana erupsi, sehingga sebagian besar re- sponden ke- rumah tetangga atau saudara dekat mereka. Jalur
hanya mengetahui sedikit saja tentang cara mitigasi evakuasi bencana alam di daerah penelitian jugabelum
bencana erupsi, bahkan beberapa re- sponden tidak tersedia.
mengetahui sama sekali tentang cara mitigasi bencana Jalur evakuasi sebenarnya sangat penting un-
erupsi. tukmemudahkan para korbanmengungsi ke tem- pat
Sebagian besar masyarakat belum pernah yang lebih aman. Sebagian besar masyarakat
menjadi korban bencana erupsi secara langsung. menganggap bahwa bangunan rumah yang mereka huni
Beberapa responden yang pernah mengalami ben- cana bukan merupakan bangunan yang dapat ta- han
erupsi hanya terkena abu vulkanik saja pada saat terhadap bencana erupsi, karena dari beberaparesponden
Gunung Merapimeletus. Karenapengalaman yang ditemui masih banyak yang tinggal dirumah semi
bencanayangbelumpernah merekaalami, usaha-usaha permanen.
yang dilakukan masyarakat dalam peningka- tan Aspek kapasitas masyarakat berdasarkanbidang
kapasitas masih kurang, apalagi mereka men-ganggap ekonomi pada tabel 1.1 sebanyak 69% di- dominasi
daerah yang mereka huni merupakan daerah yang oleh kategori rendah. Berdasarkan hasilpenelitian yang
aman terhadap bencana erupsi. telah dilakukan, sebagian besar responden menjawab
Peranan pemerintah desa/ kelurahan setem- pat bahwa penghasilan dari pe- kerjaan yang diperoleh
dalam masalah pengurangan risiko bencana, masih belum cukup untukmemenuhi kebutuhan sehari-
khususnya bencana erupsi dinilai masyarakat ma- sih hari. Jumlah peng- hasilan rata-rata dihitung dari
sangat kurang. Hal tersebut bisa terjadi kare- na pendapatan kotor suami-istri yaitu berkisar antara
mereka menganggap bencana di daerah terse- but Rp.2.000.000 - Rp.3.899.000 per bulan. Hampir
belum pernah ada atau jarang terjadi bancana alam, sebagian besar responden mempunyai jaminan
padahal pemerintah merupakan salah satu komponen kesehatan atau asuransi yang diberikan pemerintah
terpenting sebagai penggerak masyara- kat dalam hal dalam bentuk
penanggulangan bencana.
Jurnal Geografi 16(2) (2019) 105-110 109
KIS atau Kartu Indonesia Sehat dan BPJS Kese- hatan pasitas dilakukan dengan menggabungkan indeks
untuk menjamin kesehatan dan keselamatan mereka prioritas/indikator desa/ kelurahan tangguh ben- cana.
apabila suatu saat mereka terkena musibahataupun sakit. Indeks indikator setiap prioritas ditentukanberdasarkan
Sebagianbesarrespondenmenjawabbahwa jawaban dari 60 butir soal, dari jum- lah butir tersebut
mereka tidak mempunyai simpanan atau tabungan yang akan dikelompokkan menjadi 6 indikator yaitu(I)
akan mereka gunakan apabila bencana atau musibah legislasi, (II) perencanaan, (III) kelembagaan, (IV)
terjadi. Beberapa responden yang memili- ki simpanan pendanaan, (V) pengembangan kapasitas, dan (VI)
atau tabungan tidak semuanya berben- tuk uang, tetapi penyelenggaraan penanggulan- gan bencana. Hasil
ada yang dalam wujud perhiasanemas, tanah, sawah dan
perhitungan tingkat kapasitaspemerintah dapat dilihat
binatang ternak. Simpanan keuangan ataupun tabungan
dirasa penting karena apabila suatu saat mereka pada Tabel 2.
memerlukan biaya besar tabungan tersebut dapat
merekagunakan. Tabel 2. Nilai Indikator Desa/Kelurahan Tangguh
Sebagian besar responden tidak mempunyai Bencana
pekerjaan lain atau pekerjaan sampingan di luar No Indikator Skor
pekerjaan utamanya. Beberapa responden yang 1 Legislasi 0
memiliki pekerjaan sampingan biasanya para ibu 2 Perencanaan 0
rumah tangga yangapabila musim panen tiba me- reka 3 Kelembagaan 4,25
ikut bekerja di kebun atau sawah, atau parapetani yang 4 Pendanaan 2
juga menjadi peternak hewan. Selainitu, ada juga ibu
5 Pengembangan Kapasitas 5
rumah tangga yang berjualan pe-rabotan rumah tangga
ataupun toko sembako dirumahnya. 6 Penyelenggan Penanggulangan 9,50
Berdasarkan tabel 1 dapat diketahui bahwa Bencana
kapasitas masyarakat berdasarkan bidang lingkun- gan Jumlah 20,75
dalam bencana erupsi di lereng utara Gunung Merapi Sumber : Hasil Analisis Data, 2019 Perhitungan
sebanyak 53% didominasi oleh kategori sedang. Indeks Kapasitas :
Berdasarkan hasil penelitian yang telah di- lakukan, Kapasitas Bencana = (1 x Skor Kapasitas)
masyarakat di Kecamatan Selo mengang- gap bahwa = (1 x 0,333)
pengelolaan sumber daya alam yang ada di wilayah = 0,333
mereka sudah dirasa cukup baik, seperti contohnya Berdasarkan nilai Desa/ Kelurahan Tang- guh
pengelolaan sumber daya air yang dikelola secara
Bencana di wilayah Kecamatan Selo termasuk
mandiri oleh masyarakat danpengelolaan sampah yang
cukup baik dengan me-misahkan sampah organik dan DesaTangguh Bencana Pratama, dalamindeks ka-
anorganik. Selain itu, ada juga bantuan bibit tanaman pasitas memiliki skor 0,333 atau rendah. Penyebab
kepada bebe-rapa warga yang diberikan oleh Perhutani rendahnya nilai kapasitas adalah rendahnya nilai
sebagaisalah satu langkah penghijauan. indikator penyusun Desa/Kelurahan Tangguh
Akses terhadap ketersediaan kebutuhan po- kok Bencana, sebagian besar indikator masih pada ta- hap
masyarakat di sekitar lereng utara Gunung Merapi perencanaan. Sedangkan implementasi atau kinerja
sudah dirasa cukup baik oleh masyarakat. Letak masih sangat sedikit dan belum adanya mekanisme
Kecamatan Selo yang berada di sekitar le- reng dalam penanggulangan risiko bencana dengan baik.
Gunung Merapi membuat daerah tersebut memiliki
potensi dibidang pertanian yang beragam karena
tanahnya yang subur dan udaranya yang sejuk. Bentuk Mitigasi Struktural dan Non-
Kecamatan Selo menghasilkan beberapa komoditi Struktural Bencana Erupsi di
tanaman pangan unggulan diantaranya berupa padi
sawah, jagung, ketela pohon, ubi jalar dan kacang Kecamatan Selo
tanah.
Mitigasi merupakan serangkaian upaya un- tuk
mengurangi resiko bencana, baik melalui pem-bangunan
Kapasitas Pemerintah Setempat fisik maupun penyadaran dan peningka-tan kemampuan
dalam Upaya Pengurangan Resiko menghadapi ancaman bencana. Menurut Kusumasari
Bencana Erupsi Gunung Berapi di dalam Nur Isaniniati,dkk. (2013) mitigasi bencana
dibagi menjadi dua ma-cam, yaitu mitigasi struktural
Kecamatan Selo dan mitigasi non- struktural. Mitigasi struktural
Kapasitas bencana tingkat desa dihasilkan dari didefinisikan sebagai usaha pengurangan risiko yang
indeks kapasitas yang diperoleh dari hasil Pro- gram dilakukan melalui pembangunan atauperubahan
Desa/Kelurahan Tangguh Bencana dengan materi fisikmelaluipene- rapan solusiyang dirancang.
yang dikembangkan berdasarkan Kerang- ka Aksi Mitigasinonstruktu- ral meliputi pengurangan
Hyogo. Untuk mendapatkan indeks ka- kemungkinan atau kon- sekuensi resiko melalui
modifikasi proses-proses perilaku manusia atau alam,
tanpa membutuhkan
Jurnal Geografi 16(2) (2019) 105-110 110
penggunaan struktur yang dirancang. BNPB.2012. Perka BNPB Nomor 01 Tahun 2012 tentang Pedo-
Mitigasi struktual dalam bentuk pembangu- man Umum Desa/Kelurahan Tangguh Bencana. Jakarta
nanyangbersifat fisik seperti: jalurevakuasi, ram- bu- : BNPB
rambu kebencanaan, pos titik aman sementara dan
BPS Kabupaten Boyolali. 2017. Kecamatan Selo dalam Angka
bangunan untuk kepentingan evakuasi masih belum Tahun 2017. Semarang : BPS Kabupaten Boyolali
tersedia, namun sudah ada pembangunan dan
perbaikan jalan diwilayah tersebut yang terus D.E Alexander. 2013. Resilience and Disaster Risk Reduction: an
Etymological Journey. London: Institute for Risk and
diperbaiki setiap tahunnya. Disaster Reduction, University College London
Bentuk mitigasi non-struktual melalui upaya
penyadaran maupun pendidikan juga masih belum ada. Etsuko Tsunozakia., Yuko Nakagawab., and Mitsuko Shika-da.
2010. Capacity Buildingfor Disaster Risk Reductionat
Masyarakat belum pernah mendapatkan sosi- alisasi
Comunity Level (A Myanmar’s Case). Yangon : Hlaing
danedukasi tentangbencanaerupsi, begitujuga dengan Campus
satuan pendidikan yangada disekitar Kecamatan Selo
yang belum memperhatikan ma- salah kebencanaan Firmansyah. 2011. Identifikasi Tingkat Risiko Bencana Letusan
Gunung Api Gamalamadi Kota Ternate. Bandung : Juru-
dalam lingkungan sekolah. Mi- tigasi struktural dan non san Tekhnik Planologi
struktural seharusnya ter- bentuk dengan baik agar
masyarakat yang menjadi korbanbencanaerupsi dapat Indirasari, Gita. 2012. Identifikasi Tingkat Kerusakan Lahan Aki-
batErupsiMerapiTahun2010 Menggunakan CitraPengin-
mengetahuiapa saja yang harus mereka lakukan ketika
deraan Jauh Di Kecamatan Cangkringan. Skripsi: Jurusan
bencana terjadi. Pendidikan Geografi, Fakultas Ilmu Sosial, UNY.

Isnainiati, Nur, dkk. 2013. Kajian Mitigasi Bencana Eruosi Gu-


KESIMPULAN nung Merapidi Kecamatan Kabupaten Sleman. Semarang

Berdasarkan hasil penelitian dan pembaha- san, : Jurusan Admiistrasi Publik FISIP UNDIP Jaswadi,
maka dapat disimpulkan sebagai berikut: R.Rijata dan Pramono Hadi. 2012. Tingkat Kerentan-
1. Tingkat kapasitas masyarakat di kecamatan an dan Kapasitas Masyarakat dalam Menghadapi Risiko
selo apabila suatu saat mereka menghadapi Banjirdi Kecamatan Pasarkliwon, Kota Surakarta. Yogya-
bencana erupsi secara umum masih dalam karta : Fakultas Geografi UGM
tingkatan rendah.
2. Kapasitaspemerintah sebagai salah satuhalyang Juhadi., Dewi Liesnnor Setyowati., Tjaturahono Budi San-
dapat mendorong tingginya kapasi- tas joto. 2016. Kajian Kapasitas Masyarakat dalam Penguran-
masyarakat juga ternyata masih rendah.Wilayah gan Resiko Bencana Erupsi Gunungapidan Tanah Longsor
desa / kelurahan di Kecamatan Selo masih di Kawasan Gunung Merapi Jawa Tengah. FIS UNNES :
tergolong dalam kategori Desa/ Kelurahan Laporan Penelitian
Tangguh Bencana Pratama.
Khasyir,Muhamad. 2016. Penilaian Resiko Bencana Tanah Long-sor
3. Mitigasi bencana struktural dan non struk-tural
Desa Wanadri, Kecamatan Bawang, Kabupaten Ban-
bencana erupsi secara umum masih belum jarnegara. Skripsi: Universitas Negeri Semarang
terbentuk. Pembangunan yang bersi- fat fisik
dalam upaya pengurangan resiko bencana Wicaksono, Gigih Bangun, and Rahmat Hidayat. 2016. “Ex-
masih belum tersedia, begitu jugadengan upaya treme Rainfall in Katulampa Associated with theAt-
mitigasi non struktural me- mospheric Circulation.” Procedia EnvironmentalSciences
laluiupayapenyadaran danpendidikanjuga 33: 155–66. http://linkinghub.elsevier.com/
belum ada. retrieve/pii/S1878029616002310 (May 16, 2017).

Young, Chih-Chieh, Wen-Cheng Liu, and Ming-Chang Wu.


DAFTAR PUSTAKA 2017. “A Physically Based and Machine Learning Hy-brid
Approach for Accurate Rainfall-Runoff Model-ing
Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendeka- tan during Extreme Typhoon Events.” Applied Soft
Praktik . Jakarta: Rineka Cipta. Comput- ing 53: 205–16. http://www.sciencedirect.
com/sci-ence/article/pii/S1568494617300017 (May
Benson,Charlotte., Twigg, John., Rossetto Tiziana. 2007. 16, 2017). Yu, Wansik, Eiichi Nakakita, and Kwansue
Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Jung. 2016. “Flood Forecast and Early Warning with
Bencana: Catatan Panduanbagi Lembaga-Lembagayang High-Res- olution Ensemble Rainfall from Numeri-cal
Bergerak dalam Bidang Pembangunan (Edisi Bahasa Indo- Weather Prediction Model.” Procedia Engineer-ing 154:
nesia). Yogyakarta : Jaran Production
498–503. http://linkinghub.elsevier.com/ retrieve/pii/
S1877705816319336 (May 16, 2017).

Zhang, Yongqiang, Jai Vaze, Francis H.S. Chiew, and MingLi.


2015. “Comparing Flow Duration Curve and Rain-fall–
Runoff Modelling for Predicting Daily Runoff in Ungauged
Catchments.” Journal of Hydrology 525:72–86.
Nama : Audya Eka Putri
NIM : 121230093
TPB : 24

ABSTRAK
Penelitian yang dilaksanakan merupakan jenis penelitian deskriptif. Data yang diambil berupa hasil
penelitian yang dilakukan dengan teknik pengumpulan data berupa instru- men dan wawancara yang
dilakukan dengan mengambil sampel di Kecamatan Selo, data tersebut kemudian dianalisis secara
deskriptif kuantitatif. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari beberapa dusun pada
masing-masing desa yang paling dekat dengan lereng Gunung Merapi. Penilaian kapasitas masyarakat
di ukur berdas- arkanempatvariabel, yaitu: sosial, fisik, ekonomi danlingkungan, sedangkanvariabel
untuk kapasitas pemerintah adalah legislasi, perencanaan, kelembagaan, pendanaan, pengembangan
kapasitas dan penyelenggaraan penanggulangan bencana. Hasil pene- litian menyatakan bahwa,
kapasitas masyarakat dalam menghadapi bencana erupsi sebagian besar termasuk dalam kategori rendah.
Kapasitas pemerintah dalam upaya pengurangan risiko bencana juga masih tergolong rendah, sebagian
besar indikator ma- sih dalam tahap perencanaan. Mitigasi struktural dan non struktural bencana erupsi
masih belum tersusun dengan baik. Belum ada upaya nyata secara fisik dalam upaya pengurangan risiko
bencana. Sebagian besar masyarakat juga belum pernah mendapat- kan sosialisasi tentang kebencanaan.
Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa tingkat kapasitas masyarakat dan kapasitas pemerintah
dalam menghadapi bencana erupsi termasuk dalam kategori rendah, maka sebaiknya pemerintah
setempat dapat bekerjasama dengan masyarakat untuk dapat meningkatkan kapasitas melalui sosiali-
sasi mitigasi bencana kepada masyarakat secara menyeluruh.
Kata Kunci : Hujan, Hidrologi, Gunung, erupsi
MENGANALISIS ABSTRAK DALAM JURNAL

1. Latar Belakang Masalah


Menurut analisis yang telah saya lakukan pada abstak diatas terdapat latar belakang masalah yang
ada pada kalimat :
“Hasil pene- litian menyatakan bahwa, kapasitas masyarakat dalam menghadapi bencana erupsi
sebagian besar termasuk dalam kategori rendah. Kapasitas pemerintah dalam upaya pengurangan
risiko bencana juga masih tergolong rendah, sebagian besar indikator ma- sih dalam tahap
perencanaan.”.

2. Tujuan Penelitian
Menurut analisis yang telah saya lakukan pada abstrak diatas terdapat tujuan penelitian yang ada
pada kalimat :
“Penilaian kapasitas masyarakat di ukur berdas- arkanempatvariabel, yaitu: sosial, fisik, ekonomi
danlingkungan, sedangkanvariabel untuk kapasitas pemerintah adalah legislasi, perencanaan,
kelembagaan, pendanaan, pengembangan kapasitas dan penyelenggaraan penanggulangan
bencana.”.

3. Teori dan Metode Penelitian


Menurut analisis yang telah saya lakukan pada abstrak diatas terdapat teori penelitian yang ada
pada kalimat :
“Penelitian yang dilaksanakan merupakan jenis penelitian deskriptif. Data yang diambil berupa
hasil penelitian yang dilakukan dengan teknik pengumpulan data berupa instru- men dan
wawancara yang dilakukan dengan mengambil sampel di Kecamatan Selo, data tersebut
kemudian dianalisis secara deskriptif kuantitatif. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini
diambil dari beberapa dusun pada masing-masing desa yang paling dekat dengan lereng Gunung
Merapi.”.

4. Simpulan Utama
Menurut analisis yang telah saya lakukan pada abstrak diatas terdapat simpulan utama yang ada
pada kalimat :
“Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa tingkat kapasitas masyarakat dan kapasitas
pemerintah dalam menghadapi bencana erupsi termasuk dalam kategori rendah, maka sebaiknya
pemerintah setempat dapat bekerjasama dengan masyarakat untuk dapat meningkatkan kapasitas
melalui sosiali- sasi mitigasi bencana kepada masyarakat secara menyeluruh”.

Dalam kalimat terakhir ada kata kunci yang memenuhi persyaratan yaitu terdapat empat kalimat
dan dipisahkan oleh koma (,).
PENDAHULUAN
Gunungapi Merapi merupakan gunungapi tipe strato, dengan ketinggian 2980 meter dari per-
mukaan laut. Secara geografis terletak pada posisi 7o 32.5’ Lintang Selatan dan 110o 26.5’ Bujur Ti-
mur, secara administratif terletak pada 4 wilayah kabupaten yaitu Kabupaten Slemandi Provinsi DI
Yogyakarta, dan Kabupaten Magelang, Kabupaten Boyolali, dan Kabupaten Klaten di Provinsi Jawa
Tengah. Gunung Merapi terletak di perbatasan dua provinsi D.I. Yogyakarta dan Jawa Tengah, berti- pe
gunungapi strato dengan kubah lava, elevasi ± 2.911 mdpl dan mempunyai lebar ± 30 km (Eko Teguh
Paripurno, 2008). Erupsinya paling aktif di Indonesia sehingga mendapat perhatian khu- sus dari
pemerintah maupun masyarakat. Sejarah erupsi Gunungapi Merapi dapat diketahui berdas- arkan umur
batuan yang berasal dari endapan hasil erupsi, awan panas, dan endapan lahar di bagian utara, selatan
dan barat (Widiyanto dan A. Rah- man, 2008 dalam Indirasari, 2012: 2).
Bencana (disaster) merupakan fenomena yang terjadi karena komponen- komponen pemicu
(trigger), ancaman (hazard) dan kerentanan (vulne- rability) bekerja bersama secara sistematis, sehing-
ga menyebabkan terjadinya risiko (risk) pada ko- munitassesuaiUndang-Undang Nomor 24Tahun 2007
tentang penanggulangan bencana menjelas- kan bahwa bencana adalah sebuah peristiwa atau rangkaian
peristiwa yang mengancam, menggang- gu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan
baik oleh faktor alam dan/ atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga men- gakibatkan
timbulnya korban jiwa, kerugian harta benda, dampak psikologis dan gangguan kesehatan mental yang
lebih kompleks. Salah satu hal yang harus diperhatikan dalam program penanggulan- gan bencana adalah
kapasitas, baik kapasitas masy- arakat ataupun kapasitas pemerintah setempat da- lam program
penanggulangan bencana. Kapasitas dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana merupakan
parameter penting untuk menentukan keberhasilan pengurangan risikobencana.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Erupsi di definisikan sebagai letusan gunung berapi
atausemburansumberminyakdan uappanas dari dalambumi.Erupsiadalahpelepasanmagma,gas, abu
danmaterial lain keatmosferataupermukaan bumiolehaktivitas gunungberapi. Erupsi gunung berapi
terjadi jika ada pergerakan atau aktivitas magma dari dalam perut bumi menuju permukaan bumi.
Erupsi Eksplosif, yaitu proses keluarnya mag- ma, gas atau abu disertai tekanan yang san- gat
kuat sehingga melontarkan material padat dan gas yangberasal darimagma maupun tu- buh gunung api
ke angkasa. Erupsi eksplosif inilah yang terkenal sebagai letusan gunung berapi. Letusan ini terjadi
akibat tekanan gas yang teramat kuat. Erupsi Efusif, yaituperistiwakeluarnyamag- ma dalam bentuk
lelehan lava. Erupsi efusif terjadi karena tekanan gas magmatiknya tidak seberapa kuat, sehingga magma
kental dan pi- jar dari lubang kepundennya hanya tumpah mengalir ke lereng-lereng puncak gunung itu.
Pengkajianrisikobencanabencanaerupsidi Kecamatan Selo dapat dilakukan dengan analisis tingkat
kapasitas. Kapasitas merupakan kemampu- an daerah dan masyarakat untuk melakukan tin- dakan
pengurangan ancaman dan potensi kerugian akibat bencana secara terstruktur, terencana dan terpadu.
Kapasitas dapat berkaitan dengan sumber- daya, keterampilan, pengetahuan, kemampuan or-
ganisasi, dan sikap untuk bertindak dan merespon suatu krisis (Anderson dan Woodrow, 1989 dalam
Khasyir Muhammad 2016). Adanya ancaman dan kerentanan bencana menjadikan kapasitas mutlak
untuk dikembangkan. Semakin besar kapasitas dan kemampuan masyarakat dalam mengelola benca-
namaka akan semakinkecil dampakkerugian dan korban yang ditimbulkan. Hal seperti inilah yang
dirintis dalam program pengurangan risiko benca- na.
Berdasarkan Undang-Undang Republik In- donesia Nomor 24 Tahun 2007 menjelaskan bah- wa
mitigasi merupakan sebuah upaya untuk men- gurangi risiko bencana melalui pembangunan fisik,
penyadaran dan peningkatan kemampuan masya- rakat. Hasil dari upaya mitigasi bencana digunakan
untuk proses kesiapsiagaan bencana.
Gunungapi Merapi merupakan salah satu gunungapi yang diindikasikan masih aktif. Masya- rakat
harus mempunyai kemampuan untuk meng- hadapi bencana erupsi yang mungkin bisa terjadi kapan saja.
Upaya pengurangan risiko bencana diwujudkan dalam komitmen nasional mengenai penanggulangan
bencana, yaitu dengan diberla- kukannya Undang- Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang
Penanggulangan Bencana. Undang- Undang tersebut dalam pasal 26 menjelaskan bah- wa
setiaporangberhakmendapatkanpendidikan, pelatihan, penyuluhan, dan keterampilan dalam
penyelenggaraan penanggulangan bencana, baik dalam situasi tidak terjadi bencana maupun situasi
terdapat potensi bencana
MENGANALISIS PENDAHULUAN DALAM JURNAL
Dari analisis yang telah saya lakukan diatas, saya menemukan masalah tertentu yang penting untuk
dibahas serta gambaran umum tentang jurnal tersebut. Saya akan menjabarkan dalam beberapa
paragraph, yaitu :

1. Pembuka
Gunungapi Merapi merupakan gunungapi tipe strato, dengan ketinggian 2980 meter dari
per- mukaan laut. Secara geografis terletak pada posisi 7o 32.5’ Lintang Selatan dan 110o 26.5’
Bujur Ti- mur, secara administratif terletak pada 4 wilayah kabupaten yaitu Kabupaten Slemandi
Provinsi DI Yogyakarta, dan Kabupaten Magelang, Kabupaten Boyolali, dan Kabupaten Klaten
di Provinsi Jawa Tengah. Gunung Merapi terletak di perbatasan dua provinsi D.I. Yogyakarta
dan Jawa Tengah, berti- pe gunungapi strato dengan kubah lava, elevasi ± 2.911 mdpl dan
mempunyai lebar ± 30 km (Eko Teguh Paripurno, 2008). Erupsinya paling aktif di Indonesia
sehingga mendapat perhatian khu- sus dari pemerintah maupun masyarakat. Sejarah erupsi
Gunungapi Merapi dapat diketahui berdas- arkan umur batuan yang berasal dari endapan hasil
erupsi, awan panas, dan endapan lahar di bagian utara, selatan dan barat
2. Isi
Erupsi Eksplosif, yaitu proses keluarnya mag- ma, gas atau abu disertai tekanan yang san-
gat kuat sehingga melontarkan material padat dan gas yangberasal darimagma maupun tu- buh
gunung api ke angkasa. Erupsi eksplosif inilah yang terkenal sebagai letusan gunung berapi.
Letusan ini terjadi akibat tekanan gas yang teramat kuat. Erupsi Efusif,
yaituperistiwakeluarnyamag- ma dalam bentuk lelehan lava. Erupsi efusif terjadi karena tekanan
gas magmatiknya tidak seberapa kuat, sehingga magma kental dan pi- jar dari lubang
kepundennya hanya tumpah mengalir ke lereng-lereng puncak gunung itu.
Pengkajianrisikobencanabencanaerupsidi Kecamatan Selo dapat dilakukan dengan analisis
tingkat kapasitas. Kapasitas merupakan kemampu- an daerah dan masyarakat untuk melakukan
tin- dakan pengurangan ancaman dan potensi kerugian akibat bencana secara terstruktur,
terencana dan terpadu.

3. Penutup
Gunungapi Merapi merupakan salah satu gunungapi yang diindikasikan masih aktif.
Masya- rakat harus mempunyai kemampuan untuk meng- hadapi bencana erupsi yang mungkin
bisa terjadi kapan saja. Upaya pengurangan risiko bencana diwujudkan dalam komitmen nasional
mengenai penanggulangan bencana, yaitu dengan diberla- kukannya Undang- Undang Nomor 24
Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Undang- Undang tersebut dalam pasal 26
menjelaskan bah- wa setiaporangberhakmendapatkanpendidikan, pelatihan, penyuluhan, dan
keterampilan dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana, baik dalam situasi tidak terjadi
bencana maupun situasi terdapat potensi bencana
Nama : Audya Eka Putri
NIM : 121230093
TPB : 24
Judul Jurnal : Penilaian Pengurangan Risiko Bencana Erupsi Gunung Merapi Berdasarkan
Aspek Kapasitas Masyarakat di Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali

Teori Analisis
Erupsinya paling aktif di Indonesia sehingga mendapat perhatian khu- sus dari pemerintah maupun
masyarakat. Sejarah erupsi Gunungapi Merapi dapat diketahui berdas- arkan umur batuan yang berasal
dari endapan hasil erupsi, awan panas, dan endapan lahar di bagian utara, selatan dan barat (Widiyanto
dan A. Rah- man, 2008 dalam Indirasari, 2012: 2).
Menurut Kementerian ESDM (2008) secara umum, erupsi dapat dibedakanmenjadi dua, yaitu Erupsi
Eksplosif, yaitu proses keluarnya mag- ma, gas atau abu disertai tekanan yang san- gat kuat sehingga
melontarkan material padat dan gas yangberasal darimagma maupun tu- buh gunung api ke angkasa.
Erupsi eksplosif inilah yang terkenal sebagai letusan gunung berapi. Letusan ini terjadi akibat tekanan
gas yang teramat kuat Erupsi Efusif, yaituperistiwakeluarnyamag- ma dalam bentuk lelehan lava. Erupsi
efusif terjadi karena tekanan gas magmatiknya tidak seberapa kuat, sehingga magma kental dan pi- jar
dari lubang kepundennya hanya tumpah mengalir ke lereng-lereng puncak gunung itu.
Bencana (disaster) merupakan fenomena yang terjadi karena komponen- komponen pemicu (trigger),
ancaman (hazard) dan kerentanan (vulnerability) bekerja bersama secara sistematis, sehingga
menyebabkan terjadinya risiko (risk) pada komunitas sesuai Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007
tentang penanggulangan bencana menjelaskan bahwa bencana adalah sebuah peristiwa atau rangkaian
peristiwa yang mengancam, menggang- gu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan
baik oleh faktor alam dan/ atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan
timbulnya korban jiwa, kerugian harta benda, dampak psikologis dan gangguan kesehatan mental yang
lebih kompleks. Salah satu hal yang harus diperhatikan dalam program penanggulan- gan bencana adalah
kapasitas, baik kapasitas masy- arakat ataupun kapasitas pemerintah setempat da- lam program
penanggulangan bencana.
• Analisis dari Teori Analisis pada Jurnal
Jurnal Ini menggunakan sumber yang sahih dan ilmiah, contohnya pada yang di label kuning, yaitu
sesuai dengan undang undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan bencana
Teori ini mengandung definisi yang salah satunya saya ditandai warna hijau, mengandung konsep
dan proposisi yang saya tandai warna abu-abu,
Teori Analisis ini juga terdapat kutipan, Kutipan pada jurnal ini ditandai dengan warna biru

Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan di wilayah Kecama-tan Selo, Kabupaten Boyolali, Provinsi Jawa Tengah
Kabupaten Boyolali merupakan salah satu dari 35 Kabupaten / Kota di Propinsi Jawa Tengah, ter- letak
antara 110° 22’ - 110° 50’ Bujur Timur dan 7° 7’ - 7° 36’ Lintang Selatan, dengan ketinggian antara 75
- 1500 meter di atas permukaan laut. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskrip- tif kualitatif. Sampel
dalam penelitian ini adalah warga desa di Kecamatan Selo, yang kemudian dari desa tersebut dipilih
dusun-dusun yang paling dekat dengan lereng Gunungapi Merapi yaitu ada tujuh desa yaitu Tlogolele,
Kalakah, Jrakah, Len- coh, Samiran, Suroteleng, dan Selo, dengan jum- lahkeseluruhan sampelsebanyak
138 responden. Adapun penilaian kapasitas masyarakat di ukur berdasarkan empat variabel, yaitu :
sosial, fisik, ekonomi dan lingkungan, sedangkan variabel untuk kapasitas pemerintah adalah legislasi,
peren- canaan, kelembagaan, pendanaan, pengembangan kapasitas dan penyelenggaraan
penanggulangan bencana. Teknikpengumpulan data dalampeneli- tian ini menggunakan kuesioner,
wawancara, ob- servasi dan dokumentasi. Teknik analisis data yang digunakan berupa deskriptif
kualitatif.
Tabel 1. Hasil Perhitungan Tingkat Kapasitas Masyarakat dalam Upaya Pengurangan Resiko Bencana
Erupsi di Kecamatan Selo
Interval Persen Kriteria So sial Fi sik Eko F nomi Lingk ungan
F
% F % % %
66,68% - 100% Tinggi 0 0% 0 0% 13 9% 5 4%
33,34% -66,67% Sedang 13 9% 4 3% 30 22% 73 53%
0% - 33,33% Rendah 125 91% 134 97% 95 69% 60 43%
Jumlah 138 100 138 100% 138 100% 138 100%
%

Tabel 2. Nilai Indikator Desa/Kelurahan Tangguh Bencana

No Indikator Skor
1 Legislasi 0
2 Perencanaan 0
3 Kelembagaan 4,25
4 Pendanaan 2
5 Pengembangan Kapasitas 5
6 Penyelenggan 9,50
Penanggulangan
Bencana
Jumlah 20,75 Sumber : Hasil Analisis Data, 2019 Perhitungan Indeks Kapasitas :
Kapasitas Bencana = (1 x Skor Kapasitas) = (1 x 0,333) = 0,333

• Analisis Metode Penelitian

Penelitian yang dilaksanakan merupakan jenis penelitian deskriptif. Data yang diambil
berupa hasil penelitian yang dilakukan dengan teknik pengumpulan data berupa instru- men dan
wawancara yang dilakukan dengan mengambil sampel di Kecamatan Selo, data tersebut
kemudian dianalisis secara deskriptif kuantitatif. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini
diambil dari beberapa dusun pada masing-masing desa yang paling dekat dengan lereng
Gunung Merapi. Penilaian kapasitas masyarakat di ukur berdas- arkanempatvariabel, yaitu:
sosial, fisik, ekonomi danlingkungan, sedangkanvariabel untuk kapasitas pemerintah adalah
legislasi, perencanaan, kelembagaan, pendanaan, pengembangan kapasitas dan
penyelenggaraan penanggulangan bencana
Nama : Audya Eka Putri
Nim : 121230093
TPB : 24

Tugas IV Jurnal, Analisis hasil dan pembahasan serta kesimpulan

1. Hasil dan Pembahasan


• Hasil dan Pembahasan di mulai pada halaman 107 hingga halaman 110 blok warna merah,
• Pada halaman 108 meruapakan data dan tabel yang diperlukan untuk hasil, dimana membahas
tentang hasil dari perhitungan tingkat kapasitas masyarakat dalam upaya pengurusan risiko
bencana erupsi di kecamatan selo
• Pada Halaman 109 (bagian sebelah kanan) merupakan tabel dari nilai indikator desa/kelurahan
tangguh bencana,yang mana terdapat penjelasan perhitungan untuk mencari perhitungan indeks
kapasitas
• Hasil dan pembahasan ini termasuk yag dicampur, karena tidak secara mendetail atau tidak satu
satu menjelaskan hasil dan pembahasannya,
• Beberapa bahasa yang kurang dimengerti seperti pre-launchcalibration, Citra Landsat masih
belum memiliki penjelasan artinya.
• Penempatan penulisan atau urutan penulisan pada bagian Hasil dan Pemahasan ini menurut saya
kurang bisa dipahami karena hasil dan pembahasan dicampur

2. Kesimpulan
• Kesimpulan ada ada halaman 110 blok kuning,
• Kesimpulannya singkat padat dan cukup jelas , dimana kesimpulannya langsung dari hasil dan
pembahasan serta berkaitan dengan tujuan penelitian sehingga bisa menyimpulkan 3, antara lain
o Tingkat kapasitasmasyarakat di kecamatan selo apabila suatu saat mereka menghadapi
bencana erupsi secara umum masih dalam tingkatan rendah.
o Kapasitaspemerintahsebagai salahsatuhal yang dapat mendorong tingginya kapasi-tas
masyarakatjuga ternyata masih rendah. Wilayah desa / kelurahan di Kecamatan Selo
masih tergolong dalam kategori Desa/Kelurahan Tangguh BencanaPratama.
o Mitigasi bencana struktural dan non struk-tural bencana erupsi secara umum masih belum
terbentuk. Pembangunan yang bersi-fat fisik dalam upaya pengurangan risiko bencana
masih belum tersedia, begitu juga dengan upaya mitigasi non struktural me-laluiu paya
penyadaran dan pendidikan juga belum ada.

Anda mungkin juga menyukai