Anda di halaman 1dari 11

SPIRITUALITAS DAN PROACTIVE COPING PADA SURVIVOR

BENCANA GEMPA BUMI DI BANTUL

Ardiman Adami

Rr. lndah Ria Sulistyorini

Universitras Islam Indonesia

Abstract

The purpose of this reserach i


s to find correlation between spirituality and proactive

coping among survivors of Bantu/ eathquake. Hypotheses proposed i


s that there's a positive
correlation between spirituality and proactiVe coping among survivors.
Subjects were 92 residence of Bantu/ and who were survive of earthquake on fast May

27 2006. Scales for measurement were proactive coping inventory (Greenglass,2002) and

Spiritual Transedence Scale (Piedmont, 1999). Realiability of proactive inventory and spiritual

transedence scale in order are 0.909 and 0. 933.

Data tested by Pearson's correlation product moment via SPSS for windows. Result of

the research showed that spirituality and proactive copmg are having very significant

correlation coefficients 0. 741 (p=0.000). It mean that spirituality influence the emergence of

proactive coping among earthquake survWOr.

Keyword: spirituality, proactive coping, earthquake survivo

PENGANTAR rumah warga yang ditimbulkan oleh gempa

adalah sebanyak 71.763 unit roboh, 71.372

Bencana gempa tektonik unit rusak beraUsedang, serta 73.669 unit

berkekuatan 5,9 skala Richter telah rusak ringan (http://www.portalinfaq.org).

mengguncang Yogyakarta dan sekitamya, Bencana tersebut menyisakan

Sabtu (27/05/2006) pukul 05:53 WIS. berbagai kondisi yang sangat

Bencana ini merupakan peristiwa katastroplk memprihatinkan. Selain menderita Iuka fisik,

dan traumatis terburuk yang pemah terjadi di para korban yang selamat (survivor'} juga

Indonesia, setelah bencana gempa dan mengalami gangguan psikofogis yang

gelombang tsunami yang melanda Provinsi berdampak pada kondisi psikis dan spiritual

Aceh dan Sumatrera Utara di penghujung mereka. Banyak analisis telah memaparkan

Desember 2004 yang menewaskan sekitar berbagai hal tentang realitas bencana yang

170.000 jiwa (Kompas, 28/0512006). terjadi hingga rencana ke depan dalam

Gempa bumi yang terjadi di membangun kembali daerah gempa dari

Yogyakarta kali ini telah menewaskan lebih keterpurukan. Upaya rehabilitasi tersebut,

dari 6.000 jiwa serta meluluhlantakkan ribuan tentunya tidak lepas dari pemahaman yang

bangunan, infrastruktur, dan memutuskan kongkrit mengenai kondisi wilayah dan

jaringan telekomunikasi di Kota Yogyakarta masyarakat yang meliputi kondisi pra­

dan Kabupaten Bantul. Khusus wilayah bencana dan pasca-bencana. Oalam hal ini,

Bantul, sebanyak 4.143 korban tewas dan tentunya penting untuk diperhatikan pula

779.287 jiwa lainnya harus tinggal di tenoa­ bagaimana kondisi psikis dan spiritual

tenda pengungsian. Adapun kerusakan masyarakat Yogyakarta. terutama mereka

PSIKOLOGIKA Vol. 13 No. 25 - Januari 2008 49


Ardiman Ada ml & Rr. lndah Ria Sulistyorini

yang secara langsung menjadi korban psikologis sekaligus rasa sakit yang

bencana. mendalam. Kehitangan anggota keluarga

Penanganan stres pada survivor telah membuat Iuka psikis yang dalam.

akibat gempa di Yogyakarta memang tidak Apalagi kejadiannya begitu mendadak dan

mudah. Pengalaman traumatis karena mereka menyaksikan langsung anggota

gempa telah menggoncangkan dan keluarga yang Iuka maupun meninggal.

melemahkan pertahanan individu dalam Kehilangan tempat tinggal juga merupakan

menghadapi tantangan dan kesulitan hidup pukulan telak. Mereka menyaksikan

sehari-hari. Apalagi kondisi trauma, kondisi rumahnya yang dibangun dengan berbagai

fisik dan mental, aspek kepribadlan masing­ usaha hancur berantakan. Tak pelak kondisi

masing survivortidak sama. lni menimbulkan beban psikis yang

Masyarakat yang menjadi survivor meodalam.

dari suatu bencana cenderung memiliki Muncutnya gejala-gejala stres,

masatah penyesuaian perilaku dan seperti rasa takut, cemas, duka cita yang

emosionat. Perubahan mendadak sering mendalam, tidak berdaya, putus asa,

membawa dampak psikologis yang cukup kehilangan kontrol, frustrasi sampal depresi

berat. Geban yang dihadapi oleh survivor bermuara pada kemampuan indMdu dalam

tersebut dapat mengubah pandangan memaknai suatu musibah secara lebih

mereka tentang kehidupan dan realistis. Gejala-gejala terse but adalah reaksi

menyebabkan tekanan pada jiwa mereka. wajar dari pengataman yang tidak wajar.

Kejadian gempa di Yogyakarta menjadi Tentunya hal ini tidak bisa dibiarkan begitu

beban dan tekanan tersendiri bagi para saja. Mereka memerlukan cara yang tepat

survivorkarena musibah lnl baru pertama kali untuk mengatasi masalah yang dialami.

dialami oleh survivor dan merupakan Dalam hal ini, konsep coping

kejadian yang tidak terduga sama sekali. merupakan ha! yang penting untuk

Bagi sebagian orang yang luput dari dibicarakan. Konsep coping menunjuk pada

maul, menerima kenyataan bahwa dirinya berbagai upaya, baik mental maupun

telah kehilangan banyak hal akibat gempa perilaku, untuk menguasai, mentoleransi,

adatah hal yang menyakitkan dan sutit mengurangi, atau meminimalisasikan suatu

diterima. Meski terasa lebih ringan karena situasi atau kejadian yang penuh tekanan.

bencana ini melanda banyak orang, namun Dengan kata lain, coping merupakan suatu

perubahan yang begitu mendadak dan proses di mana individu berusaha untuk

dianggap bernilai karena mencakup menangani dan menguasai situasi yang

penghidupan selanjutnya, cukup sulit untuk menekan akibat dari masalah yang sedang

diterima. Hal ini terlihat pada beberapa dihadapinya. Beragam cara dilakukan.

survivor gempa yang belum bisa menerima Namun, semua bermuara pada perubahan

kenyataan bahwa dirinya telah kehilangan kognitrf maupun perilaku guna memperoleh

rumah dan sanak keluarga. Mereka masih rasa amandalamdirinya.

merasa bahwa segalanya baik-baik saja, Ketika seseorang tertimpa suatu

sikap mudah tersinggung bila orang bertanya musibah, biasanya ia akan mendekat kepada

mengenai gempa atau kondisi dirinya setelah Tuhan dengan meningkatkan ibadah dan

gempa terjadi, menjadi mudah marah akan perbuatan baik lainnya. Hal ini diperlihatkan

hal-hal kecil, kehilangan semangat untuk oleh sebagian besar warga Bantul yang

hidup, dan menjadi terlalu pasrah akan mengaku tawakal dengan memasrahkan

kehidupan (fatalislik). segalanya kepada Tuhan. Mereka bersyukur

Ketika melakukan pendampingan masih diberi keselamatan, sehingga

psikologis kepada beberapa survivordi RSU menjadikan mereka semakin dekat kepada

PKU Muhammadiyah Yogyakarta (18- Tuhan serta menyadari berbagai dosa dan

20/06/2006). penulis blsa menyaksikan kesalahan yang telah diperbuat selama lni.

langsung kondisi mereka. Tidak sedikit Bencana gempa ditafsirkan sebagai

survivor yang mengatami berbagai tekanan peringatan keras Tuhan kepada manusia

50 PSIKOLOGIKA Vol. 13 No. 25 - Januari 2008


SPIRITUALITAS DAN PROACTTVE. COPING PADA SURVtVOR BENCANA GEM PA BUMI DI BANTVL

yang telah lama berkubang dalam dosa dan oleh Graham, dkk. {2001) menunjukkan

dusta {Maarif, 2006). bahwa semakin penting spiritualitas bagi

Survivor gempa yang tingkat seseorang, maka semakin besar

spiritualitasnya tinggi akan menjadikan kemampuannya mengatasi masatah yang

mereka senantiasa hidup da1am nuansa dihadapi. Penelitian ini menyarankan bahwa

keimanan kepada Tuhan. Mereka akan spiritualitas dapat memiliki peran yang

memaknai aktivitasnya dalam kehidupan ini sangat penting dalam mengatasi stres.

sebagai ibadah kepada Tuhan. Mereka pun Spiritualitas dapat melibatkan sesuatu di luar

akan semakin tegas dan konsisten dalam sumber-sumber yang nyata atau mencari

sikap dan langkah hidupnya serta semakin terapi untuk mengatasi situasi-situasi yang

terikat dengan aturan Sang Pencipta dengan penuh tekanan di dalam hidup seseorang.

perasaan ridha dan tenteram. Perasaan itu Kesehatan spiritual mencakup penemuan

akan menjadikannya kuat dalam makna dan tujuan dalam hidup seseorang;

menghadapi segala persoalan hidup. menganda1kan Tuhan atau suatu kekuatan

Mereka dapat mengambil hikmah atas yang lebih tinggi ( The Higher Power),

musibah yang menimpanya, tidak putus asa, merasakan kedamaian, atau merasakan

dan menjadikan hambatan-hambatan yang hubungan dengan alam semesta. Spika,

ditemui pasca-bencana sebagai tantangan Shaver, dan Kirkpatrick (Graham, dkk. 2001)

untuk memulai kehidupan baru. Mereka mencatat tiga peran spiritualitas dalam

menganggap bahwa bencana bukan akhir proses coping, yaitu menawarkan makna

dari sega1a-galanya. Bencana dapat diubah kehidupan, memberikan sense of control

menjadi suatu pengalaman positif yang terbesar dalam mengatasi siluasi, dan

memiliki makna. membangun self esteem (harga diri). Oleh


ldentitas spiritual dibutuhkan individu karena itu. spiritualitas pada individu cukup

dalam mengkonstruksi makna atas berperan dalam proactive coping karena

pengalaman hidup. Dengan adanya tidak selamanya orang mampu menghadapi

kepercayaan pribadi untuk memberikan kesukaran yang menimpanya, dan Udak

makna luar biasa kepada realitas kehidupan, selamanya pula orang berhasil mencapai
agama akan mampu mengarahkan individu tujuan serta berhasil menghindarkan sesuatu
untuk memberikan penerimaan tulus alas yang tidak diinginkannya setelah mengalami
musibah yang terjadi. Kondisi tersebut suatu musibah.
memungk.inkan individu untuk memaknai

kembali hidupnya dengan membuat DASARTEORI

perencanaan atas setiap kemungk.inan yang

terjadi setelah mengalami musibah untuk Proactive Coping

mencapai suatu tujuan tertentu pada masa Aspinwall dan Taylor {1997)
yang akan datang. mengungkapkan bahwa perilaku proaktif
Emmons {2000) mengungkapkan merupakan suatu proses di mana seseorang
bahwa spiritualitas bermanfaat dalam upaya mengantisipasi penyebab stres yang
untuk memecahkan berbagai permasalahan berpotensi mengganggu keseimbangan
dalam kehidupan. Spiritualitas dapat emosinya dan bertindak dalam rangka
memprioritas-ulangkan tujuan-tujuan mencegah hal tersebut terjadi dalam dirinya.
{reprioritization of goals). Terlebih lagi, Menurut Schwarzer (Greenglass,
pribadi yang spiritual lebih mudah 2001 ), proactive coping adalah suatu
menyesuaikan diri pada saat menangani pencapaian tujuan menuju sikap mandiri dan
kejadian-kejadian traumatis. Mereka pun perbaikan diri dengan berusaha
lebih bisa menemukan makna dalam krisis merealisasikan tujuan tersebut melalui
traumatis dan memperoleh panduan untuk proses pengaturan diri untuk mencapai
memutuskan hal-hal tepat apa saja yang lujuan yang diinginkan dan menjelaskan apa
harus dilakukan. yang memotivasi seseorang dalam
Sebuah penelitian yang dilakukan mencapai tujuan tersebut. serta

PSIKOLOGIKA Vol. 13 No. 25- Januari 2006


SI
AidIman Adami & Rr. lndah Ria Sulistyomi

berkomitrnen terhadap diri sendiri untuk perilaku individu untuk mencapai tujuan

memanajemen kualitas pribadi. (goal attainment) dengan cara mengatur

Sementara itu, Greenglass (2001) diri.

mendefinisikan proactive coping sebagai b. Reflectiv"e Coping, yakni mekanisme

strategi coping yang multidimensional dan penanganan masa a l h yang mengacu

lebih ban yak melihat pad a pencapaian tujuan pa da nah


ra kognitif secara maksimal

akhir. Proactive coping memfokuskan pada untuk beri majinasi ataupun melakukan

perbaikan kualitas hidup (perso,,a/ quality of refleksi alas pengalaman yang telah lalu

life management) dengan menggabungkan berkaitan dengan pencari an sol usi.

etemen-elemen psikologi positif. Lebih jauh c. Strategic Planning, y akni strategi

menurut Greenglass, proactive coping pengatasan m a s a l a h yang

mengintegrasikan proses dari kualitas me mfokuskan pada proses pencapaian

personal dalam memanajemen kehidupan tujuan yang berorie ntasi pada aksi yang

dengan pengaturan diri (self regulatory) telah terjadwal dan telah disusun dengan

untuk mencapai tujuan. Proactive coping cara memilah-milah m asalah menjadi

ditunjukkan dengan tiga hal utama, yaitu: beberapa bagian masalah y ang lebih

a. Kemampuan untuk mengintegrasikan kecil.

rencana dan strategi-strategi preventif d. Preventive Coping, y akni strategi

dengan cara proaktif untuk pengaturan pengatasan masalah yang sifatnya

diri dalam rangka pencapaian tujuan. me ncegah seg ala bentuk kemungkinan

b. Kemampuan untuk melakukan buruk atau sumber stres yang sewaktu­

identifikasi dan menggunakan sumber­ waktu d apat menekannya.

sumber sosial (social resources) untuk e. Instrumental Support Seeking, y akni

mencapai tujuan secara proaktif. strategi pengatasan masalah y ang

c. Menggunakan penyelesaian masalah memfokuskan pada ma s a l ah yang

secara emosional dengan proaktif untuk dihadapi dengan pencarian dukungan,

pengaturan diri dalam rangka mencapai informasi-informasi yang ada, dan

tujuan. mendapatkan mbal balik dari orang


ti ain
l

Berdasarkan penjelasan tersebut, k etika dalam keadaan lertekan atau

dapat disimpulkan bahwa proactive coping dalam menghadapi masalah.

merupakan suatu cara atau usaha f. Emotional Support Seeking, y aknl

bagaimana individu mampu mencapai tujuan stralegi pengatasan masalah y ang

yang h e n d a k d i capa i dengan beru pa pencarian dukungan emosional

mengintegrasikan kualitas personal k etika dalam keadaan stres atau tertekan

seseorang dalam hal pe r encanaan , dengan \ e b i h f okus u nt u k

penentuan strategi-strategi pr eventif, dan membangkitkan empati, dan mencari

dentifikasi
i masalah dengan dukungan dukungan emosional dari orang-orang

sosial, sikap optimis, serta kemampuan terdekat.

efikasi diri individu dalam me1ihat resiko, di G reenglass (2002) membagi faktor­

mana tuntutan dan hambatan se1ama proses faktor yang mempengaruhi proactive coping

pencapaian tujuan sebagai sesuatu yang yang dilakukan o leh ndividu


i menjadi dua

menantang dan bukan sebagai ancaman. bagian, yaitu faktor nternal


i dan aktor
f

S ementara itu, Greeglass, ekstemal. F aktor internal meliputi s elf

S chwarzer, Jakubiec. F iksenbaum, d an efficacy, yakni kepercayaan diri individu pada

T aubert (G reenglass, 200 1) mengungkapkan kemampuan yang di m iliklnya untuk

bahwa proactive roping terdiri dari enam memberikan kootrol pada semua kejadian

aspek, y aitu: yang akan mempengaruhi hidupnya (Kazdin,

a. Proactive Coping, yakni mekanisme 2002 , ) dan optimisme, yakni kemampuan

p e n g a t a s a n m a s a l a h yang m elihat si s i terang kehidupan dan

mengkombinasikan potensi kognitif d an memelihara sikap positif, sekalipun berada

52 PSQ<OLOGIKA Vol. 13 No. 25 - Januari 2008


SPIRITUAl..lTAS DAN PROACTIVE COPING PAOA SURVIVOR BENCANA GEMPA BUMI CH BANT\JL

datam kesulitan (Stein & Book, 2004 ). Spiritualitas merupakan sebuah

Sedangkan faktor eksternal meliputi bentuk multidimensi dan dinamis. Emmons

dukungan sosial (social support) dalam (2000) mengatakan bahwa terfalu sederhana

bentuk informasi yang diperoleh, untuk menganggap spiritualitas sebagai

pengalaman yang dialami oleh diri sendiri tingkah laku yang pasif dan statis yang

maupun orang lain, serta dukungan dimiliki seseorang, atau perilaku yang terikat

emosk>nal dari orang lain. di dalamnya, seperti ritual-ritual. Dia

memandang spiritualitas sebagai sebuah

Spiritualitas rangkaian keahlian (skills), kekayaan

Tuhan menciptakan manusia dengan (resources), kekuatan (capacities), atau

segenap keunikan. Sejak ia dilahirkan, kemampuan-kemampuan (abilities) yang

manusia memiliki potensi yang meliputi slsi memungkinkan seseorang untuk bisa

psikologis, sosial, dan spiritual. Menurut memecahkan masalah serta mencapai

Bastaman {1995), untuk dapat memahami tujuan-tujuan di dalam kehidupan mereka

manusia seutuhnya, baik dalam keadaan sehari-hari. Berdasarkan alasan-alasan

sehat maupun sakit, pendekatan yang tersebut. Emmons berpendapat bahwa

digunakan mestinya tidak lagi memandang spiritualitas dapat dipahami sebagai sebuah

manusia sebagai makhluk bio-psiko-sosial bentuk dari kecerdasan.

Gasmani, psikok>gis, dan sosial), melainkan Secara eksplisit, Piedmont (2001)

manusia sebagai makhluk bio-psiko-sosio­ memandang spiritualitas sebagai rangkaian

spiritual Gasmani, psikologis, sosial, dan karakteristik motivasional (motivatkmal trait);

spiritual). kekuatan emosionat umum yang

lstilah spiritualitas sudah jamak mendorong, mengarahkan, dan memilih

digunakan secara luas. Namun demikian, beragam tingkah laku individu. Lebih jauh,

istilah ini memiliki makna yang beragam, Piedmont (2001) mendefinisikan spiritualitas

tergantung pada waktu, tempat, dan bldang sebagai usaha individu untuk memahami

keilmuan di mana istilah ini digunakan. sebuah makna yang luas akan pemaknaan

Menurut Stoll (Emmons, 2000), deskripsi dari pribadi dalam konteks kehidupan setelah

spiritualitas sangat beragam dan hampir mati (eschatological). Hal ini berarti bahwa

tidak ada satu definisi yang disepakati sebagai manusia, kita sepenuhnya sadar

bersama. Oleh karena itu, deflnisi akan kematian (mortality). Oengan demikian,

spiritualitas tergantung pada perspektif apa kita akan mencoba sekuat tenaga untuk

yangdigunakan. membangun beberapa pemahaman akan

Secara terminologis, splritualitas tujuan dan pemaknaan akan hidup yang

berasal dari kata -spirit�. Dal am literatur sedang kita jalani.

agama dan spirituatitas, istilah spirit memiliki Lebih lanjut, Piedmont (2001)

dua makna substansial, yaitu: mengembangkan sebuah konsep

a. Karakter dan inti dari jiwa-jiwa manusia, spiritualitas yang disebutnya sebagai

yang masing·masing saling berkaitan, Spiritual Transcendence. yaitu kemampuan

serta pengalaman dari keterkaitan jiwa­ individu untuk berada di luar pemahaman

jiwa tersebut yang merupakan dasar dirinya akan waktu dan tempat, serta untuk

utama dari keyakinan spiritual. "Spirit" melihat kehidupan dari perspektif yang lebih

merupakan bagian terdalam dari jiwa, luas dan objektif. Perpektif transendensi

dan sebagai alat komunikasi atau sarana terse but merupakan suatu perspektif di mana

yang memungkinkan manusia untuk seseorang melihat satu kesatuan

berhubungan dengan Tuhan. fundamental yang mendasari beragam

b. "Spirit" mengacu pada konsep bahwa kesimpulan akan alam semesta. Konsep ini

semua "spirif yang saling berkaitan terdiri atas tiga aspek, yaitu:

merupakan bagian dari sebuah kesatuan a. Prayer Fulfillment (pengamalan ibadah),

{conciousness and intellect) yang leblh yakni sebuah perasaan gembira dan

besar (http://www.wikipedia.com). bahagia yang disebabkan oleh

PSIKOLOGIKA Vol. 13 No. 25 - Januarl 2008 53


. lndah Ria SulistyOm
Ardiman Adami & Rr

keterlibatan diri dengan realitas Hipotesls

transenden.

b. Universa/ity(universalitas), yakni sebuah Berdasarkan telaah teoritis dan

keyakinan akan kesatuan kehidupan pennasalahan di atas, maka hipotesis yang

alam semesta (nature of life) dengan diajukan dalam penelitian ini adalah ada

dirinya. hubungan positif antara spiritualitas dengan

c. Connectedness (keterkaitan), yakni proactive coping pada survivor bencana

sebuah keyakinan bahwa seseorang gempa bumi di Bantu!. Semakin tinggi tingkal

merupakan bagian dari realitas manusia spiritualitas survivor gempa, semakin tinggi

yang lebih besar yang melampaui proactive coping dilakukannya. Sebaliknya,

generasi dan kelompok tertentu. semakin rendah tingkat spiritualitas survivor

Pembahasan tentang spiritualitas gempa, semaikin rendah proactive coping

sering kali membawa para ahli untuk mencari yang dilakukannya.

konsep spiritualitas sebagai hal yang

berbeda dengan religiusitas. Elkins, dkk. METODE PENELITIAN

(Smith, 1994) mengatakan bahwa

spiritualitas memiliki makna yang sangat luas Penelitian ini menggunakan

karena mencakup keyakinan·keyakinan spiritualitas sebagai variabel bebas dan

serta perwujudan·peM"Ujudan, baik yang proactive coping pada survivor gempa

religius maupun yang bukan religius. sebagai variabel tergantung. Spiritualitas

Sementara Richards, dkk. (1999) merupakan usaha individu untuk memahami

menekankan pentingnya membuat sebuah makna yang luas akan pemaknaan

perbedaan antara spritualltas dan pribadi dalam konteks kehidupan setelah

religiusitas. Meskipun agama secara tradisi mati (eschatologicaf). Hal ini berarti bahwa

bersumber dari ha1·hal di mana spiritualitas sebagai manusia, kita sepenuhnya sadar

berkembang, namun sudah jamak untuk akan kematian (morla/ity) dan kemudian "

mencapai kesucian dalam hubungan membangun beberapa pemahaman akan

seseorang melalui seni, puisi, atau alam. tujuan dan pemaknaan akan kehidupan yang

Pendapat tentang perlunya sedang kita jalani (Piedmont, 2001).

membedakan spiritualitas dan religiusitas Penelitian ini ingin mengungkapkan tingkat

didukung secara empiris oleh penelitian spiritualitas suMVOI' bencana gem pa bumi di

Woods dan tronson (1999). Mereka Bantul. Oalam hal ini, spiritualitas yang

menemukan perbedaan antara orang dimaksud adalah spirituatitas transenclental,

spiritual dan orang yang religius. Subjek yang yakni spiritualitas yang berkaitan dengan

menyatakan dirinya sebagai seorang religius nilai-ntlai ketuhanan atau kepercayaan

cenderung melihat s!si spiritualitasnya yang terhadap keberadaan Tuhan atau suatu

berhubungan dengan institusi, tradisi. dan kekuatan yang lebih tinggi (The Higher

tindakan·tindakan. Sedangkan subjek yang Power).

menyatakan diri mereka sebagai seorang Untuk mengukur tingkat spiritualitas

spiritual memandang spiritualitas mereka survivor bencana gempa bumi di Bantul,

sebagai alat untuk menjadi saling berkailan penulis merumuskan Skala Spiritualitas yang

dengan makna transenden. Spirituatitas mengacu pada Spiritual Transcendence

kemudian digambarkan sebagai sebuah Scale yang dikembangkan oleh Piedmont

bentuk hubungan manusia dengan dimensi (1999). Skala ini terdiri atas tiga aspek, yaitu
yang lebih tinggi (The Higher Power) dan prayer fulfiflment (pengamalan ibadah),

Tuhan di dalam dirinya. Agama lebih universality (universalitas), dan

merupakan sebuah sistem keyakinan connectedness (keterkaitan}. Semakin tinggi

dengan sekumpulan dogma religius. skor yang diperoleh, maka menunjukkan

lingkat spiritua1itas subjek tinggi. Sebaliknya,

semakin rendah skor yang diperoleh, maka

PSIKOLOGIKA Vol. 13 No. 25- Januari 2008


54
SPIRITUAUTAS DAN PROAC11VE: COPING PADA SURVTVOR BENCANA GEM PA BUMI DI BANTUL

menunjukkan rendahnya tingkat splritualitas maka menunjukkan baiknya proactive coping

subjek. yang dilakukan oleh subjek. Sebaliknya,

Hasil analisis ujicoba alat ukur semakin rendah skor yang diperoleh, maka

terhadap Skala Spiritualitas diperoleh hasil menunjukkan buruknya proactive coping

43 aitem dinyatakan sahih dari 58 item yang yang dilakukan oleh subjek.

diujicobakan. Aitem yang sahih tersebut Sementara itu, hasil analisis uji coba

memiliki korelasi aitem-totat yang bergerak alat ukur terhadap Skala Proactive Coping

dari 0,268 sampai 0,789. sedangkan aitem pada SurvivorGempa diperoleh hasil 32 item

yang gugur sebanyak 15 item adalah item dinyatakan sahih dari 68 aitem yang

yang memiliki korefasi item-total kurang dari diujicobakan. Item yang sahih tersebut

0,25. Sementara itu, reliabilitas Skala memifiki korelasi item-total yang bergerak

Spirltualitas dapat diketahui dengan dari 0,253 sampai 0,772. Sedangkan item

menggunakan teknik Alpha Cronbanch pada yang gugur sebanyak 36 item adatah item

SPSS 12.0 for Windows. Koeflsien reliobititas yang memiliki korelasi item-total kurang dari

proactive coping sebesar 0,933. Hal tersebut 0,25. Sementara itu, reliabilitas Skala

menunjukkan tingkat konsistensi atau Proactive Coping pada Survivor Gempa

kepercayaan sebesar 93,3 % dan dapat diketahui dengan menggunakan teknik

menampakkan variasi error sebesar6, 7 %. Alpha Cronbanch pad a SPSS 12. 0 for

Sementara itu, proactive coping Windows. Koefisien rel!obllitos proactive

merupakan suatu proses yang dilakukan coping s e besar 0,909. Ha l tersebut

oleh seseorang untuk mencapai tujuan yang menunjukkan bahwa tingkat konsistensi atau
hendak dicapai dengan cara kepercayaan s e bes a r 90,9 % dan
mengintegrasikan kualitas personal yang menampakkan variasi error sebesar 9, 1 %.
ada pada diri baik itu berupa kemampuan Subjek penelitian yang berpartisipasi
membuat suatu perencanaan strategis, dalam penelitian ini adalah warga Bantul
kemampuan untuk mengantisipasi stres yang mengalami peristiwa bencana gempa
yang akan terjadi selama proses pencapaian bumi. Dalam proses penelitian, subjek yang
tujuan tersebut, kemampuan untuk digunakan berdomisili di tujuh pedukuhan di
melakukan refleksi serta kemampuan untuk Kabupaten Bantul, Yogyakarta, yaitu: Ousun
mencari dukungan dari lingkungannya, di
Blunyahan, D e sa Pendowoharjo,
mana ketika proses pencapaian tujuan Kecamatan Sewon (19 orang), Ousun
tersebut individu menemui resiko atau
Ngentak, Desa Wijirejo, Kecamatan Pandak
sesuatu yang mengancam dirinya, individu
(10 orang), Dusun Prayan, Oesa Srimulyo,
melihatnya sebagai sesuatu atau hal yang
Kecamatan Piyungan (8 orang), Desa Priyan,
menantang untuk dihadapi (Greenglas,
Kecamatan Trirenggo (16 orang), Dusun
2001). Penelitian ini ingin mengungkap balk Plebengan, Desa Sidomulyo, Kecamatan
atau buruknya proactive coping yang Bambanglipuro (19 orang), Ousun Turi, Desa
dilakukan oleh survivorbencana gempa bumi Sidomufyo, Kecamatan Bambanglipuro (8
dJBantul. orang), Desa Karanggayam, Kecamatan
Untuk mengungkap ba i k atau Bantul (12 orang). Oengan demikian, jumlah
buruknya proactive coping yang dilakukan subjek dalam penelitian ini adalah 92 orang.
oleh survivorbencana gempa bumi di Bantul, Data yang dihasilkan da l am
penulis merumuskan Skala Proactive Coping penelitian ini dianalisis dengan

pada Survivor Gempa yang mengacu pada menggunakan teknik product moment dari
Proactive Coping Inventory y a ng Pearson. Proses analisis menggunakan

dikembangkan oleh Greenglass (2002). program SPSS 12.0 for Windows.

Skala ini tercliri atas enam aspek, yaitu

proactive coping, reflective coping, strategic

planning, preventive coping, instrumental

support seeking, dan emotional support

seeking. Serna kin tinggi skor yang diperoleh,

PSfKOLOGIKA Vol. 13 No. 25 - Januari 2008


55
Ardiman Adami & Rr. lndah Rla Sulistyorini

HASIL PENELITIAN

1. Hasil Deskripsi Variabel Penelitian

Rerata Stand a( Rerata


Variabel Kategorisasi
Em irik Oeviasi Hipotetik

Spiritualitas 131,5 21,5 107,5 Tinggi

Proactive Coping 92 16 80 nnggi

Melihat hasil yang tertera dalam tabel dengan memasrahkan segalanya kepada

di atas, tampak bahwa pada kedua variabel Tuhan. Mereka bersyukur masih diberl

penelitian, kondisl subjek penelitian berada kesetamatan, sehingga menjadikan mereka

dalam kategori tinggi, yakni dalam hal tingkat semakin dekat kepada Tuhan serta

spiritualitas dan proactive coping. menyadari berbagai dosa dan kesa1ahan

2. Hasil Uji Hipotesis yang telah diperbuat selama ini. Bencana

Hasil analisis data menunjukkan gempa ditafsirkan sebagai peringatan keras

bahwa antara spiritualitas dan proactive Tuhan kepada manusia yang telah lama

coping pada survivor gempa diperoleh berkubang dalam dosa dan dusta. Hal ini

koefisien korelasi r,., = 0,741 dengan p = sesuai dengan konsep prayer fulfillment

0,000 (p < 0,01). Hal tersebut menunjukkan (pengamalan ibadah), yaitu sebuah

bahwa terdapat hubungan positif yang perasaan gembira dan bahagia yang

sangat signifikan antara spiritualitas dan disebabkan oleh keter1ibatan diri dengan

proactive coping pada survivor bencana realitas transenden (Piedmont, 2001 ), di

gempa bumi di Bantu!. Semakin tinggi mana para korban berusaha mencari rasa

spiritualitas survivor gempa, semakin tinggi tenang dan tentram sebagai efek dari

proactive coping yang dilakukannya. mengenal Tuhannya. Sikap tersebut diikuti

Sebaliknya, semakin rendah spiritualitas dengan kepasrahan dan tawakal kepada

survivor gempa, semakin rendah proactive Tuhan. Kepasrahan inilah yang akan

coping yang dilakukannya. mengarahkan indivldu kepada penerimaan

akan kondisi kehidupannya, sehingga

PEMBAHASAN individu mampu bangkit dari keterpurukan

untuk memulai lagi kehidupannya.

Berdasarkan hasil anatisis data yang Keyakinan ini akan mendorong individu

diperoleh dari lapangan, ter1ihat bahwa untuk berusaha semaksimal mungkin dan

terdapat korelasi yang sangat signifikan membuat perencanaan strategis dengan

antara variabel spiritualitas dan proactive harapan akan memberikan kemungk.inan

coping pada survivor gempa (r. = 0,741). has ii akhir yang terbc!ik.

Universality dapat dilihat dari


Hubungan positif ini menunjukkan bahwa
interaksi positif antara individu dan alam
semakin tinggi spirituatitas survivor gempa,
sekitamya, terutama sebelum dan sesudah
semakin baik proactive coping yang
terjadinya musibah. Termasuk meyakinl
ditakukannya. Sebaliknya, semakin rendah
kekuasaan Tuhan terhadap alam semesta.
spiritualitas survivor gempa, semalcin buruk
Tingkat unM1rsaUty yang tinggi tampak pada
proactive coping yang dilakukannya.
perilaku individu dalam menjaga
Dari hasil wawancara dan observasi
keseimbangan alam untuk meminimalkan
lapangan, diperoleh data bahwa dalam
kemungk.inan terjadi musibah. Selain itu,
menghadapi situasi yang sulit setelah gempa
individu meyakinl bahwa bencana alam yang
terjadi, para survivor memiliki keinginan kuat
terjadi merupakan ketentuan dari Sang
untuk mendekat kepada Tuhan dengan
Pencipta. lndividu juga mampu membaca
meningkatkan ibadah dan perbuatan baik
fenomena alam untuk mengantisipasi
lainnya. Hal ini diper1ihatkan oleh sebagian
datangnya musibah pada masa yang akan
besar rakyat Bantu! yang mengaku tawakal

56 PSl<OL.OGUCA Vol. 13 No. 25 - Januarl 2008


SPIRlTUAUTAS DAN PROACTIVE COPING PADA SURVIVOR BENCANA GEM PA BUMI DI BANJUL

datang, sehingga tidak menimbulkan penting dalam mengatasi masalah.

penderitaan dan kerugian yang lebih besar. Spiritualitas bisa melibatkan sesuatu di luar

Sedangkan connectedness tampak sumber-sumber yang nyata atau mencari

pada po!a interaksi interpersonal antara terapi untuk mengatasi sltuasl-srtuasi yang

individu dengan orang lain, termasuk penuh tekanan di dalam hidup seseorang.

keluarga. Tingkat connectedness yang tinggi Kesehatan spiritual mencakup penemuan

ditunjukkan rnelalui sikap meringankan makna dan tujuan dalam hidup seseorang;

penderitaan orang lain dan tidak mengandalkan Tuhan atau suatu kekuatan

mementingkan kepentingan diri sendiri yang lebih tinggi (The Higher Power),

{individualistik). Dalam suatu musibah, merasakan kedamaian, atau merasakan

transaksi interpersonal biasanya diwujudkan hubungan dengan alam semesta.

dalam bentuk dukungan sosial berupa Hasil penelitian ini jug a menunjukkan

nasehat atau masukan, pemberian bahwa sumbangan efektif yang diberikan

informasi, maupun dukungan emosional spiritua1itas terhadap efektivitas proactive

untuk memelihara keadaan psikologis coping pad a survivor gem pa adalah sebesar

individu yang mengalami tekanan. Apabila 54,9 % {R Squared = 0,549). Persentase

individu memperoleh dukungan sosial yang tersebut menunjukkan bahwa pengaruh

tinggi, maka la akan mengalami hal yang spiritualitas terhadap proactive coping pada

positif dalam hidupnya, mempunyai harga survivor gem pa tergolong tinggi. Sedangkan

diri yang tebih tinggi, dan mempunyai sisanya 45, 1 % dipengaruhi oleh faktor-faktor

pandangan yang lebih optimistis terhadap Jain, seperti optimisme, kepercayaan

kehidupannya. terhadap kemampuan sendiri (self efficacy),

Survivor gempa yang tingkat dan dukungan sosial.

spiritualitasnya tinggi akan mengantarkan Bagi para survivor gempa, berbagai

mereka senantiasa hidup dalam nuansa bentuk proactive coping ini akan memberikan

keimanan kepada Tuhan. Mereka akan penerimaan yang tulus atas musibah yang

memaknai aktivitasnya dalam kehidupan ini diafami, mengurangi kesedihan dan tekanan

sebagai ibadah kepada Tuhan. Mereka pun psikologis, membantu dalam menemukan

akan semakin tegas dan konsisten dalam makna positif dari pengalaman dan

sikap dan rangkah hidupnya serta semakin kehidupannya pasca-bencana, serta

terikat dengan aturan Sang Pencipta dengan meningkatkan keimanan kepada kekuasaan

perasaan ridha dan tenteram. Perasaan itu Tuhan, di mana pada saat bersamaan dapat

akan menjadikan mereka kuat dalam meningkatkan spiritualitas dalam diri mereka.

menghadapi segala persoalan hidup. Makna yang diresapi dari usaha-usaha


Mereka dapat mengambil hikmah atas proactive coping ini akan lebih memudahkan

musibah yang menimpanya, tidak putus asa, individu menerima apa yang terjadi pada
dan menjadikan hambatan-hambatan yang dirinya, sehingga akan mendorong individu
ditemui pasca-bencana sebagai tantangan untuk mencapai suatu tujuan hidup yang
untuk memulai kehidupan baru. Mereka lebih bermakna.
menganggap bahwa bencana bukan akhir

dari segala-galanya. Bencana dapat diubah PENUTUP


menjadi suatu pengalaman positif yang

memiliki makna bagi kehidupan yang akan Berdasarkan hasil penelitian yang
datang. telah dilakukan. maka dapatdisimpulkan hal­
Hal tersebut menguatkan penelitian hal sebagai berikut:
sebelumnya yang dilakukan oleh Graham, 1. Ada hubungan positif yang sangat
dkk. (2001) yang menunjukkan bahwa signifikan antara spiritualitas dengan
semakin pen ting spiritualitas bagi seseorang, proactive coping pada survivor bencana
maka semakin besar kemampuannya gempa bumi di Bantul. Semakin tinggi
mengatasi masalah yang dihadapi. tingkat spiritualitas survivor gempa,
Penelitian ini menyarankan bahwa maka semakin tinggi puta proactive
spiritualitas bisa memiliki peran yang sangat

PSIKOLOGIKA Vol. 13 No. 25-Januari 2008


57
Ardiman Adami & Rr. Ind ah Ria Sulistyorini

coping yang dilakukannya. Sebaliknya, dan ketakwaannya kepada Tuhan dalam

semakin rendah tingkat spiritualitas menghadapi musibah yang terjadl. Bila

survivor gempa, maka semakin rendah diperlukan, para relawan dan konselor

pula proactive coping yang dilakukannya. dibekali kemampuan untuk melakukan terapi

2. Subjek dalam penelitlan inl memiliki psikospiritual (Adz-Ozakiey, 2004).

tingkat spiritualitas yang tinggi dan Terapi ini mencakup tiga tahapan,

proactive coping yang tinggi pula. yaitu tahapan penyadaran diri (seff

Setelah mencerrnati hasil penelitian awareness), tahapan penyucian dan

tersebut, penetiti mencoba untuk pengenalan citra diri (self identification), dan

memberikan beberapa saran sebagai tahapan pengembangan diri (self

berikut: development). Terapi ini akan memberikan

1. Bagi SurvivorBencana Gempa Bumi penerimaan yang tulus atas musibah,

Penelitian ini menunjukkan bahwa mengurangi kesedihan dan tekanan

subjek memi1iki tingkat spiritualitas yang psikologis, serta membantu para survivor

tinggi. Tingkat spiritualitas tersebut dapat gempa dalam menemukan makna positifdari

mempengaruhi proactive coping yang pengalaman dan kehidupannya.

dilakukan, sehingga mereka akan mampu 3. Bagi Pejabat Pemerintahan dan Tokoh

mengatasi masalah yang dihadapi untuk Masyarakat Setempat

mencapai kehidupan yang lebih bermakna. Hendaknya para pejabat

Secara kongkrit, beberapa hal yang perlu pemerintahan mulai dari tingkat pedukuhan

dipertahankan atau bahkan ditingkatkan, sampai kabupaten bahkan provinsi, dan

yaitu: (a) mengamalkan ibadah dengan tokoh-tokoh masyarakat setempat untuk

ikhlas untuk memperoleh kekuatan dan dapat mempertahankan tradisi keagamaan

ketenangan sebagai media pendekatkan diri dalam masyarakat yang sudah ada setama

kepada Tuhan, (b) senantiasa berdoa dan ini, serta mendukung kegiatan keagamaan

tawakal kepada Tuhan dalam keadaan yang ada di masyarakat dalam rangka

apapun, (c) mengambil hikmah atas musibah peningkatan nilai-nilai spiritualitas

yang dialami, {d) meyakini takdir Tuhan atas masyarakat setempat. lntemalisasi nilai-nilai

setiap musibah yang terjadi, dan (e) menjaga spiritualitas yang kuat pada masyarakat

interaksi yang positif dengan orang lain dan merupakan potensi besar dan kuat dalam

alam sekitar. upaya pengatasan masalah pasca-bencana

2. Bagi Para Relawan dan Konselor gempa bumi yang telah dibuktikan secara

Survivor Gem pa empirik.

Peran para relawan, pembimbing, 4. Bagi Pene1iti Selanjutnya

dan konselor dirasa sangat penting dalam Untuk peneJiUan selanjutnya, perlu

menangani masalah-masalah psiko1ogis lebih mencermati metode dan proses

yang dialami oleh para survivorgempa dalam pengambilan data. Peneliti perlu ter1ibat

bentuk dukungan emosional. Dukungan langsung mendampingi para subjek dalam

tersebut berperan penting dalam memelihara menjaw ab angket yang disediakan, sehingga

keadaan psikologis para survivor gempa jawaban yang mereka berikan sesuai

yang mengalami tekanan. Keberadaan dengan keadaan mereka yang

mereka membuat para survivor gempa sesungguhnya. Pe ne 1 it i a n ke depan

merasa lebih diperhatikan, bemilai, dan diharapkan mampu memahami konstruksi

dicintai. dalam mengembangkan alat ukur yang telah

Kehidupan masyarakat Bantul yang ada, serta memfokuskan pada perluasan

kental dengan nilai-nilai religius konsep pada masing-masing variabel,

mengharuskan para rerawan dan konselor sehingga alat ukur yang dibuat benar-benar

untuk membeka1i diri dengan pengetahuan mewakili aspek untuk mengungkap hal yang

agama secara memadai, sehingga mereka akan diungkap.

tidak kaku dalam mengarahkan para survivor Bagi peneliti lain yang tertarik untuk

gempa untuk lebih meningkatkan keimanan meneliti tema yang sama disarankan untuk

58 PSIKOLOGIKA Vol. 13 No. 25 • Januari 2008


SPIRfTUAUTAS DAN PROACTIVE COPING PACA SURVNOR BEN CANA GEM PA BUMI 01 BANTUL

mempertimbangkan variabe1 lain yang Kaz din, A. .


F (Ed.). 2000. Encyclopedia of

berhubungan dengan proactive coping pada Psychology, V olume 7. American

survivor gempa, sehingga dapat ditentukan Psychological Assosiation: Ox ford

faktor-faktor lain yang juga mempengaruhi U niversity Press.

proactive copingpada survivorgempa.


M aarif, S. 006.
2 M usibah. Majalah Berita

Mingguan Gatra. Edisi 4


1 J uni 2006.

DAFTAR PUSTAKA M uluk, H. 2005 . Aceh P asca-Tsunami.

Majalah Berita Mingguan Gatra. Edisi

15J anuari2005
Adz-Dzakiey, M. H. B. 2004. Konseling dan

Psikoterapi Islam: Penerapan Metode P iedmont, R. L. 2001. S piritual

Sufistik. Edisi Revisi. Yogyakarta: Transcendence and the Sci entific

Fajar Pustaka Baru. Study of Spirituality. Journal of

Rehabilitation, 67 ( 1): 4- 14.


Anonim. 2006. 12.000 Orang Butuh

Penanganan Psikologis Jangka Waktu Richards, T. A . d kk. 1999. Spiritual Aspects o f

Lama. http:/la11.ugm.ac.id/ (Diakses Loss Amon g Partners of M en with

tanggal 20/0612006). AIDS: Post Bereavement F ollow-Up.

Death Study, 23: 105-107.


Anonim. 2006. Kabar Jogja Hari lni.

http:/lwww.portalinfaq.org/ (Diakses Shin, M. , Rosano, M ., Morch, H. & Chestnu , t

tanggal 20/06/2006). 0. E. 1984. Coping Wi th J ob Stress

and Burnout n the Human Services.


i
Aspinwall, L. G. & Taylor, S. E. 1997. Self­
Journal of Personality and Social
Regulation and Proactive Coping.
Psychology, 46 (4), 864-876.
Psychological Bulletin, 121 {3): 417-

436. Smith, D. W . 1994. Theory of Spirituality.

Jou ma I of Holistic Nursing, 9.


Bastaman, H. D. 1997. tntegrasi Psikologi

dengan Islam: Menuju Psikologi Stein, S. J. & Boo k, H. E. 2004. Ledakan EQ:

fslami. Editor: Fuad Nashori. 15 Prinsip Dasar Kecerdasan

Yogyakarta: Pustaka Pelajar & Emosional Meraih Sukses. Ba ndung:

Yayasan lnsan Kami!. Kaifa.

Emmons, R. A. 2000. Is Spirituality an Taylor, S. 1995. Health Psychology. 3M ed.

Intelligence? Motivation, Cognition, N ewYork: M cGraw-Hill, nc.


I

and the Psychology of Ultimate


Wiki ped i a, The Free Encyclop e dia.
Concern. International Journal for The
S p i r i t u a l i t y .
Psychology, 10(1).
http://en.wikipedia.org/wlindex.php?tit

Graham, S., Furr, S., Flowers, C. &. Burke, M. l e=Template:spirituality&action=edit

T. 2001. Religion and Spirituality in (Oi akses ta nggal 25/06/2006).

Coping with Stress. Journal of


Wood s, T. E. & lronson, G . H . 1999 . Religion
Counseling and Values, 46.
and Spirituality n the Face of
i Ill ness;

Greenglass, E. R. 2001. Proactive Coping, How Cancer, Cardias, and H IV

W ork Stress and Burnout Stress P a t i e n t s Describe The i r

News, 13(2):1-4. Spirituality/Religiosity. Journal of

Health Psychology, 4: 3 93-412.


Greenglass, E. R. 2002. Chapter 3: Proactive

C oping. O alam E . Frydenberg (Ed.),

Beyond Coping: Meeting Goals,

Visions and Challenges ( hal. 37-62).

L ondon: Oxf ord University Press.

PSIKOLOGIKA Vol. 13 No. 25-Januari 2008 59

Anda mungkin juga menyukai