Abstract
This study aimed to analyze Social upheaval was occurred in the Bantul earthquake disaster
in 2006. The study is centered in the Janganan village, Sewon, Bantul as a locus of study to
look at a wide range of social unrest that occurred in the community. The study shows that the
social unrest that occurred in the community due to the clash between the values of rational
action, affective, and traditional. The contestation rooted in human desire which always looking
for security and protection in an atmosphere of disaster. Presence of a figure persona that exists
in relation patronage becomes essential to reduce the social turbulence negative oriented.
58 Jurnal Dialog Penanggulangan Bencana Vol. 5, No. 1 Tahun 2014 Hal. 57-64
dengan beberapa cara, sebagai berikut: adalah deskriptif-analitik, yaitu melakukan
1. Wawancara (Interview) interpretasi data kemudian diselaraskan
Cara ini dilakukan kepada 10 responden dengan hasil studi pustaka.
yang berada di RT 03, RT 04 dan RT 05.
2. Angket (Kuesioner) d. Tempat Penelititan
Cara ini dilakukan kepada 35 responden
yang berada di RT 03, RT 04 dan RT Untuk tempat penelitian cara ini dilakukan
05. Dalam mengambil sampel penulis di beberapa tempat yang berbeda di wilayah
menggunakan teknik sampel acak. RT 03, RT 04 dan RT 05.
3. Observasi 1. RT 03, RT 04 dan RT 05 Janganan,
Cara ini dilakukan di beberapa tempat Panggungharjo, Sewon, Bantul.
yang berbeda di wilayah RT 03, RT 04 dan 2. Untuk tempat pengolahan data di :
RT 05. • Jln. Gadean No. 5 Ngupasan
4. Partisipasi Pengamat Yogyakarta.
Penulis di sini kebetulan sebagai salah • Jln. KH. Ali Maksum, Krapyak, Sewon,
satu korban gempa bumi 27 Mei 2006 Bantul, Yogyakarta.
yang lalu. Data sekunder diperoleh dari
buku–buku sumber seperti yang tercantum d. Hasil Penelitian
dalam daftar pustaka.
Sebagaimana pengamatan dari
b. Metode Pengolahan Data hasil observasi di lapangan, penelitian ini
memperoleh data-data yang dapat mengambil
Metode ini dilakukan setelah semua informasi yang relevan mengenai jumlah
data yang diperlukan terkumpul dari hasil kerusakan rumah yang diakibatkan gempa
metode pengumpulan data. Langkah pertama 27 Mei 2006 di lingkungan RT 03, RT 04 dan
adalah editing yang bertujuan memperbaiki RT 05 masyarakat Janganan, Panggungharjo,
kualitas data dan menghilangkan keragu- Sewon, Bantul. Adapun persentase dari rumah
raguan data. Langkah ini dilaksanakan dengan yang rusak di RT 03, RT 04 dan RT 05 adalah
membandingkan data-data yang telah diperoleh, sebagai berikut :
Tabel 1. ( Persentase) kerusakan rumah akibat gempa bumi 27 Mei 2006 di Janganan khususnya
wilayah RT 03, RT 04 dan RT 05
Wilayah /
Berat Sedang Ringan
Kerusakan
RT 03 96,79 % 3,21 % 0,00 %
RT 04 65,72 % 14,28 % 20,00 %
RT 05 68,33 % 26,67 % 5,00 %
9
8
Jumlah Responden
7 masa tanggap
6 darurat
5 sekarang
4
3
2
1
0
Tanggapan Ya Tidak Tidak
Tahu
serta interaksi sosial pasca gempa, sebagai mengenai tanggapan mereka terhadap
berikut: keadaan interaksi masyarakat di sekitar
Penelitian ini juga memperoleh data dari mereka. Hasilnya adalah sebagai berikut:
16
14
Jumlah responden
12
masa tanggap
10
darurat
8
6 sekarang
4
2
0
Tanggapan Ya Tidak Tidak
tahu
Diagram 2. Trauma pasca gempa kepada 15 responden di RT 03.
35
Diagram 1.03 Keadaan interaksi sosial masyarakat
Janganan pasca gempa sekarang di RT 03, 04 dan 05
35
30
Kapitulasi Responden
25
20
15
10
0
Tanggapan Baik Kurang Baik Tidak Tahu
62 Jurnal Dialog Penanggulangan Bencana Vol. 5, No. 1 Tahun 2014 Hal. 57-64
terikat sehingga menimbulkan semacam rasa Dalam lingkungan RT 03 sendiri, kegiatan
keamanan diri (Self Security) bagi setiap peribadatannya justru semarak bahkan sampai
warga dalam membangun dinamika kehidupan sekarang. Konsep Maninggaling Kawula
masyarakatnya kembali. Gusti maupun Kridhaning Sinathriya Pratidina
Interaksi sosial (lihat diagram 3) yang tampaknya tak bisa dielakkan masyarakat
ada dalam kehidupan masyarakat Janganan Janganan khususnya RT 03 yang masih terikat
di wilayah RT 04 dan RT 05 sesudah pasca dengan kearifan lokal (Local Wisdom) tanpa
gempa (selama masa tanggap darurat) terpengaruh hegemonitas kehidupan.
tentunya berbeda sebelum terjadinya gempa. Di dalam masyarakat RT 03 terjadi
Semisal, interaksi sosial dalam hal seperti pengadaaan tenda mesra, tetapi tidak
dalam pembagian kerja masyarakat sesuai difungsikan karena mengingat kondisi
kemampuan (Zaken Kabinet) misalnya, lingkungan yang masih serba memprihatinkan
remaja menjaga keamanan lingkungan, ibu- baik secara materi maupun moril. Selain itu
ibu yang menyiapkan logistik pangan, para konsep primus interpares masih melekat
perangkat desa yang mengkoordinasi bantuan pada kharisma tokoh masyarakatnya hal ini
kemanusiaan yang akan dipublikasikan ditunjukan dengan adanya peran aktif ketua
sehingga menimbulkan semacam kepuasan RT dalam mengkoordinir bantuan logistik.
diri (Self Satisfication) warga RT 04 dan RT Dari penjabaran yang telah dipaparkan di
05. Namun, di RT 05 timbul gejolak sosial atas bahwa di masyarakat Janganan terdapat
seperti pergantian jadwal masak yang macet gejolak-gejolak sosial yang terjadi selama
membuat ganjalan tersendiri sewaktu mereka masa tanggap darurat. Gejolak-gejolak
berada dalam masa tanggap darurat di tenda sosial yang terjadi menimbulkan fenomena-
pengungsian. fenomena sosial. Adapun fenomena-fenomena
Hal ini tentu saja menimbulkan fenomena sosial tersebut ada yang positif dan ada yang
sosial seperti “cekcok“ antar petugas masak negatif bagi kehidupan masyarakat Janganan
dan“grundelan“ atau menggunjingkan para itu sendiri.
petugas yang tidak mau melaksanakan
tugasnya dengan baik. Namun, berkat peran 4. KESIMPULAN
panitia atau pengurus tenda darurat yang
tanggap, masalah tersebut dapat diselesaikan Dalam sitausi yang serba chaotic dalam
secara kekeluargaan. Dalam lingkup interaksi krisis kebencanaan tersebut. Adanya gejolak
RT 03 berbeda dengan wilayah R T 04 dan sosial merupakan bentuk keniscayaan yang
RT 05 yang notabene sangat kental dengan akan selalui dihadapi. Hal itu jelas terkait
fenomena sosial maupun gejolak sosial dalam dengan sifat manusia yang ingin senantiasa
pola demogarafis masyarakatnya. Tentunya mencari sekuritas dalam dirinya sendiri. Adanya
ini menjadi semacam anomali tersendiri gejolak sosial yang terjadi dalam penanganan
karena dalam pola interaksi masyarakat bencana memang bersumber pada ritus
Janganan khususnya wilayah RT 03 mengenai konflik-konflik yang terjadi. Oleh karena itulah
penyaluran bantuan, ketidaktransparan, dll. peran figuritas sebagai primus intepares
Anomali itu dikarenakan hampir sebagian besar berperan penting sebagai pendamai dalam
warga RT 03 umumnya golongan menengah mereduksi gejolak sosial berekses pada hal
ke atas serta lingkungan kemasyarakatnya negatif.
yang mengarah ke masyarakat perkotaaan
(Urban Commnunity). Akan tetapi dalam hal UCAPAN TERIMA KASIH
ini masyarakatnya juga tidak meninggalkan
identitas mereka sebagai suatu masyarakat Dalam kesempatan ini, saya ingin
pedesaan (Rural Community). Hal ini tetu saja mengucapkan banyak terima kasih kepada
berbeda dengan konsep masyarakat marjinal Saudara Yaltafit Abror Jeem maupun Eriyono
(Marginal Community) yang lebih mementingkan Budi Wijoy, atas kontribusi dalam penelitian ini.
keduniaaan saja (Secular Orientations).
64 Jurnal Dialog Penanggulangan Bencana Vol. 5, No. 1 Tahun 2014 Hal. 57-64