Anda di halaman 1dari 8

GEJOLAK SOSIAL PASKA PENANGGULANGAN BENCANA:

STUDI BENCANA GEMPA BUMI BANTUL 2006

Wasisto Raharjo Jati


Pusat Penelitian Politik, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia

Abstract

This study aimed to analyze Social upheaval was occurred in the Bantul earthquake disaster
in 2006. The study is centered in the Janganan village, Sewon, Bantul as a locus of study to
look at a wide range of social unrest that occurred in the community. The study shows that the
social unrest that occurred in the community due to the clash between the values of rational
action, affective, and traditional. The contestation rooted in human desire which always looking
for security and protection in an atmosphere of disaster. Presence of a figure persona that exists
in relation patronage becomes essential to reduce the social turbulence negative oriented.

Keywords: Social upheaval, Bantul earthquake, clash of values, disaster reduction.

1. PENDAHULUAN keamanan menjadi suatu ganjalan tersendiri,


sehingga dapat menimbulkan adanya gejolak-
Gempa bumi yang terjadi pada tanggal gejolak sosial yang menjadi dapat menimbulkan
27 Mei 2006 di Yogyakarta dengan kekuatan suatu fenomena sosial yang menarik untuk
5,9 SR (Skala Richter) atau 6,2 MM (Moment dikaji.
Magnitude) meluluhlantahkan banyak Dari sekian daerah yang terkena imbas
bangunan baik rumah penduduk, gedung dari gempa bumi yang ada di daerah DIY,
sekolah, gedung pemerintahan dan bangunan- Kabupaten Bantul (korban meninggal
bangunan yang lain. Banyak korban berjatuhan sebanyak 4.143 orang berdasarkan laporan
mulai dari meninggal dunia sampai luka-luka dari Departemen Sosial RI pada tanggal 7 Juni
ringan. Reaksi mereka yang tidak menjadi 2006) yang merasakan dampak yang besar
korban pun cepat, bantuan baik secara dari bencana ini karena wilayah ini dekat
personal maupun kelompok, walau jumlahnya dengan episentrum (pusat gempa). Sampai
tidak terlalu banyak, namun bantuan tersebut sekarang masyarakat di Kabupaten Bantul
dapat meringankan beban korban yang masih masih trauma dan panik apabila terjadi gempa
hidup Korban-korban gempa bumi yang masih susulan. Kenyataan sosial seperti ini dapat
hidup saat ini kembali meneruskan dinamika menjadi salah satu faktor mendukung timbulnya
kehidupannya. perubahan sosial. Dampak dari gempa 27
Hidup dengan sisa-sisa harta benda yang Mei silam yang dirasakan oleh masyarakat
dimiliki dan kondisi sosial masyarakat yang Kabupaten Bantul juga seperti dirasakan oleh
berbeda dengan sebelum terjadinya bencana masyarakat Janganan Panggungharjo, Sewon,
merupakan sebuah kehidupan baru bagi para Bantul khususnya wilayah RT 03, RT 04 dan RT
korban bencana tersebut. Mereka hidup di 05 karena wilayah tersebut hampir 95 % (RT
tenda-tenda pengungsian sambil membangun 03) dan 65 % (RT 04 dan RT 05) bangunan
kembali rumah dan lingkungan mereka. Hidup rata dengan tanah atau rusak berat.
di tenda pengungsian menyebabkan kehidupan Hal ini dapat memungkinkan terjadinya
sosial para korban semakin akrab. Namun, suatu perubahan dan fenomena sosial selama
dibalik itu semua permasalahan privasi dan masa tanggap darurat karena masyarakat

Gejolak Sosial Paska Penanggulangan Bencana ... (Wasisto Raharjo Jati) 57


tinggal di tenda-tenda pengungsian. Perubahan hidupnya manusia mengalami berbagai krisis
situasi tersebut berdampak pada kondisi psikis yang ditakuti, contohnya: terhadap bencana
dari masyarakat. Kondisi psikis yang masih sakit, maut, harta benda. Segala kepandaian,
labil dari para korban gempa di lingkungan kekuasaaan, dan harta benda yang dimilikinya
masyarakat Janganan yang menjadi salah manusia tidak berdaya (Roderick, 1993).
satu hal yang dapat memicu timbulnya gejolak Selama daur hidupnya, ada saat-saat genting
sosial. Selain itu kegiatan rohani di dalam tenda bagi manusia, saat-saat ketika manusia
pengungsian selama pasca gempa menjadi mudah jatuh sakit atau tertimpa bencana.
hal yang menarik perhatian penulis misalnya Pada saat–saat seperti itu manusia merasa
peningkatan kuantitas dan kualitas dalam hal perlu melakukan sesuatu untuk memperteguh
beribadah menjadi hal yang menarik untuk imannya, yang dilakukannya dengan ritual-
diangkat menjadi salah bahan karya tulis ilmiah. ritual kepercayaannya. Perbuatan-perbuatan
Berdasarkan kenyataan di atas, penulis inilah yang merupakan pangkal dari religi dan
tertarik untuk mengungkapkan apakah terjadi merupakan bentuk-bentuk yang tertua.
gejolak-gejolak sosial di dalam masyarakat Seperti yang kita lihat dalam kebudayaan
Janganan dan apakah dari gejolak tersebut orang Jawa bahwa kraton mempunyai
timbul suatu fenomena tersendiri di tengah pengaruh yang kuat dalam kehidupan religi atau
masyarakat. Maka pertanyaan relevan yang kepercayaan khususnya masyarakat Jawa itu
diajukan dalam penelitian ini adalah gejolak- sendiri. Hal ini membuat sebagian masyarakat
gejolak sosial apa sajakah yang muncul dalam Jawa mematuhi anjuran dari kraton. Misalnya
pola penanganan bencana di Desa Janganan, perintah kraton mengenai masalah gempa
Bantul? bumi, kraton memerintahkan untuk memasak
sayur lodeh dan memakai janur kuning sebagi
2. RESPONS KEBENCANAAN tolak bala.
Perasaan tidak berdaya dalam menghadapi
Dalam menghadapi kasus bencana sendiri gejala-gejala dan peristiwa- peristiwa yang
yang paling diutamakan sebenarnya sikap dianggap luar biasa dalam kehidupan manusia.
publik dalam menghadapi bencana tersebut. misalnya bencana alam atau kejadian–kejadian
Hal itu jelas terkait dengan berbagai macam luar biasa lainnya. Kepercayaan pada suatu
tindakan sosial yang muncul dalam internal kekuatan luar biasa yang ada dalam gejala-
masyarakat tersebut. Dalam hal ini, terdapat gejala, hal-hal dan peristiwa yang luar biasa
tiga golongan dalam menghadapi bencana tadi, dianggap sebagai kepercayaan yang
yakni tindakan rasional yang berorientasi hasil, sudah dianut oleh manusia sebelum mereka
tindakan rasional yang berorientasi pada nilai, mengenal makhluk halus dan ruh (Shadiliy,
tindakan tradisional, maupun tindakan afektif. 1984).
Masing-masing jenis tindakan tersebut memiliki Sampai sekarang kepercayaan itu masih
tujuan sendiri. Tindakan rasional sendiri lebih melekat pada masyarakat Jawa. Hal ini
mengarahkan pada respons publik terhadap membuat masyarakat Jawa mudah untuk
bencana lebih bersifat teknokratis sedangkan menghubung–hubungkan kejadian-kejadian
tindakan afektif maupun tradisional lebih luar biasa (bencana alam) dengan mitos–mitos
kepada afektif (Rohman, 2003). yang berkembang. Seperti kejadian gempa
Dari situlah kemudian, terjadi gejolak- bumi dengan mitos dari Ratu Nyi Roro Kidul.
gejolak dalam masyarakat mengenai
pengedepanan nilai yang akan diajukan dalam 3. METODE PENELITIAN
mereduksi dampak bencana. Gejolak sendiri
dapat bersumber dari nilai fatalistik yang a. Metode Pengumpulan Data
bersumber secara inheren dalam manusian
yakni krisis selama hidup maupun kekuatan luar Data yang digunakan penulis dalam
biasa (Horton, 1999). Yang pertama yakni krisis penyusunan karya tulis ini terdiri atas data
selama hidup menganalogikan bahwa selama primer dan sekunder. Data primer diperoleh

58 Jurnal Dialog Penanggulangan Bencana Vol. 5, No. 1 Tahun 2014 Hal. 57-64
dengan beberapa cara, sebagai berikut: adalah deskriptif-analitik, yaitu melakukan
1. Wawancara (Interview) interpretasi data kemudian diselaraskan
Cara ini dilakukan kepada 10 responden dengan hasil studi pustaka.
yang berada di RT 03, RT 04 dan RT 05.
2. Angket (Kuesioner) d. Tempat Penelititan
Cara ini dilakukan kepada 35 responden
yang berada di RT 03, RT 04 dan RT Untuk tempat penelitian cara ini dilakukan
05. Dalam mengambil sampel penulis di beberapa tempat yang berbeda di wilayah
menggunakan teknik sampel acak. RT 03, RT 04 dan RT 05.
3. Observasi 1. RT 03, RT 04 dan RT 05 Janganan,
Cara ini dilakukan di beberapa tempat Panggungharjo, Sewon, Bantul.
yang berbeda di wilayah RT 03, RT 04 dan 2. Untuk tempat pengolahan data di :
RT 05. • Jln. Gadean No. 5 Ngupasan
4. Partisipasi Pengamat Yogyakarta.
Penulis di sini kebetulan sebagai salah • Jln. KH. Ali Maksum, Krapyak, Sewon,
satu korban gempa bumi 27 Mei 2006 Bantul, Yogyakarta.
yang lalu. Data sekunder diperoleh dari
buku–buku sumber seperti yang tercantum d. Hasil Penelitian
dalam daftar pustaka.
Sebagaimana pengamatan dari
b. Metode Pengolahan Data hasil observasi di lapangan, penelitian ini
memperoleh data-data yang dapat mengambil
Metode ini dilakukan setelah semua informasi yang relevan mengenai jumlah
data yang diperlukan terkumpul dari hasil kerusakan rumah yang diakibatkan gempa
metode pengumpulan data. Langkah pertama 27 Mei 2006 di lingkungan RT 03, RT 04 dan
adalah editing yang bertujuan memperbaiki RT 05 masyarakat Janganan, Panggungharjo,
kualitas data dan menghilangkan keragu- Sewon, Bantul. Adapun persentase dari rumah
raguan data. Langkah ini dilaksanakan dengan yang rusak di RT 03, RT 04 dan RT 05 adalah
membandingkan data-data yang telah diperoleh, sebagai berikut :

Tabel 1. ( Persentase) kerusakan rumah akibat gempa bumi 27 Mei 2006 di Janganan khususnya
wilayah RT 03, RT 04 dan RT 05

Wilayah /
Berat Sedang Ringan
Kerusakan
RT 03 96,79 % 3,21 % 0,00 %
RT 04 65,72 % 14,28 % 20,00 %
RT 05 68,33 % 26,67 % 5,00 %

memeriksa kelengkapan data, memeriksa Dari tabel 1. di atas menunjukkan bahwa


kesempurnaan data, dan mengoreksi apabila efek kerusakan gempa yang begitu dahsyat
terdapat kesalahan terhadap data tersebut. sehingga mampu meratakan sebagian besar
Langkah kedua adalah menganalisis data rumah penduduk RT 03, RT 04 dan RT 05
dan menginterpretasi data. Langkah ketiga Janganan. Keadaan tersebut memaksa mereka
adalah generalisasi dan menarik kesimpulan. untuk sementara waktu untuk tinggal di tenda/
barak pengungsian.
c. Metode Analisis Data Selain itu kami melakukan penelitian
melalui angket yang telah kami berikan kepada
Metode analisis data yang digunakan responden di wilayah Janganan khususnya RT

Gejolak Sosial Paska Penanggulangan Bencana ... (Wasisto Raharjo Jati) 59


03, RT 04 dan RT 05 maka kami mendapat pengamatan lansung, angket (kuisioner)
tanggapan dari responden tentang trauma maupun wawancara kepada responden

9
8
Jumlah Responden

7 masa tanggap
6 darurat
5 sekarang
4
3
2
1
0
Tanggapan Ya Tidak Tidak
Tahu

Diagram 1. Trauma pasca gempa kepada 9 responden RT 05.

serta interaksi sosial pasca gempa, sebagai mengenai tanggapan mereka terhadap
berikut: keadaan interaksi masyarakat di sekitar
Penelitian ini juga memperoleh data dari mereka. Hasilnya adalah sebagai berikut:

16
14
Jumlah responden

12
masa tanggap
10
darurat
8
6 sekarang
4
2
0
Tanggapan Ya Tidak Tidak
tahu
Diagram 2. Trauma pasca gempa kepada 15 responden di RT 03.

Diagram 1.03 Keadaan interaksi sosial masyarakat


60 Jurnal Dialog Penanggulangan Bencana Vol. 5, No. 1 Tahun 2014 Hal. 57-64
Janganan pasca gempa sekarang di RT 03, 04 dan 05

35
Diagram 1.03 Keadaan interaksi sosial masyarakat
Janganan pasca gempa sekarang di RT 03, 04 dan 05

35

30
Kapitulasi Responden
25

20

15

10

0
Tanggapan Baik Kurang Baik Tidak Tahu

Diagram 4. Keadaan interaksi sosial masyarakat Janganan pasca gempa


sekarang di RT 03, 04, dan 05.

Dari tabel 1. menunjukkan bahwa kehidupan bagi masyarakat Jawa, rumah


masyarakat Janganan-pun merasakan efek yang mereka bangun secara bertahap dalam
gempa tersebut baik secara sosial maupun waktu yang lumayan lama serta biaya yang
kelingkungannya Di samping itu, dalam tidak sedikit hancur dalam waktu 57 detik. Hal
masyarakat Janganan juga timbul perubahan ini memicu timbulnya perubahan–perubahan
dan gejolak sosial secara menyeluruh dalam yang terjadi dalam kehidupannya sehari–hari
pola interaksi kemasyarakatannya akibat baik secara sosial maupun budaya. Peristiwa
banyaknya rumah yang hancur. Sebagai gempa bumi pada tanggal 27 Mei tahun lalu
masyarakat yang menempati lingkungan yang berdampak pada kondisi kejiwaan dari setiap
masih terpengaruh kuat dari kraton masyarakat anggota masyarakat. Namun, bagi korban yang
Janganan kental akan pengaruh Jawa. Gempa masih hidup mereka tetap harus meneruskan
yang menghancurkan banyak rumah seolah- hidup meskipun harus mulai dari bawah
olah juga ikut menghancurkan kegiatan dan lagi.
kehidupan kultural masyarakat Jawa (dalam Tentunya dalam filosofi Jawa yang
hal ini masyarakat Janganan), karena dalam berbunyi “Narimo Ing Pandhum” dikatakan
mitologi orang Jawa rumah merupakan “puser” bahwa setiap insan Jawa harus menerima apa
(Suryanto Sastroatmodjo, 2006: hal.31) dalam adanya segala pemberian Tuhan baik berupa
kegiatan dan kehidupan kultural setiap insan bencana seperti gempa bumi yang melanda
Jawa. DIY dan sekitarnya pada tanggal 27 Mei 2006.
Jelas, baik secara makro maupun mikro Filosofi tersebut membuat masyarakat Jawa
gempa sangat berpengaruh terhadap kondisi relatif kuat secara batin.

Gejolak Sosial Paska Penanggulangan Bencana ... (Wasisto Raharjo Jati) 61


Berkurangnya jumlah penduduk dan ditimbulkan oleh isu tersebut. Di lain pihak
kondisi lingkungan serta alam yang berbeda terjadi perubahan–perubahan sosial yang
sebelum gempa, juga memungkinkan menimbulkan fenomena antara lain semakin
terjadinya suatu perubahaan dan gejolak sosial maraknya kegiatan kerohanian di masjid sekitar,
dalam kehidupan masyarakat. Perubahan dan seperti salat berjamaah dan doa bersama
gejolak–gejolak tersebut semakin mendukung setiap malam selama masa tanggap darurat.
untuk terjadinya fenomena di tengah Dalam hal ini masyarakat ingin mendekatkan
masyarakat. diri pada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena
Adapun pola kehidupan masyarakat yang kejadian tersebut merupakan kejadian
terbentuk dengan tinggal bersama timbul suatu yang sangat luar biasa dalam kehidupan
konsep yang mana hidup yang tergantung masyarakat.
pada kehendak bersama itu timbul dari Sesuai diagram (diagram 1, 2, dan
adanya kepentingan serta perhatian terhadap 3) di atas dapat dilihat bahwa masyarakat
kepentingan orang lain dalam masyarakat. Janganan masih mengalami trauma yang
Masyarakat Jawa dalam hal ini masyarakat begitu mendalam yang diakibatkan gempa
Janganan sendiri sangat percaya dengan 27 Mei 2006. Sesuai Teori Masa Krisis
kekuatan kearifan lokal yang ada berpusat pada Dalam Hidup berpendapat bahwa selama
Kraton. Saat terjadinya gempa kemarin,”Ngarso hidupnya manusia mengalami berbagai krisis
Ndalem“ beserta “Rayi Ndalem“ menganjurkan yang ditakuti, contohnya: terhadap bencana
pada masyarakat untuk membuat sayur lodeh alam. Hal ini tentunya wajar karena kejadian
maupun memakai janur kuning sebagai tolak tersebut akan selalu membekas. Selain itu,
bala. hal tersebut akan berpengaruh pada tingkah
Tentunya masyarakat Janganan yang laku mereka ketika berada di masyarakat.
percaya dengan hegemoni budaya Jawa Kraton Rata–rata dari mereka masih dalam keadaan
tentu akan melaksanakan “dawuh“ tersebut. labil ketika mereka di tengah perkumpulan
Namun, ada pula segelintir masyarakat masyarakat. Hal ini sangat berdampak
Janganan yang tidak melasanakannya. Klenik– pada kestabilan sosial dari masyarakat
klenik yang berkembang dalam masyarakat Janganan. Sekaligus menimbulkan gejolak
tersebut dianggap oleh sebagian masyarakat sosial.
Janganan adalah sesuatu hal yang tabu dan Interaksi sosial yang ada dalam
hanyalah mitos. Hal semacam ini tentunya kehidupan masyarakat Janganan sesudah
adalah suatu fenomena sosial tersendiri dan pasca gempa tentunya berbeda sebelum
juga dapat dipersepsikan kekuatan sakral terjadinya gempa. Semisal, interaksi sosial
kejawen yang dimiliki kraton sehingga apapun masyarakat Janganan dalam pengolahan
anjuran dari kalangan kraton dilakukan oleh bantuan logistik. Sebagai contoh, adalah
masyarakat, walaupun ada segelintir orang dalam hal pembagian jadwal pembagian masak
yang tidak mempercayainya. dan makanan di dapur umum. Umumnya,
Di sisi lain peran dari tokoh masyarakat masyarakat sendiri mempunyai selera sendiri
setempat sangat besar pengaruhnya dalam dalam hal makanan. Konflik akan kepuasan
upaya mengendalikan gejolak sosial yang pelayanan makanan tentunya menjadi hal
timbul. Gejolak–gejolak sosial yang timbul yang sering terjadi di dapur. Akan tetapi berkat
di dalam masyarakat Janganan di antara lain kesiapsiagaan para perangkat desa dalam
dipicu oleh kondisi masyarakat yang hidup mengatasinya.
bersamaan di dalam tenda pengungsian Adapun faktor traumatik yang dialami
selama ± tiga minggu masa tanggap darurat masyarakat Janganan khususnya wilayah
pasca gempa. Peran dari para tokoh RT 05 sama dengan warga yang ada di RT
masayarakat terlihat ketika masyarakat 04. Hanya saja, upaya untuk bangkit dari
mendengar isu–isu mengenai akan terjadinya keterpurukan dari gempa tampaknya penduduk
Tsunami, dalam hal ini si tokoh berperan aktif RT 05 lebih cepat untuk bangkit. Integritas
dalam mengendalikan gejolak–gejolak yang antara unsur religi maupun birokrat saling

62 Jurnal Dialog Penanggulangan Bencana Vol. 5, No. 1 Tahun 2014 Hal. 57-64
terikat sehingga menimbulkan semacam rasa Dalam lingkungan RT 03 sendiri, kegiatan
keamanan diri (Self Security) bagi setiap peribadatannya justru semarak bahkan sampai
warga dalam membangun dinamika kehidupan sekarang. Konsep Maninggaling Kawula
masyarakatnya kembali. Gusti maupun Kridhaning Sinathriya Pratidina
Interaksi sosial (lihat diagram 3) yang tampaknya tak bisa dielakkan masyarakat
ada dalam kehidupan masyarakat Janganan Janganan khususnya RT 03 yang masih terikat
di wilayah RT 04 dan RT 05 sesudah pasca dengan kearifan lokal (Local Wisdom) tanpa
gempa (selama masa tanggap darurat) terpengaruh hegemonitas kehidupan.
tentunya berbeda sebelum terjadinya gempa. Di dalam masyarakat RT 03 terjadi
Semisal, interaksi sosial dalam hal seperti pengadaaan tenda mesra, tetapi tidak
dalam pembagian kerja masyarakat sesuai difungsikan karena mengingat kondisi
kemampuan (Zaken Kabinet) misalnya, lingkungan yang masih serba memprihatinkan
remaja menjaga keamanan lingkungan, ibu- baik secara materi maupun moril. Selain itu
ibu yang menyiapkan logistik pangan, para konsep primus interpares masih melekat
perangkat desa yang mengkoordinasi bantuan pada kharisma tokoh masyarakatnya hal ini
kemanusiaan yang akan dipublikasikan ditunjukan dengan adanya peran aktif ketua
sehingga menimbulkan semacam kepuasan RT dalam mengkoordinir bantuan logistik.
diri (Self Satisfication) warga RT 04 dan RT Dari penjabaran yang telah dipaparkan di
05. Namun, di RT 05 timbul gejolak sosial atas bahwa di masyarakat Janganan terdapat
seperti pergantian jadwal masak yang macet gejolak-gejolak sosial yang terjadi selama
membuat ganjalan tersendiri sewaktu mereka masa tanggap darurat. Gejolak-gejolak
berada dalam masa tanggap darurat di tenda sosial yang terjadi menimbulkan fenomena-
pengungsian. fenomena sosial. Adapun fenomena-fenomena
Hal ini tentu saja menimbulkan fenomena sosial tersebut ada yang positif dan ada yang
sosial seperti “cekcok“ antar petugas masak negatif bagi kehidupan masyarakat Janganan
dan“grundelan“ atau menggunjingkan para itu sendiri.
petugas yang tidak mau melaksanakan
tugasnya dengan baik. Namun, berkat peran 4. KESIMPULAN
panitia atau pengurus tenda darurat yang
tanggap, masalah tersebut dapat diselesaikan Dalam sitausi yang serba chaotic dalam
secara kekeluargaan. Dalam lingkup interaksi krisis kebencanaan tersebut. Adanya gejolak
RT 03 berbeda dengan wilayah R T 04 dan sosial merupakan bentuk keniscayaan yang
RT 05 yang notabene sangat kental dengan akan selalui dihadapi. Hal itu jelas terkait
fenomena sosial maupun gejolak sosial dalam dengan sifat manusia yang ingin senantiasa
pola demogarafis masyarakatnya. Tentunya mencari sekuritas dalam dirinya sendiri. Adanya
ini menjadi semacam anomali tersendiri gejolak sosial yang terjadi dalam penanganan
karena dalam pola interaksi masyarakat bencana memang bersumber pada ritus
Janganan khususnya wilayah RT 03 mengenai konflik-konflik yang terjadi. Oleh karena itulah
penyaluran bantuan, ketidaktransparan, dll. peran figuritas sebagai primus intepares
Anomali itu dikarenakan hampir sebagian besar berperan penting sebagai pendamai dalam
warga RT 03 umumnya golongan menengah mereduksi gejolak sosial berekses pada hal
ke atas serta lingkungan kemasyarakatnya negatif.
yang mengarah ke masyarakat perkotaaan
(Urban Commnunity). Akan tetapi dalam hal UCAPAN TERIMA KASIH
ini masyarakatnya juga tidak meninggalkan
identitas mereka sebagai suatu masyarakat Dalam kesempatan ini, saya ingin
pedesaan (Rural Community). Hal ini tetu saja mengucapkan banyak terima kasih kepada
berbeda dengan konsep masyarakat marjinal Saudara Yaltafit Abror Jeem maupun Eriyono
(Marginal Community) yang lebih mementingkan Budi Wijoy, atas kontribusi dalam penelitian ini.
keduniaaan saja (Secular Orientations).

Gejolak Sosial Paska Penanggulangan Bencana ... (Wasisto Raharjo Jati) 63


DAFTAR PUSTAKA

Dhodiri, Taufiq Rohman. 2003. Sosiologi :


Suatu Kajian Kehidupan Masyarakat.
Jakarta: Yudhistira .
Horton, Paul B. 1999. Sosiologi. Jakarta:
Erlangga.
Martin, Roderick. 1993. Sosiologi Kekuasaan.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Sastroatmodjo, Suryanto. 2006. Citra Diri
Orang Jawa. Yogyakarta: Narasi
Yogyakarta.
Shadily, Hassan. 1984. Sosiologi Untuk
Masyarakat Indonesia. Jakarta: PT Rineka
Cipta.

64 Jurnal Dialog Penanggulangan Bencana Vol. 5, No. 1 Tahun 2014 Hal. 57-64

Anda mungkin juga menyukai