Anda di halaman 1dari 18

DAFTAR ISI

Cover
Daftar Isi ........................................................................................... .......... i
BAB I. Deskripsi Komunitas dan Latar Belakang ................................... 1
1.1 Deskripsi Komunitas dan Latar Belakang .............................. 1
BAB II. Hasil Asessmen ............................................................................. 5
2.1 Deskripsi Permasalahan .......................................…………….. 5
2.2 Analisis Masalah ………………………………………………. 8
BAB III. Pelaksanaan Intervensi ………………………………………….. 9
3.1 Tujuan………….……………………………….……………… 9
3.2 Peserta …………………………………………………………. 9
3.3 Pihak-pihak yang dilibatkan …………………………………... 9
3.4 Target perubahan ……………………………………………… 10
3.5 Metode yang digunakan …………….…………………………. 10
3.6 Materi yang disampaaikan …………………………………….. 10
BAB IV. Evaluasi Pelaksanaan Intervensi ……………………………….. 12
4.1. Pelaksanaan …………………………………………………... 12
4.1.1 Penyuluhan ………………………………………….. 12
4.1.2 SFBD………………………………………..……….. 13
4.2. Target Perubahan ……………………................................... 14
Daftar Pustaka

i
BAB I
Deskripsi Komunitas dan Latar Belakang

1.1 Deskripsi Komunitas dan Latar Belakang


Intervensi dilaksanakan pada komunitas warga Kampung Pulo, yang terkena
dampak proyek normalisasi dan sodetan kali Ciliwung pemerintah provinsi DKI
Jakarta pada tahun 2015. Kelompok Intervensi terdiri dari warga Kampung Pulo
RW 01, 02, 03 yang enggan dipindahkan ke rusunawa Jatinegara Barat. Penghuni
merupakan warga asli (suku betawi) maupun pendatang (Bogor, banten dan
sekitarnya) yang bertempat tinggal di Kampung Pulo, Jakarta Timur. Secara
umum, rata-rata profesi penghuni adalah pedagang di pasar Jatinegara dan toko
klontongan.
Rusunawa Jatinegara Barat merupakan bangunan yang terdiri dari 527 unit
dengan 2 tower, yang memiliki 16 lantai. Fasilitas bangunan didukung dengan 10
lift, tangga darurat, posko kesehatan, toilet umum, Apar (alat pemadam
kebakaran) di setiap sudut, sprikel, sensor asap, dan sound untuk pengumuman.
(Aji, 2015; Ronald, 2015). Setiap unit memiliki luas 30 meter, yang terdiri dari
dua kamar tidur, dapur, dan kamar mandi (Aji, 2015). Selain itu, terdapat
penambahan fasilitas seperti kasur gratis untuk setiap unit, perpustakaan dan
taman bermain anak dan bebas iuran pemeliharaan lingkungan (IPL) selama tiga
bulan (Khairany, 2015; Belarminus, 2015; Suseno, Hairani, Nailufar, & Rikang,
2015). Kontruksi bangunan bertingkat rusunawa, dengan segala fasilitas yang
sudah disediakan pemerintah provinsi DKI Jakarta, masih menyisakan
kekhawatiran bagi warga, dalam memenuhi kebutuhan rasa aman dari bencana
gempa. Dampak dari rasa khawatir tersebut berakibat pada, generalisasi pada
pikiran lain akan kesulitan akses dan proses sosialisasi. Pada tahapan hierarki
Maslow (Alwisol, 2012), kebutuhan rasa aman terbagi kedalam beberapa bentuk
yakni: stabilitas, proteksi, struktur, hukum, keteraturan, batas, serta bebas dari
takut dan cemas.
Warga penghuni rusunawa merasakan bahwa kondisi rusunawa lebih layak,
bersih, tidak ada nyamuk dan nyaman (Belarminus, 2015). Akan tetapi, masih

1
terdapat hal-hal yang membuat beberapa penghuni mengeluh. Hal-hal tersebut
merupakan situasi yang dialami warga Kampung Pulo penghuni rusunawa
Jatinegara Barat, yakni: 1. Warga butuh adapatasi dengan lingkungan baru di
rusunawa. 2. Warga masih merasa bahwa akses tempat tinggal di Kampung Pulo
jauh lebih mudah 3. Warga merasa gamang akan pendapatan dan penghasilan
untuk biaya hidup pasca relokasi. 4. Warga memiliki kekhawatiran akan biaya
tinggal di rusunawa. 5. Warga memiliki kekhawatiran akan terjadinya gempa
(Carina, 2015; Carina, 2015). Situasi yang dirasakan warga Kampung Pulo
pascarelokasi, tidak bisa diabaikan begitu saja oleh pemerintah provinsi DKI
Jakarta. Hal ini menyangkut pada, kebutuhan rasa aman warga dalam menempati
hunian baru.
Tidak hanya pada pemenuhan akan rasa aman saja, warga Kampung Pulo
masih memiliki PR untuk membangun kembali sistem sosial yang ada di
rusunawa. Proses sosialisasi kembali antara warga yang satu dengan yang lain,
saling memberikan dukungan dan menumbukan sikap peduli, merupakan bagian
dari proses penyesuain diri warga pasca menempati hunian di rusunawa. Istilah
penyesuaian (Alam, 2006), digunakan untuk menjelaskan bagaimana individu dan
suatu komunitas bertindak pada suatu situasi yang abnormal, dimana individu dan
komunitas tersebut bertindak dalam kertebatasan sumber daya yang tersedia dan
ekspektasi untuk mencapai suatu hasil Kekuatan penyesuaian ini akan
membangun suatu resiliensi. Secara kolektif maupun individual, warga Kampung
Pulo dapat mengadopsi suatu tindakan tertentu untuk mengatasi situasi ‘abnormal
pasca relokasi’, yang dapat dilihat dari beberapa bentuk antara lain: secara fisik,
sikap atau tindakan, psikis, mata pencaharian, nilai dan kehormatan, dan secara
organisasional.
Kondisi-kondisi yang telah dipaparkan diatas, turut mempengaruhi dan
memperkuat sikap keengganan warga yang masih bersikeras untuk tetap tinggal di
Kampung Pulo. Selain itu, Provokasi LSM Ciliwung Merdeka dan LBH Cerdas
Bangsa, pada saat pendampingan terhadap warga Kampung Pulo yang memiliki
sertifikat tanah, verbonding, grif, menyebabkan adanya perubahan kesepakatan,
antara perjanjian warga dengan pemerintah provinsi DKI Jakarta. Warga

2
Kampung Pulo yang meminta bantuan kepada LBH Cerdas Bangsa, merupakan
warga yang kontra terhadap konsep Kampung Susun yang ditawarkan oleh LSM
Ciliwung Merdeka, dan meminta pendampingan kepada LBH Cerdas Bangsa
terkait urusan uang Kerahiman. (Carina, 2015).
Sikap keengganan sebagian warga Kampung Pulo, yang bersikeras untuk
tetap tinggal pada kawasan penggusuran, dapat berdampak pada deprivasi sosial.
Dimana individu atau kelompok mengalami keterbatasan akses untuk pemenuhan
kebutuhan. Situasi lingkungan fisik rumah ditengah lokasi penggusuran yang
masih lekat dengan puing-puing bangunan dan alat-alat berat yang masih
beroperasi tentu akan berbahaya bagi warga terutama anak-anak. Apabila tidak
segera direlokasi, faktor kelalaian orangtua terhadap penjagaan anak-anak di
kawasan penggusuran akan sangat mungkin menyebabkan kecelakaan kerja baik
ringan maupun berat. Dalam sebuah penelitian yang dilakukan Iskandar (2012)
menjelaskan bahwa faktor kebisingan pada saat proses penggusuran dapat
berdampak pada psikologis seseorang yakni: stres, mudah marah, perasaan
bingung dan sulit untuk tidur. Selain berdampak pada aspek psikologis, gangguan
kebisingan juga berdampak pada aspek fisiologis berupa sakit kepala dan
gangguan pendengaran (ketulian) yang akan mengambat proses komunikasi
seseorang. Adapun cara untuk mengendalikan kebisingan menurut Safetyline
Institute (dalam Widiastuti, 2011) terbagi menkadi empat cara: a. eliminasi,
menghilangkan kebisingan dengan cara mengubah salah satu atau lebih operasi, b.
substitusi, menggantikan alat perkakas yang menjadi sumber kebisingan dengan
alat atau sistem yang tidak dapat menimbulkan suara/bunyi, c. isolasi,
memisahkan sumber kebisingan dari orang-orang yang terlibat dari dalam
pekerjaan atau dekat sumber suara, d. alat pelindung diri.
Dampak kebisingan yang dihasilkan oleh operasional mesin-mesin berat,
seperti backhoe pada lokasi penggusuran, perlu menjadi perhatian penting bagi
warga Kampung Pulo yang masih bersikeras untuk tidak mau direlokasi.
Terutama untuk memikirkan dampak penggusuran terhadap kondisi psikologis
anak yang sedang berada pada tahap perkembangan bermain, ceria, membutuhkan

3
rasa aman dan rumah dengan kondisi lingkungan yang layak, guna mendukung
perkembangan sosialisasi secara normal.
Terlepas dari egositas pribadi pada masing-masing orang dewasa, dengan
segala bentuk intrik kepentingan yang ada terkait relokasi penggusuran, minimal
terdapat perasaan peduli dan visi jangka panjang bagi masa depan anak. Karena
anak merupakan generasi muda penerus bangsa, yang akan turut menjadi bagian
dari kemajuan sebuah negara. Dan sebagai seorang manusia, anak pun memiliki
hak untuk hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan
lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan
kesehatan dan jaminan sosial, sebagaimana yang tercantum pada pasal 28H ayat 1
dan 2 UUD tahun 1945 (MPR-RI, 2010). Alasan tersebut adalah jelas, dan
seharusnya dapat mengakomodir kebutuhan warga Kampung Pulo dan pemerintah
provinsi DKI Jakarta pada proyek normalisasi dan sodetan kali Ciliwung.
Sehingga, dapat mendukung kelancaran proses relokasi bagi warga yang masih
bersikeras enggan untuk dipindahkan.
Oleh karena itu dalam proses relokasi penggusuran warga Kampung Pulo,
dibutuhkan suatu pendekatan individual, struktur, dan multikultural guna
memahami kebutuhan warga sebagai subjek relokasi penggusuran, terutama untuk
mengatasi permasalahan keengganan warga untuk direlokasi pada suatu fenomena
penggusuran. Hal ini dikarenakan, fenomena penggusuran tidak hanya terjadi
pada warga Kampung Pulo saja, sebagai daerah yang mengalami dampak proyek
normalisasi dan sodetan kali Ciliwung. Akan tetapi daerah-daerah lain seperti
Rawajati, Bukit Duri, Bidara Cina juga segera menyusul dalam rencana
penggusuran selanjutnya, oleh pemerintah provinsi DKI Jakarta. Sehingga, latar
belakang pemilihan komunitas intervensi didasarkan pada permasalahan ‘unik’
yang dialami suatu komunitas pada fenomena yang umum terjadi, dan diharapkan
strategi penyelesaian permasalahan dapat digunakan untuk menyelesaikan
permasalahan-permsalahan yang sama pada fenomena yang sama dan/atau
berbeda dikemudian hari.

4
BAB II
Hasil Asessmen

2.1 Deskripsi Permasalahan


Deskripsi pemasalahan didapatkan melalui studi literatur berupa buku,
jurnal penelitian dan media publikasi online (berita). Studi literatur dimulai dari
tanggal 21-31 September 2015. Tujuan penggunaan metode studi literatur adalah
untuk menelaah faktor-faktor yang berkaitan dengan keberhasilan dan
penghambat relokasi penggusuran, serta prinsip-prinsip relokasi penggusuran.
Studi literatur merupakan alternatif metode asesmen, digunakan untuk melengkapi
data-data yang diperlukan dalam merancang intervensi psikologi terhadap suatu
permasalahan dan/atau fenomena yang terjadi. Berdasarkan hasil temuan yang
didapatkan dengan menggunakan metode studi literatur, didapatkan suatu
gambaran masalah yang terbagi atas dimensi psikologi, problem sosial dan
ekonomi pada fenomena penggusuran warga Kampung Pulo.
Dimensi psikologis, pada dimensi ini permasalahan berkaitan dengan
aspek kognitif, afektif hingga pembentukan sikap dan perilaku warga Kampung
Pulo selama relokasi penggusuran berlangsung. Aspek kognitif, (1) warga
Kampung Pulo yang bersikeras tetap tinggal di lokasi penggusaran pada awalnya
berpikir akan didampingi LBH Cerdas Bangsa hingga pemerintah provinsi DKI
Jakarta dapat merubah keputusan akan relokasi penggusuran, (2) warga berpikir
bahwa akses akan menyulitkan dan mengurangi pendapatan warga, yang
sebelumnya rata-rata profesi sebagai pedagang, pengusaha warung kecil-kecilan
dan buka bengkel di pinggir jalan. Aspek Afektif, (1) warga Kampung Pulo yang
bersikeras tetap tinggal di lokasi penggusaran merasa berhak atas tanah dan
bangunan di lokasi Kampung Pulo, karena warga memiliki sertifikat, verbonding
dan kelengkapan administrasi yang dikeluarkan oleh camat pada tahun 70-an
untuk membangun rumah atau ruko diatas tanah milik, (2) warga merasa berhak
atas tanah dan bangunan, karena setiap tahun membayar pajak sebesar Rp
5.000/m2, (3) warga merasa akan terjadinya gempa karena kontruksi gedung
rusunawa yang bertingkat, dengan jumlah KK yang padat (4) warga merasa tidak

5
nyaman dan canggung apabila jika memilih pindah ke rusunawa, maka harus
membangun kembali interaksi sosial dengan tetangga unit rusun dari RT/RW
berbeda, karena sistem penempatan rusun yang diundi, (5) warga merasa gamang
dan khawatir akan adanya pungutan liar dan kenaikan biaya hidup pertahun di
rusunawa, diluar dari biaya sebesar tiga ratus ribu rupiah yang mengatasnamakan
keamanan, listrik, air dan sebagainya. Aspek Perilaku, (1) warga melakukan
advokasi kepada pemerintah provinsi DKI Jakarta yang diwakilkan oleh LBH
Cerdas Bangsa, (2) warga Kampung Pulo yang tidak sepakat dengan ide kampung
susun mengubah kesepakatan menjadi penggantian uang Rahim dengan
didampingi LBH Cerdas Bangsa. (3) warga menunggu pemerintah provinsi DKI
Jakarta memberikan uang Rahim dan unit rusunawa, (4) warga enggan untuk
direlokasi.
Penjelasan aspek-aspek psikologis, seperti yang telah dijelaskan pada
paragaraf diatas, merupakan bentuk gambaran permasalahan yang terjadi pada
fenomena penggusuran yang dialami warga Kampung Pulo. Penjelasan tersebut
didapatkan dari hasil temuan-temuan di lapangan melalui metode asesmen studi
literatur. Adapun gambaran permasalahan, berfokus pada dimensi psikologis
proses pembentukan sikap keengganan warga Kampung Pulo untuk direlokasi ke
rusunawa Jatinegara Barat. Sehingga, dampak dari sikap keengganan warga
Kampung Pulo, untuk direlokasi ke rusunawa Jatinegara Barat memunculkan
perilaku bersikeras untuk tetap tinggal di Kampung Pulo.

2.2. Analisis Masalah


Relokasi adalah upaya pemindahan sebagian atau seluruh aktivitas berikut
sarana dan prasarana penunjang aktivitas, berikut sarana dan prasarana penunjang
aktivitas dari suatu tempat ke tempat lain, guna mempertinggi faktor keamanan,
kelayakan, legalitas dan pemanfaatan dengan tetap memperhatikan keterkaitan
antara yang dipindah dengan lingkungan alami dan binaan di tempat tujuan,
(Kemenpu, 2011). Jha et.al. (2010) mendefinisikan relokasi sebagai sebuah proses
dimana pemukiman masyarakat, asset, dan infrastruktur publik dibangun kembali
di lokasi lain. Cernea (1996 dalam Badri et al., 2006) menyebutkan bahwa

6
pemukiman kembali bisa menyebabkan dampak negatif yang signifikan terhadap
penduduk yang dimukimkan kembali (khususnya anggota masyarakat yang paling
rentan) melalui beberapa faktor: a. hilangnya perumahan dan tanah, b. kurangnya
sanitasi, c. penurunan kualitas pendidikan dan kesempatan kerja (seseorang yang
direlokasi mungkin tidak lagi memiliki akses ke lahan pertanian dan perusahaan),
d. gangguan pada jaringan dukungan sosial individu (kegiatan sosial tidak pernah
dapat dipulihkan dan tersebar dalam proses penyesuaian diri kembali bersama
teman-teman dan keluarga), serta e. hilangnya asset budaya.
Dampak negatif dari kegiatan relokasi, dapat memunculkan persepsi bagi
anggota masyarakat yang rentan. Dampak relokasi pada umumnya akan sangat
terasa bagi masyarakat miskin. Adapun perilaku yang tampak adalah sebuah
bentuk penolakan, yang berakhir bentrok dengan petugas Satpol PP pada saat
proses penggusuran. Seligman (2000 dalam Markum, 2009) menjelaskan tentang
konsep kemiskinan (poverty cycle) dimana orang miskin mengalami kondisi
deprivasi. Artinya, akases orang miskin terhadap berbagai fasilitas layanan umum
(kesehatan, air bersih, sanitasi, pendidikan, lembaga keuangan sangat terbatas.
Orang miskin tidak bisa mengendalikan nasib di hari depan (uncontrollability),
sehingga lemah terhadap suatu posisi penawaran. Sebagai contoh, kekhawatiran
warga Kampung Pulo akan salah satu dampak negatif hilangnya kesempatan
pekerjaan (pendapatan) dan akses merupakan bentuk dari uncontrollability. Pada
saat warga Kampung Pulo terpecah dalam dua kubu, dimana ada kelompok pro
terhadap konsep Kampung Susun yang didampingi oleh LSM Ciliwung Merdeka,
dan kelompok kontra yang menuntut uang kerahiman dengan didampingi oleh
LBH cerdas bangsa.
Sikap adalah konsep yang dibentuk oleh tiga komponen yaitu kognitif,
afektif dan perilaku. Komponen kognitif berisi semua pemikiran serta ide-ide
yang berkenaan dengan objek sikap. Komponen perilaku dapat diketahui melalui
respon subjek berkenaan dengan objek sikap, (Meinarno & Sarwono, 2011). Sikap
dapat terbentuk dari instrumental conditioning; bentuk pembelajaran berdasarkan
pengalaman langsung berhadapan dengan objek yang menghasilakan respon
negatif dan positif, dikarenakan reinforcement (Myers, 2012; DeLamater &

7
Myers, 2011). Jika individu dapat merasakan reward terhadap suatu objek maka
sikap yang ditampilkan akan baik, sebaliknya jika individu merasakan sesuatu
kondisi yang tidak nyaman dengan suatu objek, maka sikap yang dimunculkan
akan tidak baik (DeLamater & Myers, 2011). Sehingga, Warga kampung pulo
memiliki sikap untuk enggan direlokasi dikarenakan terdapat kondisi yang tidak
nyaman dengan penggatian uang rahim, lingkungan sekitar rusunawa yang
mengurangi penghasilan uang, dan uang sewa serta iuaran di rusun.

8
BAB III
Pelaksanaan Intervensi
3.1 Tujuan
Tujuan dilaksanakan intervensi psikologi pada kasus relokasi warga
Kampung Pulo adalah mengurangi intensitas penolakan relokasi penggusuran
warga Kampung Pulo dan membantu menemukan solusi atas hunian baru.

3.2 Peserta
Peserta dalam intervensi psikologi ini adalah warga Kampung Pulo yang
enggan direlokasi ke rusunawa Jatinegara Barat.

3.3 Pihak-pihak Yang Dilibatkan


Pihak-pihak yang dilibatkan dalam program intervensi ini adalah sebagai
berikut:
a. Gubernur dan/atau wakil gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahja
Purnama dan Djarot Saeful Hidayat.
b. Ketua Dinas Perumahan dan Gedung Pemda DKI Jakarta, Ika Lestari
Aji.
c. Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta,
d. Stasiun Televisi Swasta Nasional NET TV
e. Akun media sosial seperti: dagelan (line), @teman ahok(twitter),
@jakartagoid (twitter), iCampus Indonesia(line), PemprovDKI
(Facabook); dan media pemberiataan seperti: Kompas, Warta Kota,
Merdeka, Antara News dan Berita Jakarta
f. Arsitek dan Ahli Tata Kota, Marco Kusumawidjaya
g. Pakar Ekologi Lingkungan, Prof.Soedarto P.Hadi, MS.
h. Psikolog Sosial Undip, Adi Dinardiata, S.Psi, M.Si

3.3 Target Perubahan

Adapun Target perubahan perilaku yang diharapkan adalah sebagai berikut:

9
a. Warga mengetahui akses dan fasilitas rusunawa Jatinegara Barat.
b. Warga dapat mengidentifikasi kebutuhan rasa aman akan stres
lingkungan di wilayah Kampung Pulo.
c. Warga dapat mengidentifikasi peluang usaha dan pekerjaan di wilayah
rusunawa Jatinegara Barat.
d. Warga dapat menetapkan perencanaan relokasi ke rusunawa Jatinegara
Barat.
3.4 Metode Yang Digunakan
Adapun metode yang digunakan dalam strategi intervensi adalah sebagai
berikut:
a. Penyuluhan
Penyuluhan merupakan salah satu metode yang digunakan untuk
memberikan penambahan pengetahuan pada warga terkait akses dan
fasilitas rusunawa Jatinegara Barat. Peserta penyuluhan adalah lima
belas orang perwakilan dari setiap RW 01, 02, 03 sehingga akumulasi
peserta sebanyak empat puluh lima orang. Perwakilan tersebut
selanjutnya akan ditetapkan sebagai duta Pulo untuk menyampaikan
pengetahuan mengenai hasil penyuluhan. Penyuluhan ini
menggunakan teknik penyampaian audiovisual, berupa pemutaran
video profil rusunawa Jati Negara Barat. Kemudian, dilanjutkan
dengan penjelasan dari aparatur Dinas Perumahan dan Gedung
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengenai akses, fasilitas dan sistem
pendaftaran di rusunawa Jatinegara Barat.
b. Solution Focused Brief Discussion (SFBD)
Solution Focused Brief Discussion (SFBD)adalah suatu metode
diskusi yang berfokus pada permasalahan partisipan, dimana
pasrtisipan bebas mengungkapkan segala bentuk aspirasi. SFBD ini
merupakan metode diskusi yang diadaptasi dari salah satu bentuk
terapeutik psikologi yakni Solution Focused Group Therapy (SFGBT),
(Corey, 2010). SFBD ini menggunakan pendekatan konstruktivisme,
yaitu suatu pandangan pada individu untuk menciptakan suatu realita

10
secara subjektif, sehingga dalam sesi SFBD ini partisipan berperan
aktif untuk membuat solusi dan mampu mengidentifikasi
permasalahan. Topik diskusi meliputi “Stres Lingkungan” , “Peluang
Usaha di Rusunawa”, “Penetapan dan Penyusunan Rencana Relokasi”.
SFBD diselenggarakan sebanyak tiga kali dengan masing-masing
waktu berbeda pada setiap topik. Adapun peserta SFBD ini adalah para
amasador yang telah mendapatkan penyuluhan materi dari Aparatur
Dinas Perumahan dan Gedung Pemerintah Provinsi DKI Jakarta
tentang akses, fasilitas, dan sistem pendaftaran rusunawa, yang akan
dibagi menjadi tiga kelompok. Sehingga jumlah peserta SFBD pada
dua sesi, masing-masing sebanyak empat puluh lima orang atau tiga
kelompok/sesi. SFBD difasilitatori oleh Ketua RW 01, 02, 03
Kampung Pulo. Hasil identifikasi akan disampaikan pada warga

3.5 Materi Yang Akan Diberikan

a. Materi yang akan disajikan dalam bentuk power point dan audiovisual:
- Profil rusunawa Jatinegara Barat
- Stress Lingkungan dan Dampak Terhadap Psikologis
b. Kunjungan Lapangan
Kunjungan lapangan bertujuan untuk memberikan pengetahuan dan
gambaran tentang kondisi lingkungan rusunawa Jatinegara Barat
(akses dan fasilitas), serta gambaran peluang usaha melalui company
visit ke PT. Pengelolaan Limbah Plastik yang berada di Bekasi, milik
Muhammad Bardowey.
- Peluang Usaha dan Sistem Kredit Pinjam UMKM.

11
BAB IV

EVALUASI PELAKSANAAN INTERVENSI

4.1. Pelaksanaan
Pelaksanaan evaluasi acara menggunakan lembar evaluasi, adapun lembar
evaluasi sebagai berikut:
4.1.1. Penyuluhan
Bagian I
1. Apakah materi yang telah disampaikan sudah sesuai dengan topik pada
sesi ini?
(sangat tidak setuju) 1 2 3 4 5 (sangat setuju)
2. Apakah materi yang disampaikan dapat dipahami dengan mudah?
(sangat tidak setuju) 1 2 3 4 5 (sangat setuju)
3. Apakah suasana penyuluhan kondusif?
(sangat tidak setuju) 1 2 3 4 5 (sangat setuju)
4. Apakah fasilitas penyuluhan memadai?
(sangat tidak setuju) 1 2 3 4 5 (sangat setuju)
5. Apakah penyuluhan dimulai tepat waktu?
(sangat tidak setuju) 1 2 3 4 5 (sangat setuju)
6. Apakah penyuluhan selesai tepat waktu?
(sangat tidak setuju) 1 2 3 4 5 (sangat setuju)
7. Menurut Anda, apakah narasumber menyampaikan materi secara jelas
dan komunikatif? Alasannya?
..................................................................................................................
8. Kesan selama sesi penyuluhan ini
..................................................................................................................
9. Saran untuk sesi penyuluhan ini
...................................................................................................................
Bagian II
1. Apa yang telah Anda ketahui dari sesi penyuluhan ini?

12
..................................................................................................................
2. Pengetahuan apa saja yang Anda dapatkan dari sesi penyuluhan ini ?
..................................................................................................................
3. Apakah Anda mengerti materi yang disampaikan dalam sesi
penyuluhan ini ini?
..................................................................................................................
4.1.2. SFBD

Bagian I
1. Apakah SFBD berjalan lancar?
(sangat tidak setuju) 1 2 3 4 5 (sangat setuju)
2. Apakah suasana SFBD kondusif?
(sangat tidak setuju) 1 2 3 4 5 (sangat setuju)
3. Apakah fasilitas SFBD memadai?
(sangat tidak setuju) 1 2 3 4 5 (sangat setuju)
4. Apakah SFBD dimulai tepat waktu?
(sangat tidak setuju) 1 2 3 4 5 (sangat setuju)
5. Apakah SFBD selesai tepat waktu?
(sangat tidak setuju) 1 2 3 4 5 (sangat setuju)
6. Kesan selama sesi penyuluhan ini
..................................................................................................................
7. Saran untuk sesi penyuluhan ini
...................................................................................................................

Bagian II
1. Apa yang telah Anda dapatkan dari sesi SFBD ini?
..................................................................................................................
2. Hal apa saja yang Anda dapatkan dari sesi SFBD ini ?
..................................................................................................................

13
4.2. Target Perubahan
Target perubahan dapat dilihat dengan cara studi dokumen dinas Perumahan dan
Gedung Pemda DKI Jakarta. Tingkat keberhasilan dapat dilihat dari jumlah dan
pendaftar warga yang menempati Rusunawa Jatinegara.

14
DAFTAR PUSTAKA
Aji, Y. B. (2015, Agustus 20). Fasilitas 'mewah' rusunawa Jatinegara Barat.
Retrieved from MetroTVNews.com:
http://news.metrotvnews.com/read/2015/08/20/423055/fasilitas-mewah-
rusunawa-jatinegara-barat
Belarminus, R. (2015, September 31). Belum ada TPS, sampah di rusun
Jatinegara Barat menumpuk tiap pagi. Retrieved from Kompas:
http://megapolitan.kompas.com/read/2015/08/31/11383031/Belum.Ada.TP
S.Sampah.di.Rusun.Jatinegara.Barat.Menumpuk.Tiap.Pagi
Belarminus, R. (2015, September 1). Curhat warga relokasi Kampung Pulo di
Rusun Jatinegara Barat. Retrieved from Kompas.com:
http://megapolitan.kompas.com/read/2015/09/01/12032301/Curhat.Warga.
Relokasi.Kampung.Pulo.di.Rusun.Jatinegara.Barat
Belarminus, R. (2015, Juni 15). Warga Kampung Pulo mulai masuk Rusun
Jatinegara Barat. Retrieved from Kompas.com:
http://megapolitan.kompas.com/read/2015/06/15/12213881/Warga.Kampu
ng.Pulo.Mulai.Masuk.Rusun.Jatinegara.Barat
Boniwell, I. (2012). Positive psychology in a nutshell: The science of happiness
(3rd ed.). New York: Mc-Graw Hill.
Cahya, Listya Darmawan & Nana, Juanda. (2012, Vol.3, No.1). Penataan
Kawasan Rumah (Pulo Geulis) Kelurahan Babakan Kecamatan Bogor
Tengah KOta Bogor. Jurnal Planesa, 1-11.
Carina, J. (2015, September 27). Cara polisi tumpas "provokator" di rusunawa
Jatinegara Barat. Retrieved from Kompas:
http://megapolitan.kompas.com/read/2015/08/27/14584551/Cara.Polisi.Tu
mpas.Provokator.di.Rusunawa.Jatinegara.Barat.
Carina, J. (2015, Agustus 31). Dipertanyakan, alasan pembagian unit rusun yang
berdasarkan peta bidang. Retrieved from Kompas.com:
http://megapolitan.kompas.com/read/2015/08/31/08213091/Dipertanyakan
.Alasan.Pembagian.Unit.Rusun.yang.Berdasarkan.Peta.Bidang
Carina, J. (2015, September 27). Gerobak dagang untuk usaha warga rusun
jatinegara barat sudah tiba. Retrieved from Kompas:
http://megapolitan.kompas.com/read/2015/08/27/09144991/Gerobak.Daga
ng.untuk.Usaha.Warga.Rusun.Jatinegara.Barat.Sudah.Tiba
Carina, J. (2015, September 26). Rusunawa Jatinegara Barat hasil keinginan
warga, kenapa masih mengeluh? Retrieved from Kompas:
http://megapolitan.kompas.com/read/2015/08/26/18504741/Rusunawa.Jati
negara.Barat.Hasil.Keinginan.Warga.Kenapa.Masih.Mengeluh.
Carina, J. (2015, Agustus 27). Warga Kampung Pulo protes lagi. Retrieved from
Kompas.com:
http://megapolitan.kompas.com/read/2015/08/27/14460481/Warga.Kampu
ng.Pulo.Protes.Lagi.
Carina, J. (2015, Agustus 26). Warga khawatir uang sewa Rusun Jatinegara
Barat naik perlahan. Retrieved from Kompas.com:
http://megapolitan.kompas.com/read/2015/08/26/15191161/Warga.Khawa
tir.Uang.Sewa.Rusun.Jatinegara.Barat.Naik.Perlahan.

15
DeLamater, J. D., & Myers, D. J. (2011). Social Psychology (7th ed.). New York:
Cengage Learning.
Feist, J., & Feist, G. J. (2009). Teori kepribadian. Jakarta: Salemba Humanika.
Fenalosa, A. (2015, Agustus 26). LBH Jakarta: kita harus lihat efek pasca-
penggusuran penggusuran. Retrieved from Kompas:
http://megapolitan.kompas.com/read/2015/08/26/17042141/LBH.Jakarta.
Kita.Harus.Lihat.Efek.Pascapenggusuran
Hamonangan, J. (2015, Agustus 27). Teralis Rusunawa Jatinegara Barat mulai
dipasang, warga pun senang. Retrieved from Wartakota:
http://wartakota.tribunnews.com/2015/08/27/teralisrusunjatinegarabarat-
mulaidipasangwargapunsenang?page=2
Hamonangan, J. (2015, Agustus 26). Warga luar rusunawa jatinegara barat ikut
antre saat pembagian sembako. Retrieved from Wartakota:
http://wartakota.tribunnews.com/2015/08/26/wargaluarrusunawa-
jatinegarabaratikutantresaatpembagiansembako
Holter, A. C., Magnuson, C. M., & Enright, R. D. (2008). Forgiveness is a matter
of choice: Forgiveness education for young children. In S. J. Lopez,
Positive psychology: Exploring the best in people (Vol. III, p. 83).
London: Praeger.
Iskandar, T. (2012). Psikologi lingkungan: Teori dan konsep. Bnadung: Refika
Utama.
Khairany, C. (2015, Agustus 24). Pemerintah lengkapi fasilitas rusunawa
Jatinegara Barat. Retrieved from AntaraNews.com:
http://www.antaranews.com/berita/514028/pemerintah-lengkapi-fasilitas-
rusunawa-jatinegara-barat
Kominfomas Jaktim. (2015, Maret 8). Pemerintah sangat serius tangani banjir di
Jakarta. Retrieved from Kota Administrasi Jakarta Timur:
http://timur.jakarta.go.id/v11/?p=berita&id=271
Markum, M. (2009, vol 1. No.1). Pengentasan Kemiskinan dan Pendekatan
Psikologi Sosial. Psikobuana, 1-12.
Martanto, F. & Sagala, H.Saut Aritua. (2010). Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Persoalan Relokasi Pada Bencana Lahar Dingin di Kali Putih (Studi Kasus
Dusun Gempol, Desa Jumoyo, Kecamatan Salam, Kabupaten Magelang.
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota SAPPK ITB, 69-81.
Moenanto, G. (2015, Agustus 31). Tidak ada tps, warga rusunawa jatinegara
barat mengeluh. Retrieved from Warta Kota:
http://wartakota.tribunnews.com/2015/08/31/tidakadatpswargarusunawa-
jatinegarabaratmengeluh
Myers, D. (2012). Social psychology (11th ed.). New York: McGraw-Hill.
Ronald. (2015, Agustus 22). Menengok fasilitas Rusunawa Jatinegara Barat
seperti apartemen. Retrieved from Merdeka.com:
http://www.merdeka.com/jakarta/menengok-fasilitas-rusunawa-jatinegara-
barat-seperti-apartemen.html
Setyadhi, I. (20115, Agustus 25). Duh, belum seminggu lift rusun jatinegara udah
mulai ngadat. Retrieved from Aktual: http://www.aktual.com/duhbelum-
semingguliftrusunjatinegaraudahmulaingadat/

16
Suseno, Hairani, L., Nailufar, N. N., & Rikang, R. (2015, September 09). Warga
Kampung Pulo bayar rusun Rp 10 Ribu per hari, tapi. Retrieved from
Tempo.co:
http://metro.tempo.co/read/news/2015/08/23/083694247/warga-kampung-
pulo-bayar-rusun-rp-10-ribu-per-hari-tapi
Widayanti, Reny, Anggraeni, Mustika dan Aris, Sudibyo. (2013, Vol.5, No. 1).
Konsep Relokasi Pemukiman Berdasarkan Tingkat Kerentanan Di
Sempadan Sungai Bengawan Solo Kecamatan Bojonegoro. Jurnal Tata
Letak Kota dan Daerah , 55-63.
Wihono, L. S. (2014, Febuari 3). Relokasi warga, syarat normalisasi sungai.
Retrieved from Kompas:
http://megapolitan.kompas.com/read/2014/02/03/1340285/print.kompas.co
m

17

Anda mungkin juga menyukai