Anda di halaman 1dari 43

BUKU AJAR

KESEHATAN LINGKUNGAN PEMUKIMAN, PERKOTAAN


dan PEDESAAN

DISUSUN OLEH :
Kelompok 10
1. Muhammad Shapnur Rahmadhan 10011181924002
2. Tiara Adwitiya 10011181924007
3. Ibnu Fajri Ramadhan 10011381924102
4. Ersa Sari Yulita Putri 10011381924116
5. Widia Melihanra 10011181924006
6. Riska Maulisa 10011381924099
7. Wahyunita Huriani 10011181924010

Dr. Elvi Sunarsih, SKM, M.Kes


197806282009122004

UNIVERSITAS SRIWIJAYA
PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
2022
PRAKARTA

Puji Syukur kepada Allah SWT., Tuhan Yang Maha Kuasa atas rahmat
dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan BUKU AJAR Kesehatan
Lingkungan Pemukiman Perkotaan. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan
Buku Ajar ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu dalam
kesempatan ini tim penulis menyampaikan terima kasih kepada : Kedua Orang tua
saya Alm. Bahrun Anwar dan Alm. Rusni yang telah memberikan ilmu dan
pendidikan yang tinggi dan bermanfaat serta suami tercinta dan anakku tersayang
yang telah memberikan support dan semangat selama ini. Buku Ajar ini dibuat
untuk mendukung materi dalam pembelajaran mata kuliah “Kesehatan
Lingkungan Pemukiman dan Perkotaan”.
Proses penulisan Buku Ajar ini tidak terlepas dari hambatan yang datang baik
dari luar maupun dari dalam diri saya sendiri, penulisan buku teks ini pun tidak
lepas dari bimbingan, bantuan serta petunjuk dari berbagai pihak, oleh karena itu
kami ingin mengucapkan terima kasih kepada
1. Bapak Rektor Universitas Sriwijaya yang sudah memfasilitasi dan
memberikan kesempatan dalam pembuatan buku Ajar.
2. Ibu Dr. Misnaniarti, S.KM,M.KM selaku Dekan Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sriwijaya, yang telah memberikan support dan
motivasinya kepada saya selaku dosen yang ingin mengembangkan teori
dalam bentuk buku Ajar.
3. Tim dosen Mata Kuliah Kesehatan Lingkungan Pemukiman dan Perkotaan
yang telah memberikan inspirasi, masukan serta mahasiswa-mahasiswaku
yang telah memberikan masukan melalui bedah modul mata kuliah
Kesehatan Lingkungan Pemukiman dan Perkotaan.
Semoga amal baik yang Bapak, Ibu, Saudara berikan, akan selalu mendapat
pahala dari Tuhan Yang Maha Esa.

i
Akhir kata dengan kerendahan hati, kami berharap buku Ajar ini dapat
bermanfaat, Amin Yarobbal Allamin.
Indralaya , 2022

Penulis,

ii
DAFTAR ISI

PRAKARTA.............................................................................................................i

DAFTAR ISI..........................................................................................................iii

2.10.1 Pendahuluan..............................................................................................1

2.10.1.1 Latar Belakang.......................................................................................1

2.10.1.2 Rumusan Masalah..................................................................................2

2.10.1.3 Tujuan dan Manfaat................................................................................2

2.10.2 Penyajian.......................................................................................................2

2.10.2.1 Definisi Pedesaan Dan Pekotaan............................................................2

2.10.2.2 Definisi Sampah.....................................................................................4

2.10.2.3 Regulasi Undang-Undang Tentang Pengolahan Sampah.......................5

2.10.2.4 Macam-macam sampah pedesaan........................................................10

2.10.2.5 Dampak Dari Sampah Di Pedesaan......................................................12

2.10.2.6 Cara Pengolahan Sampah di Perdesaan................................................12

2.10.2.7 Syarat Tempat dan Pengelolaan Sampah Yang Baik Di Perdesaan.....18

2.10.2.7.2 Persyaratan Pengolahan Sampah...................................................19

2.10.2.8 Jenis-jenis sampah di perkotaan...........................................................19

2.10.2.9 Dampak Sampah Perkotaan..................................................................22

2.10.2.10 Cara Pengolahan Sampah Di Perkotaan.............................................24

2.10.2.11 Syarat Tempat Dan Pengolahan Sampah Yang Baik Di Perkotaan...28

2.10.3 Contoh.....................................................................................................30

2.10.4 PENUTUP...............................................................................................34

2.10.5 RANGKUMAN.......................................................................................34

2.10.6 LATIHAN...............................................................................................35

2.10.7 UMPAN BALIK.....................................................................................35

iii
2.10.8 TEST.......................................................................................................35

iv
2.10 Pengelolaan Sampah Perkotaan dan Pedesaan

2.10.1 Pendahuluan
2.10.1.1 Latar Belakang
Pertumbuhan ekonomi masyarakat Indonesia dari tahun ke tahun semakin
meningkat diikuti dengan pertumbuhan penduduk. Hal tersebut semakin terasa
dampaknya terhadap lingkungan yaitu manusia cenderung merusak lingkungan
demi mempertahankan hidupnya. Kualitas lingkungan secara terus menerus
semakin menurun sehingga menimbulkan permasalahan degradasi lingkungan
pada kehidupan masyarakat (Candrakirana, 2015). Berdasarkan data Kementerian
Lingkungan Hidup (KLH) (2017) setiap orang membuang sampah kurang lebih
0,7 kg per hari/orang, 175 ribu ton/hari, 64 juta ton/tahun. Sedangkan pemerintah
baru mampu mengumpulkan dan mengangkut sampah kurang lebih 60-70% dari
total jumlah sampah yang ada Untuk mengatasi masalah tersebut, maka sampah
haruslah dikelola dengan baik disertai upaya pemanfaatannya sehingga
diharapkan untuk dapat memberikan keuntungan berupa nilai tambah terhadap
lingkungan (Dermawan and Lahming, 2018).

Sampah merupakan masalah utama yang dihadapi oleh masyarakat yang


ada diperkotaan dan pedesaan. Sistem pengelolaan persampahan yang buruk
bahkan tidak tersedianya sarana pengumpulan sampah sementara (TPS) dapat
menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan maupun secara langsung terhadap
kesehatan masyarakat setempat (Dobiki, 2018). Menurut Yul H. Harap bahwa
sampah merupakan salah satu masalah lingkungan hidup yang sampai saat ini
belum dapat ditangani secara baik, terutama pada negara-negara berkembang,
sedangkan kemampuan pengelola sampah dalam menangani sampah tidak
seimbang dengan produksinya. Kebijakan berupa pengaturan di Indonesia dirasa
belum efektif menimbulkan efek jera kepada masyarakat. Hal tersebut dibuktikan
dengan jumlah penduduk 237 juta yang diperkirakan akan bertambah menjadi 270
juta penduduk di tahun 2025, diperkirakan jumlah sampah yang akan dihasilkan
sebanyak 130.000 ton/hari. Selain itu Indonesia juga didaulat sebagai negara
peringkat ke-2 penghasil sampah domestik yaitu sebesar 5,4 juta ton per tahun.
Permasalahan pengolahan sampah sudah menjadi permasalahan yang krusial

1
karena daerah-daerah (Kabupaten/Kota) juga mengalami banyak kendala dalam
pengelolaan sampah (Candrakirana, 2015).

Sampah yang dibuang ke lingkungan akan menimbulkan masalah bagi


kehidupan dan kesehatan lingkungan, terutama kehidupan manusia. Apabila
sampah tidak dikelola dengan baik masalah estetika dan kenyamanan yang
merupakan gangguan bagi pandangan mata, selain itu sampah yang terdiri atas
berbagai bahan organik dan anorganik apabila telah terakumulasi dalam jumlah
yang cukup besar, merupakan sarang atau tempat berkumpulnya berbagai
binatang yang dapat menjadi vektor penyakit seperti lalat, tikus, kecoa, kucing,
anjing liar dan sebagainya. Masalah tersebut menjadi isu yang hangat dan banyak
disoroti karena memerlukan penangan karena dampak yang ditimbulkan sangat
serius.

Penentuan Lokasi Tempat Penampungan Sementara (TPS) atau Tempat


Pembuangan Akhir (TPA) merupakan salah satu yang dapat dilakukan dalam
proses pengelolaan sampah. Lokasi-lokasi pengelolaan tersebut harus dilakukan
secara optimal dengan mengakomodir berbagai aspek yang relevan termasuk
keberadaan TPS-TPA saat ini maupun sebaran sumber sampah di wilayah
perkotaan dan pedesaan. Oleh karena itu pada modul kali ini kita akan membahas
lebih dalam bagaimana cara pengolahan sampah yang ada di perkotaan dan
pedesaan, agar tidak terjadi hal-hal yang tidak di inginkan.

2.10.1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah dibahas diatas, maka rumusan
masalah pada modul ini adalah bagaimana cara pengolahan sampah yang ada di
perkotaan dan pedesaan.

2.10.1.3 Tujuan dan Manfaat


Adapun tujuan dan manfaat dari dibuatnya modul pembelajaran kali ini
yaitu untuk mengetahui bagaimana cara pengolahan sampah yang ada di
perkotaan dan pedesaan. Diharapkan dapat menambah wawasan pembaca.

2.10.2 Penyajian
2.10.2.1 Definisi Pedesaan Dan Pekotaan

2
2.10.2.1.1 Definisi Pedesaan
Secara administratif Indonesia, desa adalah pembagian wilayah
administratif yang berada di bawah kecamatan dan dipimpin oleh kepala desa.
Sebuah desa secara administratif terdiri dari beberapa kampung, dusun, banjar,
serta jorong. Dalam bahasa Inggris, “desa” disebut village. Pengertian desa
menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa,
khususnya Pasal 1, ayat (1) dinyatakan bahwa : “Desa adalah desa dan desa adat
atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa adalah kesatuan
masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur
dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat
berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang
diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik
Indonesia” (Sari, Safitri and Sugito, 2014). Berikut beberapa definisi yang
diungkapkan oleh para pakar tentang pengertian desa :
a. Menurut R. Bintarto, desa adalah perwujudan atau kesatuan geografi, sosial,
ekonomi, politik, serta kultural yang terdapat di suatu daerah dalam
hubungan dan pengaruhnya secara timbal balik dengan daerah lain.
b. Menurut Rifhi Siddiq, desa adalah suatu wilayah yang mmpunyai tingkat
kepadatan rendah yang dihuni oleh penduduk dengan interaksi sosial yang
bersifat homogen, bermata pencaharian di bidang agraris serta mampu
berinteraksi dengan wilayah lain di sekitarnya.
c. Menurut Paul H. Landis, desa adalah suatu wilayah yang penduduknya
kurang dari 2.500 jiwa, dengan ciri-ciri antara lain memiliki pergaulan
hidup yang saling mengenal satu sama lain (kekeluargaan), ada pertalian
perasaan yang sama tentang kesukaan terhadap kebiasaan, serta cara
berusaha bersifat agraris dan sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor alam,
seperti iklim, keadaan alam, dan kekayaan alam.
d. Menurut Sutardjo Kartohadikusumo, desa dalah suatu kesatuan hukum dan
di dalamnya bertempat tinggal sekelompok masyarakat yang berkuasa
menadakan pemerintahan sendiri.
Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut maka dapat disimpulkan
bahwa desa adalah suatu kepadatan rendah yang terdiri dari beberapa kampung,

3
dusun banjar, serta jorong yang berada di bawah kecamatan dan dipimpin oleh
kepala desa.

2.10.2.1.2 Definisi Perkotaan

Menurut Amos Rapoport, kota adalah suatu pemukiman yang relatif


besar, padat dan permanen, terdiri dari kelompok individu yang heterogen dari
segi sosial. Kota merupakan tempat bergabungnya berbagai hal dan merupakan
kumpulan keanekaragaman banyak hal. Berbagai strata masyarakat bergabung
dalam satu tempat yang dinamakan kota. Begitu juga dengarf kepiatan ekonomi
saling melengkapi dan saling bergantung. Kota juga merupakan simbol dari
kesejahteraan, kesempatan berusaha dan dominasi terhadap wilayah sekitarnya.
Namun kota juga merupakan sumber polusi, kemiskinan dan perjuangan untuk
berhasil. Daerah perkotaan, adalah suatu wilayah administratif setingkat
desa/kelurahan yang memenuhi persyaratan tertentu dalam hal kepadatan
penduduk, persentase rumah tangga pertanian, dan sejumlah fasilitas perkotaan,
sarana pendidikan formal, sarana kesehatan umum, dan sebagainya (Sari, Safitri
and Sugito, 2014). Menurut Pasal 1 angka (1) UU No. 18 Tahun 2008 tentang
Pengelolaan Sampah definisi sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia
dan/atau proses alam yang berbentuk padat (Candrakirana, 2015).

2.10.2.2 Definisi Sampah


Sampah merupakan akibat dari aktifitas manusia yang juga merupakan
konsekuensi kemajuan dan perkembangan suatu wilayah terutama perkotaan.
Artinya, kemajuan dan perkembangan serta pertambahan penduduk yang diiringi
oleh perubahan pola konsumsi masyarakat menimbulkan bertambahnya volume,
jenis dan karakteristrik sampah yang semakin beragam (UUD No. 18 Tahun
2008). Berdasarkan UU No 18 pasal 19 tahun 2008 tentang pengelolaan sampah,
dan Peraturan Menteri (PERMEN) Pekerjaan Umum No. 21/ PRT/ M 2006,
tentang Kebijakan Strategi Nasional Pengembangan Pengelolaan Persampahan
diuraikan bahwa penanganan dan pengurangan sampah berbasis rumah tangga
dengan menerapkan 3R: Reduce. Reuse, dan Recycle (Dermawan and Lahming,
2018). Menurut UU Nomor 18 Tahun 2008 tentang pengelolaan sampah,
menyebutkan bahwa sampah merupakan permasalahan nasional sehingga

4
pengelolaannya perlu di lakukan secara komprehensif dan terpadu dari hulu ke
hilir agar memberikan manfaat secara ekonomi, sehat bagi masyarakat, dan aman
bagi lingkungan, serta dapat mengubah perilaku masyarakat. Menurut definisi
World Health Organization (WHO) sampah adalah sesuatu yang tidak digunakan,
tidak diapakai, tidak disenangi atau sesuatu yang dibuang yang berasal dari
kegiatan manusia dan tidak terjadi dengan sendirinya. Berdasarkan SK SNI tahun
1990, sampah adalah limbah yang bersifat padat yang terdiri dari zat organik dan
zat anorganik yang dianggap tidak berguna lagi dan harus dikelola agar tidak
membahayakan dan melindungi infestasi pembangunan (Dobiki, 2018).

2.10.2.3 Regulasi Undang-Undang Tentang Pengolahan Sampah


Dalam pengelolaan sampah pemerintah maupun pemerintah daerah

memerlukan kebijakan dalam bidang regulasi yang didasarkan pada

peraturanperaturan tingakat nasioal maupun daerah, peraturan tersebut antara lain

(Candrakirana, 2015) :

a. Pasal 28 H ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia


Tahun 1945
Pasal 28H ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 memberikan hak kepada setiap orang untuk mendapatkan lingkungan
hidup yang baik dan sehat. Pasal tersebut memberikan konsekuensi bahwa
pemerintah wajib memberikan pelayanan publik dalam pengelolaan sampah. Hal
itu membawa konsekuensi hukum bahwa pemerintah merupakan pihak yang
berwenang dan bertanggung jawab di bidang pengelolaan sampah. Meskipun
pengelolaan sampah merupakan kewajiban pemerintah akan tetapi hal tersebut
juga dapat melibatkan dunia usaha dan masyarakat yang bergerak dalam bidang
persampahan. Dalam rangka menyelenggarakan pengelolaan sampah secara
terpadu dan komprehensif, pemenuhan hak dan kewajiban masyarakat, serta tugas
dan wewenang Pemerintah dan pemerintahan daerah untuk melaksanakan
pelayanan publik, diperlukan payung hukum dalam bentuk undang-undang.
Pengaturan hukum pengelolaan sampah dalam Undang-Undang ini berdasarkan
asas tanggung jawab, asas berkelanjutan, asas manfaat, asas keadilan, asas

5
kesadaran, asas kebersamaan, asas keselamatan, asas keamanan, dan asas nilai
ekonomi.

b. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah


dicabut oleh Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah
Berdasarkan amanah Pasal 18 ayat (2) dan ayat (5) Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa Pemerintahan Daerah
berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri Urusan Pemerintahan menurut
Asas Otonomi dan Tugas Pembantuan dan diberikan otonomi yang seluas-
luasnya. Atas dasar pasal tersebut beserta penjelasannya penyelenggaraan
pemerintahan daerah harus didasarkan pada azas desentralisasi, dekonsentrasi, dan
tugas pembantuan. Sehingga adanya UU No. 32 Tahun 2004 yang mengatur
mengenai kewenangan pemerintah daerah baik Provinsi maupun Kabupaten/Kota
terkait pengendalian lingkungan hidup. Meskipun UU tersebut diganti dengan UU
No. 23 Tahun 2014 tetap memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah.
Dalam Pasal 12 UU No. 23 Tahun 2014 bahwa kewenangan kepada pemerintah
daerah (pemerintah konkuren) untuk menjalankan urusan pemerintahan wajib
yang tidak berkaitan dengan Pelayanan Dasar salah satunya adalah lingkungan
hidup. Dengan adanya pemberian otonomi yang seluas-luasnya kepada Daerah
diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui
peningkatan pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat. Sehingga
kewenangan dalam penglolaan sampah merupakan sebuah pelayanan yang
diberikan pemerintah daerah dengan memberdayakan masyarakat dan pengelolaan
sampah yang berbasis partisipasi masyarakat.

c. Undang-undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan


Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH)
Pemenuhan lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan hak asasi
dan hak konstitusional bagi setiap warga negara Indonesia. Oleh karena itu,
pemerintah, pemerintah daerah dan seluruh pemangku kepentingan berkewajiban
untuk melakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dalam

6
pelaksanaan pembangunan berkelanjutan agar lingkungan hidup Indonesia dapat
tetap menjadi sumber dan penunjang hidup bagi rakyat Indonesia serta makhluk
hidup lain. Sehingga pengelolaan sampah yang baik dan benar merupakan wujud
dari pemenuhan lingkungan hidup yang baik dan sehat. Berkaitan dengan
pengelolaan sampah bagi pemerintah dan pemerintah daerah tidak dapat lepas dari
asas-asas yang terdapat dalam Pasal 2 UU PPLH yang diatur mengenai asas
tanggung jawab negara, asas partisipatif, asas tata kelola pemerintahan yang baik;
dan asas otonomi daerah. Oleh karena itu pengelolaan sampah merupakan wujud
tanggungjawab negara melalui pemerintah dan pemerintah daerah. Dimana
dibutuhkan partisipasi masyakat untuk melakukan pengelolaannya. Selain itu
diperkuat dengan Pasal 63 UU PPLH yang mengatur mengenai kewenangan
pemerintah dan pemerintah daerah dalam perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup. Dimana berdasarkan asas tata kelola pemerintahan yang baik;
dan asas otonomi daerah dapat dijadikan acuan dalam pengelolaan sampah.

d. Undang-undang No 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah


Dalam UU Pengelolaan sampah didasari dengan Jumlah penduduk
Indonesia yang besar dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi mengakibatkan
bertambahnya volume sampah. Di samping itu, pola konsumsi masyarakat
memberikan kontribusi dalam menimbulkan jenis sampah yang semakin beragam,
antara lain, sampah kemasan yang berbahaya dan/atau sulit diurai oleh proses
alam semakin beragam. Substansi UU ini yang terkait dengan langsung mengenai
pengelolan sampah yaitu Pasal 19 mengatur mengenai pengelolaan sampah rumah
tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga. Pasal tersebut menyebutkan
bahwa pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah
tangga terdiri atas pengurangan sampah dan penanganan sampah. Dalam hal
pengurangan sampah, lebih lanjut disebutkan dalam Pasal 20 sebagai berikut :
Pengurangan sampah yang dimaksud dalam meliputi kegiatan: (1) pembatasan
timbulan sampah; (2) pendauran ulang sampah; dan/atau (3) pemanfaatan kembali
sampah. Dalam Pasal 20 ayat (2) diatur mengenai pemerintah dan pemerintah
daerah wajib melakukan kegiatan sebagai berikut: (1) menetapkan target
pengurangan sampah secara bertahap dalam jangka waktu tertentu; (2)

7
memfasilitasi penerapan teknologi yang ramah lingkungan; (3) memfasilitasi
penerapan label produk yang ramah lingkungan; (4) memfasilitasi kegiatan
mengguna ulang dan mendaur ulang; (5) memfasilitasi pemasaran produk-produk
daur ulang. Pasal 20 ayat (3) mengatur mengenai pelaku usaha dalam
melaksanakan kegiatan yaitu menggunakan bahan produksi yang menimbulkan
sampah sesedikit mungkin, dapat diguna ulang, dapat didaur ulang, dan/atau
mudah diurai oleh proses alam. Pasal 20 ayat (4) mengatur mengenai masyarakat
dalam melakukan kegiatan pengurangan sampah yaitu menggunakan bahan yang
dapat diguna ulang, didaur ulang, dan/atau mudah diurai oleh proses alam.
Pasal 22 Undang Nomor 18 Tahun 2008 mengatur mengenai pengelolaan
sampah tersebut juga diatur mengenai mengenai penanganan sampah, yang
meliputi : a. pemilahan dalam bentuk pengelompokan dan pemisahan sampah
sesuai dengan jenis, jumlah, dan/atau sifat sampah; b. pengumpulan dalam bentuk
pengambilan dan pemindahan sampah dari sumber sampah ke tempat
penampungan sementara atau tempat pengolahan sampah terpadu; c.
pengangkutan dalam bentuk membawa sampah dari sumber dan/atau dari tempat
penampungan sampah sementara atau dari tempat pengolahan sampah terpadu
menuju ke tempat pemrosesan akhir; d. pengolahan dalam bentuk mengubah
karakteristik, komposisi, dan jumlah sampah; dan/atau e. pemrosesan akhir
sampah dalam bentuk pengembalian sampah dan/atau residu hasil pengolahan
sebelumnya ke media lingkungan secara aman.

e. Ketentuan yang diatur dalam penyelenggaraan pengelolaan sampah


dalam UU No 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah seharusnya
mampu menangani permasalahan mengenai sampah di Indonesia
Sudah menjadi umum bahwa selama ini manajemen sampah masih
menerapkan konsep Kumpul-Angkut-Buang (end of pipe). Dengan adanya UU ini
, maka manajemen sampah telah mengadopsi konsep 3R: Reduction (Kurangi)-
Reuse (gunakan kembali)-Recycling (daur ulang). Demikian halnya dengan
paradigma manajemen sampah, bila selama ini menggunakan konsep
konvensional yakni sampah dianggap limbah sehingga dibuang yang memerlukan
ongkos pembuangan dan pada akhirnya menjadi ancaman kesehatan bagi

8
masyarakat. Maka sekarang digunakan paradigma baru yang memandang sampah
sebagai sumber daya yang seharusnya diolah kembali sehingga menghasilkan
pendapatan yang bermuara pada kesempatan terbukanya lapangan kerja baru dan
kesempatan mendapatkan penghasilan baru.

f. Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 03 Tahun 2010 tentang


Pengelolaan Sampah
Dalam penjelasan Perda Kota Surakarta No. 3 Tahun 2010 disampaikan
latar belakang pentingnya pengelolaan sampah di daerah khususnya di Kota
Surakarta. Faktor yang menjadi pentingnya pengelolaan sampah karena semakin
tingginya pertambahan penduduk dan meningkatnya aktivitas kehidupan
masyarakat di Kota Surakarta, berakibat semakin banyak timbulan sampah, yang
jika tidak dikelola secara baik dan teratur bisa menimbulkan berbagai masalah,
bukan saja bagi Pemerintah Daerah tetapi juga bagi seluruh masyarakat. Sampah
sebagai sumber daya yang mempunyai nilai ekonomi dan dapat dimanfaatkan.
Pengelolaan sampah dilakukan dengan pendekatan yang komprehensif dari hulu,
sejak sebelum dihasilkan suatu produk yang berpotensi menjadi sampah, sampai
ke hilir, yang kemudian dikembalikan ke media lingkungan secara aman.
Pengelolaan sampah dengan paradigma baru tersebut dilakukan dengan kegiatan
pengurangan dan penanganan sampah. Pengurangan sampah meliputi kegiatan
pembatasan, penggunaan kembali, dan pendauran ulang, sedangkan kegiatan
penanganan sampah meliputi pemilahan, pengumpulan, pengangkutan,
pengolahan, dan pemprosesan akhir.
Pemerintah merupakan pihak yang berwenang dan bertanggung jawab di
bidang pengelolaan sampah meskipun secara operasional pengelolaannya dapat
bermitra dengan badan usaha. Selain itu organisasi persampahan, dan kelompok
masyarakat yang bergerak di bidang persampahan dapat juga diikut sertakan
dalam kegiatan pengelolaan sampah. Pengelolaan sampah di wilayah Kota
Surakarta salah satunya adalah usaha untuk mewujudkan Kota Surakarta sebagai
kota yang bersih, sehat, rapi dan indah (BERSERI) sesuai dengan visi dan
misinya, yang harus dilakukan secara terus menerus dan berkesinambungan.

9
Pada hakekatnya pengelolaan sampah adalah merupakan kewajiban
seluruh komponen masyarakat dan Pemerintah Daerah. Penanganan sampah tidak
hanya menyangkut masalah teknis dan sistem pengelolaannya saja, akan tetapi
juga menyangkut perilaku kehidupan masyarakat, sehingga dengan demikian
masalah persampahan tidak akan tuntas tanpa adanya peran serta/partisipasi
masyarakat dalam pengelolaannya. Dalam Pasal 3 diatur mengenai tujuan
pengelolaan sampah di daerah Surakarta yaitu untuk meningkatkan kesehatan
masyarakat, kualitas lingkungan dan menjadikan sampah sebagai sumber daya
yang bermanfaat secara ekonomi bagi daerah. Sedangkan dalam Pasal 24 diatur
mengenai Pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah
tangga terdiri atas: a. pengurangan sampah; dan b. penanganan sampah.
2.10.2.4 Macam-macam sampah pedesaan
Jenis- jenis sampah perdesaan

Sampah perdesaan terdiri dari beberapa jenis yaitu:

Sampah berdasarkan zat kimia yang tekandung di dalamnya antara lain:


1. Sampah organik
Sampah organik adalah sampah yang pada umumnya dapat membusuk,
misalnya : sisa-sisa makanan, daun - daunan, buah-buahan dan sebagainya
2. Sampah Anorganik
Sampah anorganik adalah sampah yang umumnya tidak dapat membusuk,
misalnya: logam/besi, pecahan gelas, plastik dan sebagainya
3. Sampah B3
Sampah B3 adalah sampah yang mengandung zat kimia yang berbahay
dan agen penyakit, seperti batu baterai, botol pestisida, kosmetik mulai
banyak dihasilkan di pedesaan juga.

Sampah berdasarkan dapat dan tidaknya terbakar antara lain:


1. Sampah yang mudah terbakar, misalnya : kertas, karet, kayu, plastik, kain
bekas dan sebagainya;
2. Sampah yang tidak dapat terbakar, misalnya: kaleng-kaleng bekas,
besi/logam bekas, pecahan gelas, kaca, dan sebagainya
Sampah berdasarkan karakterisktinya yaitu:

1. abu (ashes)
merupakan sisa pembakaran dari bahan yang mudah terbakar, baik di
rumah maupun industry;

10
2. Sampah Jalanan (street sweeping)
Berasal dari pembersihan jalan, terdiri dari kertas-kertas, kotoran dan
daun-daunan; dan
3. bangkai binatang (dead animal)
Yaitu bangkai binatang yang mati karena bencana alam, penyakit atau
kecelakaan.
Sampah berdasarkan sumbernya yaitu:
1. Sampah yang berasal dari rumah tangga
Yaitu sampah yang berbentuk padat yang berasal dari sisa kegiatan sehari-
hari di rumah tangga, tidak termasuk tinja dan sampah spesifik dan dari
proses alam yang berasal dari lingkungan rumah tangga. Sampah ini
bersumber dari rumah (Dobiki, 2018)
2. Sampah yang berasal dari pertanian / perkebunan
Sampah ini sebagai hasil dari perkebunan atau pertanian misalnya: jerami,
sisa sayur-mayur, batang padi, batang jagung, ranting kayu yang patah,
dan sebagainya.
3. Sampah yang berasal dari permukiman
Sampah ini terdiri dari bahan-bahan padat sebagai hasil kegiatan rumah
tangga yang sudah dipakai dan dibuang, seperti sisa-sisa makanan baik
yang sudah dimasak atau belum, bekas pembungkus baik kertas, plastik,
daun, dan sebagainya, pakaian-pakaian bekas, bahan-bahan bacaan,
perabot rumah tangga, daun-daunan dari kebun atau taman.
4. Sampah yang berasal dari tempat-tempat umum.
Sampah ini berasal dari tempat-tempat umum, seperti pasar, tempat-tempat
hiburan, terminal bus, dan sebagainya. Sampah ini berupa kertas, plastik,
botol, daun, dan sebagainya
5. Sampah yang berasal dari peternakan dan perikanan
Sampah yang berasal dari peternakan dan perikanan ini, berupa : kotoran-
kotoran ternak, sisa-sisa makanan bangkai binatang, dan sebagainya
(Hayat, H., & Zayadi, 2018)

2.10.2.5 Dampak Dari Sampah Di Pedesaan


Dampak dari sampah perdesaan yaitu:

11
1. Pembakaran sampah akan menyebabkan polusi atau mencemari udara,
serta dapat berdampak dengan merusak paru-paru dan otak manusia
2. Penimbunan sampah B3 dapat mencemari tanah dan air. Racun logam
berat dapat menyebabkan kanker dan gangguan kesehatan manusia.
3. Membuang sampah non-organik (plastic, kaleng, botol, dll) kedalam
tanah merusak dan menurukan kesuburan lahan.
4. Sampah yang terisi air di musim penghujan dapat menjadi tempat
perindukan nyamuk “Demam Berdarah” (Aedes Aegypti).
5. Penanaman sampah yang dapat merusak sumber air tanah
6. Pembuangan sampah kesaluran air (Got, sungai, dll) dapat meningkatkan
potensi bencana seperti banjir (Gresik, Arief and Hakim, 2013)

2.10.2.6 Cara Pengolahan Sampah di Perdesaan


1. Pengurangan Sampah

Dalam membangun sistem pengelolaan sampah yang baik, tidak hanya


memperhatikan pemrosesan sampah tetapi juga pengurangan sampah.
Pengurangan sampah menurut Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2008, yaitu
meliputi pembatasan sampah, daur ulang sampah, dan pemanfaatan kembali
sampah. Melakukan pengurangan sampah di kawasan perdesaan dapat dilakukan
dengan cara-cara yang sederhana, antara lain (Ir. Sri Hartoyo, Dipl.SE, 2014):

a. Pembatasan, yaitu menggunakan produk kemasan isi ulang untuk


mengurangi sampah.
b. Daur Ulang, dapat dilakukan dengan cara mengolah sampah menjadi barang
yang dapat digunakan kembali, misalnya ban bekas menjadi wadah tempat
sampah.
c. Pemanfaatan Kembal, misalnya memanfaatkan botol air untuk wadah sabun
cuci piring atau kaleng biskuit menjadi wadah makanan ringan.

2. Penanganan Sampah

Penanganan sampah terdiri dari pewadahan, pengumpulan/pengangkutan,


pengolahan, dan pemrosesan akhir. Penanganan sampah di kawasan perdesaan
dilakukan dengan cara sesederhana mungkin dengan mempertimbangkan kearifan

12
lokal, artinya pemerintah daerah dapat menyesuaikan prasarana dan sarana
pengelolaan sampah dengan menggunakan material yang tersedia di daerah
tersebut. Misalnya menggunakan keranjang bambu sebagai wadah penampungan
sampah atau menggunakan gerobak sebagai alat pengumpul sampah, dan
sebagainya.

3. Pewadahan

Pewadahan di kawasan perdesaan, baik pewadahan individual yang berada


di masingmasing rumah untuk menampung sampah rumah tangga maupun
sampah kegiatan umum perlu dilakukan agar sampah tidak tercecer sebelum
nantinya dilakukan pengangkutan atau pemrosesan. Sistem pewadahan di kawasan
perdesaan dapat menggunakan material atau bahan-bahan yang mudah ditemukan
di masing-masing daerah, misalnya keranjang anyaman bambu, batu-batu yang
disusun untuk menjadi wadah sampah, maupun yang paling sederhana dengan
menggunakan karung maupun kantung plastik.

4. Pengumpulan dan Pengangkutan

Di kawasan perdesaan khususnya yang belum terjangkau pelayanan


persampahan direkomendasikan untuk mengolah sampahnya secara sederhana dan
berbasis masyarakat agar dapat didorong untuk melakukan pengolahan sampah
skala rumah tangga. Bagi kawasan perdesaan yang mengolah sampahnya secara
komunal, misalnya dengan menggunakan modul wasades komunal, maupun desa
yang sudah terjangkau pelayanan persampahan (tersedea TPS 3R, TPST,
Pengangkutan sampah ke TPA) idealnya memiliki sistem pengumpulan sampah.
Pengumpulan sampah dari sumber sampah dilakukan dengan cara sebagai berikut:

1. Media yang digunakan untuk mengumpulkan sampah harus


mempertimbangkan kearifan lokal dan kondisi daerah, misalnya desa yang
sudah memiliki kondisi jalanan yang baik, dapat menggunakan gerobak yang
ditarik oleh petugas, sepeda, maupun sepeda motor. Sedangkan daerah yang
memiliki keterbatasan akses jalanan (jalanan berbukit, berlumpur, berbatu, dll)
dapat memanfaatkan keranjang pikul untuk mengumpulkan sampah dari
sumber sampah.

13
2. Sampah dari sumber dikumpulkan minimal 1 hari sekali.
3. Untuk desa yang sudah mempunyai sistem pelayanan, pola pengumpulan
antara lain :
a. Pola invidual tidak langsung dari rumah ke rumah
b. Pola individual langsung dengan truk untuk jalan dan fasilitas umum
c. Pola komunal langsung untuk pasar dan daerah komersial
d. Pola komunal tidak langsung untuk permukiman padat
e. Pola penyapuan Jalan

4. Pengolahan/Pemrosesan

Mengolah sampah untuk masyarakat perdesaan, pada dasarnya harus


dilakukan dengan cara yang sederhana, yaitu menggunakan metode yang mudah
dioperasikan dan dipelihara. Berdasarkan jenis sampahnya (organik dan non
organik), terdapat dua metode untuk mengolah sampah yaitu mengolah sampah
terpilah dan mengolah sampah yang tidak terpilah.

A. Pengolahan Sampah Organik

Sampah organik merupakan sampah yang mudah membusuk misalnya


sampah sisa dapur, sampah pekarangan, sampah sisa pertanian dan perkebunan,

14
dan lainnya. Berikut ini adalah rekomendasi beberapa metode pengolahan sampah
organik di kawasan perdesaan :

1. Pengomposan
Sampah organik yang berasal dari rumah tangga dapat diolah dengan cara
pengomposan. Pengomposan merupakan proses penguraian sampah dengan
bantuan udara, kelambaban, mikroorganisme, dan lainnya. Melakukan
pengomposan sampah organik dapat menjadi solusi untuk menangani sampah
mulai dari skala rumah tangga. Selain itu, hasil dari pengomposan dapat
dimanfaatkan sebagai pupuk penyubur tanaman (kompos).
Pengomposan dapat dilakukan pada skala rumah tangga dan skala
kawasan. Pengomposan skala rumah tangga yaitu pengolahan sampah organik
yang sumber sampahnya berasal dari satu kepala keluarga. Pengomposan skala
rumah tangga tidak membutuhkan tempat yang besar dan sulit karena dapat
menggunakan keranjang, tong, drum, dll. Sedangkan, pengomposan skala
kawasan yaitu pengomposan yang menggunakan sampah minimal dari 10 kepala
keluarga, sehingga lahan yang digunakan dan produk kompos yang dihasilkan
lebih besar.
Metode untuk mengolah sampah menjadi kompos beragam, yaitu dengan
keranjang takakura, drum, komposter yang ditanam, dan lainnya. Metode
pengomposan yang akan digunakan nantinya dapat disesuaikan dengan pilihan
masing-masing masyarakat di kawasan perdesaan. Oleh karena itu, dibutuhkan
peran pemerintah daerah untuk mensosialisasikan pengetahuan mengenai metode-
metode pengomposan skala rumah tangga.

2. Pembuatan Pakan Hewan


Limbah sayuran adalah bahan-bahan hasil dari kegiatan manusia yang
banyak mengandung bahan organik, misalnya wortel, kubis, kentang, klobot
jagung, kecambah kacang ijo, bayam, kangkung, daun singkong, dan lainnya.
Limbah sayuran dapat ditemukan di dapur, pasar atau sisa kegiatan pertanian.
Sisa-sisa sayuran tersebut umumnya dikelola dan dimanfaatkan untuk
pengomposan dan biogas. Padahal, limbah-limbah sayuran tersebut masih
mengandung nutrisi yang bisa dimanfaatkan sebagai pakan hewan ternak,

15
misalnya Sapi, Kerbau, Kambing, Ayam, Babi dan lainnya. Pengolahan limbah
sayuran untuk dijadikan pakan ternak dapat dilakukan secara sederhana baik skala
rumah tangga maupun skala kawasan. Bagi masyarakat di kawasan perdesaan
yang memiliki kebun sayuran kecil di pekarangan rumah, maka direkomendasikan
untuk mengolah limbah sayurannya dalam sekala rumah tangga.
Namun, untuk limbah sayuran yang berasal dari lahan
pertanian/perkebunan maupun pasar, direkomendasikan untuk mengelola sisa
sayuran-sayuran tersebut secara komunal. Limbah sayuran dapat secara langsung
diberikan ke hewan maupun diolah terlebih dahulu. Pengolahan limbah sayuran
dapat menjadikan pakan yang lebih berkualitas, tahan simpan, mudah disajikan ke
hewan ternak, dan disukai ternak. Metode pengolahan sisa sayuran yang dapat
dilakukan oleh masyarakat perdesaan yaitu Wafer Pakan dan Tepung Pakan.

B. Pengolahan Sampah Non Organik

Sampah non organik di kawasan perdesaan harus dikelola dengan cara


yang sederhana dan berbasis masyarakat. Sampah yang masih bisa didaur ulang
dan memiliki nilai jual sebisa mungkin dapat dimanfaatkan kembali. Cara
mengolah sampah non organik di kawasan perdesaan adalah :

1. Daur Ulang Mendaur ulang sampah non organik merupakan salah satu cara
untuk mengelola sampah di kawasan perdesaan. Daur ulang sampah dapat
dilakukan secara individu maupun berkelompok. Daur ulang sampah misalnya
menggunakan ban bekas untuk dijadikan wadah tempat sampah, kaleng
biskuit untuk wadah makanan ringan, kemasan detergen untuk bahan baku tas,
dan sebagainya.
2. Bank Sampah Selain daur ulang, sampah yang masih memiliki nilai jual dapat
dikumpulkan untuk dijual ke bank sampah. Dengan adanya bank sampah,
sampah non organik dapat tertangani dan juga dapat memberikan nilai
ekonomi bagi masyarakat. Sampah non organik yang masih memiliki nilai jual
antara lain plastik, styrofoam, kaca, besi, kertas, kardus, dan lainnya. Peran
pemerintah daerah dalam menyukseskan pemilahan sampah yaitu dengan cara
mendata pengepul lapak yang paling dekat dengan lokasi TPS 3R. Kerjasama
bisa dilakukan dengan cara pengepul lapak datang ke TPS 3R untuk

16
mengambil sampah anorganik yang masih memiliki nilai jual atau operator
yang mengirimkan ke lokasi lapak. Di beberapa kawasan perdesaan, sampah
anorganik yang masih dapat digunakan kembali seperti botol plastik, kardus,
kaca, dan sebagainya belum memiliki nilai jual. Hal ini dikarenakan belum
adanya pengepul di kawasan tersebut. Oleh karenanya, dengan sosialisasi dan
bantuan dari pemerintah untuk membangun jaringan dengan para pengepul
lapak di derah lain dapat membantu melahirkan lapangan pekerjaan baru
berupa pengepul lapak. Yang harus diperhatikan adalah, jumlah sampah
anorganik yang akan dijual sebaiknya telah menutupi minimal biaya
transportasi (jika harus diantarkan ke pengepul terdekat). Oleh karenanya,
pengelola dapat mengumpulkan sampah anorganik yang dapat dijual selama 1-
2 minggu sebelum dijual ke pengepul lapak.

6. Pengolahan Sampah Tercampur antara Organik dan Non Organik

Modul Wadah Sampah Perdesaan atau modul WASADES adalah galian


yang digunakan sebagai tempat sampah bagi masyarakat di kawasan perdesaan,
tujuannya untuk mengganti kebiasaan sebagian masyarakat yang masih
membuang sampah sembarangan/membakar sampah di lahan terbuka. Modul
wasades didesain dengan sederhana agar mudah diselenggarakan di kawasan
perdesaan khususnya yang belum terjangkau pelayanan pengelolaan sampah,
namun tetap mempertimbangkan aspek-aspek kesehatan dan lingkungan.

Cara menyelenggarakan modul wasades terbilang cukup sederhana, yaitu


membuat galian di sekitar pekarangan rumah kemudian diberi batas pagar di
sekelilingnya untuk aspek keselamatan anak-anak maupun kemungkinan hewan
peliharaan terjatuh ke dalam modul wasades. Memproses sampah dengan modul
wasades sangat sederhana, yaitu dengan cara menimbun sampah di dalamnya
hingga 6 bulan, selanjutnya wasades ditutup dan dibuat galian modul wasades
yang baru untuk menampung sampah 6 bulan kedepan.

Modul wasades yang akan diselenggarakan di kawasan perdesaan


memiliki dua tipe tergantung kepadatan penduduk pada suatu daerah, yaitu Tipe

17
individual yang memiliki kapasitas untuk 1 KK atau 5 anggota keluarga, dan tipe
komunal yang memiliki kapasitas untuk 10 KK atau 50 jiwa. Cara menentukan
modul wasades adalah sebagai berikut :

1. Jika kepadatan penduduk < 25 Jiwa perhektar maka menggunakan modul


wasades individual
2. Jika Kepadatan penduduk ≥ 25 Jiwa perhektar maka menggunakan modul
wasades komunal.

2.10.2.7 Syarat Tempat dan Pengelolaan Sampah Yang Baik Di


Perdesaan
2.10.2.7.1 Persyaratan Tempat Sampah

Wadah sampah adalah tempat untuk menyimpan sampah sementara di


sumber sampah. Sedangkan pewadahan sampah adalah kegiatan menampung
sampah sementara sebelum sampah dikumpulkan, dipindahkan, diangkut, diolah,
dan dilakukan pemrosesan akhir sampah di TPA. (Peraturan Menteri Pekerjaan
Umum Republik Indonesia, 2013) Tujuan utama dari pewadahan adalah :

1. Untuk menghindari terjadinya sampah yang berserakan sehingga tidak


berdampak buruk kepada kesehatan, kebersihan lingkungan, dan estetika.
2. Memudahkan proses pengumpulan sampah dan tidak membahayakan
petugas pengumpul sampah

Kriteria sarana pewadahan sampah dengan pola pewadahan individual adalah :

1. Kedap air dan udara;


2. Mudah dibersihkan;
3. Harga terjangkau;
4. Ringan dan mudah diangkat;
5. Bentuk dan warna estetis;
6. Memiliki tutup supaya higienis;
7. Mudah diperoleh; dan
8. Volume pewadahan untuk sampah yang dapat digunakan ulang, untuk
sampah yang dapat didaur ulang, dan untuk sampah lainnya minimal 3 hari
serta 1 hari untuk sampah yang mudah terurai.

18
2.10.2.7.2 Persyaratan Pengolahan Sampah
Ada beberapa teknik pengolahan sampah terdiri dari (Badan Standarisasi
Nasional, 2002):

1. Pengomposan
a. Berdasarkan kapasias (individual, komunal, skala lingkungan) ;
b. Berdasarkan proses (alamai, biologis dengan cacing,
mikroorganisme, tambahan)/
2. Insinerasi yang berwawasan lingkungan
3. Daur ulang
a. Sampah an organik disesuaikan dengan jenis sampah
b. Menggunakan kembali sampah organik sebagai makanan untuk
ternak
4. Pengurangan volume sampah dengan pencacahan atau pemadatan
5. Biogasifikasi (pemanfaatan energi hasil pengolahan sampah

2.10.2.8 Jenis-jenis sampah di perkotaan


Sampah-sampah di perkotaan dapat dibagi menjadi beberapa jenis. Secara
garis besar sampah dibagi menjadi 3 jenis berdasarkan sifatnya yaitu sebagai
berikut:

1. Sampah organik/basah adalah sampah yang berasal dari makhluk hidup,


contuhnya daun-daunan, sampah dapur, sampah restoran, sisa sayuran, sisa
buah, dll. Sampah jenis ini dapat terdegradasi.
2. Sampah anorganik/kering adalah sampah yang tidak dapat terdegradasi
secara alami. Contohnya logam, besi, kaleng, plastik, karet, botol, dll.
3. Sampah Bahan Berbahaya Beracun (B3), Sampah jenis ini merupakan
sampah berbahaya bagi manusia. Contohnya baterai, jarum suntik bekas,
limbah racun kimia, limbah nuklir, dll. Sampah jenis ini memerlukan
penanganan khusus (Kurniaty and Nararaya, Bani Haji Wahyu, Turawan,
Nabila Ranatasya. Nurmuhamad, 2016).

Dilihat dari komposisi sampah, maka sebagian besar sampah kota di Indonesia
adalah tergolong sampah hayati, atau secara umum dikenal sebagai sampah
organik. Sampah yang tergolong hayati ini untuk kota-kota besar bisa mencapai

19
70 % dari total sampah, dan sekitar 28 % adalah sampah non- hayati yang menjadi
obyek aktivitas pemulung yang cukup potensial, mulai dari sumber sampah (dari
rumah-rumah) sampai ke TPA. Sisanya (sekitar 2%) tergolong B3 yang perlu
dikelola tersendiri (Andreas Corsinus Koestomo, 2011).

Selain jenis sampah diatas, sampah juga dapat diklasifikasikan berdasarkan


bentuk fisiknya yaitu sampah padat, cair dan gas.

1. Sampah Padat: dapat berupa makhluk hidup (tumbuhan, hewan)


maupun benda-benda tak hidup (besi, kaleng, plastik, dan lain-lain).
2. Sampah cair: Sampah cair dapat bersumber dari pabrik / industri,
perikanan, manusia, limbah rumah tangga, dan lain-lain.
3. Sampah Gas: Sampah dalam bentuk gas dapat bersumber dari pabrik /
industri, alat transportasi, rumah tangga, pembakaran, dan efek
lanjutan terurainya sampah padat dan cair, contohnya: karbon dioksida
(CO2), karbon monoksida (CO), HCl, NO2, SO2 (Sutrisnawati and
M.Purwahita, 2018).

Karakteristik fisik dari sampah sangat ditentukan oleh kepadatan fisik dari
materi-materi sampah tersebut. Sampah dapat berwujud padat, cair dan gas. Jenis
sampah berwujud padat di perkotaan dikenal dengan Municipal Solid Waste
(MSW). MSW atau sampah padat perkotaan adalah jenis sampah yang terdiri dari
sisa kertas, sisa makanan, sampah tektil, sampah sisa dan kadang sisa
pembongkaran/penghancuran bangunan. Karakteristik-karakteristik fisik juga
mencakup kadar kelembaban dan distribusi ukuran partikel dari komponen-
komponennya (Arief, 2013).

Selanjutnya jenis sampah berdasarkan sumbernya, sampah perkotaan yang


dikelola oleh Pemerintah Kota di Indonesia sering dikategorikan dalam beberapa
kelompok, yaitu sebagai berikut:

1. Sampah dari rumah tinggal


Merupakan sampah yang dihasilkan dari kegiatan atau lingkungan
rumah tangga atau sering disebut dengan istilah sampah domestik. Dari
kelompok sumber ini umumnya dihasilkan sampah berupa sisa makanan,

20
plastik, kertas, karton / dos, kain, kayu, kaca, daun, logam, dan kadang-
kadang sampah berukuran besar seperti dahan pohon. Praktis tidak
terdapat sampah yang biasa dijumpai di negara industri, seperti mebel, TV
bekas, kasur dll. Kelompok ini dapat meliputi rumah tinggal yang
ditempati oleh sebuah keluarga, atau sekelompok rumah yang berada
dalam suatu kawasan permukiman, maupun unit rumah tinggal yang
berupa rumah susun. Dari rumah tinggal juga dapat dihasilkan sampah
golongan B3 (bahan berbahaya dan beracun), seperti misalnya baterei,
lampu TL, sisa obat-obatan, oli bekas, dll.
2. Sampah dari daerah komersial
Sumber sampah dari kelompok ini berasal dari pertokoan, pusat
perdagangan, pasar, hotel, perkantoran, dll. Dari sumber ini umumnya
dihasilkan sampah berupa kertas, plastik, kayu, kaca, logam, dan juga sisa
makanan. Khusus dari pasar tradisional, banyak dihasilkan sisa sayur,
buah, makanan yang mudah membusuk. Secara umum sampah dari
sumber ini adalah mirip dengan sampah domestik tetapi dengan komposisi
yang berbeda.
3. Sampah dari perkantoran / institusi
Sumber sampah dari kelompok ini meliputi perkantoran, sekolah,
rumah sakit, lembaga pemasyarakatan, dan lainnya Dari sumber ini
potensial dihasilkan sampah seperti halnya dari daerah komersial non
pasar.
4. Sampah dari jalan / taman dan tempat umum:
Sumber sampah dari kelompok ini dapat berupa jalan kota, taman,
tempat parkir, tempat rekreasi, saluran darinase kota, dan lain-lain. Dari
daerah ini umumnya dihasilkan sampah berupa daun / dahan pohon, pasir /
lumpur, sampah umum seperti plastik, kertas, dan lain-lain.
5. Sampah dari industri dan rumah sakit yang sejenis sampah kota

Kegiatan umum dalam lingkungan industri dan rumah sakit tetap menghasilkan
sampah sejenis sampah domestik, seperti sisa makanan, kertas, plastik, dll. Yang
perlu mendapat perhatian adalah, bagaimana agar sampah yang tidak sejenis

21
sampah kota tersebut tidak masuk dalam sistem pengelolaan sampah kota
(Andreas Corsinus Koestomo, 2011).

2.10.2.9 Dampak Sampah Perkotaan


Sampah yang begitu banyak di jumpai hingga saat ini menjadi masalah serius
yang sedang dihadapi, utamanya bagi perkotaan karena pengaruh dari kondisi
sosial, budaya serta ekonomi masyarakat setempat, hal ini dapat dilihat dengan
adanya pertumbuhan penduduk, peningkatan aktivitas serta perubahan pola
konsumsi masyarakat yang secara langsung menimbulkan pertambahan volume,
jenis, dan karakteristik sampah. Beragam alternatif telah dilakukan dalam
pengelolaan sampah baik secara terpusat maupun mandiri, namun pelaksanaanya
dirasa masih belum optimal. Sehingga hal ini dapat menimbulkan berbagai
dampak negatif. Dampak negatif yang akan ditimbulkan dari sampah dapat
berpengaruh buruk terhadap lingkungan, kesehatan serta keadaan sosial ekonomi.
Hal ini terlebih bila sampah tersebut tidak dikelola dengan baik dan benar.
Sehingga dapat menyebabkan terjadinya berbagai dampak negatif tersebut.

Menurut Suwerda terdapat beberapa dampak apabila sampah tidak dikelola


dengan baik sebagai berikut:

1. Sampah dapat menjadi sumber penyakit, lingkungan menjadi kotor. Hal


ini akan menjadi tempat yang subur bagi mikroorganisme patogen yang
berbahaya bagi kesehatan manusia, dan juga menjadi tempat sarang lalat,
tikus dan hewan liar lainnya.
2. Pembakaran sampah dapat berakibat terjadinya pencemaran udara yang
dapat mengganggu kesehatan masyarakat, dan memicu terjadinya
pemanasan global.
3. Pembusukan sampah apat menimbulkan bau yang tidak sedap dan
berbahaya bagi kesehatan. Cairan yang dikeluarkan dapat meresap
ketanah, dan dapat menimbulkan pencemaran sumur, air tanah, dan yang
dibuang ke badan air akan mencemari sungai.
4. Pembuangan sampah ke sungai atau badan air dapat menimbulkan
pendangkalan sungai, sehingga dapat memicu terjadinya banjir (Kahfi,
2017).

22
Selanjutnya menurut Gelbert dkk (1996) dampak sampah terhadap manusia
dan lingkungan di bagi menjadi tiga yaitu sebagai berikut:

1. Dampak sampah terhadap kesehatan, sampah yang tidak ditangani dengan


baik merupakan tempat berkembang dan bersarang yang baik bagi
beberapa organisme seperti kuman, bakteri, lalat, kecoa, tikus yang dapat
menjangkitkan penyakit seperti: diare, kolera, tifus, penyakit demam
berdarah, penyakit jamur kulit, dan lain-lain.
2. Dampak sampah terhadap lingkungan, Sampah yang dibuang secara
sembarangan dapat menyebabkan terjadinya polusi air dan tanah. Sampah
yang dibuang di selokan maupun di sungai akan menyebabkan
pencemaran air yang dapat menyebabkan gangguan bagi kehidupan
berbagai organisme yang hidup di sungai serta di laut. Sampah yang
tertimbun di aliran sungai dapat menyebabkan terjadinya banjir pada
musim hujan. Selain itu sampah yang dibuang sembarangan terutama
sampah anorganik dapat menyebabkan polusi tanah dan mengurangi
tingkat kesuburan tanah. Sampah juga disinyalir sebagai salah satu pemicu
dari pemanasan global, karena timbunan dan pembusukan sampah dapat
menghasilkan gas metana (CH4) dan karbon dioksida (CO2) yang dapat
merusak lapisan atmosfer bumi.
3. Dampak sampah terhadap keadaan sosial dan ekonomi, sampah yang
berserakan dapat mengurangi nilai estetika / keindahan suatu tempat.
Keberadaan sampah serta bau yang ditimbulkan dapat mengurangi
kenyamanan serta psikologi masyarakat sekitarnya. Secara ekonomi,
sampah yang tidak ditanggulangi dengan baik dapat menyebabkan adanya
biaya yang tidak terduga seperti misalnya biaya berobat karena sakit yang
disebabkan oleh bakteri dan virus yang berasal dari sampah (Sutrisnawati
and M.Purwahita, 2018).

Selain dampak-dampak diatas, dampak sampah dalam jangka panjang dapat


berpotensi terjadinya bencana alam seperti banjir dan longsor. Atas dasar tersebut
sampai saat ini sampah menjadi 5 permasalahan nasional utama di Indonesia.
Namun, tak dapat di pungkiri pengelolaannya masih belum sepenuhnya di sadari

23
oleh semua pihak sehingga pada akhirnya permasalahan ini belum juga usai meski
sudah berlangsung lama (Fia Rahmawati et al., 2021).

2.10.2.10 Cara Pengolahan Sampah Di Perkotaan


Teknik operasional pengelolaan sampah perkotaan yang terdiri dari
kegiatan pewadahan sampai dengan pembuangan akhir sampah harus bersifat
terpadu dengan melakukan pemilahan sejak dari sumbernya.

1. Pewadahan sampah
Pola pewadahan Melakukan pewadahan sampah sesuai dengan jenis
sampah yang telah terpilah, yaitu :
1) sampah organik seperti daun sisa, sayuran, kulit buah lunak, sisa
makanan dengan wadah warna gelap
2) sampah an organik seperti gelas, plastik, logam, dan lainnya,
dengan wadah warna terang
3) sampah bahan barbahaya beracun rumah tangga (jenis sampah B3)
dengan warna merah yang diberi lambang khusus atau semua
ketentuan yang berlaku. Pola pewadahan sampah dapat dibagi
dalarn individual dan komunal. Pewadahan dimulai dengan
pemilahan baik untuk pewadahan individual maupun komunal
sesuai dengan pengelompokan pengelolaan sampah.

2. Pengumpulan Sampah
Pola pengumpulan sampah terdiri dari :
1) pola individual langsung dengan persyaratan sebagai berikut
a. kondisi topografi bergelombang (> 15-40%) , hanya alat
pengumpul mesin yang dapat beroperasi
b. kondisi jalan cukup lebar dan operasi tidak mengganggu pemakai
jalan lainnya
c. kondisi dan jumlah alat memadai
d. jumlah timbunan sampah > 0,3 m3 / hari
e. bagi penghuni yang berlokasi di jalan protokol.
2) Pola individual tidak langsung dengan persyaratan sebagai berikut
a. bagi daerah yang partisipasi masyarakatnya pasif

24
b. lahan untuk lokasi pemindahan tersedia
c. bagi kondisi topografi relatif datar (rata-rata < 5%) dapat
menggunakan alat pengumpul non mesin (gerobak, becak)
d. alat pengumpul masih dapat menjangkau secara langsung
e. kondisi lebar gang dapat dilalui alat pengumpul tanpa mengganggu
pemakai jalan lainnya; rate
f. harus ada organisasi pengelola pengumpulan sampah.

3) Pola komunal langsung dengan persyaratan sebagai berikut :


a. bila alat angkut terbatas
b. bila kemampuan pengendalian personil dan peralatan relatif rendah
c. alat pengumpul sulit menjangkau sumber-surnber sampah
individual (kondisi daerah berbukit, gang /jalan sempit)
d. peran serta masyarakat tinggi
e. wadah komunal ditempatkan sesuai dengan kebutuhan dan lokasi
yang mudah dijangkau oleh alat pengangkut (truk)
f. untuk permukiman tidak teratur,

4) Pola komunal tidak langsung dengan persyaratan berikut :


a. peran serta masyarakat tinggi
b. wadah komunal ditempatkan sesuai dengan kebutuhan dan lokasi
yang mudah dijangkau alat pengumpul
c. lahan untuk lokasi pemindahan tersedia
d. bagai kondisi topografi relatif datar (rata-rata 5% dapat
menggunakan cara lain seperti pikulan, kontainer kecil beroda dan
karung
e. lebar jalan/gang dapat dilalui alat pengumpul tanpa mengganggu
pemakai jalan lainnya; (6) harus ada organisasi pengelola
pengumpulan sampah.
5) pola penyapuan jalan dengan persyaratan sebagai berikut :
a. juru sapu harus mengetahui cara penyapuan untuk setiap daerah
pelayanan (diperkeras, tanah, lapangan rumput dll.)

25
b. penanganan penyapuan jalan untu'.: setiap daerah berbe.da
tergantung pada fungsi dan nilai daerah yang dilayani
c. pengumpulan, sampah hasil penyapuan jalan diangkut ke lokasi
pemindahan untuk kemudian diangkut keTPA
d. pengendalian personel dan peralatan harus baik.

 Pelaksana Pengumpulan Sampah


Pelaksana Pengumpulan sampah dapat dilaksanakan oleh :
1) Institusi kebersihan kota
2) lembaga swadaya masyarakat
3) Swasta
4) Masyarakat (oleh RT/RW).

 Pelaksanaan pengumpulan
Jenis sampah yang terpilah dan bernilai ekonomi dapat dikumpulkan oleh
pihak yang berwenang pada waktu yang telah disepakati bersama antara petugas
pengumpul dan masyarakat penghasil sampah.

3. Pemindahan Sampah
 Lokasi Pemindahan
Lokasi pemindahan adalah sebagai berikut :
1) harus mudah keluar masuk bagi sarana pengumpul dan pengangkut
sampah
2) tidak jauh dari sumber sampah
3) berdasarkan tipe
 lokasi pemindahan terdiri dari :
a. terpusat ( transfer depo tipe I)
b. tersebar ( transfer depo tipe II atau III )

4) jarak antara transfer depo untuk tipe T dan II adalah (1,0 -- 1,5 ) km.

Cara Pemindahan

26
Cara pemindahan dapat dilakukan sebagai berikut :
1) manual
2) mekanis
3) gabungan manual dan mekanis, pangisian kontainer dilakukan secara
manual oleh petugas pengumpul, sedangkan pcngangkutan kontainer ke
atas truk dilakukan secara mekanis (load haul).

Pengangkutan Sampah

Pola Pengangkutan

1) Pengangkutan sampah dengai sistem pengumpulan individual langsung


(door to door)
a. truk pengangkut sampah dari pool menuju titik sumber sampah
pertama untuk mengambil sampah
b. selanjutnya mengambil sampah pada titik-titik sumber sampah
berikutnya sampai truk penuh sesuai dengan kapasitasnya
c. selanjutnya diangkut ke TPA sampah
d. setelah pengosongan di TPA , truk menuju ke lokasi surnber sampah
berikutnya, sampai terpenuhi ritasi yang tclah ditetapkan.

4. Pembuangan Akhir
Persyaratan Persyaratan Umum dan teknis lokasi pembuangan akhir
sampah sesuai dengan SNI 03 3241 1994 mengenai Tata Cara Pemilihan lokasi
TPA.
Metode Pembuangan Akhir Sampah Kota
Metode pembuangan akhir sampah kota dapat dlakukan sebagai berikut :
1) penimbunan terkendali termasuk pengolahan lindi dan gas
2) lahan urug saniter termasuk pengolahan lindi dan gas
3) metode penimbunan sampah untuk daerah pasang surut dengan
sistem kolam (an acrob, fakultatif, maturasi).

Peralatan
Peralatan dan perlengkapan yang digunakan di TPA sampah sebagai berikut:

27
1) buldoser untuk perataan, pengurugan dan pemadatan
2) crawl / track dozer untuk pemadatan pada tanah !unak
3) wheel dozer untuk perataan, pengurugan
4) loader dan powershowel untuk penggalian, perataan, pengurugan dan
pemadatan;
5) dragline untuk penggalian dan pengurugan,
6) scraper untuk pengurugan tanah dan perataan
7) kompaktor (Iandfril compactor) untuk pemadatan timbunan sampah
pada lokasi dalam,
(Badan Standardisasi Nasional, 2002)

2.10.2.11 Syarat Tempat Dan Pengolahan Sampah Yang Baik Di


Perkotaan
1. Kriteria Lokasi dan Penempatan Wadah Lokasi penempatan wadah adalah
sebagai berikut :
1) Wadah individual ditempatkan
a. di halarnan muka
b. di halaman belakang untuk sumber sampah dari hotel restoran

2) Wadah komunal ditempatkan :


a. sedekat mungkin dengan sumber sampah
b. tidak mengganggu pemakai jalan atau sarana umum lainnya
c. di luar jalur lalu lintas , pada suatu lokasi yang rnudah untuk
pengoperasiannya
d. di ujung gang kecil
e. di sekitar taman dan pusat keramaian (untuk wadah sampah
pejalan kaki); untuk pejalan kaki minimal 100 m
f. Jarak antar wadah sampah.

3) Persyaratan bahan wadah


Persyaratan bahan adalah sebagai berikut:
a. tidak mudah rusak dan kedap air

28
b. ekonomis, mudah diperoleh dibuat oleh masyarakat
c. mudah dikosongkan

Persyaratan untuk bahan dengan pola individual dan komunal

4) Penentuan ukuran wadah. Penentuan ukuran volume ditentukan


berdasarkan:
a. jumlah peaghuni tiap rumah
b. timbulan sampah
c. frekuensi pengambilan sampah
d. cara pemindahan sampah
e. sistern pelayanan (individual atau komunal)

2. Pengolahan sampah yang baik di perkotaan


Teknik-teknik pengolahan sampah dapat berupa :
1) Pengomposan
a. berdasarkan kapasitas ( individual, komunal, skala lingkungan)
b. berdasarkan proses (alami, biologis dengan cacing, biologis
dengan mikro organisme, tambahan ).

2) Insinerasi yang berwawasan lingkungan

29
3) Daur ulang
a. sampah an organik disesuaikan dengan jenis sampah
b. menggunakan kembali sampah organik sebagai makanan ternak
4) pengurangan volume sampah dengan pencacahan atau pemadatan
5) biogasifikasi (pemanfaatan energi hasil pengolahan sampah).
(Badan Standardisasi Nasional, 2002)

2.10.3 Contoh

Contoh Kasus Pengelolaan sampah di Kota Cirebon dan Kota Surakarta

Tingkat produksi sampah Indonesia per kapita mencapai 0,6 kg/orang/hari


untuk wilayah perkotaan dan 0,3 kg/orang/hari untuk wilayah pedesaan di tahun
2005. Seiring dengan pertumbuhan ekonomi, produksi sampah per kapita akan
terus naik sehingga di tahun 2030 mencapai 1,2 kg/orang/hari untuk perkotaan
dan 0,55 kg/orang/hari untuk pedesaan (Bappenas, 2010). Bank Dunia
menyebutkan, jumlah sampah padat yang diproduksi Indonesia secara nasional
mencapai 151.921 ton per hari. Ini berarti setiap penduduk Indonesia rata-rata
membuang sampah 0,85 kg per hari (Paramita, 2016: 27). Dari total sampah yang
dihasilkan hanya 40,09% yang dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA),
35,49% dibakar, 1,61% didaur ulang, 7,54% ditimbun, dan 15,2% dibuang ke
jalan, sungai, dan lahan lainnya. Hanya sekitar 70% sampah yang berhasil
dikumpulkan, sementara sisanya terbuang mencemari lingkungan (Tim Riset dan
Analis Katadata, 2019).

Kota Cirebon mempunyai wilayah seluas 37,36 km2 (Badan Pusat


Statistik Kota Cirebon, 2016) dengan produksi sampah hariannya mencapai 600
m3 per hari pada hari biasa (Radar Cirebon, 2018). Angka tersebut akan
bertambah pada saat libur akhir pekan atau bertepatan dengan hari libur nasional.
Semua sampah di Kota Cirebon akan berakhir di TPA Kopiluhur dengan luas 14
ha yang terletak di Kelurahan Argasunya, Kecamatan Harjamukti (Redaksi
Aktual, 2016).

Secara umum, pengolahan sampah di Kota Cirebon khususnya di TPA


Kopiluhur masih menggunakan sistem open dumping, di mana sampah yang

30
datang ke lokasi TPA dibuang begitu saja dengan hanya sesekali ditutup dengan
lapisan tanah. Namun, tidak serutin seperti pada model sistem controlled landfill
yang tiap seminggu sekali ditutup dengan lapisan tanah dan juga tidak seideal
sistem sanitary landfill di mana sampah dalam setiap harinya ditutup dan dilapisi
dengan tanah.(Prihatin, 2020)

Produksi sampah Kota Cirebon diakibatkan dari adanya kegiatan industri,


perdagangan, taraf hidup dan gaya hidup masyarakat, rumah tangga, dan
sebagainya sehingga produksi sampah di kota Cirebon pada setiap harinya
mencapai 600 m3 . Sampah yang dapat terangkut sebanyak 550 m3 /hari (Radar
Cirebon, 2018) dan sisanya dibakar, ditimbun sendiri dengan cara membuat
lubang atau menggali tanah, dibuang secara sembarangan di tempat-tempat
tertentu secara liar, dan lain sebagainya (illegal dumping)

Selain Kota Cirebon, Kota Surakarta juga memiliki permasalahan


pengelolaan sampah yang kurang lebih mirip. Kota Surakarta mempunyai luas
wilayah seluas 44,04 km2 dengan produksi sampah hariannya mencapai 270 ton
per hari pada hari biasa dan mencapai 293 ton ketika pada musim liburan (Mukti,
2018). Kesemua sampah tersebut berakhir di TPA Putri Cempo dengan luas 17 ha
yang terletak di Kelurahan Mojosongo, Kecamatan Jebres, Surakarta (Triyono &
Patola, 2015).

Data di atas setidaknya membuktikan bahwa Kota Surakarta merupakan


salah satu kota di Jawa Tengah yang perkembangannya pesat. Indikasi
berkembangnya suatu kota biasanya ditandai dengan semakin tingginya jumlah
penduduk dan bertambahnya aktivitas. Tidak dipungkiri lagi hal tersebut memicu
semakin tingginya produksi sampah yang dihasilkan oleh kota tersebut setiap
harinya. Satu orang penduduk di Kota Surakarta rata-rata membuang sampah
sebesar 0,5 kg sampah/hari. Dengan jumlah penduduk 550.000 jiwa, rata-rata
jumlah sampah kota yang dihasilkan dan dibuang ke TPA sebanyak 290 ton/hari
(Kepala Seksi Pengelolaan Sampah Dinas Lingkungan Hidup Kota Surakarta,
2018). Berdasarkan data cakupan pelayanan, pada tahun 2013 jumlah penduduk
Kota Surakarta yang mendapat layanan persampahan mencapai 86% dan
diperkirakan akan meningkat menjadi 92% pada tahun 2022

31
Dari sisi pengelolaan sampah, inovasi tersebut sebenarnya inovasi yang
sifatnya masih parsial karena tujuannya hanya mempercepat pola pengangkutan
sampah dari TPS menuju ke TPA. Memang benar, tumpukan sampah di TPS tidak
ada yang sampai menginap lebih dari satu malam serta tidak menimbulkan bau,
namun substansinya sampah tersebut hanya beralih dari TPS ke TPA saja. Ketika
sampai di TPA, sampah tersebut tidak diolah namun hanya ditumpuk dan
ditumpuk secara terus menerus (open dumping). Cepat atau lambat, pola ini akan
membuat TPA Putri Cempo melebihi kapasitas atau daya tampungnya, dan
Pemkot Surakarta harus mencarikan lokasi baru untuk TPA pengganti. Padahal
pada saat ini, mencari lokasi lahan baru hampir mustahil ditemukan, kecuali di
luar wilayah Kota Surakarta.

Contoh Kasus Pengelolaan Bank Sampah Berkelanjutan di Wilayah


Perdesaan Kabupaten Bantul

Data dari DLH Kabupaten Bantul tahun 2016, jumlah sampah di


Kabupaten Bantul adalah 229.929 m3 /hari dengan rata-rata tiap orang
menghasilkan 0,0025 m3/hari Timbulan sampah terus bertambah., dengan jumlah
penduduk Kabupaten Bantul saat ini 935.000 jiwa, dan rata-rata tiap orang
menghasilkan 0,5 kg/hari, maka tiap hari dihasilkan sampah 467,5 ton/hari.
pengurangan sampah perlu terus dilakukan dan salah satu caranya adalah dengan
membangun bank sampah. Bank sampah adalah sistem pengelolaan sampah
rumah tangga dengan cara dipilah dan ditabung di bank sampah yang dibuktikan
dengan adanya buku rekening tabungan sampah (Suwerda, 2012)

Kelompok pengelola sampah mandiri dengan sistem bank sampah di


wilayah Kabupaten Bantul tahun 2016 sebanyak 127 bank sampah dimana 25
bank sampah berjalan aktif dan 102 bank sampah tidak aktif/ mati suri (Suwerda,
2012). Pengelolaan bank sampah yang berkelanjutan menegaskan perlunya
perubahan paradigma dari kumpul- angkut-buang menjadi pengelolaan yang
bertumpu pada pengurangan dan penanganan sampah. Pengelolaan sampah
dengan bank sampah pada dasarnya merubah perilaku dari membuang dan
membakar sampah menjadi memilah dan menabung sampah

32
Pengelola bank sampah di wilayah perdesaan dengan penggerak utama
sebagai pengelola adalah ibu-ibu PKK. Rata-rata cakupan pelayanan bank sampah
di perdesaan adalah skala dusun dan belum menjadi kegiatan pokok dan bersifat
sukarela. Waktu pelayanan rata rata seminggu sekali dimana hari dan jam sesuai
kesepakatan warga. Pembeli sampah sebagai mitra bank sampah rata-rata terdapat
satu pembeli sampah di setiap bank sampah. Jenis sampah yang diterima antara
lain sampah kertas, kaleng/botol/logam, dan sebagian sampah plastik, terdapat
satu leader di setiap bank sampah di perdesaan, Bank sampah yang ada saat ini
mulai terjalin jejaring komunikasi antar bank sampah di tiap wilayah perdesaan
yang ditunjukkan adanya jejaring pengelola sampah mandiri di tiap desa.
(Suwerda, Hardoyo and Kurniawan, 2019)

33
2.10.4 PENUTUP

2.10.5 RANGKUMAN
1. Pengertian desa menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun
2014 tentang Desa, khususnya Pasal 1, ayat (1) dinyatakan bahwa : “Desa adalah
desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa
adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang
untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat
setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional
yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik
Indonesia” (Sari, Safitri and Sugito, 2014)
2. Kota merupakan tempat bergabungnya berbagai hal dan merupakan kumpulan
keanekaragaman banyak hal. Berbagai strata masyarakat bergabung dalam satu
tempat yang dinamakan kota. Begitu juga dengarf kepiatan ekonomi saling
melengkapi dan saling bergantung. Kota juga merupakan simbol dari
kesejahteraan, kesempatan berusaha dan dominasi terhadap wilayah sekitarnya.
Namun kota juga merupakan sumber polusi, kemiskinan dan perjuangan untuk
berhasil. Daerah perkotaan, adalah suatu wilayah administratif setingkat
desa/kelurahan yang memenuhi persyaratan tertentu dalam hal kepadatan
penduduk, persentase rumah tangga pertanian, dan sejumlah fasilitas perkotaan,
sarana pendidikan formal, sarana kesehatan umum, dan sebagainya (Sari, Safitri
and Sugito, 2014).
3. Sampah merupakan akibat dari aktifitas manusia yang juga merupakan
konsekuensi kemajuan dan perkembangan suatu wilayah terutama perkotaan.
Artinya, kemajuan dan perkembangan serta pertambahan penduduk yang diiringi
oleh perubahan pola konsumsi masyarakat menimbulkan bertambahnya volume,
jenis dan karakteristrik sampah yang semakin beragam (UUD No. 18 Tahun
2008). Menurut definisi World Health Organization (WHO) sampah adalah
sesuatu yang tidak digunakan, tidak diapakai, tidak disenangi atau sesuatu yang
dibuang yang berasal dari kegiatan manusia dan tidak terjadi dengan sendirinya.

34
2.10.6 LATIHAN
Berdasarkan materi yang sudah dijelaskan di atas permasalahaan apa saja yang
ada ? coba uraikan!

2.10.7 UMPAN BALIK


Bagaimana tanggapan saudara mengenai cara pengolahan sampah di lingkungan
kerja atau tempat tinggal saudara? Jelaskan

2.10.8 TEST
1. Apa saja jenis-jenis sampah di pedesaan dan perkotaan?

2. Apa saja syarat tempat dan pengolahan sampah yang baik di pedesaan?

3. Apa saja syarat tempat dan pengolahan sampah yang baik di perkotaan?

4. Jelaskan dampak yang dapat ditimbulkan dari sampah di pedesaan dan


perkotaan?

5. Bagaimana cara pengolahan sampah di pedesaan?

6. Bagaimana cara pengolahan sampah di perkotaan?

35
DAFTAR PUSTAKA

Candrakirana, R. (2015) ‘Penegakan Hukum Lingkungan Dalam Bidang


Pengelolaan Sampah Sebagai Perwujudan Prinsip Good Environmental
Governance Di Kota Surakarta’, Yustisia Jurnal Hukum, 93(3), pp. 581–
601. doi: 10.20961/yustisia.v93i0.3686.
Dermawan, M. A. S. and Lahming, M. (2018) ‘Kajian Strategi Pengolahan
Sampah’, UNM Environmental Journals, 1(3), pp. 86–90.
Dobiki, J. (2018) ‘Analisis Ketersedian Prasarana Persampahan Di Pulau Kumo
Dan Pulau Kakara Di Kabupaten Halmahera Utara’, Jurnal Spasial
Volume, 5(2), pp. 220–228.
Sari, M. S., Safitri, D. and Sugito (2014) ‘Klasifikasi Wilayah Desa-Perdesaan
Dan Desa-Perkotaan Wilayah Kabupaten Semarang Dengan Support
Vector Machine (Svm)’, Gaussian, 3(2010), pp. 751–760.
Badan Standarisasi Nasional (2002) ‘Tata Cara Teknik Operasional Pengelolaan
Sampah Perkotaan’, ACM SIGGRAPH 2010 papers on - SIGGRAPH ’10,
(ICS 27.180), p. 1. Available at: http://portal.acm.org/citation.cfm?
doid=1833349.1778770.

Ir. Sri Hartoyo, Dipl.SE, M. (2014) Tata Cara Penyelenggaraan Sistem


Pengelolaan Sampah di Kawasan Perdesaan, Paper Knowledge . Toward
a Media History of Documents.

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia (2013) ‘Tentang


Penyelenggaraan Prasarana Dan Sarana Persampahan Dalam Penanganan
Sampah Rumah Tangga Dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga
Dengan’, Tentang Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana persampahan
dalam Penanganan Sampah Rumah Tangga Dan Sampah Sejenis Sampah
Rumah Tangga, pp. 243–258.

Andreas Corsinus Koestomo (2011) ‘Pengelolaan Sampah’, Academia.

Arief, S. (2013) ‘PENGELOLAAN SAMPAH MALANG RAYA MENUJU


PENGELOLAAN SAMPAH TERPADU YANG BERBASIS

36
PARTISIPASI MASYARAKAT Waste Management of Malang to
Integrated Waste Management Based Public Participation’, Jurnal
Humanity, 8(2), pp. 195–208. Available at:
https://media.neliti.com/media/publications/11371-ID-pengelolaan-
sampah-malang-raya-menuju-pengelolaan-sampah-terpadu-yang-berbasis-
p.pdf.

Fia Rahmawati, A. et al. (2021) ‘Analisis Pengelolaan Sampah Berkelanjutan


Pada Wilayah Perkotaan di Indonesia’, Bina Gogik, 8(1), pp. 1–12.

Kahfi, A. (2017) ‘Tinjauan Terhadap Pengelolaan Sampah’, Jurisprudentie :


Jurusan Ilmu Hukum Fakultas Syariah dan Hukum, 4(1), p. 12. doi:
10.24252/jurisprudentie.v4i1.3661.

Kurniaty, Y. and Nararaya, Bani Haji Wahyu, Turawan, Nabila Ranatasya.


Nurmuhamad, F. (2016) ‘Mengefektifkan Pemisahan Jenis Sampah
sebagai Upaya Pengelolaan Sampah Terpadu di Kota Magelang’, Varia
Justicia, 12(1), p. 140.

Sutrisnawati, N. K. and M.Purwahita, A. A. . R. (2018) ‘Fenomena Sampah dan


Pariwisata Bali’, Jurnal Ilmiah Hospitality Management, 9(1), pp. 49–56.

Badan Standardisasi Nasional. (2002). Standar Nasional Indonesia Badan


Standardisasi Nasional Tata cara teknik operasional pengelolaan sampah
perkotaan.

Dobiki, J. (2018) ‘Analisis Ketersedian Prasarana Persampahan Di Pulau Kumo


Dan Pulau Kakara Di Kabupaten Halmahera Utara’, Jurnal Spasial Volume, 5(2),
pp. 220–228.
Gresik, K., Arief, J. and Hakim, R. (2013) ‘Pengelolaan Sampah Perumahan
Kawasan Pedesaan Berdasarkan Karakteristik Timbulan’, Jurnal teknik pomits,
2(1), pp. C37–C42.
Hayat, H., & Zayadi, H. (2018) ‘Model Inovasi Pengelolaan Sampah Rumah
Tangga. JU-ke (Jurnal Ketahanan Pangan)’, JU-ke (Jurnal Ketahanan Pangan),
2(2), pp. 131–141. Available at: issn: 2654-2811.

37
38

Anda mungkin juga menyukai