DISUSUN OLEH :
Kelompok 10
1. Muhammad Shapnur Rahmadhan 10011181924002
2. Tiara Adwitiya 10011181924007
3. Ibnu Fajri Ramadhan 10011381924102
4. Ersa Sari Yulita Putri 10011381924116
5. Widia Melihanra 10011181924006
6. Riska Maulisa 10011381924099
7. Wahyunita Huriani 10011181924010
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
2022
PRAKARTA
Puji Syukur kepada Allah SWT., Tuhan Yang Maha Kuasa atas rahmat
dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan BUKU AJAR Kesehatan
Lingkungan Pemukiman Perkotaan. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan
Buku Ajar ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu dalam
kesempatan ini tim penulis menyampaikan terima kasih kepada : Kedua Orang tua
saya Alm. Bahrun Anwar dan Alm. Rusni yang telah memberikan ilmu dan
pendidikan yang tinggi dan bermanfaat serta suami tercinta dan anakku tersayang
yang telah memberikan support dan semangat selama ini. Buku Ajar ini dibuat
untuk mendukung materi dalam pembelajaran mata kuliah “Kesehatan
Lingkungan Pemukiman dan Perkotaan”.
Proses penulisan Buku Ajar ini tidak terlepas dari hambatan yang datang baik
dari luar maupun dari dalam diri saya sendiri, penulisan buku teks ini pun tidak
lepas dari bimbingan, bantuan serta petunjuk dari berbagai pihak, oleh karena itu
kami ingin mengucapkan terima kasih kepada
1. Bapak Rektor Universitas Sriwijaya yang sudah memfasilitasi dan
memberikan kesempatan dalam pembuatan buku Ajar.
2. Ibu Dr. Misnaniarti, S.KM,M.KM selaku Dekan Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sriwijaya, yang telah memberikan support dan
motivasinya kepada saya selaku dosen yang ingin mengembangkan teori
dalam bentuk buku Ajar.
3. Tim dosen Mata Kuliah Kesehatan Lingkungan Pemukiman dan Perkotaan
yang telah memberikan inspirasi, masukan serta mahasiswa-mahasiswaku
yang telah memberikan masukan melalui bedah modul mata kuliah
Kesehatan Lingkungan Pemukiman dan Perkotaan.
Semoga amal baik yang Bapak, Ibu, Saudara berikan, akan selalu mendapat
pahala dari Tuhan Yang Maha Esa.
i
Akhir kata dengan kerendahan hati, kami berharap buku Ajar ini dapat
bermanfaat, Amin Yarobbal Allamin.
Indralaya , 2022
Penulis,
ii
DAFTAR ISI
PRAKARTA.............................................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
2.10.1 Pendahuluan..............................................................................................1
2.10.2 Penyajian.......................................................................................................2
2.10.3 Contoh.....................................................................................................30
2.10.4 PENUTUP...............................................................................................34
2.10.5 RANGKUMAN.......................................................................................34
2.10.6 LATIHAN...............................................................................................35
iii
2.10.8 TEST.......................................................................................................35
iv
2.10 Pengelolaan Sampah Perkotaan dan Pedesaan
2.10.1 Pendahuluan
2.10.1.1 Latar Belakang
Pertumbuhan ekonomi masyarakat Indonesia dari tahun ke tahun semakin
meningkat diikuti dengan pertumbuhan penduduk. Hal tersebut semakin terasa
dampaknya terhadap lingkungan yaitu manusia cenderung merusak lingkungan
demi mempertahankan hidupnya. Kualitas lingkungan secara terus menerus
semakin menurun sehingga menimbulkan permasalahan degradasi lingkungan
pada kehidupan masyarakat (Candrakirana, 2015). Berdasarkan data Kementerian
Lingkungan Hidup (KLH) (2017) setiap orang membuang sampah kurang lebih
0,7 kg per hari/orang, 175 ribu ton/hari, 64 juta ton/tahun. Sedangkan pemerintah
baru mampu mengumpulkan dan mengangkut sampah kurang lebih 60-70% dari
total jumlah sampah yang ada Untuk mengatasi masalah tersebut, maka sampah
haruslah dikelola dengan baik disertai upaya pemanfaatannya sehingga
diharapkan untuk dapat memberikan keuntungan berupa nilai tambah terhadap
lingkungan (Dermawan and Lahming, 2018).
1
karena daerah-daerah (Kabupaten/Kota) juga mengalami banyak kendala dalam
pengelolaan sampah (Candrakirana, 2015).
2.10.2 Penyajian
2.10.2.1 Definisi Pedesaan Dan Pekotaan
2
2.10.2.1.1 Definisi Pedesaan
Secara administratif Indonesia, desa adalah pembagian wilayah
administratif yang berada di bawah kecamatan dan dipimpin oleh kepala desa.
Sebuah desa secara administratif terdiri dari beberapa kampung, dusun, banjar,
serta jorong. Dalam bahasa Inggris, “desa” disebut village. Pengertian desa
menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa,
khususnya Pasal 1, ayat (1) dinyatakan bahwa : “Desa adalah desa dan desa adat
atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa adalah kesatuan
masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur
dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat
berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang
diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik
Indonesia” (Sari, Safitri and Sugito, 2014). Berikut beberapa definisi yang
diungkapkan oleh para pakar tentang pengertian desa :
a. Menurut R. Bintarto, desa adalah perwujudan atau kesatuan geografi, sosial,
ekonomi, politik, serta kultural yang terdapat di suatu daerah dalam
hubungan dan pengaruhnya secara timbal balik dengan daerah lain.
b. Menurut Rifhi Siddiq, desa adalah suatu wilayah yang mmpunyai tingkat
kepadatan rendah yang dihuni oleh penduduk dengan interaksi sosial yang
bersifat homogen, bermata pencaharian di bidang agraris serta mampu
berinteraksi dengan wilayah lain di sekitarnya.
c. Menurut Paul H. Landis, desa adalah suatu wilayah yang penduduknya
kurang dari 2.500 jiwa, dengan ciri-ciri antara lain memiliki pergaulan
hidup yang saling mengenal satu sama lain (kekeluargaan), ada pertalian
perasaan yang sama tentang kesukaan terhadap kebiasaan, serta cara
berusaha bersifat agraris dan sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor alam,
seperti iklim, keadaan alam, dan kekayaan alam.
d. Menurut Sutardjo Kartohadikusumo, desa dalah suatu kesatuan hukum dan
di dalamnya bertempat tinggal sekelompok masyarakat yang berkuasa
menadakan pemerintahan sendiri.
Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut maka dapat disimpulkan
bahwa desa adalah suatu kepadatan rendah yang terdiri dari beberapa kampung,
3
dusun banjar, serta jorong yang berada di bawah kecamatan dan dipimpin oleh
kepala desa.
4
pengelolaannya perlu di lakukan secara komprehensif dan terpadu dari hulu ke
hilir agar memberikan manfaat secara ekonomi, sehat bagi masyarakat, dan aman
bagi lingkungan, serta dapat mengubah perilaku masyarakat. Menurut definisi
World Health Organization (WHO) sampah adalah sesuatu yang tidak digunakan,
tidak diapakai, tidak disenangi atau sesuatu yang dibuang yang berasal dari
kegiatan manusia dan tidak terjadi dengan sendirinya. Berdasarkan SK SNI tahun
1990, sampah adalah limbah yang bersifat padat yang terdiri dari zat organik dan
zat anorganik yang dianggap tidak berguna lagi dan harus dikelola agar tidak
membahayakan dan melindungi infestasi pembangunan (Dobiki, 2018).
(Candrakirana, 2015) :
5
kesadaran, asas kebersamaan, asas keselamatan, asas keamanan, dan asas nilai
ekonomi.
6
pelaksanaan pembangunan berkelanjutan agar lingkungan hidup Indonesia dapat
tetap menjadi sumber dan penunjang hidup bagi rakyat Indonesia serta makhluk
hidup lain. Sehingga pengelolaan sampah yang baik dan benar merupakan wujud
dari pemenuhan lingkungan hidup yang baik dan sehat. Berkaitan dengan
pengelolaan sampah bagi pemerintah dan pemerintah daerah tidak dapat lepas dari
asas-asas yang terdapat dalam Pasal 2 UU PPLH yang diatur mengenai asas
tanggung jawab negara, asas partisipatif, asas tata kelola pemerintahan yang baik;
dan asas otonomi daerah. Oleh karena itu pengelolaan sampah merupakan wujud
tanggungjawab negara melalui pemerintah dan pemerintah daerah. Dimana
dibutuhkan partisipasi masyakat untuk melakukan pengelolaannya. Selain itu
diperkuat dengan Pasal 63 UU PPLH yang mengatur mengenai kewenangan
pemerintah dan pemerintah daerah dalam perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup. Dimana berdasarkan asas tata kelola pemerintahan yang baik;
dan asas otonomi daerah dapat dijadikan acuan dalam pengelolaan sampah.
7
memfasilitasi penerapan teknologi yang ramah lingkungan; (3) memfasilitasi
penerapan label produk yang ramah lingkungan; (4) memfasilitasi kegiatan
mengguna ulang dan mendaur ulang; (5) memfasilitasi pemasaran produk-produk
daur ulang. Pasal 20 ayat (3) mengatur mengenai pelaku usaha dalam
melaksanakan kegiatan yaitu menggunakan bahan produksi yang menimbulkan
sampah sesedikit mungkin, dapat diguna ulang, dapat didaur ulang, dan/atau
mudah diurai oleh proses alam. Pasal 20 ayat (4) mengatur mengenai masyarakat
dalam melakukan kegiatan pengurangan sampah yaitu menggunakan bahan yang
dapat diguna ulang, didaur ulang, dan/atau mudah diurai oleh proses alam.
Pasal 22 Undang Nomor 18 Tahun 2008 mengatur mengenai pengelolaan
sampah tersebut juga diatur mengenai mengenai penanganan sampah, yang
meliputi : a. pemilahan dalam bentuk pengelompokan dan pemisahan sampah
sesuai dengan jenis, jumlah, dan/atau sifat sampah; b. pengumpulan dalam bentuk
pengambilan dan pemindahan sampah dari sumber sampah ke tempat
penampungan sementara atau tempat pengolahan sampah terpadu; c.
pengangkutan dalam bentuk membawa sampah dari sumber dan/atau dari tempat
penampungan sampah sementara atau dari tempat pengolahan sampah terpadu
menuju ke tempat pemrosesan akhir; d. pengolahan dalam bentuk mengubah
karakteristik, komposisi, dan jumlah sampah; dan/atau e. pemrosesan akhir
sampah dalam bentuk pengembalian sampah dan/atau residu hasil pengolahan
sebelumnya ke media lingkungan secara aman.
8
masyarakat. Maka sekarang digunakan paradigma baru yang memandang sampah
sebagai sumber daya yang seharusnya diolah kembali sehingga menghasilkan
pendapatan yang bermuara pada kesempatan terbukanya lapangan kerja baru dan
kesempatan mendapatkan penghasilan baru.
9
Pada hakekatnya pengelolaan sampah adalah merupakan kewajiban
seluruh komponen masyarakat dan Pemerintah Daerah. Penanganan sampah tidak
hanya menyangkut masalah teknis dan sistem pengelolaannya saja, akan tetapi
juga menyangkut perilaku kehidupan masyarakat, sehingga dengan demikian
masalah persampahan tidak akan tuntas tanpa adanya peran serta/partisipasi
masyarakat dalam pengelolaannya. Dalam Pasal 3 diatur mengenai tujuan
pengelolaan sampah di daerah Surakarta yaitu untuk meningkatkan kesehatan
masyarakat, kualitas lingkungan dan menjadikan sampah sebagai sumber daya
yang bermanfaat secara ekonomi bagi daerah. Sedangkan dalam Pasal 24 diatur
mengenai Pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah
tangga terdiri atas: a. pengurangan sampah; dan b. penanganan sampah.
2.10.2.4 Macam-macam sampah pedesaan
Jenis- jenis sampah perdesaan
1. abu (ashes)
merupakan sisa pembakaran dari bahan yang mudah terbakar, baik di
rumah maupun industry;
10
2. Sampah Jalanan (street sweeping)
Berasal dari pembersihan jalan, terdiri dari kertas-kertas, kotoran dan
daun-daunan; dan
3. bangkai binatang (dead animal)
Yaitu bangkai binatang yang mati karena bencana alam, penyakit atau
kecelakaan.
Sampah berdasarkan sumbernya yaitu:
1. Sampah yang berasal dari rumah tangga
Yaitu sampah yang berbentuk padat yang berasal dari sisa kegiatan sehari-
hari di rumah tangga, tidak termasuk tinja dan sampah spesifik dan dari
proses alam yang berasal dari lingkungan rumah tangga. Sampah ini
bersumber dari rumah (Dobiki, 2018)
2. Sampah yang berasal dari pertanian / perkebunan
Sampah ini sebagai hasil dari perkebunan atau pertanian misalnya: jerami,
sisa sayur-mayur, batang padi, batang jagung, ranting kayu yang patah,
dan sebagainya.
3. Sampah yang berasal dari permukiman
Sampah ini terdiri dari bahan-bahan padat sebagai hasil kegiatan rumah
tangga yang sudah dipakai dan dibuang, seperti sisa-sisa makanan baik
yang sudah dimasak atau belum, bekas pembungkus baik kertas, plastik,
daun, dan sebagainya, pakaian-pakaian bekas, bahan-bahan bacaan,
perabot rumah tangga, daun-daunan dari kebun atau taman.
4. Sampah yang berasal dari tempat-tempat umum.
Sampah ini berasal dari tempat-tempat umum, seperti pasar, tempat-tempat
hiburan, terminal bus, dan sebagainya. Sampah ini berupa kertas, plastik,
botol, daun, dan sebagainya
5. Sampah yang berasal dari peternakan dan perikanan
Sampah yang berasal dari peternakan dan perikanan ini, berupa : kotoran-
kotoran ternak, sisa-sisa makanan bangkai binatang, dan sebagainya
(Hayat, H., & Zayadi, 2018)
11
1. Pembakaran sampah akan menyebabkan polusi atau mencemari udara,
serta dapat berdampak dengan merusak paru-paru dan otak manusia
2. Penimbunan sampah B3 dapat mencemari tanah dan air. Racun logam
berat dapat menyebabkan kanker dan gangguan kesehatan manusia.
3. Membuang sampah non-organik (plastic, kaleng, botol, dll) kedalam
tanah merusak dan menurukan kesuburan lahan.
4. Sampah yang terisi air di musim penghujan dapat menjadi tempat
perindukan nyamuk “Demam Berdarah” (Aedes Aegypti).
5. Penanaman sampah yang dapat merusak sumber air tanah
6. Pembuangan sampah kesaluran air (Got, sungai, dll) dapat meningkatkan
potensi bencana seperti banjir (Gresik, Arief and Hakim, 2013)
2. Penanganan Sampah
12
lokal, artinya pemerintah daerah dapat menyesuaikan prasarana dan sarana
pengelolaan sampah dengan menggunakan material yang tersedia di daerah
tersebut. Misalnya menggunakan keranjang bambu sebagai wadah penampungan
sampah atau menggunakan gerobak sebagai alat pengumpul sampah, dan
sebagainya.
3. Pewadahan
13
2. Sampah dari sumber dikumpulkan minimal 1 hari sekali.
3. Untuk desa yang sudah mempunyai sistem pelayanan, pola pengumpulan
antara lain :
a. Pola invidual tidak langsung dari rumah ke rumah
b. Pola individual langsung dengan truk untuk jalan dan fasilitas umum
c. Pola komunal langsung untuk pasar dan daerah komersial
d. Pola komunal tidak langsung untuk permukiman padat
e. Pola penyapuan Jalan
4. Pengolahan/Pemrosesan
14
dan lainnya. Berikut ini adalah rekomendasi beberapa metode pengolahan sampah
organik di kawasan perdesaan :
1. Pengomposan
Sampah organik yang berasal dari rumah tangga dapat diolah dengan cara
pengomposan. Pengomposan merupakan proses penguraian sampah dengan
bantuan udara, kelambaban, mikroorganisme, dan lainnya. Melakukan
pengomposan sampah organik dapat menjadi solusi untuk menangani sampah
mulai dari skala rumah tangga. Selain itu, hasil dari pengomposan dapat
dimanfaatkan sebagai pupuk penyubur tanaman (kompos).
Pengomposan dapat dilakukan pada skala rumah tangga dan skala
kawasan. Pengomposan skala rumah tangga yaitu pengolahan sampah organik
yang sumber sampahnya berasal dari satu kepala keluarga. Pengomposan skala
rumah tangga tidak membutuhkan tempat yang besar dan sulit karena dapat
menggunakan keranjang, tong, drum, dll. Sedangkan, pengomposan skala
kawasan yaitu pengomposan yang menggunakan sampah minimal dari 10 kepala
keluarga, sehingga lahan yang digunakan dan produk kompos yang dihasilkan
lebih besar.
Metode untuk mengolah sampah menjadi kompos beragam, yaitu dengan
keranjang takakura, drum, komposter yang ditanam, dan lainnya. Metode
pengomposan yang akan digunakan nantinya dapat disesuaikan dengan pilihan
masing-masing masyarakat di kawasan perdesaan. Oleh karena itu, dibutuhkan
peran pemerintah daerah untuk mensosialisasikan pengetahuan mengenai metode-
metode pengomposan skala rumah tangga.
15
misalnya Sapi, Kerbau, Kambing, Ayam, Babi dan lainnya. Pengolahan limbah
sayuran untuk dijadikan pakan ternak dapat dilakukan secara sederhana baik skala
rumah tangga maupun skala kawasan. Bagi masyarakat di kawasan perdesaan
yang memiliki kebun sayuran kecil di pekarangan rumah, maka direkomendasikan
untuk mengolah limbah sayurannya dalam sekala rumah tangga.
Namun, untuk limbah sayuran yang berasal dari lahan
pertanian/perkebunan maupun pasar, direkomendasikan untuk mengelola sisa
sayuran-sayuran tersebut secara komunal. Limbah sayuran dapat secara langsung
diberikan ke hewan maupun diolah terlebih dahulu. Pengolahan limbah sayuran
dapat menjadikan pakan yang lebih berkualitas, tahan simpan, mudah disajikan ke
hewan ternak, dan disukai ternak. Metode pengolahan sisa sayuran yang dapat
dilakukan oleh masyarakat perdesaan yaitu Wafer Pakan dan Tepung Pakan.
1. Daur Ulang Mendaur ulang sampah non organik merupakan salah satu cara
untuk mengelola sampah di kawasan perdesaan. Daur ulang sampah dapat
dilakukan secara individu maupun berkelompok. Daur ulang sampah misalnya
menggunakan ban bekas untuk dijadikan wadah tempat sampah, kaleng
biskuit untuk wadah makanan ringan, kemasan detergen untuk bahan baku tas,
dan sebagainya.
2. Bank Sampah Selain daur ulang, sampah yang masih memiliki nilai jual dapat
dikumpulkan untuk dijual ke bank sampah. Dengan adanya bank sampah,
sampah non organik dapat tertangani dan juga dapat memberikan nilai
ekonomi bagi masyarakat. Sampah non organik yang masih memiliki nilai jual
antara lain plastik, styrofoam, kaca, besi, kertas, kardus, dan lainnya. Peran
pemerintah daerah dalam menyukseskan pemilahan sampah yaitu dengan cara
mendata pengepul lapak yang paling dekat dengan lokasi TPS 3R. Kerjasama
bisa dilakukan dengan cara pengepul lapak datang ke TPS 3R untuk
16
mengambil sampah anorganik yang masih memiliki nilai jual atau operator
yang mengirimkan ke lokasi lapak. Di beberapa kawasan perdesaan, sampah
anorganik yang masih dapat digunakan kembali seperti botol plastik, kardus,
kaca, dan sebagainya belum memiliki nilai jual. Hal ini dikarenakan belum
adanya pengepul di kawasan tersebut. Oleh karenanya, dengan sosialisasi dan
bantuan dari pemerintah untuk membangun jaringan dengan para pengepul
lapak di derah lain dapat membantu melahirkan lapangan pekerjaan baru
berupa pengepul lapak. Yang harus diperhatikan adalah, jumlah sampah
anorganik yang akan dijual sebaiknya telah menutupi minimal biaya
transportasi (jika harus diantarkan ke pengepul terdekat). Oleh karenanya,
pengelola dapat mengumpulkan sampah anorganik yang dapat dijual selama 1-
2 minggu sebelum dijual ke pengepul lapak.
17
individual yang memiliki kapasitas untuk 1 KK atau 5 anggota keluarga, dan tipe
komunal yang memiliki kapasitas untuk 10 KK atau 50 jiwa. Cara menentukan
modul wasades adalah sebagai berikut :
18
2.10.2.7.2 Persyaratan Pengolahan Sampah
Ada beberapa teknik pengolahan sampah terdiri dari (Badan Standarisasi
Nasional, 2002):
1. Pengomposan
a. Berdasarkan kapasias (individual, komunal, skala lingkungan) ;
b. Berdasarkan proses (alamai, biologis dengan cacing,
mikroorganisme, tambahan)/
2. Insinerasi yang berwawasan lingkungan
3. Daur ulang
a. Sampah an organik disesuaikan dengan jenis sampah
b. Menggunakan kembali sampah organik sebagai makanan untuk
ternak
4. Pengurangan volume sampah dengan pencacahan atau pemadatan
5. Biogasifikasi (pemanfaatan energi hasil pengolahan sampah
Dilihat dari komposisi sampah, maka sebagian besar sampah kota di Indonesia
adalah tergolong sampah hayati, atau secara umum dikenal sebagai sampah
organik. Sampah yang tergolong hayati ini untuk kota-kota besar bisa mencapai
19
70 % dari total sampah, dan sekitar 28 % adalah sampah non- hayati yang menjadi
obyek aktivitas pemulung yang cukup potensial, mulai dari sumber sampah (dari
rumah-rumah) sampai ke TPA. Sisanya (sekitar 2%) tergolong B3 yang perlu
dikelola tersendiri (Andreas Corsinus Koestomo, 2011).
Karakteristik fisik dari sampah sangat ditentukan oleh kepadatan fisik dari
materi-materi sampah tersebut. Sampah dapat berwujud padat, cair dan gas. Jenis
sampah berwujud padat di perkotaan dikenal dengan Municipal Solid Waste
(MSW). MSW atau sampah padat perkotaan adalah jenis sampah yang terdiri dari
sisa kertas, sisa makanan, sampah tektil, sampah sisa dan kadang sisa
pembongkaran/penghancuran bangunan. Karakteristik-karakteristik fisik juga
mencakup kadar kelembaban dan distribusi ukuran partikel dari komponen-
komponennya (Arief, 2013).
20
plastik, kertas, karton / dos, kain, kayu, kaca, daun, logam, dan kadang-
kadang sampah berukuran besar seperti dahan pohon. Praktis tidak
terdapat sampah yang biasa dijumpai di negara industri, seperti mebel, TV
bekas, kasur dll. Kelompok ini dapat meliputi rumah tinggal yang
ditempati oleh sebuah keluarga, atau sekelompok rumah yang berada
dalam suatu kawasan permukiman, maupun unit rumah tinggal yang
berupa rumah susun. Dari rumah tinggal juga dapat dihasilkan sampah
golongan B3 (bahan berbahaya dan beracun), seperti misalnya baterei,
lampu TL, sisa obat-obatan, oli bekas, dll.
2. Sampah dari daerah komersial
Sumber sampah dari kelompok ini berasal dari pertokoan, pusat
perdagangan, pasar, hotel, perkantoran, dll. Dari sumber ini umumnya
dihasilkan sampah berupa kertas, plastik, kayu, kaca, logam, dan juga sisa
makanan. Khusus dari pasar tradisional, banyak dihasilkan sisa sayur,
buah, makanan yang mudah membusuk. Secara umum sampah dari
sumber ini adalah mirip dengan sampah domestik tetapi dengan komposisi
yang berbeda.
3. Sampah dari perkantoran / institusi
Sumber sampah dari kelompok ini meliputi perkantoran, sekolah,
rumah sakit, lembaga pemasyarakatan, dan lainnya Dari sumber ini
potensial dihasilkan sampah seperti halnya dari daerah komersial non
pasar.
4. Sampah dari jalan / taman dan tempat umum:
Sumber sampah dari kelompok ini dapat berupa jalan kota, taman,
tempat parkir, tempat rekreasi, saluran darinase kota, dan lain-lain. Dari
daerah ini umumnya dihasilkan sampah berupa daun / dahan pohon, pasir /
lumpur, sampah umum seperti plastik, kertas, dan lain-lain.
5. Sampah dari industri dan rumah sakit yang sejenis sampah kota
Kegiatan umum dalam lingkungan industri dan rumah sakit tetap menghasilkan
sampah sejenis sampah domestik, seperti sisa makanan, kertas, plastik, dll. Yang
perlu mendapat perhatian adalah, bagaimana agar sampah yang tidak sejenis
21
sampah kota tersebut tidak masuk dalam sistem pengelolaan sampah kota
(Andreas Corsinus Koestomo, 2011).
22
Selanjutnya menurut Gelbert dkk (1996) dampak sampah terhadap manusia
dan lingkungan di bagi menjadi tiga yaitu sebagai berikut:
23
oleh semua pihak sehingga pada akhirnya permasalahan ini belum juga usai meski
sudah berlangsung lama (Fia Rahmawati et al., 2021).
1. Pewadahan sampah
Pola pewadahan Melakukan pewadahan sampah sesuai dengan jenis
sampah yang telah terpilah, yaitu :
1) sampah organik seperti daun sisa, sayuran, kulit buah lunak, sisa
makanan dengan wadah warna gelap
2) sampah an organik seperti gelas, plastik, logam, dan lainnya,
dengan wadah warna terang
3) sampah bahan barbahaya beracun rumah tangga (jenis sampah B3)
dengan warna merah yang diberi lambang khusus atau semua
ketentuan yang berlaku. Pola pewadahan sampah dapat dibagi
dalarn individual dan komunal. Pewadahan dimulai dengan
pemilahan baik untuk pewadahan individual maupun komunal
sesuai dengan pengelompokan pengelolaan sampah.
2. Pengumpulan Sampah
Pola pengumpulan sampah terdiri dari :
1) pola individual langsung dengan persyaratan sebagai berikut
a. kondisi topografi bergelombang (> 15-40%) , hanya alat
pengumpul mesin yang dapat beroperasi
b. kondisi jalan cukup lebar dan operasi tidak mengganggu pemakai
jalan lainnya
c. kondisi dan jumlah alat memadai
d. jumlah timbunan sampah > 0,3 m3 / hari
e. bagi penghuni yang berlokasi di jalan protokol.
2) Pola individual tidak langsung dengan persyaratan sebagai berikut
a. bagi daerah yang partisipasi masyarakatnya pasif
24
b. lahan untuk lokasi pemindahan tersedia
c. bagi kondisi topografi relatif datar (rata-rata < 5%) dapat
menggunakan alat pengumpul non mesin (gerobak, becak)
d. alat pengumpul masih dapat menjangkau secara langsung
e. kondisi lebar gang dapat dilalui alat pengumpul tanpa mengganggu
pemakai jalan lainnya; rate
f. harus ada organisasi pengelola pengumpulan sampah.
25
b. penanganan penyapuan jalan untu'.: setiap daerah berbe.da
tergantung pada fungsi dan nilai daerah yang dilayani
c. pengumpulan, sampah hasil penyapuan jalan diangkut ke lokasi
pemindahan untuk kemudian diangkut keTPA
d. pengendalian personel dan peralatan harus baik.
Pelaksanaan pengumpulan
Jenis sampah yang terpilah dan bernilai ekonomi dapat dikumpulkan oleh
pihak yang berwenang pada waktu yang telah disepakati bersama antara petugas
pengumpul dan masyarakat penghasil sampah.
3. Pemindahan Sampah
Lokasi Pemindahan
Lokasi pemindahan adalah sebagai berikut :
1) harus mudah keluar masuk bagi sarana pengumpul dan pengangkut
sampah
2) tidak jauh dari sumber sampah
3) berdasarkan tipe
lokasi pemindahan terdiri dari :
a. terpusat ( transfer depo tipe I)
b. tersebar ( transfer depo tipe II atau III )
4) jarak antara transfer depo untuk tipe T dan II adalah (1,0 -- 1,5 ) km.
Cara Pemindahan
26
Cara pemindahan dapat dilakukan sebagai berikut :
1) manual
2) mekanis
3) gabungan manual dan mekanis, pangisian kontainer dilakukan secara
manual oleh petugas pengumpul, sedangkan pcngangkutan kontainer ke
atas truk dilakukan secara mekanis (load haul).
Pengangkutan Sampah
Pola Pengangkutan
4. Pembuangan Akhir
Persyaratan Persyaratan Umum dan teknis lokasi pembuangan akhir
sampah sesuai dengan SNI 03 3241 1994 mengenai Tata Cara Pemilihan lokasi
TPA.
Metode Pembuangan Akhir Sampah Kota
Metode pembuangan akhir sampah kota dapat dlakukan sebagai berikut :
1) penimbunan terkendali termasuk pengolahan lindi dan gas
2) lahan urug saniter termasuk pengolahan lindi dan gas
3) metode penimbunan sampah untuk daerah pasang surut dengan
sistem kolam (an acrob, fakultatif, maturasi).
Peralatan
Peralatan dan perlengkapan yang digunakan di TPA sampah sebagai berikut:
27
1) buldoser untuk perataan, pengurugan dan pemadatan
2) crawl / track dozer untuk pemadatan pada tanah !unak
3) wheel dozer untuk perataan, pengurugan
4) loader dan powershowel untuk penggalian, perataan, pengurugan dan
pemadatan;
5) dragline untuk penggalian dan pengurugan,
6) scraper untuk pengurugan tanah dan perataan
7) kompaktor (Iandfril compactor) untuk pemadatan timbunan sampah
pada lokasi dalam,
(Badan Standardisasi Nasional, 2002)
28
b. ekonomis, mudah diperoleh dibuat oleh masyarakat
c. mudah dikosongkan
29
3) Daur ulang
a. sampah an organik disesuaikan dengan jenis sampah
b. menggunakan kembali sampah organik sebagai makanan ternak
4) pengurangan volume sampah dengan pencacahan atau pemadatan
5) biogasifikasi (pemanfaatan energi hasil pengolahan sampah).
(Badan Standardisasi Nasional, 2002)
2.10.3 Contoh
30
datang ke lokasi TPA dibuang begitu saja dengan hanya sesekali ditutup dengan
lapisan tanah. Namun, tidak serutin seperti pada model sistem controlled landfill
yang tiap seminggu sekali ditutup dengan lapisan tanah dan juga tidak seideal
sistem sanitary landfill di mana sampah dalam setiap harinya ditutup dan dilapisi
dengan tanah.(Prihatin, 2020)
31
Dari sisi pengelolaan sampah, inovasi tersebut sebenarnya inovasi yang
sifatnya masih parsial karena tujuannya hanya mempercepat pola pengangkutan
sampah dari TPS menuju ke TPA. Memang benar, tumpukan sampah di TPS tidak
ada yang sampai menginap lebih dari satu malam serta tidak menimbulkan bau,
namun substansinya sampah tersebut hanya beralih dari TPS ke TPA saja. Ketika
sampai di TPA, sampah tersebut tidak diolah namun hanya ditumpuk dan
ditumpuk secara terus menerus (open dumping). Cepat atau lambat, pola ini akan
membuat TPA Putri Cempo melebihi kapasitas atau daya tampungnya, dan
Pemkot Surakarta harus mencarikan lokasi baru untuk TPA pengganti. Padahal
pada saat ini, mencari lokasi lahan baru hampir mustahil ditemukan, kecuali di
luar wilayah Kota Surakarta.
32
Pengelola bank sampah di wilayah perdesaan dengan penggerak utama
sebagai pengelola adalah ibu-ibu PKK. Rata-rata cakupan pelayanan bank sampah
di perdesaan adalah skala dusun dan belum menjadi kegiatan pokok dan bersifat
sukarela. Waktu pelayanan rata rata seminggu sekali dimana hari dan jam sesuai
kesepakatan warga. Pembeli sampah sebagai mitra bank sampah rata-rata terdapat
satu pembeli sampah di setiap bank sampah. Jenis sampah yang diterima antara
lain sampah kertas, kaleng/botol/logam, dan sebagian sampah plastik, terdapat
satu leader di setiap bank sampah di perdesaan, Bank sampah yang ada saat ini
mulai terjalin jejaring komunikasi antar bank sampah di tiap wilayah perdesaan
yang ditunjukkan adanya jejaring pengelola sampah mandiri di tiap desa.
(Suwerda, Hardoyo and Kurniawan, 2019)
33
2.10.4 PENUTUP
2.10.5 RANGKUMAN
1. Pengertian desa menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun
2014 tentang Desa, khususnya Pasal 1, ayat (1) dinyatakan bahwa : “Desa adalah
desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa
adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang
untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat
setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional
yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik
Indonesia” (Sari, Safitri and Sugito, 2014)
2. Kota merupakan tempat bergabungnya berbagai hal dan merupakan kumpulan
keanekaragaman banyak hal. Berbagai strata masyarakat bergabung dalam satu
tempat yang dinamakan kota. Begitu juga dengarf kepiatan ekonomi saling
melengkapi dan saling bergantung. Kota juga merupakan simbol dari
kesejahteraan, kesempatan berusaha dan dominasi terhadap wilayah sekitarnya.
Namun kota juga merupakan sumber polusi, kemiskinan dan perjuangan untuk
berhasil. Daerah perkotaan, adalah suatu wilayah administratif setingkat
desa/kelurahan yang memenuhi persyaratan tertentu dalam hal kepadatan
penduduk, persentase rumah tangga pertanian, dan sejumlah fasilitas perkotaan,
sarana pendidikan formal, sarana kesehatan umum, dan sebagainya (Sari, Safitri
and Sugito, 2014).
3. Sampah merupakan akibat dari aktifitas manusia yang juga merupakan
konsekuensi kemajuan dan perkembangan suatu wilayah terutama perkotaan.
Artinya, kemajuan dan perkembangan serta pertambahan penduduk yang diiringi
oleh perubahan pola konsumsi masyarakat menimbulkan bertambahnya volume,
jenis dan karakteristrik sampah yang semakin beragam (UUD No. 18 Tahun
2008). Menurut definisi World Health Organization (WHO) sampah adalah
sesuatu yang tidak digunakan, tidak diapakai, tidak disenangi atau sesuatu yang
dibuang yang berasal dari kegiatan manusia dan tidak terjadi dengan sendirinya.
34
2.10.6 LATIHAN
Berdasarkan materi yang sudah dijelaskan di atas permasalahaan apa saja yang
ada ? coba uraikan!
2.10.8 TEST
1. Apa saja jenis-jenis sampah di pedesaan dan perkotaan?
2. Apa saja syarat tempat dan pengolahan sampah yang baik di pedesaan?
3. Apa saja syarat tempat dan pengolahan sampah yang baik di perkotaan?
35
DAFTAR PUSTAKA
36
PARTISIPASI MASYARAKAT Waste Management of Malang to
Integrated Waste Management Based Public Participation’, Jurnal
Humanity, 8(2), pp. 195–208. Available at:
https://media.neliti.com/media/publications/11371-ID-pengelolaan-
sampah-malang-raya-menuju-pengelolaan-sampah-terpadu-yang-berbasis-
p.pdf.
37
38