Anda di halaman 1dari 20

URGENSI PENDAMPINGAN PASTORAL KEPADA JEMAAT PINTU BOSI

KORBAN GEMPA BUMI di DESA SITUMEANG HASUNDUTAN

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Setiap manusia selalu di perhadapkan dengan adanya masalah, masalah yang terjadi
dapat menjadikan perasaan seseorang itu menjadi sedih dan berduka. Ketika individu
atau sekelompok individu merasakan kedukaan maka individu atau kelompok tersebut
membutuhkan orang lain untuk dijadikan temannya dalam menyelesaikan
permasalahan yang sedang di alami. Salah satu cara untuk menolong individu atau
sekelompok individu yaitu dengan pendampingan pastoral. Pendampingan pastoral
merupakan kegiatan dalam mendampingi orang-orang yang ada pada masa krisis.
Pendampingan pastoral dapat dilakukan oleh siapa saja, kapan saja, dan dimana saja.
Kegiatan pendampingan pastoral dilakukan secara tidak terstruktur. Menurut Aar Van
Beek mengatakan bahwa pendampingan pastoral merupakan gabungan dua kata yang
memiiki makna dalam melakukan pelayanan yaitu kata pendampingan dan kata
pastoral. Kata pendampingan berasal dari istilah kata kerja yaitu mendampingi.1
Mendampingi merupakan salah satu kegiatan dalam membantu orang-orang yang
sedang mengalami masa krisis dan perlu didampingi. Istilah pendampingan dapat juga
diartikan sebagai kegiatan bahu-membahu, menemani, membagi/berbagi dengan tujuan
untuk saling menolong dan menguntungkan. Sedangkan kata pastoral merupakan
istilah kata yang berasal dari kata “pastor”. Kata pastor dalam bahasa Yunani adalah
poimen yang artinya “gembala”. Menurut Totok S. Wiryasaputra bahwa pendampingan
pastoral merupakan suatu kegiatan dalam memperhatikan setiap manusia yang berada
pada masa kritis yang berarti merawat, mengasuh, memelihara, mengurus,
memperhatikan serta memperdulikan mereka yang krisis akibat kedukaan yang
dialami.2
Seperti paparan diatas maka pendampingan pastoral merupakan suatu kegiatan
dalam menolong orang-orang yang sedang mengalami kedukaan baik karena kematian
orang yang dikasihi, persoalan hidup baik karena manusia ataupun oleh peristiwa alam.
Hal inilah yang menjadikan pendampingan pastoral sangat perlu dilakukan bagi mereka
1
Aart, Pendampingan Pastoral.9.
2
Totok, pengantar konseling pastoral.3-4.
yang memiliki banyak persoalan hidup. Dalam hal ini pelayanan pendampingan
pastoral adalah suatu upaya pemeliharaan dan kepedulian Allah terhadap segala umat
ciptaannya yang sedang berada ditahap kedukaan atau permasalahan. Ungkapan ini
dilihat dari peristiwa Yesus Kristus dan karya-Nya sebagai gembala yang baik
(Yohanes 10) yang melayani tanpa pamrih, bersedia memberikan pertolongan dan
pengasuhan kepada pengikut-Nya bahkan rela mengorbankan nyawa-Nya. Sikap ini
merupakan tugas manusia dalam meneladani pelayanan Yesus di kehidupan sehari-
hari.3
Memberikan pertolongan kepada yang mengalami kedukaan bukan hanya
merupakan ranah empati dan hospitalitas seseorang manusia terhadap satu dengan
lainnya, tetapi juga sebagai ranah untuk mempertahankan kehidupan orang yang telah
mengalami kedukaan secara mendalam. Kedukaan yang dimaksud adalah orang-orang
yang sedang mengalami penyakit atau kehilangan karena faktor ekonomi, keluarga, dan
bencana alam (gempa bumi, longsor, pemanasan global, dll). Dalam merealisasikan
pendampingan pastoral terhadap orang yang sedang berduka terkhusus dikarenakan
terjadinya bencana alam. Oleh karena itu penting seorang konselor memiliki sikap
perhatian, empati, menerima konseli tanpa syarat serta turut merasakan penderitaan
orang lain.
Kehidupan manusia selalu berkaitan dengan bumi, karena bumi yang menyediakan
segala kebutuhan manusia. Namun bumi tidak hanya menyimpan potensi kebutuhan
manusia melainkan bumi juga menyimpan potensi bencana yang harus diwaspadai
setiap manusia. Gempa bumi merupakan bencana alam yang sering terjadi dan kerap
membahayakan kehidupan setiap manusia. Secara umum gempa bumi terjadi karena
pelepasan energi dari dalam permukaan bumi, yang terjadi secara tiba-tiba sehingga
mampu menciptakan gelombang seismik.4
Bencana gempa bumi merupakan salah satu bencana alam yang tidak dapat
dicegah karena peristiwa gempa bumi terjadi secara tiba-tiba sehingga mengejutkan
setiap masyarakat yang merasakan goncangan yang terjadi. Gempa bumi yang terjadi
mempengaruhi kehidupan masyarakat secara holistik bukan hanya itu, gempa bumi
yang terjadi dapat mengakibatkan kerugian besar bagi masyarakaat karena gempa yang
terjadi bisa saja membuat bangunan rumah, jalan, jembatan, sekolah gereja mengalami
kerusakan, kehilangan orang-orang yang disayangi, mengalami luka. Maka merujuk
3
Aart Van Beek, Pendampingan Pastoral,(Jakarta : BPK Gunung Mulia ,2008), 10.
4
Pratiwi, Buku Pintar Penanggulangan Gempa,26.
dari pernyataan ini maka gempa bumi telah menciptakan penderitaan yang dalam bagi
masyarakat, baik secara fisik, spiritual, mental dan sosial.
Masyarakat yang menjadi korban gempa bumi memiliki kedukaan, rasa takut
karena peristiwa yang menimpa mereka dan menimbulkan berbagai dampak kedalam
kehidupan mereka. Gempa bumi telah menggoncangkan masyarakat yang ada di
Tapanuli Utara, peristiwa ini terjadi pada tanggal 1 Oktober 2022 dengan kedalaman
magnitudo 6.0. Situasi yang terjadi disertai dengan kuatnya angin, hujan deras dan
arus listrik yang padam. Seiring berjalannya waktu gempa bumi terus terjadi dengan
magnitudo yang berbeda-beda. Kejadian ini membuat masyarakat takut dan panik
dengan situasi yang terjadi. Salah satu daerah yang mengalami dampak terjadinya
gempa bumi ini adalah jemaat HKBP Pintubosi, desa Situmeang Hasundutan.
Gempa yang terjadi dirasakan oleh semua orang, sebagian besar masyarakat
terkejut dan lari ke luar, barang-barang yang ada dirumah berjatuhan baik lemari,
Lukisan didinding, piring, gelas. Masyarakat mengalami kedukaan dan trauma terhadap
peristiwa yang terjadi hal ini karena banyaknya bangunan yang rusak, seperti rumah,
sekolah dan gereja. Gempa bumi yang terjadi juga membuat masyarakat mengalami
luka baik luka ringan dan luka berat. Jalan raya yang menjadi salah satu lintasan
mereka juga mengalami keretakan bahkan kerusakan sehingga tidak dapat dilewati
ditambah tanah longsor. Peristiwa ini lah yang menimbulkan trauma bagi masyarakat
mulai dari kalangan anak-anak, ibu, bapak serta lanjut usia. Trauma merupakan
tekanan emosional atau pengalaman yang menggoncangkan jiwa atau tingkah laku
yang tidak normal atau biasa.5
Peristiwa bencana alam yang terjadi di Jemaat HKBP Pintubosi desa Situmeang
Hasudutan membuat mereka ketakutan walau peristiwa itu tidak menimbulkan korban
jiwa. Jemaat mengalami trauma atau luka batin termasuk anak anak. Pada dasarnya
peristiwa tersebut tidak diinginkan oleh manusia karena berdasarkan hasil wawancara
awal kepada salah satu jemaat Pintubosi desa Situmeang Hasundutan peristiwa yang
terjadi membuat jemaat takut masuk ke dalam rumah, sensitif dengan benda yang
menghasilkan getaran, tidak dapat tidur dengan aman, terbayang dengan peristiwa yang
terjadi sebelumnya. Bencana gempa bumi memiliki pengaruh terhadap kelompok
rentan terutama anak-anak dan remaja di Pintubosi. Hal ini disebabkan karena anak-
anak belum matang secara pertumbuhan psikologi sehingga secara langsung
mengalami, merasakan dan menyaksikan dampak dari peristiwa yang dialaminya.
5
Putri Sri, Guided Imagery For Trauma. 11.
Respon sebelumnya yang didapat bahwa anak-anak dalam situasi pada saat itu,
mengekspresikan ketakutannya dengan menangis, murung, cemas, tidak bersemangat.
Hal ini berarti, orang yang mengalami trauma merasa tertekan dan sehingga perlu di
tolong dengan melakukan pendampingan pastoral.
Dalam situasi yang demikian, pendampingan pastoral penting untuk menyatakan
bahwa Allah selalu menyediakan kasih setiaNya, walau di tengah-tengah tragedi atau
masalah yang ada.6 Oleh karena itu setiap manusia termasuk pelayan gereja harus
tanggap dalam membantu menyelesaikan permasalahan. Kehadiran para pelayan
diharapkan mampu memberikan penguatan dan membantu masyarakat menghilangkan
trauma yang mereka rasakan agar sembuh dan mampu kembali melakukan aktivitas
keseharian tanpa rasa takut. Selain itu, mereka juga perlu diteguhkan sehingga
senantiasa mengandalkan Tuhan dalam proses perjalanan hidupnya. Mengacu kepada
paparan di atas maka dalam tulisan ini penulis tertarik untuk mengkaji tentang
“urgensi pendampingan pastoral kepada jemaat Pintubosi korban gempa bumi”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang sudah di paparkan diatas, maka peneliti


menuliskan beberapa rumusan masalah terkait “ Urgensi Pendampingan Pastoral
Kepada Jemaat Pintubosi Korban Gempa Bumi” yaitu sebagai berikut:

1. Bagaimana dampak gempa bumi terhadap kehidupan jemaat korban gempa bumi di
gereja Pintubosi?

2. Model pendampingan yang dilakukan HKBP Pintubosi kepada jemaat korban


gempa bumi?

1.3 Tujuan Penelitian


Berdasarkan rumusan masalah yang dikemukakan di atas, maka tujuan penelitian ini
daharapkan sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui dampak gempa bumi terhadap kehidupan jemaat di HKBP
Pintubosi
2. Untuk mengetahui model pendampingan yang dilakukan HKBP Pintubosi kepada
jemaat korban gempa bumi.

6
Tjaard & Anne Hommes, Konseling Krisis: Kehadiran Pastor Dalam Situasi Krisis, Seri Pastoral 317,
( Yogyakarta : Pusat Pastoral Yogyakarta), 5.
1.4 Mamfaat Penelitian
Dengan hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat baik secara teoritis dan praktis
Adapun manfaat dari penelitian ini secara teoritis maupun praktis adalah sebagai
berikut:
1. Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan mampu mengetahui dampak gempa
bumi terhadap kehidupan para korban gempa
2. Secara teoritis penelitian ini diharapkan mampu mengetahui metode pendampingan
yang digunakan dalam mendampingi para korban gempa bumi
3. Secara praktis dengan hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan berguna
bagi seluruh mahasiswa Sekolah Tinggi Diakones dalam melakukan pelayanan
pendampingan pastoral.
4. Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam
meningkatkan kesadaran dan semangat gereja dalam melakukan pelayananannya
kepada jemaat.

1.5 Batasan Masalah


Berdasarkan masalah yang telah dipaparkan dalam point sebelumnya maka penuis
menetapkan beberapa batasan masalah. Batasan masalah dalam penelitian ini bertujuan
agar peneliti mampu fokus pada proses penelitian tanpa membahas terlalu luas. Adapun
batasan masalah penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bidang cakupan yang akan diteliti oleh penulis yaitu urgensi pendampingan
pastoral kepada jemaat HKBP Pintubosi korban gempa bumi.
2. Bidang cakupan dikhususkan yaitu trauma. Penanganan yang akan dilakukan yaitu
dengan melakukan pendampingan pastoral.
3. Bidang cakupan yang akan diteliti adalah anak-anak yang berusia 10-15 tahun.
4. Penelitian dilakukan di HKBP Pintubosi, desa Situmeang Hasundutan, Kec.
Sipoholon, Kab. Tapanuli Utara.
1.6 Defenisi Operasional

Definisi operasional adalah gambaran, konsep, fakta maupun relasi kontekstual dan
relasi pokok yang akan dikaji, yang terealisasikan dalam bentuk kata-kata dan kalimat.
Definisi operasional merujuk kepada kata-kata ataupun terminologi yang terdapat dalam
judul maupun rumusan masalah. Sebagaimana dikemukakan di atas bahwa penelitian yang
diajukan adalah “Urgensi Pendampingan Pastoral Kepada Jemaat Pintubosi Korban
Gempa Bumi Di DesaSitumeang Hasundutan”. Oleh sebab itu, defenisi operasional dalam
tulisan ini merujuk pada kata ataupun terminologi dalam judul penelitian tersebut sebagai
berikut: Urgensi artinya kepentingan yang sangat mendesak atau sesuatu yang besifat
menesak dan harus segera dilakukan. Sementara pendampingan artinya suatu kegiatan
menolong orang lain yang karena suatu sebab didampingi.

Pendampingan memiliki arti lain yaitu kegiatan kemitraan, bahu-membahu,


menemani, membagi/berbagi dengan tujuan saling menumbuhkan dan mengutuhkan.
Pastoral berasal dari “pastor” dalam bahasa Latin atau bahasa Yunani disebut “poimen”,
yang artinya gembala. Jemaat adalah bagian dari keanggotaan gereja yang berada di
HKBP Pintu Bosi. Korban merupakan mereka yang mengalami dampak terjadinya
bencana alam, atau gempa bum tersebut. Gempa bumi adalah getaran atau guncangan
yang terjadi di permukaan bumi akibat pelepasan energi dari bawah permukaan secara tiba-
tiba yang menciptakan gelombang seismik7. Berdasarkan paparan diatas maka dapat
disimpulkan bahwa, urgensi pendampingan pastoral terhadap jemaat yang menjadi korban
gempa bumi tersebut sangat penting, dan membantu dalam menyembuhkan dari trauma
yang mereka hadapi.

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Dalam BAB II ini, penulis akan memaparkan kajian pustaka yang bertujuan untuk
menjawab setiap rumusan masalah yang telah dipaparkan di dalam BAB I.

7
https://bpbd.bandaacehkota.go.id/2018/08/05/pengertian-gempa-bumi-jenis-jenis-penyebab-akibat-dan-
cara-menghadapi-gempa-bumi/ Diakses 5 Desember 2022, Pukul 12.55 Wib.
2.1. Dampak Gempa Bumi Terhadap Kehidupan anak anak

2.1.1. Pemahaman tentang gempa

Indonesia merupakan salah satu negara yang rentan dengan terjadinya bencana alam.
Hal ini disebabkan karena keadaan geologis yang dimiliki Indonesia berada pada jalur
lempeng bumi yaitu lempeng samudera Indo-Australia dengan lempeng benua Eurasi.
Bencana alam merupakan suatu peristiwa alam yang mengakibatkan dampak besar bagi
kehidupan manusia yang dapat memakan korban dan kehilangan barang berharga. jenis
bencana alam antara lain banjir, longsor, gempa, angin puting beliung, badai, tsunami,
gunung meletus dan lain-lain. Setiap manusia tidak menginginkan kehadiran ataupun
kedatangan bencana alam. Bencana alam jika dilihat dari penyebabnya, dapat di
kategorikan menjadi dua yaitu bencana yang murni karena kejadian alam dan bencana
yang disebabkan oleh tindakan manusia.8

Perjumpaan kedua lempeng bumi dapat menciptakan bencana alam seperti gempa
bumi. Gempa merupakan salah satu bagian dari bencana alam yang sering terjadi di
Indonesia. Gempa bumi adalah getaran yang dihasilkan dari dalam bumi yang bersumber
dari dalam bumi dan merambat kearah permukaan bumi akibat pergeseran lempeng bumi.
Datangnya gempa selalu tak terduga, sehingga membuat manusia sering tidak siaga
dengan kedatangan gempa. Ilmu yang mempelajari gempa bumi disebut seismologi.
Seismologi menjelaskan bahwa gempa merupakan getaran atau gelombang yang terjadi
di permukaan bumi, yang diakibatkan pergeseran lempeng bumi, atau pelepasan energi
dibawah permukaan bumi secara tiba-tiba yang menciptakan gelombang seismik. 9
Dengan terjadinya gempa bumi maka tidak dapat dipungkiri akan mengakibatkan luka
maupun kematian. Korban jiwa biasanya terjadi karena tertimpa bagian-bagian bangunan
roboh atau benda berat lainnya seperti perabot rumah, pohon dan tiang listrik. Gempa
bumi sering diikuti oleh gempa susulan dalam beberapa menit, jam, hari bahkan minggu
setelah gempa yang pertama terjadi, walaupun tidak sekuat yang pertama. Ancaman
gempa susulan dapat terjadi runtuhnya bangunan yang telah goyah dan rusak akibat
gempa pertama.10

8
Sri Wasono Widodo, “Ilmu Pengetahuan Sosial”, (Jakarta:Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan
Nasional,2008),hlm 35
9
Nurjanah, R. Sugiharto, Manajemen Bencana,( Bandung : Alfabeta, 2013), 28.
10
Mujib Ridwan, Gempa Bumi: Seni Pengetahuan Bencana, (Bekasi : Mitra Utama), 13.
2.1.2. Pemahaman tentang anak
Anak merupakan generasi penerus bangsa, dengan demikian dibutuhkan anak yang
memiliki kualitas terbaik. Untuk mendapatkan kualitas anak yang terbaik maka perlu
dipastikan pertumbuhan dan perkembangan anak. Dalam Kamus Umum bahasa Indonesia
mengenai pengertian anak secara etimologis diartikan dengan manusia yang masih kecil
ataupun manusia yang belum dewasa11. Menurut R.A. Koesnan “Anak-anak yaitu manusia
muda dalam umur muda dalam jiwa dan perjalanan hidupnya karena mudah terpengaruh
untuk keadaan sekitarnya”12.

Pendapat para ahli Fiqh mengenai kedudukan anak berbeda-beda menurut bahasa
yang dilaluinya, yaitu:

 Masa tidak adanya kemampuan berpikir. Masa ini dimulai sejak lahir sampai usia 7
tahun.

 Masa kemampuan berfikir lemah. Masa ini dimulai sejak anak berusia 7-15 tahun.
Pada masa tersebut mereka dijatuhi pengajaran.

 Masa kemampuan berfikir penuh. Masa ini dimulai sejak mencapai kecerdasan
yang pada umumnya telah mencapai usia 15-18 tahun.13

2.1.3. Dampak gempa terhadap kehidupan anak-anak

Setiap peristiwa yang terjadi tentu akan memiliki dampak terhadap kehidupan
manusia terlebih terjadinya gempa bumi. Gempa bumi berdampak dan mempengaruhi
setiap aspek kehidupan manusia terlebih kepada kalangan anak-anak. Hal ini dikarenakan
anak-anak masih belum mengGempa bumi akan mempengaruhi beberapa aspek didalam
kehidupan manusia seperti aspek fisik, fisikis, mental dan juga sosialnya. Berikut akan di
jelaskan bagaimana dampak gempa bumi terhadap aspek fisik, aspek psikis dan sosial.
A. Aspek fisik
Setiap bencana pasti akan mengganggu dan menciptakan dampak terhadap
kehidupan setiap manusia, hal ini dapat mengancam keselamatan masyarakat, terlebih
lanjut usia secara fisik. Aspek fisik ialah aspek yang mengkaji segala peristiwa maupun
11
W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Balai Pustaka : Amirko, 1984), 25.
12
R. A. Koesna, Susunan Pidana dalam Negara Sosialis Indonesia, (Bandung: sumur, 2005), 113.
13
Sudarsono, Kenakalan Remaja, (Jakarta: Rineka Cipta, 1991), 10.
fenomena yang dapat mempengaruhi keberlangsungan kehidupan setiap manusia.14 Dalam
peristiwa bencana gempa bumi, begitu banyak hal yang sangat perlu diperhatikan.
Termasuk manusia pada saat kejadian dan paska kejadian. Aspek fisik meliputi luka ringan
atau berat sampai kecacatan permanen dan meninggal dunia.

B. Aspek psikis
Bencana gempa tidak hanya mempengaruhi aspek fisik tetapi juga aspek psikis atau
kondisi kejiwaan para korban. Gangguan kejiwaan yang dialami berhubungan dengan
kehilangan harta benda, orang yang disayangi, kerusakan tempat tinggal, ibadah, jalan,
jembatan. Hal ini akan mengganggu kesehatan fisik dan kesehatan jiwa setiap masyarakat
yang terkena bencana gempa bumi.15 Akibat bencana tersebut, sebagian besar korban
mengalami trauma. Trauma merupakan pengalaman yang menggoncangkan jiwa atau
tingkah laku yang tidak normal atau tidak biasa karena mengalami tekanan jiwa secara
tiba-tiba. Ketika seseorang mengalami trauma, maka gejala yang timbul adalah seperti
berikut: 16
1. Gejala biologis: kesulitan tidur, mudah lelah, daya tahan tubuh berkurang,
memiliki kecemasan tanpa sebab yang jelas (keringat, jantung berdebar tak
beraturan).
2. Gejala emosional: memiliki rasa takut,rasa kehilangan, mudah terkejut, mudah
marah.
3. Gejala kognitif: pikiran selalu di hantui oleh peristiwa yang dialami, mimpi buruk,
opsesi, sulit untuk konsentrasi, pikiran terus mengarah kepada kematian.
4. Spritual/rohani: merasa hilang kepercayaan kepada Tuhan, kehilangan harapan,
merasa berdosa sehingga mendapat hukuman, menyalahkan orang lain terhadap
peristiwa yang terjadi.

Neni Noviza mengungkapkan bahwa trauma merupakan pengalaman hidup yang


mengganggu keseimbangan biokimia dari sistem pengolahan informasi psikis otak.
Ketidakseimbangan ini menghambat pengolahan informasi untuk meneruskan proses

14
https://www.gramedia.com/literasi/geografi-objek-studi-geografi-dan-aspek/ Diakses: 13 November
2022, Pukul: 20.30 Wib.
15
Soemantrl Wardoyo, “Aspek Sosial Gempa Bumi 27 Mei 2006 di Bantul,”(Jurnal: Gramedia, Vol 5, Nomor
2, 2007), 209.
16
Zakaria J.Ngelow,dkk, Teologi Bencana,( Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2019), 314.
tersebut dalam mencapai suatu keadaan adaptif sehingga persepsi, emosi, keyakinan dan
pengalaman tersebut terkunci dalam saraf.17
C. Aspek Sosial
Terjadinya gempa bumi dapat juga mempengaruhi korban secara aspek sosial. aspek
sosial merupakan suatu kemampuan dalam membangun hubungan atau berinteraksi antara
individu ke individu lainnya.18 Kondisi sosial dapat mempengaruhi individu dengan dua
cara, yaitu secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung seperti interaksi yang
dilakukan sehari-hari baik kepada keluarga, teman, saudara dan rekan kerja. Sedangkan
secara tidak langsung seperti interaksi yang dilakukan melalui media sosial. Kondisi sosial
masyarakat yang terkena dampak bencana dapat dilihat dari segi sikap, hubungan sosial
masyarakat dan adaptasi masyarakat.
Sikap masyarakat dalam menanggapi bencana alam menunjukkan tanggapan secara
emosional. Hubungan sosial masyarakat setelah terjadinya gempa bumi semakin erat.
Eratnya hubungan diperlihatkan dengan sigapnya masyarakat melakukan gotong-royong
dalam menghadapi bencana alam yang terjadi. Kegiatan gotong-royong yang dilakukan
meliputi kegiatan kerja bakti dalam memperbaiki bangunan yang rusak, membangun tenda
untuk dijadikan sebagai tempat tinggal sementara dan menolong masyarakat yang
mengalami luka-luka. Hal ini juga berkaitan dengan adaptasi masyarakat. Adaptasi
masyarakat merupakan keadaan dimana masyarakat mampu beradaptasi atau
menyesuaikan diri untuk merespon setiap perubahan-perubahan yang terjadi dan segala
ketidak pastian lingkungan.19 Hal ini berarti bahwa gempa bumi tidak hanya berdampak
pada aspek fisik, psikis namun juga pada aspek sosial. Keadaan sosial masyarakat dapat
dilihat dari interaksi yang dilakukan didalam melakukan aktivitas sehari-hari.
Mengacu kepada paparan di atas, maka dapat dinyatakan bahwa gempa bumi sangat
mempengaruhi kehidupan dari para korban secara holistik. Holistik yang dimaksud yaitu
meliputi aspek fisik, psikis, sosial dan spiritual. Aspek fisik ialah suatu peristiwa atau
fenomena yang dapat mempengaruhi keadaan fisik seseorang, seperti luka atau kematian.
sedangkan aspek psikis adalah gangguan kejiwaan yang dialami seseorang karena suatu
peristiwa. Hal ini bisa saja ditandai dengan timbulnya gejaja-gejala dalam diri seseorang,
tidak hanya itu aspek sosial masyarakat juga akan terganggu ketika suatu peristiwa terjadi.

17
Neni Noviza, Mengatasi Trauma Pada Anak, (Palembang : Noer Fikri Offset, 2012), 22.
18
Nurdin, Dampak Sosial Dan Ekonomi Pasca Gempa Bumi Di Kecamatan Pemenang, (Jurnal Ilmiah Mandala
Education, Vol. 7. No. 3 Agustus 2021), 516.
19
Murtedjo, Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Pada Area Terdampak Banjir, (Jurnal Swara Bumi, Volume
05, No. 1, 2017), 3-5.
2.2. Model pendampingan kepada korban gempa bumi
2.2.1. Pengertian pendampingan pastoral
Eksistensi gereja tidak hanya bentuk banguan gereja. Namun gereja harus
menunjukkan eksistensinya melalui realitas hidup berjemaat yang merupakan tanggung
jawab gereja. Istilah kata pendampingan berasal dari kata kerja yaitu “ mendampingi”
mendampingi merupakan suatau kegiatan dalam menolong setiap individu yang perlu
didampingi. Kata pendampingan pastoral adalah gabungan dari dua kata yaitu kata
“pendampingan” dan kata “pastoral” menurut Aart Vab Beek pendampingan pastoral
merupakan kegiatan menolong orang yang perlu didampingi dan pendampingan pastoral
dapat juga diartikan sebagai kegiatan bahu-membahu, menemani, membagi/ berbagi
dengan tujuan untuk saling menolong dan menguntungkan.20 Menurut Totok Wiryasaputra
pendampingan pastoral merupakan kegiatan yang memberadabkadiri dalam tindakan
menolong atau mendampingi setiap orang yang berada pada masa krisis di dalam
hidupnya.

2.1.2. Bentuk Pelayanan pendampingan Pastoral


Dalam melakukan Pendampingan pastoral kepada korban gempa bumi. Bentuk
layanan yang dapat dilakukan adalah: kunjungan rumah tangga, membentuk konseling
kelompok atau individu, melakukan layanan trauma healing.

 Kunjungan rumah tangga


Dalam kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) kata kunjungan diartikan sebagai
menjenguk, mendatangi, menjumpai.21 Sehingga kunjungan rumah tangga
merupakan pelayanan atau kegiatan untuk mendukung pelaksanaan konseling
dalam memperoleh data. Kegiatan ini dilakukan ketika data yang di peroleh kurang
maksimal dengan latar belakang kehidupan konseli yang belum jelas
keterangannya. Sehingga proses penyelesaian masalah konseli dapat dilakukan
secara efektif dengan melibatkan pihak keluarga.22
 Konseling kelompok dan individu

20
Aart van Beek, Pendampingan Pastoral (Jakarta: BPK Gunung Mulia,2003),9.

21
Drs.Arif Santosa, M.Pd, Kamus Umum Bahasa Indonesia,(Yogyakarta : Mahkota kita, 2018), 358.
22
Tohirin, Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah Berbasis Integrasi, 241.
Konseling merupakan upaya membantu individe atau kelompok dalam menangani
setiap permasalahan yang dialami. Konseling kelompok merupakan konseling
perorangan yang dilaksanakan dalam suasana kelompok. Dalam konseling
kelompok, terdapat konselor ( pemimpin kelompok) dan klien (anggota kelompok).
Sedangkan konseling individual merupakan layanan konseling yang dilakukan
secara tertutup atau rahasia yang hanya dilaksanakan oleh konselor kepada satu
individu (konseli).
 Trauma healing
Trauma healing merupakan suatu proses pemberian bantuan berupa penyembuhan
dalam mengatasi gangguan psikologis, baik kecemasan,dan gangguan lain yang
disebabkan oleh lemahnya fungsi mental yang dimiliki individu.
Berdasarkan paparan dapat disimpulan bahwa bentuk pendampingan pastoral ada beberapa
bentuk pelaksanaan konseling pastoral, yaitu: konseling kelompok atau individu,
kunjungan rumah tangga dan trauma healing.

2.2.2. Fungsi pendampingan pastoral


Ada beberapa fungsi pendampingan pastoral, seperti yang diuraikan oleh Totok.S.
Wiryasaputra didalam bukunya yang berjudul “Konseling Pastoral di Era Mineal”. 23
1. Menyembuhkan: menyembuhkan yang dimaksud bukanlah kemampuan untuk
melakukan mukijzat penyembuhan. Namun kemampuan dalam menolong
sesama dalam mengatasi derita yang dialami baik secara fisik maupun luka
batinnya. Hal yang perlu dilakukan adalah perjumpaan, baik melalui
pendampingan maupun konseling pastoral, hal ini bertujuan untuk menolong
sesama agar kembali dan bertumbuh pada kemanusiaannya yang utuh, dengan
harapan agar merasa diteguhkan untuk melanjutkan kehidupannya dengan
penuh
2. Menopang : upaya untuk membantu orang yang sedang menderita untuk
menanggung dan mengatasi hal-hal yang sudah tidak mungkin dirubah lagi.
Hal yang penting dalam fungsi ini adalah kesediaan pendamping dalam
menunjukkan sikap yang penuh belas kasih. Menopang memang
pendampingan yang mendorong orang yang didampingi untuk membuka diri
dan berharap penuh pada kasih karunia Allah. Keiklasan untuk menerima hal-

23
Totok S. Wiryasaputra, Konseling Pastoral di Era Milenial, ( Yogyakarta : Seven Books, 2019), 193.
hal yang memang sudah tidak mungkin dirubah lagi, diharapkan akan
membawa orang tersebut dalam pertumbuhan spiritual yang lebih tinggi.
3. Membimbing: membingging bertujuan untuk menolong sesama yang tengah
bingung untuk mengambil keputusannya secara mandiri. Peran pendamping
di sini adalah membantu orang yang didampingi dengan memaparkan
alternatif pemecahan masalah orang yang didampingi serta resiko yang
mugkin dihadapinya ke depan.
4. Memperbaiki hubungan: upaya untuk memantapkan kembali relasi antar
manusia dengan sesamanya maupun antar manusia dengan Tuhannya.
Rusaknya relasi antar manusia dengan sesamanya akan mengganggu juga
relasinya dengan Allah. Maka hadirnya pendamping yaitu mendorong
sesamanya memperbaiki hubungannya.
5. Memberdayakan: membantu konseli menjadi penolong bagi dirinya di masa
yang akan datang pada waktu menghadapi kesulitan. Konseli berdaya,
mandiri, dan tidak selalu tergantung pada konselor. Fungsi ini juga dipakai
untuk membantu konseli menjadi menolong orang lain yang mendapat
kesulitan.
6. Mentrasformasikan: ketika konseli secara individual telah sembuh, persoalan
telah selesai, berdaya, berguna secara maksimal bagi sesama dan
lingkungannya, memang micro purpose-short-term purpose- tujuan jangka
pendek konseling pastoral telah tuntas, namun harus ada juga tujuan jangka
panjang yaitu macro purpose – ultimate purpose – tujuan ukhrowi. Tujuan ini
berkaitan dengan nilai, makna hidup, tujuan hidup baik secara perorangan,
pasangan, keluarga.
Tujuan pendampingan ini yaitu untuk membantu masyarakat yang menjadi korban
bencana alam melalui pendampingan. Kehadiran gempa telah menimbulkan trauma dalam
diri masyarakat. Dalam realitas kehidupan sering sekali kita mendengar kata trauma.
Kondisi ini diucapkan ketika seserang menjumpai atau mengalami permasalahan secara
berulang-ulang, beruntun. Sehingga membuat manusia tidak berdaya dalam menghadapi
atau menyikapi serta mengatasi permasalahan tersebut. Trauma adalah cedera fisik atau
emosional. Secara medis, “trauma” mengacu pada cedera serius atau kritis, luka, atau syok.
Trauma berasal dari istilah Yunani troma (trauma) atau traumat (traumatis), yang berarti
luka secara fisik dan psikis.
Luka ini diakibatkan oleh suatu peristiwa atau pengalaman emosional yang telah
mengejutkan hingga berdampak pada jiwa atau batin seseorang. Menurut kamus besar
bahasa Indonesia, disebut trauma adalah keadaan jiwa atau tingkah laku yang tidak normal
sebagai akibat dari tekanan jiwa atau cedera jasmani, luka berat. 24 Trauma juga salah satu
perkataan yang sering dipakai untuk melukiskan akibat pengalaman anak-anak dimasa
perang, hidup sebagai pengungsi, ditinggalkan keluarga, dan pengalaman-pengalaman lain
yang sulit sekali. Trauma terjadi karena sesuatu kejadian eksternal (bukan dari dalam, tapi
dari luar) terjadi dengan tiba-tiba.
Trauma bisa saja melanda siapa saja yang mengalami suatu peristiwa yang luar
biasa seperti perang, terjadi pemerkosaan, kematian akibat kekerasan pada orang-orang
tercinta, dan juga bencana alam seperti gempa dan tsunami. Gangguan pasca trauma bisa
dialami segera setelah peristiwa traumatis terjadi, bisa juga dialami secara tertunda sampai
beberapa tahun sesudahnya. Korban biasanya mengeluh, tegang, insomnia (sulit tidur),
sulit berkonsentrasi dan ia merasa ada yang mengatur hidupnya, cemas, suasana hati
berubah-ubah, menangis, bahkan yang bersangkutan kehilangan makna hidupnya.25
Sehingga dalam hal ini perlu dilakukan konseling pastoral ketika dilakukannya konseling
pastoral maka masyarakat yang menjadi korban bencana alam akan mampu mengfungsikan
dirinya secara normal lagi.

2.2.3. Model pendampingan pastoral


Pendampingan pastoral merupakan sesuatu hal yang tidak mudah karena hal ini
menyangkut tentang rahasia diri seseorang, namun ketika seorang pendamping berhasil
menciptakan hubungan dan mampu mendalami masalah batin seseorang maka seseorang
akan dapat terbuka sehingga hal itu menjadi suatu proses kesembuhan dalam dirinya. Salah
satu cara yang dapat mendampingi dan mendengarkan seseorang yang berada di fase krisis
adalah dengan melakukan pendampingan pastoral. Pendampingan pastoral tidak hanya
dilakukan oleh para pelayanan terkhususnya pendeta. Namun, semua orang dapat
melakukannya, dimana saja dan kepada siapa.
Dalam hal ini, jenis pendampingan ada tiga yaitu: Pendampingan eksistensial adalah
setiap manusia menjadi pendamping bagi setiap sesamanya yang dibekali dengan sikap
empati dan keterampilan mendengarkan. Pendampingan fungsional merupakan suatu

24
Ronald H.Sitorus, Kamus Besar Biologi,(Bandung: CV. Pionir Jaya, 2000), 315.
25
Http://Ourkami.Wordpress.Com/2010/05/24/trauma/#more-543 diakses, 25 Oktober 2022.
pendampingan yang dilakukan oleh para pengembala yang mengemban profesi sebagai
konselor dengan memakai sikap dan keterampilan yang sesuai dengan konseling.
Pendampingan profesional merupakan suatu pendampingan yang dilakukan oleh kaum
profesional yang telah mendapatkan pendidikan dan pelatihan untuk melakukan konseling
profesional.26 Dilihat dari 3 jenis pendampingan yang telah dipaparkan diatas, dapat
disimpulkan bahwa melakukan pendampingan pastoral tidak hanya dilakukan oleh seorang
pelayan, ataupun konselor pastoral melainkan setiap orang yeng telah terpanggil untuk
melakukan pendampingan pastoral. Model pendampingan yang dapat dipakai dalam
mendampingi anak-anak yang mengalami trauma ada beberapa model yaitu:
1. eksistensial: Model eksistensial merupakan model yang memusatkan diri individu
pada kondisi yang sesungguhnya. Model ini memfokuskan diri pada kondisi
manusi yang hakiki. Dalam hal ini termasuk kesadaran akan eksistensi diri,
kebebasan, untuk memilih nasib diri, tanggung jawab, kecemasan sebagai unsur
dasar eksistensi, pencarian makna ditengah-tengah ketiadaan hidup. Dalam hal ini
konselor berperan untuk memahami dunia pengalaman konseli dengan akurat

2. Gestalt: seorang individu berjuang untuk menjadi utuh dan mengintegrasikan tata
pikir (kognitif), tata rasa(afektif), dan tat laku(behavioral). Pandangannya tentang
manusia bersifat optimistik. Manusia memiliki kemampuan untuk mengerti
bagaimana kehidupan masa lalu mempengaruhi masa kini. Model ini menekankan
dan berorientasi pada kekuatan diri sendiri (self support) dan meninggalkan
orientasi kepada kekuatan luar(evironmental support). Membantu konseli untuk
mencapai kesadaran tentang pengalamannya dari waktu ke waktu. Mematangkan
konseli untuk mencari dukungan internal sebagai penggannti dukungan eksternal.27

3. Behavioral: tingkah laku adalah hasil dari proses belajar. Tingkah laku tidak
ditentukan oleh masa lalu. Oleh sebab itu model ini memusatkan diri pada tingkah
laku yang terlihat. Tingkah laku yang tidak normal disebabkan oleh proses yang
salah. Sehingga model ini membantu konseli untuk menghilangkan perilaku
menyimpang dan belajar tingkah laku yang lebih efektif. Membantu konseli untuk
melihat hal-hal yang mempengaruhi tingkah laku pada masa kini dan menentukan
hal yang dapat mengubah tingkah laku.28
26
Totok S. Wiryasaputra, Konseling Pastoral di Era Milenial, ( Yogyakarta : Seven Books, 2019), 86-87.
27
Totok S. Wiryasaputra, Konseling Pastoral di Era Milenial, ( Yogyakarta : Seven Books, 2019), 213.
28
Totok S. Wiryasaputra, Konseling Pastoral di Era Milenial, ( Yogyakarta : Seven Books, 2019), 219-221.
Sesuai paparan diatas model pendampingan yang dilakukan bertujuan untuk menolong
jemaat yang terkena dampak gempa terlebih model ini dapat digunakan untuk
mendampingi anak-anak agar mampu sembuh dari pergumulan yang sedang dialami
oleh anak. Ketika pendampingan ini dilakukan mereka akan mampu mengespresikan
diri mereka kembali.

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian merupakan metode yang digunakan sebagai pengkajian pada


suatu masalah. Pada bab ini penulis akan memaparkan metode yang penulis pakai dalam
melaksanakan penelitian mengenai “Urgensi Pendampingan Pastoral Kepada Jemaat
Pintubosi Korban Gempa Bumi”. Penulis akan menjelaskan bagian metode penelitian
yang akan penulis pakai dalam penelitian ini. Adapun bagian dari metode penelitian terdiri
dari jenis penelitian, lokasi penelitian, populasi dan sampel penelitian, metode dan alat
mengumpulkan data, dan teknik analisa data.
3.1. Jenis Penelitian

Metode penelitian adalah Metode penelitian adalah cara ilmiah untuk mendapatkan
data dengan tujuan dan kegunaan tertentu.29 Jenis penelitian adalah tipe metode yang
dipakai dalam neyelesaikan suatu masalah. Dalam penelitian kali ini, penulis menggunakan
metode Kualitatif bersifat deskriptif dan juga cenderung menggunakan analisa. Penelitian
deskriptif membutuhkan tindakan yang teliti pada setiap komponen penelitiannya agar
dapat menggambarkan subjek atau obyek yang diteliti mendekati kebenarannya atau fakta
di lapangan. Metode deskriptif dapat digunakan untuk memberikan, menggambarkan,
menguraikan dan menjelaskan fenomena objek penelitian.

Metode deskriptif yang digunakan untuk meneliti wacana pada umumnya dimulai
dengan mengklasifikasikan objek penelitian, kemudian hasilnya dianalisis secara
deskriptif.30 Merujuk pada pengertian tersebut, maka penelitian ini akan mendeskripsikan
pendampingan pastoral kepada jemaat Pintubosi korban gempa bumi. Hal ini dapat
mengungkap peristiwa secara kronologis, mengevaluasi proses dan aktivitas berdasarkan
sebab akibat, memberikan penjelasan yang lebih mendalam, akurat dan objektif sesuai
dengan realita dan kehidupan nyata dari hasil jawaban yang informan berikan terkait
penelitian penulis.
3.2 Waktu/Lokasi Penelitian
Dalam melakukan penelitian tentunya membutuhkan tempat dan lokasi, karena
lokasi penelitian adalah tempat untuk menggali lebih banyak informasi dan mendapatkan
data-data yang berkaitan dengan masalah penelitian. Penentuan lokasi bertujuan untuk
membatasi tempat penelitian yang akan dilakukan.31 Adapun lokasi penelitian yang dipilih
penulis adalah di HKBP Situmeng Hasundutan,Pintubosi, Kec. Sipoholon, Kab. Tapanuli
Utara, Provinsi Sumatera Utara. Alasan memilih lokasi ini ialah karena lokasi ini menjadi
salah satu daerah yang mengalami dampak gempa bumi dan masyarakatnya memiliki
trauma yang mendalam yang disebabkan oleh peristiwa bencana alam yaitu gempa bumi.
Lokasi penelitian ini dapat dijangkau oleh peneliti dari daerah asal peneliti sehingga
29
Sugiyono, Metode penelitian Kualitatif dan R&D,(, 2.
30
Juniyah H.M. dan E. Zaenal Arifin. Keutuhan Wacana. Jakarta:Grasindo Hal 113
31
Husaini Usman dan Setiadi Akbar, Metodologi Penelitian Sosial,(Jakarta : Bumi Aksara,2006), 42.
diharapkan memiliki kemudahan untuk melakukan penelitian dengan baik. Adapun waktu
penelitian ialah Desember 2022 sampai dengan Maret 2023.
3.3 Sampel Sumber Data
Sampel sumber data adalah kumpulan dari beberapa objek pusat informasi yang
diketahui. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teknik purposive sampling dan
snowball sambling. Purposive sampling merupakan teknik yang digunakan untuk
pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu. Pertimbangan yang
dimaksud adalah seseorang yang dianggap lebih tahu dan diharapkan dapat membantu
dalam tulisan ini. Snowball sampling merupakan teknik pengambilan sampel sumber data
pada awalnya berjumlah sedikit namun jika masih belum memenuhi kebutuhan data, maka
sampel sumber data dapat ditambah.32

Obyek penelitian kualitatif tidak mempergunakan istilah populasi tetapi situasi


sosial atau social situation yang terdiri atas tiga elemen yaitu tempat (place), pelaku
(actors), dan aktivitas (activity) yang berinteraksi secara sinergis.33 Sampel sumber data
adalah informan atau responden yang memberikan respon dengan berisikan data sebagai
jawaban atas pertanyaan yang diajukan oleh penulis dan yang sudah benar-benar diteliti. 34
Informan sampel sumber data dalam penelitian ini ialah Jumlah informan sebagai sampel
sumber data melalui penelitian wawancara sebanyak 10 orang, yang terdiri dari 2 orang
pelayan gereja, dan 8 orang anak-anak korban bencana alam.
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan untuk menjawab masalah yang ada di dalam
penelitian ini. Oleh karena itu, pengumpulan data ini dilakukan dengan beberapa teknik
yaitu melalui obeservasi, wawancara terstruktur dan tidak terstruktur serta studi
kepustakaan yang berkaitan dengan Urgensi Pendampingan Pastoral Kepada Jemaat
HKBP Pintubosi Korban Gempa Bumi Di Desa Situmeang Hasundutan Kec. Sipoholon,
Kabupaten Tapanuli Utara. Observasi merupakan alat yang digunakan untuk
pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengamati dan mencatat secara
sistematik gejala-gejala yang diselediki.35 Observasi merupakan kegiatan yang
melibatkan seluruh kekuatan indera seperti pendengaran, penglihatan, perasa, sentuhan,

32
Sugiyono, Metode Penelitian dan Pengembangan,(Bandung : ALFABETA , 2017), 144.
33
Sugiyono, Metode penelitian Kualitatif dan R&D,( Bandung : ALFABETA, 2008), 215.
34
Husein Tampomas, system persamaan linear statistika,( Jakarta : Grasindo, 2006), 31.
35
Narbuko Cholid, Metodologi Penelitian,(Jakarta: PT. Bumi Aksara,2007), 70.
dan cita rasa berdasarkan pada fakta-fakta peristiwa empiris. 36 Di dalam penelitian ini,
observasi yang digunakan yaitu observasi patisipatif.

Dalam observasi ini, peneliti terlibat dengan kegiatan sehari-hari orang yang
sedang diamati atau yang digunakan sebagai sumber data penelitian. Sambil melakukan
pengamatan, peneliti ikut melakukan apa yang sedang dikerjakan oleh sumber data, dan
ikut merasakan suka dukanya. Dengan observasi partisipatif ini, diharapkan mampu
memperoleh data yang lebih lengkap, tajam dan sampai mengetahui pada tingkat makna
dari setiap perilaku yang terlihat.37 Penulis melakukan observasi partisipatif, dimana
dalam melihat kinerja yang dilakukan maka peneliti perlu melibatkan diri langsung dalam
kegiatan keseharian dan menjadi peneliti yang langsung melakukan pendampingan
pastoral kepada jemaat. Teknis tahapan observasi partisipasi yang dilakukan yaitu:

a. Pengamatan langsung ke lokasi penelitian untuk mengenal lebih dekat lokasi


penelitian yang dipilih
b. Pengamatan terhadap objek yang dipilih
c. Ikut serta menghadiri kegiatan pendampingan pastoral kepada jemaat korban
gempa bumi di HKBP Pintubosi
d. Dalam observasi ini, peneliti mengamati apa yang dikerjakan pelayan,
mendengarkan apa yang mereka ucapkan, dan berpartisipasi dalam aktivitas
mereka. Sehingga hasil penelitian ini akan menjadi referensi data yang digunakan
untuk menjawab permasalahan yang ada di dalam proposal ini untuk diteliti.38

1. Wawancara merupakan proses tanya-jawab dalam penelitian yang berlangsung


secara lisan dimana dua orang atau lebih bertatap muka mendengarkan secara
langsung informasi-informasi atau keterangan-keterangan yang disampaikan.
Dalam mengumpulkan data yang lebih konkrit maka diadakan wawancara baik itu
secara terstruktur dengan adanya pertanyaan yang telah disusun terlebih dahulu
sesuai dengan masalah yang diteliti maupun tidak terstruktur yaitu tidak
menggunakan pedoman khusus untuk pertanyaan. Hasil wawancara ini akan
mencari sumber data yang diperoleh untuk menjawab masalah yang diajukan dalam
penelitian ini.

36
Albi Anggito dan Johan Setiawan, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Jawa Barat: Tim CV Jejak 2018), 114.
37
Sugiyono, Metode Penelitian dan Pengembangan,( Bandung: ALFABETA, 2017), 224.
38
Narbuko Cholid, Metodologi Penelitian, ( Bandung; ALFABETA, 2017), 77.
2. Studi kepustakaan merupakan teknik yang digunakan peneliti untuk mengkaji teori-
teori yang berkaitan dengan judul penelitian yaitu Urgensi Pendampingan Pastoral
Kepada Jemaat HKBP Pintubosi di Desa Situmeang Hasundutan. Adapaun jenis
pustaka yang digunakan adalah buku tentang bencana alam, pendampingan
pastoral, serta dokumen tertulis lainnya yang berkaitan dengan penelitian.

3.5 Teknik Analisis Data


Analisa Data adalah prose mencari dan menyusun secara sistematis data yang
terkumpul, mengorgasikan data ke dalam kategori, mengajarkannya kedalam unit,
melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih hal yang penting dan hal yang
dipelajari dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami. 39
Berdasarkan data-data
lapangan yang terkumpul melalui observasi dan wawancara yang telah dilakukan, maka
teknik analisa data deskriptif dilakukan melalui tiga tahap yaitu: reduksi data (data
reduction), penyajian data (data display), dan penarikan kesimpulan (concultion
drawing).40 Dalam tahap reduksi data (data reduction) penulis merangkum data, memilih
hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting terkait dengan judul yang
diteliti. Dengan mereduksi data peneliti dipermudah melakukan pengumpulan data dengan
memperoleh gambaran yang lebih jelas setelah reduksi data.
Dalam penyajian data (data display) penulis menyajikan data dalam bentuk deskripsi
ataupun narasi. Penulis mendeskrisikan bagaimana dampak gempa bumi terhadap
kehidupan jemaat HKBP Pintubosi di desa Situmeang Hasundutan, metode yang
digunakan dalam mendampingi jemaat yang menjadi korban gempa bumi dalam bentuk
narasi, . Terakhir ialah penarikan kesimpulan (drawing conclution), berdasarkan penyajian
data yang telah dilakukan, maka penulis akan menarik kesimpulan hasil penelitian.
Penarikan kesimpulan dilakukan untuk merangkumkan hasil yang diperoleh secara
keseluruhan.

39
sugiyono, Metode Penelitian Kualitatif Kuantitatif Dan R&D (Bandung: ALFABETA, 2010).244.
40
Sugiyono, Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Zifatama Jawara, 2015), 247.

Anda mungkin juga menyukai