Anda di halaman 1dari 254

Bahan Belajar

Suplemen untuk Guru


dan Kepemimpinan Sekolah
Pendidikan Dasar
““

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN
DIREKTORAT GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN PENDIDIKAN DASAR
2021
Diterbitkan Oleh:

Direktorat Guru dan Tenaga Kependidikan Pendidikan Dasar


Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Gedung D Lt. 15 Kompleks Kemdikbud Senayan
Jalan Jenderal Sudirman, Senayan, Jakarta Pusat, 10270
Telp/Fax: (021) 57974129
Laman: www.pgdikdas.kemdikbud.go.id
Bahan Belajar
Suplemen untuk Guru
dan Kepemimpinan Sekolah
Pendidikan Dasar
““

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN
DIREKTORAT GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN PENDIDIKAN DASAR
2021
TIM Penyusun

Pengarah: Dr. Rachmadi Widdiharto, M.A.

Penanggung Jawab: Dra. Palupi Raraswati, M.AP.

Kontributor Naskah: Ari Sulistyo


Alphian Sahruddin
Agus Sufyan
Elok Satiti
Wagini
Erita
Didin Nuruddin H.
Wahyu Farrah Dina
Triska Fauziah Resmiati
Wawan Kuswandi
Sani Aryanto
Yunina Resmi Prananta

Reviewer: Itje Chodidjah


Ingga Vistara
Budi Setiawan
Dimas Firdaus Samudra
Gilang Asri Devianty

Editor Naskah: Idris Apandi, M.Pd.


Dr. Meliyanti, S.Kom., M.Si.
Dr. Nita Isaeni, S.I.P., M.Pd.

Sekretariat: Isti Mariani Sarida, S.E., M.Pd.


Sotya Mayangwuri, S.Psi. MS.Ed.

Desain dan Tata Letak: Agus Maulani

ii
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas karunia-Nya maka
tesusunlah buku bahan belajar suplemen untuk guru dan
kepemimpinan sekolah di jenjang pendidikan dasar. Buku suplemen
ini disusun sebagai upaya kongkret Direktorat Guru dan Tenaga
Kependidikan (GTK) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dalam
upaya meningkatkan kompetensi guru dan kepala sekolah di jenjang
Pendidikan Dasar (DIKDAS) dalam mendorong peningkatan mutu
pendidik dan tenaga kependidikan Indonesia.

Selama proses penyusunannya, buku suplemen ini mengadopsi dari


berbagai sumber terutama artikel-artikel yang terdapat dalam laman
https://www.edutopia.org/ dengan rasionalisasi pengembangan
artikel-artikel edutopia dianggap merepresentasikan kebutuhan guru
dan kepada sekolah di Indonesia, apalagi dalam proses
penyusunannya ditunjang berbagai praktik baik yang telah dilakukan
guru dan kepala sekolah di berbagai daerah penjuru Tanah Air.

Penyusunan buku suplemen ini diharapkan menjadi upaya represif


dalam meningkatkan kompetensi guru dan kepala sekolah dengan
kontekstualisasi kemampuan abad 21 meliputi: (1) kemampuan untuk
menemukan fakta berdasarkan informasi; (2) kemampuan untuk
mengakses informasi yang berkualitas; dan (3) kemampuan untuk
menggunakan informasi secara kreatif dan efektif agar mencapai
tujuan yang diharapkan.

iii
Buku suplemen ini terdiri dari 2 (dua) topik utama yang didasarkan
pada dua segmentasi pembaca, yaitu: (1) Bahan Belajar untuk Guru;
dan (2) Bahan Belajar untuk Kepala Sekolah. Materi-materi yang
terdapat di dalam buku suplemen ini diharapkan relevan dengan
berbagai kebutuhan guru, kepala sekolah, orangtua serta masyarakat
ataupun komunitas lainnya dalam mendorong kompetensi pendidik
dan kepala sekolah sebagai upaya solutif memanusiakan manusia agar
lebih manusiawi dan diharapkan adaptif dengan tuntutan dan
tantangan zaman.

Harapannya dengan terbitnya buku suplemen ini dapat menginspirasi


pembacanya. Kepada semua pihak yang telah mendukung kelancaran
penyusunan Buku ini kami ucapkan terima kasih.

Jakarta, Mei 2021

Direktur Guru dan Tenaga Kependidikan


Pendidikan Dasar

Dr. Rachmadi Widdiharto, M.A.


NIP. 196805211995121002

iv
hlm.

KATA PENGANTAR ___________________________________________ III

DAFTAR ISI ____________________________________________________ V

BAHAN BELAJAR UNTUK GURU ______________________________ 1

MASA LALU BUKANLAH MASA LALU ____________________________________ 2

AWAS JEBAKAN ICE-BREAKING! _________________________________________ 7

MEMETAKAN KURIKULUM DAN KEMAMPUAN SISWA:


TIPS UNTUK GURU _____________________________________________________ 13

KOMUNIKASI DAN INTERAKSI POSITIF:


KUNCI KEHARMONISAN GURU DAN ORANG TUA __________________ 19

ORANG TUA TERLIBAT,


PEMBELAJARAN JADI LEBIH BERMAKNA ____________________________ 25

STRATEGI MEMBERIKAN PERAN PRODUKTIF


BAGI ORANG TUA ______________________________________________________ 33

5 STRATEGI MUDAH BELAJAR


BERSAMA REKAN GURU DI MASA PANDEMI _________________________ 39

LANGKAH SEDERHANA
MEMUPUK SIKAP ADIL PADA GURU __________________________________ 47

MENJADI GURU YANG REFLEKTIF


DI MASA PANDEMI _____________________________________________________ 53

v
SISWA LELAH BELAJAR? APA STRATEGI GURU
MENYEGARKAN MEREKA KEMBALI? _________________________________ 61

MENGEMBANGKAN HUBUNGAN YANG SEHAT


ANTAR WARGA SEKOLAH UNTUK MENUMBUHKAN SIKAP
GOTONG ROYONG MENUJU PROFIL PELAJAR PANCASILA ________ 67

MENJADI GURU YANG EFEKTIF _______________________________________ 71

MENGURANGI BUDAYA MENYONTEK SISWA _______________________ 77

MENGECEK PEMAHAMAN SISWA


MELALUI PENILAIAN FORMATIF ______________________________________ 83

PENILAIAN SUMATIF
DALAM PEMBELAJARAN JARAK JAUH _______________________________ 91

MANFAAT MELAKUKAN KEBIASAAN REFLEKSI _____________________ 97

MEMBANGUN KEBIASAAN BAIK PADA SISWA _____________________ 105

DAMPAK BUDAYA SENYUM, SAPA, DAN SALAM ___________________ 111

KLUB ONLINE SELAMA PEMBELAJARAN JARAK JAUH _____________ 119

9 TIPS MANAJEMEN KELAS ___________________________________________ 125

PESAN PAGI DALAM PEMBELAJARAN JARAK JAUH _______________ 131

BAHAN BELAJAR UNTUK KEPALA SEKOLAH ____________ 139

PERAN KEPALA SEKOLAH


DALAM MENINGKATKAN KOMPETENSI GURU
MELAKUKAN PENILAIAN FORMATIF ________________________________ 140

REFLEKSI KEPALA SEKOLAH


DALAM MENJALANKAN RODA KEPEMIMPINAN ___________________ 147

STABILITAS MENTAL PARA GURU DAN STAF


DALAM MASA PANDEMI: APA PERAN YANG BISA DILAKUKAN
KEPALA SEKOLAH? ____________________________________________________ 153

vi
DESIGN THINKING DALAM PENGEMBANGAN SEKOLAH ____________ 161

KENAPA PERLU MEMBANGUN


CITRA POSITIF SEKOLAH (SCHOOL BRANDING)? _____________________ 167

MELIBATKAN SELURUH WARGA SEKOLAH


DENGAN UMPAN BALIK 360˚ _________________________________________ 173

ADAPTASI PROFIL LULUSAN


UNTUK PENGEMBANGAN SEKOLAH
UPAYA MELIBATKAN ORANG TUA
DAN MASYARAKAT DI SEKOLAH _____________________________________ 179

MEMBANGUN KONEKTIVITAS SEKOLAH, ORANG TUA,


DAN KOMUNITAS. PENTINGNYA MELIBATKAN
HUBUNGAN KEMITRAAN DI SEKOLAH ______________________________ 185

BERANI BERINOVASI, CIPTAKAN IDE-IDE BARU DI SEKOLAH


DENGAN GROWTH MINDSET !
MENGOPTIMALKAN PENGEMBANGAN SEKOLAH
BERSAMA GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN ____________________ 191

MENENTUKAN TARGET PENCAPAIAN VISI SEKOLAH


DI TENGAH PANDEMI COVID 19 _____________________________________ 197

MEMIMPIN DENGAN SIKAP POSITIF UNTUK MENINGKATKAN


PARTISIPASI PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN DALAM
MELAKSANAKAN PROGRAM KEGIATAN SEKOLAH ________________ 205

MENDORONG PARTISIPASI ORANG TUA PESERTA DIDIK


DENGAN ‘RAPORT’ ORANG TUA _____________________________________ 213

CARA SOLUTIF KEPALA SEKOLAH MENGEMBANGKAN


PERENCANAAN PEMBELAJARAN INOVATIF ________________________ 225

vii
SAATNYA KEPALA SEKOLAH MENGAWAL REFLEKSI GURU!
DEMI PRESTASI MURID! ______________________________________________ 231

KUNCI KEHARMONISAN ORANG TUA TERHADAP SEKOLAH


DI ERA PANDEMI COVID-19 __________________________________________ 237

PENUTUP ____________________________________________________ 243

viii
1
MASA LALU BUKANLAH MASA LALU
Ari Sulistyo
SMPN 1 Tepus, Gunungkidul

“Masa lalu... biarlah masa lalu...


Jangan kau ungkit… jangan ingatkan aku...”
(Inul Daratista)

Benarkah masa lalu tidak perlu diingat? Sepenggal syair lagu di atas
menjawabnya bahwa masa lalu tidak perlu diingat karena akan
berdampak buruk terhadap kondisi masa kini. Setidaknya begitulah
nyanyian Inul Daratista, biduan dangdut kelahiran Pasuruan, Jawa
Timur ini. Namun benarkah demikian? Di dunia pendidikan, terutama
pengajaran, masa lalu justru menjadi elemen penting dalam proses
belajar. Guru harus mampu mengidentifikasi, menganalisis, dan
menggunakan ‘masa lalu’ siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Kemampuan ini menjadi kompetensi dasar yang harus dikuasai
seorang pendidik pada aspek penguasaan pengetahuan profesional
khususnya dalam menganalisis struktur dan alur pengetahuan
untuknya pembelajaran. Wah, kok bisa? Baiklah, jangan beranjak dulu.
Akan saya lanjutkan pembahasan singkat ini.

Ketika menyebut ‘masa lalu’ ingatan kita biasanya lari ke arah


kenangan yang pernah terukir dan berkesan. Entah itu kenangan baik
atau kenangan buruk. Padahal frase ini sebenarnya bermakna luas,
lebih dari sekadar kenangan karena berdasarkan Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KKBI) online arti masa lalu adalah masa yang telah lewat
atau masa terdahulu alias segala sesuatu yang telah terjadi sebelum
sekarang. Dalam konteks pembelajaran, istilah “masa lalu” yang
dipakai dalam tulisan ini merujuk pada segala sesuatu yang telah

2
dipelajari oleh siswa sebelumnya atau pengetahuan yang telah
dikuasai oleh siswa. Dalam proses pembelajaran, pengetahuan
tersebut penting karena akan menjadi dasar atau tumpuan untuk
mempermudah dalam memahami pengetahuan baru. Setidaknya ada
2 teori yang mendukung pentingnya “masa lalu” siswa dalam proses
belajar yaitu teori Hirarki Belajar (Robert M. Gagne) dan Teori
Konstruktivisme (Jean Piaget).

Robert M. Gagne dalam teori Hirarki Belajar mengemukakan


pentingnya mengetahui pengetahuan apa yang lebih dahulu harus
dikuasai siswa agar ia berhasil mempelajari suatu pengetahuan
tertentu (Malanina & Bidasari, 2011). Dalam konsep Hirarki Belajar,
terdapat urut-urutan kemampuan yang harus dikuasai oleh
pembelajar agar dapat mempelajari hal-hal yang lebih sulit atau lebih
kompleks. Urutan tersebut harus dimulai dari kemampuan,
pengetahuan, ataupun keterampilan yang menjadi salah satu tujuan
dalam proses pembelajaran di puncak Hirarki Belajar tersebut, diikuti
kemampuan, keterampilan atau pengetahuan prasyarat yang harus
mereka kuasai lebih dahulu agar mereka berhasil mempelajari
keterampilan atau pengetahuan di atasnya. Gagne juga membagi fase
belajar menjadi 4 fase dimana ada satu fase yang disebut dengan Fase
Perolehan (acqusition phase) dimana pada fase ini siswa memperoleh
pengetahuan baru dengan menghubungkan informasi yang diterima
dengan pengetahuan sebelumnya. Dengan kata lain pada fase ini
siswa membentuk asosiasi-asosiasi antara informasi baru dan
informasi lama yang bisa juga disebut “masa lalu siswa.”

Dalam teori Konstruktivisme, Piaget mengemukakan bahwa


seseorang belajar dengan cara mengkonstruksi pengetahuannya
sendiri (Suparlan, 2019). Perolehan kecakapan intelektual akan
berhubungan dengan proses mencari keseimbangan antara apa yang
mereka rasakan dan ketahui pada satu sisi dengan apa yang mereka
lihat suatu fenomena baru sebagai pengalaman atau persoalan. Untuk
memperoleh keseimbangan tersebut, seseorang harus melakukan

3
adapatasi dengan lingkungannya. Proses adaptasi mempunyai dua
bentuk dan terjadinya secara simultan, yaitu asimilasi dan akomodasi.
Asimilasi adalah penyerapan informasi baru dalam pikiran, sedangkan,
akomodasi adalah menyusun kembali struktur pikiran karena adanya
informasi baru, sehingga informasi tersebut mempunyai tempat.
Dalam hal ini informasi lama atau “masa lalu” tersebut penting dalam
proses akomodasi tersebut. Itulah kenapa, menurut Piaget proses
pembelajaran ditentukan oleh tahap-tahap perkembangan seseorang
misalnya untuk siswa yang berada di tahap operasi konkret (usia 7 –
11 tahun) sebaiknya tidak diajari untuk berpikir hal-hal abstrak
karena mereka belum sampai pada tahap operasional formal. Nah,
untuk mengetahui sampai di tahap mana, maka “masa lalu” siswa
menjadi sangat penting.

Berdasarkan pengalaman penulis sebagai guru, mengetahui “masa


lalu” siswa akan memudahkan dalam menyusun rencana
pembelajaran. Biasanya penulis memetakan “masa lalu” siswa sejak
pertama kali berjumpa di kelas yaitu melalui perkenalan dan
mengetahui latar belakang siswa. Selain untuk mengenal siswa lebih
dekat, penulis memanfaatkan pertemuan pertama untuk mengetahui
sejauh mana pengetahuan siswa dan cara yang paling sederhana
adalah dengan meminta siswa untuk menulis kosakata bahasa Inggris
yang mereka kuasai. Berdasarkan hal tersebut, penulis dapat
menyusun rencana pembelajaran yang sesuai dengan level mereka.
Nah, apa saja aktivitas yang dapat mengungkap “masa lalu” siswa?
Dalam tulisannya yang berjudul “Are You Tapping into Prior Knowledge
Often Enough in Your Classroom?” yang dimuat di laman Edutopia,
Rebecca Alber membagikan beberapa aktivitas yang dapat dilakukan
guru untuk mengaktifkan dan mengetahui pengetahuan apa yang
sudah dikuasai siswa. Aktivitas sederhana tersebut antara lain;

• Brainstorming Gambar. Tayangkan foto-foto atau gambar yang


berhubungan dengan materi di layar proyektor dan mintalah siswa
menebak atau memberitahu Anda segala sesuatu tentang gambar

4
tersebut. Pilih gambar yang menarik dan memungkinkan Anda
untuk menghubungkan dengan materi atau konsep baru yang akan
dipelajari siswa.

• Grafik K-W-L (Know, Want-to-know, Learned). Strategi KWL ini


berguna untuk membuat siswa memahami isi bacaan dan hanya
butuh waktu singkat untuk memahami isi bacaan. K atau Know
adalah apa yang sudah diketahui, Want-to-know adalah apa yang
ingin diketahui atau dipelajari, lalu melakukan aktivitas membaca
tersebut kemudian dilakukan evaluasi (Learned) yaitu apa yang
telah dipelajari/didapatkan dari aktivitas tersebut.

• Buku cerita bergambar. Tidak peduli berapapun usia siswa, buku


ini tetap “berkhasiat.” Jika ada konsep atau keterampilan yang
akan Anda kenalkan, carilah buku cerita anak-anak yang
berhubungan dengan materi Anda. Usahakan buku itu sudah
familiar bagi siswa Anda. Bacalah dengan keras dan buktikan
bahwa strategi mengungkit “masa lalu” ini dapat bermanfaat.

• Brainstorming ABC. Berilah siswa Anda selembar kertas dan


mintalah mereka menulis kata atau kalimat yang mereka ketahui
yang diawali dengan huruf Alfabet yang berhubungan dengan
topik atau materi yang akan dipelajari. Misalnya, jika hari itu akan
belajar mengenai sejarah perjuangan Indonesia, siswa dapat
menulis A untuk ABRI, B untuk Bung Karno, C untuk Cut Nyak
Dien, dan seterusnya.

• Brainstorming Jaring Laba-Laba. Tulislah sebuah kata di tengah


papan tulis, lalu lingkarilah kata tersebut. Mintalah siswa untuk
menulis kata lain yang berhubungan dengan kata tersebut. Sebagai
contoh Anda menulis “Daun” lalu siswa dapat membuat garis dan
menuliskan kata baru “Hijau”, “Fotosintetis,” dan seterusnya. Lalu
dari kata “Fotosintesis” tersebut dapat ditarik garis lagi untuk kata
“Sinar Matahari” dan seterusnya.

5
Beberapa aktivitas di atas dapat dipraktikkan di dalam kelas untuk
mengetahui sejauh mana pengetahuan siswa. Menurut Rebecca, jika
guru tidak mendasarkan materinya pada pengetahuan siswa
sebelumnya, maka akan menjadi “korban” dari konsep “perbankan”
dalam dunia pendidikan yaitu memperlakukan siswa seolah-olah
mereka adalah bejana kosong yang menunggu diisi pengetahuan oleh
guru. Jika hal ini terus dilakukan, maka tujuan pembelajaran akan sulit
tercapai. Oleh karena itu, dalam menyusun materi, metode dan
strategi pembelajarannya, guru harus mampu memanfaatkan prior
knowledge atau pengetahuan yang dikuasai sebelumnya. So, dalam
konteks pembelajaran, “masa lalu” bukanlah masa lalu. Masa lalu
bukan sekedar romansa tapi justru berguna. Maaf ya Mbak Inul....

Sumber:

Alber, Rebecca. 2011. “Are You Tapping into Prior Knowledge Often
Enough in Your Classroom?.” https://www.edutopia.org/blog/prior-
knowledge-tapping-into-often-classroom-rebecca-alber. Diakses
pada 11 Februari 2021.

Ferlazzo, Larry & Sypnieski, Katie Hull. 2018. “Activating Prior


Knowledge With English Language Learners.”
https://www.edutopia.org/article/activating-prior-knowledge-
english-language-learners. Diakses pada 11 Februari 2021.

Malanina & Bidasari, Febrina. 2011. “Teori Hirarki Belajar dari Robert M.
Gagne.” http://yrmalalina.blogspot.com/2011/09/teori-hirarki-
belajar-dari-robert-m.html. Diakses pada 20 Februari 2021.

Siroj, Rusdy A. 2006. Teori-teori Belajar-Mengajar Matematika (Diktat


bahan pelatihan guru matematika SMP kota Palembang). Palembang:
Depdiknas

Suparlan. 2019. Teori Konstruktivisme dalam Pembelajaran. Islamika:


Jurnal Keislaman dan Ilmu Pendidikan, Volume 1 Nomor 2. Hal.78-88.

6
AWAS JEBAKAN ICE-BREAKING!
Ari Sulistyo
SMPN 1 Tepus, Gunungkidul

“An icebreaker is an activity or game designed to welcome attendees and


warm up the conversation among participants in a meeting, training
class, team building session, or other activity.”

(www.thebalancecareers.com)

Ice-breaking menjadi solusi saat siswa mulai tidak fokus terhadap


proses pembelajaran. Kita sering menganggap bahwa dengan ice-
breaking, yang sebenarnya lebih tepat disebut ice-breakers, adalah cara
yang tepat untuk menyegarkan suasana dan mengembalikan
perhatian siswa atau audiens. Setelah dilakukan ice-breaking, siswa
akan kembali bersemangat dan fokus, bagaikan baterai setelah di-
charge. Namun benarkah demikian? Penelitian menunjukkan bahwa
tidak sesederhana itu. Jika hal-hal yang menarik, seperti ice-breaking,
tersebut tidak relevan dengan pembelajaran justru akan mencederai
proses pembelajaran itu sendiri. Mengapa demikian? Lalu apa yang
seharusnya dilakukan guru? Tulisan ini berusaha menjawab hal
tersebut. Ya, tulisan ini penting untuk dibaca para guru ketika mereka
melakukan persiapan mengajar. Sesuai dengan kompetensinya, guru

7
harus mampu menjabarkan tahap penguasaan kompetensi murid atau
dengan kata lain seorang guru harus memahami proses belajar yang
dialami para siswa. Mereka tidak boleh terjebak dengan hal-hal lain di
luar proses pembelajaran yang justru mengganggu tercapainya tujuan
pembelajaran.

Dalam proses pembelajaran, konsentrasi merupakan hal yang penting


karena berkaitan dengan usaha siswa untuk memberikan perhatian
pada suatu hal atau obyek agar dapat dipahami atau dimengerti.
Semakin lama siswa dapat berkonsentrasi atau fokus pada materi,
semakin mudah mereka memahami materi tersebut. Menurut apa
yang pernah dibaca dan pengalaman pribadi penulis sebagai guru,
rata-rata siswa hanya dapat fokus sekitar 20 menit. Setelah itu,
perhatian mereka pecah dan tingkat pemahaman semakin menurun.
Oleh karena itu, sebagian besar guru memerlukan ice-breaker alias
“pemecah es” untuk mencairkan kejenuhan siswa. Banyak cara atau
jenis ice-breaking yang dilakukan guru. Ada guru yang mengajak siswa
melakukan gerakan fisik, bernyanyi, bahkan ada juga yang melakukan
game atau permainan. Menurut hemat penulis, guru yang melakukan
ice-breaking tersebut adalah guru yang peduli. Setidaknya mereka
mengerti bahwa siswa jenuh dan perlu disegarkan kembali karena ada
juga guru yang bahkan tidak peduli apakah siswanya jenuh atau tidak,
memahami materi atau tidak.

Namun demikian, peduli saja tidak cukup. Guru perlu untuk


memahami bahwa ice-breaking yang salah justru dapat menjebak dan
menggagalkan tujuan pembelajaran. Oleh karena itu, guru seharusnya
merancang ice-breaking dengan baik, tidak boleh asal. Dalam
penelitiannya, Panggua (2016) menyebutkan bahwa berdasarkan
perhitungan statistik, ice-breaking tidak efektif dalam meningkatkan
keterampilan berbicara siswa tetapi siswa memiliki persepsi yang
positif terhadap aktivitas tersebut. Kripa Sundar dalam tulisannya
berjudul “The Student Engagement Trap, and How to Avoid It” yang
dimuat di laman Edutopia menyatakan bahwa analisis terhadap

8
hampir 70 hasil belajar menemukan bahwa rata-rata siswa yang
terpapar akan “godaan konsentrasi” berprestasi lebih buruk daripada
siswa yang tidak “tergoda.” Godaan tersebut dapat berupa kata-kata,
ilustrasi, foto, animasi, narasi, video, atau suara yang tidak relevan
dengan topik yang dibicarakan. Biasanya “godaan” tersebut muncul
ketika ice-breaking.

Lalu bagaimana cara menarik atau menjaga perhatian dan konsentrasi


siswa yang benar? Bagaimana agar ice-breaking tidak justru
menggagalkan tercapainya tujuan pembelajaran? Apa yang harus
dilakukan guru? Masih dari tulisan yang sama, Sundar menyebutkan
bahwa sebagai seorang guru yang menyiapkan pembelajaran
seharusnya tahu sejak awal bahwa “refreshing” atau tertawa memang
bisa meredakan dan mengusir jenuh tetapi jika itu tidak dipersiapkan
dengan baik justru akan menjadi “blunder.” Berdasarkan analisisnya
pada lebih dari 50 penelitian, ia memberikan tips sebagai berikut;

Tips 1: Pastikan bahwa ice-breaking tersebut tidak mengganggu.

Menurut Sundar, gambar bergerak atau GIF (animasi) lebih baik


daripada gambar atau video yang tidak relevan dengan topik yang
dibahas. GIF memang menarik sekaligus mengirim sinyal bahwa itu
hanya untuk menarik perhatian dan siswa pun sadar akan hal itu
sehingga tidak akan menghubungkannya dengan isi materi. Siswa
mungkin kesulitan membedakan mana ice-breaking atau “godaan”
yang relevan atau tidak relevan dengan materi. Jadi guru lah yang
harus mampu memilih mana yang relevan dan mana yang tidak.
Berdasarkan pengalaman penulis sebagai guru, mengangkat hal-hal
yang dekat dengan kehidupan siswa tetapi berhubungan dengan topik
yang dipelajari adalah ice-breaking yang terbaik. Sebagai contoh,
ketika membahas topik Asking & Giving Opinion, penulis menayangkan
foto-foto candid yang penulis ambil di kelas tersebut.

9
Tips 2: Ikuti filosofi “sedikit itu lebih baik”

Menurut Sundar, otak kita memproses informasi melalui saluran


memori visual dan auditori. Dengan menyajikan materi dalam dua
format tersebut, kita dapat memaksimalkan kapasitas peserta didik
untuk menerima dan memproses informasi baru. Hilangkan hal-hal
yang membuat materi terlihat bagus namun tidak relevan seperti foto
atau video, animasi dan lain-lain. Pada awalnya penulis sendiri juga
“terjebak” akan hal tersebut dan kadang tidak habis pikir ketika
penilaian, nilai siswa tetap rendah padahal ketika pembelajaran
mereka terlihat antusias dan tertarik. Ternyata siswa lebih
menangkap “godaan” itu daripada isi pembelajaran. Jadi, fokuslah
pada elemen dasar dari materi kita meskipun tetap harus menarik
secara estetika seperti judul yang singkat, dicetak tebal, dan jelas.
Intinya adalah minimalkan isi presentasi Anda dari “godaan-godaan”
yang dapat mengalihkan perhatian siswa.

Tips 3: Akhiri dengan Penjelasan

Ice-breaking atau hal-hal yang “menggoda” tersebut lebih “berbahaya”


jika dilakukan di akhir pembelajaran karena hal itu yang justru akan
diingat-ingat siswa. Oleh karena itu, pastikan di bagian akhir Anda
tidak ada ice-breaking atau hal-hal yang tidak relevan dengan
pembelajaran hari itu. Anda bisa menggunakan bagian akhir kelas
Anda untuk memberikan penjelasan mengenai materi atau umpan
balik (feedback) pada siswa. Menurut Slavin (1997), feedback adalah
informasi tentang hasil-hasil dari upaya belajar yang telah dilakukan
siswa. Penulis biasanya mengakhiri kelas dengan memberikan
melakukan 3 hal; menyimpulkan materi dan memastikan siswa
memahami, meminta masukan atau komentar dari siswa dan
membahas rencana tindak lanjut dari pembelajaran hari itu.

10
Nah, itulah beberapa tips yang bisa dilakukan oleh guru agar tetap
fokus dalam menyusun persiapan pembelajaran. Agar guru tidak
masuk dalam “jebakan ice-breaking” dimana guru merasa bangga bisa
membuat siswa senang, tertawa dan antusias padahal mereka
sebenarnya tidak mendapat apa-apa dari kegiatan pembelajaran yang
dilakukan. Yuk, balikin ice-breaking pada “fitrah-nya”, seperti yang
ditulis di awal tulisan ini bahwa ice-breaking itu adalah aktivitas atau
permainan yang didesain untuk menyambut peserta dan “pemanasan”
dalam sebuah kelas atau pertemuan bukan sebagai penarik perhatian
siswa. Ingat, guru itu influencer bukan follower...

11
Sumber:

Sundar, Kripa. 2020. “The Student Engagement Trap, and How to


Avoid It.”

https://www.edutopia.org/article/student-engagement-trap-and-
how-avoid-it. Diakses pada 12 Februari 2021.

Slavin, Robert E. 1997. Educational Psychology. Boston: Alllyn and


Bacon.

Panggua, Selvi. 2016. “The Effectiveness of Ice-Breaker Activity to


Improve Students’ Speaking Skill of The Third Semester Students
of English Department Students of FKIP UKI Toraja.”
http://journals.ukitoraja.ac.id/index.php/ojtefl/article/view/237.
Diakses pada 22 Februari 2021.

12
MEMETAKAN KURIKULUM DAN
KEMAMPUAN SISWA:
TIPS UNTUK GURU
Ari Sulistyo
SMPN 1 Tepus, Gunungkidul

“Education is what remains after one has forgotten what one has learned
at school.” (Albert Einstein)

Pendidikan adalah apa yang tertinggal pada diri seseorang saat dia
lupa bahwa ia pernah belajar di sekolah. Menarik dan benar sekali,
pendidikan yang berhasil adalah ketika ia mampu mengubah diri
seseorang untuk menjadi lebih baik. Pernyataan Einstein di atas juga
menyiratkan bahwa pendidikan yang baik seharusnya terpusat atau
fokus pada peserta didik. Hasil dari proses pendidikan tersebut
terinternalisasi atau tertanam pada diri peserta didik dan
kehidupannya sampai-sampai ia “lupa” bahwa itu adalah hasil dari
proses belajar yang dilaluinya. Nah, bagaimana seorang guru dapat
membantu siswa untuk mencapai level tersebut? Tentu tidak mudah,
banyak hal yang harus disiapkan dalam proses pembelajaran dan salah
satu elemen yang penting adalah kurikulum.

13
Kurikulum? Waduh, sepertinya kata itu cukup disegani di kalangan
para pendidik. Lihat saja, wakil kepala sekolah bidang kurikulum di
sekolah Anda, biasanya diisi oleh guru-senior ‘kan ya? Atau mereka
yang mengajar mata pelajaran yang di-UNAS-kan, betul atau benar?
Apalagi kalau melihat pengertiannya yang aduhai dimana menurut
Undang-Undang Sisdiknas 2003, kurikulum adalah seperangkat
rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran
serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Hmm... seperangkat alat salat saja tanggung jawabnya bisa seumur
hidup, apalagi ini seperangkat rencana dan pengaturan yang menjadi
pedoman tercapainya tujuan pendidikan. Nah, selama ini kurikulum
seperti dokumen yang datang turun temurun entah darimana asalnya.
Bukan orisinil dibuat oleh guru yang mengampu pelajaran dan kelas
tersebut. Tulisan ini sedikit mengupas tentang bagaimana menyusun
kurikulum yang sesuai dengan kondisi siswa tetapi masih dalam
koridor kurikulum yang sudah ditetapkan oleh pemerintah.

Pendidikan dan kurikulum merupakan dua hal yang tidak bisa


dipisahkan. Kurikulum adalah pedoman dalam penyelenggaraan
pendidikan. Ibarat orang buta, kurikulum adalah tongkatnya sehingga
tanpa kurikulum yang baik maka “orang tuna netra” bernama
pendidikan tersebut tidak akan berjalan dengan baik bahkan tidak
akan mencapai tujuan yang diharapkan. Sebagai sebuah pedoman,
tentu kurikulum harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang
ada. Mengapa demikian? Dikutip dari laman Edutopia, Todd Finley
dalam tulisannya yang berjudul “Planning The Best Curriculum Unit
Ever” menyebutkan beberapa argumen mengapa kurikulum harus
sesuai “sikon” antara lain:

• Apa yang berhasil diterapkan di satu kelas belum tentu berhasil di


periode berikutnya.

• Tingkat motivasi siswa berbeda-beda di setiap kelas.

14
• Kurikulum yang telah ditentukan dapat mengurangi
profesionalisme guru.

• Perlunya kepekaan terhadap budaya setempat.

• Siswa tidak berada pada tingkat perkembangan yang sama.

• Pelajaran yang kaku dapat mengganggu hubungan guru-murid

Berdasarkan pernyataan Finley di atas, jelas bahwa harus ada


penyesuaian antara kurikulum yang biasanya sudah ditentukan oleh
pemerintah dengan kondisi siswa yang ada di lapangan. Siswa
seharusnya menjadi basis tujuan dari penyusunan kurikulum, bukan
sebaliknya. Pengalaman penulis, selama ini umumnya justru siswa
yang menyesuaikan kurikulum, jelas ini adalah hal yang salah kaprah.
Guru harus mampu memadukan tujuan pendidikan nasional
(kurikulum nasional) dengan tujuan pendidikan menjadi kurikulum
sekolah yang kemudian disebut dengan silabus. Jika itu berhasil
dilakukan guru, maka tidak ada lagi anggapan bahwa mengajar adalah
untuk menghabiskan materi atau untuk mendapatkan tunjangan
profesi.

Daniel Bailey dalam tulisannya yang berjudul “Curriculum Mapping Tips


for New Teachers” menyarankan hal-hal berikut yang harus
diperhatikan oleh guru dalam menyusun kurikulum;

Kemampuan siswa. Guru harus memiliki pemahaman tentang


kemampuan siswa sebelum ia menyusun kurikulum. Berikan asesmen
awal dan diskusikan dengan siswa sebelum proses penyusunan
dilakukan. Berdasarkan pengalaman penulis, diskusi dengan guru
yang mengajar di kelas sebelumnya dapat memberikan gambaran
yang jelas terkait dengan kemampuan siswa. Sebagai contoh, jika
tahun ini Anda mendapat tugas mengajar Bahasa Inggris kelas 8 maka
sebaiknya Anda berdiskusi dengan guru Bahasa Inggris yang mengajar
mereka di kelas 7.

15
Tuntutan Kurikulum dan Kondisi Sekolah. Dua hal ini harus benar-
benar dicermati oleh guru karena terkadang keduanya saling
bertentangan. Berdasarkan pengalaman penulis selama 15 tahun
menjadi guru di daerah pinggiran, tuntutan kurikulum terlalu tinggi
dibandingkan dengan kondisi sekolah. Oleh karena itu, guru perlu
memperhatikan inti-inti dari kurikulum pusat lalu disesuaikan dengan
kondisi di sekolah (siswa, sarana prasarana, lingkungan, dan lain-lain)
dengan tidak lupa mempertimbangkan faktor waktu.

Buku Teks atau Modul. Buku teks yang biasanya dikirim langsung dari
pusat tidak selalu sesuai dengan kondisi di lapangan. Oleh karena itu,
sebaiknya guru tidak boleh bersandar sepenuhnya pada buku
tersebut. Keberadaan buku teks seharusnya menjadi suplemen dan
salah satu sumber belajar. Guru harus fleksibel karena buku teks tidak
mengetahui kebutuhan masing-masing siswa. Itulah alasan mengapa
Anda dipekerjakan untuk mengajar kelas secara langsung. Kalau
semua bisa lewat buku lalu buat apa Anda jadi guru?

Keterlibatan orang tua. Bagian ini tidak termasuk ide dari Bailey
tetapi tambahan dari penulis berdasarkan pengalaman sebagai guru
selama ini. Dalam penyusunan kurikulum, orang tua harus dilibatkan.
Penelitian Dye (1989) yang berjudul “Parental involvement in
curriculum matters: parents, teachers and children working together”
menunjukkan bahwa keterlibatan orang tua dalam pendidikan
memberikan pengaruh yang penting dimana anak lebih tenang,
bersahabat, dan mudah memahami materi. Peran orang tua semakin
penting dan dibutuhkan ketika pandemi seperti saat ini dimana siswa
harus belajar dari rumah. Saatnya orang tua “hadir” di dunia
pendidikan. Tidak seperti sebelumnya yang umumnya jika sudah
“disekolahkan mahal-mahal” maka tugas orang tua sudah selesai. Saat
ini Kementerian Pendidikan juga sudah mengembangkan kurikulum
untuk orang tua antara lain dengan menerbitkan buku pegangan
orang tua (Kusuma Dewi, 2018). Ini dilakukan dalam upaya
meningkatkan partisipasi orang tua terhadap pendidikan anaknya

16
baik di satuan pendidikan (sekolah) maupun di rumah. Jadi ada
baiknya guru mengundang orang tua dan bersama-sama menyusun
kurikulum belajar untuk sang anak.

Lalu bagaimana mengetahui kualitas kurikulum yang kita susun sudah


baik atau belum? Ada baiknya kita menyimak tips dari Finley terkait
bagaimana mengetahui kualitas kurikulum yang kita susun. Sebagai
guru mari kita tanya diri sendiri dengan pertanyaan berikut:
1. Apakah kurikulum yang saya susun selaras antara standar,
tujuan, dan pedoman?
2. Apakah ada keseimbangan antara strategi pengajaran,
strategi pembelajaran, dan penugasan yang sesuai dengan
kondisi siswa yang beragam?
3. Apakah aktivitas-aktivitas dalam kurikulum tersebut sudah
diurutkan dengan jelas?
4. Apakah penilaian formatif dan sumatif benar-benar
mengukur pengetahuan dan keterampilan sesuai tujuan?

Untuk menjawab itu, biasanya penulis meminta teman sejawat untuk


memberikan masukan dan kritik. Selain itu, terkait dengan kondisi
siswa (poin 2) penulis meminta pendapat dari orang tua misalnya
sejauh mana mereka memiliki handphone atau laptop, kualitas sinyal
dan kuota yang dimiliki dan ketersediaan waktu bagi orang tua untuk
mendampingi anaknya belajar atau adakah sumber belajar lain yang
dapat dimanfaatkan.

17
Sebagai penutup, tulisan ini hendak mengajak Anda sebagai guru
untuk lebih siap dalam menyusun kurikulum. Berawal dari
mencermati kurikulum nasional lalu menentukan tujuan belajar yang
sesuai dengan kemampuan dan kondisi siswa kemudian menyusun
kurikulum dengan melibatkan orang tua. Jika pertanyaan-pertanyaan
di atas dapat dijawab dengan baik, maka Anda patut untuk optimis
bahwa tujuan pendidikan di kelas Anda akan berhasil. Lalu jika Anda
terus menjaga performa tersebut, tidak mustahil bahwa proses
internalisasi pengetahuan dan keterampilan pada peserta didik akan
berjalan dengan baik sesuai dengan pendapat Einstein di atas bahwa
“Education is what remains after one has forgotten what one has learned
at school.”

Sumber:

Bailey, Daniel. 2019. “Curriculum Mapping Tips for New Teachers”

https://www.edutopia.org/article/curriculum-mapping-tips-new-
teachers. Diakses pada 11 Februari 2021.

Finley, Todd. 2014. “Planning the Best Curriculum Unit Ever.”

https://www.edutopia.org/blog/planning-best-curriculum-unit-ever-
todd-finley. Diakses pada 11 Februari 2021.

Kusuma Dewi, Bunga. 2018. “Kurikulum untuk Orang Tua.”


https://sahabatkeluarga.kemdikbud.go.id/laman/index.php?r=tpo
st/xview&id=4598. Diakses pada 12 Februari 2021.

Dye, Janet, S. 2006. “Parental Involvement in Curriculum Matters:


Parents, Teachers, and Children Working Together.”
https://www.tandfonline.com/doi/pdf/10.1080/0013188890310
103?needAccess=true. Diakses pada 20 Februari 2021

18
KOMUNIKASI DAN INTERAKSI POSITIF:
KUNCI KEHARMONISAN GURU
DAN ORANG TUA
Alphian Sahruddin
SD Negeri Kompleks IKIP I Makassar
phianshof86@gmail.com

Tri Pusat Pendidikan dalam hal ini sekolah, orang tua, dan masyarakat
merupakan penentu keberhasilan pendidikan anak. Ketiga pilar ini
sangat andil dalam mewujudkan hal tersebut. Penyelenggaraan
pendidikan bertujuan untuk memfasilitasi anak sebagai peserta didik
mendapatkan pemahaman yang baik dalam mengembangkan potensi
dirinya, melalui aktualisasi dan aplikasi dari hal yang telah
dipelajarinya.

Ketika memasukkan anaknya ke sekolah, tentu orangtua tak langsung


“lepas tangan” seraya memasrahkan semua tanggung jawab
pendidikan anaknya kepada sekolah. Dalam prosesnya bisa saja
terjadi hal-hal yang sifatnya negatif terhadap anak. Misalnya prestasi
belajar anak yang rendah. Hal ini sangat berpotensi menjadikan
perselisihan antara orang tua dan guru atau pihak sekolah.

19
Saling tuding dan saling lempar tanggung jawab. Berbagai kasus
berujung pada ranah hukum yang melibatkan perselisihan antara
kedua belah pihak itu. Orang tua protes terhadap guru. Ini
menunjukkan bahwa proses komunikasi dan interaksi yang positif
tidak terbangun dengan baik.

Pada dasarnya, kewajiban orang tua peserta didik dan guru di sekolah
adalah sama. Mereka bertanggung jawab memastikan anak/peserta
didik mendapatkan pendidikan yang baik. Untuk itu, dibutuhkan
kerjasama yang baik antara keduanya untuk kepentingan anak.
Pelibatan orang tua dalam pendidikan anaknya akan terlaksana bila
telah terbangun komunikasi dan interaksi yang positif dengan guru di
sekolah.

Pertanyaan yang muncul kemudian adalah “bagaimana agar


komunikasi dan interaksi yang positif antara guru dan orang tua dapat
terbangun?”

Komunikasi yang positif dalam dunia pendidikan idealnya dapat


mengoptimalkan interaksi antara guru dan orang tua. Tujuannya agar
tercipta rasa kebersamaan dalam proses pendidikan anak untuk
mencapai hasil yang maksimal.

Oleh karena itu, guru dan orang tua peserta didik harus membangun
rasa kebersamaan itu. Komunikasi dan interaksi antara keduanya
harus berjalan dengan baik dan positif. Beberapa hal yang yang dapat
dilakukan diantaranya:

20
1. Saling menyampaikan hal positif dari diri anak
Hal ini dapat dilakukan oleh guru maupun orang tua peserta didik
adalah saling menyampaikan hal positif anak ketika di sekolah maupun
di rumah. Hal ini akan membentuk hubungan yang baik sebab
keduanya menunjukkan perhatian yang sama terhadap
perkembangan positif anak.
2. Membentuk pertemuan antara orang tua dan guru
Tentu pertemuan yang dimaksud bukan hanya dalam bentuk resmi
seperti rapat tahun ajaran baru atau saat penerimaan rapor, tetapi
pertemuan dalam bentuk yang santai dan tidak formal sehingga akan
terbentuk hubungan emosional yang baik antar keduanya.
3. Menyelenggarakan seminar atau diskusi kecil-kecilan
Salah satu pihak, baik orang tua maupun guru mengadakan seminar
atau diskusi yang ditujukan untuk orang tua peserta didik. Materi yang
disampaikan dalam seminar atau diskusi tidak hanya
memperkenalkan kurikulum dan program sekolah tetapi juga sebagai
media aspirasi dan inspirasi untuk saling membangun keberpihakan
kepada proses pendidikan anak di sekolah.
4. Orangtua melakukan kunjungan sekolah
Kehadiran orang tua di sekolah bukan hanya saat-saat tertentu saja,
seperti saat mengantar dan menjemput anaknya atau saat menghadiri
undangan rapat. Tetapi perlu juga orang tua secara mandiri hadir ke
sekolah dalam rangka mengenal sekolah anaknya dengan baik melalui
penjelasan dari pihak sekolah. Hal ini secara tidak langsung akan
menumbuhkan rasa percaya orang tua terhadap sekolah. Begitupun
sebaliknya guru percaya bahwa orang tua punya perhatian besar
terhadap pendidikan anaknya. Jika telah demikian, partisipasi orang
tua untuk turut andil dalam memajukan sekolah akan terwujud.
Berbagai bentuk partisipasi itu akan diberikan dalam berbagai bentuk
sebagai wujud dukungan terhadap proses belajar anaknya di sekolah.

21
Hal ini sejalan dengan amanat Permendikbud nomor 75 tahun 2016
tentang partisipasi orang tua peserta didik dalam memajukan sekolah
melalui komite sekolah.
5. Proaktif mencari informasi
Orang tua maupun guru perlu proaktif dalam mencari informasi
mengenai hal-hal yang terjadi pada anaknya di sekolah maupun di
rumah. Sesibuk apapun orang tua, sebaiknya meluangkan waktu
untuk berkomunikasi dengan guru maupun mendampingi anaknya
belajar di rumah. Hal ini akan menimbulkan empati yang tinggi.
Orangtua merasa senang karena guru sangat perhatian terhadap
anaknya. Begitu pula guru sangat bahagia sebab orang tua sangat
perhatian terhadap perkembangan belajar peserta didiknya.
6. Kuat menahan emosi
Orang tua maupun guru juga harus mampu bekerjasama dalam hal
menahan emosi. Jika ada hal yang tidak disetujui tentang kebijakan
sekolah maka tetap dapat dikomunikasikan dengan cara yang sopan
dan objektif. Begitu juga saat masalah itu terjadi menimpa anak.
Jangan serta merta saling menyalahkan. Tapi harus mencari informasi
pemicu masalah dan bersama memikirkan solusinya.
7. Buat grup chatting.
Grup chatting ini sangat baik untuk membangun komunikasi antara
guru dan orang tua. Hal ini memungkinkan dengan kelas dengan
jumlah yang tidak banyak. Melalui grup ini berbagai informasi bisa
diberikan dan didapatkan. Tapi tetap harus ada kesepakatan tentang
aturan dalam grup. Semua fokus pada perkembangan positif anak
bukan untuk menyebar hoaks maupun tempat diskusi terbuka yang
menyudutkan salah satu pihak.

22
Berbagai penelitian dan fakta membuktikan bahwa keterlibatan orang
tua dalam proses pendidikan anaknya akan meningkatkan prestasi,
motivasi belajar, perilaku yang baik, kehadiran peserta didik di
sekolah, sikap positif terhadap tugas dan program sekolah.

Proses komunikasi dan interaksi yang positif ini, akan terus


menumbuhkan sikap saling percaya. Orang tua merasa senang karena
anaknya mendapatkan guru yang sangat perhatian. Begitu juga guru
akan tumbuh rasa percaya diri yang berimplikasi pada meningkatnya
moral guru untuk terus berinovasi dan menumbuhkan kreativitas
dalam memberi pelayanan kepada anak dalam proses belajar.

Sumber:

Elena Aguilar. 2011. 20 Tips for Developing Positive Relationships With


Parents. https://www.edutopia.org/blog/20-tips-developing-
positive-relationships-parents-elena-aguilar

Emelina Minero. 5 Strategies for a Successful Parent-Teacher


Conference. https://www.edutopia.org/article/5-strategies-
successful-parent-teacher-conference

Heather Wolpert-Gawron. 2020. Building Better Relationships With


Parents at the Classroom, School, and District Level.
https://www.edutopia.org/article/building-better-relationships-
parents-classroom-school-and-district-level

23
Kemdikbud. 2017. Permendikbud nomor 75 tahun 2016 tentang
partisipasi orangtua peserta didik dalam memajukan sekolah
melalui komite sekolah. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan.

Simon Saulinggi, dkk. 2013. Hubungan antara komunikasi guru-orang


tua dan Profesionalisme guru dengan motivasi berprestasi siswa
Primary di global jaya international school bintaro Tangerang.
Ejournal UKI. Volume 2, Nomor 1, Januari 2013.
http://ejournal.uki.ac.id

24
ORANG TUA TERLIBAT,
PEMBELAJARAN JADI LEBIH BERMAKNA
Alphian Sahruddin
SD Negeri Kompleks IKIP I Makassar
phianshof86@gmail.com

Membangun kemitraan dengan orang tua adalah salah satu cara yang
ampuh untuk menunjukkan rasa kebersamaan dalam proses
pendidikan anak. Perspektif yang manganggap bahwa berhasilnya
proses pendidikan hanya merupakan tanggung jawab sekolah
akhirnya bergeser dengan sendirinya.

Sebagaimana yang diyakini bahwa keterlibatan orangtua dalam


pendidikan dapat meningkatkan outcome anak. Hal ini dapat terlihat
terutama dalam peningkatan prestasi akademik seperti membaca,
matematika, kematangan sikap, dan tumbuhnya kreativitas.

Seperti dikutip dari media mediaindonesia.com dipaparkan hasil riset


yang dilakukan oleh Cotton dan Wikelund (1989) dalam Nurhayati
(2016) mengenai parent involvement in education. Hasilnya terungkap
bahwa orang tua yang aktif dalam mendukung proses belajar anaknya
di rumah akan menghasilkan anak yang cerdas secara akademik jika
dibandingkan dengan mereka yang pasif.

Fenomena ini menjadi signal bahwa meskipun anak telah


menghabiskan waktu yang banyak di sekolah, mereka juga butuh
dukungan orang tua untuk menyelesaikan berbagai tugas
pengembangan belajar ketika di rumah.

25
Terlebih lagi pembelajaran masa adaptasi Pandemi Covid-19 ini.
Anak-anak diharuskan untuk melaksanakan pembelajaran
sepenuhnya dari rumah. Pembelajaran beralih dari tatap muka
menjadi pembelajaran jarak jauh. Berbagai moda pembelajaran daring
digunakan agar proses pembelajaran dapat terus berlangsung.

Dahulu ketika guru meminta peserta didik untuk mengumpulkan


tugas melalui email, peserta didik masih merasa berat karena lebih
senang mengerjakan dan mengumpulkan hasil belajarnya secara
langsung. Anak-anak merasa sekolah menjadi tempat yang nyaman
untuk menyelesaikan tugas karena langsung didampingi oleh guru.
Mereka juga dapat bertanya secara langsung jika mengalami masalah
dalam menyelesaikan tugas.

Di era pembelajaran jarak jauh ini, keterlibatan orang tua menjadi


wajib. Sebab ketika anak mengalami masalah dalam belajar, maka
satu-satunya orang terdekat yang dapat mereka mintai bantuan
adalah anggota keluarga atau orang tua. Sangat banyak masalah yang
muncul dalam proses belajar jarak jauh ini. Bahkan dikhawatirkan ada
anak yang tidak mengikuti pembelajaran selama kurun waktu yang
lama. Semua itu boleh jadi dikarenakan kurangnya keterlibatan
orangtua dalam membantu dan memotivasi anaknya.

Sekarang saatnya menggeser pola konvensional yang menganggap


orang tua tidak punya andil dalam proses belajar anak. Sebab
presentase kebersamaan anak dengan orang tua itu lebih lama jika
dibandingkan dengan waktu anak berada di sekolah.

Pelibatan orangtua dalam proses pembelajaran juga sudah diatur


dalam Permendikbud nomor 30 tahun 2017 tentang pelibatan orang
tua peserta didik dalam penyelenggaraan pendidikan. Pada pasal 2
Permendikbud ini disebutkan bahwa pelibatan keluarga pada
penyelenggaraan pendidikan bertujuan untuk meningkatkan

26
kepedulian dan tanggung jawab bersama antara satuan pendidikan,
keluarga, dan masyarakat terhadap penyelenggaraan pendidikan.

Untuk itu perlu membangun kemitraan yang kuat antara guru dan
orang tua dalam mendukung proses pembelajaran anak. Berikut
beberapa tips yang perlu dilakukan saat melibatkan orangtua dalam
proses pembelajaaran:
1. Kontak pertama yang memberi kesan menyenangkan.
Mulailah merencanakan pertemuan dengan orang tua peserta didik
meskipun hanya melalui media perantara seperti telepon atau jika
memungkinkan pertemuan secara langsung. Saat bertemu, mulailah
membuka diskusi dengan menujukkan sikap positif. Sampaikan
informasi yang membangkitkan semangat boleh juga ditambahkan
dengan memberikan pujian untuk membangkitkan semangat.
Misalnya, “Selamat datang, saya sangat senang bertemu dengan
Bapak/Ibu orang tua peserta didik hebat saya. Saya suka memiliki
ananda Faris di kelasku! Tahukah Bapak/Ibu bahwa ananda Faris
sering berbagi lelucon dengan temannya? Ini sangat menyenangkan
sehingga kelas menjadi lebih hidup juga kadang menjadi pembahasan
pengantar pembelajaran”.
2. Memberikan kesempatan kepada orang tua untuk berbicara.
Salah cara untuk mendukung keterlibatan orang tua dalam proses
pembelajaran anak adalah berikan kesempatan kepada orang tua
untuk berbicara. Beri ruang yang cukup kepada orang tua untuk
menyampaikan ide atau aspirasinya. Bisa juga jika diperlukan mereka
hadir sebagai guru tamu untuk menyampaikan materi kepada peserta
didik di kelas. Boleh jadi ada satu hal yang menginspirasi anak untuk
melejitkan prestasinya.
Misalnya, orang tua yang berprofesi sebagai polisi diberikan
kesempatan menjadi guru tamu. Tentu yang akan disampaikan bukan
mengajar sebagaimana guru mengajar. Tetapi dia dapat bercerita

27
tentang dunia polisi. Anak-anak yang yang memiliki cita-cita untuk
menjadi polisi akan menjadi bersemangat. Begitu pula mereka yang
tidak ingin jadi polisi akan tahu arti penting keberadaan polisi di
masyarakat sehingga akan timbul apresiasi anak terhadap setiap
profesi yang ada. Begitu juga menjadi motivasi bagi anak untuk
mewujudkan cita-citanya.
Untuk di wilayah pedesaan, boleh melibatkan orang tua yang
berprofesi sebagai petani, nelayan, atau pedagang yang terbukti
sukses. Beri mereka ruang bersama peserta didik untuk berbagi
inspirasi. Banyak hal yang dapat mereka ceritakan bagaimana
menggeluti profesi itu hingga sukses. Anak akan menentukan
berbagai alternatif pengembangan dirinya untuk meraih kesuksesan
dimasa depan.
3. Buat agenda yang memuat proses pendampingan dapat terus
berjalan.
Jadwal orang tua yang padat, kadang menjadi alasan mereka tidak
terlibat dalam proses belajar anaknya. Pekerjaan kantoran yang
banyak kadang harus dibawa serta ke rumah untuk diselesaikan.
Untuk itu, perlu membuat sebuah jadwal kecil yang di dalamnya ada
sedikit waktu bagi orang tua untuk mengetahui perkembangan belajar
anaknya. Paling tidak setiap hari ada waktu 10 menit bagi orang tua
untuk bersama anaknya sembari menanyakan berbagai hal, bisa juga
memberikan bantuan jika anak memiliki kesulitan dalam belajar. Ini
dibuat secara konsisten agar lama kelamaan menjadi kebiasaan.
4. Antisipasi berbagai pertanyaan atau masalah yang bisa diangkat
oleh orang tua.
Hal ini dapat diantisipasi dengan membuat semacam catatan atau
survey masalah yang sering muncul pada periode kelas yang lalu. Ini
akan menjadi pengingat ketika pertanyaan atau masalah itu muncul.
Berbagai masukan positif dari orangtua pada periode yang lalu dapat

28
menjadi bahan masukan bagi masalah yang dihadapi orang tua pada
periode saat ini ketika mendampingi anaknya belajar.
Beberapa contoh pertanyaan yang bisa dirangkum sebagai survey
masalah diantaranya:
a. Bagian mana dari pengalaman belajar anak Anda yang paling
menantang bagi Anda?
b. Apakah Anda memiliki pertanyaan tentang konten tertentu yang
ingin Anda dukung lebih lanjut?
c. Bagian mana dari pengalaman belajar anak Anda yang terasa
suportif dan bermanfaat?
Tanggapan dari survey singkat ini dapat dibagikan dengan komunitas
pengajar, dan tim kelas dapat merancang halaman "Pertanyaan yang
Sering Diajukan" untuk dibagikan kepada orang tua.
1. Buat alur untuk mencapai tujuan.
Tujuan kemitraan antara guru dan orang tua adalah untuk membuka
jalur komunikasi yang baik antara guru, keluarga, dan peserta didik. Ini
diupayakan agar dapat mendukung pengalaman belajar peserta didik
secara optimal. Orang tua pasti akan memiliki banyak sekali
pertanyaan, tetapi pada prinsipnya mereka sangat ingin melihat
anaknya sukses melalui dukungan dari berbagai pihak. Guru dapat
memberikan bimbingan secara langsung kepada peserta didik ketika
pertanyaan-pertanyaan itu muncul. Sekaligus peserta didik juga dapat
mendengarkan orang tua mereka terlibat dalam menawarkan
bimbingan mengenai bagaimana anak-anak mereka belajar.
Berdasarkan survey masalah yang dibuat sebelumnya dapat menjadi
acuan untuk tujuan belajar selanjutnya.
Misalnya, sebagian dari pemanfaatan sumber daya digital mungkin
terlihat seperti ini:

29
a. Jika anak sering berkata, "Saya selesai!" dan kita tidak yakin
apakah mereka benar-benar selesai, kita dapat mengetahui status
semua tugas mereka melalui folder tugas kelas yang ada di Google
Classroom.
b. Jika kita tidak tahu apa yang anak lakukan di sekolah, Google
Classroom adalah tempat yang tepat dikunjungi untuk melihat apa
yang sedang dikerjakan anak.
c. Jika anak sering mengatakan bahwa mereka lelah untuk
berpartisipasi dalam mengerjakan tugas harian, tawarkan waktu
jeda secara terjadwal dalam sehari untuk mengakomodasi
kebutuhan fisiologis mereka (Tidak apa-apa jika mereka
melewatkan beberapa menit di kelas!) dan jika anak benar-benar
menunjukkan kelelahan yang luar biasa, mintalah mereka untuk
menyelesaikan tugas belajarnya tidak bersamaan.
2. Bekerja sama dengan tim guru lainnya di kelas untuk lebih
menumbuhkan sikap kebersamaan dengan orangtua peserta
didik.
Sebelum melakukan pembelajaran, buatlah rencana tentang
bagaimana Anda akan menangani beberapa masalah umum yang
muncul di antara komunitas pengasuh. Sulit untuk mengatasi
kelelahan anak-anak dengan cara yang tepat ketika beberapa guru
memberikan tugas pada waktu yang bersamaan dimana mereka
menuntut anak menyelesaikan tugasnya sementara orang tua justru
memberikan waktu jeda kepada anaknya untuk istirahat sejenak.
Percakapan ini penting, dan juga merupakan peluang besar bagi
sekolah untuk membangun komunikasi dan kesepakatan tentang
bersama antara sekolah dan orang tua sehingga anak dapat terus
mengalami momen penting dalam belajar tanpa merasa kelelahan.
Begitu pula peran orangtua dalam mendampingi anak tetap berjalan
secara optimal.

30
Di masa pembelajaran jarak jauh ini tentu menimbulkan stres yang
luar biasa pada diri anak. Stres itu sendiri sebenarnya juga dibutuhkan
oleh anak. Adanya stres bisa memberikan stimulus kepada anak untuk
menjawab tantangan yang dihadapinya. Tetapi harus dipahami oleh
guru maupun orang tua peserta didik bahwa stres yang berlebihan
pada anak juga akan memberikan dampak yang buruk bagi anak.
Dampak yang paling terasa adalah menurunnya daya konsentrasi
pada diri anak. Perhatian dan memori anak dalam mengingat menjadi
menurun. Pelibatan orangtua untuk membangun kerjasama yang baik
dalam proses pembelajaran menjadikannya lebih bermakna dan paling
tidak mengurangi stres pada diri anak.

Sarah Gonser memberikan 3 tips yang bisa digunakan dalam


mengantisipasi terjadinya stres pada anak saat proses pembelajaran.

Relationships (Hubungan)

Saat pembelajaran berlangsung jarak jauh, guru berupaya melakukan


penghubungan kegiatan pembelajaran dengan kondisi yang terjadi di
rumah. Anak tidak selamanya harus mengerjakan tugas-tugas sekolah
secara sendiri. Tetapi bisa melalui bantuan dari anggota keluarga atau
tugas yang diberikan penyelesaiannya dalam bentuk aktivitas yang
membangun kebersamaan antar sesama anggota keluarga.

Routines (Rutin/Keberlanjutan)

Otak kita adalah sebuah mesin yang bekerja yang menyukai


keteraturan. Ketika lingkungan kerja kita teratur maka otak akan
mengarahkan kita pada perasaan yang senang. Tetapi harus
diperhatikan bahwa keteraturan itu tidak monoton sehingga terjadi
kejenuhan pada akhirnya. Perlu ada kombinasi antara pengerjaan
tugas tugas belajar dengan keadaan lingkungan rumah termasuk
kapan anak harus rehat. Sehingga semua berjalan terus menerus
tanpa ada hal yang memancing timbulnya stres yang berlebihan.

31
Resilience (Ketahanan)

Manusiawi jika manusia kadang dihinggapi perasaan takut atau was-


was ketika menghadapi masalah. Begitu juga peserta didik yang sering
terlihat gusar saat tertekan dengan tugas-tugas yang harus
diselesaikan. Perlu membangun lingkungan yang senantiasa
mendukung dan memotivasi anak untuk terus kuat menyelesaikan
semua tanggung jawabnya. Guru dan orang tua bersama membangun
kepercayaan diri anak bahwa semua yang dilakukan adalah hal yang
terbaik. Memberikan kepercayaan bahwa lingkungan belajarnya
aman, nyaman, dan mendukung tumbuh kembangnya.

Sumber:

Kass Minor. 2021. Making the Most of Parent-Teacher Conferences


During Distance Learning.
https://www.edutopia.org/article/making-most-parent-teacher-
conferences-during-distance-learning

Kemdikbud. 2017. Permendikbud nomor 30 tahun 2017 tentang


Pelibatan Keluarga pada Penyelenggaraan Pendidikan. Jakarta:
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Nurhayati. 2016. Keterlibatan Orang Tua dalam Pendidikan Anak.


https://mediaindonesia.com/opini/62777/keterlibatan-orang-
tua-dalam-pendidikan-anak

Sarah Gonser. 2020. 3 Ways to Reduce Stress and Build Connections


During Distance Learning. https://www.edutopia.org/article/3-
ways-reduce-stress-and-build-connections-during-distance-
learning

Terri Eichholz. 2017. New Teachers: How to Talk to Parents.


https://www.edutopia.org/article/new-teachers-how-talk-
parents-terri-eichholz

32
STRATEGI MEMBERIKAN PERAN
PRODUKTIF BAGI ORANG TUA
Alphian Sahruddin
SD Negeri Kompleks IKIP I Makassar
phianshof86@gmail.com

Menyediakan peran yang memberikan kesan bermakna terhadap


hubungan yang terbangun antara guru dan orang tua peserta didik
adalah sebuah keharusan. Perlu sebuah langkah praktis untuk
membangun hubungan yang lebih produktif dalam proses
pembelajaran anak.

Banyak cara yang dapat dilakukan untuk memberikan peran kepada


orang tua peserta didik andil dalam proses pembelajaran anaknya. Hal
ini penting untuk memberikan ruang kepada orangtua peserta didik
yang berkeinginan mengajar seperti yang dilakukan guru.

“Saya mau cerita bu Milla (wali kelas 1), pada awalnya kepilih jadi salah
satu ortu yang harus mengajar, rasanya saya bingung dan ga PD,
karena ga tau harus mengajar apa ke anak-anak. Setelah membaca
buku Munif Chatib dengan judul ‘Gurunya Manusia’ saya menyadari...
wow... ternyata menjadi guru bukan pekerjaan yang mudah. Bagi saya
untuk menarik perhatian mereka buat fokus dengan apa yang kita
sampaikan itu bukan pekerjaan yang mudah.” “Pada akhirnya hari ini,
saya dengan PD mengajar di kelas meski belum sempurna. Saya benar-
benar menikmati mengajar anak-anak. Rasanya wow dan amazing
banget. Ternyata berbagi ilmu itu menyenangkan. Terus terang kalau

33
ada program orangtua mengajar lagi, saya mau deh mengajar lagi.
Rasanya saya pengen berbagi tentang banyak hal dengan mereka.”
“Tadi aku juga perhatiin cara bu Milla memfokuskan anak-anak lho. Oh
ternyata begitu ya. Cuma ko pas saya cobain ga berhasil ya... Haha.
Ternyata beda ya yang sudah pengalaman sama belum, tapi ga
masalah. Tadi saya belajar banyak juga lho dari bu Milla dan pak Sidik.
Alhamdulillah ya anak saya diajar oleh bu Milla dan pak Sidik yang
sabar dan telaten. Saya benar-benar bersyukur dan terimakasih
banget.” Sumber: http://itqan.sch.id/

Sepenggal kisah di atas merupakan sebuah fakta nyata bahwa


pelibatan orang tua peserta didik dalam pembelajaran adalah hal yang
dapat dilakukan. Terlihat betapa sang orang tua sangat menikmati
proses yang terjadi. Meskipun di awal merasa canggung dan ragu.
Setelah mencoba melalui proses belajar melalui membaca referensi
dan melihat langsung saat guru mengajar juga terus berdiskusi
ternyata bisa.

Guru dapat memfasilitasi hal tersebut melalui forum orang tua


peserta didik untuk menentukan siapa, kapan, apa, dan bagaimana
implementasinya.

Berikut berapa tips yang dapat digunakan dalam memberikan peran


kepada orang tua peserta didik dalam membangun hubungan yang
lebih produktif dalam proses pembelajaran.
1. Semai benih unggul di awal tahun
Hal ini dapat dimulai dengan membuat komitmen bersama antara
guru dan orangtua peserta didik. Duduk bersama untuk menetapkan
program-program terbaik untuk membangun kebersamaan antara
keduanya. Semua bisa memberikan aspirasi dan semua wajib
memberikan sumbangsih positif untuk kemajuan belajar anaknya
dalam kurun waktu satu tahun kebersamaan.

34
Guru berusaha untuk memberikan keyakinan bahwa dirinya adalah
figur yang tepat untuk pendidikan anak mereka. Yakinkan bahwa
kehadiran kita adalah kebaikan untuk peserta didik.
Jangan masuk dalam pembahasan kurikulum sebelum memastikan
bahwa kita telah mengenali dengan baik orang tua peserta didik kita.
Termasuk mengenal dan mengetahui latar belakang sosial mereka.
Sebab perbendaan itu butuh cara untuk menentukan pola pendekatan
dalam membangun hubungan produktif, termasuk upaya untuk
melibatkan mereka dalam proses pembelajaran.
2. Surat Cinta untuk Ayah Bunda
Buat catatan singkat yang ditujukan untuk orang tua peserta didik.
Apa yang ditulis? Isinya adalah segala hal yang memberikan informasi
menyenangkan untuk diketahui oleh mereka. Boleh berkaitan dengan
perkembangan belajar anaknya yang terus mengalami peningkatan.
Boleh juga berisi tentang sanjungan akan partisipasi mereka dalam
mendukung semua program dan proses belajar anaknya.
Di akhir catatan, guru menyampaikan ucapan terimakasih dan boleh
juga meminta waktu luangnya jika berkesempatan membalas surat
cinta ini untuk dibacakan di hadapan peserta didik lainnya.
3. Ketika ada berita yang tidak membahagiakan
Terkadang apa yang kita sampaikan melalui Surat Cinta itu
mendapatkan balasan yang kurang membahagiakan. Bisa juga apa
yang akan kita sampaikan kepada orang tua peserta didik merupakan
hal yang akan kurang menyenangkan baginya saat membacanya.
Tetapi hal itu harus tetap disampaikan untuk diketahui untuk segera
dicari solusi dan pemecahannya bersama-sama.
Untuk itu, perlu melakukan berbagai strategi agar komunikasi dapat
tetap terjalin dengan baik.

35
• Jika masalahnya tidak terlalu berat, maka guru harus mampu
memberikan kesimpulan yang baik tentang masalah itu. Saran
dapat berupa gagasan terbaik yang mudah untuk dipahami dan
dilaksanakan. Boleh juga meminta saran ataupun pendapat dari
orang tua peserta didik yang lainnya sekiranya diskusi dua arah
belum mencapai titik temu.

• Untuk masalah yang berat atau sensitif hendaknya jangan


diselesaikan melalui surat cinta. Minta kesediaan orang tua
peserta didik untuk berkomunikasi secara langsung apakah via
telepon ataupun bertemu langsung dalam suasana penuh
kekeluargaan. Hindari berdiskusi dengan cara memojokkan atau
sifatnya menyerang pribadi. Tetap mengedepankan berdiskusi
tanpa emosi dan mencari-cari kesalahan. Diskusi dilakukan untuk
bersama-sama memikirkan solusi terbaik. Jika diskusi tetap tidak
mendapatkan solusi maka kita dapat melibatkan orang ketiga yang
dianggap mampu memberikan solusi dan berdiri pada posisi yang
netral. Hindari untuk membuat kesimpulan sepihak, tetap
berpandangan bahwa hasil musyawarah adalah kesepakatan yang
harus dijadikan pedoman dan dilaksanakan bersama secara
bertanggung jawab.
4. Angkat Teleponnya
Bukan hal yang baru, ketika kita menghadapi masalah ketidak
harmonisan hubungan orang tua dan guru cenderung mengambil
sikap mendiamkan. Membiarkan hal itu berlalu dan akhirnya
dilupakan. Sepintas ini terlihat mudah dan dianggap sebagai cara
untuk mencari aman. Akibatnya akan terjadi sikap abai terhadap
masalah yang terjadi juga menyebabkan kerenggangan hubungan
antara kedua belah pihak. Oleh karena itu, sikap mendiamkan seperti
ini sebisa mungkin dihilangkan. Apalagi pada masalah yang akan
menjerumuskan pada rusaknya hubungan produktif antara keduanya.
Buka komunikasi untuk bersama mencari solusi terbaik. Saat satu
pihak sedang mengungkapkan pendapatnya, maka kita diam dan

36
memberikannya kesempatan. Jangan dipotong dan jangan diarahkan
pada perdebatan. Jika semua keluhan atau masalah telah
tersampaikan maka guru memberikan langkah-langkah strategis yang
dapat dilakukan. Di akhir perbincangan, upayakan agar kedua belah
pihak dapat terus menunjukkan komitmen bersama untuk tetap saling
mendukung dan tetap saling menguatkan.
5. 10 Persen yang Berpengaruh
Proses musyawarah telah selesai dan menghasilkan keputusan
bersama untuk dilaksanakan. Secara mayoritas telah memberikan
dukungan, namun bisa saja ada sebagian kecil yang akan menunjukkan
sikap tidak memberikan dukungan. Sikap yang ditunjukkan mungkin
saja dalam bentuk yang kasar, sombong, memandang remeh atau
berbagai bentuk sikap yang lain. Intinya mereka tidak mendukung.
Bisa jadi juga disebabkan oleh ketidak -senangan yang arahnya lebih
bersifat pribadi. Oleh karena itu, butuh kebesaran hati dari berbagai
pihak untuk melihat ini sebagai sebuah tantangan untuk disikapi
dengan kepala dingin, penuh kesabaran, dan mengedepankan
kerendahan hati atau keramahan. Tetap perlakukan mereka yang
bertentangan dengan baik. Tetap buka komunikasi efektif dengan
mereka meskipun akan berakhir penolakan. Tetap tunjukkan perilaku
santun dan tetap tunjukan bahwa sikap penolakan tersebut tidak
berpengaruh sedikit pun terhadap pelayanan kita terhadap anaknya
dalam proses belajarnya.
Jangan ragu untuk meminta bantuan kepada siapapun untuk
mendukung proses pembelajaran yang telah kita rencanakan.
Pemberian peran kepada orang tua adalah salah bentuk meminta
bantuan itu. Kita tak perlu merasa berat untuk mewujudkannya, sebab
di luar yang kita ketahui orang tua juga pasti menunggu momen
dimana mereka merasa diberi peran. Sekecil apapun peran mereka,
akan memberikan dampak yang produktif dalam proses pembelajaran
anak.

37
Rawatlah benih yang kita semai dengan kata-kata yang baik melalui
cinta. Pastikan sang pemilik hati terpesona dengan apa yang kita
tawarkan. Jika demikian maka merekapun akan membuka dan
memberikan hatinya untuk kita. Tak semua yang kita lakukan akan
mendapatkan dukungan. Tetap beri keyakinan bahwa meskipun tak
mendapatkan dukungan, cinta kita tak pernah pilih kasih.

Sumber:

Crystal Frommert. 2020. A Strategy for Building Productive


Relationships With Parents.
https://www.edutopia.org/article/strategy-building-productive-
relationships-parents

Dani Rikman. 2017. Program Orangtua Mengajar di SD itQan Islamic


School. http://itqan.sch.id/berita/detail/24/program-orangtua-
mengajar.html.

Elena Aguilar. 2012. The Power of the Positive Phone Call Home.
https://www.edutopia.org/blog/power-positive-phone-call-
home-elena-aguilar

Jessica Cabeen. 2019. Responding Calmly to Upset Parents.


https://www.edutopia.org/article/responding-calmly-upset-
parents

38
5 STRATEGI MUDAH BELAJAR
BERSAMA REKAN GURU DI MASA
PANDEMI
Agus Sufyan, M.App.Ling.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Menginisiasi untuk melakukan kolaborasi dengan teman sejawat dan


melakukan refleksi berdasarkan data dan fakta terhadap berbagai
praktik pengembangan potensi yang dilakukan untuk menumbuhkan
perilaku kerja.

Salah satu kompetensi yang tercantum dalam kategori


pengembangan profesi guru erat kaitannya dengan prinsip gotong
royong, dimana setiap guru diajak untuk mengembangkan potensi
mereka melalui kegiatan-kegiatan yang bersifat kolaboratif.

Program mentoring, misalnya, menjadi sebuah tren terkini dimana


setiap orang yang memiliki pengalaman dapat melatih para mentee-
nya untuk mengembangkan potensi yang mereka miliki.

Tren positif ini tentu dapat dilakukan juga oleh para guru di Indonesia
dimana para guru yang ingin terus mengembangkan potensinya dapat
terus belajar melalui proses pendampingan, konseling, motivasi dan
lain sebagainya, yang dapat dilakukan mulai dari cakupan yang luas,
hingga cakupan terkecil seperti melakukan temu diskusi guru mata
pelajaran di sekolah.

39
Namun, di masa pandemi ini, tentu kita patut menyadari bahwa
banyak sekali kegiatan yang harus dilakukan secara daring.

Oleh karena itu, agar Bapak dan Ibu guru dapat terus berkolaborasi
dan berkoordinasi dengan teman sejawat untuk meningkatkan
kompetensi diri di masa pandemi ini, berikut ini adalah beberapa
langkah yang dapat diambil untuk menginisiasi kegiatan kolaborasi
dengan teman sejawat dalam rangka mengembangkan potensi untuk
menumbuhkan perilaku kerja di sekolah.

Melakukan pertemuan rutin

Dalam program ini, Bapak dan Ibu guru dapat menjadwalkan waktu
yang rutin untuk melakukan pertemuan melalui media seperti Zoom,
Skype, Google Meet, atau Microsoft Teams.

Pertemuan rutin ini dapat dilakukan dua minggu sekali, sebulan sekali,
atau bahkan seminggu sekali sesuai dengan kesepakatan bersama.

Sebagai contoh, penulis yang kini aktif menjadi mentor dalam


pendampingan beasiswa selalu menjadwalkan pertemuan dengan
para mentee-nya melalui langkah-langkah sebagai berikut:
1. Berdiskusi dan berkomunikasi melalui grup WhatsApp terkait
penjadwalan pertemuan rutin yang biasanya diadakan setiap
akhir pekan.
5. Mendengarkan perkembangan para mentee.
6. Bila perlu diadakan pertemuan mendadak, mentee dapat
mengajukan janji maksimal sehari sebelum waktu pertemuan.

40
Beberapa poin penting pada strategi ini terletak pada usaha untuk
membangun rutinitas dan juga menghadirkan kualitas pertemuan
yang efektif, bukan hanya kuantitasnya saja.

Gambar Pertemuan bulanan penulis dengan rekan mentee

Selain itu, dengan melakukan pertemuan rutin, Bapak dan Ibu guru
dapat mengatur manajemen waktu masing-masing karena tentunya
kita seringkali dihadapkan dengan berbagai kesibukan di sekolah.

Kesibukan-kesibukan tersebut tentu dapat diantisipasi saat kita


berdiskusi di awal pertemuan, dengan cara menentukan waktu yang
cocok bagi kita semua.

Persiapkan data yang relevan sebagai bahan diskusi

Dalam setiap temu diskusi, alangkah baiknya bila Bapak Ibu guru
dapat menyajikan data-data konkret terkait kendala yang mereka
alami.

41
Data tersebut dapat berupa dokumen lembar kerja siswa, bahan ajar,
bahan bacaan, hingga rekaman video pembelajaran (jika
memungkinkan).

Melalui data tersebut, diskusi dapat menjadi lebih mendalam karena


rekan sejawat dapat memberi umpan balik mereka secara objektif
terkait dengan permasalahan yang kita hadapi.

Sebagai contoh, penulis biasanya memberi kesempatan bagi para


mentee-nya untuk mempresentasikan perkembangan mereka terlebih
dahulu agar dapat memetakan kendala apa yang sebenarnya dihadapi.

Pada tahap ini, Bapak dan Ibu tentu dapat melihat secara langsung
bagaimana keadaan rekan kita secara lebih mendalam, memberikan
saran untuk mengatasi permasalahan tersebut dan bergotong royong
untuk saling membangun solusi bersama-sama.

Bila Bapak dan Ibu guru memiliki pengalaman serupa, tentu Bapak dan
Ibu dapat menjadi fasilitator diskusi yang lebih aktif untuk
membangun solusi yang dapat diimplementasikan langsung ke dalam
kelas. Misal, di masa pandemi ini, Bapak dan Ibu dapat mencari solusi
untuk mengatasi kebosanan siswa saat pembelajaran daring.

Selain proses evaluasi hingga diskusi pemecahan masalah, pada


dasarnya, kegiatan temu diskusi ini juga dapat dimanfaatkan untuk
perencanaan kegiatan belajar mengajar. Sehingga, para guru dapat
berkolaborasi untuk membuat perencanaan pembelajaran yang baik
dan hasil implementasi perencanaan tersebut dapat menjadi bahan
evaluasi untuk pertemuan selanjutnya.

42
Manfaatkan hubungan timbal balik

Seringkali program mentoring diidentikkan untuk proses


pengembangan belajar mentee saja, sehingga terkesan dampaknya
hanya dirasakan satu arah.

Lebih daripada itu, dalam kegiatan temu diskusi sebenarnya dapat


menciptakan simbiosis mutualisme dimana para guru dapat saling
bertukar praktik baik di dalam temu diskusi.

Disinilah Bapak dan Ibu guru yang memiliki pengalaman lebih pada
satu bidang dapat mempelajari ilmu baru dari guru lain yang memiliki
pengalaman di bidang lain.

Tidak dapat dipungkiri, meski kita telah banyak memakan “asam


garam” (pengalaman hidup), kita perlu memperbaharui pengetahuan
kita terkait tren pendidikan yang selalu berubah.

Sebagai contoh, penggunaan berbagai digital tools yang semakin


marak belakangan ini mungkin menjadi sebuah kendala bagi kita yang
sudah sekian tahun mengajar, namun menjadi sebuah kekuatan bagi
para guru yang masih dalam masa awal karirnya.

Hal ini tentu harus dimanfaatkan oleh kita sebagai guru ‘senior’ untuk
dapat mempelajari hal baru dari para guru ‘junior’ kita, sehingga kedua
belah pihak dapat merasakan manfaat dari peran masing-masing.

Selalu ada untuk saling mendukung

Di awal masa pandemi, kita tentu merasakan berbagai kegelisahan


dalam diri kita mulai dari pengambilan keputusan yang cepat,
melakukan tindakan dalam situasi tidak terduga seperti sekarang ini,
hingga momen-momen ketika mereka benar-benar tidak tahu harus
berbuat apa.

43
Pada tahap inilah, kegiatan temu diskusi ini akan memiliki dampak
krusial dan signifikan bagi kita karena kita dapat saling menguatkan
satu sama lain dengan saling berbagi pengetahuan baru untuk
menyesuaikan di masa pandemi ini.

Tentunya, menjadi orang yang selalu ada membutuhkan komitmen


tinggi karena kita seringkali dihadapkan dengan situasi darurat dan
membutuhkan diskusi cepat yang tentunya akan berada di luar waktu
pertemuan rutin.

Sebagai contoh, dalam lingkup kerja penulis, biasanya penulis


berdiskusi melalui grup WhatsApp untuk menjelaskan kendala yang
dihadapi saat kelas berlangsung.

Dengan begitu, setidaknya, rekan sejawat yang memiliki pengalaman


dapat memberi saran dan arahan dengan cepat melalui media
komunikasi tersebut.

Membuat pencatatan yang terstruktur

Dalam program mentoring, hampir keseluruhan aktivitasnya tertuju


pada diskusi antara mentor dan mentee. Namun begitu, ada aspek
penting yang seharusnya tidak boleh terlewatkan, yakni membuat
pencatatan yang terstruktur tentang hasil diskusi.

Mencatat hasil diskusi, masukan, saran, hingga perencanaan tindakan


lanjutannya menjadi sangat penting dalam program mentoring.

Di kemudian hari, para guru tentunya dapat mengulas kembali seluruh


konten diskusi yang telah mereka lakukan dengan rekan sejawat.

44
Sebagai contoh, penulis biasanya mewajibkan setiap mentee-nya
untuk membuat notulensi atas seluruh umpan balik yang mereka
terima dengan harapan para mentee-nya juga dapat membagi ilmunya
di kemudian hari.

Bila Bapak dan Ibu guru mengumpulkan catatan-catatan tersebut dan


terkompilasi dengan baik dan rapi, sekumpulan catatan tersebut
tentunya dapat menciptakan produk yang sangat bermanfaat dan
inspiratif bagi para guru lain sebagai referensi pembelajaran bagi
mereka.

Guru lainnya dapat mempelajari bagaimana kita berproses untuk


meningkatkan kualitas kita, menyelesaikan masalah dan kendala yang
dihadapi, dan juga mengambil tindakan berdasarkan saran dari para
rekan sejawat.

Hal ini tentunya dapat menjadi langkah yang baik untuk menciptakan
aksi kolaborasi rekan sejawat yang efektif tidak hanya di lingkungan
sekolah kita, tapi juga kepada rekan guru lainnya.

Demikianlah lima langkah yang dapat Bapak/Ibu ambil untuk


menginisiasi dan memfasilitasi kebutuhan kita untuk terus belajar dan
mengembangkan ekosistem yang kolaboratif dengan rekan sejawat
kita.

Apa yang sama-sama kita percaya adalah kita tidak bisa belajar
sendirian. Kita perlu teman seperjalanan yang memiliki frekuensi yang
sama. Ayo, berkolaborasi!

45
Sumber:

6 Tips for Mentoring New Teachers During Distance Learning


(https://www.edutopia.org/article/6-tips-mentoring-new-
teachers-during-distance-learning)

Tips for Mentoring New Teachers In-Person or Virtually


(https://www.sadlier.com/school/ela-blog/top-5-tips-for-
coaching-and-mentoring-teachers-how-to-be-successful-
mentoring-new-teachers)

46
LANGKAH SEDERHANA
MEMUPUK SIKAP ADIL PADA GURU
Agus Sufyan, M.App.Ling.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Beberapa indikator dalam model kompetensi guru yang dirumuskan


oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan tercantum dalam
kategori Pengembangan Profesi bagi guru adalah terkait dengan
praktik dan kebiasaan bekerja yang berorientasi pada anak.

Namun, dalam konteks negara Indonesia, setiap siswa tentu berasal


dari berbagai latar belakang yang berbeda, mulai dari suku, daerah,
agama, status sosial, kemampuan ekonomi keluarganya.

Hal-hal tersebut tentu menyebabkan setiap guru perlu menyadari


bahwa para siswa memiliki keunikan tersendiri.

Sayangnya, profesi guru sering dihadapkan dengan isu kesetaraan,


keberpihakan, atau kecenderungan terhadap sekelompok siswa dan
menjadikan sekelompok siswa lain sebagai korban ketidakadilan guru
mereka.

Hal ini tentu dapat memberikan rasa ketidakamanan pada siswa dan
bertentangan dengan nilai Pancasila kelima terkait dengan keadilan
sosial.

47
Namun begitu, berlaku adil pada semua siswa tentu tidak dapat
diartikan dengan memukul rata semua perlakuan kita pada semua
anak dengan harapan bahwa akan selalu ada titik tengah di antara
semua siswa.

Istilah ‘one size fits all’ tentu bukanlah jawaban untuk mengembangkan
kemampuan kita dalam menghargai dan menghormati perbedaan.

Oleh karena itu, untuk kembali merefleksikan diri kita tentang


kesetaraan dalam keberagaman dan menghormati anak sebagai
sebagai individu maupun kelompok, kita dapat melakukan beberapa
hal sebagai berikut.

Kenali setiap anak

Untuk dapat menghargai perbedaan yang ada dalam setiap kelas


mereka, para guru sudah sepatutnya mengenal setiap siswanya secara
mendalam terkait dengan latar belakang siswa yang diajarnya.

• Dari daerah mana mereka berasal?

• Apa agama yang mereka anut?


• Bagaimana keadaan ekonomi keluarga mereka?

• Apa motivasi mereka datang ke sekolah?

Tentunya pertanyaan tersebut hanyalah beberapa dari sekian banyak


pertanyaan yang harus kita temukan jawabannya.

Hal ini tentu dapat memiliki dampak yang signifikan tentang


bagaimana kita sebagai guru dapat bersikap kepada anak baik di
dalam maupun di luar kelas.

48
Bagaimana status sosial orang tua mereka dapat membedakan
bagaimana mereka bersikap di dalam kelas, atau bagaimana mereka
melihat suatu persoalan dengan perspektif yang berbeda akibat dari
perbedaan status sosial dimana mereka tinggal.

Dari memahami latar belakang setiap siswa, kita tentu dapat


memahami mereka secara lebih terperinci dan membangun
kedekatan emosional yang baik dengan para siswa kita.

Terutama, kita sebagai guru dapat memahami bagaimana kita harus


membawa keberagaman tersebut menjadi sebuah kemasan berlabel
persatuan bangsa dalam harmoni.

Memberi penilaian secara naratif deskriptif

Saat guru ingin mendapatkan penilaian utuh terkait performa masing-


masing siswanya, mulailah dengan mengumpulkan cerita
pembelajaran mereka.

• Bagaimana mereka memahami tugas yang diberi?

• Bagaimana alur berpikir mereka dalam mengerjakan tugas?


• Apa yang menjadi kelebihan dan kekurangan mereka?

• Apa yang mereka perjuangkan?

• Apakah karena ‘kelulusan’ semata atau mereka menginginkan


pengetahuan yang lebih dalam untuk meningkatkan kompetensi
mereka?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, tentu guru tidak bisa semata-


mata mendeskripsikan para siswa melalui angka semata. Tidak ada
pertanyaan tersebut dapat diselesaikan dengan memberi pilihan
jawaban seperti pilihan ganda. Terlebih lagi, tidak ada jawaban benar
dan salah untuk pertanyaan tersebut.

49
Dalam beberapa aspek penilaian, tentu guru harus dapat bersifat
objektif. Ada beberapa hal yang prinsipil dan mendasar dimana guru
harus dapat memposisikan diri mereka sebagai seorang profesional
yang sedang menilai para siswanya dan sebagai teman belajar bagi
para siswanya. Oleh karena itu, jawaban pertanyaan tersebut
seharusnya tidak menjadi acuan utama dalam menilai kemampuan
siswa, tetapi menjadi komponen pendukung dalam melakukan
penilaian untuk memahami mengapa seorang siswa berhak
mendapatkan apresiasi yang sesuai.

Apresiasi kesuksesan dan kegagalan

Ajari siswa bahwa kegagalan hanyalah bentuk lain dari data.


Ketidakadilan lahir dari bagaimana sudut pandang guru dalam melihat
kegagalan dan kesuksesan.

Seringkali ketika apresiasi diberikan pada siswa yang memiliki


pencapaian yang baik dan tidak memberikan dukungan kepada
mereka yang masih perlu meningkatkan kemampuannya, akan terjadi
diskriminasi siswa berdasarkan nilai.

Ketika seorang anak merasa malu dengan kesenjangan belajarnya, dia


akan bersembunyi dibalik kepatuhan atau keberanian yang tenang
dan bertingkah laku berbeda dengan sifat aslinya.

Karena setiap anak memiliki keunikan masing-masing, tentu akan ada


siswa yang menyikapinya dengan sangat baik dan ada pula yang
menyikapinya dengan rasa minder dan makin tidak termotivasi.

Seharusnya, dalam kelas yang adil dan setara, mereka tidak perlu
bersembunyi karena perjuangan dan kegagalan sama-sama diakui,
dinormalisasi, dan bahkan dirayakan.

50
Mari merefleksikan hal ini: Sekali seminggu, mintalah siswa bertemu
dalam kelompok untuk saling berbagi kesulitan yang mereka hadapi
dan apa yang mereka telah pelajari dalam prosesnya.

Perbedaan budaya sebagai sumber belajar

Terakhir, jangan menutup mata budaya. Saat kita ingin berlaku adil,
seringkali kita mencoba menghindari hal-hal yang bersifat sensitif dan
mengabaikan bahwa setiap siswa memiliki identitas yang perlu diakui.

Saat kita mengabaikan profil siswa, kita tentu mengabaikan


bagaimana menyampaikan peran mereka di dunia ini dan tentunya
kehilangan sumber bahan ajar yang kaya untuk belajar.

Mencoba memahami budaya siswa, melihat sisi baik dari budaya yang
berbeda, dan memahami perbedaan tersebut menjadi sebuah rasa
tenggang rasa yang dapat dipelajari dan didiskusikan di dalam kelas.

Zaretta Hammond dalam bukunya, Culturally Responsive Teaching and


the Brain, mengatakan bahwa “Ternyata, budaya adalah cara setiap
otak memahami dunia.” Budaya siswa tentunya adalah sebuah hasil
cipta karya karsa yang dibentuk di lingkungan di mana siswa menjalani
hidupnya.

Oleh karena itu, marilah bantu siswa untuk mengaktifkan nilai-nilai


budaya mereka untuk mengakses konten yang menantang mereka
untuk berpikir kritis.

Ajaklah mereka untuk berbagi pengetahuan tentang dari mana


mereka berasal, tidak hanya dengan kita tetapi juga dengan satu sama
lain (sesama murid). Hargai semua bentuk perbedaan agar siswa dapat
memahami bahwa mereka hidup bersama di dalam satu dunia yang
sama.

51
Dengan empat langkah tersebut diharapkan guru tidak hanya menjadi
seorang pengajar materi pelajaran, tapi juga menjadi ‘role model’ bagi
para siswanya dalam hal menghargai perbedaan dan bersikap adil bagi
para siswa.

Sumber:

Equity vs. Equality: 6 Steps Toward Equity


(https://www.edutopia.org/blog/equity-vs-equality-shane-safir)

How to be Fair and Ethical in the Classroom


(https://www.unl.edu/gradstudies/connections/how-be-fair-and-
ethical-classroom)

52
MENJADI GURU YANG REFLEKTIF
DI MASA PANDEMI
Agus Sufyan, M.App.Ling.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Pembelajaran jarak jauh di masa pandemi COVID-19 telah memicu


berbagai dampak dalam dunia pendidikan. Baik guru maupun siswa
mengalami transisi dan transformasi pendidikan dalam waktu singkat
yang membuat setiap orang harus dapat beradaptasi dengan cepat
demi keberlangsungan proses belajar mengajar.

Hal ini tentunya tidak berjalan secara mudah karena ada banyak
permasalahan sosial yang dihadapi di Indonesia, mulai dari kesiapan
perangkat digital, akses internet yang masih belum merata, dan
banyak lagi persoalan yang semakin bermunculan seiring
berlanjutnya permasalahan ini.

Namun begitu, setidaknya fenomena global ini tentu tetap dapat


memberi kesempatan bagi setiap guru untuk melakukan refleksi diri,
“Bagaimana saya harus menyikapi masa sulit ini?” Apa yang dapat saya
pelajari dari situasi ini?” Dalam artikel ini ada empat pertanyaan awal
yang dapat menjadi pemantik untuk bahan refleksi guru di Indonesia
di masa pandemi ini.

53
‘Akankah murid saya selalu hadir dalam kelas saya?’

Di masa pandemi ini, para guru di berbagai negara semakin memahami


pentingnya membangun hubungan baik dengan para siswanya, orang
tuanya, dan juga guru lainnya, sebagai sebuah kolaborasi untuk
melalui sulitnya masa-masa ini.

Bila pada kenormalan lama, kita sering melakukan pengecekan


presensi siswa di awal kelas, maka tentu hal tersebut menjadi sebuah
tantangan tersendiri bagi para guru di masa pandemi ini. Untuk hadir
dalam kelas daring, terkadang beberapa siswa harus melakukan usaha
lebih bahkan kesulitan, seperti mencari sinyal internet.

Sebagai contoh, penulis sering mendengar kabar bahwa beberapa


mahasiswa/i tidak dapat hadir dalam kelas daring karena adanya
pemutusan hubungan listrik sementara, atau terlambat hadir karena
harus berada di dekat pemancar sinyal di tengah balai desa.

Oleh karena itu, kita sebagai guru seharusnya dapat melihat usaha
para siswa kita dan mencoba memberikan apresiasi atas usaha
mereka yang hadir dalam kelas daring kita. Dalam hal ini, ada aspek
motivasi siswa yang harus kita tumbuhkan agar mereka dapat terus
hadir dalam kelas daring kita.

Oleh karena itu, sebagai seorang guru, selayaknya kita dapat


bersama-sama mulai melakukan refleksi diri dengan mencoba
menjalin hubungan yang tidak hanya bersifat profesional, tapi juga
hubungan interpersonal dengan para siswa kita.

54
Berikut adalah beberapa contoh aktivitas bermakna yang penulis
lakukan saat memulai kelas daring:

• Memulai pertemuan 15 menit sebelum kelas dimulai

• Menyambut siswa saat bergabung ke dalam kelas virtual dengan


ceria

• Menanyakan kabar dan keadaan para siswa saat ini

• Mendengarkan beberapa kesulitan yang dihadapi siswa

• Memberi arahan dan dukungan secara moril agar siswa dapat tetap
bersemangat di masa pandemi ini

• Berterima kasih kepada siswa (dan orang tua) yang mendukung


terlaksananya kelas daring tersebut

Gambar Berkabar melalui Google Meet sebelum kelas dimulai

Bila kita telat hadir dalam kelas daring, tentu sangat rentan bagi kita
untuk mengabaikan hal-hal tersebut karena terkadang harus berpacu
dengan waktu penyampaian materi yang terbatas.

55
Penulis pun sering kali mengalami hal yang sama. Ketika datang
terlambat dari jadwal, sedangkan materinya begitu padat, terkadang
kita harus langsung masuk pada inti pelajaran sehingga aspek-aspek
kedekatan emosional tersebut menjadi kurang terbentuk.

Bila dalam pembelajaran normal di dalam kelas, kita dapat memiliki


pendekatan emosional yang lebih kuat karena dapat melihat ekspresi
siswa secara langsung, tentunya pembelajaran daring memberikan
suasana yang berbeda.

Kedekatan emosional yang dibangun melalui aktivitas tersebut


tentunya tidak hanya menjadi sebuah pemanis dalam pembelajaran
jarak jauh, tapi juga menjadi kunci untuk meningkatkan ketertarikan
siswa dalam belajar, dan menjaga motivasi mereka untuk mengikuti
pertemuan-pertemuan virtual berikutnya.

‘Bagaimana siswa saya benar-benar menguasai mata pelajaran


saya?’

Saat pembelajaran normal, siswa sering kali merasakan kelelahan


ketika mereka dihadapkan dengan banyaknya tugas yang harus
mereka selesaikan dalam tiap mata pelajaran.

Tentunya di masa pandemi, hal ini menjadi semakin serius bagi para
guru karena siswa mungkin dapat mengalami stress saat mereka
hanya berada di rumah, sedangkan seluruh waktunya dihabiskan
untuk mengerjakan seluruh tugas saja.

Oleh karena itu, kita sebagai guru seharusnya dapat merefleksikan


lagi model penilaian yang dapat dimodifikasi untuk masa pandemi ini.
Sebagai contoh, model pembelajaran berbasis proyek dapat menjadi
salah satu pilihan yang dapat guru ambil untuk memastikan siswa
menerima dan memproses ilmu dari mata pelajaran tersebut dengan
baik.

56
Dengan membentuk kelompok kerja kecil yang didasarkan pada minat
yang sama, guru diharapkan dapat meringankan beban belajar siswa.

Secara berkelompok, siswa dapat belajar untuk bekerja dalam tim,


membagi peran mereka, mengeksplorasi kemampuan diri mereka, dan
menentukan bagaimana mereka dapat berkontribusi satu sama lain.

Dengan hal tersebut, tentu guru dapat memainkan perannya sebagai


seorang fasilitator dalam proses pengembangan proyek tersebut.

Melalui proses dialog intensif, guru dapat memahami bagaimana siswa


memecahkan masalah dan memberikan arahan dan saran terhadap
rencana mereka.

Melalui proyek kolaboratif tersebut diharapkan para siswa dapat


semakin terlibat dalam proses pembelajarannya, menyalurkan minat
sebagai bentuk peningkatan motivasi belajar, dan meningkatkan
kesadaran mereka terkait dampak positif dari minat mereka terhadap
proses pembelajaran pada mata pelajaran tersebut.

‘Apakah saya membutuhkan bantuan?’

Seringkali di masa pandemi, kita sebagai guru tentu mengalami


berbagai kesulitan, mulai kendala teknis pengoperasian perangkat
komputer, hingga penyampaian materi yang terkadang sulit dilakukan
melalui media daring.

Oleh karena itu, sangat penting bagi para guru untuk dapat meng
omunikasikan kendala tersebut dengan rekan guru lainnya atau pihak
sekolah agar dapat menyelesaikan masalah tersebut.

Pada tahap ini, komunikasi tentu memiliki peran penting agar kendala
tersebut dapat segera diatasi dan dicarikan jalan keluarnya.

57
Dalam hal ini, tentu para guru dapat bersikap jujur pada diri mereka
bahwa bahkan bila mereka tidak bisa membantu diri mereka sendiri,
mungkin lingkungan sekolah di mana mereka bekerja dapat memberi
bantuan yang dibutuhkan.

Bahkan bila sekolah pun tidak dapat memberi bantuan, setidaknya


pihak sekolah dapat berkomunikasi dengan pihak-pihak terkait
seperti organisasi lokal, pemerintah, dan institusi lainnya untuk dapat
memberikan bantuan untuk sekolah tersebut.

Kegiatan seperti pelatihan, workshop, dan temu diskusi dengan para


institusi terkait tentunya dapat menjadi beberapa kegiatan
pendukung yang mungkin menjadi semakin penting untuk diadakan di
masa pandemi ini.

Namun, sekali lagi, guru sebagai ‘frontliner’ sendirilah yang menjadi


titik penting dalam adanya kegiatan-kegiatan tersebut. Bersikap jujur
pada kendala yang dihadapi dan kemauan untuk meningkatkan
kemampuan tentu dapat menjadi bahan refleksi penting di masa
pandemi ini.

‘Sudahkah saya memiliki checklist refleksi saya?’

Dari seluruh proses refleksi diri yang dilakukan seorang guru, yang
paling penting adalah ‘Apakah kita mencatat refleksi diri kita sendiri?’

Seringkali kita meluangkan waktu untuk merenungkan apa yang telah


kita lakukan dalam kelas kita masing-masing seperti menanyakan hal
berikut ini:

• Apa saja hal yang berjalan dengan baik di dalam kelas? Apa yang
tidak?

• Mengapa tidak berjalan dengan baik?


• Apa saja yang bisa saya tingkatkan?

58
• Apa yang perlu diketahui siswa bahwa mereka melakukan
pekerjaan mereka dengan baik?

• Sumber daya apa yang mungkin Anda perlukan untuk membantu


pembelajaran menjadi lebih efektif?

Namun, sudahkah kita mencatat hasil refleksi tersebut dengan baik?


Pada kenyataannya, seringkali kita hanya menyimpannya dalam
pikiran kita saja.

Sayangnya, hasil refleksi tersebut tentu dapat menjadi sumber


pelajaran yang berbasis pengalaman nyata dan tentunya dapat
berguna bagi rekan guru lainnya.

Oleh karena itu, sebagai poin terakhir dalam artikel ini, penulis ingin
mengingatkan tentang pentingnya pencatatan dokumen atas hasil
refleksi kita saat ini yang dapat kita gunakan di kemudian hari.

Kita dapat membentuknya dalam bentuk jurnal pribadi, catatan


singkat, hingga menggunakan media daring seperti blog dan lain
sebagainya.

Sehingga, proses refleksi dan pembelajaran kita tersebut dapat


bermanfaat dan menjadi referensi bagi rekan guru lainnya yang
mungkin mengalami kendala yang sama di konteks pengajaran yang
berbeda.

Dari keempat pertanyaan diatas, tentu kita dapat melihat betapa


pentingnya proses refleksi guru di saat pandemi ini. Adanya
perubahan keadaan yang signifikan dalam proses pengajaran tentu
menyebabkan adanya perubahan dan proses adaptasi yang membuat
kita harus dapat menyesuaikan diri dengan keadaan.

59
Keempat pertanyaan tersebut hanya sebagai pemantik untuk refleksi
mandiri yang lebih mendalam. Tentunya, guru diharapkan dapat terus
meningkatkan kualitas diri mereka melalui proses refleksi diri
berkelanjutan agar terus dapat beradaptasi dengan perkembangan
zaman.

Sumber:

What Educators Are Learning during the Pandemic


(https://www.edutopia.org/article/what-educators-are-learning-
during-pandemic)

Meaningful Teacher Reflection


(https://theinspiredclassroom.com/2019/10/meaningful-
teacher-reflection/)

60
SISWA LELAH BELAJAR?
APA STRATEGI GURU MENYEGARKAN
MEREKA KEMBALI?
Elok Satiti
SMP Negeri 259 Jakarta

Profesi guru adalah profesi yang menantang. Profesi ini


membutuhkan berbagai kemampuan dan keterampilan. Menjadi guru
tidak hanya memerlukan pengetahuan akademik tapi sangat
membutuhkan kematangan emosi. Dalam menjalankan profesinya,
guru banyak menghadapi keadaan yang membutuhkan kedewasaan
emosi atau kematangan pribadi. Kompetensi kepribadian merupakan
salah satu kompetensi yang harus dimiliki guru. Guru akan
menghadapi berbagai keadaan yang sangat menantang terkait
berbagai perilaku yang memancing emosi. Salah satu bentuk emosi
tersebut adalah kemarahan. Kemarahan akan timbul ketika
menghadapi keadaan yang memancing emosi untuk marah.
Sementara kemarahan itu sendiri tidak bisa memecahkan masalah
malah menimbulkan masalah baru. Keadaan yang bisa menimbulkan
emosi kemarahan misalnya adalah ketika siswa menunjukan perilaku
yang mengganggu proses pembelajaran dan tentu bukan tanpa sebab.

61
Untuk itu guru harus bisa memahami apa yang membuat siswa bosan
atau tidak perhatian dan bagaimana mengambil langkah untuk
mencegah hal itu terjadi.

Ada banyak hal yang memicu kebosanan siswa antara lain:


1. Durasi pembelajaran yang lama. Durasi pembelajaran memang
hanya dua kali empat puluh menit per pertemuan. Bagi guru itu
mungkin waktu yang singkat untuk menyampaikan materi
pembelajaran dan mengembangkan berbagai kompetensi siswa.
Tapi bagi siswa, terutama beberapa siswa yang memiliki
kemampuan konsentrasi rendah, waktu tersebut cukup lama.
Secara rata –rata siswa bisa fokus Selama sepuluh menit. Setelah
itu kegiatan harus berganti. Tapi kadang –kadang guru
menghadapi dilema ketika menyampaikan konsep atau prosedur
yang membutuhkan waktu yang lebih lama.
7. Materi yang terlalu banyak. Sebaiknya materi pembelajaran
memang dipotong sesuai agar siswa mudah memahami. Tetapi
kadang kadang memang ada materi yang harus disampaikan
secara keseluruhan sehingga agak panjang.
8. Kegiatan pembelajaran yang tidak menarik. Guru selalu berusaha
membuat kegiatan pembelajaran itu menarik bagi siswa. Tapi
sebagaimana kita ketahui kegiatan yang kita anggap menarik
belum tentu menarik bagi siswa.
9. Kurang keberagaman materi ajar. Ada beberapa materi ajar yang
membutuhkan waktu cukup lama untuk menyampaikannya. Hal
ini otomatis akan membuat materi kurang bervariasi. Hal ini juga
bisa menimbulkan kebosanan pada siswa.
10. Siswa kurang terlibat aktif di pembelajaran. Menjadikan siswa
aktif dalam pembelajaran adalah tujuan utama guru. Kadang guru
sudah merancang kegiatan sedemikian rupa agar siswa aktif, yang

62
terjadi adalah ada beberapa siswa yang tidak mau aktif. Akhirnya
pembelajaran menjadi membosankan.
11. Materi yang sulit dipahami siswa. Tidak bisa dipungkiri bahwa
tidak semua materi ajar mudah dipahami. Pasti ada beberapa
materi yang siswa kesulitan memahaminya. Guru menyampaikan
materi semudah mungkin. Tapi tidak semua siswa memiliki
kemampuan menangkap yang sama. Hal ini memicu kebosanan.

Hal hal tersebut di atas lazim terjadi dalam proses pembelajaran. Guru
memang harus pintar mengelola pembelajaran. Tapi kadang ada
keadaan yang memaksa guru menyampaikan pembelajaran yang
membuat siswa bosan. Ada cara yang dianjurkan untuk mengurangi
atau untuk meredakan ketegangan siswa. Salah satunya adalah
seperti yang tertulis di laman edutopia video yang berjudul Getting in
tune to soothe the nervous system. Kegiatan itu adalah bernyanyi dan
bersenandung. Bernyanyi atau bersenandung bisa meredakan
ketegangan otak siswa dan bisa membuat siswa tenang kembali.
Kegiatan menyanyi atau bersenandung itu seperti olahraga untuk
sistem saraf. Semakin kuat system syaraf kita semakin baik kita
mengendalikan berbagai respon yang kita terima. Ketika bernyanyi
atau bersenandung apa yang terjadi dengan sistem pernapasan kita?
Apakah detak jantung kita berubah? Apakah kegiatan ini menciptakan
sensasi fisik yang positif atau netral? Bila iya. Berarti kegiatan ini akan
sangat bermanfaat untuk meredakan ketegangan. Ketika sistem saraf
sudah teratur, system berpikir di otak kita akan kembali normal, otak
siap bekerja kembali.

Guru bisa melakukan kegiatan bernyanyi atau bersenandung ketika


pembelajaran dirasa sudah cukup melelahkan siswa. Kegiatan ini bisa
dilakukan dengan bernyanyi atau bersenandung bersama seluruh
kelas siswa atau sekelompok siswa tertentu, atau bisa juga dilakukan
hanya meminta dua atau tiga siswa yang senang bernyanyi atau
bersenandung untuk melakukannya di depan kelas. Siswa lain yang

63
kurang suka bernyanyi atau bersenandung bisa mendengarkan atau
beristirahat. Kegiatan ini bisa dilakukan selama beberapa menit tanpa
mengganggu proses pembelajaran secara keseluruhan. Lagu yang
dipilih bisa saja lagu yang memang akrab bagi seluruh siswa. Sehingga
semua siswa bisa ikut bernyanyi atau bersenandung. Kegiatan ini juga
bisa dikembangkan dengan guru memutarkan instrumental lagunya.
Atau kegiatan divariasikan dengan mengubah syairnya dengan syair
yang memotivasi atau membuat acapella.

Pada masa pandemi seperti sekarang ini, dimana pembelajarannya


masih dilakukan secara jarak jauh yang biasanya pembelajaran
dilaksanakan melalui zoom atau google meet, kegiatan menyanyi
mungkin agak sulit dilakukan. Kegiatan lain apa yang bisa kita lakukan
untuk mengurangi stres?

Ada beberapa kegiatan yang bisa kita lakukan untuk membantu siswa
kita mengatasi stres atau ketegangan yang timbul dalam kegiatan
pembelajaran. kegiatan-kegiatan yang bisa dilakukan antara lain:
1. Mendorong refleksi
Refleksi bisa dilakukan secara sederhana dengan bertanya pada siswa
kita melalui aplikasi WA. Kita meminta siswa menuliskan hal hal yang
yang membuat mereka merasa stres. Dan juga meminta mereka
menyampaikan hal hal yang membuat mereka merasa nyaman dalam
melaksanakan pembelajaran. Hasil jawaban siswa bisa menjadi topik
diskusi di kelas virtual. kemudian guru dan siswa bersama-sama
mencari jalan keluar yang menyenangkan semua pihak

64
2. Membangun hubungan yang baik antar siswa
Bagi siswa sekolah menengah, apa yang menjadi pendapat teman
tentang diri mereka sangatlah penting. Di masa masa ini siswa
membutuhkan teman atau orang yang lebih tua yang akan
mendampingi mereka. Mereka membutuhkan orang yang bisa diajak
bicara tentang kegalauan mereka. Orang yang dibutuhkan adalah
orang yang pernah mengalami seperti apa yang mereka alami. Jadi
orang yang paling tepat adalah kakak kelas mereka. jadi siswa siswi ini
perlu membuat forum untuk tempat berdiskusi dengan kakak kelas
mereka
3. Memperkenalkan mindfulness atau berkesadaran
Mindfulness atau berkesadaran adalah kegiatan relaksasi yang sangat
bagus. Kegiatan yang membuat siswa fokus pada apa yang dipikirkan,
pada apa yang dirasakan, pada lingkungan sekitar pada saat ini adalah
mindfulness. Apa yang harus dilakukan untuk mencapainya?
Memusatkan perhatian pada sesuatu, bermeditasi, mendengarkan
musik yang membuat nyaman, merasakan ketenangan dari ujung kaki
ke kepala, memusatkan perhatian pada gambar yang menyejukkan
mata adalah hal hal yang dilakukan dalam mindfulness. Memang tidak
mudah melatih siswa praktik ini. Tapi praktik ini bisa dilakukan sedikit
demi sedikit dan akan membawa hasil yang memuaskan

65
4. Membuat kelas ramah kesalahan
Kesalahan adalah hal yang sangat manusiawi. Tiap orang pasti pernah
membuat kesalahan. Sangat penting bagi guru untuk membuat kelas
yang ramah akan kesalahan. Artinya membuat kesalahan adalah hal
yang wajar. Siswa yang membuat kesalahan tidak boleh ditertawakan
atau dimarahi. Guru harus mampu membuat kelasnya menerima
kesalahan sebagai hal yang wajar. Hal ini mungkin bisa dilakukan
dengan memberi contoh. Guru membuat kesalahan dan biarkan siswa
mengoreksinya. Guru menunjukkan penghargaan akan koreksi yang
diberikan siswa dan memperbaiki kesalahannya.
Bagaimana bapak ibu? apakah anda mengalami situasi yang sama?
Penulis yakin dan percaya sebagai pendidik abad 21, di masa pandemi
ini alangkah baiknya kita bisa juga merasakan apa yang murid rasakan.
Iya, mengajar dengan empati, kita harus mengetahui kapan saatnya
harus berhenti sebentar dan melaju kembali.

Sumber:

https://www.edutopia.org/article/stress-schools-increasing-simple-
strategies-stay-calm

Getting in tune to soothe the nervous system


https://www.edutopia.org/video/getting-tune-soothe-nervous-
system

Creating Calm in Your Middle School Classroom


https://www.edutopia.org/article/creating-calm-your-middle-
school-classroom

66
MENGEMBANGKAN HUBUNGAN
YANG SEHAT ANTAR WARGA SEKOLAH
UNTUK MENUMBUHKAN SIKAP
GOTONG ROYONG MENUJU PROFIL
PELAJAR PANCASILA
Elok Satiti
SMP Negeri 259 Jakarta

Dalam kurikulum yang disederhanakan disebutkan salah satu tujuan


pendidikan adalah mengarahkan siswa untuk memiliki profil pelajar
pancasila. Profil pelajar Pancasila adalah pelajar sepanjang hayat yang
memiliki kompetensi global dan berperilaku sesuai dengan nilai nilai
Pancasila. Adapun salah satu karakter yang dikembangkan untuk
mencapai profil pelajar Pancasila adalah gotong royong. Gotong
royong tidak hanya berdampak baik bagi bagi kehidupan sosial siswa
tapi juga sangat penting dalam pembelajaran.
Bahkan saat ini pembelajaran kolaboratif yang melibatkan gotong
royong sangat dianjurkan dan terbukti bisa meningkatkan kompetensi
siswa.
Sayangnya mengembangkan sikap gotong royong saat ini sudah
sangat sulit dilakukan. Perkembangan penggunaan gadget membuat

67
banyak siswa lebih banyak menghabiskan waktu sendiri. Hal ini
menyulitkan guru untuk mengembangkan sikap gotong royong.
Kegiatan komunikasi lebih banyak dilakukan melalui media sosial.
Kegiatan gotong royong sangat memerlukan proses pengenalan dan
pendekatan hubungan secara personal agar hasilnya maksimal. Untuk
itu kegiatan pembelajaran yang menimbulkan kedekatan emosional
sangat diperlukan. Guru dianggap sebagai sosok yang sangat bisa
menumbuhkan kedekatan emosional. Dengan harapan kedekatan
emosional yang tercipta antara guru dan siswa atau antara satu siswa
dengan siswa lain akan bisa membuat siswa nyaman dan percaya diri.
Yang pada akhirnya lingkungan yang bergotong royong untuk
meningkatkan kualitas pembelajaran akan tercipta. Ketika seseorang
memiliki kedekatan yang konsisten, zat oxytocin dalam otak akan
dilepaskan. Zat ini memiliki efek yang positif perkembangan otak.
Apa yang bisa dilakukan oleh guru untuk meningkatkan hubungan
emosional yang dekat dengan siswa?
Berikut ini ada beberapa cara yang bisa dilakukan.
1. Ucapan salam yang dilakukan secara personal. Salam yang hangat
kepada siswa secara langsung dengan memanggil namanya akan
menciptakan kedekatan yang hangat. Salam ini dilakukan secara
pribadi bila bertemu di mana saja tidak hanya di kelas.
2. Kenali siswa kita dengan mencari tahu bagaimana sesungguhnya
keadaan keluarganya atau harapan dan cita- citanya. Ngobrol
sebanyak-banyaknya dengan siswa di tiap kesempatan
3. Buka percakapan tentang kegiatan sehari hari atau hal-hal yang
terjadi di lingkungan siswa. Percakapan sederhana ini akan
memicu kedekatan secara personal.
4. Perlakukan siswa sebagai individu yang utuh yang kita hormati.
Siswa adalah pribadi utuh yang unik yang tidak sama antara satu
dengan yang lain. Mereka memiliki karakter yang berbeda satu
sama lain yang membutuhkan gaya komunikasi yang berbeda

68
pula. Mereka juga memiliki kebutuhan yang berbeda pula. Ketika
kita sebagai guru memperlakukan mereka sebagai pribadi utuh
dengan mempertimbangkan karakter dan kebutuhan mereka,
mereka akan merasa senang sehingga kedekatan secara personal
akan tercipta.
5. Membuka diri ke siswa bahwa kita juga manusia yang lemah dan
banyak berbuat kesalahan juga akan meningkatkan kedekatan.
Karena siswa akan melihat kita sebagaimana dirinya sendiri.
6. Memiliki hubungan dekat yang tulus secara pribadi dengan
misalnya membicarakan hal hal yang umum atau meminta
pendapat mereka akan suatu kejadian.
7. Memberikan pujian akan hal kecil yang mereka capai juga akan
mendekatkan hubungan personal. Seorang guru harus hati-hati
terkait memberikan pujian. Karena pujian yang basa- basi akan
memberikan efek lain. Pujian harus dilakukan karena siswa
mencapai prestasi tertentu. Hal hal sederhana ketika melihat
siswa bersisir rapi sementara biasanya berantakan juga sudah
cukup mampu meningkatkan hubungan personal.
Masih banyak lagi kegiatan kegiatan lainnya yang bisa kita lakukan
untuk meningkatkan kedekatan hubungan dengan siswa. Ada
beberapa kegiatan yang penulis lakukan untuk meningkatkan
hubungan antara guru dan siswa atau antara siswa dengan siswa lain.
Kegiatan itu adalah menyebutkan hal baik yang telah dilakukan hari
ini. Kegiatan ini juga sebagai refleksi.
Ketika pembelajaran selesai, guru menyebutkan hal hal baik yang
telah siswa lakukan hari itu. Guru secara langsung menyebut nama
siswa yang telah melakukan hal baik. Misalnya siswa tertentu kita
sebut namanya kita katakan kita sangat menghargai keaktifannya
dalam mengikuti pembelajaran. atau siswa yang lain kita berterima
kasih karena telah membantu teman yang kesulitan. Kemudian agar
suasana bekembang kita bisa membuat kegiatan lain, misalnya dengan

69
membuat semacam papan komentar yang ditempelkan di dinding
kelas.

Siswa diminta menuliskan hal-hal positif tentang temannya dengan


menggunakan bahasa indonesia atau bahasa Inggris. Bila
menggunakan bahasa Indonesia sebaiknya dalam bentuk deskripsi,
sedangkan bila menggunakan bahasa Inggris bisa satu atau dua kata
sekaligus untuk meningkatkan perbendaharaan kata siswa. papan
komentar secara periodik kita ganti.
Siswa akan merasa senang memberi komentar tentang temannya
sekaligus juga membaca komentar tentang diri sendiri dari teman
yang lain Komentar yang positif akan sangat mengeratkan hubungan
emosional siswa. Siswa akan sangat berterimakasih dengan komentar
positif temannya. Guru juga bisa secara kreatif mencari cara lain
meningkatkan hubungan antar guru dengan siswa atau antar siswa
dengan siswa lain.
Guru dapat menggunakan kegiatan-kegiatan yang disarankan atau
pengalaman di atas untuk meningkatkan hubungan yang lebih
personal antara satu siswa dengan siswa lainnya. Tentunya perlu
dilakukan modifikasi di sana sini agar lebih natural. Sesuai dengan
kealamiahan pergaulan antar siswa atau sesuai dengan keadaan
masing masing sekolah. Guru bisa merancang kegiatan lain
berdasarkan kegiatan kegiatan yang disarankan di atas tadi sesuai
versi masing masing, tujuan utamanya adalah meningkatkan
hubungan emosional yang erat antara guru dan siswa atau antar siswa
satu dengan siswa yang lain untuk menumbuhkan budaya gotong
royong.

Sumber:

The Power of Relationships in Schools


https://www.edutopia.org/video/power-relationships-schools

70
MENJADI GURU YANG EFEKTIF
Elok Satiti
SMP Negeri 259 Jakarta

Guru adalah profesi yang mulia. Semua orang hebat pasti pernah
menjadi murid. Seorang guru yang hebat akan membuat siswanya
hebat juga. Menjadi guru bukan pekerjaan yang mudah. Guru yang
berhasil adalah guru yang efektif. Perlu usaha keras bagi seseorang
untuk menjadi guru yang efektif. Guru yang efektif akan memberi
banyak manfaat bagi lingkungannya. Guru efektif adalah guru
pembelajar. Guru seyogyanya selalu belajar dan membuat perbaikan
perbaikan dalam profesinya. Ada beberapa hal yang harus dilakukan
agar bisa menjadi guru yang efektif.

1. Nikmati profesimu
Tiap orang memiliki passion-nya masing masing. Orang yang bekerja
sesuai passion akan lebih sukses karena lebih total dalam bekerja.
Orang yang bekerja sesuai passion tidak akan menganggap
pekerjaannya sebagai beban tapi sebagai hobi. Orang yang melakukan
pekerjaan sebagai hobi akan sangat menikmati setiap momen dan
tidak merasa lelah. Orang itu akan selalu mengembangkan diri dan
profesinya. Untuk itu ketika kita sudah menjadi guru ya kita harus
menikmati dan bangga dengan profesi tersebut. Sudah selayaknya
guru menjadikan profesi sebagai passion-nya.

71
2. Membuat perbedaan
Menjadi guru bisa saja menjalani profesi ini dengan biasa biasa saja.
Dalam arti melaksanakan proses pembelajaran yang biasa biasa saja.
Tapi menjadi guru efektif adalah pilihan. Dan ketika kita memutuskan
menjadi guru yang efektif kita harus membuat perbedaan perbedaan.
apa saja yang bisa kita lakukan? Banyak sekali misalnya kalau sudah
lazim siswa menghormati guru bagaimana kalau kita balik? Guru yang
menghormati siswa. Siswa datang ke sekolah dengan berbagai
keadaan yang kita tidak tahu. Mungkin di rumah dimarahi orang tua
karena masalah sepele. Mungkin uang sakunya kurang karena orang
tua sedang kesulitan dan banyak kemungkinan yang lan. Guru
membuat perbedaan dengan menghormati siswa yang beragam
keadaannya disebut. Dengan mengajak berbicara dengan penuh
pengertian atau memberi salam yang ramah sebagai penerimaan kita
akan keadaan mereka. Kita akan melihat hasilnya sungguh luar biasa.

3. Sebarkan sikap positif


Sikap yang positif akan menghibur dan menguatkan. Sikap positif akan
tercermin dari cara kita berbicara, bahasa tubuh, atau ungkapan kata
kata yang kita pakai. Sikap positif akan menyebar ke sekitar kita.
Memang tidak mudah bersikap positif sementara kita sendiri sebagai
guru memiliki banyak masalah yang membebani. Tapi juga tidak adil
bagi siswa kita ketika mereka harus menanggung masalah kita dengan
melihat kita bersikap negatif terhadap mereka. Oleh karena itu
bersikap positif biarkan sikap positif kita menulari sekitar kita
terutama siswa siswi kita. Sehingga tugas kita sebagai agen
pembelajar akan tercapai.

72
4. Miliki hubungan pribadi yang indah dengan siswa
Setiap siswa adalah unik. Mereka memiliki impian, harapan, kesulitan,
kelebihan dan kekurangan masing masing. Sebagai guru kita harus
mengerti seperti apa siswa kita. Dan juga siswa harus tahu seperti apa
kita. Ketika masing masing saling memahami akan tercipta hubungan
kemanusiaan yang baik. Hubungan yang baik akan menciptakan rasa
nyaman di kedua belah pihak sehingga proses pembelajaran akan
lebih berhasil

5. Tuluslah dalam mengajar


Seorang guru sebaiknya memberikan 100 persen kemampuannya
dengan tulus. Berikan semua kemampuan kita untuk membentuk
karakter dan mengembangkan kompetensi siswa. Guru harus
menganggap siswa kita sebagai anak kita sendiri yang kita harus bantu
untuk suatu saat mandiri dan mampu bertahan hidup dengan baik.
Ketulusan guru dalam mengajar akan sangat membantu siswa
mencapai kompetensi yang diharapkan. Seorang guru seyogyanya
tidak berpikir apa yang kita peroleh kalau kita bersikap baik pada
siswa. Guru yang tulus tidak akan meminta apapun dari segala
kebaikan yang dilakukan pada siswanya. Kebaikan akan menuai
kebaikan.

6. Rencanakan kegiatan dengan baik


Tugas utama guru adalah merencanakan pembelajaran.
Melaksanakan pembelajaran dan mengevaluasi pembelajaran. Semua
itu tidak akan terlaksana dengan baik bila guru tidak teratur
mempersiapkan semua tahapan dengan sebaik baiknya. Buat daftar
apa saja yang harus dilakukan di tiap fase dan lakukan semua dengan
cermat dan terorganisir. Pastikan sebelum semua pembelajaran
dimulai semua komponen dalam tugas guru telah siap digunakan. Buat
catatan penting di tiap fase nya. Langsung tuliskan di buku catatan
sebagai alat refleksi untuk pembelajaran berikutnya.

73
7. Siap menerima kritik dan berpikiran terbuka
Ketika kita melakukan pekerjaan pastilah ada hal hal yang tidak sesuai
dengan rencana. Ketika ada kritik jangan anggap sebagai
penghakiman tapi anggap sebagai masukan untuk memperbaiki diri.
Terbuka dan siap menerima kritik dan saran akan sangat berguna
untuk pengembangan diri kita.

8. Membuat patokan
Ketika kita mengajar kita membuat patokan apa yang boleh atau tidak
boleh dikerjakan. Hal hal ini kita kompromikan ke siswa kita. Kita
sebagai guru dan siswa harus mematuhi patokan tersebut. Karena kita
akan dilihat siswa kita sendiri apakah kita mampu melaksanakan
patokan tersebut atau tidak.

9. Kembangkan diri
Kembangkan diri dengan mencari inspirasi dari berbagai sumber. Ada
istilah belajar seumur hidup. Seorang guru adalah seorang pembelajar
juga. Guru harus senang belajar. Belajar dari berbagai sumber, bahkan
belajar dari siswanya juga. Seorang guru harus senang membaca
berbagai hal untuk mengembangkan diri. Guru juga bisa belajar dari
berbagai media sosial seperti instagram. Facebook, youtube, pinterest,
blog, dan lain-lain.

10. Sesuaikan diri dengan perubahan


Perubahan akan selalu ada karena yang tidak berubah adalah
perubahan itu sendiri. Sesuaikan diri dengan perubahan. Perubahan
kadang membuat kita tidak nyaman tapi apapun yang terjadi kita
harus beradaptasi dengan perubahan itu dan ini artinya kita harus
membuat perubahan di sana sini untuk menyesuaikan diri dengan
perubahan itu

74
11. Buat refleksi
Refleksi adalah kegiatan yang sangat penting dalam pembelajaran.
Mengajar bukan kegiatan yang sempurna. Pasti ada banyak kegagalan
dalam pembelajaran yang kita rancang. Tapi kegagalan tersebut bisa
kita jadikan pembelajaran untuk menjadi lebih baik di kemudian hari.
Kenali kekurangan diri kita dan pembelajaran yang telah kita lakukan
untuk perbaikan di masa yang akan datang

Kesebelas praktik di atas bila dilaksanakan dengan sebaik-baiknya


akan membuat kita menjadi guru yang efektif. Bagi calon guru poin
poin ini akan memberikan bekal dan membantu memahami profesi
yang akan dijalani. Bagi Anda sendiri, poin-poin manakah yang sudah
Anda lakukan? Apa refleksi Anda? Apa yang sudah baik? apa yang
perlu dikembangkan? Ingat bahwa Guru adalah pembelajar sepanjang
hayat yang haus akan kebutuhan belajar.

75
Sumber:

11 Habits of an Effective Teacher


https://www.edutopia.org/discussion/11-habits-effective-
teacher

https://www.edutopia.org/discussion/11-habits-effective-teacher

76
MENGURANGI BUDAYA MENYONTEK
SISWA
Wagini
SMPN 17 Tangerang Selatan

Menyontek merupakan suatu fenomena pendidikan yang sering dan


bahkan selalu muncul menyertai aktivitas proses belajar mengajar
sehari–hari. Fenomena ini jarang dibahas mungkin karena
kebanyakan pakar menganggap persoalan ini sebagai sesuatu yang
sifatnya sepele, padahal masalah menyontek sesungguhnya
merupakan sesuatu yang sangat mendasar.

Menurut Nugroho (2008) mengutip sebuah artikel dalam harian Jawa


Pos yang memuat hasil polling siswa-siswi SMP di Surabaya mengenai
persoalan menyontek, menyebutkan bahwa 89,6% siswa masih suka
menyontek. Diperkuat hasil penelitian Halida (2007) di enam kota
besar di Indonesia (Makasar, Surabaya, Yogyakarta, Bandung, Jakarta
dan Medan), yang menyebutkan hampir 70% responden menjawab
pernah melakukan praktik menyontek ketika masih sekolah maupun
kuliah, artinya mayoritas responden penelitian pernah melakukan
kecurangan akademik berupa menyontek.

77
Bagaimana cara mencegah siswa menyontek saat mengerjakan tugas
atau saat ujian? Pada masa pandemi ini telah sering pertanyaan ini
muncul, karena banyak pendidik yang mengkhawatirkan kualitas
pembelajaran dan kemungkinan siswa menyontek saat ujian.

Nah, untuk memecahkan akar masalah yang berhubungan dengan


budaya menyontek ini, ada baiknya para guru untuk merenungkan dua
pertanyaan ini,

“Mengapa siswa menyontek?”

“Bagaimana guru sebagai pendidik dapat menciptakan budaya yang


menghilangkan keinginan untuk berbuat curang atau menyontek?”

Untuk menghilangkan godaan menyontek, guru perlu menerapkan


strategi yang bisa mengurangi kebiasaan menyontek.

Apa saja strategi yang bisa dilakukan? Nah, disini ada 9 strategi untuk
menciptakan budaya jujur sehingga menghilangkan kebiasaan
menyontek.

78
1. Penggunaan bahasa yang tepat
Kadang-kadang, penyampaian guru kurang tepat sehubungan dengan
penilaian, yang menekankan pada nilai yang benar. Oleh karena itu,
dalam pembelajaran, perlu menggunakan lebih banyak pertanyaan
terbuka dengan "Mengapa" atau "Bagaimana." Guru meminta siswa
menjelaskan bagaimana mereka memecahkan masalah dan
memberikan lebih banyak poin pada penilaian untuk menunjukkan
proses berpikir dan pemecahan masalah. Saat siswa bertanya, maka
berikan kembali pertanyaan yang mendorong siswa menjawab
pertanyaan menurut pemikiran mereka
2. Penyelarasan antara tujuan, proses, dan penilaian
Penyelarasan tujuan pembelajaran, proses kegiatan, dan penilaian
sangat penting untuk mengurangi kecurangan. Tujuan pembelajaran
memberikan kejelasan tentang harapan. Ketika siswa mengetahui
bahwa tujuan pembelajaran mewakili ujian, mereka tidak memiliki
kecemasan dalam menjalani ujian. Mereka dapat mempersiapkan diri
untuk penilaian dengan lebih baik.
3. Penilaian yang periodik
Penilaian yang sering dilakukan secara periodik, teratur akan
mengurangi kecemasan terhadap tes atau ujian. Dan memberikan
umpan balik yang tepat waktu kepada siswa tentang pembelajaran
mereka akan memberikan kejelasan dari hal yang mereka belum
ketahui. Dengan cara ini akan menciptakan budaya di mana siswa
dapat diberi penghargaan atas kemajuan yang dicapai dan
pembelajaran mereka dari kesalahan.

79
4. Pemberian tes diagnostik
Sebelum dilaksanakan penilaian, siswa diberikan tes diagnostik secara
mandiri. Mereka menentukan jawaban yang benar, masalah apa yang
ditemui, apa yang penting untuk diketahui, dan bagaimana mereka
dapat mempelajari atau mempersiapkan diri dengan lebih baik.
Biasanya penulis meminta siswa membuat jurnal mengenai
pembelajaran yang sudah dilakukan dengan menuliskan apa saja yang
sudah dipelajari, bagian mana yang paling disukai, kemudian bagian
mana yang mengalami kesulitan, serta menuliskan apa yang akan
dilakukan. Selama pembelajaran daring penulis meminta siswa
menuliskan jurnalnya di google classroom.
5. Penggunaan desain tes yang tepat
Bentuk penilaian yang dilakukan guru mempengaruhi kondisi mental
siswa. Sebaiknya siswa diberitahu struktur dan formatnya, sehingga
mendorong kesadaran siswa untuk melakukan langkah-langkah
persiapan sebelum mengikuti ujian.
6. Penggunaan desain pertanyaan yang tepat
Guru dapat membuat pertanyaan yang menghilangkan satu jawaban
pasti dan memperkuat proses pembelajaran. Pertanyaan berfokus
pada pemecahan masalah atau proses berpikir siswa. Opsi lainnya
adalah menggunakan pertanyaan bergaya kreasi dengan meminta
siswa membuat contoh. Guru juga memberikan masalah yang
diselesaikan oleh siswa.

80
7. Penggunaan panduan ujian
Menggunakan panduan yang jelas saat ujian akan membantu siswa
mengidentifikasi kinerja dan strategi mereka untuk meningkatkan
pencapaian.
8. Mengarahkan kemampuan metakognitif
Dalam hal ini siswa dapat ngembangkan kemampuan melalui tahapan
kecakapan dari mengidentifikasi, membuat catatan, menjelaskan
tindakan, dan memberdayakan berpikir kritis dalam menjawab
pertanyaan.
9. Penggunaan Rubrik
Dengan menggunakan rubrik maka kriteria penilaian jelas sehingga
siswa dapat dengan tenang melaksanakan penilaian tidak terpikir
untuk menyontek.

Itulah berbagai strategi yang bisa diterapkan sebagai upaya


mengurangi atau menghilangkan budaya mencontek. Semoga
bermanfaat untuk para guru dalam mengelola proses pembelajaran.

Sumber:

https://www.edutopia.org/article/8-ways-reduce-student-cheating

https://id.wikipedia.org/wiki/Metakognisi

https://www.edutopia.org/article/how-help-students-focus-what-
theyre-learning-not-grade

https://www.edutopia.org/article/how-spend-less-time-grading

81
Nugroho (2008) Kutipan : sebuah artikel dalam harian Jawa Pos yang
memuat hasil polling siswa-siswi SMP di Surabaya mengenai
persoalan menyontek.

Halida (2007) Hasil Penelitian : Di enam kota besar di Indonesia


(Makasar, Surabaya, Yogyakarta, Bandung, Jakarta dan Medan),
hampir 70 % responden menjawab pernah melakukan praktik
menyontek.

82
MENGECEK PEMAHAMAN SISWA
MELALUI PENILAIAN FORMATIF
Wagini
SMPN 17 Tangerang Selatan

Penilaian harus dilakukan untuk memantau perkembangan belajar


siswa. Hal ini bisa dilaksanakan dengan berbagai teknik. Guru
melakukan penilaian dengan berbagai teknik agar bisa adil dalam
menilai semua siswa dan memberi semua siswa kesempatan untuk
menunjukkan apa yang telah mereka pelajari sebaik mungkin sesuai
dengan kemampuan mereka. Salah satunya yaitu dengan penilaian
formatif. Pertanyaannya “apakah penilaian formatif itu efektif?
Strategi apa saja dalam melaksanakan penilaian formatif?”.

Menggunakan penilaian formatif yang dirancang untuk memeriksa


pemahaman dan memberi siswa umpan balik dan dukungan adalah
salah satu cara paling efektif untuk memperbaiki dan meningkatkan
pembelajaran siswa. Dengan adanya teknik penilaian formatif yang
praktis dan terbukti dapat digunakan guru sebagai cara cepat dan
utuh untuk mengukur pemahaman siswa.

83
Proses penilaian formatif dilakukan melalui interaksi pendidik dan
peserta didik selama kegiatan belajar. Menurut Newman, Griffin, &
Cole, (1989) penilaian formatif dilakukan dalam pembelajaran melalui
interaksi pendidik dan siswa, agar siswa dapat menerima umpan balik
dan menghasilkan peluang untuk memajukan pemahamannya.

Berikut ini adalah teknik-teknik penilaian formatif menurut Jay


McTighe dalam artikel nya 8 Quick Checks for Understanding yang
dapat diterapkan di seluruh kelas dan mata pelajaran dalam
lingkungan belajar virtual, hybrid, dan tatap muka:

84
1. Menggunakan Isyarat
Guru meminta siswa untuk memperlihatkan isyarat tangan yang
ditunjuk untuk menunjukkan tingkat kepercayaan mereka dalam
pemahaman mereka tentang sebuah konsep, asas, atau proses.
Sebagai contoh:

• Jempol ke atas: Saya mengerti_____dan bisa menjelaskannya


dengan kata-kata saya sendiri.

• Lambaikan tangan: Saya tidak sepenuhnya yakin tentang_____dan


ragu saya bisa menjelaskannya.

• Jempol ke bawah: Saya belum mengerti_____dan tidak bisa


menjelaskannya.

Pada proses pembelajaran virtual, siswa dapat memberi sinyal di


kamera atau memposting emoji yang ditentukan untuk memberi
sinyal tingkat pemahaman mereka.

Saat pembelajaran daring penulis meminta siswa mengirimkan emoji


tertentu untuk menjawab pertanyaan apersepsi “Bagaimana
perasaanmu hari ini?” Dan ternyata jawaban sangat beragam, ada
yang mengirim emoji senyum, ada emoji sedih, ngantuk, dan lain-lain.

2. Memberikan Pilihan
Guru menyajikan kepada siswa beberapa pernyataan pilihan biner
atau pertanyaan yang berisi pemahaman umum dan minta mereka
memilih tanggapan (misalnya, Benar atau Salah, Setuju atau Tidak
Setuju) dan membagikannya melalui papan tulis, aplikasi ponsel, atau
isyarat tangan ( misalnya, suka atau tidak suka). Teknik yang efisien ini
sangat efektif untuk digunakan dalam memeriksa pengetahuan siswa
sebelumnya atau potensi kesalahpahaman sebelum memulai
pengajaran baru.

85
Berikut ini beberapa format "memilih" dengan contoh:

• Benar / Salah: Saat dijatuhkan dari ketinggian yang sama, bola


bowling akan mendarat di depan kelereng.

• Setuju / Tidak Setuju: Menyerahkan tugas melebihi batas tanggal,


score di kurangi 5 poin.

Dalam proses pembelajaran virtual, siswa dapat menggunakan fitur


kotak obrolan untuk merekam pilihan mereka, atau menanggapi
diskusi.

Pengalaman yang penulis lakukan dalam pembelajaran yaitu


menggunakan format menjodohkan untuk mengenalkan kosa kata
baru dalam pembelajaran teks report dengan topik fenomena alam.
Siswa diminta menjodohkan kata dalam bahasa Inggris dan artinya
dalam bahasa Indonesia.

Contohnya:

Match The Word and The meaning!

rainbow - gerhana bulan

Flood - gunung meletus

Lunar eclipse - pelangi

volcano eruption - banjir

86
3. Menggunakan Gambar

Representasi visual, seperti pengatur grafik dan peta konsep, banyak


digunakan untuk meningkatkan pembelajaran, dan juga dapat
digunakan sebagai penilaian formatif. Guru meminta siswa membuat
representasi visual atau simbolik (misalnya, pengatur grafik, web, atau
peta konsep) dari informasi dan konsep abstrak dan kemudian
menjelaskan grafik mereka. Teknik ini sangat berguna untuk melihat
apakah siswa memahami bagaimana berbagai konsep atau elemen
suatu proses itu terkait.

Contoh:

• Gambarlah jaringan visual dari faktor-faktor yang mempengaruhi


pertumbuhan tanaman.

• Buat peta cerita atau diagram urutan yang menunjukkan


peristiwa-peristiwa dalam cerita.

Di dalam proses pembelajaran virtual, siswa dapat memposting


gambar mereka di Google slide.

Dalam pembelajaran penulis meminta siswa membuat peta alur cerita


dari sebuah teks naratif melalui google classroom.

4. Menggunakan Teknik Pemecahan Masalah


Salah satu pemeriksaan cepat yang paling efisien dan efektif untuk
pemahaman melibatkan pemecahan masalah. Guru menyajikan suatu
persoalan, siswa dapat mengidentifikasi masalah, menganalisis dan
menyelesaikan dengan menemukan solusi-solusi. Tanggapan atau
jawaban mereka akan memberikan guru gambaran sejauh mana
pemahaman siswa.

87
Pengalaman penulis menggunakan teknik ini yaitu dengan
memberikan tugas kepada siswa untuk menentukan akhir cerita
sebuah teks naratif melalui google classroom

5. Membuat Ringkasan

Meminta siswa meringkas apa yang mereka pelajari merupakan salah


satu cara efektif untuk membantu mereka meningkatkan pemahaman
dan dapat memberikan wawasan kepada guru tentang apakah siswa
benar-benar memahami ide-ide penting yang dipelajari.

6. Menerapkan Konsep Secara Kontekstual

Pemahaman terungkap ketika siswa dapat mentransfer pembelajaran


mereka ke situasi baru. Oleh karena itu, salah satu pengecekan terbaik
untuk pemahaman adalah dengan melihat apakah siswa dapat
menerapkan materi dalam konteks yang agak baru. Teknik ini
termasuk meminta siswa untuk menemukan atau membuat contoh
baru untuk menggambarkan konsep yang sedang dipelajari.

Saat pembelajaran tentang teks recount penulis meminta siswa kelas 8


menulis diary, siswa boleh memilih menuliskan pengalaman yang
menyenangkan atau menyedihkan atau menjengkelkan melalui google
classroom.

7. Tutorial Teman Sebaya

Guru meminta siswa untuk menjelaskan konsep atau keterampilan


baru kepada temannya yang tidak bisa hadir saat pembelajaran pada
waktu sebelumnya, Guru dapat mengukur tingkat pemahaman siswa
tersebut dengan mengamati saat siswa menjelaskan materi pelajaran
tersebut.

88
Dalam proses pembelajaran belajar virtual, siswa dapat merekam
pelajaran menggunakan laptop, tablet, atau kamera ponsel.

8. Menggunakan Analogi

Teknik selanjutnya yaitu menyuruh siswa untuk mengembangkan


analogi atau metafora yang menggambarkan konsep atau
keterampilan yang baru dipelajari. Efektivitas analogi atau metafora
penjelasan mereka dapat memberi kita wawasan tentang pemahaman
mereka. Contohnya:

• A _____ itu seperti _____ karena _____

• Pecahan adalah bagian dari keseluruhan seperti roda adalah


bagian dari sepeda.

Penilaian formatif itu seperti mencicipi makanan saat orang memasak


karena memberikan masukan yang dapat digunakan juru masak untuk
membuat penyesuaian guna menyempurnakan makanan.

89
Sumber:

https://www.edutopia.org/article/8-quick-checks-understanding

https://www.edutopia.org/article/maximizing-students-
responsiveness-feedback

https://www.edutopia.org/article/7-ways-do-formative-
assessments-your-virtual-classroom

https://edukasi.kompas.com/read/2020/05/31/172306571/menyia
pkan-normal-baru-pembelajaran-yang-berpihak-pada-siswa-
kita?page=all.

https://mediaindonesia.com/opini/322254/penilaian-dan-angka-
rapor-pembelajaran-daring

90
PENILAIAN SUMATIF
DALAM PEMBELAJARAN JARAK JAUH
Wagini
SMPN 17 Tangerang Selatan

Penilaian sumatif adalah penilaian yang dilakukan untuk memperoleh


data atau informasi sampai dimana penguasaan atau pencapaian
belajar siswa terhadap bahan pelajaran yang telah dipelajarinya
selama jangka waktu tertentu. Penilaian dilaksanakan pada setiap
akhir satu satuan waktu setelah sekumpulan program pelajaran atau
seluruh materi pelajaran selesai diberikan.

Penilaian sumatif digunakan untuk menentukan apakah siswa berhasil


mencapai tujuan pembelajaran atau tingkat kemahiran yang
diinginkan atau belum. Penilaian ini untuk menentukan apakah
dengan nilai yang diperolehnya itu siswa dapat dinyatakan lulus,
dalam arti dapat tidaknya siswa melanjutkan ke modul berikutnya,
atau dapat tidaknya seorang siswa mengikuti pelajaran pada semester
berikutnya, atau dapat tidaknya seorang siswa dinaikan ke kelas yang
lebih tinggi.

91
Bagaimana penilaian sumatif pada pembelajaran jarak jauh dilakukan?
Apa saja teknik yang bisa digunakan? Guru ditantang untuk
menerapkan pengajaran yang efektif dalam lingkungan pembelajaran
jarak jauh, dan penilaian tentu saja merupakan bagian dari itu. Banyak
sekolah mengalami kendala untuk melaksanakan penilaian
pengetahuan maupun penilaian praktik. Maka pilihan teknik penilaian
yang konvensional ataupun pendekatan-pendekatan yang berbeda
harus diterapkan agar penilaian sumatif yang dilakukan dapat
merefleksikan efektifitas penilaian yang akurat, kredibel dan
akuntabel, benar-benar mencerminkan prestasi atau capaian
kompetensi siswa. Dalam pembelajaran jarak jauh, kurikulum
menyaring pembelajaran penting dan menargetkan standar dan hasil
tertentu.

92
Berikut ini adalah beberapa strategi yang dapat diterapkan dalam
penilaian sumatif pada pembelajaran jarak jauh:

1. Menetapkan tugas kinerja dan instrumennya

Ini bukan praktik baru untuk penilaian, tetapi pada saat pembelajaran
jarak jauh ini, penting bahwa penilaian yang dirancang untuk siswa
menuntut mereka menerapkan pengetahuan mereka pada situasi
baru. Dengan melakukan tugas kinerja, siswa berpeluang
menunjukkan pengetahuan dan ketrampilan mereka.

2. Mengubah penilaian dari serangkaian kegiatan besar ke


serangkaian kegiatan yang lebih kecil

Tugas yang diberikan untuk penilaian kepada siswa sebaiknya tidak


terlalu banyak untuk mereka sehingga tetap menjadi kegiatan
penilaian yang menyenangkan, tidak menimbulkan kecemasan atau
stres.

Bergantung pada apa yang dinilai, guru mungkin dapat memberikan


tugas-tugas yang sesuai tema, dan membaginya menjadi tugas-tugas
yang lebih kecil terpisah yang masing-masing menilai target
pembelajaran tertentu.

3. Menggunakan strategi percakapan dan penilaian secara lisan


Anthony Poullard, dari Korea International School, mengatakan
bahwa “siswa harus selalu siap untuk menjelaskan pemikiran atau
pembelajaran dengan guru, dan siswa mengetahui bahwa seorang
guru dapat menggunakan jawaban penjelasan itu sebagai penilaian
terhadap siswa”. Percakapan sebagai salah satu cara terbaik penilaian
pemahaman.

93
4. Memanfaatkan alat teknologi

Meskipun banyak siswa tidak memiliki akses ke teknologi, namun


strategi ini mungkin tetap bisa dilakukan untuk penilaian sumatif.
Siswa diminta mengikuti penilaian pada waktu yang sama, selama sesi
virtual sinkron. Ini mirip dengan penilaian di kelas yang dibatasi
dengan waktu. Penggunaan video, google form, quizizz dan sebagainya
merupakan media yang bagus untuk diterapkan.

5. Mengajar kejujuran akademik dan memercayai siswa


Kita perlu mengakui bahwa tidak ada cara yang sangat mudah untuk
memastikan kejujuran akademik. Konsultan pendidikan Ken
O'Connor menjelaskan dalam webinar baru-baru ini bahwa guru perlu
mendidik siswa tentang kejujuran akademis.

6. Menggunakan penilaian professional


Guru perlu menggunakan penilaian profesional saat menilai siswa
secara sumatif dan menentukan skor. Guru dapat memutuskan
menggunakan strategi mana saja yang bisa mendukung pelaksanaan
penilaian tersebut.

7. Menggunakan portofolio online


Sepanjang proses pembelajaran jarak jauh, siswa diminta untuk
mengumpulkan tugas-tugas penting dan aktivitas-aktivitas menjadi
sebuah portofolio online, yang kemudian akan dinilai pada akhir
semester oleh guru.

94
8. Tugas kelompok online
Siswa bekerjasama dengan teman-temannya untuk menyelesaikan
sebuah proyek online yang memperlihatkan pemahaman dan
penguasaan keterampilan tertentu. Misalnya, mereka membuat slide
show yang menyoroti poin-poin penting dalam pembelajaran.
Nah, itulah berbagai strategi penilaian sumatif yang bisa digunakan
sebagai referensi yang memudahkan guru melakukan penilaian pada
pembelajaran jarak jauh. Hal yang terpenting adalah semangat,
kreativitas guru, dan pemilihan strategi yang tepat akan mendorong
ketercapaian penilaian sebagai alat ukur ketercapaian kompetensi
siswa.

95
Sumber:

https://www.edutopia.org/article/summative-assessment-distance-
learning

https://www.edutopia.org/article/how-make-sure-grades-are-
meaningful-and-useful-students

https://www.edutopia.org/comprehensive-assessment-history

Arifin, Z. 2009. Evaluasi Pembelajaran. Bandung: PT Remaja


Rosdakarya.

Margono, G. 2006. Standar Penilaian Pendidikan. Buletin BNSP:


Media Komunikasi dan Dialog Standar Pendidikan. Vol. I/No. 2 p.
40 – 47.

https://elearningindustry.com/summative-assessment-in-elearning-
what-elearning-professionals-should-know

96
MANFAAT MELAKUKAN
KEBIASAAN REFLEKSI
Erita
SMP Negeri 17 Kota Tangerang Selatan

Ketika mendengar kata refleksi, kebanyakan orang mengasosiasikannya


dengan pijat kaki. Artinya dalam kehidupan sehari-hari, refleksi lebih
banyak digunakan di dunia perpijatan dibandingkan dunia pendidikan.
Dalam tulisan ini, diungkapkan makna refleksi sebagai salah satu proses
belajar yang sering diabaikan dalam praktik di kelas. Refleksi disebut
sebagai “pijat pada hati” menunjukkan refleksi sebagai langkah
menggugah emosi. Bagaimana proses refleksi dipraktikkan dalam proses
belajar antara Guru dan siswa?

Surat Kabar Guru Belajar - Edisi I Tahun Kedua

97
Sudahkah Anda reflektif?

Seorang guru mengajak teman sejawatnya untuk melihat proses


pembelajaran yang dilakukannya bersama murid di kelas. Teman ini
diminta untuk mengamati dan membuat catatan-catatan atau
menjawab pertanyaan-pertanyaan yang sudah disiapkan terhadap
proses pembelajaran berlangsung. Guru tersebut berharap
mendapatkan umpan balik yang membangun atas praktik atau cara
yang diterapkannya bersama murid, kelebihan maupun
kekurangannya, hal yang sudah berhasil maupun kegagalan. Apa bukti
yang menunjukan murid benar benar belajar? Strategi mengajar apa
yang digunakan untuk memantik proses pembelajaran berlangsung?

98
Mengapa guru harus melakukan refleksi?

Dalam cerita di paragraf awal, sungguh sebuah kesadaran yang


muncul dari dalam diri seorang guru akan proses belajar dirinya.
Bayangkan jika guru guru memiliki hubungan reflektif maka setiap
hari akan penuh dengan pemaknaan. Setiap hari selalu ada pemaknaan
terhadap segala sesuatu secara sadar yang terjadi pada setiap
kegiatan sehari-hari. Rasanya bukan hanya enak dan nyaman, tapi juga
melegakan. Karena hubungan antara guru dengan guru, guru dengan
murid menjadi sejajar. Kebermaknaan yang terjadi karena proses
belajar akhirnya bukan dimiliki oleh guru dengan guru dan guru
dengan murid. Namun seluruh lingkungan sekitar yang terlibat
didalam proses belajar. Seringkali yang terjadi di lapangan, kesadaran
akan refleksi muncul belakangan malah kadang merasa baik baik saja
padahal secara tidak sadar sedang menumpuk masalah.

Selama masa pandemi ini, guru tetap melaksanakan tugasnya. Hanya


saja cara penyampaiannya berbeda. Guru beralih lingkungan belajar
dari tatap muka dikelas menjadi belajar secara online. Di sini guru
belajar beradaptasi untuk bisa menggunakan teknologi, membuat
persiapan pembelajaran yang berbeda dari sebelumnya karena media
pembelajarannya sudah berbeda. Namun sebagian besar guru-guru
belum paham menggunakan teknologi internet. Lalu apa yang harus
dilakukan oleh guru untuk menyampaikan materi pembelajaran?

Pada awal pembelajaran secara daring, memang terasa sulit


menggunakan teknologi. Dalam penggunaannya terdapat berbagai
macam cara penyampaian pelajaran seperti Google Classroom, Google
Drive, email, dan sebagainya. Menyadari kekurangan yang dimiliki
tentu para guru harus belajar bagaimana menggunakan teknologi
tersebut. Guru yang belum bisa menggunakan teknologi bisa belajar
dengan teman sejawat yang telah mahir menggunakannya. Penulis
sendiri juga mengalami hal demikian sehingga terus belajar dengan
berulang-ulang hingga akhirnya bisa. Hal yang dilakukan ini sudah

99
termasuk refleksi karena tahu kekurangan diri sehingga harus belajar
untuk meningkatkan kemampuan diri. Tujuannya tentu saja agar
proses pembelajaran tetap berlangsung dan tujuan pendidikan dapat
tercapai. Guru harus memulai mengembangkan cara untuk
menerjemahkan keterampilan praktis dari ruang kelas tradisional ke
ruang pengalaman digital.

Beberapa cara untuk melakukan refleksi

1. Dokumentasikan pengalaman Anda


Luangkan waktu untuk membuat jurnal. Membuat jurnal membantu
Anda untuk membangun kemampuan dan mengembangkan pola pikir
untuk pembelajaran saat itu. Membuat jurnal membuat Anda lebih
memahami dimana harus memfokuskan upaya untuk perbaikan.

Cara melakukan refleksinya, mulailah dengan satu pelajaran,


pertimbangan pertanyaan seperti berikut ini:

• Dalam hal pembelajaran kepada siswa, apa yang sebenarnya


berhasil dan apa yang tidak?

• Apa yang membuktikan bahwa siswa benar-benar belajar?

• Keterampilan mengajar apa yang saya gunakan untuk


mempromosikan atau menyampaikan pembelajaran?

• Apakah ada momen dimana saya benar-benar terhubung dengan


siswa?

Cobalah untuk menulis jawaban pertanyaan tersebut sebanyak


mungkin untuk merefleksikan aspek pelajaran yang berhasil serta apa
yang tidak, sama pentingnya.

100
Selain itu, jika Anda saat ini mengajar tatap muka, lakukan refleksi
pelajaran melalui lensa pengajaran virtual. Pertanyaannya,
“Bagaimana saya dapat mentransfer apa yang berhasil dalam
pelajaran ini ke pengalaman online.” Hal ini dapat membantu Anda
membangun rencana online Anda berdasarkan keberhasilan secara
langsung. Refleksi ini juga akan membantu anda berpikir tentang
peralihan ke pembelajaran jarak jauh dan mempersiapkan Anda untuk
penyesuaian apa pun.

2. Buat pertanyaan panduan

Membuat pertanyaan panduan adalah salah satu cara untuk memulai


pekerjaan yang lebih dalam. Mulailah dengan mengembangkan
pertanyaan Anda sekitar observasi diri. Misalnya, mungkin Anda
menyadari bahwa Anda tidak memiliki cukup waktu untuk memeriksa
setiap siswa selama pelajaran. Beberapa contoh pertanyaan pemandu
untuk situasi ini bisa dilakukan seperti berikut:

• Bagaimana saya dapat menciptakan lebih banyak momen dalam


pelajaran ini untuk bekerja secara pribadi dengan siswa?

• Bagaimana saya bisa memasukkan lebih banyak cara untuk


memeriksa pemahaman?

• Bagaimana saya dapat menyediakan cara bagi siswa untuk


mendukung satu sama lain?

• Bagaimana saya dapat terhubung dengan setiap siswa saat


mengajarkan pelajaran ini secara online?

Penting untuk memastikan bahwa pertanyaan Anda terkait dengan


pengamatan spesifik yang Anda buat tentang pengalaman Anda
sendiri. Ingatlah bahwa Anda ingin membuat pertanyaan yang dapat
dinilai melalui hasil yang dapat diamati.

101
3. Kerjasama dengan teman sejawat

Undang seorang teman sejawat untuk bergabung dengan Anda dalam


proses ini. Jika jenis interaksi ini baru bagi Anda berdua, luangkan
waktu untuk mengenal satu sama lain secara profesional. Bandingkan
gaya mengajar Anda, termasuk kekuatan Anda serta bidang Anda
untuk berkembang. Proses membangun hubungan ini kuncinya adalah
terlibat dalam komunikasi yang bijaksana, jujur, dan fokus sejak awal.
Bagikan pertanyaan panduan Anda. Kemudian, bekerja sama, pikirkan
solusi. Pembuka percakapan mungkin termasuk pertanyaan-
pertanyaan seperti ini:

• Pernahkah Anda memiliki pengalaman serupa di kelas Anda?

• Apakah Anda memiliki strategi yang berhasil Anda gunakan?

• Apakah ada strategi yang menurut Anda akan berhasil tetapi tidak
berhasil?

• Bagaimana Anda menangani situasi ini di kelas online? Akankah


solusinya terlihat berbeda?

Selain itu, diskusikan tentang keberhasilan dan kegagalan yang


berkaitan dengan praktik Anda yang memungkinkan menambah
wawasan. Diskusi ini dapat dilakukan secara tatap muka atau online.
Gunakan waktu bersama untuk berbagi pengetahuan, menciptakan
inspirasi, dan membuat kode solusi cepat untuk menjawab pertanyaan
panduan Anda.

102
Selanjutnya undang rekan Anda untuk mengamati pelajaran yang baru
Anda edit. Gunakan pertanyaan panduan untuk membentuk fokus
pekerjaan observasi. Observasi kolegial ini dapat dilakukan secara
langsung atau online. Dengan kerjasama ini, Anda membangun
kapasitas dan kemampuan, mengembangkan empati dengan rekan
kerja, dan menambah pengetahuan Anda.

Mengembangkan praktik reflektif harus diprogramkan. Melakukan


kegiatan ini membantu anda dalam melaksanakan tugas mengajar.
Menyeimbangkan pola pikir reflektif dengan pelaksanaannya agar
dapat ditindaklanjuti pada pengajaran Anda serta akan membantu
Anda tetap gesit dan terkendali selama masa-masa pandemi ini.

Dari uraian manfaat dan cara refleksi di atas dapat disimpulkan


bahwa refleksi bagi guru sangat penting dilakukan karena guru ja di
mengetahui kekurangannya sehingga dapat memperbaiki kekurangan
tersebut. Selain itu, dengan refleksi guru dapat mengembangkan diri,
menambah wawasan, dan pengetahuan tentang praktik mengajar
yang baik sehingga menjadi guru yang profesional serta tujuan
pembelajaran yang diinginkan dapat tercapai. Apabila hal ini terjadi
secara berkelanjutan, maka guru akan menjadi pemelajar sepanjang
hayat dan proses belajar tidak akan pernah putus.

103
Sumber:

The Benefits of Developing a Reflective Routine


(https://www.edutopia.org/article/benefits-developing-
reflective-routine)

https://www.skillsyouneed.com/ps/reflective-practice.html

https://fpscs.uii.ac.id/blog/2020/05/06/sebuah-refleksi-penerapan-
sikap-adil-guru-siswa/

104
MEMBANGUN KEBIASAAN BAIK
PADA SISWA
Erita
SMP Negeri 17 Kota Tangerang Selatan

Pepatah lama mengatakan “bisa karena terbiasa,” “Pintar karena


belajar”. Meskipun lama, tetapi sampai sekarang sangat berguna.
Dalam kehidupan kita lihat contohnya. seorang anak belajar sepeda,
dari mulanya tidak bisa menjadi bisa karena berlatih tiap hari
meskipun dengan jatuh bangun. Mengapa anak ini bisa karena
didorong oleh motivasi yang tinggi untuk bisa bersepeda. Di lain pihak
anak lain yang belajar sepeda juga, tetapi karena pernah jatuh
sehingga berhenti belajar, akhirnya tidak bisa bersepeda.

Kebiasaan adalah sesuatu perbuatan atau kegiatan yang dilakukan


secara berulang-ulang sehingga kebiasaan itu bisa melekat pada diri
seseorang. Kebiasaan itu ada yang positif dan ada juga
negatif. Kebiasaan seseorang dipengaruhi oleh lingkungan, bisa
lingkungan keluarga, masyarakat sekitar, dan teman-teman dekat

105
yang sering melakukan kegiatan bersama. Kebiasaan adalah salah
satu investasi dalam hidup, seseorang akan mendapatkan hasil sesuai
dengan kebiasaan. Apa yang ditanam, itulah yang akan dituai.
Kebiasaan yang diterapkan dalam kehidupan jelas akan
mempengaruhi masa depan seseorang.

Kebiasaan belajar adalah proses pembentukan kebiasaan-kebiasaan


baru atau perbaikan kebiasaan yang telah ada. Tujuannya agar siswa
memperoleh sikap-sikap dan kebiasaan-kebiasaan perbuatan baru
yang lebih tepat dan positif dalam arti selaras dengan aturan dan
norma yang berlaku.

Membimbing siswa untuk melakukan kebiasaan baik, hendaknya


fokus pada proses daripada hasil dan lebih baik mengalami perubahan
kecil yang mengarah pada peningkatan. Pesan utama tulisan James
Clear, “Bangun kebiasaan kecil dan berkelanjutan yang akan membuat
Anda semakin dekat dan semakin dekat dengan apa yang Anda inginkan”.

106
Di masa pandemi ini, banyak terjadi perubahan kebiasaan-kebiasaan
yang dilakukan siswa. perubahan lebih mengarah kepada penurunan
tingkat disiplin atau turunnya semangat belajar. Contohnya,
kebiasaan bangun pagi, siswa yang biasanya pukul 7.00 sudah berada
di sekolah untuk melakukan belajar tatap muka, tetapi sekarang untuk
pembelajaran secara virtual atau meeting pada pelajaran jarak jauh
(PJJ) untuk bergabung pukul 8.00 saja susah dengan alasannya masih
tidur. Di sini terlihat perubahan kebiasaan sudah. Apakah Anda
mengalami hal yang sama?

Untuk dapat mengajak siswa agar mau mengikuti kegiatan belajar


melalui PJJ dengan situasi seperti tersebut di atas, guru bisa
melakukan kesepakatan dengan siswanya. Jadwalnya bisa diubah
siang hari, sore hari atau malam hari. Hal ini sudah dilakukan di
lingkungan sekolah penulis. Selain itu, guru bisa mencari tahu alasan
siswa mengapa dan apa yang membuat siswa mengalami kesulitan
mengikuti kegiatan PJJ dengan berkomunikasi kepada orang tua atau
kunjungan langsung ke rumah siswa sehingga bisa mengetahui
permasalahan serta dicarikan solusinya

Menumbuhkan Kembali Kebiasaan Baik

Beberapa cara yang dilakukan oleh James Clear dalam menumbuhkan


kebiasaan daripada tujuan.
1. Mulailah dengan pernyataan, misalnya “apa yang mereka inginkan
untuk diri sendiri?”
Jawaban mereka tentu akan berbeda, ada yang ingin jadi penulis,
ada yang ingin jadi pemain sepak bola, ada yang ingin jadi
penyanyi, dan sebagainya. Kemudian pertanyaan berikutnya, “apa
yang kamu ketahui tentang temanmu?” jawabannya, “Temanku
Tono adalah orang yang suka menolong.”

107
2. Tanyakan, "Apa yang dilakukan orang secara teratur?"
Beberapa hal yang kami temukan adalah: Pelari berlari hampir
setiap hari, pemain sepak bola berlatih latihan, pembaca sering
membaca di perpustakaan atau di rumah, penyanyi bernyanyi
setiap hari. Kemudian tanyakan kebiasaan yang konsisten mereka
lakukan. Ada yang menjawab membersihkan kamar setiap hari,
membersihkan loker setiap jumat sore. Selanjutnya Anda dapat
memasangkan mereka untuk saling membantu menulis kebiasaan
yang dapat diamati.
3. Fokus pada tujuan dan jangan takut gagal untuk mencapainya,
mereka mungkin merasa tidak berhasil. Berfokus pada kebiasaan
dapat memperkuat kesuksesan. Contohnya seorang siswa
menetapkan tujuan pribadi untuk mempelajari 15 kosakata
minggu ini, tetapi hanya mampu mempelajari 10, mereka tidak
memenuhi tujuan tersebut, tetapi jika mereka menganggapnya
sebagai kebiasaan untuk mempelajari 15 kata setiap minggu,
mereka masih mencapai sesuatu dengan mempelajari 10 kata.
Berusaha menjadi versi yang lebih baik dari diri kita dengan setiap
kebiasaan, dan jangan merasa kalah jika kita tidak memenuhi
setiap tujuan.
4. Renungkan dan tindak lanjuti: Selama beberapa menit di setiap
kelas keterampilan belajar atau penasi hat, ingatkan siswa untuk
memeriksa kebiasaan mereka. Tanyakan: Apakah Anda masih
mempertahankan kebiasaan itu, atau perlu merevisinya? Mereka
dapat merefleksikan identitas yang dipilih: Praktik refleksi ini
bahkan mungkin mendorong siswa untuk menyesuaikan
tujuannya.

108
5. Integrasi teknologi: Minta siswa untuk menggunakan kalender
elektronik untuk memasukkan kebiasaan mereka. Mereka dapat
mengingatkan diri mereka di masa depan tentang kebiasaan
mereka dengan membuat acara kalender untuk masa depan.
Misalnya kegiatan yang akan dilakukan setiap hari, setiap minggu,
membunyikan alarm untuk bangun pagi atau mengingatkan untuk
beribadah, dan sebagainya.

Menumbuhkan kebiasaan baik kepada siswa tidak mudah seperti


membalik telapak tangan. Membimbing kebiasaan-kebiasaan siswa
lebih fokus pada proses daripada hasil. Memusatkan perhatian pada
hasil tanpa mempertimbangkan upaya yang diperlukan untuk
mencapai hasil tersebut dapat menyebabkan hilangnya motivasi
untuk mengubah kebiasaan.

Membangun kebiasaan bukanlah hal mudah karena ini membutuhkan


waktu, energi dan konsistensi dari awal memulainya. Dalam artikel
ini akan membantu rekan pembaca dalam membangun sebuah
kebiasaan baru.

Kebiasaan baik yang dapat kita tumbuhkan di sekolah seperti


bersalaman pada saat memasuki sekolah atau saat berpapasan.
Melakukan ibadah secara berjamaah. Membersihkan kelas,
memungut sampah jika melihatnya, dan kebiasaan lainnya. Dengan
kebiasaan-kebiasaan tersebut diharapkan akan tumbuh sikap positif
bagi siswa.

109
Sebagai seorang guru dapat membimbing siswanya membentuk
kebiasaan baru. Mulailah hari ini dan ulangi esok hari. lakukan dan
jangan mudah menyerah. Setiap kebiasaan baik yang dilakukan
dengan maksimal akan membuahkan hasil yang maksimal juga. Jadi,
tunggu apalagi? Lakukan itu sekarang dan berkomitmenlah untuk
tetap konsisten dalam setiap proses yang Anda hadapi dan dapatkan
kesuksesan yang Anda impikan.

Sumber:

The Benefits of Guiding Students to Develop Good Habits


(https://www.edutopia.org/article/benefits-guiding-students-
develop-good-habits)

https://radarmadura.jawapos.com/read/2018/10/21/99618/dak-
buku-perpustakaan-sekolah-tak-diserap-lagi

110
DAMPAK BUDAYA
SENYUM, SAPA, DAN SALAM
Erita
SMP Negeri 17 Kota Tangerang Selatan

Semua orang menginginkan dan membutuhkan hubungan yang


harmonis dengan orang lain. Komunikasi dapat diawali dari suatu
sapaan, senyuman, dan ucapan salam sehingga menciptakan dampak
positif tahap awal terbentuknya komunikasi dengan orang lain.
Pengantar pesan bahagia di otak kita akan bekerja, jika menerima
stimulus membahagiakan seperti senyuman dan sapaan. Keluarga
sebagai mediator awal pembentuk karakter seseorang. Orang tua
adalah guru pertama anak, keluarga adalah sekolah pertama anak,
sebagai tempat penanaman nilai-nilai positif yang kelak akan terbawa
hingga dewasa. Berawal dari proses pembiasaan (conditioning), anak
diajarkan untuk menyapa ketika bertemu seseorang, bersalaman
dengan tersenyum. Reaksi positif dari orang lain menjadikan anak
akan mempertahankan perilaku tersebut, hingga akan selalu
dilakukan ketika anak bertemu dengan siapa saja. Menurut teori the

111
law of efffect Ketika reaksi dari orang lain positif sebagai reward
tersendiri, maka perilaku tersebut akan cenderung diulangi. Orang
tua akan kembali menambahkan nilai bahwa dengan tersenyum
dengan orang lain, maka berarti kita adalah seorang yang ramah,
punya tata krama dengan orang lain, maka konsep diri pun terbentuk
bahwa dirinya adalah anak yang ramah dan mengerti tata krama.

Budaya yang berkelanjutan

Menyambut siswa di depan gerbang sekolah tumbuh di ekosistem


sekolah. Hal ini dilakukan agar para guru bisa lebih mengenal
siswanya. Memberi senyum, sapa, dan salam (3S) ibaratnya memberi
semangat atau memberi energi positif kepada siswa. Menyambut
siswa dengan senyum di depan sekolah diharapkan dapat terjalin
hubungan guru dan siswa lebih dekat. Selain itu, siswa bisa lebih
disiplin karena merasa diperhatikan dan merasa malu jika datang
terlambat.

112
Berdasarkan studi yang dilakukan, menyapa siswa dengan senyum
sebelum masuk ke kelas dapat memberikan hal yang
positif, meningkatkan keterlibatan serta mengurangi perilaku
mengganggu. Meluangkan waktu beberapa saat bagi guru untuk
menyambut siswa dapat meningkatkan rasa memiliki, memberikan
dukungan sosial dan emosional yang membantu mereka merasa
dihargai di sekolah. Dengan memberi senyum sapa dan salam, serta
mencontohkan perilaku yang baik, dan pendekatan proaktif dari guru
sehingga siswa merasa senang datang ke sekolah. Ditambah lagi
dengan pengelolaan kelas yang baik, dapat membantu siswa fokus
belajar. Memenuhi kebutuhan emosional siswa sama pentingnya
dengan memenuhi kebutuhan akademis mereka.

Dari studi tersebut juga menjelaskan bahwa ketika guru menyambut


siswa di depan pintu, mengakibatkan keterlibatan akademis
meningkat 20 persen dan perilaku mengganggu berkurang 9 persen.
Selain itu, guru yang menyambut siswa akan lebih mudah dalam
pengelolaan kelas dibanding yang tidak. Hal ini dapat dikatakan
bahwa dengan menyambut siswa dengan senyum, sapa dan salam,
akan meningkatkan keterlibatan anak dalam belajar.

Membangun Komunitas
Mengapa salam positif berhasil?

Ketika guru menggunakan strategi seperti ini, mereka membantu


"membangun iklim kelas yang positif di mana siswa merasakan
hubungan dan keterlibatan," tulis penulis penelitian. Hal ini sangat
penting mengingat penelitian yang menunjukkan bahwa motivasi
berprestasi sering kali merupakan produk sampingan dari
kepemilikan sosial. Dengan kata lain, ketika siswa merasa diterima di
kelas, mereka akan lebih bersedia untuk meluangkan waktu dan
tenaga untuk belajar. Interaksi antara siswa dan guru secara
nonverbal, seperti jabat tangan yang bersahabat atau acungan jempol,

113
dapat membantu membuat salam terasa otentik dan membangun
kepercayaan selama siswa merasa nyaman dengan kontak fisik.

Saat menyapa siswa di depan pintu Anda bisa mengucapkan nama


siswa, adanya kontak mata, senyum, jabat tangan, tos, atau acungkan
jempol. Kemudian tanyakan bagaimana keadaan mereka, sehingga
terjalin keakraban di antara guru dan siswa. Jika hal ini sudah
dilakukan, siswa akan senang belajar dengan Anda.

Mengatasi Penyebab Kesalahan

Perilaku mengganggu itu bisa menular, artinya perilaku siswa yang


kurang baik dapat dengan cepat menyebar ke siswa lain. Jika guru
merespon hal ini dengan memberi hukuman, seringkali menjadi
boomerang. Penelitian menunjukkan bahwa hukuman akan memicu
penolakan, bahkan akan menambah siswa yang berperilaku tidak baik.

"Bagaimana cara memperbaiki perilaku siswa yang tidak baik?"

Guru dapat bertanya, "Bagaimana saya bisa menciptakan lingkungan


kelas yang mencegah perilaku tidak baik?" Dalam banyak kasus,
gangguan kecil yang berhubungan dengan siswa dan berkaitan
dengan faktor-faktor yang dapat dikontrol oleh guru, seperti gaya
mengajar dan penggunaan kegiatan yang merangsang. Misalnya,
sebuah penelitian menemukan bahwa ketika guru mendorong siswa
untuk ikut berpartisipasi dalam kegiatan kelas, sehingga siswa dapat
ikut aktif dalam kegiatan belajar

114
Studi terbaru lainnya memberikan wawasan tambahan: Ketika guru
memusatkan perhatian mereka pada perilaku positif siswa dan
menghindari untuk memperbaiki gangguan kecil, maka siswa
menunjukkan perilaku yang lebih baik, dan kesehatan mental serta
kemampuan untuk berkonsentrasi mereka juga meningkat.

Keramahan Guru

Menciptakan lingkungan kelas yang ramah tidak hanya


menguntungkan siswa sendirian, tetapi juga dapat meningkatkan
kesehatan mental guru. Dengan menciptakan kelas yang positif
membuat siswa senang belajar dan guru pun tenang dalam
memberikan pelajaran. Keramahan guru membuat siswa merasa
nyaman, dan pelajaran dapat diterima dengan baik. Hindari
menggunakan hukuman karena dapat memicu keributan dan merusak
hubungan siswa dan guru.

Terlalu sering guru menghabiskan waktu dan energi untuk


menanggapi perilaku buruk dengan disiplin korektif, seperti memberi
tahu siswa untuk berhenti berbicara atau memberi mereka waktu
istirahat. Ini mungkin berhasil dalam jangka pendek, tetapi dapat
merusak hubungan guru-murid sementara melakukan sedikit untuk
mencegah perilaku buruk di masa depan. Penelitian menunjukkan
bahwa akan bermanfaat bagi kesejahteraan siswa dan guru jika
berfokus pada menciptakan lingkungan kelas yang positif.

115
Ada beberapa karakteristik perilaku guru yang disenangi oleh para
siswa diantaranya:
1. Guru yang demokratis, suka bekerja sama, dan baik hati.
2. Guru yang sabar, adil (tidak pilih kasih), konsisten.
3. Bersikap terbuka, suka menolong, dan ramah.
4. Humoris, memiliki berbagai macam minat, menguasai bahan
pelajaran.
5. Sikap menolong dan menggunakan contoh atau istilah yang baik.
6. Mempunyai kepribadian yang dapat menjadi contoh dari anak
didik dan masyarakat lingkungannya.
7. Tegas, sanggup menguasai kelas dan dapat membangkitkan rasa
hormat dari anak.
8. Berusaha agar pembelajaran menarik dapat membangkitkan
partisipasi aktif dari anak didik.

Karakteristik perilaku-perilaku guru yang tidak disenangi oleh anak


didik dan perlu dihindari diantaranya sebagai berikut:
1. Guru yang enggan mendampingi siswa membantu menjelaskan
proyek sekolah.
2. Menjelaskan proyek sekolah dengan langkah langkah yang kurang
dipahami siswa.
3. Guru emosional.
4. Guru menerapkan hukuman.
5. Tidak berlaku adil dan suka membanding-bandingkan.
6. Guru yang tidak mau belajar.

116
Berdasarkan pengamatan penulis, guru yang memberikan hukuman
kepada siswa bukan membuat siswa lebih baik, malah sebaliknya,
menjadikan perilaku mereka bertambah menjengkelkan. Hal ini
berkembang kepada teman-temannya untuk melakukan hal-hal yang
sama sehingga membuat lingkungan sekolah tidak nyaman.

Awali kelas dengan menyapa siswa Anda di depan pintu, ciptakan


suasana yang positif, memberikan rasa memiliki, meningkatkan
keterlibatan akademis, dan mengurangi perilaku mengganggu
sehingga akan tercipta kelas yang menyenangkan. Dengan suasana
yang menyenangkan dan positif dalam proses belajar mengajar baik di
kelas maupun di luar kelas, akan memberi manfaat bagi siswa
dan guru. Manajemen kelas sebagai salah satu perhatian besar untuk
untuk mencapai tujuan belajar. Hindari memberikan hukuman kepada
siswa yang melakukan kesalahan dan rangkul mereka untuk menjadi
siswa baik.

Budaya senyum, sapa, dan salam sebagai ciri khas bangsa Indonesia
merupakan salah satu kearifan lokal yang penting untuk diterapkan
sedini mungkin dan dapat dijadikan kunci pembuka dalam komunikasi,
yang nantinya akan membentuk berbagai perilaku yang mengarah
pada nilai-nilai positif. Lalu, sudahkan Anda senyum dan menyapa
murid anda hari ini?

117
Sumber:

Welcoming Students With a Smile


(https://www.edutopia.org/article/welcoming-students-smile)

http://smpn10-mlg.sch.id/?p=86

118
KLUB ONLINE
SELAMA PEMBELAJARAN JARAK JAUH
Yunina Resmi Prananta, M.Pd.
SD Negeri Wonolelo Wonosobo Jawa Tengah

Pandemi Covid-19 telah menyebabkan pergeseran besar menuju


pembelajaran online. Selama ini yang menjadi fokus guru hanya
menitikberatkan pada proses pembelajaran jarak jauh, dan
melupakan kegiatan ekstrakurikuler. Padahal, kegiatan
ekstrakurikuler merupakan salah satu kegiatan penting di sekolah
yang dapat meningkatkan motivasi belajar siswa. Klub online juga
memiliki peran penting dalam pembelajaran. Sejalan dengan hasil
laporan survei tahun 2020 terhadap siswa dan guru menengah yang
dilakukan oleh Phi Delta Kappa International bahwa klub online dapat
mengatasi stres karena memberikan banyak kesempatan untuk siswa
bersosialisasi dengan sesama siswa. Menurut Kevin Jarrett, klub
online juga dapat meningkatkan inisiatif siswa untuk saling bekerja
sama serta menghadirkan inovasi baru, di samping solusi yang di
hadirkan pembina klub online.

119
Apa yang terlintas pertama kali ketika membuat klub online?
Bagaimana membentuk komunitas? Siapa yang akan mengkoordinir
kegiatan tersebut? Platform apa yang akan digunakan? Apa visi, misi,
dan tujuan klub online dibentuk? Bagaimana proses tindak lanjut klub
online setelah dibentuk? Kita temukan jawabannya di artikel ini.

TIPS MEMANDU KLUB ONLINE

Ruang belajar online berbeda dengan kelas, tetapi dengan pendekatan


yang tepat, guru dapat mengoordinasikan peserta klub serta
menumbuhkan rasa empati antar anggota. Menurut Laura Milligan
(2020), ada 5 Tips memandu kelas klub virtual yaitu cairkan suasana
kelas dan pastikan setiap anggota mengenal anggota yang lain,
biarkan siswa memimpin klub dan guru hanya sebagai fasilitator saja
(Guru sebagai pendidik dapat mengoordinir pembentukan klub online,
lalu siswa senior yang berkompeten di bidangnya dapat membantu
sebagai ketua yang dapat mengajari anggotanya. Platform awal yang
dapat digunakan untuk menjelaskan secara teknis kepada anggota
baru yaitu zoom meeting/ google meet/ google class room/ microsoft
teams dll), optimalkan setiap pertemuan virtual (siapkan video
sebelum pertemuan, sehingga ketika dimulai kelas virtual, diskusi
dapat berjalan interaktif), tanyakan ke masing-masing anggota terkait
yang telah mereka ketahui, pastikan setiap anggota klub
berpartisipasi dan memiliki sarana untuk berpartisipasi dalam klub.

PEMBENTUKAN KLUB ONLINE

Setiap sekolah pasti memiliki beragam kegiatan ekstrakurikuler, yang


berguna membentuk pribadi siswa itu sendiri. Ada banyak tujuan dari
ekstrakurikuler di sekolah, salah satunya mengembangkan bakat,
minat, hobi, serta keterampilan siswa dalam upaya pembinaan
manusia seutuhnya, sehingga tercipta sumber daya manusia yang
unggul dan handal. Mengingat hal ini, guru dapat mendorong siswa
untuk membentuk klub online ekstrakurikuler, sebagai solusi praktis

120
di masa pandemi. Contoh klub online ekstrakurikuler bisa dibentuk
klub baru maupun mentransformasikan klub lama yang diubah
sistemnya menjadi basis online, misal klub bahasa inggris (belajar
conversation, public speaking), pramuka (JOTA-JOTI), musik tradisional
dan lain-lain yang dapat dimaksimalkan menggunakan fitur yang ada.
Misal setiap klub dapat berkomunikasi menggunakan Google meet
atau zoom meeting yang memungkinkan untuk berkomunikasi secara
langsung melalui laman maya.

MEMBUAT PENDAFTARAN ONLINE

Ketika memulai sebuah klub online, hal yang menjadi bahan


pertimbangan adalah siapakah yang akan tergabung dalam klub
tersebut. Sebagai seorang guru dan pembimbing klub tentunya perlu
menjaring siswa untuk bergabung. Pada hal ini, guru dapat
menggunakan fitur Google Form sebagai situs pendaftaran online yang
bisa diisikan siswa secara mudah seperti halnya yang diungkapkan
dalam penelitian Handayani, dkk (2018) yaitu pemanfaatan Google
Form untuk pendaftaran Tes TOEFL. Akan tetapi, jika sekolah sudah
memiliki website ataupun program yang lebih mendukung seperti
aplikasi pendaftaran ekstrakurikuler online maka bisa menggunakan
itu. Guru dapat meminta siswa mengisi identitas mereka berupa
(nama, tempat lahir, tanggal lahir, hobi, pilihan ekstrakurikuler, minat,
bakat yang dimiliki, alasan memilih ekstrakurikuler, dan meng-upload
sertifikat prestasi dll). Daftar pertanyaan dari formulir pendaftaran
online dapat menyesuaikan dengan kebutuhan informasi yang
diperlukan, serta daftar pertanyaan dapat ditambah maupun
dikurangi.

121
Mengapa perlu melakukan pendaftaran online? Pada hal ini, seorang
guru pembimbing dapat membuat pengkategorian terhadap minat
dan bakat siswa, mengetahui identitas mereka, serta mengetahui
kemampuan siswa berada di level berapa. Sehingga akan lebih mudah
mengontrol dan mencapai visi dan misi klub yang sudah ditentukan di
awal.

TINDAK LANJUT KLUB ONLINE

Bentuk tindak ekstrakurikuler di masa pandemi Covid-19 dapat


dilaksanakan dengan berbagai cara. Bisa dengan cara video conference
atau group chat. Untuk metode bisa fleksibel, artinya menyesuaikan
jenis kegiatan ekstrakurikuler. Misalnya kepramukaan blok dapat
dilaksanakan virtual dengan cara kemping di rumah. Sedangkan untuk
metoda kepramukaan aktualisasi, teknik kepramukaan tergabung ke
dalam mata pelajaran atau tekpram. Pada ekstrakurikuler English Club,
setiap seminggu sekali diadakan pertemuan minimal sekali untuk
mengasah kemampuan speaking, listening, dan keberanian berbicara
secara virtual di depan umum.

Hal yang perlu diperhatikan guru pembimbing saat membentuk klub


adalah membentuk jadwal kegiatan rutin dan rencana kegiatan jangka
pendek, menengah, dan jangka panjang. Guru tidak perlu bingung
mengenai pembuatan rencana kegiatan online, karena terdapat
layanan kalender online terintegrasi yang dirancang untuk tim dan
terkoneksi secara lancar dengan gmail, Google Drive, kontak, sites dan
meet sehingga setiap anggota klub mengetahui rencana kegiatan
selanjutnya. Google Calendar dapat menjadwalkan acara dengan cepat
dengan memeriksa jadwal kosong setiap anggota klub atau
menghamparkan kalender mereka dalam satu tampilan, serta dapat di
akses melalui laptop, tablet atau ponsel.

122
Ekstrakurikuler online juga dapat membuat stand virtual akhir
semester, dimana setiap klub perlu membuat demo ekstrakurikuler
dengan membuat stand virtual di Google Slide. Setiap klub akan
mendapatkan satu slide untuk menyesuaikan dan menjadikannya
sendiri sebagai cara untuk menampilkan komunitas mereka. Dalam
slide tersebut, mereka diberi mandat untuk menyertakan tautan
Google Meet/ Zoom Meeting untuk pertemuan mereka, nama klub, dan
informasi tentang klub. Untuk mempermudah guru dan siswa, setiap
klub wajib mengirimkan email slide kepada koordinator, sehingga
koordinator dapat menggabungkan semuanya menjadi satu.

KLUB ONLINE KE DEPAN

Ketika guru berencana membuat opsi klub online untuk siswa,


disarankan menggunakan Google Classroom atau sistem manajemen
pembelajaran distrik, baik dengan Zoom atau Google Meet untuk waktu
kolaborasi dan sinkronisasi mingguan. Melalui Google Classroom atau
LMS, sebagai koordinator harus terus memosting sumber belajar
sehingga siswa dapat memilih dari mana mereka belajar dan
mengembangkan keterampilan mereka. Jangan melupakan evaluasi
kegiatan klub online setiap 3 bulan sekali minimal, untuk terus
memantau kegiatan klub online. Sehingga klub bisa berjalan secara
efektif dan dapat dimanfaatkan secara maksimal.

123
Sumber:

Hernandez, Vivian. 2020. “Creating Online Clubs for Students


During Remote Learning”.
https://www.edutopia.org/article/creating-online-clubs-
students-during-remote-learning. Diakses pada 11 Februari
2021.

Minero, Emelina. 2020. “Extracurriculars Play a Vital Role During the


Pandemic”. https://www.edutopia.org/article/extracurriculars-
play-vital-role-during-pandemic. Diakses pada 11 Februari 2021.

Jarrett, Kevin. 2017. “Digital Shop Class: Fun and Profitable”.


https://www.edutopia.org/article/digital-shop-class-fun-
profitable-kevin-jarrett. Diakses pada 11 Februari 2021.

Milligan, Laura. 2020. “How to Set Up a Virtual Book Club for


Students”. https://www.edutopia.org/article/how-set-virtual-
book-club-students. Diakses pada 11 Februari 2021.

Handayani, I., Aini, Q., Cholisoh, N., & Agustina, I. I. 2018.


Pemanfaatan Google Form Sebagai Pendaftaran TOEFL (Test Of
English as a Foreign Language) Secara Online. Jurnal Tekno Info,
12(2), 55-59.

124
9 TIPS MANAJEMEN KELAS
Yunina Resmi Prananta, M.Pd.
SD Negeri Wonolelo Wonosobo Jawa Tengah

Manajemen kelas merupakan serangkaian upaya guru dalam


menciptakan dan memelihara kondisi kelas yang memungkinkan
siswa dapat belajar dengan baik tanpa gangguan, dimana suasana
kelas menjadi nyaman dan menyenangkan. Pada tahun 1950-an,
psikolog Jacob Kounin dan Paul Gump menemukan pengaruh buruk
dari sikap disiplin: Jika seorang siswa mengganggu dan guru
menanggapi dengan langkah-langkah disipliner yang ketat, siswa
tersebut mungkin akan berhenti mengganggu, akan tetapi siswa lain
akan mulai menunjukkan perilaku yang sama. Kounin dan Gump
menyebut ini sebagai "Ripple Effect," yang artinya ketika kita
melemparkan kerikil kecil ke dalam air maka akan menimbulkan
gelombang melingkar dan (percikan) di sekitarnya. "Guru yang
tertarik mengendali kan ‘Ripple Effect’ akan lebih memilih memberikan
instruksi yang jelas kepada siswa daripada memberikan
pressure/tekanan atau memarahinya," tulis Kounin dan Gump.

Pengelolaan ruang kelas masih menjadi masalah bagi guru, baik guru
senior maupun guru junior masih merasa sama sekali atau agak siap
untuk menangani siswa yang suka mengganggu di kelas. Manajemen
kelas yang baik akan menciptakan kondisi yang nyaman bagi siswa
dalam belajar. Guru harus menguasai bagaimana cara manajemen
kelas yang baik agar pembelajaran berjalan dengan lancar sesuai yang
diharapkan.

125
Berikut adalah sembilan tips manajemen kelas yang semuanya
didukung oleh penelitian.

Penguatan dan Yel-yel kelas: Pemberian penguatan dan yel-yel di


awal dan di akhir pelajaran dapat meningkatkan semangat belajar
pada siswa, hal ini sejalan dengan hasil penelitian Suasaningdyah
(2017), menyatakan bahwa “Penggunaan dan yel-yel pada jam-jam
akhir belajar belajar meningkatkan semangat belajar peserta didik
dalam iklim kelas yang menyenangkan.”

Contoh praktik yel-yel sebelum pembelajaran.


Hu ha yes tang kintang kintung yes
Sehat kuat cerdas berkarakter
Kelas 6 oye semangat belajar tuk raih cita-cita
Hao hao yes

Menyapa siswa di pintu kelas: Di Sekolah Dasar Van Ness di


Washington, DC, Falon Turner memulai hari dengan memberi setiap
siswanya salam tos, jabat tangan, atau pelukan. Menyapa siswa di
pintu kelas dapat membantu guru mengetahui antusias siswa pagi itu,
meningkatkan keterlibatan akademik sebesar 20% dan mengurangi
perilaku yang mengganggu sebesar 9% menambahkan sekitar satu
jam keterlibatan selama hari sekolah.

Menyapa siswa di pintu juga sebagai wujud dari penanaman


pendidikan karakter yang menekankan pada pembiasaan baik pada
siswa ketika berjumpa dengan orang lain. Suandari (2018),
menyatakan bahwa Pendidikan karakter bukan sekedar mengajarkan
mana yang benar dan mana yang salah, lebih dari itu, pendidikan
karakter menanamkan kebiasaan (habituation) tentang hal mana yang
baik sehingga peserta didik menjadi paham (kognitif) tentang mana
yang benar dan salah, mampu merasakan (afektif) nilai yang baik dan

126
bisa melakukannya (psikomotorik). Dengan kata lain, pendidikan
karakter menekankan pada habit atau kebiasaan yang terus-menerus
dipraktikan dan dilakukan.

Membangun hubungan: Membangun hubungan dengan siswa melalui


strategi seperti menyapa mereka di pintu kelas adalah sebuah awal
yang baik untuk memulai pembelajaran. Guru juga perlu
mempertahankan kegiatan positif ini selama satu tahun ajaran, dan
memperbaikinya ketika konflik dalam pembelajaran mulai muncul.
Michelle Murphy dalam artikel Edutopia yang berjudul 4 Tips for a
Successful Self-Contained Classroom menjelaskan bahwa membangun
hubungan yang kuat dengan siswa akan membawa kebermanfaatan
bagi guru yaitu guru dengan mudah mengenal bakat dan minat serta
kebutuhan siswa.

Gunakan pengingat dan isyarat: Penggunaan suara lonceng atau alat


musik untuk menarik perhatian siswa dapat digunakan untuk
menenangkan kelas yang bising. Guru juga dapat memberikan
instruksi kepada siswa seperti tanda peringatan jika kelas terasa mulai
gaduh. Pengingat dan isyarat adalah cara yang bermanfaat untuk
mendorong siswa mengikuti instruksi tanpa mengendalikan atau
memaksa secara berlebihan.

Pengingat umumnya berupa verbal, tetapi juga dapat berupa visual


(menjentikkan lampu untuk memberi sinyal bahwa sudah waktunya
untuk diam), pendengaran (membunyikan lonceng kecil untuk
memberitahu siswa bahwa mereka harus memperhatikan guru), atau
fisik (menggunakan sinyal tangan untuk memberitahu siswa untuk
kembali ke kursi mereka), isyarat tangan memungkinkan siswa untuk
terlibat secara verbal dan nonverbal.

Optimalkan tempat duduk di kelas: Siswa cenderung akan


mengganggu dalam proses pembelajaran dikarenakan mereka
mungkin duduk di samping teman-teman yang mereka sukai dan

127
menghabiskan waktu untuk mengobrol. Namun, membiarkan siswa
memilih kursi mereka sendiri dapat memberi siswa rasa kepemilikan
terhadap ruang kelas, serta dapat menimbulkan efek positif bagi
pribadi siswa, yaitu ruang yang ramah dapat mengurangi kecemasan
dan meningkatkan kinerja akademik. Solusi yang dapat dipilih adalah
siswa boleh memilih tempat duduk mereka sendiri, tetapi jika mereka
tidak dapat menyelesaikan pekerjaan mereka, mereka dipindahkan
kembali ke tempat duduk pilihan guru.

Mengoptimalkan tempat duduk di kelas juga dapat dilakukan dengan


cara mengatur posisi tempat duduk menjadi beberapa variasi. Hal ini
didukung oleh penelitian Fadhilah (2015), menyatakan bahwa variasi
pengaturan tempat duduk siswa dapat meningkatkan minat dan
motivasi belajar sehingga mempengaruhi peningkatan terhadap hasil
belajar.

Berikan pujian khusus perilaku: Mungkin tampak berlawanan, tetapi


mengakui perilaku positif dan mengabaikan gangguan kecil dapat
lebih efektif daripada menghukum atau mendisiplinkan siswa. Berikan
penguatan dan pujian kepada siswa setelah siswa mengerjakan tugas.
Misalnya, setelah siswa mengerjakan tugas dengan baik maka
beritahu siswa, "pekerjaanmu bagus, ayo selesaikan tepat waktu ya
karena pekerjaan terbaik adalah yang selesai tepat waktu." Ini juga
membantu untuk menghindari penggunaan kata ‘jangan’. Siswa lebih
cenderung mendengarkan instruksi yang mencakup alasan yang jelas.
Pemberian pujian dan feedback positif dari guru dalam pembelajaran
akan meningkatkan kepercayaan diri siswa.

Tetapkan ekspektasi yang jelas: Guru dan siswa berdiskusi membuat


kesepakatan kelas untuk menampilkan aturan dalam manajemen
kelas. Berikan ruang dan kesempatan kepada siswa untuk
menuangkan ide dan gagasan baik secara individu atau berpasangan
dengan menulis bersama. Hal ini merupakan strategi agar siswa dapat
berperan aktif dalam membuat kesepakatan sesuai dengan strategi

128
yang dipaparkan oleh Rosie Reid dalam artikelnya di laman Edutopia
yang berjudul “9 Strategies for Getting More Students to Talk”.
Kesepakatan aturan ini yang nantinya menjadi ekspektasi bersama
yang dituangkan dalam bentuk papan aturan kelas yang wajib
dilaksanakan bersama.

Secara aktif mengawasi: Guru melakukan pendampingan dan


pengawasan kepada siswa di kelas secara intensif, hal ini sangat
penting untuk mempertahankan manajemen kelas dan untuk
penyampaian instruksi pembelajaran secara efektif. Hal yang dapat
dilakukan guru dengan cara guru aktif berkeliling di sekitar ruang
kelas, mengecek hasil pekerjaan siswa, dan mengajukan pertanyaan
kepada siswa serta mendampingi siswa yang mengalami kesulitan
belajar. Sebuah studi tahun 2017 menemukan bahwa isyarat non-
verbal guru seperti tersenyum dan melakukan kontak mata dapat
mengurangi jarak fisik dan psikologis dengan siswa serta
meningkatkan perasaan positif siswa terhadap guru.

Konsisten dalam menerapkan aturan: Harapan, aturan, dan rutinitas


sekolah dan kelas harus diikuti dan diterapkan secara adil kepada
semua siswa tanpa memandang ras dan latar belakang. Terapkan
strategi bahwa setiap orang memiliki aturan yang sama dan memiliki
konsekuensi terhadap pelanggaran. Jangan hanya terfokus pada
siswa tertentu, akan tetapi fokuslah pada masalah perilaku yang
terjadi, bukan pada siswa. Guru seyogyanya memperbaiki kesalahan
dan menasehati ketika perilaku buruk terjadi.

Sumber:

Terada, Youki. 2019. “8 Proactive Classroom Management Tips”.


https://www.edutopia.org/article/8-proactive-classroom-
management-tips. Diakses pada 11 Februari 2021.

129
Murphy, Michelle. 2021. “4 Tips for a Successful Self-Contained
Classroom”. https://www.edutopia.org/article/4-tips-successful-
self-contained-classroom. Diakses pada 22 Februari 2021.

------. 2020. “Using Hand Signals for More Equitable Discussions”.


https://www.edutopia.org/video/using-hand-signals-more-
equitable-discussions. Diakses pada 22 Februari 2021.

Minero, Emelina. 2016. “ Personalizing Support With Response to


Intervention”. https://www.edutopia.org/practice/response-
intervention-safe-spaces-math-and-literacy. Diakses pada 22
Februari 2021.

Reid, Rosie. 2019. “9 Strategies for Getting More Students to Talk”.


https://www.edutopia.org/article/9-strategies-getting-more-
students-talk. Diakses pada 22 Februari 2021.

Curwin, Richard. 2012. “Fair Isn’t Equal: Seven Classroom Tips”.


https://www.edutopia.org/blog/fair-isnt-equal-richard-curwin.
Diakses pada 22 Februari 2021.

Suasaningdyah, E. 2017. Teknik Penguatan Dan Yel-Yel Motivasi


Meningkatkan Semangat Belajar Peserta Didik Pada Jam-Jam Akhir
Pelajaran. JP (Jurnal Pendidikan): Teori dan Praktik, 1(2), 113-
123.

Suandari, N. 2018. IMPLEMENTASI PEMBENTUKAN KARAKTER


SISWA MELALUI PROGRAM PENERAPAN 5 S (SENYUM, SAPA,
SALAM, SOPAN, SANTUN) SD MUHAMMADIYAH
AMBARBINANGUN TIRTONIRMOLO KASIHAN BANTUL
YOGYAKARTA TAHUN AJARAN 2017/2018 (Doctoral
dissertation, UNIVERSITAS ALMA ATA YOGYAKARTA).

Fadhilah, L. N. 2015. Variasi Pengaturan Tempat Duduk Siswa Dalam


Upaya Meningkatkan Minat Dan Motivasi Belajar Pada Mata
Pelajaran IPA Kelas IV Di SD Negeri 1 Sawahan Tahun Ajaran
2014/2015 (Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah
Surakarta).

130
PESAN PAGI
DALAM PEMBELAJARAN JARAK JAUH
Yunina Resmi Prananta, M.Pd.
SD Negeri Wonolelo Wonosobo Jawa Tengah

Pesan pagi adalah cara untuk membantu siswa SD bertransisi dari


rumah ke sekolah dan dapat diadaptasi untuk belajar di rumah. Pagi
hari adalah waktu yang penting bagi siswa untuk menyiapkan
pembelajaran sekolah. Dimana siswa membutuhkan bantuan guru dan
orang tua untuk menyiapkan kegiatan sekolah. Salah satu strategi
yang dapat digunakan untuk mengatur kegiatan keseharian belajar
adalah pesan pagi interaktif.

Pesan pagi adalah pesan harian dari guru yang diposting untuk siswa
ketika mereka memasuki kelas maya. Ini dapat ditulis di kertas bagan,
diproyeksikan di papan tulis bagi yang menerapkan pembelajaran
tatap muka atau juga dapat dibagikan melalui whatsapp, telegram, line,
google classroom untuk menjangkau siswa yang belajar jarak jauh.

131
Pesan pagi digunakan untuk menyambut siswa ke sekolah (kelas
maya) dan membantu memperkuat keterampilan akademik.
Menambahkan komponen interaktif, membantu meningkatkan
motivasi, keterlibatan siswa, dan membangun komunitas dan
konsistensi pembelajaran jarak jauh. Pesan pagi membantu siswa
mengetahui bahwa tugas pertama mereka setiap hari adalah
membaca dan menanggapinya.

Bagi guru membuat pesan pagi interaktif setiap hari adalah pekerjaan
yang sulit karena membutuhkan waktu persiapan yang cukup banyak.
Hal ini dapat diantisipasi dengan menggunakan jadwal mingguan
untuk menentukan tema pesan dan mengulangi jenis pesan yang sama
setiap minggu guna merampingkan proses pembelajaran. Hal ini
memudahkan guru dalam melakukan perencanaan dan
mempermudah siswa dalam mengetahui tugas setiap minggunya.
Dalam hal ini guru dapat menggunakan berbagai literatur dalam
menentukan nama tema untuk membangun rutinitas yang
menyenangkan dan sederhana yang mudah diingat oleh siswa.

SENIN BERHITUNG

Pada hari Senin, pesan pagi dapat berupa teka-teki matematika yang
harus dijawab siswa biasanya berupa sarapan pagi matematika. Pesan
pagi dapat berupa materi baru atau meninjau (review) konsep yang
disampaikan minggu sebelumnya. Siswa dapat menyelesaikan
masalah sederhana, seperti menambahkan atau membagi atau
menyederhanakan pecahan atau menyelesaikan masalah yang
komplek (disesuaikan dengan materi yang akan dicapai pada hari
tersebut). Sejalan dengan salah satu strategi yang dijelaskan oleh
Rachel Levy dalam artikel Edutopia yang berjudul 5 Tips for Improving
Students’ Success in Math, yaitu pemberian masalah otentik untuk
mendorong siswa memecahkan masalah di dunia nyata sehingga
meningkatkan minat dan pemahamannya terhadap matematika.

132
Memasukkan matematika ke dalam pesan pagi memberikan waktu
ekstra untuk matematika. Ini juga memungkinkan guru untuk
memperkenalkan atau meninjau topik dengan cara yang
menyenangkan. Maswar (2019), menyatakan bahwa strategi
pembelajaran dengan metode permainan mathemagic, teka-teki dan
cerita matematis dapat membuat siswa senang saat belajar. Bahkan
siswa yang mengatakan mereka tidak pandai matematika sering kali
menikmati dan ikut berpartisipasi dalam pesan pagi serta mencoba
untuk menyelesaikan masalah yang mungkin enggan mereka lakukan.

SELASA BERCERITA

Pada hari Selasa, guru mengajukan pertanyaan ke kelas dan meminta


setiap siswa untuk menanggapinya baik secara tertulis maupun lisan.
Hal ini mengingat budaya literasi adalah aspek penting yang perlu
dimiliki siswa sejak dini, hal tersebut didukung oleh penelitian
Dewantara, dkk (2017) yang menyatakan bahwa budaya literasi
secara efektif dapat meningkatkan minat baca siswa.

Sebagai bentuk umpan balik, siswa dapat merespons langsung pada


pesan atau ketika berada di kelas dapat menggunakan stick note. Salah
satu artikel Edutopia yang berjudul Combining Literacy Skills and
Community Building, menjelaskan bahwa selama pembelajaran jarak
jauh, siswa dapat memosting pertanyaan-pertanyaan ini secara online
dan memungkinkan siswa untuk merespons baik selama diskusi kelas
atau dalam pesan pribadi.

133
Guru dapat menggunakan pertanyaan ini untuk berbagai tujuan,
termasuk mengenal siswa, membangun komunitas kelas, memperkuat
konsep akademik, dan mengajarkan keterampilan belajar sosial dan
emosional. Berikan contoh pertanyaan yang dapat diberikan pada
siswa:

Guru : “Apa judul buku yang kamu baca hari ini?”


Guru : “Apa buku favoritmu yang telah kamu baca minggu ini?”

RABU SUKA-SUKA

Pada hari Rabu siswa dapat menyuarakan pendapat mereka yang


berkaitan dengan apa yang mereka sukai. Guru dapat bertanya
melalui contoh pertanyaan berikut. Pertanyaan yang disajikan bisa di
luar konten pembelajaran, terkait dengan konten akademik,
berdasarkan musim, atau pertanyaan yang berkaitan dengan
lingkungan di sekitar siswa. Berikan contoh pertanyaan yang dapat
diberikan pada siswa:

Guru : “Mana yang kamu lebih suka, siomay atau donat?”


Guru : “Mana yang kamu lebih suka, menggambar atau berhitung?”

Guru menggunakan kalimat "Mana yang kamu lebih suka..." untuk


mendiskusikan masalah yang ditanyakan. Untuk siswa kelas tinggi,
mereka juga dapat memulai percakapan tentang hal tertentu, lalu
dilanjutkan dengan berdiskusi, yaitu meminta siswa untuk
mengungkapkan alasan mereka memilih hal tersebut, membela
pilihan mereka atau membujuk teman yang berbeda pilihan, mengapa
pilihan mereka lebih baik.

134
KAMIS BERIMAJINASI

Pada hari Kamis, siswa dibebaskan untuk berpikir secara kreatif. Misal
guru menggambar bagian dari objek, lalu siswa diberi keleluasaan
sesuai imajinasi dan kreativitas mereka untuk melanjutkan objek
tersebut. Selama pembelajaran jarak jauh, guru dapat mengirim
gambar sederhana secara online dan mengimbau kepada orang tua
atau wali untuk mencetaknya dan mengirimi foto gambar yang sudah
selesai. Guru memberlakukan batas waktu untuk menyelesaikan
proyek tersebut, dan siswa memiliki kesempatan untuk berbagi kreasi
mereka secara online. Pesan yang diberikan guru dapat berupa
gambar V, perhatikan contoh berikut:

Guru : “Selamat pagi, hari ini ibu memiliki sebuah gambar. Dari
gambar berikut silahkan kalian lanjutkan agar menjadi sebuah objek
apapun kecuali cone es krim ya”

Dalam kegiatan ini siswa akan menggambar objek kecuali cone es krim
sesuai petunjuk guru. Mereka akan berimajinasi objek yang lain.
Aktivitas ini akan meningkatkan kemampuan akademik siswa, hal ini
sejalan dengan penelitian Rosidah tahun 2014 yang menyatakan
bahwa permainan maze yang dibuat berbagai modifikasi dapat
meningkatkan kecerdasan visual spasial anak.

JUMAT SEHAT

Pada hari Jumat guru menyiapkan alat olah raga, lalu siswa diberi
kesempatan memilih alat yang mereka sukai. Di masa pandemi, guru
menyiapkan kegiatan olahraga yang bisa dilakukan dalam rumah,
misal senam lantai, lompat-lompat, lari cepat, dan lain-lain. Guru
menginstruksikan siswa untuk menuangkan alasan, mengapa siswa
memilih olahraga tersebut.

135
Kegiatan jumat sehat diharapkan dapat melatih kecepatan,
kelentukan dan kelenturan otot tubuh. Sesuai yang dipaparkan dalam
tayangan video berjudul Using Athletics to Teach Social and Emotional
Skills dalam Edutopia yaitu olahraga dapat membangun keterampilan
dalam pengendalian diri dan membangun kepercayaan diri seseorang
serta meningkatkan kemampuan otak dalam berpikir.

SABTU TEKA-TEKI

Pada hari Sabtu, pesan berisi teka-teki yang harus dipecahkan oleh
siswa. Tebak-tebakan bisa berkaitan dengan pelajaran yang akan
disampaikan pada hari itu. Mis al pada tema hewan, bentuk
pertanyaan bisa berupa “sebutkan nama hewan yang terdiri 1 huruf?”
(Jawabannya adalah GAJAH, yaitu G-ajah). Setelah itu siswa dapat
diminta untuk mendeskripsikan ciri-ciri hewan tersebut.

Guru juga dapat memperkenalkan analogi, teka-teki logika, dan


permainan kata. Permainan kata juga dapat berupa isian kalimat atau
paragraf rumpang yang harus diisi oleh siswa, seperti yang dituliskan
oleh Laura Lee dalam artikelnya yang berjudul An Engaging Word Game
Helps Students Grasp Implicit Bias. Pesan-pesan ini membantu
mengembangkan keterampilan berpikir kritis siswa.

Pesan pagi terbaik adalah pesan pagi yang menyenangkan sekaligus


memiliki perintah yang jelas, sehingga tujuan pembelajaran dapat
tercapai dengan efektif. Melalui pesan pagi guru juga dapat
memahami bakat yang dimiliki siswa dalam pembelajaran.

136
Sumber:

Walton, Lisa. 2020. “Using Morning Messages to Start the Day in


Distance Learning.” https://www.edutopia.org/article/using-
morning-messages-start-day-distance-learning. Diakses pada 11
Februari 2021.

-------. 2020. “Using Morning Messages to Start the Day in Distance


Learning.” https://www.edutopia.org/video/staying-connected-
through-morning-message-videos. Diakses pada 22 Februari
2021.

Rose, Dan. 2021. “ Combining Literacy Skills and Community


Building”. https://www.edutopia.org/article/combining-literacy-
skills-and-community-building. Diakses pada 22 Februari 2021.

Levy, Rachel. 2018. “ 5 Tips for Improving Students’ Success in Math”.


https://www.edutopia.org/article/5-tips-improving-students-
success-math. Diakses pada 22 Februari 2021.

------. 2020. “Using Athletics to Teach Social and Emotional Skills”.


https://www.edutopia.org/video/using-athletics-teach-social-
and-emotional-skills. Diakses pada 22 Februari 2021.

lee, Laura. 2019. “An Engaging Word Game Helps Students Grasp
Implicit Bias”. https://www.edutopia.org/article/engaging-word-
game-helps-students-grasp-implicit-bias. Diakses pada 22
Februari 2021.

Maswar, M. 2019. Strategi Pembelajaran Matematika Menyenangkan


Siswa (MMS) Berbasis Metode Permainan Mathemagic, Teka-teki Dan
Cerita Matematis. Alif Matata: Jurnal Pendidikan Dan
Pembelajaran Matematika, 1(1), 28-43.

137
Rosidah, L. 2014. Peningkatan Kecerdasan Visual Spasial Anak Usia Dini
Melalui Permainan Maze. Jurnal Pendidikan Usia Dini, 8(2), 281-
290.

Dewantara, I. P. M., & Tantri, A. A. S. 2017. Keefektifan budaya literasi


di SD N 3 Banjar Jawa untuk meningkatkan minat baca. Journal of
Education Research and Evaluation, 1(4), 204-209.

138
139
PERAN KEPALA SEKOLAH DALAM
MENINGKATKAN KOMPETENSI GURU
MELAKUKAN PENILAIAN FORMATIF
Didin Nuruddin H.

Semenjak awal tahun 2020, pandemi Covid-19 telah melanda


sebagian besar belahan dunia, termasuk Indonesia. Efek pandemi
terasa sangat besar melanda tidak hanyak di sektor kehidupan
bermasyarakat, kesehatan dan ekonomi, namun juga berpengaruh
besar terhadap sektor pendidikan. Sebagai contoh, saat ini sangat
perlu melaksanakan gerakan 5M yang terdiri dari memakai masker,
mencuci tangan, menjaga jarak, menjauhi kerumunan dan mengurangi
mobilitas. Gerakan ini terlaksana di semua aspek, tidak terkecuali di
sektor pendidikan.

140
Di sektor pendidikan, pandemi Covid-19 telah melahirkan suasana
belajar mengajar yang sangat berbeda dengan situasi normal
sebelumnya. Hampir semua mode pembelajaran saat ini dilaksakanan
secara daring. Dalam kondisi darurat ini, kemasan muatan
pembelajaran daring, harus tetap sarat dengan penguatan literasi dan
karakter. Konten diajarkan, selain untuk mengembangkan
pengetahuan siswa, juga digunakan sebagai medium dalam
menumbuhkan dan memperkuat kompetensi guru. Sebagai sebuah
aktivitas pembelajaran formal, walau dalam situasi pandemi, penilaian
tetap harus dilakukan. Oleh sebab itu, strategi yang efektif di dalam
melakukan penilaian formatif perlu dikembangkan oleh para guru.

Kompetensi penting yang harus dimiliki kepala sekolah di antaranya


yaitu mengembangkan kompetensi warga sekolah untuk
meningkatkan kualitas belajar murid (facilitating, coaching, mentoring).
Kepala sekolah melalui kepemimpinannya memiliki peran sentral
dalam hal: 1. Melakukan pendampingan kepada guru untuk
melakukan pengembangan diri, dan 2. Melakukan pendampingan
kepada guru untuk meningkatkan kualitas belajar murid. Diharapkan
seorang kepala sekolah mampu merancang program pengembangan
program pengembangan kompetensi warga sekolah secara berkala
dan terlibat langsung dalam melakukan pengembangan kompetensi
warga sekolah.

Terkait dengan upaya peningkatan kompetensi guru dalam


melakukan penilaian formatif, kepala sekolah perlu mengembangkan
sistem peningkatan kompetensi penilaian formatif dan selanjutnya
melakukan pendampingan intensif kepada para guru. Beberapa
strategi penilaian formatif yang efektif adalah sebagai berikut:

141
1. Strategi Pemecahan Masalah
Strategi ini merupakan penilaian cepat yang paling efisien dan efektif
untuk pemahaman yang melibatkan pemecahan masalah. Hadirkan
siswa dengan kesalahpahaman umum atau kesalahan prosedural yang
sering terjadi. Lihat apakah mereka bisa: mengidentifikasi kekurangan
atau kesalahan, dan (bahkan lebih baik) memperbaiki. Tanggapan
mereka akan memberikan gambaran cepat mengenai kedalaman
pemahaman mereka. Contoh: guru bisa menyajikan draf kasar tulisan
dan minta siswa menjadi editor untuk menandai kesalahan komposisi
dan tata bahasa. Guru dapat meminta siswa meriviu pekerjaan pada
masalah kata beberapa langkah untuk mengidentifikasi kesalahan
komputasi dan kesalahan penalaran, dan memperbaikinya. Dalam
contoh lain misalkan kelas fotografi, perlihatkan foto yang
mencerminkan kesalahan komposisi umum atau pencahayaan yang
kurang baik, dan meminta siswa merekomendasikan koreksi yang
diperlukan menggunakan perangkat lunak pengedit foto.
2. Strategi Analogi
Strategi yang lebih canggih mengundang siswa untuk
mengembangkan analogi atau metafora untuk menggambarkan
konsep atau keterampilan yang baru dipelajari. Efektivitas analogi
atau metafora penjelasan mereka dapat memberi guru gambaran
tentang pemahaman siswa. Namun, berhati-hatilah saat menafsirkan
tanggapan siswa terhadap teknik ini. Siswa mungkin sangat
memahami konsep tetapi tidak dapat menghasilkan analogi yang
sesuai. Meminta siswa untuk menjelaskan analogi mereka akan
memberi Anda wawasan lebih jauh tentang pemahaman mereka.

142
Berikut adalah pertanyaan untuk siswa:
A _____ itu seperti _____ karena _____.
Contoh: Pecahan adalah bagian dari keseluruhan seperti roda adalah
bagian dari sepeda. Penilaian formatif seperti mencicipi makanan saat
Anda memasak karena memberikan masukan yang dapat digunakan
juru masak untuk membuat penyesuaian guna menyempurnakan
makanan. Siswa juga dapat membuat analogi visual. Dalam lingkungan
pembelajaran virtual, siswa dapat memposting analogi dan metafora
mereka di kotak obrolan atau di slide Google atau papan Pinterest.
Catatan: Beberapa dari teknik ini dapat digunakan secara alami dalam
hubungannya dengan teknik penilaian formatif populer lainnya.
Meskipun teknik ini dapat memberikan informasi berharga tentang
keefektifan pengajaran dan kualitas pembelajaran siswa, teknik
tersebut tidak berhenti begitu saja. Sebaliknya, mereka harus dilihat
sebagai langkah pertama dalam "siklus umpan balik". Langkah
selanjutnya adalah bertindak berdasarkan umpan balik itu.
Mengajarkan kembali sesuatu yang banyak siswa gagal pelajari;
mengoreksi kesalahpahaman yang mungkin terungkap; dan / atau
memberikan dukungan yang kokoh kepada siswa yang
membutuhkannya. Apalagi ketika siswa diberikan umpan balik,
mereka juga harus diberi kesempatan untuk melakukan perbaikan
terhadap apa yang mereka kerjakan.
3. Strategi Membayangkan Representasi Visual
Seperti pengatur grafik dan peta konsep, strategi ini banyak
digunakan untuk meningkatkan pembelajaran, dan juga dapat
digunakan sebagai penilaian formatif. Dalam strategi ini, guru
meminta siswa membuat representasi visual atau simbolik (misalnya,
pengatur grafik, web, atau peta konsep) dari informasi dan konsep
abstrak dan kemudian menjelaskan representasi visual yang siswa
buat. Teknik penggambaran sangat berguna untuk melihat apakah
siswa memahami bagaimana berbagai konsep atau elemen suatu
proses terkait.

143
Contoh, siswa diminta menggambar jaringan faktor-faktor visual yang
mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Contoh lainnya yaitu meminta
siswa untuk mengembangkan peta konsep untuk menggambarkan
bagaimana proses metamorphosis lengkap kupu-kupu mulai dari
proses awal hingga proses akhir. Contoh berikutnya dengan meminta
siswa untuk membuat peta cerita atau diagram urutan yang
menunjukkan peristiwa-peristiwa besar dalam perkembangan
pandemi di Indoneisa. Di lingkungan pembelajaran virtual, siswa
dapat memposting hasil representasi visual mereka di Google slide
atau papan Pinterest, atau di Nearpod atau Jamboard.
4. Strategi Membuat Ringkasan
Strategi penilaian formatif ini dikembangkan agar siswa secara
teratur meringkas apa yang mereka pelajari. Strategi ini tidak hanya
cara yang efektif untuk membantu mereka meningkatkan pemahaman
dan retensi materi baru, tetapi juga dapat memberikan wawasan
kepada guru tentang apakah siswa benar-benar memahami ide-ide
penting. Berikut beberapa contoh teknik ini: Buat tweet dalam 280
karakter atau kurang dengan menjawab pertanyaan: Ide besar apa
yang telah siswa pelajari tentang _____? Rekam podcast atau vodcast
satu menit menggunakan aplikasi di smartphone atau tablet untuk
merangkum konsep utama dari satu atau beberapa pelajaran.
Persiapkan surat mingguan kepada guru (atau orang tua) yang
merangkum sesuatu yang sekarang siswa pahami sebagai hasil
pembelajaran selama seminggu terakhir.

144
5. Strategi Memberi Sinyal
Strategi ini dipraktekkan dengan meminta siswa untuk
memperlihatkan isyarat tangan yang ditunjuk untuk menunjukkan
tingkat pemahaman mereka tentang sebuah konsep, materi belajar,
atau proses yang sedang dipelajari.

Sebagai contoh:
Jempol: Siswa mengerti dan bisa menjelaskannya dengan kata-kata
mereka sendiri.
Lambaikan tangan: Siswa tidak sepenuhnya yakin dan ragu mereka
bisa memahami penjelasan guru.

Penilaian diri dan pelaporan diri bisa jadi tidak dapat diandalkan, jadi
gunakan teknik panggilan acak untuk secara berkala memilih siswa
dengan jempol mereka ke atas (misalnya, menunjuk nama secara acak
dari daftar absen) dan meminta mereka untuk menjelaskan. Di
lingkungan pembelajaran virtual, siswa dapat memberi sinyal di
kamera atau memposting emoji yang ada misalkan di Zoom atau
Google Meet untuk memberi sinyal tingkat pemahaman mereka.
Sebagai kesimpulan, dengan mengembangkan sistem penilaian
formatif yang efektif, diharapkan para guru mampu mengumpulkan
data dan informasi mengenai sejauhmana atau seberapa baik
kemajuan siswa dalam menguasai kompetensi, menginterpretasikan
data, dan informasi tersebut serta memutuskan kegiatan
pembelajaran yang paling efektif untuk memfasilitasi setiap siswa
untuk mencapai penguasaan kompetensi yang optimal. Tentunya
peran kepala sekolah sangat sentral dalam mengembangkan dan
mengawal penilaian formatif agar mencapai tujuan yang maksimal
demi peningkatan kompetensi guru dan kemampuan siswa.

145
Sumber:

https://www.edutopia.org/article/8-quick-checks-understanding

http://ditsmp.kemdikbud.go.id/infografis-penilaian-formatif/

146
REFLEKSI KEPALA SEKOLAH DALAM
MENJALANKAN RODA KEPEMIMPINAN
Didin Nuruddin H.

Kepala sekolah pada hakikatnya adalah seorang pemimpin yang


mempunyai kemampuan untuk memengaruhi perilaku orang lain di
dalam kerjanya. Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, seorang
kepala sekolah memiliki kewenangan untuk mengarahkan dan
mempengaruhi bawahannya sehubungan dengan tugas-tugas yang
harus dilaksanakan. Pada tahap pemberian tugas, kepala sekolah
harus memberikan arahan dan bimbingan yang jelas dengan maksud
agar bawahan dapat menjalankan tugas dengan tujuan yang telah
ditetapkan bersama. Kepala sekolah memiliki wewenang dalam
mengarahkan para bawahan dan juga dapat memberikan pengaruh
terhadap apa yang dikerjakan oleh bawahan.

147
Oleh karena itu, kepala sekolah diharapkan memiliki kompetensi
dalam menjalankan roda kepemimpinannya agar tujuan bersama yang
ingin dicapai bisa dicapai dengan maksimal. Salah satu jiwa
kepemimpinan yang perlu dikembangkan oleh kepala sekolah adalah
karakter kepemimpinan transformasional. Seorang kepala sekolah
perlu menyamakan visi bersama dengan para guru dan staf, peka
terhadap suara arus bawah dan berusaha keras untuk memenuhi
harapan yang disuarakan oleh warga sekolah.

Seorang kepala sekolah harus mampu menunjukkan praktik


pengembangan diri yang didasari kesadaran dan kemampuan pribadi.
Kepala sekolah harus mampu mengidentifikasi kelebihan dan
kelemahan praktik diri dalam kepemimpinan pendidikan. Oleh sebab
itu, seorang kepala sekolah harus terbiasa melakukan refleksi diri
secara terstruktur dan selanjutnya mampu menginisiasi kolaborasi
dalam melakukan refleksi yang melibatkan warga sekolah. Kepala
sekolah harus secara kontinyu melakukan refleksi berupa komitmen
untuk mempertanyakan asumsi-asumsi yang digunakan ketika
mengambil keputusan. Refleksi ini sangat penting bagi seorang
pemimpin. Dalam rangka menggapai visinya, mungkin yang terlontar
adalah pendapat-pendapat pribadinya. Dengan perasaan superior
yang kadang muncul tanpa disadari, seorang pemimpin terjebak
membuat strategi-strategi yang mungkin kontraproduktif ketika
diimplementasikan. Saat itu mungkin ia tidak memperhitungkan
pendapat banyak pihak. Ketika refleksi tidak hadir pada diri seorang
pemimpin, ada resiko pemimpin tersebut membuat keputusan yang
tidak tepat. Beberapa contoh refleksi yang perlu dilakukan oleh
kepala sekolah adalah sebagai berikut:

148
Kepala sekolah perlu melakukan refleksi apakah dalam memimpin
telah memimpin dengan memberi contoh. Seorang kepala sekolah
harus mampu memberikan tauladan kepada para staf dan guru.
Pemimpin sekolah adalah figur. Karenanya, segala tindak tanduknya
sangat berpengaruh terhadap organisasi yang dipimpinnya. Kebaikan
yang dipertontonkan oleh pemimpin selama ia menjabat, akan
menjadi kenangan terindah bagi timnya. Selain itu, tim akan meniru
pola kepemimpinan tersebut pada suatu hari nanti. Kepala sekolah
yang mampu menjadi teladan baik secara moral maupun profesional.
Secara moral, perilaku kepala sekolah harus benar-benar menjadi
teladan, baik bagi guru, siswa, maupun masyarakat. Secara
profesional, kepala sekolah harus mampu membuktikan bahwa dalam
bekerja ia tidak hanya didasarkan pada intuisi, melainkan pada
patokan ilmiah yang jelas dan sesuai dengan perundangan-undangan
yang berlaku. Seorang kepala sekolah harus mampu memberikan
contoh bahkan dalam kegiatan sehari-hari. Sebagai contoh dalam
menunjukkan kedisiplinan, seorang kepala sekolah harus
mencontohkan dengan cara selalu datang tepat waktu. Sehingga hal
ini bisa menjadi kesempatan untuk mencontoh perilaku yang ingin
kepala sekolah ingin lihat pada para guru dan staf.
1. Kepala sekolah perlu melakukan refleksi apakah dalam memimpin
telah mendengarkan masukan dari para guru dan staf. Seorang
kepala sekolah harus bisa menghindari berasumsi bahwa solusi
yang dicetuskan oleh kepala sekolah adalah satu-satunya solusi,
dan meluangkan waktu untuk berinteraksi dengan staf dan
menanggapi harapan mereka. Menciptakan budaya yang
mengutamakan orang menunjukkan kepada staf bahwa seorang
kepala sekolah menghargai masukan mereka dan menanggapi
harapan mereka dengan serius. Kepala sekolah harus selalu
membuka pintu selebar-lebarnya bagi para guru dan staf untuk
memberikan masukan sehingga seorang kepala sekolah bisa
mengetahui apa yang terjadi secara nyata di sekolah.

149
2. Kepala sekolah perlu melakukan refleksi apakah dalam memimpin
telah menetapkan tujuan yang jelas. Dalam menetapkan tujuan,
seorang kepala sekolah harus memastikan untuk berkomunikasi
dengan para guru dan staf sehingga mereka memahami peran
mereka dalam mencapai tujuan bersama tersebut. Dalam
mencapai tujuan, seorang kepala sekolah harus membuat tujuan
yang kompleks menjadi sederhana dan jelas. Selain itu, seorang
kepala sekolah harus memulai dengan membuat tujuan
keseluruhan lalu mengkomunikasikan hal tersebut kepada para
guru dan staf secara berkelanjutan. Dalam upaya mencapai tujuan
tersebut, seorang kepala sekolah harus memotivasi anggota tim
secara teratur dan bersikap transparan.
3. Kepala sekolah perlu melakukan refleksi apakah dalam memimpin
telah mengedepankan fokus pada rasa hormat daripada
popularitas. Meskipun mungkin tergoda untuk membuat
keputusan yang mungkin diinginkan oleh para guru dan staf,
seorang kepala sekolah juga harus memusatkan proses
pengambilan keputusan di sekitar kebutuhan siswa. Jika seorang
kepala sekolah menjadikan siswa sebagai inti pengambilan
keputusan dan konsisten, sebagian besar staf akan menerima
keputusan yang tidak populer, terutama jika seorang kepala
sekolah mengomunikasikan alasannya.
4. Kepala sekolah perlu melakukan refleksi apakah dalam memimpin
telah memberikan umpan balik yang teratur dan konstruktif
kepada para guru dan staf. Seorang kepala sekolah harus mampu
memastikan untuk memberikan penilaian kepada para guru dan
staf sesegera mungkin setelah pertemuan, dan berikan contoh.
Seorang kepala sekolah harus menyadari bahwa umpan balik
tidak melulu terkait dengan hal-hal yang negatif atau kekurangan.
Kepala sekolah juga harus menggunakan kesempatan untuk
mengevaluasi hal-hal baik yang telah dilakukan para guru dan staf

150
sehingga mereka bisa tahu mana yang sudah baik dan perlu
dipertahankan bahkan ditingkatkan.
5. Kepala sekolah perlu melakukan refleksi apakah dalam memimpin
telah mendelegasikan limpahan tugas secara benar kepada para
guru dan staf. Seorang kepala sekolah harus mampu membangun
hubungan kepercayaan dengan para guru dan staf Anda sehingga
kepala sekolah dapat mendelegasikan beberapa tanggung jawab
kepada mereka dan meluangkan waktu yang dimiliki untuk
menjalankan prioritas lain. Seorang kepala sekolah harus
menyadari bahwa dia harus mempu memilah dan memilih mana
tugas yang berada di level kapasitasnya sebagai seorang
pemimpin dan mana tugas yang seharusnya didelegasikan kepada
para guru dan staf. Dengan demikian, terjadi sinergi yang baik
antara semua elemen sekolah dan kepala sekolah dapat fokus
untuk menjalankan tugas yang memang menjadi kewenangannya.
6. Kepala sekolah perlu melakukan refleksi apakah dalam memimpin
telah menjadikan rapat sebagai agenda penting. Seorang kepala
sekolah harus menjadikan rapat sebagai salah satu aktivitas
penting yang selalu harus memiliki perencanaan dan tujuan yang
jelas. Rapat hendaknya bukan saja merupakan agenda rutin yang
harus dijalankan, namun perlu selalu didasari dengan tujuan yang
jelas baik itu dari segi perencanaan hingga tahap distrubusi hasil
rapat. Hindari kebiasaan rapat yang tidak maksimal dengan
mengidentifikasi hasil spesifik untuk setiap rapat dan
mendistribusikan informasi dengan cara lain yang lebih efisien
waktu, seperti email atau risalah rapat yang dikirimkan melalui
grup WhatsApp sehingga semua guru dan staf bisa mengetahui
kembali detil rapat yang telah dilaksanakan.

151
Sebagai kesimpulan, proses refleksi harus selalu hadir di dalam
kepemimpinan seorang kepala sekolah. Melalui proses refleksi- lah
seorang pemimpin merenungkan kebijakan-kebijakan yang telah
diiplementasikan dan juga kebijakan yang akan diimplementasikan.
Hasil dari refleksi tersebut tentunya akan menghasilkan peningkatan
kualitas kepemimpinan seorang kepala sekolah yang akan berdampak
positif terhadap seluruh warga sekolah.

Sumber:

https://www.edutopia.org/article/8-quick-checks-understanding

http://ditsmp.kemdikbud.go.id/infografis-penilaian-formatif/

152
STABILITAS MENTAL PARA GURU
DAN STAF DALAM MASA PANDEMI:
APA PERAN YANG BISA DILAKUKAN
KEPALA SEKOLAH?
Didin Nuruddin H.

Salah satu model kompetensi yang perlu dikembangkan oleh kepala


sekolah yaitu kompetensi dalam kematangan moral, emosi, dan
spiritual. Tujuannya adalah membantu guru dalam mengelola emosi,
menggunakan prinsip moral, dan menunjukkan keyakinan kepada
Tuhan Yang Maha Kuasa untuk mengembangkan perilaku kerja dan
praktek kepemimpinan. Kompetensi ini sangat penting terutama di
masa pandemi COVID-19 dimana sistem pendidikan berubah drastis
di segala lini dan berefek masif hingga berdampak kepada stabilitas
mental para guru dan staf.

153
Dalam menghadapi pandemi dan transisi mendadak ke pembelajaran
jarak jauh, para guru dan staf merasakan tekanan yang berat. Salah
satunya untuk bisa mengikuti ritme perubahan penyesuaian
kebiasaan dan kompetensi sesuai dengan tuntutan perubahan.
Tingkat stres guru dan staf saat ini jauh lebih tinggi daripada sebelum
pembelajaran jarak jauh, dan hal tersebut berpotensi berdampak
terhadap stabilitas mental.

Adalah tugas pemimpin sekolah untuk mendukung para guru dan staf
dalam menyesuaikan diri dengan perubahan, dan juga stabilitas
emosional dan sosial mereka. Sebagai seorang pemimpin, kepala
sekolah harus menjadi garda terdepan dalam menciptakan beberapa
terobosan untuk membantu para guru dan semua staf dalam
menghadapi situasi pergolakan selama masa pandemi. Adapun
program-program yang bisa dikembangkan oleh kepala sekolah, di
antaranya:

1. Mengembangkan Saluran Bantuan yang Didedikasikan untuk


para Guru dan Staf (A Help Line Dedicated to Staff)
Ide untuk saluran bantuan untuk para guru dan staf ini berasal dari
bagaimana Covid berdampak pada semua warga sekolah — termasuk
guru dan staf — dan perlunya sekolah dalam mendukung mereka
menghadapi fenomena tersebut. Tingkat stres para guru dan staf pasti
tinggi dan program saluran bantuan ini akan membantu para guru dan
staf mengatasi stres tersebut. Tahap awal pengembangan saluran
bantuan ini bisa dimulai dengan mengukur minat para guru dan staf.
Salah satunya dengan cara mengirimi mereka survei kesehatan dan
menyertakan pertanyaan, "Jika kami membuat hotline dukungan para
guru dan staf, apakah Anda akan menggunakannya?" Jika responsnya
positif (di atas 70 persen mengatakan mereka tertarik), maka sekolah
akan merancang saluran bantuan staf.

154
Setelah saluran bantuan dibuat, sekolah dapat mengumumkannya
selama rapat staf dan memandu semua warga sekolah untuk dapat
mengaksesnya. Setiap bulan, sekolah mengirimkan pemberitahuan
misalkan melalui grup WhatsApp ke seluruh warga sekolah. Jika ada
warga sekolah tertarik dengan suatu sesi, mereka bisa mengisi
formulir rujukan. Warga sekolah dapat berkonsultasi dengan konselor
sekolah terkait dengan stabilitas mental mereka. Kanal komunikasi
bisa melalui email, panggilan telepon, atau pertemuan virtual.
Tujuannya adalah untuk menyediakan berbagai cara bagi warga
sekolah untuk berkonsultasi berdasarkan preferensi dan tingkat
kenyamanan mereka.

Setelah setiap sesi, umpan balik guru dikumpulkan melalui formulir.


Umpan balik dari warga sekolah penting untuk evaluasi program dan
peningkatan kualitas di penerapan berikutnya. Diharapkan saluran
bantuan ini tetap ada walau nantinya pandemi COVID-19 telah
berakhir. Saluran bantuan ini sangat penting karena sangat mudah
disiapkan dan merupakan media yang cukup efektif untuk seluruh
warga sekolah.

2. Mengembangkan Program Sesi Kesehatan Drop-In (Drop-In


Wellness Sessions)
Program bisa dimulai dengan menyurvei para guru dan staf tentang
topik kesehatan yang paling mereka minati. Konselor sekolah bekerja
sama dengan pihak terkait meninjau dan mengaplikasikan program
berdasar hasil survei data. Misalkan nanti hasilnya sebagian besar
guru dan staf menunjukkan pentingnya "strategi perawatan diri dan
kebugaran", maka sekolah mengembangkan program mini berdurasi
30-60 menit tentang topik-topik seperti kesadaran, psikologi positif,
teknik kebebasan emosional, dan strategi perawatan diri. Dari sana,
sekolah membuat dan menyajikan pelajaran mini opsional, yang
diadakan seminggu sekali setelah hari belajar mengajar selesai.

155
Penelitian telah menunjukkan bahwa guru memiliki pengaruh paling
besar pada prestasi siswa, dan jelas bahwa mendukung kesejahteraan
sosial dan emosional guru secara langsung bermanfaat bagi siswa.
Setiap sesi kesehatan selesai, sekolah dapat meminta guru untuk
mengisi formulir umpan balik. Selama pertemuan program kesehatan
mingguan sekolah, yang melibatkan konselor sekolah, dan psikolog
sekolah, sekolah meninjau data umpan balik guru dan
menggunakannya untuk menginformasikan sesi mendatang dan
memastikan sekolah secara eksplisit menanggapi kebutuhan mereka.

3. Mengembangkan Kegiatan sosial


Survei menunjukkan bahwa salah satu hal yang paling dirindukan oleh
warga sekolah adalah hubungan sosial yang secara alami terjadi
dalam interaksi biasa di sekolah. Dalam kemitraan dengan komite
sekolah, sekolah bisa mengadakan jam sosial dwi mingguan dengan
salah satu aturan tidak membicarakan tentang pekerjaan. Ini adalah
cara yang baik bagi para guru dan staf untuk terhubung dengan rekan
kerja di luar lingkungan kerja. Selain itu, sekolah bermitra dengan
konselor sekolah menengah untuk menawarkan misalnya kelas yoga
atau senam virtual seminggu sekali. Konselor kesehatan juga
memimpin staf melalui latihan kesadaran dan pernapasan di awal
rapat staf.

Praktik ini bisa berdampak besar: Memulai dari tempat yang damai
dan tenang membuat warga sekolah lebih reseptif. Menjalani masa
sulit dalam pendidikan telah mengingatkan bahwa kesehatan sosial
dan emosional para guru dan staf sekolah sangat penting bagi
keberhasilan siswa. Jika para guru dan staf merasa stres, mereka tidak
dapat membantu siswa belajar secara efektif. Artinya, upaya
memberikan dukungan kepada guru harus dilakukan secara kolektif.

156
Keberhasilan program terletak pada semua warga sekolah —
administrator sekolah, konselor, psikolog, guru, staf dan siswa —
berkolaborasi menuju visi bersama. Semakin warga sekolah
terhubung dan berkolaborasi, semakin efektif dan bermakna program
aktivitas sosial tersebut. Sekali lagi, kesuksesan sekolah dimulai
dengan bertanya, mendengarkan, dan menetapkan tujuan untuk
menyediakan para guru dan staf apa yang sebenarnya mereka
butuhkan daripada apa yang sekolah pikir mereka butuhkan.

4. Mengembangkan Program Kecerdasan Spiritual dan Emosional

Kecerdasan emosional dan spiritual menjadi hal penting yang harus


ditanamkan dan dikembangkan kepada para guru, selain kepada
siswa. Karena penanaman kecerdasan emosional dan spiritual
merupakan fondasi yang akan membentuk karakter para guru, dengan
demikian kecerdasan emosional dan spiritual adalah bekal terpenting
dalam mempersiapkan mereka berhasil survive dalam menghadapi
segala macam tantangan dan problematika yang ditimbulkan oleh
pandemi COVID-19.

Pendidikan di lingkup sekolah menjadi salah satu jalan untuk


menanamkan kecerdasan emosional dan spiritual. Program harus
mentransformasikan dan menanamkan nilai-nilai positif. Berbudi
pekerti luhur memiliki pengetahuan dan keterampilan, sehat jasmani
dan rohani, berkepribadian yang mantap dan mandiri, serta tanggung
jawab kemasyarakatan dan kebangsaan, dan nampak bahwa tujuan itu
sangat erat dengan nilai-nilai agama.

157
Dalam keadaan apapun, penanaman kecerdasan emosional dan
spiritual sudah selayaknya bahkan seharusnya masuk dalam sebuah
program di tingkat satuan pendidikan. Apalagi dalam situasi pandemi
sekarang ini, penting sekali menanamkan keyakinan. Penanaman
keagamaan pun harus ditekankan pada berbagai kegiatan di sekolah.
Daniel Goleman, dalam bukunya Emotional Intelligence menyatakan
bahwa “kontribusi kecerdasan intelektual bagi keberhasilan
seseorang hanya sekitar 20% dan yang 80% ditentukan oleh
serumpun faktor-faktor yang disebut kecerdasan emosi.

Orang yang memiliki kecerdasan emosional tinggi akan berupaya


menciptakan keseimbangan dalam dirinya, mengusahakan
kebahagiaan dari dalam dirinya sendiri dan bisa mengubah sesuatu
yang buruk menjadi sesuatu yang positif dan bermanfaat. Kecerdasan
emosi saja tidaklah cukup, khususnya yang berdimensi ketuhanan.
Kecerdasan emosi lebih berpusat pada rekonstruksi hubungan yang
bersifat horizontal (sosial). Sementara itu ada dimensi lain yang tidak
kalah pentingnya bagi kehidupan umat manusia, yaitu hubungan
vertikal. Kemampuan dalam membangun hubungan yang bersifat
vertikal ini sering disebut dengan istilah kecerdasan spiritual/spiritual
quotient (SQ).

Mengoptimalkan penanaman kecerdasan emosional dan spiritual di


sekolah dilakukan melalui berbagai kegiatan di antaranya: 1) melalui
pembiasaan atau budaya disiplin di rumah baik dari tugas guru
ataupun tugas lainnya, 2) melalui optimalisasi jadwal kegiatan yang
telah ditetapkan bersama-sama, 3) melalui keteladanan warga
sekolah. Kepala sekolah, para guru dan staf harus memiliki perilaku,
sikap, tutur kata, cara berpakaian yang baik, dan juga selalu beribadah
tepat waktu sehingga dapat dijadikan panutan dan teladan bagi siswa.
Dalam hal ini, guru tidak hanya menyuruh siswa, tetapi juga harus
melakukan bersama-sama.

158
Sebagai kesimpulan, kepala sekolah hendaknya menjadi motor
sekolah dalam mengembangkan program-program inovatif dalam
upaya menjaga stabilitas mental para guru dan staf selama pandemi.
Untuk maksimalnya proses pengembangan program-program inovatif
tersebut, seluruh warga sekolah pun menyumbangkan pikiran dan
gagasan sehingga program yang dikembangkan menjadi tepat guna
dan bermanfaat bagi seluruh warga sekolah. Kepala sekolah perlu
berupaya sebaik-baiknya dalam melayani para guru dan staf. Kepala
sekolah perlu mendengarkan dengan seksama apa yang mereka
butuhkan melalui umpan balik seperti survei online. Kepala sekolah
hendaknya menelurkan gagasan dan program yang terukur dan
efektif untuk membantu menjaga stabilitas emosi para bawahannya.

159
Sumber:

https://www.edutopia.org/article/creative-approaches-supporting-
emotional-well-being-staff

https://www.kemenagkulonprogo.com/2020/08/mengoptimalkan-
kecerdasan-emosional-dan-religius-saat-pandemi-covid-19/

160
DESIGN THINKING
DALAM PENGEMBANGAN SEKOLAH
Farrah Dina
(Direktur Tangga Edu)
farrah.dina@tanggaedu.com

Seorang pemimpin sekolah perlu untuk membiasakan pendekatan


berpikir desain (design thinking) dalam pengembangan sekolah.
Pendekatan ini bisa digunakan dalam berbagai proses kreatif di
sekolah, mulai dari hal teknis seperti bagaimana mengurangi
kemacetan saat penjemputan sekolah, hingga pengembangan
kurikulum baru, menentukan program unggulan sekolah, bagaimana
menambah pemasukan sekolah, dan lain sebagainya.

Sebuah sekolah TK di Bojonegoro, membuat terobosan menciptakan


sistem catering bekal makanan di sekolah yang melibatkan orang tua
secara bergantian. Hasilnya, anak makan makanan sehat setiap hari,
uang jajan berkurang, dan orang tua pun mendapat penghasilan
tambahan. Bagaimana solusi ini diciptakan? Ya dengan menggunakan
metode design thinking.

161
Awalnya, sekolah tersebut memiliki masalah kekurangan biaya
operasional dan ingin menaikkan biaya SPP. Orang tua yang mayoritas
profesinya petani merasa keberatan. Di sisi lain, ternyata biaya anak
jajan makanan ringan dalam sebulan sangat besar, dan kebanyakan
makanan yang dibeli pun jenis makanan yang tidak sehat. Jika biaya
jajan ini dikurangi, tentu dapat dialihkan untuk membayar kenaikan
SPP. Begitulah proses design thinking, diawali dengan berempati dan
berusaha memahami berbagai sudut pandang. Solusi yang dihasilkan
menjadi sangat tepat.

Awalnya, pendekatan design thinking ini terbukti berhasil digunakan


banyak perusahaan dalam mengembangkan produk atau layanan baru
yang berkualitas. Design thiking memberi kerangka kerja terstruktur
yang membantu kita dalam berempati dengan orang lain,
mengidentifikasi masalah, mengembangkan prototipe (model) dari
alternatif solusi dan berulang-ulang menguji coba serta
menyempurnakan prototipe itu hingga akhirnya bisa
diimplementasikan dalam skala yang lebih besar dan lebih luas.

Berikut ini adalah tahap-tahap dalam Design Thinking atau berpikir


desain dalam bahasa Indonesia.
1. Empati
Empati adalah fondasi dari proses design thinking. Tahap-tahap
selanjutnya dibangun berdasarkan proses empati yang dilakukan ini.
Proses berempati dilakukan agar kita dapat memahami kebutuhan
orang lain, tidak terpaku pada diri sendiri dan melihat sesuatu dari
sudut pandang orang lain. Berusaha memahami situasi dari sudut
pandang orang lain dapat merubah perspektif kita dan menjadi lebih
kreatif dalam menciptakan inovasi. Yang perlu diperhatikan, segala
sesuatu yang dilakukan di sekolah harus berpusat pada kepentingan
siswa.

162
Dalam contoh TK di atas, pemimpin sekolah mencoba melihat
permasalahan kekurangan biaya operasional secara menyeluruh dari
sudut pandang sekolah, orang tua dan siswa. Alih-alih menaikkan SPP
begitu saja, sekolah mencoba melihat juga sudut pandang orang tua
yang merasa kurang mampu. Yang lebih penting lagi, apapun yang
dilakukan sekolah harus berpusat pada kepentingan siswa.
2. Merumuskan masalah
Dalam tahap merumuskan masalah, kita menganalisis informasi yang
telah kita kumpulkan selama tahap Empati. Diperlukan masukan dari
semua orang yang mengalami dampak dari permasalahan yang ada. Itu
artinya mendengarkan orang tua, siswa, atau guru untuk memahami
sudut pandangnya dan juga melibatkan mereka dalam proses
menciptakan solusi. Merumuskan masalah dengan jelas akan
memberikan kesempatan untuk menciptakan solusi terbaik.
Diperlukan banyak informasi hingga kita bisa mendefinisikan dengan
spesifik permasalahan atau tantangan yang dihadapi. Dalam contoh
TK di atas, sekolah ingin menaikkan SPP tapi orang tua merasa berat
karena penghasilan yang terbatas. Di sisi lain, ada pengeluaran yang
cukup besar untuk jajan anak dikarenakan sulit bagi orang tua
menyiapkan makanan sendiri di rumah selain karena faktor kebiasaan
jajan anak. Jika uang jajan ini bisa diminimalisir, maka orang tua bisa
memiliki kelebihan uang yang bisa dialokasikan untuk kenaikan SPP.
Mereka bisa membayar SPP yang naik tanpa merasa mengeluarkan
uang lebih banyak. Jadi rumusan masalahnya adalah: bagaimana
mengurangi jajan anak dan anak mendapatkan makanan sehat,
sehingga pengeluaran orang tua berkurang dan bisa membayar
kenaikan SPP.

163
3. Mengembangkan ide
Pada tahap ini, kita telah tumbuh untuk memahami kebutuhan
berbagai pihak di tahap Empati, dan kita telah menganalisis dan
menyintesis informasi di tahap merumuskan masalah. Kita sudah
memiliki pernyataan masalah yang spesifik. Dengan memanfaatkan
berbagai informasi yang sudah dikumpulkan, seluruh anggota tim
dapat mulai berpikir “di luar kotak” untuk mengidentifikasi solusi baru
untuk pernyataan masalah yang dibuat.
Kesempatan yang luas diberikan pada setiap orang untuk memberikan
idenya. Kumpulkan dan hargai semua ide yang diberikan, agar proses
kreatif terus berjalan. Setelah semua ide terkumpul, baru kemudian
dibahas satu persatu kekuatan dan kelemahannya.
Dalam contoh TK di atas, ide muncul dari berbagai pihak. Salah
satunya, disadari bahwa banyak orang tua yang memiliki keterampilan
memasak. Jika memasak sendiri, biaya makanan jauh lebih murah dan
yang memasak pun bisa mengambil sedikit keuntungan. Anak-anak
juga mendapat makanan sehat. Karena makanan sudah diberikan dari
sekolah, maka kebiasaan jajan dan keinginan untuk membeli yang lain
jadi menurun.
4. Prototipe (model)
Pada tahap ini, ide solusi terpilih akan terus diasah hingga menjadi
lebih baik dan lebih nyata. Prototipe contoh baku atau model yang bisa
berupa prosedur tertulis, gambar sketsa, desain kurikulum, desain
program atau miniatur produk. Yang perlu diingat adalah bahwa
tahap prototipe ini bukanlah titik final, kita harus terus berpikir untuk
merevisi dan memperbaiki. Dengan membuat prototipe kita dapat
melihat lebih jelas kelebihan dari solusi yang kita pilih, kelemahannya,
dan hal-hal yang mungkin menyebabkan kegagalan. Setelah prototipe
jadi, mintalah masukan dari berbagai pihak agar menghasilkan solusi
terbaik.

164
5. Uji coba
Tahap akhir dari design thinking adalah menguji coba prototipe yang
sudah dibuat kepada orang-orang yang menggunakan solusi ini. Uji
coba berguna untuk mengetahui secara langsung hal apa yang berhasil
dan apa yang masih perlu ditingkatkan. Umpan balik dari orang-orang
yang terkait diperlukan untuk membuat perbaikan. Berdasarkan
umpan balik yang diperoleh, maka kita evaluasi kembali prototipe
yang dibuat dan membuat penyempurnaan. Hal ini berlangsung
berulang-ulang hingga diperoleh solusi yang paling tepat. Setelah uji
coba pada skala yang lebih kecil, solusi bisa diterapkan pada skala
yang lebih besar.
Sebagai contoh, sistem catering sekolah itu diuji cobakan dulu dalam
jangka waktu tertentu pada kelompok kecil orang tua. Lalu dibuatlah
perbaikan-perbaikan agar dapat berjalan dengan lebih baik. Pada
akhirnya sistem itu dapat dijalankan secara lebih baik.
Bagi pemimpin sekolah, lakukanlah pendekatan design thinking untuk
mengembangkan ide-ide kreatif pengembangan sekolah. Kita akan
terpukau dengan inovasi yang dihasilkan.

165
Sumber:

Riddle, Thomas. 2016. Improving Schools Through Design Thinking.


https://www.edutopia.org/blog/improving-schools-through-
design-thinking-thomas-riddle

Standford University. Taking Design Thinking to Schools.


https://web.stanford.edu/dept/SUSE/taking-
design/presentations/Taking-design-to-school.pdf

Wise, Susie. 2016. Design Thinking in Education: Empathy,


Challenge, Discovery, and Sharing.
https://www.edutopia.org/blog/design-thinking-empathy-
challenge-discovery-sharing-susie-wise

166
KENAPA PERLU MEMBANGUN CITRA
POSITIF SEKOLAH (SCHOOL BRANDING)?
Farrah Dina
(Direktur Tangga Edu)
farrah.dina@tanggaedu.com

Membangun citra sekolah atau pencitraan sekolah bukanlah


kepalsuan, kepura-puraan ataupun rekayasa yang dilakukan untuk
memanipulasi. Pencitraan Sekolah atau School Branding adalah suatu
proses yang penting untuk dilakukan sekolah dalam mencapai
tujuannya, yaitu memberikan pendidikan berkualitas untuk anak
dengan melibatkan berbagai pihak. Pencitraan sekolah adalah pesan
yang masuk atau terekam di memori seseorang ketika mendengar
nama sekolah itu. Diharapkan, kesan positif yang terekam sehingga
terbangun hubungan emosional antara sekolah dengan orang tua,
atau pihak lainnya.

167
Bayangkan saat kita diminta bantuan oleh orang yang tidak kita kenal,
tidak dipercaya, dan belum jelas tujuannya. Pasti kita enggan untuk
membantunya. Sebaliknya, pasti kita tak akan segan-segan untuk
berkontribusi dan memberi bantuan pada lembaga yang terpercaya,
memiliki tujuan yang baik, terbukti bermanfaat dan kita kenal dengan
baik. Begitu juga sekolah akan sulit meminta dukungan dan kontribusi
bantuan orang tua jika tidak dibangun dulu ikatan emosi dan
kepercayaannya. Di sinilah fungsi pencitraan sekolah, membuat orang
tua percaya dan merasa dekat dengan sekolah hingga tak ragu untuk
memberikan kontribusinya dalam bentuk apapun.

Citra sekolah yang baik akan membangkitkan keterikatan emosi


positif antara orang tua dengan sekolah. Orang tua merasa sekolah
menjadi bagian penting dari dirinya, karena sadar bahwa sekolah telah
melakukan hal yang baik untuk anaknya. Jika terus menerus citra
sekolah dibangun, maka orang tua pun akan dengan senang hati
berkontribusi untuk kemajuan sekolah.

Pencitraan adalah secara konsisten mengomunikasikan nilai inti (core


value) yang dimiliki sekolah sehingga orang lain bisa merasakan
keberadaan sekolah dengan segala aspek positifnya. Kebaikan, nilai-
nilai positif dari sekolah harus terus menerus dikomunikasikan untuk
membentuk citra sekolah yang baik. Pencitraan sekolah dapat
dibentuk dengan proses dan upaya yang terencana dengan baik.
Berikut ini adalah langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk
membangun pencitraan sekolah.
1. Tentukan visi dan nilai-nilai yang dimiliki oleh sekolah
Tentukan apa yang ingin dicapai serta nilai-nilai yang dipegang teguh
sekolah. Kunci dari langkah pertama ini adalah jujur dan yakin bahwa
apa yang direpresentasikan oleh sekolah sejalan dengan tujuan dan
nilai-nilai yang ditetapkan. Sebagai contoh, sekolah memiliki nilai
bahwa kepentingan siswa adalah yang paling utama, pencapaian
mereka menjadi tujuan dari sekolah. Maka pastikan bahwa nilai ini

168
memang dipegang teguh dan tercermin mulai dari Kepala Sekolah
hingga staf pendukung di sekolah.
Sebagai contoh, kalimat yang ditebalkan dalam potongan surat dari
Kepala Sekolah sebuah SD di Inggris saat pandemi ini menunjukkan
citra sekolah yang sangat peduli dengan kepentingan anak-anak dan
akan melakukan yang terbaik untuk anak-anak. Dengan sepotong
surat untuk orang tua ini, terbangun ikatan emosional antara sekolah
dan orang tua.
“Jangan cemas dengan kondisi belajar anak Anda di rumah. Setiap anak di
sekolah ini adalah satu keluarga besar. Ketika saatnya tiba untuk
kembali ke sekolah, kami akan berusaha keras mengejar ketertinggalan.
Berusahalah untuk tidak kecewa dan marah kepada anak-anak anda di
rumah bila mereka tidak mengerjakan tugas dari guru.”
Sumber: email dari Kate Clifford, Head of School, Southwold Primary
School kepada para orang tua, 3 May 2020.
2. Kenali audiens (sasaran pencitraan)
Pencitraan sekolah memiliki tujuan yang bermacam-macam sehingga
target audiensnya juga bisa berbeda-beda. Jika tujuan pencitraan
adalah untuk mengajak orang tua lebih terlibat pada kegiatan sekolah,
maka target audiensnya adalah orang tua. Identifikasi dengan baik
karakteristik orang tua, mulai dari tingkat usianya, kondisi ekonomi,
pekerjaan, kegiatan yang disukai, hingga media sosial yang sering
digunakan. Mengidentifikasi dengan detail karakteristik target
audiens sangat membantu untuk merancang program pencitraan yang
tepat

169
3. Tentukan pesan-pesan utama yang ingin dikampanyekan
Setelah mengetahui visi, tujuan pencitraan dan target audiens, maka
kita dapat menentukan pesan-pesan utama yang ingin
dikampanyekan. Sebagai contoh, pesan-pesan yang ingin
dikampanyekan adalah:

• Sekolah selalu mengutamakan kepentingan dan kemajuan siswa.

• Sinergi sekolah dan orang tua akan mendorong sekolah semakin


maju.
Untuk menyampaikan pesan utama ini, maka perlu ditampilkan
kebahagian, kebaikan dan prestasi siswa, serta pesan-pesan akan
pentingnya keterlibatan orang tua dalam pendidikan anak di sekolah.
Semua hal yang akan dikomunikasikan akan secara konsisten
berputar pada pesan-pesan utama ini.
4. Konsisten dan kreatif
Setelah mengetahui nilai dan tujuan sekolah, target audiens, pesan
utama yang ingin dikampanyekan, maka saatnya untuk mulai
mengomunikasikan pesan-pesan tersebut. Konsisten berarti
menyampaikan pesan dengan berbagai bentuk dan secara terus-
menerus. Gunakan berbagai jenis publikasi, bisa dalam bentuk surat,
pesan singkat, unggahan di media sosial sekolah, video singkat, dan
lain sebagainya.
Kreatif artinya menyajikan pesan-pesan dengan variatif. Surat bukan
hanya diberikan untuk pengumuman. Seperti contoh di atas, surat
digunakan untuk menunjukkan kepedulian pada orang tua dan anak-
anak. Bentuk publikasi tidak harus serius, tapi bisa berupa hal-hal
ringan yang mudah diterima. Sebagai contoh, SD Pelangi Nusantara di
Semarang konsisten membagikan dokumentasi kegiatan belajar anak
yang menyenangkan dan pencapaian anak. Ini secara tidak langsung
mengomunikasikan dedikasi guru dan keseriusan sekolah dalam
mendidik anak.

170
5. Gunakan semua kanal media yang ada
Di era digital saat ini, membuat publikasi tidak lagi menjadi hal yang
sulit. Banyak kanal media sosial yang dapat digunakan. Sekolah harus
memanfaatkannya dengan baik, mulai dari Whatsapp, Instagram,
Facebook dan Youtube. Sebarkan pesan-pesan positif, keberhasilan
sekolah, kegiatan belajar, kebahagiaan anak-anak melalui unggahan-
unggahan di media sosial ini. Dengan demikian orang tua dan
komunitas merasakan hubungan emosional dengan sekolah.
6. Kekuatan testimoni
Citra sekolah bukanlah kepalsuan. Maka yang paling memiliki
kekuatan untuk mengkomunikasikan citra sekolah adalah testimoni
orang tua dan siswa. Orang tua pasti senang mendengar cerita dari
anaknya tentang pengalaman menggembirakan di sekolah. Orang tua
akan tertarik saat orang tua lain menceritakan pengalaman
menyenangkan dengan sekolah. Testimoni dari mulut ke mulut ini
yang akan memperkuat citra sekolah. Agar tidak terbatas dari mulut
ke mulut, testimoni positif ini bisa lebih disebarkan oleh sekolah
melalui kanal-kanal media yang tersedia.
Mulailah merencanakan dan menguatkan citra positif sekolah untuk
membangun hubungan emosi yang kuat dengan sekolah. Selanjutnya,
akan terbuka jalan yang lebih lebar untuk melibatkan berbagai pihak
dalam pengembangan sekolah.

171
Sumber:

Beleyi, Francine. 2017. Personal Branding in the Digital Age: How to


Become a Known Expert, Thrive and Make a Difference in a
Connected World. USA: nucleus of change Press.

Bergheim, Laura. 2008. A New Brand of Learning: Making Full-


Time-Learning Programs Cool to Kids.
https://www.edutopia.org/full-time-learning-branding-marketing

Stribbel, Howard. 2014. Engaging Your School Community Through


Social Media. https://www.edutopia.org/blog/engaging-school-
community-social-media-howard-stribbell

172
MELIBATKAN SELURUH WARGA SEKOLAH
DENGAN UMPAN BALIK 360˚
Farrah Dina
(Direktur Tangga Edu)
farrah.dina@tanggaedu.com

Evaluasi program sekolah serta kualitas pembelajaran di kelas


biasanya dilakukan oleh Kepala Sekolah ataupun koordinator di
sekolah. Program dikembangkan berdasarkan evaluasi tersebut dan
guru melakukan peningkatan pembelajaran hanya berdasarkan
masukan pimpinan. Program pengembangan yang dilakukan semata
berdasarkan sudut pandang Kepala Sekolah atau guru. Siswa dan
orang tua hanya sebagai penerima pasif. Padahal, tujuan sekolah
adalah membentuk kualitas siswa sehingga seharusnya seluruh
program sekolah berpusat pada kepentingan siswa. Karena itu
penting untuk melakukan evaluasi berdasarkan sudut pandang siswa
dan orang tua.

173
Arti 360˚ adalah menyeluruh dari semua pihak. Umpan balik 360˚
pada awalnya digunakan di perusahaan sebagai proses penilaian
menyeluruh pada seseorang yang dilakukan oleh atasan, teman satu
tim dan bawahan. Sekolah juga perlu untuk melakukan hal yang sama
agar mendapatkan input yang lebih komprehensif sehingga bisa
dikembangkan inovasi yang tepat sesuai kebutuhan. Umpan balik
360˚ di sekolah dapat dilakukan dengan memberikan kesempatan
pada seluruh warga sekolah, yaitu guru, staf sekolah, siswa dan orang
tua untuk mengevaluasi sekolah serta memberikan saran-saran untuk
pengembangan.

Dengan memberi kesempatan ini, siswa maupun orang tua merasa


lebih terlibat dan ikut menjadi bagian yang menentukan kualitas
sekolah. Dari umpan balik ini dapat dilakukan perbaikan-perbaikan
terhadap sekolah, baik dari segi kegiatan belajar, fasilitas, program,
kurikulum, kompetensi guru, dan lain sebagainya.

SMP Karakter, sebuah sekolah di Depok telah mempraktikkan umpan


balik 360 ˚ ini. Siswa diminta untuk memberikan umpan balik bagi
sekolah dari berbagai aspek, seperti kemudahan materi untuk
dipahami, rasa nyaman dengan guru, kegiatan sekolah, fasilitas, dan
lain sebagainya. Umpan balik diberikan dengan berdiskusi langsung
dan juga survei tanpa nama (anonymous), tergantung dari jenis
pertanyaan yang diberikan. Mendapatkan kesempatan untuk
memberi umpan balik, siswa merasa bahwa mereka memiliki hak
untuk memberikan pendapat dan terlibat dalam menentukan proses
terbaik bagi kegiatan belajarnya. Orang tua memberi umpan balik
melalui koordinator orang tua per kelas yang diorganisir oleh Komite
Sekolah. Sekolah mendapatkan masukan yang sangat berharga untuk
pengembangan, mulai dari pengembangan fasilitas, kegiatan sekolah,
kompetensi guru, ataupun proses belajar.

174
Begitu juga dengan guru dan staf sekolah, memiliki kesempatan
memberikan umpan balik pada pimpinannya. Guru dan staf akan
merasa memiliki kekuatan yang lebih besar untuk memberi saran
perbaikan. Para pemimpin sekolah juga dapat melihat sudut pandang
guru dan staf serta melakukan refleksi dan perbaikan-perbaikan.

Umpan balik dapat berupa survey, diskusi terpumpun, ataupun dialog


secara individu. Di era digital ini, melakukan survey dan analisis
datanya sudah bukan merupakan hal yang sulit lagi. Dalam Harvard
Business Review, Jack Zenger and Joseph Folkman of
Zenger/Folkman, konsultan pengembangan kepemimpinan,
menyarankan 4 tips agar umpan balik 360˚ ini dapat berjalan dengan
baik.
1. Menanyakan aspek yang tepat. Fokus pada aspek-aspek yang
tepat dan meminta input hanya pada aspek tersebut. Misalnya
menanyakan “pemahaman anak terhadap materi yang
disampaikan guru” bukan menanyakan pertanyaan yang bisa
menjadi bias seperti “apakah kamu suka dengan guru?”.
2. Menjelaskan secara rinci proses yang akan dilakukan. Jelaskan
bahwa proses ini dilakukan untuk meningkatkan kualitas sekolah.
Proses memberikan umpan balik juga perlu dibiasakan dalam
kegiatan sehari-hari di sekolah. Pola pikir bahwa umpan balik
adalah untuk menjatuhkan, harus dihilangkan. Kemampuan
menyampaikan pendapat juga perlu dilatih sehingga siswa dapat
menyampaikan pendapat yang jujur dan terbuka tapi tetap
dengan kesantunan.
3. Buatlah survey yang singkat. Survey yang diberikan tidak
membutuhkan waktu lama sehingga siswa tidak terbebani dan
memberikan jawaban yang akurat.

175
4. Fokus pada kekuatan dan saran yang konstruktif. Gunakan
survey ini untuk mengidentifikasi kekuatan daripada kelemahan.
Bahasa yang digunakan dalam survey atau diskusi selalu
berorientasi pada kekuatan dan hal yang positif agar masukan
yang diterima adalah saran yang konstruktif/mambangun.
Sebagai contoh, pertanyaan yang digunakan adalah:

• Apa yang perlu dilakukan guru untuk membantumu memahami


pelajaran? Bukan apa hal-hal yang kurang dari guru?

• Apa fasilitas sekolah yang menurutmu sudah baik? Fasilitas apa


yang perlu ditambah di sekolah? Bukan Apa fasilitas yang
kurang di sekolah?

Survey yang dilakukan kepada warga sekolah bisa meliputi banyak hal.
Contohnya adalah seperti di bawah ini.
1. Kualitas fisik sekolah: bagaimana kebersihan sekolah? Bagaimana
kualitas kamar mandi? Bagaimana kualitas perpustakaan? Apa
yang perlu ditambahkan pada fasilitas sekolah? dll.
2. Kualitas guru: Bagaimana kejelasan guru saat mengajar?
Bagaimana kenyamanan dengan guru? Apa yang perlu dilakukan
guru untuk membantumu belajar?
3. Kualitas sosial emosi: Bagaimana hubungan dengan teman-
teman? Apakah memiliki pengalaman dirundung? Bagaimana
untuk menghilangkan perundungan?
4. Kualitas kegiatan sekolah: kegiatan belajar apa saja yang
menarik?
5. Kualitas pembelajaran daring: apakah sudah memahami
pelajaran?

176
Agar mudah menganalisisnya, maka lebih baik jika dalam survey
diberikan pilihan jawaban tapi tetap ada ruang untuk memberikan
masukan di luar pilihan. Pertanyaan yang sama diberikan untuk guru,
siswa, dan orang tua. Dengan begitu kita bisa melihat hasil survey dari
sudut pandang yang berbeda-beda.

Di era digital ini, banyak aplikasi gratis yang dapat membantu kita
membuat survey. Salah satunya, survey dapat dibuat melalui aplikasi
google form dan data dapat dievaluasi secara mendalam dengan
menggunakan aplikasi yang tersedia secara gratis atau menggunakan
Ms. Excel.

Sekolah-sekolah yang sudah melakukan umpan balik 360˚ ini,


menyatakan mendapat banyak masukan berharga. Sebuah sekolah
memutuskan menambah berbagai kegiatan ekstrakurikuler yang
diharapkan oleh siswa dan berdampak pada semangat belajar siswa.
Sekolah juga melakukan pengembangan pembelajaran daring yang
lebih optimal berdasarkan laporan hasil observasi orang tua di rumah.
Bahkan ada juga kepala sekolah yang berupaya memperbaiki
kepemimpinannya berdasarkan umpan balik dari para guru.

Umpan balik 360˚ sangat patut dilakukan di sekolah untuk terus


memberikan kualitas terbaik. Jadi, bagaimana dengan sekolah Anda?
Mulailah mempraktikkan sistem umpan balik 360˚ untuk melibatkan
seluruh warga sekolah dalam pengembangan sekolah.

177
Sumber:

Aderhold, Michelle N. 2001. The Implementation Of 360-Degree


Feedback For High School Deca Officers. A Research Paper
Submitted in Partial Fulfillment of the Requirements for the
Master of Science Degree in Training and Development.
https://core.ac.uk/download/pdf/5065782.pdf

Cutler, Davis. 2016. Reflecting on the Year's Accomplishments.


https://www.edutopia.org/blog/reflecting-on-the-years-
accomplishments-david-cutler

Lee, Laura. 2019. Can 360-Degree Feedback Empower Students and


Teachers? https://www.edutopia.org/article/can-360-degree-
feedback-empower-students-and-teachers

178
ADAPTASI PROFIL LULUSAN
UNTUK PENGEMBANGAN SEKOLAH
UPAYA MELIBATKAN ORANG TUA
DAN MASYARAKAT DI SEKOLAH
Triska Fauziah Resmiati
SDN 164 Karangpawulang

Pendidikan akan selalu berubah seiring dengan perubahan zaman.


Setiap saat pendidikan selalu menjadi fokus perhatian dan bahkan
tidak jarang menjadi ketidakpuasan. Hal ini dikarenakan pendidikan
menyangkut kepentingan semua orang, bukan hanya perorangan.
Oleh karena itu, pendidikan senantiasa memerlukan perbaikan serta
peningkatan sejalan dengan kebutuhan dalam masyarakat. Daya saing
di tingkat dunia semakin ketat sehingga kita perlu menyiapkan
generasi yang memiliki kecakapan abad-21. Kecakapan ini dibutuhkan
khususnya untuk menyelesaikan berbagai permasalahan dalam
kehidupan nyata sehari-hari. Oleh karena itu, kita perlu membangun
pola pikir siswa yang mampu berpikir tangguh dan melek situasi
dengan memanfaatkan hal-hal yang ada di sekitarnya.

179
Bagaimana profil lulusan yang siap menjawab tantangan
permasalahan abad ke-21 sesuai dengan kebutuhan masyarakat?
Bagaimana sekolah mengembangkan profil lulusan ke dalam rencana
visi, misi, dan standar lulusan di sekolah? Siapa saja yang harus
dilibatkan dalam pengembangan ini? Bisakah berbagi peran dengan
orang tua dan masyarakat dalam menciptakan profil lulusan yang
sesuai dengan kebutuhan?

Pertanyaan-pertanyaan seputar pembagian peran dalam


mewujudkan profil lulusan sekolah tersebut, merupakan hal
mendasar yang perlu dilakukan pada tahapan awal mengembangkan
sekolah dengan melibatkan orang tua dan masyarakat. Meski masih
jarang dilakukan, hal ini patut dicoba untuk memulai Langkah awal
dalam membangun sekolah yang diharapkan dapat menjawab
kebutuhan masyarakat. Bagaimana pun, situasi dan kondisi di setiap
sekolah itu berbeda dan beragam. Pelibatan orang tua dan
masyarakat adalah solusi untuk menjadi sekolah yang dapat
mewujudkan profil lulusan yang diharapkan.

Bagaimana Penyesuaian Profil Lulusan?

Profil lulusan berbeda dengan visi dan misi. Profil lulusan digunakan
sekolah untuk menentukan kompetensi kognitif, personal, dan
interpersonal yang harus dimiliki siswa ketika mereka lulus. Profil
lulusan dapat dikembangkan bersama untuk mewujudkan profil
pelajar Indonesia, yaitu Pelajar Pancasila. Profil lulusan dapat
dikembangakan dengan melihat karakter-karakter utama yang ingin
dikembangkan, serta disesuaikan dengan visi dan misi pemerintah
daerah setempat. Profil disesuaikan dengan masukan dari pemangku
kebijakan, misalnya dengan melibatkan unsur dari dinas pendidikan,
terkait dengan program prioritas pemerintah atau daerah masing-
masing.

180
Profil lulusan yang dikembangkan dapat menjadi visualisasi yang jelas
dari tujuan prioritas untuk pengajaran dan pembelajaran yang dapat
dengan mudah dikomunikasikan kepada seluruh warga sekolah:siswa,
orang tua, guru, staf, bahkan masyarakat untuk menyelaraskan upaya
kolektif mereka. Untuk mengembangkan profil tersebut, kepala
sekolah perlu mengidentifikasi dan memprioritaskan kompetensi
yang akan dicapai oleh sekolah yang sesuai dengan kebutuhan orang
tua dan masyarakat.

Pengembangan yang dilakukan oleh sekolah perlu disesuaikan


berdasarkan data yang jelas. Sekolah dapat berbagi peran dengan
orang tua dan masyarakat dalam pengumpulan data-data dasar yang
dibutuhkan, Data di sini bukan merupakan nilai atau kuantitatif saja.
Data diharapkan dapat dijadikan dasar untuk menyimpulkan, melihat
pola sebab-akibat, serta keutuhan kebutuhan keterampilan abad 21
dibutuhkan untuk mengembangkan program. Data yang terkumpul
menjadi bukti autentik yang menjadi dasar pentingnya pengembangan
tersebut.

Awali dengan Refleksi

Disebutkan oleh Ken Kai, dalam artikelnya yang berjudul “The


Graduate Profile: A Focus on Outcomes,” bahwa untuk mengembangkan
profil lulusan, kepala sekolah dapat menggunakan tiga pertanyaan
reflektif untuk memilih kompetensi inti yang akan dimasukkan ke
dalam profil lulusan. Pertanyaan reflektif tersebut mencakup: (1) Apa
kapasitas kompetensi kognitif yang paling penting untuk mendukung
pembelajaran seluruh siswa melalui pengalaman belajar mereka? (2)
Kompetensi pribadi anak mana yang paling dibutuhkan di rumah dan
di sekolah? dan (3) Kompetensi interpersonal mana yang paling
penting untuk kolaborasi dan komunitas di ruang sekolah?

181
Ken Kai menyebutkan bahwa refleksi dan identifikasi untuk
pertanyaan pertama, terkait dengan kompetensi kognitif dapat
difokuskan pada kapasitas penguasaan konten, pemikiran kritis, dan
pemecahan masalah, kreativitas dan inovasi, literasi sipil, dan
kapasitas kognitif lain yang diperlukan untuk sukses di abad ke-21.
Untuk pertanyaan kedua, kepala sekolah dapat mempertimbangkan
kapasitas seperti fleksibilitas dan kemampuan beradaptasi, inisiatif
dan pengarahan diri sendiri, produktivitas dan akuntabilitas,
metakognisi (belajar bagaimana belajar), dan kompetensi pribadi
lainnya untuk memberdayakan siswa dalam dunia yang terus berubah.
Pertanyaan ketiga dapat dikembangkan dengan merefleksi serta
mengidentifikasi kapasitas seperti keterampilan sosial dan lintas
budaya, empati, kewirausahaan, komunikasi, serta keterampilan dan
kecenderungan lain yang diperlukan siswa untuk berkolaborasi dalam
pekerjaan dan dunia mereka.

Untuk mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan ini, kepala sekolah


dapat mulai melibatkan dan berbagi peran dengan guru, tenaga
kependidikan, orang tua, dan masyarakat. Pelibatan ini dapat
dilakukan dengan menyebarkan angket atau kuesioner kepada orang
tua atau komunitas. Pelibatan dilakukan sebagai perbandingan
analisis kebutuhan kompetensi yang ingin dikembangan oleh sekolah.
Hal ini dilakukan agar profil lulusan yang dikembangkan dapat lebih
sesuai dengan kondisi, situasi, serta kebutuhan orang tua, komunitas,
dan masyarakat yang ada di sekitar sekolah, yang tentunya beragam.
Hasil dari angket atau kuesioner yang telah terkumpul, dapat
dijadikan acuan kebutuhan yang kemudian akan disesuaikan dengan
profil lulusan dan disosialisasikan kembali kepada seluruh pihak.

182
Tahapan Pelibatan Orang Tua dan Masyarakat

Masih dikemukakan oleh Ken Kai. Ia menyatakan bahwa hasil


identifikasi yang telah terkumpul, dapat dijadikan potensi
transformatif profil lulusan yang akan diupayakan sekolah atau
lingkungan setempat untuk dicapai karena mengandung hal-hal yang
memang dibutuhkan oleh masyarakat. Kai menyarankan agar kepala
sekolah mendorong tim untuk mengikuti langkah-langkah berikut.
1. Bentuk kelompok penasihat yang inklusif dan representatif,
termasuk siswa, guru, orang tua, pengawas, masyarakat, dan
perwakilan dari komunitas yang lebih luas, atau konsultan
pendidikan bila memungkinkan.
2. Fokuskan perhatian kelompok untuk mengidentifikasi
kompetensi penting yang diperlukan dalam kehidupan, pekerjaan,
dan masyarakat abad ke-21.
3. Buat beberapa visual dari profil untuk dikomunikasikan kepada
siswa, orang tua, dan komunitas atau masyarakat.
4. Sosialisasikan profil lulusan untuk ditinjau dan diadopsi oleh
komite sekolah atau lingkungan sekolah.
5. Sejajarkan semua upaya perencanaan dan transformasi strategis
berikutnya dengan kapasitas yang diidentifikasi dalam profil
lulusan.

Dampak Penyesuaian Profil Lulusan

Hal yang dapat dilakukan berdasarkan tahapan-tahapan tersebut


adalah pelibatan orang tua dan masyarakat atau juga komunitas.
Setelah penyesuaian dilakukan, perlu rencana strategis untuk
mendukung pencapaian profil lulusan tersebut. Dengan mengetahui
dan terlibat langsung dalam pengembangan profil lulusan tersebut,
diharapkan kontribusi dan daya dukung orang tua, masyarakat, dan
komunitas terjadi secara lebih mudah dan alami. Rencana strategis

183
yang akan dilakukan merupakan tujuan bersama. Selain itu,
pelaksanaan akan lebih sesuai dengan kebutuhan dan kondisi sekolah.
Sekolah dapat lebih menggali potensi lingkungan, serta mengandung
unsur kearifan lokal dengan tetap berpikiran ke arah masa depan yang
lebih mudah dituju.

Di beberapa sekolah yang telah berinisiatif melakukan


pengembangan ini, telah menemukan banyak manfaat untuk
menggunakan profil lulusan sebagai pendorong transformasi
pendidikan di sekolah atau bahkan di daerahnya. Profil tersebut tidak
hanya menetapkan tujuan dan norma pembelajaran siswa yang
disepakati, tetapi juga dapat digunakan untuk mengubah pribadi,
sistem, struktur, dan proses yang mendukung pembelajaran siswa di
seluruh sekolah atau lingkungan dan daerahnya.

Hal yang tak kalah penting adalah evaluasi sistemik dan berkala yang
juga harus dilakukan untuk melihat ketercapaian profil lulusan
tersebut dengan melihat seberapa efektif keterlibatan tersebut.
Budaya pelibatan orang tua dan masyarakat serta komunitas, akan
lebih menghidupkan kesadaran dari seluruh pihak bahwa kemajuan
pendidikan di sekolah, merupakan tanggung jawab bersama yang
tentunya, memerlukan pemikiran, kontribusi, dan solusi dari berbagai
pihak agar segala permasalahan yang ditemukan, dapat segera
terselesaikan.

Sumber:

Eric Crites. “7 Steps to Becoming a Data-Driven School.” Edutopia, 4


Oktober 2016. Diakses 25 Februari 2021.

Ken Kai. “The Graduate Profile: A Focus on Outcomes.” Edutopia, 12


Mei 2017. Diakses 23 Februari 2021.

184
MEMBANGUN KONEKTIVITAS SEKOLAH,
ORANG TUA, DAN KOMUNITAS.
PENTINGNYA MELIBATKAN HUBUNGAN
KEMITRAAN DI SEKOLAH
Triska Fauziah Resmiati
SDN 164 Karangpawulang

Melibatkan masyarakat, khususnya orang tua merupakan bagian dari


transformasi pendidikan yang harus dilakukan. Siapa pun rasanya
bersepakat bahwa masyarakat atau orang tua merupakan bagian yang
tak bisa dipisahkan dalam proses pendidikan. Membangun sinergi
antara sekolah, guru, dan masyarakat, merupakan hal yang cukup
menantang.

Kebanyakan guru yang melibatkan orang tua, belum berkomitmen


dalam pelibatan tersebut. Terlebih lagi dalam melibatkan masyarakat
secara lebih luas untuk mengembangkan sekolah. Akibatnya orang tua
merespon negatif ketika ada sedikit permasalahan. Permasalahan
yang sebenarnya kecil pun dapat berdampak besar dan memberikan
kesan buruk pada sekolah, akibatnya sekolah tidak berkembang.

185
Membudayakan hubungan kemitraan sekolah

Kunci hubungan kemitraan antara sekolah dengan orang tua adalah


pada koordinasi. Pihak sekolah mendampingi proses belajar anak di
sekolah. Orang tua mendampingi proses belajar anak di rumah.
Pendampingan ini dimaksudkan sebagai dukungan agar anak dapat
melakukan proses belajar secara optimal.

Dalam melakukan pendampingan, orang tua memerlukan jalur


komunikasi dengan pihak sekolah untuk:

• mendapatkan informasi mengenai perkembangan anaknya secara


mendalam,

• memperoleh informasi tentang program sekolah secara


menyeluruh,

• menyepakati langkah-langkah pembelajaran,

• menyepakati cara berkomunikasi yang efektif, serta

• membangun komunikasi intensif dengan guru, murid, dan sesama


orang tua lainnya.

Hal yang perlu diingat, penekanan komunikasi ini adalah untuk


membentuk jalinan kepercayaan yang sinergi dalam pencapaian
tujuan pendidikan.

Hubungan kemitraan orang tua dan sekolah, dapat dilakukan dengan


melibatkan orang tua dalam upaya pengembangan sekolah. Pastikan
sekolah mengomunikasikan kepada orang tua dan komunitas, tentang
pentingnya pengembangan sekolah terhadap kemajuan belajar murid.
Selain itu, penting bagi sekolah untuk menyediakan peran jelas yang
dapat dipilih oleh orang tua dan komunitas sebagai bagian dari pihak
pengembang sekolah. Selain itu, sekolah perlu mengomunikasikan
secara berkala dampak dari pengembangan sekolah yang telah
dilakukan terhadap peningkatan kualitas belajar murid.

186
Hal penting yang harus diingat oleh setiap pihak dalam hubungan
kemitraan ini adalah bahwa segala bentuk dukungan dan peran orang
tua atau komunitas ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas proses
pembelajaran, sehingga sekolah menjadi lingkungan belajar kondusif.
Untuk membangun komunikasi efektif tersebut, sekolah tentu perlu
membentuk sebuah komitmen dan program pengembangan yang
dapat diimplementasikan oleh seluruh warga sekolah.

Menghubungkan Sekolah dan Komunitas

Dikemukakan oleh Dr. Joyce Epstein (Direktur Pusat Kemitraan


Sekolah, Keluarga, dan Komunitas di Universitas Johns Hopkins),
dalam sebuah artikel pendidikan yang ditulis oleh Anne OBrien,
menyatakan bahwa kemitraan antara rumah, sekolah, dan komunitas
merupakan hal yang sangat penting. Namun, selama ini banyak
hubungan yang kualitas kemitraannya rendah dan tidak terlalu
efektif. Kemudian bagaimana cara membangun kemitraan tersebut?

Beliau menyarankan mereka yang serius dalam melibatkan keluarga


dan komunitas mulai membuat Tim Aksi (seperti TPMPS, pokja, dll)
untuk Kemitraan. Tim tersebut harus mencakup kepala sekolah, dua-
tiga guru, dua-tiga anggota keluarga, dan orang lain di sekolah atau
komunitas yang penting untuk pekerjaan sekolah dengan keluarga.
Contoh komunitas yang dapat dilibatkan, misalnya adalah konsultan
pendidikan, konselor bimbingan (psikolog), pekerja sosial, mitra
bisnis, puskesmas, kelurahan, Dunia Usaha dan Dunia Industri (DUDI),
dan sebagainya, tergantung pada konteks kebutuhan sekolah. Tidak
menutup kemungkinan, kerjasama ini melibatkan sekolah lain, baik di
dalam atau pun di luar negeri (sister school).

Berdasarkan rencana peningkatan sekolah, tim tersebut harus


memilih empat tujuan (dua tujuan akademis, satu perilaku, dan satu
fokus pada peningkatan iklim sekolah) yang akan difokuskan pada
upayanya. Langkah selanjutnya adalah menuliskan rencana tersebut

187
ke dalam program kemitraan sekolah dan menerapkan rencana
tindakan satu tahun, dengan aktivitas yang secara hati-hati terkait
dengan tujuan mereka, memantau hasil, dan terus menyesuaikan
rencana tersebut sesuai kebutuhan.

Masih dalam artikel yang sama, dikemukakan bahwa Bogenschutz


menawarkan beberapa pemikiran tambahan tentang apa yang
diperlukan untuk memulai membangun hubungan kemitraan
tersebut.
1. Pergeseran budaya.
Sekolah perlu berinisiatif untuk melakukan pergeseran budaya.
Pergeseran budaya yang diharapkan adalah mengarah pada
perubahan positif di sekolah sebagai lingkungan belajar yang
kondusif. Hal ini merupakan komitmen dan ketulusan dari
anggota tim aksi yang harus mengakui bahwa hubungan atau nilai
kemitraan merupakan hal yang memang diperlukan dalam
mengembangkan sekolah. Jika tidak, kemitraan itu tidak akan
pernah berhasil.
2. Pihak ketiga.
Upayakan agar setiap sekolah memiliki agen mitra utama untuk
membantu berhubungan dengan masyarakat. Dia percaya bahwa
pihak ketiga membantu memastikan komunitas merasa nyaman
untuk berbagi harapan dan perhatian yang sebenarnya tentang
sekolah. Dalam hal ini, sekolah dapat berkoordinasi dengan dinas
pendidikan setempat untuk menguatkan hubungan kemitraan
tersebut. Selain dinas pendidikan, pihak ketiga dapat pula diwakili
oleh konsultan pendidikan. Sekolah dapat memilih konsultan
pendidikan yang dianggap sejalan dan mampu membantu
melancarkan hubungan dengan komunitas. Harapannya kemiraan
tersebut dapat berjalan sesuai dengan aturan atau kebijakan yang
berlaku, tanpa khawatir akan menjadi permasalahan pada masa
yang akan datang.

188
3. Bertemu dengan komunitas di tempatnya.
Sekolah mendatangi komunitas di tempatnya. Lalu
menyampaikan keinginan sekolah melakukan hubungan
kemitraan. Paparkan alasan kemitraan untuk meyakinkan bahwa
hubungan kemitraan itu penting. Kegiatan dilanjutkan dengan
penyusunan rencana aksi bersama komunitas untuk
pengembangan sekolah.

Intinya: Keterlibatan keluarga dan komunitas adalah bagian penting


dari sekolah yang benar-benar sukses. Tetapi ini jarang terjadi begitu
saja - ini harus sengaja dirancang dengan serius. Jika hubungan
tersebut berhasil, kita harus meluangkan waktu untuk mengapresiasi
dan mengambil pembelajaran untuk mengembangkan pada tahap
kerjasama lanjutan yang lebih dalam atau berkelanjutan.

Praktik baik telah dilakukan oleh SDN 164 Karangpawulang, Kota


Bandung. Sekolah ini menjalin hubungan kemitraan bersama
beberapa komunitas. Contohnya, hubungan kemitraan dengan salah
satu bank. Sekolah menyelenggarakan program Rabu menabung.
Petugas bank datang dan membuka stan sehingga siswa-siswa yang
ingin menabung bisa langsung menyetorkan tabungannya, dengan
rasa aman karena tidak perlu berjalan ke bank. Manfaatnya, budaya
boros berubah menjadi pola hidup sederhana dan cinta menabung.

Selain itu, sekolah menjalin hubungan kemitraan dengan dua sekolah


di Australia dan Korea Selatan. Melalui hubungan kemitraan ini,
pertukaran guru dan pertukaran sekolah terjadi sejak tahun 2014
hingga saat ini. Bahkan, pada tahun 2018 dan 2019 kedua sekolah
saling kunjung. Dengan adanya pertukaran guru, siswa, dan kepala
sekolah, kedua sekolah bersemangat untuk menjadi duta bagi negara,
dalam mengenalkan kebudayaan negara masing-masing. Program ini
berhasil menumbuhkan kecintaan terhadap budaya bangsa. Program
ini juga berhasil memotivasi dan meningkatkan kompetensi guru dan

189
siswa dalam penguasaan bahasa asing. Selain itu, kepercayaan orang
tua bertambah dan sekolah pun makin berkembang.

Sumber:

Anne OBrien. “The Importance of Community Involvement in


Schools.” Edutopia, 21 Maret 2012. Diakses 10 Februari 2021.

James P. Comer dan Norris Haynes. “The Home-School Team: An


Emphasis on Parent Involvement.” Diakses 25 Februari 2021.

190
BERANI BERINOVASI,
CIPTAKAN IDE-IDE BARU DI SEKOLAH
DENGAN GROWTH MINDSET !
MENGOPTIMALKAN PENGEMBANGAN SEKOLAH
BERSAMA GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN
Triska Fauziah Resmiati
SDN 164 Karangpawulang

“Kamu memang tidak akan pernah bisa!”


“Sampai kapanpun kamu akan tetap tidak berubah!”
“Saya sibuk! Jangan ganggu saya!”
“Kamu kan bawahan saya, jangan pernah membantah saya!”

Pernah mendengar kalimat-kalimat sinis seperti itu? Bagaimana


rasanya mendengar kalimat-kalimat tak menyenangkan seperti itu?
Bagaimana jika situasi seperti itu terjadi terus-menerus di sekolah
kita? Mengapa hal tersebut bisa terjadi? Kalimat-kalimat tersebut
terlontar dari orang-orang yang memiliki pola pikir fixed mindset.

191
Pola pikir merupakan kunci dari perilaku seseorang. Carol Dweck,
seorang prikolog yang mengajar di Stanford University, California,
Amerika, menggagas sebuah pemikiran bahwa manusia terdiri dari
dua tipe, yaitu fixed mindset dan growth mindset. Menurutnya,
seseorang dengan tipe fixed mindset akan mudah menyerah dan
menyalahkan diri sendiri saat menemukan kelemahan pada dirinya
sendiri. “Ya, saya memang selalu salah!” kalimat tersebut seringkali
terlontar sebgai bagian dari bentuk ketidakpuasan terhadap diri
sendiri, sehingga acap kali, diri merasa gagal dan memandang segala
sesuatu dari sisi negatif. Orang-orang dalam kelompok ini
menganggap gagal adalah akhir dari segalanya yang menyebabkan
manusia berada titik terendah sehingga mengalami keputusasaan dan
cenderung menganggap bahwa kemampuan seseorang selalu dalam
keadaan sama yang tidak dapat diubah.

Berkebalikan dengan orang dengan tipe fixed mindset, orang-orang


dengan tipe growth mindset akan mencoba memandang segala sesuatu
dari sudut pandang positif. Meskipun mereka berada dalam suatu
permasalahan atau kegagalan, mereka akan mencari nilai-nilai positif
yang dapat dijadikan peluang untuk dapat bergerak menjadi lebih
baik. Kemampuan merupakan hal yang dapat terus-menerus diasah
dan dilatih sehingga dapat berkembang menjadi lebih baik dan
optimal.

Jika dikaitkan dalam dunia pembelajaran, khususnya sekolah, pola


pikir ini akan sangat memengaruhi situasi kerja maupun situasi
pembelajaran bersama murid. Guru dan tenaga pendidikan yang
memiliki pola pikir growth mindset akan melayani murid dengan baik
dan maksimal, serta melakukan pekerjaan dengan maksimal. Mau
merefleksikan diri untuk mencari dan memperbaiki kelemahan diri
untuk kemajuan tindakan atau pun pemikiran selanjutnya. Murid akan
mendapatkan perlakuan apresiatif apapun kelemahan mereka. Guru
dengan tipe growth mindset akan mampu berusaha mengapresiasi
upaya murid dalam pembelajaran meskipun mereka mengalami

192
berulang kali kegagalan. Sehingga dapat dipastikan proses
pembelajaran yang sesuai dengan keberagaman murid pun akan jauh
lebih mudah dilakukan. Differentiated learning dan self regulated
learning merupakan bagian yang tak terpisahkan dari growth mindset.
Dengan pola pikir ini, maka guru mencoba berupaya melakukan
pembelajaran sesuai dengan kemampuan murid yang beragam
(teaching at the right level). Begitu pun dengan tenaga kependidikan
atau staf yang berada di lingkungan sekolah. Perlu memiliki pola pikir
yang berkembang agar dapat bersinergis dan menjadi bagian dari
lingkungan belajar yang kondusif.

Gagasan pola pikir ini memiliki implikasi yang signifikan bagi


pendidikan. Salah satu aspek terpenting berkaitan dengan umpan
balik. Menurut Dweck, ketika kita memberikan pujian kepada siswa
(yang sering kita, seperti guru lakukan, untuk membangun harga diri
dan mendorong siswa) atas seberapa pintar mereka, kita mungkin
benar-benar mendorong mereka untuk mengembangkan fixed mindset
- yang mungkin akan membatasi potensi belajar mereka. Hal ini
disebabkan beberapa anak akan merasa dirinya sudah pintar sehingga
merasa cepat puas. Di sisi lain, jika kita memuji siswa atas kerja keras
dan proses yang mereka lakukan, hal itu membantu mengembangkan
potensi pertumbuhan. Ini mengindikasikan bahwa mengapresiasi,
tidak harus memuji kelebihan. Lebih dari itu, mengapresiasi dapat
dilakukan dengan memuji upaya atau kerja keras yang sudah
dilakukan.

Growth mindset tentu saja dapat dibentuk dan diciptakan menjadi


suatu kebiasaan positif pada satuan pendidikan. Penelitian yang telah
dilakukan oleh Dweck dapat diterapkan kepada semua orang, tidak
hanya murid. Oleh karena itu, para pemimpin sekolah dapat
mempertimbangkan efek dari pengembangan Growth mindset pada
guru dan tenaga kependidikan terhadap pembelajaran di sekolah.
Akan jauh lebih baik, jika pola pikir ini diingankan oleh guru dan tenaga
kependidikan secara mandiri.

193
Pemodelan

Guru dan tenaga kependidikan tak jauh berbeda dengan murid. Setiap
individu dapat berupaya mengembangkan growth mindset dalam
dirinya. Namun, hal ini tentu perlu perencanaan matang dari kepala
sekolah sebagai pemimpin. Cara yang paling mudah untuk
membangun growth mindset di lingkungan guru dan tenaga
kependidikan adalah dengan menjadi model. Kepala sekolah harus
bisa memberikan contoh dengan terbiasa melakukan refleksi diri
untuk menjadi individu yang mau selalu belajar. Membiasakan diri
untuk belajar, akan memberi peluang besar kepada guru dan tenaga
kependidikan untuk memposisikan diri sebagai pembelajar sepanjang
hayat. Menjadi seseorang yang mampu selalu berkembang dengan
melakukan berbagai upaya. Sebagai contoh, kepala sekolah dapat
memilih tema inovasi dan memberi contoh inovasi tersebut untuk
menjadi stimulus bagi guru dan tenaga kependidikan untuk berinovasi
pula.

Menciptakan ruang untuk ide-ide baru

Memberi kesempatan kepada guru dan tenaga kependidikan untuk


mencoba hal-hal baru di luar kebiasaan mereka. Hal ini dapat
membangun kedinamisan bertindak. Ajak mereka untuk mencoba
berpikiran liar dengan berinovasi atau minimal menemukan tindakan
professional di luar kebiasaan. Upayakan agar guru dan tenaga
pendidikan memilih hal baru yang bisa membuang rasa takut mereka.
Menumbuhkan keberanian tanpa rasa takut salah. Memosisikan
bahwa salah adalah hal yang wajar, yang terpenting, ada upaya untuk
memperbaiki kesalahan tersebut. Ide inovasi ini dapat dilakukan
secara beragam. Kepala sekolah dapat mencontohkan, misalnya
inovasi dalam hal pembelajaran bagi guru, pembentukan karakter,
atau ide yang selaras dengan peran dan tugas masing-masing lainnya.

194
Membangun waktu untuk refleksi diri

Meskipun menciptakan ruang untuk ide-ide baru itu penting, hal


tersebut hanya bagian dari proses mengembangkan growth mindset.
Hal yang tak kalah penting adalah memberikan kesempatan bagi guru
dan tenaga kependidikan untuk merefleksikan ide-ide baru mereka
dan mempertimbangkan apa yang mereka pelajari dari proses
tersebut. Idealnya, refleksi ini bukan berfokus pada apakah idenya
berhasil atau gagal, melainkan lebih pada apa yang dipelajari guru dari
proses tersebut. Setelah mencoba, biasakan untuk menemukan
kesalahan atau kelemahan pada hal baru yang telah dilakukan sebagai
proses pembelajaran. Sebagai awal, kepala sekolah dapat melakukan
refleksi atas inovasi yang dilakukan pada pertemuan dengan guru dan
tenaga kependidikan. Refleksi dilakukan dengan mengemukakan
kesan atau hal positif yang didapat dari hal-hal yang telah dilakukan,
serta mengemukakan hal yang dirasa belum maksimal atau mendapat
kendala. Setelah itu, guru dan tenaga kependidikan lain pun
melakukan hal yang sama terhadap hal-hal baru yang telah mereka
laksanakan.

Umpan balik formatif

Umpan balik merupakan hal penting yang juga perlu dilakukan untuk
mengembangkan growth mindset. Upayakan umpan balik ini dilakukan
secara formatif, bukan sumatif. Artinya, berilah umpan balik kepada
guru dan tenaga kependidikan setiap mereka melakukan hal-hal baru
tersebut. Seperti murid, mereka pun membutuhkan apresiasi. Sekali
lagi, fokus umpan balik ini bukan pada keberhasilan atau pun
kegagalan mereka dalam bertindak, melainkan pada hal-hal yang
dapat mereka pelajar i selama melakukan hal-hal baru. Umpan balik
penting dilakukan agar mereka dapat merencanakan hal baru lain
untuk meningkatkan kemampuannya.

195
Dengan menerapkan growth mindset banyak hal positif yang didapat
sekolah. Seperti yang diterapkan oleh sebuah sekolah di Jawa Timur.
Meskipun siswa-siswa di sekolah ini, mayoritas berasal dari keluarga
kurang mampu. Mereka memiliki pola pikir growth mindset yang
percaya bahwa hidup itu dinamis dan dapat diubah menjadi lebih baik.
Manfaatnya siswa-siswa mampu menghasilkan karya-karya terbaik.
Ide-ide kreatif bermunculan karena sekolah memberi kesempatan
luas kepada seluruh warga sekolah untuk mengembangkan
pemikiran-pemikiran positif melalui growth mindset. Apakah Anda
ingin memiliki sekolah seperti ini? Apakah Anda siap menerapkan
Growth Mindset?

Sumber:

Keith Heggart. “Developing a Growth Mindset in Teachers and Staff.”


Edutopia. 4 Februari 2015. Diakses 10 Februari 2021.

Kompasiana. “Growth Mindset, Merubah Pola Berpikir ke Arah


Positif.” Kompasiana.com, 27 September 2015. Diakses 11
Februari 2021.

196
MENENTUKAN TARGET
PENCAPAIAN VISI SEKOLAH
DI TENGAH PANDEMI COVID 19
Wawan Kuswandi
SMPN 3 Lembang Kab. Bandung Barat

Visi sekolah merupakan impian/ harapan , cita-cita yang ingin dicapai


oleh warga sekolah. Visi sekolah dibuat dengan orientasi kepada
kepentingan peserta didik, yang menggambarkan nilai-nilai atau
kualitas hasil belajar yang akan dicapai oleh sekolah. Visi sekolah
dijadikan sebagai cita-cita bersama warga sekolah dan berbagai pihak
yang berkepentingan pada masa yang akan datang, mampu
memberikan motivasi, inspirasi, dan kekuatan pada warga sekolah dan
segenap pihak yang berkepentingan.

197
Dengan Visi, sekolah memiliki harapan yang ingin dicapai oleh warga
sekolah. Visi sekolah memberikan motivasi kepada semua warga
sekolah untuk melaksanakan tugas dan fungsi masing-masing secara
nyata untuk mencapai harapan-harapan yang ditetapkan. Visi sekolah
juga memberikan inspirasi kepada semua warga sekolah untuk
melahirkan pemikiran, ide, dan gagasannya dalam melaksanakan
tugas masing-masing untuk mencapai harapan-harapan tersebut.
Bagaimana cara agar visi sekolah dapat menjadi sumber motivasi dan
inspirasi semua warga sekolah? Ya betul, perlu pelibatan semua warga
sekolah dalam penyusunannya.

Semua sekolah saat ini telah memiliki visi. Visi sekolah telah dibuat
oleh sekolah mungkin beberapa tahun yang lalu, satu, dua, atau tiga
tahun lalu. Apabila Visi telah dibuat pada saat kondisi normal, tentu
harapan-harapan yang dibuat adalah harapan yang normal. Sekolah
telah membuat target-target yang ingin dicapai setiap tahun. Apabila
Visi dibuat untuk empat tahun, sekolah telah membuat “milestone”
atau tahapan pencapaian target tiap tahun- target tahun pertama,
tahun kedua, tahun ketiga, dan tahun keempat. Apabila Visi dibuat dua
tahun lalu, maka pada tahun ini kita harus mengkaji ulang target tahun
kedua karena terjadinya Pandemi Covid 19.

Kita tidak bisa menentukan kapan pandemi Covid 19 ini akan


berakhir. Pada saat artikel ini ditulis pandemi Covid 19 telah berjalan
hampir satu tahun. Pada tahun lalu kita berharap bahwa pada awal
tahun 2021 ini, kita akan kembali melaksanakan pembelajaran tatap
muka dengan pola adaptasi kebiasaan baru. Namun, ternyata pada
saat ini jumlah orang yang terpapar semakin meningkat. Pembelajaran
masih dilaksanakan dengan pola Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ)
dengan model belajar dari rumah (BDR). Para peserta didik belajar di
rumah. Guru-guru melaksanakan pembelajaran secara daring atau
luring. Para peserta didik selalu berada di rumah bersama keluarga.
Peran orang tua dalam pengawasan pembelajaran di rumah lebih
dominan.

198
Oleh karena itu, kepala sekolah perlu menginisiasi ”review” atau
mengkaji ulang target pencapaian visi yang telah dibuat pada tahun
ini, agar sekolah tidak terbebani oleh harapan atau target pencapaian
visi yang telah dibuat bersama dengan “stakeholders” sekolah. Visi-misi
sekolah, target visi, program kegiatan sekolah disusun, dikaji ulang
oleh semua pihak yang berkepentingan (stakeholders), pendidik tenaga
kependidikan, orang tua peserta didik, komite sekolah, dan berbagai
pihak yang berkepentingan. Semakin banyak orang terlibat dalam
kegiatan, maka semakin tinggi partisipasi, dan semakin tinggi
partisipasi, maka semakin banyak orang yang akan turut bertanggung
jawab atas keberhasilan kegiatan tersebut. Partisipasi berbagai pihak
yang berkepentingan dalam mengkaji ulang target visi adalah
keharusan di sekolah untuk mendapatkan target yang menjadi milik
bersama. Dengan kondisi seperti saat ini, dipandang perlu
menurunkan standar harapan tentang target-target yang ingin dicapai
pada tahun ini karena banyak kegiatan-kegiatan sekolah yang tidak
bisa dilaksanakan

Menurut John Mullikin (2020) dalam artikel di Edutopia menyatakan


bahwa dalam kondisi pandemi Covid 19, kepala sekolah perlu
melakukan tiga hal, yakni :
1. Menata ulang target pencapaian visi
Dengan kondisi pandemi yang tidak diperkirakan sebelumnya, Kepala
sekolah memiliki tanggung jawab untuk menentukan strategi-strategi
untuk dapat melaksanakan kegiatan-kegiatan sekolah agar proses
pembelajaran dapat terus terlaksana dengan menyesuaikan kondisi
yang dihadapi. Inti dari kegiatan sekolah adalah proses pembelajaran
bagi peserta didik. Para pendidik tentu akan menghadapi berbagai
tantangan dengan kondisi ini. Pembelajaran yang pada saat normal
dilaksanakan dengan tatap muka harus berubah dengan pembelajaran
jarak jauh. Guru-guru perlu mengembangkan kapasitas yang memadai
untuk dapat melaksanakan kegiatan pembelajaran jarak jauh. Guru-

199
guru juga perlu menata ulang target-target mereka dalam kegiatan
pembelajaran.
Oleh karena itu, kepala sekolah harus memberikan arahan tentang
apa yang perlu dikuasai dalam kegiatan pembelajaran jarak jauh
seperti kemampuan melaksanakan pembelajaran secara daring,
penyusunan modul untuk pembelajaran luring, dan bagaimana
melaksanakan evaluasi.
Kepala sekolah bersama seluruh warga sekolah menentukan kembali
target pencapaian visi yang ingin dicapai sesuai kondisi.
Pada saat saat menentukan target pencapaian visi, sekolah perlu
merefleksi apakah target-target yang telah kita buat sudah menukik
kepada capaian yang diharapkan sesuai kepentingan siswa atau
belum. Terinspirasi oleh artikel berjudul “A small town school embraces
a big vision”, sekolah perlu memiliki target visi yang besar. Hal ini
diawali dari refleksi sekolah tentang kondisi dan capaian selama ini.
Kemudian sekolah meminta pendapat, saran dari para siswa, orang
tua, dan masyarakat. Hal ini bisa dilakukan dengan wawancara,
diskusi, dan kuesioner. Berdasarkan semua itu, kemudian sekolah
menentukan target-target visi sesuai harapan warga sekolah dan
masyarakat. Dalam menentukan target visi, yang perlu diperhatikan
tentu adalah target-target spesifik yang langsung berhubungan
dengan kepentingan belajar siswa, namun tidak hanya pada target
pencapaian nilai atau angka-angka. Target pencapaian visi yang
memberikan ruang belajar yang lebih luas dan sesuai dengan
perkembangan, siswa merasa nyaman, siswa merasa difasilitasi untuk
mengembangkan potensi, terciptanya disiplin yang tinggi di sekolah,
guru-guru mengajar menyenangkan, dan lain-lain. Setelah
mendapatkan gambaran utuh dari berbagai pihak, maka ditetapkan
target pencapaian visi, diikuti dengan prototype atau prosedur kerja
dan kagiatan.

200
2. Pastikan pencapaian target secara konsisten
Kepala sekolah sebagai pimpinan manajemen sekolah memiliki tugas
untuk mengawal ketercapaian target kegiatan-kegiatan sekolah
secara konsisten. Kepala sekolah memberikan penghargaan setiap
pencapaian target yang ditetapkan, dan terus mengarahkan,
memotivasi, memfasilitasi warga sekolah untuk bekerja dalam
mencapai target yang ditetapkan.
3. Bekerja sama dengan para pendidik dan tenaga kependidikan
Dalam kondisi seperti pandemi ini, kepala sekolah perlu kerjasama
yang baik, membangun hubungan baik dengan guru-guru dan
karyawan di sekolah. Pada saat, mendapatkan tantangan atau
kendala, kepala sekolah bisa membantu guru-guru untuk memberikan
pelatihan atau menetapkan solusi untuk menjawab berbagai
tantangan yang dihadapi.

Berdasarkan uraian di atas dan disesuaikan dengan kondisi yang


dihadapi saat ini, berikut ini langkah-langkah praktis menentukan
target pencapaian visi sekolah:
1. Kepala sekolah bekerja sama dengan tim kerja (pendidik dan
tenaga kependidikan, komite sekolah, perwakilan orang tua siswa,
dan perwakilan peserta didik) mengkaji target pencapaian visi
yang telah dibuat. Misalnya target pencapaian Visi pada
“milestone” yang telah disusun misalnya seperti ini:
a. Rata-rata Nilai Ujian Sekolah 7,50 (gain score 0,5)
b. Menjadi Juara 1 Tim Bola Voli Tk. Provinsi
c. Rata-rata kehadiran siswa tiap bulan sekurang-kurangnya
95%
d. Rata-rata kehadiran guru pada kegiatan tatap muka tiap
bulan minimal 95%, dst.

201
Ini adalah target-target pencapaian visi yang rata-rata dibuat
sekolah, yang berorientasi pada angka-angka. Sedianya sekolah
perlu merubah paradigma dari angka-angka tidak bermakna
menjadi hal-hal yang lebih kualitatif dan bermakna.
2. Merubah target sesuai kondisi karena pada saat Pandemi Covid
19 banyak kegiatan yang tidak bisa dilaksanakan. Target-target
dibuat secara kualitatif, bukan kuantitatif. Maka targetnya
menjadi:
a. Seluruh peserta didik kelas IX menyelesaikan tugas-tugas
yang diberikan guru dengan minimal kategori “Baik”,
Berkelakuan “Baik” sesuai standar sekolah yang ditetapkan
sebagai syarat kelulusan.
b. Tim Bola voli melakukan latihan fisik secara individu dan
terjadwal di rumah masing-masing dengan bimbingan pelatih
secara daring. (Target kejuaraan diubah karena tidak adanya
olimpiade olahraga bagi para siswa).
c. Seluruh peserta didik berpartisipasi dalam kegiatan PJJ baik
daring maupun luring.
d. Seluruh guru melaksanakan kegiatan daring/luring dengan
menggunakan berbagai sarana/ saluran/ media.
Dan seterusnya dengan target-target lainnya yang telah dibuat.
3. Menyosialisasikan target-target tersebut kepada peserta didik,
orang tua siswa, dan ‘stakeholders’ lainnya.

202
4. Selanjutnya tentu membuat program-program kegiatan sekolah
sesuai dengan target yang sudah direvisi untuk disusun dalam
Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah (RAKS) bersama tim
kerja di sekolah.
5. Bekerja sama dengan seluruh pendidik dan tenaga kependidikan
untuk mengawal dan mengendalikan kegiatan-kegiatan untuk
meyakinkan bahwa target-target akan tercapai.
Tahapan-tahapan tersebut, diyakini dapat membantu para kepala
sekolah sebagai pimpinan manajemen sekolah untuk menata ulang
target-target pencapaian visi sekolah di tengah pandemi Covid
19. Kepala sekolah perlu terus membangun kapasitas pendidik dan
tenaga kependidikan dalam kondisi apapun. Bagaimana dengan
sekolah Anda, sudahkah menyesuaikan target pencapaian visinya?
Sudahkah melibatkan seluruh warga sekolah dalam penyesuaiannya?

203
Sumber:

Mullikin, J. (2020). The Value of Setting a Clear School Vision This


Year.

https://www.edutopia.org/article/value-setting-clear-school-vision-
year.

Boss, Suzie. 2017. A Small Town School Embraces a Big Vision.

https://www.edutopia.org/article/small-town-school-embraces-big-
vision

Taylor, Scott. 2013. Four Suggestions to Help You Lead by


Relationship and Realize Your Vision.

https://www.edutopia.org/blog/leading-by-relationships-scott-
taylor

204
MEMIMPIN DENGAN SIKAP POSITIF
UNTUK MENINGKATKAN PARTISIPASI
PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN
DALAM MELAKSANAKAN PROGRAM
KEGIATAN SEKOLAH
Wawan Kuswandi
SMPN 3 Lembang Kab. Bandung Barat

Bila pimpinan dapat mempertahankan optimisme, tim kerja akan


bersikap lebih percaya diri dan berkolaborasi lebih efektif dalam
mengeksekusi program kegiatan sekolah.

Tugas kepala sekolah sebagai manajer di sekolah diantaranya adalah


menyusun Rencana Kerja Jangka Panjang (RKJM), Rencana Kerja
Tahunan (RKT), dan Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah (RKAS).
Dalam penyusunan rencana-rencana tersebut kepala sekolah
melibatkan semua “stakeholders” sekolah, yakni pendidik dan tenaga
kependidikan, Komite Sekolah, orang tua peserta didik, dan peserta
didik. Dalam penyusunan rencana tersebut, tim kerja yang disebut

205
TPMBS (Tim Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah) menyusun rencana
berdasarkan analisis kekuatan, kelemahan, peluang, dan tantangan
yang dimiliki sekolah. Program-dan kegiatan disusun sesuai dengan
kondisi sekolah masing-masing. Setelah rencana-rencana tersebut
tersusun, disosialisasikan, dan diimplementasikan.

Bagaimanapun hebatnya sebuah rencana, yang paling penting adalah


implementasinya. Kita sering mendapatkan rencana yang hebat,
namun implementasinya tidak seindah rencana. Maka dari itu,
permasalahan yang cukup krusial di sekolah adalah bagaimana
program kegiatan sekolah dapat terlaksana dengan baik sesuai
dengan rencana tersebut. Masalah utama adalah bagaimana
meningkatkan partisipasi aktif semua “stakeholders”, terutama
pendidik dan tenaga kependidikan sekolah sebagai aktor-aktor utama
dalam mengeksekusi program kerja sekolah.

Kepala sekolah memiliki tugas untuk menciptakan kultur kerja yang


positif. Untuk membangun tim kerja yang positif, pada awal
kepemimpinan sekolah, perlu dibuat Standar Operasional Procedure
(SOP) masing-masing personal. Kejelasan tugas untuk setiap individu
di sekolah merupakan salah satu upaya untuk membuat kultur kerja
yang positif. Semakin rinci dan semakin jelas SOP, akan memberikan
arahan yang jelas bagi masing-masing individu untuk melaksanakan
tugas di sekolah. Namun tentu hal itu tidak cukup, kepala sekolah juga
harus memiliki wawasan, pengetahuan, dan keterampilan untuk
memberdayakan sumber daya manusia di sekolah secara optimal agar
program kegiatan sekolah dapat terlaksana dengan baik dan
mencapai tujuan yang diharapkan.

206
Berikut adalah beberapa tips untuk meningkatkan partisipasi
pendidik dan tenaga kependidikan sebagai tim kerja di sekolah
sebagaimana dikutip dari artikelnya Matthew X. Joseph (2020) di
laman Edutopia yang memberikan gambaran bagaimana kepala
sekolah memimpin dengan sikap positif agar program kegiatan
sekolah terlaksana.
1. Ciptakan kultur kerja yang menumbuhkan percaya diri dan
mendukung tim kerja (Pendidik dan tenaga kependidikan)
Pendidik dan tenaga kependidikan di sekolah adalah tim kerja
sekolah. Tim kerja yang positif adalah tim yang produktif. Kultur
kerja yang menumbuhkan percaya diri dan selalu memberi
dukungan merupakan tim kerja yang lebih kolaboratif dan lebih
kreatif yang pada akhirnya menumbuhkan kerja keras tim. Bila
pimpinan menunjukkan sikap positif dalam iklim kerja yang selalu
mendorong tim, rekan kerja akan bekerja melebihi dari yang
diharapkan. Ketika rekan kerja merasa dihargai, mereka akan
lebih percaya diri dan menunjukkan kinerja terbaiknya.
Hal ini bisa dilakukan oleh kepala sekolah melalui Diskusi
Kelompok (Focus Group Discussion) dan kegiatan Musyawarah
Guru Mata Pelajaran (MGMP) sekolah dengan pola komunikasi
dua arah sehingga tumbuh rasa percaya diri pendidik dan tenaga
kependidikan. Secara terus-menerus melalui berbagai
kesempatan kepala sekolah juga berusaha mendiskusikan dengan
berbagai pihak yang berkepentingan tentang program kegiatan
sekolah yang direncanakan. Kepala sekolah bersama guru-guru
berusaha melaksanakan semua program kegiatan yang bermuara
pada kepentingan peserta didik sebagai sasaran utama sekolah.

207
2. Tunjukkan sikap optimis dalam menghadapi dan menjawab
masalah dan tantangan yang dihadapi
Suatu organisasi selalu menghadapi masalah dan tantangan. Bila
kepala sekolah memiliki perspektif yang optimis, para guru dan
staf akan merasakan harapan dan memperlihatkan ketahanan
dalam menghadapi masalah dan tantangan. Semakin optimis,
semakin cepat kita menyelesaikan masalah dan tantangan
tersebut. Optimisme akan mampu membuat orang mampu
menyelesaikan masalah dengan solusi-solusi yang potensial.
Memiliki sikap optimis sebagai pimpinan sekolah adalah sebuah
keharusan. Seorang pimpinan harus optimis dengan keputusan
yang telah diambil. Dan menunjukkan sikap optimis di mata
pendidikan dan tenaga kependidikan merupakan modal
keyakinan pendidik dan tenaga kependidikan supaya mereka
dengan penuh percaya diri akan mampu menghadapi tantangan
yang dihadapi. Masalah di sekolah yang berhubungan dengan
peserta didik tentu banyak sekali, seperti kehadiran siswa,
prestasi siswa, tingkat kenakalan siswa, kelainan siswa, dan lain-
lain. Dalam menghadapi berbagai masalah berhubungan dengan
siswa harus menjadi prioritas sekolah. Dan kepala sekolah
memberi ruang agar guru dan tenaga kependidikan mengambil
keputusan dengan optimis. Lalu kepala sekolah memberi
penguatan bahwa semua masalah pasti ada jawabannya.

3. Ciptakan kebersamaan tim yang terhubung

Kepala sekolah yang memiliki sifat positif cenderung menciptakan


kerja sama daripada pembagian tugas. Kerja sama yang kompak
merupakan perbedaan antara tim kerja yang hebat dengan tim
kerja pada umumnya. Hal ini berawal dari pimpinan. Sebagai
pemimpin positif, kepala sekolah harus menjadi pemersatu dan
penyambung yang menciptakan kerjasama yang baik antara guru-
guru dan staf.

208
Pepatah mengatakan “Kalau ingin berjalan cepat, berjalanlah
sendiri. Namun kalau anda ingin berjalan jauh, berjalanlah
bersama”. Sebuah keniscayaan bahwa keberhasilan sekolah harus
didukung oleh berbagai pihak. Kerjasama kepala sekolah dengan
pendidik dan tenaga kependidikan, orang tua peserta didik, dan
masyarakat diperlukan untuk mendukung program dan kegiatan
sekolah. Kepala sekolah yang setiap hari bergaul dengan pendidik
dan tenaga kependidikan, perlu saling mengisi, saling melengkapi,
dan bergandeng tangan untuk menjalankan program-program
kegiatan sekolah. Kepala sekolah juga harus meyakinkan bahwa
keberhasilan suatu sekolah adalah keberhasilan bersama, bukan
milik kepala sekolah.
4. Rayakan setiap kemenangan kecil
Merayakan prestasi-prestasi yang kecil adalah penting. Kepala
sekolah perlu mengetahui apa yang telah dilakukan oleh guru,
staf, dan para siswanya. Setiap menemukan hal-hal baik yang
telah dilakukan oleh mereka, perlu merayakan dengan
memberikan pujian dan penghargaan yang tulus terhadap hal-hal
kecil yang telah mereka lakukan seperti guru yang telah membuat
rencana atau melaksanakan pembelajaran, guru yang telah
menyelesaikan masalah siswa, siswa yang membuang sampah
dengan benar dan lain-lain. Merayakan kemenangan/ prestasi
kecil merupakan peluang untuk merefleksikan sejauh mana
pekerjaan tim kerja telah dilakukan dan menciptakan supaya
mereka tetap terinspirasi. Perhatikan hal-hal positif yang anda
lihat di sekolah. Jadilah kepala sekolah yang memperhatikan hal-
hal hebat di sekolah dan berikanlah pujian terhadap hal-hal
tersebut. Pujian bisa diberikan secara langsung atau bisa dengan
memberikan catatan di meja guru atau ruang staf atas prestasi
kerja yang dilakukan oleh mereka.

209
Memberikan pujian dan merayakan setiap ketercapaian adalah
motivasi kerja yang lebih dahsyat daripada hukuman. Kepala
sekolah perlu lebih memperbanyak pujian dan merayakan
ketercapaian walaupun sedikit supaya mendorong pendidik dan
tenaga kependidikan lebih hebat. Apalagi dimasa pandemi seperti
sekarang ini, guru-guru memerlukan dukungan dengan
merayakan setiap upaya mereka dalam melaksanakan kegiatan
pembelajaran jarak jauh. Mereka tentu menghadapi kesulitan.
Kepala sekolah perlu tampil untuk mendorong dan memfasilitasi
bantuan agar mereka dapat menjawab berbagai kesulitan yang
mereka hadapi
5. Tunjukkan sikap selalu percaya diri dan memberi semangat

Menampilkan sebagai kepala sekolah yang percaya diri


merupakan jaminan kemampuan dan kekuatan ide dan inisiatif
untuk menjadikan sekolah lebih baik. Kepala sekolah yang
memiliki kepercayaan diri dapat menginspirasi guru-guru dan staf
untuk memberikan kemampuan mereka dengan sungguh-
sungguh. Bila kepala sekolah berkembang, mereka juga yakin
bahwa mereka akan berkembang juga.

Kepala sekolah yang positif memiliki keberanian dan selalu


percaya diri, termasuk keberanian untuk melakukan hal-hal baru
yang harus dilakukan.

Dalam kondisi seperti sekarang pelaksanaan Pembelajaran Jarak


Jauh, kepala sekolah harus memiliki keberanian untuk melakukan
apa yang dianggap baik dan benar bagi guru dan siswa. Kepala
sekolah juga perlu terus memberi semangat kepada guru dan staf
untuk melaksanakan program kegiatan di sekolah dalam kondisi
apapun.

210
Memberikan contoh percaya diri dalam berbagai situasi
merupakan motivasi yang sangat berharga bagi rekan kerja.
Kepala sekolah sebagai sosok pimpinan harus menjadi panutan,
atau model dalam bertindak dan berperilaku di hadapan pendidik
dan tenaga kependidikan.

Beberapa tips di atas diharapkan dapat menginspirasi para kepala


sekolah untuk terus berusaha meningkatkan partisipasi tim
kerjanya, pendidik dan tenaga kependidikan untuk melaksanakan
program dan kegiatan sekolah lebih efektif. Pemimpin hebat tidak
dilahirkan, tetapi mereka dibuat. Sikap adalah kekuatan yang
super. Kita memiliki kekuatan untuk menjadi positif setiap hari.

211
Sumber:

Joseph, M.X. (2020). How To Lead With Positivity.

https://www.edutopia.org/article/how-lead-positivity.

Mendez, Elaine M. 2021. Smart Growth for New School Leaders.

https://www.edutopia.org/article/smart-growth-new-school-leaders

Racines, Delia. 2020. Supporting Teachers in a Difficult Year.

https://www.edutopia.org/article/supporting-teachers-difficult-year

212
MENDORONG PARTISIPASI
ORANG TUA PESERTA DIDIK
DENGAN ‘RAPORT’ ORANG TUA
Wawan Kuswandi
SMPN 3 Lembang Kab. Bandung Barat

Peran orang tua dalam pendidikan anak merupakan peran yang


fundamental karena orang tua adalah pendidik pertama dan utama
dalam kehidupan seorang anak. Oleh karena itu, kerjasama antara
pendidik, tenaga kependidikan dan orang tua untuk keberhasilan
pendidikan di sekolah suatu keniscayaan. Seperti diungkapkan pada
artikel Edutopia (1997) bahwa keterlibatan orang tua merupakan
peran yang sangat vital dalam mengembangkan kemampuan belajar
peserta didik. Di rumah, anak-anak mendapat pendidikan dan
pengawasan dari orang tua dan di sekolah mereka dididik dan diawasi
oleh pendidik dan tenaga kependidikan. Agar pendidikan anak
berjalan dengan sinergis, tentu program kegiatan sekolah perlu
diketahui dan mendapat dukungan nyata dari orang tua peserta didik.
Peran serta orang tua dalam pendidikan memiliki pengaruh positif
terhadap kegiatan belajar siswa. Kita bisa membayangkan apabila

213
orang tua siswa berpatisipasi aktif dalam setiap kegiatan di sekolah.
Kita bisa melihat pada saat anak-anak sekolah TK, partisipasi orang
tua sangat tinggi. Mereka mempersiapkan anak-anak mereka untuk
berangkat dan belajar di sekolah, mereka juga terlibat aktif dalam
berbagai kegiatan anak-anaknya di sekolah, seperti pada saat belajar
di luar kelas, memantau dan mendampingi mengerjakan tugas-tugas
yang diberikan guru, dan pada pertemuan-pertemuan orang tua siswa.
Bahkan ada orang tua yang rela menunggu anak-anaknya selama
berada di sekolah, memantau kegiatan anak-nak mereka. Tentu hal ini
tidak akan terjadi pada saat pendidikan anak semakin tinggi. Namun
dari fakata seperti itu, pada dasarnya orang tua ingin berpartisipasi di
sekolah. Berpartisipasi di sekolah bukan hanya bertisipasi, tetapi
berpartisipasi untuk kepentingan pendidikan dan perkembangan
anak-anak mereka.

Bayangkan apabila sekolah memiliki partisipasi orang tua siswa yang


tinggi. Sekolah akan cepat maju, berkembang, dan tentu menjadi
sekolah berprestasi. Namun karena beragamnya letak geografis dan
kondisi sekolah, pasti ada sekolah yang memiliki partisipasi orang tua
siswa yang tinggi, ada juga yang rendah. Kondisi ini tentu disebabkan
berbagai faktor, apakah faktor geografis, status sosial orang tua dan
sebaginya. Apakah sekolah Anda memiliki partisipasi orang tua yang
tinggi? Partisipasi apa yang anda harapkan dari para orang tua?

Istilah partisipasi mengandung arti keikutsertaan. Menurut Kamus


Besar Indonesia (1989:679), partisipasi adalah “sejumlah orang yang
turut berperan dalam suatu kegiatan; keikutsertaan dan peran
serta”. Berdasarkan hal tersebut, terdapat beberapa unsur penting
yang tercakup dalam pengertian partisipasi, diantaranya: Pertama,
dalam partisipasi yang ditelaah bukan hanya keikutsertaan secara
fisik tetapi juga fikiran dan perasaan (mental dan emosional). Kedua,
partisipasi dapat digunakan untuk memotivasi orang-orang yang
menyumbangkan kemampuannya kepada suatu kelompok sehingga

214
daya kemampuan berfikir serta inisiatifnya dapat timbul dan
diarahkan kepada tujuan-tujuan kelompok. Ketiga, dalam partisipasi
mengandung pengertian orang untuk ikut serta dan
bertanggungjawab dalam kegiatan-kegiatan organisasi.

Keterlibatan seseorang terhadap suatu program/ kegiatan akan


berbeda-beda, tergantung jenis keterlibatannya yang dapat
dibedakan menjadi lima bagian yaitu:
1. Partispasi buah pikiran
2. Partsipasi tenaga
3. Partisipasi harta benda
4. Partisipasi keterampilan atau kemahiran
5. Partisipasi sosial

Keterlibatan orang tua yang diharapkan juga adalah berbagai bentuk


sesuai dengan kemampuan dan kesanggupan mereka. Kaitannya
dalam proses pendidikan, ada enam jenis keterlibatan orang tua dalam
pendidikan di sekolah:
1. Mengacu pada tanggung jawab keluarga untuk memastikan
kesehatan dan keselamatan anak (misalnya, pengasuhan anak,
pemeliharaan anak, pengawasan berkelanjutan, disiplin, dan
bimbingan di setiap tingkat usia) dan untuk memberikan kondisi
rumah positif yang mendukung pembelajaran dan perilaku.
2. Komunikasi orang tua dengan sekolah tentang kemajuan
akademik (misalnya, memo, pemberitahuan, laporan hasil belajar,
konferensi).

215
3. Partisipasi orang tua dalam pengaturan dan kegiatan sekolah
(misalnya, pertemuan orang tua, lokakarya, bazar, pentas seni,
belajar di luar sekolah, pembelajaran berbasis proyek, atau
program kegiatan untuk kepentingan perkembangan siswa
lainnya).
4. Komunikasi sekolah dengan orang tua dalam memantau, dan
mendampingi pekerjaan rumah atau kegiatan belajar anak-anak
mereka.
5. Orang tua turut berperan dalam pengambilan keputusan dalam
komite sekolah yang turut menentukan arah sekolah,
perencanaan sekolah, dan memantau perkembangan sekolah.
6. Orang tua berkolaborasi dengan masyarakat, yang berkaitan
dengan mengintegrasikan berbagai lembaga masyarakat dan
sumber daya yang mendukung program sekolah.

Dari beberapa jenis partisipasi atau keterlibatan orang tua dapat


dikembangkan oleh sekolah, sehingga partisipasi orang tua peserta
didik terwujud secara nyata. Dalam hal ini sekolah perlu merefleksi
diri, apakah sekolah sudah membuat program kegiatan atau
memfasilitasi terlaksananya pertisipasi orang tua secara nyata,
apakah sekolah sudah menyediakan saluran-saluran atau wadah yang
bisa menampung barbagai partisipasi orang tua dalam berbagai
bentuk. Langkah selanjutnya adalah mengidentifikasi kegiatan-
kegiatan nyata partisipasi orang tua yang diharapkan untuk
kepentingan peserta didik dan kemajuan sekolah. Kemudian sekolah
bersama komite sekolah menyusun daftar kegiatan-kegiatan
partisipasi orang tua dalam pendidikan di sekolah. Daftar kegiatan
tersebut bisa dikelompokkan menjadi dua, yakni Kegiatan partisipasi
orang tua dalam kegiatan belajar peserta didik dan partisipasi orang
tua dalam kegiatan sekolah.

216
Tiap sekolah dapat menambah atau mengurangi jenis-jenis kegiatan
partisipasi sesuai dengan kondisi sekolah masing-masing. Dengan
dibuatnya rambu-rambu jenis kegiatan partisipasi orang tua, para
orang tua dapat memahami dan mengetahui apa saja yang harus
mereka lakukan untuk mendukung kegiatan sekolah karena latar
belakang orang tua yang beragam sehingga akan nampak nyata di
mata orang tua.

Agar kegiatan partisipasi orang tua itu semakin nyata, disini diberikan
inspirasi sekolah bisa membuat “Rapot” Orang Tua yang terinspirasi
dari artikel Edutopia berjudul, “Making points for Parents involvement”.
Namun tentu fungsi rapot ini tidak seperti Buku Laporan Hasil Belajar
Siswa. Rapot ini hanya bahan refleksi orang tua. Buku Rapot ini
dipegang oleh orang tua untuk diisi sesuai petunjuk, kemudian setiap
akhir semester diserahkan ke sekolah melalui wali kelas/guru kelas.

Berikut contoh laporan kegiatan partisipasi orang tua dalam program


kegiatan sekolah:

217
Kop Sekolah

LAPORAN KEKGIATAN PARTISIPSI ORANG TUA PESERTA DIDIK


DALAM PROGRAM KEGIATAN SEKOLAH

Nama Orang Tua :

Ayah/ Wali : ……………………..……… Ibu : …………………………...…….

Nama Peserta Didik : ……………………..………. Kelas : ……………………………...….

Semester : ………………................... Thn. Pelajaran : ………………….…

JAWABAN
NO
KEGIATAN (Pilih sesuai keadaan KET.
sebenarnya)

A. Dukungan terhadap Kegiatan Belajar Peserta Didik

1 Menyediakan Buku-buku a. Menyediakan secara


pelajaran selain yang penuh
disediakan sekolah.
b. Menyediakan
sebagian

Alasannya
…………………………………
………………………………...
…………………………………

2 Menyediakan alat-alat tulis dan a. Menyediakan secara


gambar dan keperluan penuh
pembelajaran lainnya. b. Menyediakan sebag
ian

Alasannya
…………………………………
………………………………...
…………………………………

218
3 Menyediakan seragam sekolah a. Menyediakan secara
sesuai ketentuan sekolah penuh
b. Menyediakan sebag
ian

Alasannya
…………………………………
………………………………...
…………………………………

4 Menyediakan tempat belajar a. Ya


khusus di rumah b. Tidak

Alasannya
…………………………………
………………………………...
…………………………………

5 Mengingatkan anak untuk a. Selalu


berangkat ke sekolah supaya b. Sering
tidak kesiangan. c. Kadang-kadang
d. Tidak Pernah

6 Mengantar dan/menjemput a. Ya
anak ke/dari sekolah b. Menggunakan
kendaraan umum/
ojek

7 Mengingatkan anak untuk a. Selalu


mematuhi tata tertib sekolah. b. Sering
c. Kadang-kadang
d. Tidak Pernah

8 Membuat ketentuan waktu a. Selalu


belajar di rumah. b. Sering
c. Kadang-kadang
d. Tidak Pernah

219
9 Mengingatkan dan atau a. Selalu
mengawasi anak belajar di b. Sering
rumah c. Kadang-kadang
d. Tidak Pernah

10 Menanyakan pelajaran yang a. Selalu


dipelajari di sekolah b. Sering
c. Kadang-kadang
d. Tidak Pernah

11 Menandata tangan Jurnal a. Selalu


Membaca (Kegiatan Literasi) b. Sering
c. Kadang-kadang
d. Tidak Pernah

12 Menanda tangan agenda a. Selalu


kegiatan ibadah dan hafalan b. Sering
Surat-surat Al Qur’an (Bagi c. Kadang-kadang
yang beragama Islam) d. Tidak Pernah

13 Menanyakan tugas-tugas yang a. Selalu


harus dikerjakan di rumah. b. Sering
c. Kadang-kadang
d. Tidak Pernah

14 Menanyakan masalah di a. Selalu


sekolah atau kesulitan belajar b. Sering
c. Kadang-kadang
d. Tidak Pernah

15 Membantu menyelesaikan a. Selalu


masalah anak di sekolah atau b. Sering
kesulitan belajar. c. Kadang-kadang
d. Tidak Pernah

16 Berkomunikasi dengan guru/ a. Selalu


wali kelas tentang masalah b. Sering
anak c. Kadang-kadang
d. Tidak Pernah

220
17 Menjadi nara sumber/ Guru a. Pernah
untuk mengajar di kelas b. Tidak pernah
anaknya dalam kegiatan “Kelas
Inspiratif”.

18 Mengizinkan dan menfasilitasi a. Ya


anak untuk mengikuti kegatan b. Tidak
ekstrakurikuler.

19 Memfasilitasi anak untuk a. Ya


mengikuti kegiatan belajar di b. Tidak
luar kelas ( belajar berbasis
proyek, penelitian, praktik
kerja, studi wisata).

20 Memfasilitasi anak untuk a. Ya


mengikuti kegiatan bazar, b. Tidak
pentas seni, perlombaan-
perlombaan

B. Dukungan terhadap Kegiatan Sekolah

21 Mengikuti/ menghadiri rapat a. Ya


umum/ “open house” yang b. Tidak
dilaksanakan di sekolah.

22 Mengikuti/ menghadiri rapat a. Selalu


Komite Sekolah b. Kadang-kadang
c. Tidak pernah

23 Mengikuti/ menghadiri a. Selalu


pertemuan-pertemuan b. Kadang-kadang
Paguyuban Orang Tua tiap a. Tidak pernah
kelas.

24 Memberikan saran/ masukan a. Sering


untuk perbaikan program b. Pernah
kegiatan sekolah (Melalui c. Tidak pernah

221
forum kelas/ wali kelas/ komite
sekolah/guru/ kepala sekolah

25 Turut mensosialisasikan a. Sering


program dan kegiatan sekolah b. Pernah
c. Tidak pernah

26 Menghadiri undangan a. Selalu


pengambilan Raport Siswa tiap b. Kadang-kadang
Tengah dan akhir semester/ c. Tidak pernah
tahun pelajaran.

27 Menghadiri undangan atau a. Ya


panggilan khusus dari sekolah b. Tidak

28 Dukungan sumbangan a. Ya pernah, tuliskan


terhadap pemenuhan jenis sumbangan dan
sarana/prasarana sekolah. untuk
pembangunan/peme
nuhan apa.

………………………………
………………………………
………………………………
………………………………
………………………………

b. Tidak pernah,
alasannya

………………………………
………………………………
………………………………
………………………………
………………………………

29 Berkomunikasi dengan a. Sering


pengurus Paguyuban Orang b. Pernah
Tua/ Komite Sekolah/ Kepala c. Tidak pernah
Sekolah tentang kegiatan-
kegiatan sekolah

222
30 Mengikuti perkembangan a. Sering
sekolah dari media sosial (Grup b. Pernah
WA/Website Sekolah/ Ig c. Tidak Pernah
Sekolah/ media masa.

Catatan: Laporan ini tidak ada hubungan dengan nilai prestasi peserta
didik

………………………, …………………..

Mengetahui Mengetahui Orang Tua Peserta Didik

Kepala Sekolah Wali Kelas

.................................... ........................................ ...............................................

223
Untuk lebih mudah dalam membandingkan satu dengan yang lain, bisa
juga diberi skor supaya bisa terlihat, siapa yang skornya tinggi dan
siapa yang skornya rendah. Dan tentu hasil skor tersebut sebagai
upaya evaluasi bagi sekolah untuk meningkatkan mereka yang masih
kurang berpartisipasi.

Pembuatan Raport ini diharapkan dapat lebih mendorong partisipasi


orang tua peserta didik dalam program kegiatan sekolah. Program
kegiatan sekolah berfokus pada kegiatan belajar siswa dan kegiatan
organisasi sekolah. Semoga ini bisa menginspirasi anda untuk
meningkatkan partisipasi orang tua di sekolah anda. Atau anda bisa
membuat inovasi yang lebih baik untuk tujuan yang sama.

Sumber:

Edutopia (1997). Making Points for Parent Involvement : Getting


Folks to Get Involved.

https://www.edutopia.org/parent-involvement-case-studies.

Depdiknas, (2000), Panduan Manajemen Sekolah

Morehouse, Lisa. 2009. How to create a program that gets parents


involved.

https://www.edutopia.org/hidalgo-early-college-how-to

Martinex, Araceli. 2015. Parent involvement and its affects on


student academic achievement.

https://core.ac.uk/download/pdf/48504579.pdf

224
CARA SOLUTIF KEPALA SEKOLAH
MENGEMBANGKAN PERENCANAAN
PEMBELAJARAN INOVATIF
Sani Aryanto
Universitas Bhayangkara Jakarta Raya
sani.aryanto@dsn.ubharajaya.ac.id

“If You Fail to Plan, You Plan to Fail”


Jika kamu gagal merencanakan, kamu merencanakan kegagalan
(Benjamin Franklin)

Pentingnya Menyusun Rencana

Rencana menjadi salah satu tolak ukur dalam mencapai tujuan atau
target yang diharapkan. Tidak sedikit bentuk keberhasilan seseorang
atau sebuah lembaga dianggap sebagai buah dari perencanaan yang
matang dan terukur, sehingga tidak salah Benjamin Franklin
mengatakan “If You Fail to Plan, You Plan to Fail” artinya jika kamu
gagal merencanakan, kamu merencanakan kegagalan. Pernyataan
tersebut seyogyanya harus menjadi pedoman bagi kita dalam
menyusun perencanaan yang baik untuk menghadapi setiap
tantangan kehidupan. Dalam konteks pendidikan, perencanaan
menjadi aspek fundamental dalam mencapai tujuan pendidikan
termasuk bagaimana setiap perencanaan yang telah disusun mampu

225
mengembangkan program-program yang adaptif dengan segala
perubahan dan tantangan yang terjadi saat ini. Terutama bagaimana
setiap lembaga pendidikan mampu menciptakan proses pembelajaran
yang berpusat pada murid. Apalagi kini, dunia dihadapkan pada
Pandemi Covid-19 yang berdampak terhadap segala aspek kehidupan
termasuk di dunia pendidikan.

Pandemi Covid-19 dan Segala Keluhannya

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan kebijakan


melalui Surat Edaran Nomor 3 tahun 2020 tentang Pencegahan
Covid-19 pada Satuan Pendidikan pada 9 Maret 2020 dengan
kebijakan pembelajaran tatap muka secara langsung diubah dengan
pola pembelajaran daring. Hal ini menjadi awal babak baru dalam
mengubah pola interaksi yang semula bersifat konvensional (tatap
muka) menjadi bersifat daring. Mau tidak mau setiap Guru dan Tenaga
Kependidikan (GTK) di berbagai jenjang harus memikirkan solusi
dalam memastikan pembelajaran tetap berjalan ditengah keluhan
sebagian besar orang tua menanggapi pembelajaran daring.

Berdasarkan data dari Komisi Perlindungan Anak (KPAI) Tahun 2020


terdapat beberapa permasalahan yang terjadi di jenjang pendidikan
dasar selama melaksanakan pembelajaran daring, terutama keluhan
orang tua dalam menggantikan peran guru di sekolah sebagai bentuk
lanjutan dari konsep Belajar Dari Rumah (BDR). Beberapa orang tua
mengaku mengalami kesulitan dalam mengarahkan siswa selama
mengerjakan aktivitas pembelajaran yang sebagian besar berupa
penugasan. Data KPAI (2020) menyebutkan bahwa 73,2% menjadikan
penugasan sebagai alternatif BDR. Disamping itu, 56% orang tua
kurang sabar dan jenuh menangani kemampuan konsentrasi anak,
19% orang tua kesulitan menjelaskan materi, dan 15% diantaranya
kesulitan memahami materi pelajaran. Hal ini disinyalir sebagai
dampak dari persiapan dan kesiapan guru menyiapkan perencanaan
pembelajaran yang belum mengakomodir keluhan-keluhan orang tua.

226
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Menjadi Salah Satu Kunci
Keberhasilan Pembelajaran di Era Pandemi Covid-19

Salah satu hal penting yang menjadi indikator keberhasilan BDR


adalah pengembangan RPP yang disusun. Apalagi dalam menghadapi
modifikasi pembelajaran daring, setiap guru dituntut untuk lebih
kreatif dan inovatif dalam mengembangkan RPP yang adaptif sesuai
dengan tuntutan dan kebutuhan pembelajaran daring. Oleh karena
itu, diperlukan upaya kolektif dari berbagai pihak untuk
mengembangkan RPP yang dapat mengantisipasi permasalahan yang
terjadi hingga kini.

Setiap satuan pendidikan memiliki kewenangan dalam mengatur


kebijakan selama menyusun RPP yang diharapkan benar-benar
berpusat pada murid. Kepala sekolah sebagai pucuk pimpinan di
satuan pendidikan harus lebih proaktif dalam menghadapi situasi
Pandemi Covid-19 yang dampaknya serba-serbi dan tidak dapat
diduga. Kepala sekolah juga diharapkan menjadi konseptor utama
dalam memberikan solusi yang tepat terkait pengembangan RPP yang
baik dan benar serta diharapkan memenuhi tuntutan modifikasi
pembelajaran selama masa Pandemi Covid-19. RPP dikatakan baik
apabila RPP tersebut disusun dan disesuaikan berdasarkan situasi dan
kondisi yang terjadi saat ini dengan mengedepankan kreativitas dan
inovasi, sedangkan RPP dikatakan benar apabila disusun berdasarkan
aturan yang berlaku saat ini yakni melalui Surat Edaran Mendikbud
(SE) Nomor 14 Tahun 2019 tentang Penyederhanaan Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang memuat tiga komponen utama,
diantaranya: (1) tujuan pembelajaran; (2) kegiatan pembelajaran; dan
(3) asesmen atau penilaian pembelajaran.

Lalu apa yang bisa dilakukan kepala sekolah dalam mengembangkan


RPP yang baik dan benar?

227
Design Thinking sebagai Solusi Tepat Kepala Sekolah dalam
Penyusunan RPP yang Baik dan Benar

Design thinking merupakan sebuah pola pemikiran dengan metode


human oriented. Di beberapa negara, kaidah ini telah dikembangkan
dalam berbagai bidang seperti dunia bisnis, pengembangan produk,
sosial, budaya, keputusan politik, kebijakan hingga berbagai strategi
jangka pendek dan jangka panjang. Design thinking juga diterapkan
dalam bidang pendidikan, contoh yang populer adalah Design Thinking
for Educators yang dikembangkan oleh IDEO (2011), sedangkan
Glinski (2012) menegaskan bahwa Design thinking dipercaya mampu
mengkolaborasikan proses-proses sistematis yang berpusat pada
manusia sebagai penggunanya melalui proses terencana sehingga
menghasilkan perubahan perilaku dan kondisi yang sesuai harapan.

Menurut Holland (2016) dalam sebuah artikel yang ditegaskan


berdasarkan tayangan video Lucas (2018) di laman edutopia
mengatakan bahwa terdapat lima tahapan dalam Design Thinking
meliputi emphathize, define, ideation, prototipe, dan test/ evaluation.
Empathize adalah proses penetapan masalah sekaligus proses
pencarian inspirasi-inspirasi untuk munculnya peluang baru yang
didasarkan pada permasalahan yang dihadapi. Define adalah proses
memaknai atas temuan-temuan sebelumnya untuk kemudian
dikategorisasi dan kemudian dikaji bersama. Ideation & prototipe
adalah proses menghasilkan kuantitas ide sambil mengujicobakannya,
baik dalam bentuk skenario, simulasi, video ataupun role playing
sebagai prototipenya. Sedangkan, test atau evaluation adalah proses
perbaikan dengan melempar umpan balik dan kemudian
mendokumentasikan untuk dikembangkan kembali.

Lalu, Bagaimana Menyusun RPP Melalui Design Thinking?

Dalam menyusun RPP melalui Design Thinking diperlukan upaya


kolektif dari berbagai pihak seperti guru, orang tua, praktisi

228
pendidikan maupun akademisi. Oleh karena itu, kepala sekolah
sebagai konseptor dan yang menentukan arah pengembangan RPP
harus benar-benar memperhatikan langkah-langkah metode Design
Thinking sebagai berikut.
1. Empathize
Tahap ini menjadi salah satu tahapan penting dalam mengakomodir
permasalahan-permasalahan yang dihadapkan siswa, orang tua dan
guru selama melakukan aktivitas pembelajaran daring atau BDR yang
didasarkan pada RPP yang pernah disusun oleh guru sebelumnya.
Oleh karena itu, kepala sekolah harus mampu memilah dan memilih
skala prioritas permasalahan-permasalahan yang muncul dari
berbagai pihak sebagai dasar penyusunan RPP yang dikehendaki
bersama.
2. Define
Pada tahap ini, kepala sekolah harus mampu mengelompokkan
berbagai permasalahan dan alternatif solusi yang diajukan dari pihak-
pihak yang terlibat selama penyusunan RPP.
3. Ideation & prototipe
Pada tahap ketiga, kepala sekolah mengarahkan setiap guru untuk
dapat menyusun RPP yang didasarkan pada berbagai permasalahan
dan alternatif solusi yang ditawarkan. Setiap guru dipastikan
mendapatkan pengarahan dari kepala sekolah terkait penggunaan
pedoman penyusunan RPP sesuai aturan SE Mendikbud Nomor 14
Tahun 2019. Disamping itu, RPP yang disusun juga harus benar-benar
menggambarkan kontekstualiasi kebutuhan murid dan orang tua di
sekolah.
4. Test atau evaluation
Pada tahap ini setiap guru diberikan kesempatan untuk
mempresentasikan RPP yang telah disusun. Kepala sekolah memiliki
otoritas dalam melibatkan pihak-pihak selama proses penilaian RPP

229
berlangsung. Beberapa pihak yang dianggap penting untuk dilibatkan
selama proses penilaian RPP dan diharapkan mampu memberikan
penilaian objektif adalah praktisi pendidikan dan akademisi yang
ahli/expert dalam bidang perencanaan pembelajaran. Sehingga
diharapkan setiap guru dapat menerima feedback atau balikan
konstruktif dalam upaya menyusun RPP yang baik dan benar.
Keempat tahapan dalam metode design thinking ini diharapkan mampu
menjadi upaya solutif kepala sekolah dalam mengawal terciptanya
RPP yang adaptif dengan situasi kondisi Pandemi Covid-19. Oleh
karena itu, jangan sampai kepala sekolah dikategorikan sebagai
pimpinan yang gagal dalam berencana. Masih ingatkah pernyataan
yang diungkapkan oleh Benjamin Franklin? “If You Fail to Plan, You Plan
to Fail” . Saatnya setiap kepala sekolah menjadi garda terdepan dalam
mengembangkan perencanaan pembelajaran yang adaptif dan
inovatif di sekolahnya masing-masing untuk mewujudkan generasi
pemimpin penerus Bangsa yang berdaya saing di masa depan.

Sumber:

Glinski, P. 2012. Design Thinking And The Facilitation Process.


Collaborative Design Workshop. NSW, Australia

Holland B., (2016). Design Thinking and PBL. [online] diakses melalui
https://www.edutopia.org/blog/design-thinking-and-pbl-beth-
holland

IDEO, Design Thinking for Educators Version One. Palo Alto, April
2011.

Lucas G (2018) Empowering Students With Design Thinking [online]


diakses melalui https://www.edutopia.org/video/empowering-
students-design-thinking

230
SAATNYA KEPALA SEKOLAH
MENGAWAL REFLEKSI GURU!
DEMI PRESTASI MURID!
Sani Aryanto
Universitas Bhayangkara Jakarta Raya
sani.aryanto@dsn.ubharajaya.ac.id

“Kepala Sekolah adalah pimpinan guru penggerak yang mampu


mengubah refleksi sebagai solusi keberhasilan pembelajaran di kelas”

Pandemi Covid-19 Adalah Ujian untuk Pihak Sekolah dan Derita


untuk Orang Tua, Benarkah??

Pandemi Covid-19 menjadi salah satu tolak ukur uji kreativitas guru
maupun kepala sekolah dalam menciptakan pembelajaran yang
berbeda dari biasanya. Poin penting dari musibah yang terjadi saat ini
adalah bagaimana pembelajaran tetap dapat berlangsung dengan baik
dan bagaimana memastikan setiap murid benar-benar mengerti
materi yang dijelaskan. Dalam hal ini, kita tidak sedang membicarakan
konteks pembelajaran daring atau luring, namun hal terpenting adalah
memastikan bahwa tujuan pembelajaran dapat dicapai oleh murid di
tengah kondisi yang serba-serbi dan tidak dapat diduga. Musibah ini
memang bukan hanya ujian bagi guru atau kepala sekolah saja, namun
dampak dari modifikasi pembelajaran yang terjadi saat ini juga
dirasakan oleh sebagian besar orang tua.

231
Lalu pertanyaannya siapa yang salah?

Dalam pembahasan ini kita tidak akan mencari kambing hitam atau
pihak mana yang harus disalahkan, namun mau tidak mau situasi
Pandemi Covid-19 menjadi tantangan bersama untuk disikapi secara
lebih bijaksana. Oleh karena itu, penting adanya refleksi diri sebagai
upaya mencari solusi terhadap permasalahan yang dihadapkan
termasuk upaya untuk meningkatkan kualitas pembelajaran yang
dilakukan dalam menguatkan prestasi murid.

Refleksi Guru adalah Kunci Utama Keberhasilan Proses


Pembelajaran

Proses belajar-mengajar merupakan proses yang tidak sederhana/


kompleks. Proses mengajar guru tidak hanya berbekal pengalaman
saja, akan tetapi bagaimana upaya guru dalam memahami situasi
belajar dan mengajar yang telah dilakukan sebagai upaya peningkatan
kualitas belajar melalui refleksi diri. Refleksi diri merupakan elemen
utama profesionalisme. Melakukan refleksi atas praktik-praktik
profesional guru, terutama belajar dan mengajar merupakan faktor
penting bagi terbentukanya inovasi dan revolusi pembelajaran di
sekolah. Bahkan di era pandemi yang terjadi saat ini refleksi diri dalam
konteks pengembangan pembelajaran yang berpusat pada murid
dijadikan sebagai kunci utama mencapai tujuan pendidikan yang
hakiki.

Menurut Howard (2003) mengatakan bahwa refleksi guru dapat


dijadikan literatur utama guru dalam mengembangkan strategi-
strategi baru untuk menyelesaikan permasalahan proses belajar dan
mengajar sehingga secara kultur menjadi acuan dalam pengembangan
praktek profesional.

Refleksi diri yang dilakukan oleh guru, dapat juga dijadikan alternatif
dalam meningkatkan prestasi murid. Karena selama proses refleksi,

232
guru akan terus belajar mencari cara terbaik dalam menstimulus
murid untuk terus berprestasi. Oleh karena itu, dalam konteks refleksi
diri, tidak ada istilah murid bodoh, tetapi yang ada juga murid yang
belum mendapatkan cara belajar terbaik dari pola mengajar yang
dilakukan oleh gurunya. Sehingga sangat wajar Munib Chatib dalam
bukunya “Sekolah Para Juara” mengatakan bahwa pada dasarnya
semua murid adalah juara dan jangan sekali-kali mengeluarkan istilah
“murid bodoh”. Adapun istilah yang lebih baik adalah murid yang
belum mendapatkan stimulus yang tepat dari gurunya.

Itulah mengapa pentingnya refleksi diri dilakukan oleh guru, apalagi di


masa pandemi saat ini refleksi guru menjadi salah satu unsur penting
dalam mengakomodir berbagai keluahan orang tua dan sebagai upaya
peningkatan kualitas pembelajaran daring yang telah dilakukan.
Namun sayangnya kesadaran guru untuk melakukan refleksi diri
kadang terlupakan. Oleh karena itu, dalam pelaksanaannya perlu
dikawal atau dimonitoring oleh kepala sekolah sebagai bagian penting
dalam menjalankan fungsi supervisi.

Pentingnya Refleksi Guru dikawal oleh Kepala Sekolah

Kepala sekolah bukanlah jabatan struktural yang menjadi tolak ukur


stratifikasi sosial lebih tinggi, namun kedudukan sebagai kepala
sekolah merupakan ladang amal untuk melakukan pengabdian sejati
menjadi manusia yang jauh lebih bermanfaat untuk masyarakat.
Apalagi kepala sekolah dituntut untuk lebih responsif atau tanggap
dalam menghadapi permasalahan-permasalahan pembelajaran
selama pandemi. Tentunya tugas ini tidak mudah karena bisa jadi
banyak pihak-pihak yang tidak terlalu paham terhadap modifikasi
kebijakan pembelajaran selama pandemi sehingga tidak lepas dari pro
dan kontra. Termasuk bagaimana mengantisipasi keluhan orang tua
selama melaksakan pembelajaran daring atau menjalankan konsep
Belajar Dari Rumah (BDR). Berdasarkan permasalahan tersebut
diharapkan kepala sekolah mampu mengeluarkan kebijakan yang

233
lebih bijaksana dan diterima oleh semua pihak terutama pihak orang
tua murid.

Poin penting terciptanya kebijakan sekolah yang disusun oleh kepala


sekolah adalah sumber atau data-data yang mendukung. Hasil refleksi
guru menjadi data penting dalam mengeluarkan kebijakan yang tepat
di sekolah, oleh karena itu perlu pengawalan yang tepat agar proses
refleksi yang dilakukan oleh guru benar-benar dilakukan.

Lalu, strategi apa yang dapat dilakukan oleh kepala sekolah dalam
mengawal proses refleksi guru?

Design Thinking sebagai Cara Tepat Kepala Sekolah Memastikan


Refleksi Guru

Secara terminologis bahwa hakikat pendidikan adalah upaya


memanusiakan manusia agar lebih manusiawi dan beririsan langsung
dengan konsep design thinking menurut IDEO (2011) yang
menekankan pada prinsip human oriented atau sisi kemanusiaan. Oleh
karena itu menurut Glinski (2012) metode ini dianggap sebagai
metode yang sangat relevan dikembangkan dalam dunia pendidikan
terlebih dalam konsep manajemen pembelajaran berbasis nilai
humanisme.

Tahapan-tahapan metode Design Thinking yang diungkapkan oleh


Holland (2016) dalam sebuah artikel yang ditegaskan kembali dalam
tayangan video Lucas (2018) pada laman edutopia diantaranya:
1. Empathize adalah proses penetapan masalah sekaligus proses
pencarian inspirasi-inspirasi untuk munculnya peluang baru yang
didasarkan pada permasalahan yang dihadapi secara reflektif.

2. Define adalah proses memaknai atas temuan-temuan sebelumnya


untuk kemudian dikategorisasi dan kemudian dikaji bersama.

234
3. Ideation & prototipe adalah proses menghasilkan kuantitas ide
sambil mengujicobakannya, baik dalam bentuk skenario, simulasi,
video ataupun role playing sebagai prototipenya.

4. test atau evaluation adalah proses perbaikan dengan melempar


umpan balik dan kemudian mendokumentasikan untuk
dikembangkan kembali.

Adapun kaitannya antara fungsi supervisi yang dilakukan Kepala


Sekolah dalam memastikan guru melakukan refleksi diri melalui
metode design thinking dapat dilakukan melalui langkah-langkah
sebagai berikut.
1. Empathize
Tahap pertama, kepala sekolah diupayakan dapat menampung
aspirasi guru terkait keluhan dalam konteks pembelajaran daring
atau BDR yang telah dilakukan dikaitkan dengan upaya reflektif
yang telah atau rencana refleksi diri yang akan dilakukan. Pastikan
yang menjadi sumber utama dalam mencari tahu aktivitas refleksi
didasarkan pada murid dan keluhan orang tua.
2. Define
Tahap kedua, kepala sekolah mengiventarisasi setiap keluhan dan
menghimpun bentuk atau strategi guru dalam melakukan refleksi.
Kepala sekolah mengelompokan setiap jenis bentuk refleksi yang
dilakukan atau dirancang oleh guru.
3. Ideation & prototipe
Tahap ketiga, kepala sekolah memberikan arahan kepada setiap
guru untuk merancang bentuk refleksi guru secara kolektif dan
dikondisikan menjadi beberapa kelompok, artinya dari sekian
banyaknya ide terkait bentuk refleksi yang sudah dibuat guru,
maka selanjutnya kepala sekolah memilih beberapa bentuk

235
refleksi guru terbaik didasarkan pada indikator bentuk refleksi
yang disepakati bersama dari setiap kelompok.
4. Test atau evaluation
Tahap keempat, kepala sekolah dibantu perwakilan komite
sekolah, praktisi, maupun akademisi untuk menilai bentuk refleksi
yang dibuat setiap kelompok. Lalu, setiap kelompok diminta untuk
mempresentasikan dan mensimulasikan bentuk refleksi yang
telah dibuat. Selanjutnya, Tim penilai yang dipimpin langsung oleh
kepala sekolah akan memberikan masukan terhadap rancangan
bentuk refleksi guna terciptanya upaya refleksi guru yang lebih
baik.

Kempat tahapan tersebut dapat dijadikan pedoman setiap kepala


sekolah dalam mengawal sekaligus mengembangkan bentuk refleksi
guru yang inovatif dan adaptif dengan situasi pandemi saat ini. Oleh
karena itu, saatnya membuka mata, manata hati, meniti pikiran dalam
mengubah refleksi menjadi solusi pembelajaran yang mengedepankan
kebutuhan murid agar kelak menciptakan generasi penerus bangsa
yang berprestasi, unggul, berdaya saing, dan berkarakter.

Sumber:

Glinski, P. 2012. Design Thinking And The Facilitation Process.


Collaborative Design Workshop. NSW, Australia

Holland B., (2016). Design Thinking and PBL. [online] diakses melalui
https://www.edutopia.org/blog/design-thinking-and-pbl-beth-
holland

IDEO, Design Thinking for Educators Version One. Palo Alto, April 2011.

Lucas G (2018) Empowering Students With Design Thinking [online]


diakses melalui https://www.edutopia.org/video/empowering-
students-design-thinking

236
KUNCI KEHARMONISAN ORANG TUA
TERHADAP SEKOLAH
DI ERA PANDEMI COVID-19
Sani Aryanto
Universitas Bhayangkara Jakarta Raya
sani.aryanto@dsn.ubharajaya.ac.id

“Covid-19 mengembalikan fitrah pendidikan semula, di mana orang tua


adalah guru utama dalam kehidupan anak”

UNESCO (2020) menyatakan bahwa pengaruh dari pandemi covid-19


berdampak terhadap 63 juta guru dari 163 negara dan 13 milyar
murid di seluruh dunia tidak dapat melaksanakan pembelajaran
secara normal, dan 60 juta anak-anak tidak dapat bersekolah seperti
biasanya serta kurang lebih 938 anak di Indonesia putus sekolah
karena pandemi yang terjadi saat ini. Belum lagi data UNESCO lainnya
menunjukan bahwa 432 juta anak di dunia tidak memiliki peralatan
akses elektronik dan internet yang memadai, sedangkan di Indonesia
45 juta anak mengikuti pembelajaran daring walaupun 35%
diantaranya memiliki akses koneksi yang kurang memadai.

237
Dampak lain pandemi covid-19 yang dirasakan dalam perspektif
bidang pendidikan adalah modifikasi pola pembelajaran yang lebih
menekankan kepada standar protokol kesehatan. Segala bentuk
kebijakan pemerintah diharapkan mampu mempermudah murid,
guru, kepala sekolah, orang tua, dan seluruh pihak-pihak yang terlibat
dalam bidang pendidikan untuk tetap bisa melakukan aktivitas
pembelajaran di tengah pandemi. Namun, tidak selamanya pandemi
covid-19 dikatakan sebagai musibah, nyatanya kondisi pendidikan
saat ini seolah dikembalikan kepada fitrah semula dimana orang tua
merupakan guru kontekstual bagi anak. Terlepas dari banyaknya
keluhan yang dihadapkan para orang tua selama pembelajaran daring
di rumah, nyatanya hikmah positif dari musibah ini adalah momentum
orang tua menjadi guru terbaik untuk anak-anaknya.

Mau tidak mau, setiap orang tua harus belajar tentang bagaimana cara
mengajar yang baik untuk anak-anaknya. Orang tua juga dituntut dan
dituntun untuk lebih memahami karakteristik anaknya sebagai
pembelajar. Di samping itu, orang tua juga harus benar-benar belajar
memahami setiap materi dalam penugasan yang diberikan guru
selama menjalankan aktivitas Belajar Dari Rumah (BDR). Dan poin
yang paling terpenting adalah bagaimana orang tua dapat
memberikan masukan konstruktif terhadap sekolah serta
menjalankan peranan sebagai pendamping sekaligus sumber belajar
di sekolah.

Kepala sekolah sebagai penanggungjawab aktivitas pembelajaran


daring atau BDR seyogyanya harus mampu mengakomodir kebutuhan
para orang tua selama menjalankan aktivitas sebagai pendamping
atau guru pengganti di rumah. Termasuk bagaimana menghimpun ide,
masukan, dan hasil refleksi orang tua sebagai sumber belajar di
sekolah. Apabila hal-hal tersebut dapat terpenuhi tidak menutup
kemungkinan menjadi kunci keharmonisan hubungan antara orang
tua dan sekolah.

238
Berikut tiga cara yang dapat dilakukan kepala sekolah dalam menjalin
hubungan harmonis dengan orang tua murid diantaranya sebagai
berikut.
1. Orang Tua Disadarkan Pentingnya Pendidikan Keluarga
Beberapa penelitian yang telah dilakukan terkait kontribusi orang tua
terhadap pendidikan anak-anaknya menunjukkan bahwa pencapaian
murid meningkat jika orang tua mengambil peran aktif dalam
pendidikan anak. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Harvard Family
Research Project’s (HFRP) menunjukan bahwa peranan orang tua
sangat menentukan hasil prestasi anak. Hasil penelitian ini secara
secara konsisten telihat dengan indikator kesuksesan anak yang
diraih seperti berkaitan dengan perolehan nilai, skor tes, atau metode
pengukuran lainnya. Itulah sebabnya sekolah yang baik adalah
sekolah yang memberikan tempat bagi orang tua untuk ikut terlibat
dalam pendidikan anak-anak mereka. Sehingga hal ini menjadi
perhatian penting untuk kepala sekolah dalam memastikan
keterlibatan orang tua dalam segala aktivitas praktik pendidikan di
sekolah.
Kepala sekolah juga harus memastikan hubungan baik antara orang
tua dengan guru kelasnya. Berikut beberapa tips yang disampaikan
oleh Rauhala (2018) dalam laman edutopia terkait membangun
komunikasi yang baik dengan guru, diantaranya:
a. Kepala sekolah harus memastikan bahwa setiap orang tua
mampu berkomunikasi dengan nada dan pesan yang baik
dengan guru. Apalagi sebagian besar aktivitas pembelajaran
BDR menuntut orang tua untuk lebih intensif menghubungi guru.
b. Kepala sekolah harus memberikan edukasi terkait pentingnya
orang tua dalam memahami dan menghargai peran seorang
guru. Apalagi dalam konteks pembelajaran BDR menuntut orang
tua lebih sabar dan sadar menjalankan peran guru di rumah
masing-masing. Hal ini menjadi upaya reflektif setiap orang tua
murid dalam merasakan peranan seorang guru dan memicu

239
setiap orang tua untuk lebih menghargai profesi seorang guru di
sekolah.
c. Kepala sekolah mengarahkan setiap orang tua untuk mulai
mencoba berterimakasih kepada diri sendiri karena sudah
berupaya menjadi orang tua sekaligus guru terbaik untuk
anaknya. Disamping itu, orang tua juga harus dipahamkan rasa
terima kasih terhadap guru, karena bagaimanapun kesuksesan
anak kita kelak tidak lepas dari peran dan kasih sayang guru di
sekolah.
2. Orang Tua Diberikan Wadah atau Forum Komunikasi,
Koordinasi, dan Konsultasi
Kepala sekolah harus memastikan adanya wadah atau forum
komunikasi, koordinasi, dan konsultasi antara orang tua dan pihak
sekolah dalam upaya menampung aspirasi, ide/ gagasan, kritik, dan
saran sebagai upaya reflektif bersama guna kemajuan perkembangan
murid dan sekolah.
Dalam konteks pembelajaran daring, kepala sekolah dapat
memanfaatkan penggunaan media sosial yang mudah diakses oleh
setiap orang tua seperti contohnya: Group WhatsApp, Telegram,
Edmodo, dan lain-lain. Beberapa hal penting yang dapat dilakukan
melalui wadah atau forum komunikasi diantaranya:
a. Pastikan adanya program komunikasi yang bersifat
teragendakan, misalnya dalam waktu sebulan sekali diadakan
pelatihan kompetensi pedagogik dalam aktivitas BDR atau
aktivitas parenting lainnya
b. Pastikan adanya keterlibatan akademisi atau praktisi yang ahli
pada bidang pendidikan sebagai konsultan disamping guru dan
kepala sekolah
c. Pastikan setiap masukan dapat terakomodir dengan baik
d. Pastikan setiap orang tua benar-benar terlibat secara aktif dalam
forum melalui reinforcement atau penguatan dari pihak sekolah

240
3. Menjadikan Orang Tua sebagai Sumber Belajar
Kunci keberhasilan sekolah dalam menjaga keharmonisan dengan
orang tua yang ketiga adalah menjadikan orang tua sebagai sumber
belajar, hal ini merupakan tindak lanjut dari setiap keluhan, masukan,
ide/gagasan, saran, dan kritik yang kemudian dianalisis dan disintesis
menjadi sumber belajar di sekolah.

Menurut Gawron (2020) dalam laman edutopia terdapat beberapa


cara yang dapat dilakukan kepala sekolah dalam menjadikan orang tua
sebagai sumber belajar, diantaranya:

a. Kepala sekolah melakukan survei untuk topik: Survei ini


dilakukan untuk melihat hal-hal yang dibutuhkan orang tua untuk
membantu pembelajaran siswa dalam upaya pengembangan
topik yang relevan.

b. Jadikan inklusif: kepala sekolah harus memberikan bentuk


komunikasi yang mudah dipahami dalam setiap kesempatan
untuk memastikan bahwa semua orang tua dapat belajar dengan
komunitas.

c. Terlibat komunitas sekolah: Kepala sekolah dapat


mengembangkan komunitas sekolah dan memastikan setiap
orang tua terlibat aktif dalam berkomunikasi, berkoordinasi, dan
berkonsultasi.

Ada banyak hal yang bisa kita pelajari dari orang tua. Kita tidak hanya
berkomunikasi dengan keluarga dalam konteks konsultasi tumbuh
kembang anak saja melainkan merekrut mereka ke dalam proses
pembelajaran siswa. Oleh karena itu orang tua merupakan salah satu
mitra yang tepat dalam mengembangkan sumber belajar kontekstual
yang berorientasi pada murid.

241
Sumber:

Gawron, H.W., (2020) Building Better Relationships With Parents at the


Classroom, School, and District Level [online] diakses melalui
https://www.edutopia.org/article/building-better-relationships-
parents-classroom-school-and-district-level

Rauhala, J., (2018). Building Relationships With Teachers. [online]


diakses melalui https://www.edutopia.org/article/building-
relationships-teachers

242
Penyusunan artikel yang dikembangkan melalui rujukan laman
edutopia merupakan salah satu bukti kongkret Direktorat Guru dan
Tenaga Kependidikan (GTK) Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan dalam upaya meningkatkan kompetensi guru dan kepala
sekolah di jenjang Pendidikan Dasar (DIKDAS) dalam mendorong
peningkatan mutu pendidik dan tenaga kependidikan Indonesia.
Melalui peyusunan artikel ini diharapkan dapat menghasilkan
gambaran kegiatan dan program yang berisi praktik baik sebagai
referensi guru dan kepala sekolah lainnya dalam meningkatkan
kompetensinya dalam menghadapi berbagai tantangan dan
perubahan global dalam bidang kependidikandasaran yang terjadi
saat ini dan mendatang.

243
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN
DIREKTORAT GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN PENDIDIKAN DASAR
2021

www.pgdikdas.kemdikbud.go.id

@Dikdasgtk gtk.dikdas.kemdikbud GTK Dikdas Kemdikbud GTK Dikdas Kemdikbud RI


244

Anda mungkin juga menyukai