Anda di halaman 1dari 3

Nama : Johan Effendi Akuntansi Perpajakan

NIM : 098110554 Tugas : Fraud

TELECOMMUNICATION FRAUD DI INDONESIA : KAJIAN MASALAH DAN


KEBIJAKAN PENANGANANNYA
1. PENDAHULUAN
Teknologi telekomunikasi sekarang berkembang dengan sangat cepat. Berbagai macam jenis layanan ditawarkan
oleh para penyedia jasa layanan telekomunikasi dengan harga yang semakin kompetitif. Namun seiring dengan
perkembangan teknologi tersebut, masalah yang ada juga semakin beragam. Salah satu masalah yang ada yaitu
fraud. Fraud dapat diintepretasikan sebagai segala bentuk indikasi ketidaknormalan pola penggunan layanan
telekomunikasi. Indikasi ketidaknormalan tersebut dapat muncul akibat keanehan pola penggunaan ataupun
disebabkan oleh malfungsi system telekomunikasi itu sendiri. Fraud telah menimbulkan kerugian yang tidak sedikit
dari sisi operator, baik dari sisi materil maupun immaterial. Kerugian materil berupa hilangnya pendapatan
sedangkan kerugian immaterial berupa hilangnya tingkat kepercayaan konsumen yang secara tidak langsung juga
dapat menyebabkan kerugian finasial. Dalam beberapa kasus, fraud juga telah mengakibatkan kerugian dari sisi
pengguna itu sendiri. Pada makalah ini, topic pengkajian akan ditekankan pada fraud yang diindikasikan oleh
ketidaknormalan pemakaian. Fraud muncul karena dorongan berbagai motif. Salah satu motif yaitu mendapatkan
keuntungan finansial, antara lain menghindari tagihan pembayaran. Selain itu, berkembangnya fraud juga dipicu
oleh ketidakmapanan sistem yang berada di sekitar fungsi telekomunikasi itu Fraud seperti inilah yang kerap kali
menimbulkan dampak kerugian yang tidak sedikit. Makalah ini mencoba untuk mengkaji lebih dalam jenis-jenis
fraud yang ada di Indonesia, serta beberapa usulan kebijakan penanganannya. Jenis teknologi yang dikaji dalam
makalah ini adalah teknologi komunikasi bergerak (mobile communication) GSM. Bagaimanapun, subjek fraud
yang akan dibahas di dalam makalah ini dapat saja terjadi dalam teknologi maupun bentuk layanan yang lain.
2. FRAUD TELEKOMUNIKASI
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, fraud yang akan dibahas meliputi fraud yang diindikasikan
oleh ketidaknormalan pola pemakaian oleh seorang pelanggan.
2.1 Motif-Motif Pendorong Terjadinya Fraud
Ada beberapa motif atau niat yang mendorong terjadinya fraud. Secara garis besar, motif tersebut dapat
dikelompokkan menjadi 2 kelompok besar. Kelompok yang pertama yaitu didorong oleh motif mendapatkan
keuntungan finansial secara tidak sah. Salah satu upayanya yaitu dengan menghindari pembayaran layanan. Hal ini
cukup dimaklumi karena walaupun harga layanan telekomunikasi sudah semakin kompetitif, namun belum
dibarengi dengan naiknya tingkat pendapatan masyarakat yang memadai. Kelompok yang kedua yaitu didorong oleh
motif untuk kepuasan dan kesenangan diri sendiri. Motif yang kedua ini sering muncul sebagai usaha untuk
membuktikan kemampuan diri sendiri, kebanggaan, mencari kelemahan sistem ataupun alasan balas dendam. Selain
kedua kelompok di atas, fraud dapat juga didorong oleh ketidakmapanan sistem eksternal maupun internal yang
mendukung bekerja system telekomunikasi itu sendiri. Sistem eksternal tersebut antara lain aturan-aturan ataupun
kebijakan yang ditetapkan pemerintah berkaitan dengan telekomunikasi, sedangkan sistem internal antara lain
kebijakan yang dikeluarkan oleh operator penyedia layanan telekomunikasi dalam rangka operasionalnya, baik ke
dalam (pegawai atau karyawannya) maupun ke luar (pelanggan).
2.2 Telecommunication Fraud di Indonesia
Sebenarnya, fraud juga terjadi di Negara lain. Namun, setiap negara mempunyai jenis fraud yang khas. Ada
beberapa jenis fraud yang terjadi di Indonesia. Secara garis besar, jenis fraud di Indonesia dapat dikategorikan
sebagai berikut :
1. Subscription fraud
2. Technical fraud
Masing-masing fraud ini mempunyai karakteristik yang khusus terutama dalam pola penggunaannya.
Kekhususan pola penggunaan ini dapat saja dimanfaatkan sebagai dasar analisa untuk menentukan jenis fraud yang
terjadi.
2.2.1 Subscription fraud
Subscription fraud adalah fraud yang diawali dengan usaha pemberian identitas palsu oleh seorang calon
pelanggan. Sudah jelas, maksud pemberian identitas palsu ini bertujuan untuk menghindari tagihan
pembayaran. Sering kali, jenis fraud ini merupakan pintu awal terjadinya fraud jenis lain yaitu call
selling dan payment evasion. Call selling merupakan tindakan penjualan layanan telekomunikasi oleh seorang
pelanggan dengan harga yang lebih murah daripada harga resmi. Dibawah aturan dan perjanjian tertentu, seorang
pelanggan diperbolehkan untuk menjual layanan yang telah didapatkannya dengan harga yang telah ditetapkan
secara resmi. Namun pada kasus call selling, harga yang ditawarkan biasanya lebih murah terutama untuk akses
internasional. Tingkat penggunaan, baik dari nomor tujuan, lama panggilan dan biaya percakapan cukup tinggi dan
variatif. Sering kali pelanggan ini menggunakan fasilitas call forwarding dan berganti-ganti pesawat/handset untuk
menyamarkan aksi mereka. Selain itu, pelanggan ini juga sering berpindah tempat dalam melancarkan operasi
mereka. Selain bertujuan untuk menyulitkan proses penelusuran, juga bertujuan mencari tempat yang paling
menguntungkan. Secara logika, hal ini hanya akan mengakibatkan kerugian pada pihak pelanggan yang menjual
layanan tersebut, karena memberikan harga di bawah harga resmi. Namun ceritanya akan menjadi lain ketika
pelanggan ini tidak membayar tagihan tersebut. Dan biasanya pihak operator penyedia layanan telekomunikasi
akhirnya mengalami kesulitan dalam proses penagihannya karena alamat yang tercantum palsu. Identitas pelanggan
juga menjadi masalah bagi para pelanggan yang menggunakan jasa layanan prabayar. Secara finansial, mungkin
agak sulit melakukan call selling karena sudah dibatasi oleh nilai pulsa yang tercantum pada setiap voucher pulsa
yang dijual. Namun walaupun begitu, nomor-nomor prabayar tanpa identitas ini dapat saja disalahgunakan untuk
kepentingan-kepentingan tertentu. Payment evasion juga merupakan tindakan penolakan pembayaran.
2.2.2 Technical Fraud
Ada beberapa jenis technical fraud yang terjadi di Indonesia, diantaranya yaitu SIM cloning, ghosting, dan surfing.
SIM cloning merupakan fraud berupa penggandaan kartu SIM. Penggandaan kartu ini menggunakan suatu alat
khusus. Kartu yang telah digandakan ini akan digunakan oleh 2 orang yang berbeda, dan biasanya berada pada
tempat yang berbeda. Rentang waktu antara satu panggilan dengan panggilan yang lain kadangkala tidak logis,
terutama kedua kartu tersebut terletak di kota yang berbeda. Jika penggandaan kartu dilakukan untuk kemudahan
dan fleksibilitas tanpa ada niat menghindari pembayaran, SIM cloning tidak akan menjadi masalah. Namun jika ada
niat untuk menghindari pembayaran, maka SIM cloning akan menjadi masalah. Proses penggandaan kartu ini dapat
saja diketahui oleh pemilik asli kartu tersebut maupun tidak. Pada saat pembayaran, pemilik asli akan mengajukan
klaim bahwa dia tidak pernah melakukan panggilan tertentu. Jika pelanggan tersebut tetap harus membayar, maka
kasus ini bisa menjadi preseden yang tidak baik bagi operator, terutama dalam hal reputasi, yang berpotensi
menyebabkan larinya pelanggan. Pelanggan tentunya dalam hal ini bisa saja merupakan pihak yang juga dirugikan,
jikalau proses penggandaan tersebut tidak diketahui oleh pemilik kartu asli tersebut. Namun jika pelanggan tersebut
tidak membayar, pihak operator juga akan mengalami kerugian yang tidak sedikit. Ghosting merupakan fraud
berupa upaya penghilangan data rekaman penggunaan layanan. Fraud jenis ini biasanya melibatkan orang dalam
operator itu sendiri. Fraud ini sendiri bisa saja terjadi karena kurangnya koordinasi antar personel di dalam
lingkungan operator penyedia layanan itu sendiri. Fraud jenis ini biasanya ditandai dengan pola pemakaian yang
aneh, di mana frekuensi penggunaanya sangat rendah untuk jangka waktu yang lama. Untuk pemakaian pasca bayar,
gejala seperti ini tidak lazim karena kebanyakan pelanggan memilih layanan pasca bayar karena mendapatkan biaya
yang lebih murah dengan frekuensi penggunaan yang lebih tinggi. Setelah beberapa lama, muncul pemakaian yang
tinggi secara tiba-tiba dan drastis. Hal ini perlu dicurigai karena bisa saja ada panggilan yang tidak terekam selama
rendahnya frekuensi pemakaian layanan tersebut. Surfing merupakan fraud yang berupa pencurian layanan.
Pencurian layanan ini biasanya diawali oleh pencurian kartu SIM (ataupun dengan handsetnya sekalian). Memang,
pemilik asli dapat saja meminta proses blokiran nomor yang bersangkutan. Namun sering kali proses pemblokiran
ini tidak berjalan sesegera mungkin. Hal ini disebabkan oleh lambatnya para pelanggan tersebut melakukan
pemblokiran akibat kasus yang menimpa mereka, ataupun memang disebabkan oleh prosedur kerja penanganan
pemblokiran yang belum bagus. Fraud jenis ini biasanya ditandai dengan kelompok nomor tujuan yang berbeda
setelah waktu tertentu. Selain itu, lokasi tempat melakukan panggilan juga bisa saja berbeda.
Namun begitu, tetap saja ada peluang bahwa pelaku pencurian tersebut adalah orang yang berada di sekitar pemilik
asli, sehingga perbedaan nomor tujuan maupun lokasi tidak terlihat. Dalam hal ini, surfing dapat menyebabkan
kerugian bagi pelanggan. Selain jenis fraud spesifik di atas, fraud dapat juga ditunjukkan berupa perubahan pola
pemakaian, baik dari sisi waktu pemakaian yang sibuk, lama panggilan, ataupun lokasi melakukan panggilan.
Walaupun belum menunjukkan jenis fraud tertentu, hal seperti patut diperhatikan agar tidak menimbulkan dampak
yang tidak diinginkan.
3. KEBIJAKAN PENANGANANNYA
Fraud semakin lama berkembang menjadi masalah yang cukup kompleks. Banyak faktor-faktor yang terlibat di
dalamnya. Oleh karena itu, perlu dipikirkan langkah-langkah yang harus diambil untuk menangani masalah ini.
Langkah-langkah tersebut harus komprehensif dan tidak dapat dilakukan oleh sebuah pihak saja. Ada 2 pendekatan
yang dapat dilakukan untuk menangani ini. Pendekatan-pendekatan tersebut yaitu dari sisi operator telekomunikasi
dan dari sisi pemerintah.
3.1 Pendekatan dari Sisi Operator
Telekomunikasi
Ada beberapa kebijakan yang dapat ditempuh oleh operator telekomunikasi dalam menghadapi masalah ini. Dari sisi
teknis, sebuah Fraud Management System (FMS) sudah harus mulai dipikirkan oleh operator telekomunikasi.
Sistem ini diharapkan mampu menganalisa, mendeteksi ataupun dapat mencegah jenis-jenis fraud berdasarkan sifat
dan karakter yang khusus dari masing-masing fraud. Analisa dapat dilakukan pada data pemakaian pengguna, yang
terekam pada CDR (Customer Data Record). Sistem ini sebaiknya terintegrasi dengan jaringan telekomunikasi itu
sendiri, sehingga proses analisa dapat dilakukan secara online. Data-data yang dapat dianalisa antara lain waktu
mulai percakapan, durasi, nomor tujuan, lokasi asal panggilan serta identitas alat komunikasi (mobile handset).
Dengan menganalisa kombinasi dari data-data di atas, karakter jenis fraud yang telah disebutkan di atas dapat
dikenali. Teknik analisa yang dapat dipakai dan sedang dalam penelitian adalah dengan menggunakan jaringan saraf
tiruan (neural network) [1]. Selain dari pendekatan teknis, operator juga harus lebih hati-hati dan selektif dalam
memeriksa identitas pengguna layanan. Ini dikarenakan fakta bahwa jenis fraud yang sering menimbulkan kerugian
banyak dimulai dari pemberian identitas palsu oleh calon pelanggan. Oleh karena itu, operator harus lebih jeli dan
sering melakukan cek silang tentang kebenaran identitas pengguna tersebut. Proses ini memang cukup lama dan
rumit, namun hal tersebut sepadan dengan tujuan yang diinginkan. Operator telekomunikasi juga diharapkan
mampumembuat mekanisme kerja lebih efisien, terutama dalam menangani masalah yang dihadapi konsumen.
Bagaimanapun juga, masalah fraud ini sedikit banyak akan berpengaruh pada reputasi perusahaan.
3.2 Pendekatan dari Sisi Pemerintah
Pemerintah pun diharapkan turut andil dalam menangani masalah ini. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya,
fraud dapat terjadi karena dorongan faktor internal maupun ekseternal. Sudah menjadi rahasia umum bahwa di
negeri ini sampai saat makalah ini ditulis, membuat Kartu Tanda Penduduk (KTP) ganda masih mudah diperoleh.
Hal seperti ini akan memicu terjadinya subscription fraud. Salah satu kesulitan operator telekomunikasi dalam
melacak keberadaan pelanggan adalah ketidakbenaran informasi identitas yang diberikan oleh pelanggan. Oleh
karena itu, pemerintah mengeluarkan kebijakan yang lebih ketat dalam pembuatan KTP, namun masih tetap
terjangkau. Selain itu, sistem pendataan kependudukan hendaknya sudah bersifat nasional. Dengan kata lain, data
kependudukan seseorang selayaknya bisa diakses dari daerah manapun di Indonesia. Kebijakan pemerintah tentang
kewajiban bagi pelanggan prabayar untuk melakukan registrasi identitasnya perlu terus dipertahankan dan terus
dikembangkan. Bila perlu, ada sanksi yang cukup jelas bagi pihak-pihak baik operator maupun pelanggan jika tidak
melakukan proses tersebut di atas. Kebijakan ini bertujuan agar pemerintah dapat melakukan pengawasan terhadap
penggunaan layanan prabayar sehingga tidak digunakan untuk kepentingan-kepentingan yang salah.
4. KESIMPULAN
Fraud merupakan salah satu masalah yang dihadapi dalam dunia telekomunikasi. Setiap Negara mempunyai
karakteristik fraud tersendiri. Fraud yang terjadi di Indonesia dapat dikelompokkan atas subscription fraud dan
technical fraud. Setial fraud tersebut mempunyai karakteristik pola penggunaan yang khusus, sehingga dapat
dijadikan sebagai dasar untuk proses pendeteksiannya. Mengingat kerugian yang ditimbulkan, pihak operator
selayaknya memikirkan suatu Fraud Management System yang sesuai untuk karakter di Indonesia. Selain itu,
pemerintah juga diharapkan proaktif untuk menangani masalah ini terutama dalam hal pengurusan dan administrasi
identitas penduduk. Ini dikarenakan adanya fakta bahwa banyak jenis fraud dimulai dari pemberian identitas yang
salahataupun palsu dari seorang pelanggan.

Anda mungkin juga menyukai