TELECOMMUNICATION FRAUD DI INDONESIA : KAJIAN MASALAH DAN
KEBIJAKAN PENANGANANNYA 1. PENDAHULUAN Teknologi telekomunikasi sekarang berkembang dengan sangat cepat. Berbagai macam jenis layanan ditawarkan oleh para penyedia jasa layanan telekomunikasi dengan harga yang semakin kompetitif. Namun seiring dengan perkembangan teknologi tersebut, masalah yang ada juga semakin beragam. Salah satu masalah yang ada yaitu fraud. Fraud dapat diintepretasikan sebagai segala bentuk indikasi ketidaknormalan pola penggunan layanan telekomunikasi. Indikasi ketidaknormalan tersebut dapat muncul akibat keanehan pola penggunaan ataupun disebabkan oleh malfungsi system telekomunikasi itu sendiri. Fraud telah menimbulkan kerugian yang tidak sedikit dari sisi operator, baik dari sisi materil maupun immaterial. Kerugian materil berupa hilangnya pendapatan sedangkan kerugian immaterial berupa hilangnya tingkat kepercayaan konsumen yang secara tidak langsung juga dapat menyebabkan kerugian finasial. Dalam beberapa kasus, fraud juga telah mengakibatkan kerugian dari sisi pengguna itu sendiri. Pada makalah ini, topic pengkajian akan ditekankan pada fraud yang diindikasikan oleh ketidaknormalan pemakaian. Fraud muncul karena dorongan berbagai motif. Salah satu motif yaitu mendapatkan keuntungan finansial, antara lain menghindari tagihan pembayaran. Selain itu, berkembangnya fraud juga dipicu oleh ketidakmapanan sistem yang berada di sekitar fungsi telekomunikasi itu Fraud seperti inilah yang kerap kali menimbulkan dampak kerugian yang tidak sedikit. Makalah ini mencoba untuk mengkaji lebih dalam jenis-jenis fraud yang ada di Indonesia, serta beberapa usulan kebijakan penanganannya. Jenis teknologi yang dikaji dalam makalah ini adalah teknologi komunikasi bergerak (mobile communication) GSM. Bagaimanapun, subjek fraud yang akan dibahas di dalam makalah ini dapat saja terjadi dalam teknologi maupun bentuk layanan yang lain. 2. FRAUD TELEKOMUNIKASI Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, fraud yang akan dibahas meliputi fraud yang diindikasikan oleh ketidaknormalan pola pemakaian oleh seorang pelanggan. 2.1 Motif-Motif Pendorong Terjadinya Fraud Ada beberapa motif atau niat yang mendorong terjadinya fraud. Secara garis besar, motif tersebut dapat dikelompokkan menjadi 2 kelompok besar. Kelompok yang pertama yaitu didorong oleh motif mendapatkan keuntungan finansial secara tidak sah. Salah satu upayanya yaitu dengan menghindari pembayaran layanan. Hal ini cukup dimaklumi karena walaupun harga layanan telekomunikasi sudah semakin kompetitif, namun belum dibarengi dengan naiknya tingkat pendapatan masyarakat yang memadai. Kelompok yang kedua yaitu didorong oleh motif untuk kepuasan dan kesenangan diri sendiri. Motif yang kedua ini sering muncul sebagai usaha untuk membuktikan kemampuan diri sendiri, kebanggaan, mencari kelemahan sistem ataupun alasan balas dendam. Selain kedua kelompok di atas, fraud dapat juga didorong oleh ketidakmapanan sistem eksternal maupun internal yang mendukung bekerja system telekomunikasi itu sendiri. Sistem eksternal tersebut antara lain aturan-aturan ataupun kebijakan yang ditetapkan pemerintah berkaitan dengan telekomunikasi, sedangkan sistem internal antara lain kebijakan yang dikeluarkan oleh operator penyedia layanan telekomunikasi dalam rangka operasionalnya, baik ke dalam (pegawai atau karyawannya) maupun ke luar (pelanggan). 2.2 Telecommunication Fraud di Indonesia Sebenarnya, fraud juga terjadi di Negara lain. Namun, setiap negara mempunyai jenis fraud yang khas. Ada beberapa jenis fraud yang terjadi di Indonesia. Secara garis besar, jenis fraud di Indonesia dapat dikategorikan sebagai berikut : 1. Subscription fraud 2. Technical fraud Masing-masing fraud ini mempunyai karakteristik yang khusus terutama dalam pola penggunaannya. Kekhususan pola penggunaan ini dapat saja dimanfaatkan sebagai dasar analisa untuk menentukan jenis fraud yang terjadi. 2.2.1 Subscription fraud Subscription fraud adalah fraud yang diawali dengan usaha pemberian identitas palsu oleh seorang calon pelanggan. Sudah jelas, maksud pemberian identitas palsu ini bertujuan untuk menghindari tagihan pembayaran. Sering kali, jenis fraud ini merupakan pintu awal terjadinya fraud jenis lain yaitu call selling dan payment evasion. Call selling merupakan tindakan penjualan layanan telekomunikasi oleh seorang pelanggan dengan harga yang lebih murah daripada harga resmi. Dibawah aturan dan perjanjian tertentu, seorang pelanggan diperbolehkan untuk menjual layanan yang telah didapatkannya dengan harga yang telah ditetapkan secara resmi. Namun pada kasus call selling, harga yang ditawarkan biasanya lebih murah terutama untuk akses internasional. Tingkat penggunaan, baik dari nomor tujuan, lama panggilan dan biaya percakapan cukup tinggi dan variatif. Sering kali pelanggan ini menggunakan fasilitas call forwarding dan berganti-ganti pesawat/handset untuk menyamarkan aksi mereka. Selain itu, pelanggan ini juga sering berpindah tempat dalam melancarkan operasi mereka. Selain bertujuan untuk menyulitkan proses penelusuran, juga bertujuan mencari tempat yang paling menguntungkan. Secara logika, hal ini hanya akan mengakibatkan kerugian pada pihak pelanggan yang menjual layanan tersebut, karena memberikan harga di bawah harga resmi. Namun ceritanya akan menjadi lain ketika pelanggan ini tidak membayar tagihan tersebut. Dan biasanya pihak operator penyedia layanan telekomunikasi akhirnya mengalami kesulitan dalam proses penagihannya karena alamat yang tercantum palsu. Identitas pelanggan juga menjadi masalah bagi para pelanggan yang menggunakan jasa layanan prabayar. Secara finansial, mungkin agak sulit melakukan call selling karena sudah dibatasi oleh nilai pulsa yang tercantum pada setiap voucher pulsa yang dijual. Namun walaupun begitu, nomor-nomor prabayar tanpa identitas ini dapat saja disalahgunakan untuk kepentingan-kepentingan tertentu. Payment evasion juga merupakan tindakan penolakan pembayaran. 2.2.2 Technical Fraud Ada beberapa jenis technical fraud yang terjadi di Indonesia, diantaranya yaitu SIM cloning, ghosting, dan surfing. SIM cloning merupakan fraud berupa penggandaan kartu SIM. Penggandaan kartu ini menggunakan suatu alat khusus. Kartu yang telah digandakan ini akan digunakan oleh 2 orang yang berbeda, dan biasanya berada pada tempat yang berbeda. Rentang waktu antara satu panggilan dengan panggilan yang lain kadangkala tidak logis, terutama kedua kartu tersebut terletak di kota yang berbeda. Jika penggandaan kartu dilakukan untuk kemudahan dan fleksibilitas tanpa ada niat menghindari pembayaran, SIM cloning tidak akan menjadi masalah. Namun jika ada niat untuk menghindari pembayaran, maka SIM cloning akan menjadi masalah. Proses penggandaan kartu ini dapat saja diketahui oleh pemilik asli kartu tersebut maupun tidak. Pada saat pembayaran, pemilik asli akan mengajukan klaim bahwa dia tidak pernah melakukan panggilan tertentu. Jika pelanggan tersebut tetap harus membayar, maka kasus ini bisa menjadi preseden yang tidak baik bagi operator, terutama dalam hal reputasi, yang berpotensi menyebabkan larinya pelanggan. Pelanggan tentunya dalam hal ini bisa saja merupakan pihak yang juga dirugikan, jikalau proses penggandaan tersebut tidak diketahui oleh pemilik kartu asli tersebut. Namun jika pelanggan tersebut tidak membayar, pihak operator juga akan mengalami kerugian yang tidak sedikit. Ghosting merupakan fraud berupa upaya penghilangan data rekaman penggunaan layanan. Fraud jenis ini biasanya melibatkan orang dalam operator itu sendiri. Fraud ini sendiri bisa saja terjadi karena kurangnya koordinasi antar personel di dalam lingkungan operator penyedia layanan itu sendiri. Fraud jenis ini biasanya ditandai dengan pola pemakaian yang aneh, di mana frekuensi penggunaanya sangat rendah untuk jangka waktu yang lama. Untuk pemakaian pasca bayar, gejala seperti ini tidak lazim karena kebanyakan pelanggan memilih layanan pasca bayar karena mendapatkan biaya yang lebih murah dengan frekuensi penggunaan yang lebih tinggi. Setelah beberapa lama, muncul pemakaian yang tinggi secara tiba-tiba dan drastis. Hal ini perlu dicurigai karena bisa saja ada panggilan yang tidak terekam selama rendahnya frekuensi pemakaian layanan tersebut. Surfing merupakan fraud yang berupa pencurian layanan. Pencurian layanan ini biasanya diawali oleh pencurian kartu SIM (ataupun dengan handsetnya sekalian). Memang, pemilik asli dapat saja meminta proses blokiran nomor yang bersangkutan. Namun sering kali proses pemblokiran ini tidak berjalan sesegera mungkin. Hal ini disebabkan oleh lambatnya para pelanggan tersebut melakukan pemblokiran akibat kasus yang menimpa mereka, ataupun memang disebabkan oleh prosedur kerja penanganan pemblokiran yang belum bagus. Fraud jenis ini biasanya ditandai dengan kelompok nomor tujuan yang berbeda setelah waktu tertentu. Selain itu, lokasi tempat melakukan panggilan juga bisa saja berbeda. Namun begitu, tetap saja ada peluang bahwa pelaku pencurian tersebut adalah orang yang berada di sekitar pemilik asli, sehingga perbedaan nomor tujuan maupun lokasi tidak terlihat. Dalam hal ini, surfing dapat menyebabkan kerugian bagi pelanggan. Selain jenis fraud spesifik di atas, fraud dapat juga ditunjukkan berupa perubahan pola pemakaian, baik dari sisi waktu pemakaian yang sibuk, lama panggilan, ataupun lokasi melakukan panggilan. Walaupun belum menunjukkan jenis fraud tertentu, hal seperti patut diperhatikan agar tidak menimbulkan dampak yang tidak diinginkan. 3. KEBIJAKAN PENANGANANNYA Fraud semakin lama berkembang menjadi masalah yang cukup kompleks. Banyak faktor-faktor yang terlibat di dalamnya. Oleh karena itu, perlu dipikirkan langkah-langkah yang harus diambil untuk menangani masalah ini. Langkah-langkah tersebut harus komprehensif dan tidak dapat dilakukan oleh sebuah pihak saja. Ada 2 pendekatan yang dapat dilakukan untuk menangani ini. Pendekatan-pendekatan tersebut yaitu dari sisi operator telekomunikasi dan dari sisi pemerintah. 3.1 Pendekatan dari Sisi Operator Telekomunikasi Ada beberapa kebijakan yang dapat ditempuh oleh operator telekomunikasi dalam menghadapi masalah ini. Dari sisi teknis, sebuah Fraud Management System (FMS) sudah harus mulai dipikirkan oleh operator telekomunikasi. Sistem ini diharapkan mampu menganalisa, mendeteksi ataupun dapat mencegah jenis-jenis fraud berdasarkan sifat dan karakter yang khusus dari masing-masing fraud. Analisa dapat dilakukan pada data pemakaian pengguna, yang terekam pada CDR (Customer Data Record). Sistem ini sebaiknya terintegrasi dengan jaringan telekomunikasi itu sendiri, sehingga proses analisa dapat dilakukan secara online. Data-data yang dapat dianalisa antara lain waktu mulai percakapan, durasi, nomor tujuan, lokasi asal panggilan serta identitas alat komunikasi (mobile handset). Dengan menganalisa kombinasi dari data-data di atas, karakter jenis fraud yang telah disebutkan di atas dapat dikenali. Teknik analisa yang dapat dipakai dan sedang dalam penelitian adalah dengan menggunakan jaringan saraf tiruan (neural network) [1]. Selain dari pendekatan teknis, operator juga harus lebih hati-hati dan selektif dalam memeriksa identitas pengguna layanan. Ini dikarenakan fakta bahwa jenis fraud yang sering menimbulkan kerugian banyak dimulai dari pemberian identitas palsu oleh calon pelanggan. Oleh karena itu, operator harus lebih jeli dan sering melakukan cek silang tentang kebenaran identitas pengguna tersebut. Proses ini memang cukup lama dan rumit, namun hal tersebut sepadan dengan tujuan yang diinginkan. Operator telekomunikasi juga diharapkan mampumembuat mekanisme kerja lebih efisien, terutama dalam menangani masalah yang dihadapi konsumen. Bagaimanapun juga, masalah fraud ini sedikit banyak akan berpengaruh pada reputasi perusahaan. 3.2 Pendekatan dari Sisi Pemerintah Pemerintah pun diharapkan turut andil dalam menangani masalah ini. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, fraud dapat terjadi karena dorongan faktor internal maupun ekseternal. Sudah menjadi rahasia umum bahwa di negeri ini sampai saat makalah ini ditulis, membuat Kartu Tanda Penduduk (KTP) ganda masih mudah diperoleh. Hal seperti ini akan memicu terjadinya subscription fraud. Salah satu kesulitan operator telekomunikasi dalam melacak keberadaan pelanggan adalah ketidakbenaran informasi identitas yang diberikan oleh pelanggan. Oleh karena itu, pemerintah mengeluarkan kebijakan yang lebih ketat dalam pembuatan KTP, namun masih tetap terjangkau. Selain itu, sistem pendataan kependudukan hendaknya sudah bersifat nasional. Dengan kata lain, data kependudukan seseorang selayaknya bisa diakses dari daerah manapun di Indonesia. Kebijakan pemerintah tentang kewajiban bagi pelanggan prabayar untuk melakukan registrasi identitasnya perlu terus dipertahankan dan terus dikembangkan. Bila perlu, ada sanksi yang cukup jelas bagi pihak-pihak baik operator maupun pelanggan jika tidak melakukan proses tersebut di atas. Kebijakan ini bertujuan agar pemerintah dapat melakukan pengawasan terhadap penggunaan layanan prabayar sehingga tidak digunakan untuk kepentingan-kepentingan yang salah. 4. KESIMPULAN Fraud merupakan salah satu masalah yang dihadapi dalam dunia telekomunikasi. Setiap Negara mempunyai karakteristik fraud tersendiri. Fraud yang terjadi di Indonesia dapat dikelompokkan atas subscription fraud dan technical fraud. Setial fraud tersebut mempunyai karakteristik pola penggunaan yang khusus, sehingga dapat dijadikan sebagai dasar untuk proses pendeteksiannya. Mengingat kerugian yang ditimbulkan, pihak operator selayaknya memikirkan suatu Fraud Management System yang sesuai untuk karakter di Indonesia. Selain itu, pemerintah juga diharapkan proaktif untuk menangani masalah ini terutama dalam hal pengurusan dan administrasi identitas penduduk. Ini dikarenakan adanya fakta bahwa banyak jenis fraud dimulai dari pemberian identitas yang salahataupun palsu dari seorang pelanggan.