Anda di halaman 1dari 6

PENTINGNYA MARKETING DALAM POLITIK

Kasus Canda Tukang Bakso dalam Rakernas PDIP

PERILAKU KONSUMEN DAN IMC

Diajukan untuk Memenuhi Ujian Akhir Semester Mata Kuliah Perilaku Konsumen dan IMC

Oleh :

Rizka Sasongko Aji 221121067

Dessy Linda Setiawati 221221002

KOMUNIKASI KORPORAT

PASCA SARJANA ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS PARAMADINA

JAKARTA

2022
PENTINGNYA MARKETING DALAM POLITIK
Kasus Tukang Bakso dalam Rakernas PDIP

"Ketika saya mau punya mantu, saya bilang pada anak saya, 'awas loh kalau cari yang
kaya tukang bakso', sorry ya," ucapnya seperti dikutip VIVA.co.id pada hari Kamis, 23 Juni
2022.
Gurauan Ketua umum PDI Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri, pada pidato
di Rakernas II PDIP, di Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Selasa 21 Juni 2022, mengenai
tukang bakso, sempat menghebohkan jagad digital di Indonesia. Partai yang selalu
menggembar-gemborkan sebagai partainya wong cilik (orang kecil-Jawa) itu dianggap
melakukan blunder politik dengan pernyataan tersebut karena seolah-olah profesi tukang
bakso merupakan posisi yang tak terhormat.
Pasalnya ucapan itu pun, secara spontan ditanggapi para anggota PDI-P yang hadir
pada Rakernas II, terbahak-bahak, tak terkecuali para elite politik termasuk di Presiden Joko
Widodo yang hadir sebagai salah satu anggota partai.
Situasi ini dapat membuat para konstituennya merasa memiliki jarak dengan PDI-P
menjelang kontestasi pemilihan presiden maupun legislatif pada tahun 2024 nanti. Sebagai
partai politik. dalam dua kali pemilihan umum, PDI-P terbilang mempunyai kekuatan yang
besar dalam mendulang suara. Seperti diberitakan CNNIndonesia.com (2019), pada pemilu
2019 lalu, raihan suara PDIP setara dengan 19,33 persen dari total 139.971.260 suara sah.
Dengan perolehan itu, PDIP memenangkan pileg untuk dua kali secara berturut-turut.
Perolehan suara PDIP kali ini meningkat dari Pileg 2014. Saat itu, PDIP memboyong
23.681.471 suara atau 18,95 persen suara sah. Meningkatnya suara pemilih tersebut, diyakini
masih dipengaruhi oleh sosok ketua umumnya.
Pada kacamata marketing politik, Ketua Partai tak ubahnya seperti seorang pimpinan
dalam perusahaan. Hal ini menjadikan apa yang disuarakannya ke ruang publik, merupakan
representasi dari kebijakan partai tersebut. Menurut Luck dan Chapman (2003) partai politik
sebelum membangun dan memperkokoh brand relationship dengan para konstituennya,
harus berkonsentrasi pada internal marketing mereka agar brand relationship bisa terbangun
dengan baik.
Dalam kajian marketing politik yang dituliskan Niffenegger (1989) memperlihatkan
bahwa partai politik dapat pula dipasarkan dengan menggunakan bauran marketing 4P
(Produk, Price, Place, dan Promotion). Partai politik tak ubahnya sebagai sebuah produk
yang harus dipasarkan pada market tertentu. Hanya saja, Niffenegger menawarkan pemasaran
partai politik dengan definisi yang berbeda.
Pada kancah politik, Product yang dimaksud oleh Niffenegger terbagi dalam tiga
kategori besar yaitu apa platform partai yang digunakan oleh partai politik tersebut,
kemudian, siapa kandidat atau bagaimana karakteristik dari kandidat tersebut dan berikutnya
adalah bagaimana masa lalu dari kandidat tersebut. Dalam kaitannya dengan PDI-P sebagai
sebuah parpol, bisa dilihat dari apa yang selalu diusung oleh partai politik ini sebagai partai
wong cilik. Slogan ini kerap digembar-gemborkan dengan selalu menekankan pada masa lalu
kandidat (baca ketua umum) yang masih memiliki darah keturunan dari Ir. Soekarno,
presiden pertama RI. Soekarno dikenal sebagai sosok yang selalu dekat dengan rakyat.
Pada titik ini, dengan pernyataan Megawati yang justru terkesan mendegradasikan
profesi tukang bakso, bertolak belakang dengan apa yang menjadi kebijakan partainya.
Apalagi, pada video yang beredar luas di masyarakat, terlihat bagaimana para elit politik
yang dibangun brand nya sebagai wong cilik justru menertawakan pernyataan itu yang
seolah-olah turut mengamini apa yang disuarakan Ketua Umumnya.
Kejadian ini bukan kali pertama. Seperti disuarakan Zaki Mubarak, pengamat politik
dari Universitas Islam Negeri Hidayatullah, yang mengomentari bagaimana PDI-P
melakukan pertemuan dengan para pengusaha untuk mendukung kemenangan PDI-P di
pemilu legislatif dan bakal calon presidennya, Joko Widodo atau Jokowi. "Masyarakat makin
skeptis terhadap komitmen kerakyatan atau wong cilik PDI-P. Dalam praktiknya, wong cilik
lebih banyak menjadi jargon saja," kata Zaki seperti dikutip Kompas.com (2014).
Berikutnya, Promotion yang bila merujuk pada apa yang dituliskan Niffenegger ,
aktivitas promosi ini adalah bagaimana sebuah partai politik “menjual” kandidatnya dalam
kancah kontestasi di pemilihan umum yang akan berlangsung. Pada titik ini, apa yang
dilakukan oleh Ketua Umum PDI-P di kancah Rakernas, justru tidak memperlihatkan bahwa
calon kandidat yang diusung nantinya sesuai dengan apa yang dicita-citakan oleh kebanyakan
pemilihnya. Dalam Rakernas tersebut, juga hadir bakal calon presiden yang kerap kali
disuarakan oleh publik bahwa PDI-P akan mengusung putri dari ketua umum. Hal ini tentu
bisa menjadi bumerang, mengingat pada masa kini, sebaran melalui media non konvensional
dapat mengamplifikasi apa yang terjadi pada suatu tempat dan masa tertentu.
Sejatinya, aktivitas promosi adalah sebuah aktivitas yang dilakukan untuk menaikkan
citra dari produk tertentu. Dalam dunia politik, produk yang dimaksud adalah siapa bakal
calon yang akan dipentaskan pada kontestasi dengan kandidat dari partai politik lain
Dalam marketing politik, menurut Niffenegger (1989), Price atau harga meliputi
beberapa hal, yaitu ekonomis, citra psikologis hingga citra nasional. Harga ekonomi di sini
merujuk pada seberapa besar biaya yang dikeluarkan ketika kampanye sementara citra
psikologis merujuk pada persepsi psikologis apa yang dialami oleh para pemilih, apakah
mereka merasa nyaman atau tidak dengan calon dari kandidat tersebut. Jika kandidat tersebut
merasa bangga dengan calon yang diusung, hal ini dapat menimbulkan citra positif.
Sebaliknya bila secara psikologis konstituen merasa bahwa kandidat tidak memberikan rasa
nyaman, maka akan terbangun citra negatif. Pada titik inilah kandidat (atau calon kandidat)
harus tampil membela konstituennya untuk membangun brand image partai sebagai pembela
wong cilik.
Citra atau image menurut (Kotler 1994), “ A brand is name, term, sign, symbol, or
design, or a combination of them, intended to identify the goods or service of one seller or
group of sellers and to differentiate them from those of competitor.” Maksudnya, merek
adalah nama, istilah, tanda, simbol, atau desain atau kombinasi dari semuanya itu yang
dimaksudkan untuk mengidentifikasi barang atau jasa dari seseorang atau sekelompok
penjual untuk untuk membedakannya dari produk atau barang pesaing. Secara umum image
dapat dideskripsikan dengan karakteristik tertentu seperti manusia, semakin positif deskripsi
tersebut semakin kuat brand image dan semakin banyak kesempatan bagi pertumbuhan
merek itu. (Paradila, 2021)
Simamora (2006) mengatakan bahwa image adalah persepsi yang relatif konsisten
dalam jangka panjang (enduring perception). Jadi tidak mudah untuk membentuk image,
sehingga bila terbentuk sulit untuk mengubahnya. Brand Image adalah representasi dari
keseluruhan persepsi terhadap merek dan dibentuk dari informasi dan pengalaman masa lalu
terhadap merek itu. Citra terhadap merek berhubungan dengan sikap yang berupa keyakinan
dan preferensi terhadap suatu merek. Konsumen dalam hal ini, pemilih yang memiliki citra
yang positif terhadap suatu merek, akan lebih memungkinkan untuk melakukan pembelian
(Setiadi, 2003).
Dijelaskan dalam bukunya Kotler mendefinisikan brand image sebagai seperangkat
keyakinan, ide dan kesan yang dimiliki seorang terhadap suatu merek. Karena itu sikap dan
tindakan konsumen terhadap suatu merek sangat ditentukan oleh brand image merupakan
syarat dari merek yang kuat. Sedangkan (Durianto, Sugiarto dan Sitinjak, 2004) menyatakan
brand image adalah asosiasi brand saling berhubungan dan menimbulkan suatu rangkaian
dalam ingatan konsumen. Brand image yang terbentuk di benak konsumen. Konsumen yang
terbiasa menggunakan brand tertentu cenderung memiliki konsistensi terhadap brand image.
Sedangkan (Kertajaya,2007) menyebutkan bahwa brand image di benak konsumen
dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: Komunikasi dari sumber lain yang belum
tentu sama dengan yang dilakukan pemasar. komunikasi bisa datang dari konsumen lain,
pengecer dan pesaing. Kemudian, pengalaman konsumen melalui suatu eksperimen yang
dilakukan konsumen dapat mengubah persepsi yang dimiliki sebelumnya. Oleh sebab itu,
jumlah berbagai persepsi yang timbul itulah yang akan membentuk total image of brand
(citra keseluruhan sebuah merek). Pengembangan produk: posisi brand terhadap produk
memang cukup unik. disatu sisi, merupakan payung bagi produk, artinya dengan dibekali
brand tersebut, produk dapat naik nilainya. Di sisi lain, performa ikut membentuk brand
image yang memayunginya dan tentunya konsumen akan membandingkan antara performa
produk yang telah dirasakan dengan janji brand dalam slogan.
Pada kasus ketua umum PDI-P yang melontarkan candaan dengan bertendensi
merendahkan profesi tertentu yang kebanyakan merupakan profesi yang dianut oleh para
pemilihnya, hal itu dapat menimbulkan citra negatif yang kemudian dapat mereduksi simpati
maupun rasa nyaman dari para pemilihnya. Padahal, seluruh elemen partai seringkali
menggembar-gemborkan partainya dengan label partai “wong cilik”. Dalam bahasa jawa
yang artinya “rakyat kecil”, artinya partai ini dibentuk untuk mewakili dan menampung suara
-suara warga sipil sebagai rakyat. Namun seringkali dalam kegiatan sambutan atau pidatonya,
pernyataan yang Megawati sampaikan bertolak belakang dengan jargonnya.
Berikutnya, Place atau tempat terkait erat dengan bagaimana partai dengan calonnya
dapat menjangkau semua lapisan masyarakat. Dalam konteks politik di Indonesia, selain
tempat dalam artian sesungguhnya, juga merujuk pada strata atau kelas sosial tertentu.
Artinya, kehadiran bukan cuma secara fisik tetapi juga secara ideologis dan juga demografis,
di mana pemilih dikelompokkan berdasarkan tingkat pendidikan, pekerjaan, usia, kelas.
Salah satu yang menjadi sasaran sejatinya adalah tukang bakso. Populasi pedagang
bakso di Indonesia terbilang banyak. Menariknya justru para pedagan bakso tak semuanya
memiliki standar hidup wong cilik . Sebuah desa di Kabupaten Bandung misalnya, terlihat
rumah mewah bertingkat seperti di kawasan elit yang diketahui ternyata milik para pedagang
bakso. Menurut informasi dari sekretaris desa tersebut, memang 70% penduduk desa
Bubakan melakukan perantauan dan sukses menjadi pedagang bakso. Bahkan seorang
pedagang bakso di wilayah Bandung mengaku bisa mendapatkan omset dari 700 juta sampai
1 miliar setiap bulan. Berawal dari adanya pembiayaan BRI untuk UMKM yang berjumlah 4
juta di tahun 2002, pedagang bakso asal bandung ini kemudian mampu naik kelas sebagai
nasabah UMKM BRI yang memiliki omset 1,5 miliar per tahun 2020. Dari kisah para
pedagang bakso yang sukses mengembangkan UMKM nya jika dikaitkan dengan pernyataan
Megawati, sudah tidak bisa dipandang sebelah mata atau diklasifikasikan sebagai profesi
kelas menengah ke bawah.
Oleh karena itu, PDI-P sebagai partai terbesar, sudah selayaknya memperhatikan
pernyataan-pernyataan dari para elite agar memperhatikan siapa target audience dan siapa
yang diwakilinya. Konsep komunikasi pemasaran terpadu ini meramu kegiatan-kegiatan
komunikasi agar dapat mempengaruhi khalayak. Selain itu, konsep Integrated Marketing
Communication (IMC) juga melibatkan peran stakeholder untuk ikut berperan dalam
mempengaruhi pesan dan mendorong dialog. Lebih jelasnya melalui konsep Integrated
Marketing Communication komunikasi pemasaran menjadi lebih bersinergi dan saling
berhubungan untuk menguatkan pemasaran.( Irawan dkk, 2021)
Salah satu poin penting dalam politik, yaitu hadirnya pimpinan partai yang juga
bertindak sebagai public relation untuk membangun dan mengokohkan brand. Seperti
diungkapkan Strömbäck dan Kiousis (2011, p. 8), menyebutkan PR politik adalah proses
manajemen dimana organisasi atau aktor individu untuk tujuan politik, melalui komunikasi
dan tindakan yang bertujuan, berusaha untuk mempengaruhi dan membangun, memelihara
hubungan dan reputasi yang menguntungkan dengan publik utamanya untuk membantu serta
mendukung misi dan tujuan dari partai itu sendiri..

Anda mungkin juga menyukai