Anda di halaman 1dari 17

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Konseptual

Dalam melihat seberapa besar penggunaan media sosial calon Presiden

Prabowo Subianto dalam Pemilu Presiden 2019 maka penulis menggunakan

beberapa teori yang kemudian menjadi landasan dalam penelitian ini.

2.1.1 Brand

Sebelum menjelaskan tentang branding politik, peneliti mejelaskan apa itu

brand. Keller (1998) mengatakan bahwa brand adalah nama, istilah, tanda, simbol,

desain, atau kombinasi dari salah satu atau keseluruhan yang digunakan untuk

mengidentifikasi barang atau jasa oleh penjual atau sekelompok penjual dan untuk

membedakan dari para pesaing. Senada dengan definisi tersebut, Kotler dalam

Haroen (2014) menyipulkan bahwa brand merupakan nama atau simbol yang

bersifat membedakan dengan maksud mengidentifikasi barang atau jasa dari

seorang penjual atau sebuah kelompok penjual tertentu.

Kotler dan Gary Armstrong dalam Haroen (2014) menjelaskan bahwa

secara marketing, sebuah merek yang benar biasanya didesain untuk

mengkomunikasikan empat macam arti, yaitu:

1. Atribut. Brand mengingatkan orang tentang atribut tertentu misalnya

keawetan.

2. Manfaat. Berbeda dengan atribut, apabila atribut diterjemahkan sebagai

manfaat fungsional dan emosional. Pelanggan tidak membeli atribut namun


membeli manfaat dari produk tersebut, misalnya produk susu yang kalsium

yang tinggi.

3. Nilai. Brand juga menampilkan sesuatu mengenai nilai-nilai pembeli,

seperti produk-produk dengan prestise tinggi contoh Mercedes Benz

4. Kepribadian. Brand menggambarkan kepribadian. Brand akan menarik

orang yang gambaran sebenarnya dan citra dirinya cocok dengan citra

merek

Brand adalah sesuatu yang tidak terlihat (intangible), tetapi efeknya sangat

nyata. Supaya brand suatu barang atau jasa dapat melekat pada benak maupun hati

khalayak untuk menciptakan brand yang unggul (brand equity), maka dibutuhkan

upaya dengan proses yang terus menerus untuk menanamkan brand ke hati publik

dengan berbagai cara. Upaya dan proses inilah yang biasa disebut dengan branding.

Menurut Janita (2009), menjelaskan bahwa kata branding mengacu pada

proses penciptaan suatu brand yang diterjemahkan menjadi proses penciptaan

brand. Dengan kata lain branding adalah harapan, citra dan persepsi yang tercipta

dalam pikiran orang ketika melihat atau mendengar sebuah nama, produk atau logo.

Dengan brand dapat mengkomunikasikan persepsi apa yang diinginkan dari

khalayak terhadap produk.

Branding adalah aktivitas untuk menciptakan brand yang unggul, yang

sesuai dengan nilai suatu brand berdasakan kesadaran, loyalitas dan asosiasi suatu

brand. Branding pada dasarnya bukan hanya untuk menampilkan keunggulan suatu

barang atau jasa semata, tetapi juga untuk menanamkan brand dalam benak dan hati
khalayak. Hal ini dilakukan tentunya agar memudahkan khalayak untuk memilih

sebuah produk.

Scammell (2015) branding dapat digunakan sebagai alat yang kuat ketika

menganalisis gambar politik. Branding menyatukan komunikasi, kepribadian dan

budaya popular dalam pemasaran politik. Branding menyatukan berbagai aspek

pemilih dan menganalisis segala sesuatu mulai dari reputasi politik hingga nada

suara politisi.

2.1.2 Branding Politik

Menurut Kartajaya (2005) brand bukanlah hanya produk saja, tetapi orang

(manusia) membuat dirinya menjadi sebuah brand. Sebagaimana sebuah produk

barang atau jasa, agar brand dapat terus tertanam dalam benak dan hati masyarakat

dengan segala atribut maupun diferensiasinya maka dibutuhkan branding.

Selanjutnya Timothy P. O’Brien (2007) mengatakan bahwa personal branding

adalah identitas pribadi yang mampu menciptakan sebuah respon emosional

terhadap orang lain mengenai kualitas dan nilai yang dimiliki orang tersebut.

Selanjutnya Lorann Downer (2013) mendefinisikan branding politik adalah

strategi yang dipilih secara sadar untuk mengidentifikasi dan membedakan serta

mempengaruhi penawaran-penawaran politik dengan nilai-nilai emosional maupun

fungsional untuk meningkatkan daya tarik dan keterikatan pemilih. Dengan kata

lain branding politik adalah seni untuk menciptakan, membangun dan menjaga

persepsi positif dengan didukung dengan keunggulan pribadi serta ciri khas

sehingga dapat mempengaruhi orang lain.


Branding politik tidak hanya meyampaikan elemen personalisasi, tapi

elemen penampilan kandidat seperti gaya rambut, pakaian. Hal tersebut dibentuk

dari pengertian masyarakat secara subjektif terhadap kandidat politik, sebab

kecenderungan masyarakat memilih kandidat politik yang telah dikenal. Tujuan

akhir dari branding politik kandidat adalah bagaimana menciptakan citra positif

terhadap masyarakat. Ketika masyarakat memandang positif seorang kandidat

politik, maka masyarakat memiliki kepercayaan yang cukup terhadap kandidat

tersebut. Wasesa (2013) menjelaskan keunggulan branding politik adalah untuk

memformulasikan keunggulan-keunggulan sebuah gerakan politik menjadi sebuah

persepsi tunggal yang mudah diingat dan mampu mendorong pengambilan

keputusan secara tepat.

Aktivitas branding politik menjadi kunci utama untuk mengenalkan aktor

politik sebagai kandidat politik. Lindblad (2019) mengatakan aspek branding

politik mencakup merek kepribadian (brand personality) dan personalisasi.

1. Brand personality

Aeker dalam Lindblad mengatakan brand personality didefinisikan

sebagai serangkaian karakteristik manusia yang diasosiasikan dengan

brand. Brand personality dapat digambarkan pemanfaatan karakteristik

manusia sebagai salah satu identitas dari merek agar membangun

hubungan emosional kepada pemilih dan dengan personality dapat

membedakan suatu brand terhadap lawan kandidatnya.


2. Personalisasi

Kehidupan seseorang politisi sebagai kehidupan privat dan kehidupan

tokoh publik. Tokoh publik yang memiliki popularitas mengaburkan

batas antara kehidupan politik dan kehidupan privat.

Lindblad (2019) mengatakan pemilih akan mengidentifikasi karakteristik

brand personality dan personalisasi kandidat politik. Studi di Inggris telah

menunjukan bahwa citra kepribadian dianggap lebih penting dalam menarik suara.

Smith (2009) mengatakan brand personality dianggap mampu mempengaruhi

langsung pemilih. Brand personality mampu meningkatkan kepercayaan pemilih

untuk menentukan pilihan.

Pemilih mengidentifikasi karakteristik kandidat politik daripada partai

politik. Ketika pemilih mengenali aspek mereka hidup dalam kandidat politik, maka

lebih disukai dan dapat dipercaya. Kandidat politik mempunyai modal kuat apabila

dipersepsikan sebagai orang yang personalisasinya menjadi bagian dari pemilih.

Pemilih kurang tertarik memilih partai pengusungnya, tetapi karena kandidat politik

yang diusungnya. Inilah momen yang tepat untuk membangun branding politik

yang terpercaya di mata publik.

Membangun sebuah branding politik sama dengan membangun

kepercayaan di benak masyarakat. Hal tersebut tidak hanya mempengaruhi pikiran

dan perasaan saja, namun implikasi (keterlibatan) personal branding sangat positif

untuk kesuksesan seseorang dipanggung politik. Menurut Haroen (2014) implikasi

personal branding sangat efektif dan positif bagi kandidat politik. Berikut alas an

mengapa personal branding sangat efektif dan positif:


1. Membangun diferensiasi. Menciptakan diferensiasi adalah hal penting

untuk keberhasilan personal brand.

2. Membangun positioning. Dalam persaingan apapun positioning sangat

menentukan kemenangan. Brand yang dibangun melalui proses branding

menentukan posisi pelaku personal branding dari sekian pesaing lainnya.

3. Memperkuat persepsi brand yang tertanam pada publik. Brand bukan saja

soal realita, tahap pertama yang harus dibangun adalah persepsi.

4. Menjadi jembatan lahirnya kepercayaan (trust). Kepercayaan adalah kunci

utama. Jika orang suka pada anda, ia hanya akan mendekat, namun, jika

mereka sudah percaya maka mereka akan memilih anda.

5. Menjadi pesan kepada publik bahwa kehadiran anda (brand) adalah solusi

atas masalah maupun kebutuhan publik, sehingga pelaku personal branding

dapat menggiring mereka untuk tindakan mendukung dan memilih.

Implikasi branding politik membuat masing-masing kandidat politik harus

menyusun strategi untuk bisa meraih suara sebanyak-banyaknya. Implikasi

branding politik tidak harus dilakukan oleh kandidat politik yang baru terjun

didunia politik. Tetapi juga digunakan oleh calon presiden yang ingin dipilih

kembali dalam pemilu presiden.

Junaedi dalam Haroen (2014) mangatakan bukti kedahsyatan branding

politik dapat terlihat dari kesuksesan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam

memenangkan pemilu presiden secara langsung berturut-turut tahun 2004 dan

2009. Padahal saat pemilu 2009, berbagai iklan politik menyerang SBY secara

bertubi-tubi dan menohok kebijakannya. Namun pada saat pemilu presiden 2009,
SBY tetap memenangkan pemilu. Citra yang telah terbangun dan melekat pada

sosok SBY ternyata tidak mudah dijatuhkan dengan iklan politik.

Implikasi branding politik digunakan untuk memberikan informasi kepada

masyarakat tentang karakter, visi dan misi secara konkeret, kompetensi yang

sesungguhnya. Dengan menggunakan aspek branding politik, sebenarnya

masyarakat lebih dimudahkan dalam mengambil keputusan untuk memilih kandidat

politik. Dalam menentukan pilihan, masyarakat sudah dipersingkat dengan

mengetahui langsung keunggulan dan citra yang selama ini dimiliki. Bahkan

personalisasi kandidat politik telah berkembang lebih jauh dengan media sosial.

Media sosial membuat kandidat politik lebih mudah diakses oleh publik.

2.1.3 Media Sosial

Cangara (2006) mengatakan “media” adalah alat atau sarana yang

digunakan untuk menyampaikan pesan dari komunikator kepada khalayak.

Sedangkan Durkheim dalam Nasrullah (2017) berpendapat bahwa kata “sosial”

merujuk pada kenyataan sosial (the social as social facts) bahwa setiap individu

melakukan aksi yang memberikan kontribusi kepada masyarakat. Dari pengertian

media dan sosial dapat digabungkan menjadi media sosial. Menurut Nasrullah

(2017) media sosial adalah media yang mewadahi kerjasama di antara pengguna

yang menghasilkan konten (user generated content).

Kemampuan dan fitur yang disediakan media sosial untuk saling berbagi

tampak tak terbatas. Melalui satu akun sosial media seperti Facebook, mampu

menyediakan fitur untuk berbagi foto/gambar, video bahkan kegiatan sehari-hari

yang kini dapat dibagikan melalui Facebook Story. Media sosial sejatinya memang
sebagai medium untuk sosialisasi dan interaksi, serta menarik orang lain untuk

mengunjungi tautan yang berisi informasi mengenai individu, produk, maupun

lainnya. Sehingga menjadi wajar apabila keberadaan media sosial menjadi media

pemasaran hingga pengaruhnya terhadap sosial, ekonomi, budaya hingga politik.

Media sosial sebagai alat branding politik kandiat untuk meningkatkan

kemampuan pengguna untuk berbagi (to share), bekerjasama (to cooperate)

diantara pengguna dan melakukan tindakan secara kolektif diluar kerangka

isntitusional maupun organisasi. Melalui media sosial kandidat politik dapat

membagikan informasi dan berhubungan antar individu satu dengan individu,

individu dengan kelompok atau kelompok dengan kelompok lain diberbagai

belahan dunia dengan mudah.

Keberadaan media sosial telah mengubah secara mendasar berbagai

aktivitas manusia tak terkecuali politik. Fungsi media sosial pun menjadi

bertambah, yakni menjadi salah satu alat untuk branding politik yang paling

digemari dengan target pemilih yang spesifik. Alasannya yakni media sosial jauh

lebih efektif dibandingkan alat konvensional karena media sosial bersifat

komunikasi dua arah. Sifat media sosial yang mampu berkomunikasi secara

langsung dengan masyarakat, membuat para kandidat politik menggunakaan media

sosial untuk melakukan branding politik.

2.1.4 Facebook

Facebook merupakan media sosial yang termasuk dalam salah satu jenis

media sosial. Pakagula (2009) mengatakan media sosial Facebook diluncurkan

pada 4 Februari 2004 oleh Mark Zuckerberg, seorang mahasiswa Harvard kelahiran
14 Mei 1984 dan mantan murid Ardsley High School. Media sosial Facebook

memiliki beberapa fitur di dalamnya diantaranya dapat membuat profil dilengkapi

foto, daftar ketertarikan pribadi, informasi kontak, dan informasi pribadi lain.

Pengguna dapat berkomunikasi dengan teman dan pengguna lain melalui pesan

pribadi atau umum dan fitur obrolan. Pengguna juga dapat membuat dan bergabung

dengan grup ketertarikan dan halaman kesukaan/fans page.

Salah satu fitur yang menjadi pembentukan branding politik bagi

perusahaan maupun tokoh masyarakat ialah fans page. Fans page atau halaman

Facebook disediakan bagi penggunanya yang ingin membuat halaman untuk

mempromosikan tempat atau bisnis lokal; perusahaan, organisasi, atau institusi;

merek atau produk; artis, grup musik, atau tokoh masyarakat; hiburan; perjuangan

atau komunitas. Facebook (2008) Facebook fans page memiliki misi yaitu

membantu pengguna Facebook untuk berbagi (info, pengalaman, dll) dan membuat

dunia semakin terbuka dan terhubung. Dengan adanya Facebook fans page, orang

terbantu untuk menyampaikan pendapatnya kepada tokoh publik atau organisasi

yang mereka inginkan, dan bahkan menjalin percakapan dengan pengguna

Facebook lainnya untuk berbagi informasi. Pada akhirnya, Facebook fans page

memberikan hubungan yang dinamis antara pengguna Facebook dengan tokoh

publik dan organisasi yang diinginkan oleh pengguna Facebook tersebut.

Ada dua alasan menurut Facebook (2008) mengapa brand harus memiliki

Facebook fans page, yaitu:

1. Sangat mudah bagi brand untuk mempublikasikan konten dan informasi

secara langsung dan cepat kepada anggota (fans) atau customer hanya
dengan satu klik di Wall tab. Anggota (fans) atau customer dapat melihat

konten tersebut dan memberikan feedback secara langsung dari Homepage

mereka masing-masing sehingga tidak perlu mengunjungi fans page dari

brand tersebut. Dengan demikian, terjadi proses interaksi yang begitu

mudah dan cepat.

2. Facebook fans page tidak membutuhkan persyaratan teknis dalam

membuatnya seperti membuat Website. Dengan demikian sumber daya

yang sebelumnya dialokasikan untuk fungsi website dapat dengan lebih baik

dimanfaatkan untuk mengembangkan konten-konten yang dapat menarik

customer dan calon customer. Facebook fans page lebih unggul daripada

user profile atau profile biasa.

Facebook fans page memiliki berbagai fitur yang dapat digunakan sesuai

dengan penjelasan diatas. Facebook (2008) mengatakan berbagai fitur Facebook

fans page diantaranya:

1. Wall

Wall adalah papan komen yang bersifat publik dimana pemilik Fans page

beserta anggota atau fans dapat meninggalkan pesan dan komen di tempat

tersebut. Tulisan-tulisan tersebut juga dapat dilihat oleh masyarakat luas

yang melihat Facebook fans page.

2. Photos

Photos merupakan fitur Fans page Facebook dimana menampilkan foto-

foto yang diupload oleh pemilik fans page maupun anggota atau fans.

Upload foto terbaik yang menggambarkan bisnis dari brand atau organisasi
Anda, dan jadikan sebagai Profile Picture. Profile Picture yang baik sangat

krusial untuk membantu pengguna Facebook umumnya untuk menemukan

bisnis Anda.

3. Videos

Videos merupakan fitur fans page Facebook dimana menampilkan video-

video yang diupload oleh pemilik Fans page maupun anggota atau fans.

Fitur Videos memberikan cara yang sangat baik dan mengikat fans atau

anggota Anda dalam kegiatan promosi video, cuplikan dari pertunjukan

langsung band Anda, hingga video yang menggambarkan suasana kantor

dan pabrik Anda.

2.2 Penelitian Terdahulu

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan beberapa penelitian terdahulu

sebagai acuan dan bahan referensi serta perbandingan untuk memudahkan dalam

menentukan langkah-langkah yang sistematis secara teori maupun konseptual.

Penelitian terdahulu juga menjadi bahan pertimbangan untuk menghindari

duplikasi, menyampaikan posisi studi dan menunjang penelitian penulis terkait

dengan branding politik.

Sebagai pertimbangan pertama, peneliti menggunakan penelitian yang

dilakukan oleh Arin Fatmawati (2018). Judul penelitian “Political Branding “Sobat

Mustafa” Dalam Pembentukan Citra Mustafa Sebagai Bakal Calon Gubernur

Lampung Periode 2018-2023”. Dalam penelitian tersebut menjelaskan aktivitas

political branding dilakukan melalui pencitraan berbasis political advertising dan


political publik relations. Kegiatan political branding mengadopsi konsep strategi

pemasaran politik yakni segmentasi, targeting dan positioning. Penelitian ini

menitikberatkan pada proses political branding yang dilakukan oleh “Sobat

Mustafa” dengan orientasi mengenalkan dan membentuk citra Mustafa sebagai

bakal calon Gubernur Lampung.

Penelitian selanjutnya berkaitan dengan branding yang dilakukan oleh

Rusmulyadi dan Hanny Hafiar (2018) berjudul “Dekonstruksi Citra Politik Jokowi

dalam Media Sosial”. Jurnal tersebut menggunakan metode analisis isi kualitatif.

Penelitian ini menjelaskan bahwa personal branding Jokowi terus disuarakan telah

mencapai tingkat pengenalan atau popularitas yang tinggi dengan hastag

#Jokowi2Periode, yang kemudian lahir sebagai perlawanan dengan hastag

#2019GantiPresiden pada platform media sosial Twitter. Penelitian ini

mengasumsikan bahwa dalam ruang media sosial citra tokoh politik secara bebas

dan leluasa mengalami dekonstruksi maupun dikonstruksi.

Penelitian lain yang berkaitan dengan branding yakni Jurnal Lidya Joyce

Sandra (2013) berjudul “Political Branding Jokowi Selama Masa Kampanye

Pemilu Gubernur DKI Jakarta 2012 di Media Sosial Twitter”. Penelitian tersebut

memiliki tujuan mengetahui bagaimana political branding yang dilakukan Jokowi

selama masa kampanye pemilu Gubernur DKI Jakarta 2012 di media sosial Twitter.

Adapun metode yang digunakan adalah analisis isi kualitatif Hsieh & Shannon

dengan pendekatan directed content analysis melalui prosedur induksi. Hasil

penelitian ini menyatakan bahwa political branding Jokowi sebagai politisi yang
terbuka, dekat dengan masyarakat, kredibel dan merakyat (egaliter) yang dibentuk

melalui personalitas, penampilan dan pesan-pesan politis di Twitter Jokowi.

Penelitian selanjutnya ditulis oleh Nazula (2019) berjudul “Strategi

Pemulihan Personal Branding Aktor Politik Pasca Penetapan Tersangka Kasus

Korupsi”. Penelitian ini membahas bagaimana proses personal branding yang

dibangun dan pemulihan personal branding pasca penetapan Nanda sebagai

tersangka korupsi. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif studi kasus.

Hasil dari penelitian ini menemukan jika strategi pemulihan citra yang dilakukan

tim pemenangan berupa klarifikasi disetiap kegiatan kampanye tidak efektif karena

kondisi rasionalitas masyarakat Kota Malang sudah cukup tinggi.

Penelitian terdahulu selanjutnya ditulis oleh Ibnu Aqori Pohan S.Sos, M.A;

Resya Famelasari S.Sos, M.Soc, Sc; Wimmy Halim, S.IP., M.Sos berjudul “Politik

Identitas Kampanye Kandidat Pada Pemilihan Kepala Daerah Gubernur (PILGUB)

Sumatera Utara Tahun 2018. Penelitian tersebut menggunakan jenis penelitian mix

methode dengan metodologi analisis wacana kritis. Objek yang dikaji adalah

pemberitaan kandidat politik pada waktu kampanye di media sosial dengan

melakukan screening dan filtering dengan bantuan intelligence media. Sehingga

pemberitaan kandidat politik yang berkaitan dengan simbol politik identitas yang

digunakan sebagai upaya branding dan pencitraan publik. Hasil penelitian ini

menunjukan pasangan calon Edy dan Musa secara dominan mewacanakan identitas

Islam dan etnis melayu, aceh, batak, jawa. Sedangkan Djarot dan Sihar Sitorus lebih

menunjukan sebagai tokoh nasionalis yang menjalin kedekatan dengan semua


agama. Selain itu wacana ideologi Pancasila juga disampaikan untuk menerima

perbedaan agama dan pewacanaan sosok Soekarno.

Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu
No. Aspek Penelitian Keterangan
1. Penulis Arin Fatmawati.
Judul Penelitian Political Branding “Sobat Mustafa” Dalam
Pembentukan Citra Mustafa Sebagai Bakal Calon
Gubernur Lampung Periode 2018-2023.
Metode Penelitian Kualitatif.
Hasil Penelitian Dalam penelitian tersebut menjelaskan aktivitas
political branding dilakukan melalui pencitraan
berbasis political advertising dan political publik
relations. Kegiatan political branding mengadopsi
konsep strategi pemasaran politik yakni segmentasi,
targeting dan positioning. Penelitian ini
menitikberatkan pada proses political branding yang
dilakukan oleh “Sobat Mustafa” dengan orientasi
mengenalkan dan membentuk citra Mustafa sebagai
bakal calon Gubernur Lampung.
Perbedaan Penelitian ini menitikberatkan pada branding politik
Prabowo Subianto sebagai calon presiden.
2. Penulis Rusmulyadi dan Hanny Hafiar
Judul Penelitian Dekonstruksi Citra Politik Jokowi dalam Media Sosial
Metode Penelitian Analisis isi kualitatif
Hasil Penelitian Dalam penelitian ini personal branding Jokowi yang
disuarakan telah mencapai tingkat pengenalan atau
popularitas yang tinggi dengan hastag
#Jokowi2Periode. Kemudian lahir sebagai
perlawanan dengan hastag #2019GantiPresiden pada
platform media sosial Twitter. Penelitian ini
mengasumsikan bahwa dalam ruang media sosial citra
tokoh politik secara bebas dan leluasa mengalami
dekonstruksi maupun dikonstruksi.
Perbedaan Penelitian dilakukan menggunakan branding politik
kandidat. Dengan objek yang diteliti adalah akun
Facebook fans page pribadi Prabowo Subianto.
3. Penulis Lidya Joyce Sandra
Judul Penelitian Political Branding Jokowi Selama Masa Kampanye
(Jurnal) Pemilu Gubernur DKI Jakarta 2012 di Media Sosial
Twitter
Metode Penelitian Analisis isi kualitatif
Hasil Penelitian Hasil penelitian ini political branding Jokowi sebagai
politisi yang terbuka, dekat dengan masyarakat,
kredibel dan merakyat (egaliter) yang dibentuk
melalui personalitas, penampilan dan pesan-pesan
politis di Twitter Jokowi.
Perbedaan Penelitian branding politik Prabowo Subianto sebagai
calon presiden di Facebook fans page
@prabowosubianto.
4. Penulis Nazula
Judul Penelitian Strategi Pemulihan Personal Branding Aktor Politik
Pasca Penetapan Tersangka Kasus Korupsi
Metode Penelitian Kualitatif studi kasus.
Hasil Penelitian Penelitian ini membahas bagaimana proses personal
branding yang dibangun dan pemulihan personal
branding pasca penetapan Nanda sebagai tersangka
korupsi. Hasil dari penelitian ini menemukan jika
strategi pemulihan citra yang dilakukan tim
pemenangan berupa klarifikasi disetiap kegiatan
kampanye tidak efektif karena kondisi rasionalitas
masyarakat Kota Malang sudah cukup tinggi.
Perbedaan Dalam penenelitian ini menggunakan teori sebagai
pedoman analisis untuk melihat branding politik
Prabowo Subinato di Facebook fans page
@prabowosubianto.
5. Penulis Ibnu Aqori Pohan S.Sos, M.A; Resya Famelasari
S.Sos, M.Soc, Sc; Wimmy Halim, S.IP., M.Sos
Judul Penelitian Politik Identitas Kampanye Kandidat Pada Pemilihan
Kepala Daerah Gubernur (PILGUB) Sumatera Utara
Tahun 2018.
Metode Penelitian Mix Methode Analisis Wacana Kritis
Hasil Penelitian Objek yang dikaji adalah pemberitaan kandidat politik
pada waktu kampanye di media sosial dengan
melakukan screening dan filtering dengan bantuan
intelligence media. Sehingga pemberitaan kandidat
politik yang berkaitan dengan simbol politik identitas
yang digunakan sebagai upaya branding dan
pencitraan publik. Hasil penelitian ini menunjukan
pasangan calon Edy dan Musa secara dominan
mewacanakan identitas islam dan etnis melayu, aceh,
batak, jawa. Sedangkan Djarot dan Sihar Sitorus lebih
menunjukan sebagai tokoh nasionalis yang menjalin
kedekatan dengan semua agama. Selain itu wacana
ideologi Pancasila juga disampaikan untuk menerima
perbedaan agama dan pewacanaan sosok Soekarno.
Perbedaan Penelitian ini menggunakan aspek branding politik
Lindblad sebagai pedoman analisis facebook fans
page @prabowosubianto pada masa kampanye pemilu
presiden 2019.
Sumber: Diolah oleh peneliti, (2019).

2.3 Kerangka Berpikir

Pelaksanaan penelitian penggunaan media sosial calon Presiden Prabowo

Subianto pada Pemilu Presiden 2019. Peneliti mencoba membuat kerangka konsep

pemikiran yang digunakan sebagai acuan dalam pelaksanaan penelitian hingga

menyusun laporan hasil penelitian. Tujuan penyusunan kerangka pemikiran dalam

penelitian ini adalah untuk memfokuskan penelitian ke dalam objek kajian yang

diteliti sehingga pembahasan tidak melebar. Berikut ini adalah kerangka pemikiran

penelitian:
Bagan 2.1
Kerangka Berpikir

Calon Presiden Prabowo Subianto

Akun Facebook Fans page @Prabowo Subianto

Branding Politik

Brand personality
(Kepribadian Personalisasi
Merek)

Implikasi Branding Politik Terhadap Pemilu Presiden 2019


Sumber: Diolah oleh peneliti, 2019.

Kerangka pemikiran dalam penelitian ini berawal dari Prabowo Subianto

sebagai calon Presiden pada pemilu presiden 2019. Prabowo Subianto

menggunakan media sosial Facebook fans page dalam pembentukan branding

politik. Dengan menggunakan konsep aspek branding politik yang merupakan buah

pemikiran dari Lindblad, peneliti mencari tahu bagaimana aspek branding politik

yang dilakukan calon Presiden Prabowo Subianto melalui media sosial Facebook

fans page pada masa kampanye untuk menyampaikan brand personality dan

personalisasi dalam Pemilu Presiden 2019.

Aspek brand personality didefinisikan sebagai serangkaian karakteristik

manusia yang diasosiasikan dengan brand. Sedangkan aspek personalisasi adalah

kehidupan seseorang politisi sebagai kehidupan privat dan kehidupan tokoh publik.

Keterangan apapun yang menggambarkan sebagai individu diluar lingkungan

kampanye menjadi aspek personalisasi. Selanjutnya penulis menggambarkan

implikasi aspek branding Politik terhadap pemilu presiden 2019.

Anda mungkin juga menyukai