KAJIAN TEORITIK
A. Deskripsi Konseptual
1. Brand Image (Citra Merek)
a. Definisi Citra Merek
Menurut definisi, citra merek adalah ''bagaimana suatu merek dipersepsikan oleh
konsumen dan itu terkait dengan sekumpulan asosiasi merek dalam ingatan konsumen
dan asosiasi semacam itu dipengaruhi oleh manfaat atau konsekuensi dari penggunaan
merek, atribut produk, dan kepribadian merek'' (Nyadzayo dan Khajehzadeh 2016).
Citra merek memainkan peran penting dalam membantu konsumen untuk
memutuskan apakah akan membeli merek dan dengan demikian mempengaruhi
perilaku niat beli mereka. Ini juga dapat berfungsi sebagai alat pemasaran defensif
untuk mempertahankan konsumen dan mendorong loyalitas konsumen, terutama
dalam konteks layanan di mana merek layanan atau perusahaan dianggap sama. Citra
merek perusahaan juga dapat mempengaruhi loyalitas konsumen (Nyadzayo dan
Khajehzadeh 2016). Andreassen dan Lindestad (1998) meneliti peran citra perusahaan
dalam pembentukan loyalitas konsumen di sektor jasa dan menemukan baik pengaruh
tidak langsung dan langsung citra merek terhadap loyalitas. Mikulic´ dan Prebezˇac
(2011) mengemukakan bahwa citra perusahaan adalah indikator kuat dari loyalitas
konsumen. Jika konsumen memiliki perasaan dan pemikiran yang menguntungkan
untuk perusahaan, maka mereka akan cenderung menggunakan kembali perusahaan
itu untuk di masa depan (Calisir et al. 2016). Dalam industri bisnis, citra merek
perusahaan biasanya dibentuk oleh ulasan konsumen serta iklan cetak dan media
televisi (Calisir et al. 2016).
Biels dalam jurnal Xian and Gou lie (2011), Citra Merek terdiri dari tiga
komponen pendukung yaitu:
1. Citra Perusahaan
2. Citra Konsumen
3. Citra Produk
Peter & Olson (1999) menyatakan citra merek mencakup pengetahuan dan
keyakinan (kognisi) tentang:
1. Atribut merek
4) Harga, yang dalam hal ini berkaitan dengan tinggi rendahnya atau banyak
sedikitnya jumlah uang yang dikeluarkan konsumen untuk mempengaruhi
suatu produk, juga dapat mempengaruhi citra jangka panjang.
5) Citra yang dimiliki oleh merek itu sendiri, yaitu berupa pandangan,
kesepakatan dan informasi yang berkaitan dengan suatu merek dari produk
tertentu.
Smith (1993) menyatakan bahwa beberapa faktor yang membentuk citra merek
perusahaan, yaitu:
Berdasarkan beberapa pendapat dari para pakar tentang dimensi citra merek
maka penulis menyimpulkan untuk menggunakan dimensi yang dikemukakan oleh
Keller (2013), dimana dimensi-dimensi utama membentuk citra sebuah merek
tertuang dalam berikut ini:
1) Brand Identity (Identitas Merek).
2) Brand Personality (Personalitas Merek).
3) Brand Association (Asosiasi Merek).
4) Brand Attitude and Behavior (Sikap dan Perilaku Merek).
5) Brand Benefit and Competence (Manfaat dan Keunggulan Merek).
1. Informal
2. Noncommercial
3. Exchange/Flow of information/Communication/Conversation.
1) Informal
2) Noncommercial
3) Exchange/Flow of information/Communication/Conversation.
Dimensi word of mouth dikemukakan oleh Kotler dan Amstrong (2008), terdapat
dua dimensi word of mouth yaitu:
Opinion leader atau pemimpin opini adalah individu yang memimpin dalam
mempengaruhi pendapat orang lain tentang suatu inovasi.
2. Pesan
Menurut Sernovitz (2012) terdapat lima dimensi yang harus diperhatikan dalam
mengupayakan word of mouth yang menguntungkan, yaitu:
a) Talkers (pembicara)
b) Topics (topik)
c) Tools (alat)
d) Taking Part (partisipasi)
e) Tracking (pengawasan)
Menurut Delgado Ballester (2004), Brand Trust adalah harapan akan kehandalan
dan intensi baik merek karena itu kepercayaan merek merefleksikan 2 hal yakni brand
reliability dan brand intensions.
1) Brand reliability atau kehandalan merek yang bersumber pada keyakinan
konsumen bahwa produk tersebut mampu memenuhi nilai yang dijanjikan
atau dengan kata lain persepsi bahwa merek tersebut mampu memenuhi
kebutuhan dan memberikan kepuasan. Brand reliability merupakan hal
yang esensial bagi terciptanya kepercayaan terhadap merek karena
kemampuan merek memenuhi nilai yang dijanjikannya akan membuat
konsumen menaruh rasa yakin mendapatkan apa yang dibutuhkan dalam
hal ini kebutuhan untuk keluar dari perasaan terancamnya.
2) Brand Intension didasarkan pada keyakinan konsumen bahwa merek
tersebut mampu mengutamakan kepentingan konsumen ketika masalah
dalam konsumsi produk muncul secara tidak terduga.
Kedua komponen kepercayaan merek bersandar pada penilaian konsumen yang
subjektif atau didasarkan pada persepsi masing-masing konsumen terhadap manfaat
yang dapat diberikan produk atau merek.
Lau & Lee (2000) menyatakan bahwa terdapat tiga faktor yang mempengaruhi
kepercayaan terhadap merek. Ketiga faktor ini adalah merek itu sendiri, perusahaan
pembuat merek, dan konsumen.
1) Brand Characteristic
Berperan sangat penting dalam menentukan pengambilan keputusan
konsumen untuk mempercayai suatu merek. Hal ini disebabkan oleh penilaian
konsumen sebelum membeli. Karakterisktik merek yang berkaitan dengan
kepercayaan merek meliputi dapat diramalkan, memiliki reputasi, dan kompetensi,
dengan indikator sebagai berikut:
a) Merek dengan reputasi tinggi, yaitu merek dengan kualitas yang baik dan
mampu bersaing dengan merek lain.
b) Pengetahuan publik tentang merek, yaitu suatu tingkat pengetahuan
masyarakat terhadap suatu merek.
c) Berita positif tentang merek produk, yaitu suatu kabar berita yang baik
tentang produk yang beredar di masyarakat.
d) Pengetahuan konsumen tentang merek, yaitu pengetahuan konsumen
mengenai merek yang telah digunakan.
e) Kinerja merek dapat diantisipasi, yaitu tingkat keefektifitasan suatu
perusahaan terhadap merek, sehingga dalam pelaksanaanya dapat
berjalan dengan baik.
f) Merek yang konsisten dengan kualitasnya, yaitu tingkat konsistensi suatu
merek dengan menjaga kualitas yang sesuai keinginan masyarakat.
g) Harapan konsumen terhadap merek, yaitu suatu keinginan konsumen
terhadap apa yang dilakukan perusahaan pada produk yang
dipasarkannya.
h) Berbeda dengan merek lain, yaitu perbandingan dengan merek ataupun
produk merek lain dengan bidang yang sama yang memiliki kekuatan
merek yang berbeda.
i) Efektivitas produk dibandingkan dengan merek lain, yaitu perbandingan
tingkat kinerja yang ditawarkan suatu perusaahn terhadap produk yang
dipasarkannya
j) Merek yang paling dapat memenuhi kebutuhan, yaitu suatu produk yang
memiliki kualitas yang baik dan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat.
2) Company Characteristic
Karakterisitik perusahaan pembuat merek dapat mempengaruhi kepercayaan
konsumen terhadap merek tersebut. Pengetahuan konsumen tentang perusahaan
yang ada di balik merek suatu produk merupakan dasar awal pemahaman oleh
konsumen, indikatornya adalah sebagai berikut:
a) Kepercayaan terhadap perusahaan, yaitu suatu tingkat kepercayaan
konsumen terhadap perusahaan.
b) Perusahaan tidak akan menipu konsumen, merupakan suatu komitmen
yang dipegang oleh suatu perusahaan agar menciptakan loyalitas
konsumen.
c) Perhatian perusahaan terhadap konsumen, merupakan salah satu wujud
strategi pemasaran agar masyarakat merasakan kenyamanan dalam
menggunakan produk suatu perusahaan.
d) Keyakinan konsumen terhadap produk perusahaan, merupakan wujud
dari hasil suatu komitmen perusahaan untuk melayani konsumennya
dengan baik.
3) Consumer-brand characteristic
Merupakan dua faktor yang saling mempengaruhi. Oleh sebab itu,
karakteristik konsumen-merek dapat mempengaruhi kepercayaan terhadap merek.
Karakteristik ini meliputi kemiripan antara konsep emosional konsumen dengan
kepribadian merek, kesukaan terhadap merek dan pengalaman terhadap merek.
Consumer-brand characteristic memiliki 3 indikator, yaitu:
a) Ada kesamaan merek dengan emosi konsumen, yaitu antara perusahaan
dengan konsumen memiliki keinginan dan tujuan yang sama.
b) Merupakan merek favorit, yaitu persepsi konsumen akan suatu merek
yang diinginkan tentunya dengan kualitas yang baik.
c) Merek yang sesuai dengan kepribadian konsumen, merupakan suatu
persepsi konsumen akan merek suatu produk yang digunakan.
Dimensi yang digunakan untuk mengukur kepercayaan merek berdasarkan
Chaudhuri & Holbrook (2001), meliputi:
1. Trust (kepercayaan).
2. Rely (dapat diandalkan).
3. Honest (jujur).
4. Safe (keamanan).
Pengukuran brand trust menurut Kautonen dan Karjaluoto (2008), brand trust
dapat diukur berdasarkan harapan pasti dari kehandalan dan tujuan merek. Dimensi
brand trust dirumuskan sebagai berikut:
1. Brand Reliability yaitu keyakinan konsumen bahwa produk tersebut mampu
memenuhi nilai yang dijanjikan.
2. Brand Intention adalah keyakinan konsumen bahwa merek tersebut mampu
mengutamakan kepentingan konsumen ketika masalah dalam konsumsi
produk muncul secara tidak terduga.
Berdasarkan beberapa pendapat dari para pakar tentang dimensi brand trust maka
penulis menyimpulkan untuk menggunakan dimensi yang dikemukakan oleh Lau &
Lee (2000) yang menyatakan bahwa terdapat tiga faktor yang mempengaruhi
kepercayaan terhadap merek. Ketiga faktor ini adalah :
a) Brand Characteristic
b) Company Characteristic
c) Consumer-brand characteristic
Purchase Intention adalah sesuatu hal yang mewakili konsumen yang mempunyai
kemungkinan akan rencana atau bersedia untuk membeli suatu produk atau layanan di
masa depan. Peningkatan niat pembelian ini berarti peningkatan kemungkinan
pembelian (Dodds Et Al,1991; Schiffman dan Kanuk, 2007). Para peneliti juga bisa
menggunakan niat membeli sebagai indikator penting untuk memperkirakan perilaku
konsumen. Ketika konsumen telah mempunyai niat untuk membeli yang positif, ini
membentuk komitmen pada sebuah merek, bahwa merek itu positif dan baik. Hal
tersebutlah yang mendorong pembelian yang pada akhirnya akan dilakukan oleh
konsumen (Fishbein dan Ajzen, 1975; Schiffman dan Kanuk, 2007). Purchase
Intention atau minat beli menurut Assael (1998) merupakan kecenderungan konsumen
untuk membeli suatu merek atau mengambil tindakan yang berhubungan dengan
pembelian yang diukur dengan tingkat kemungkinan konsumen melakukan pembelian.
Pengertian minat beli menurut Howard (1994) adalah sesuatu yang berhubungan
dengan rencana konsumen untuk membeli produk tertentu serta berapa banyak unit
produk yang dibutuhkan pada periode tertentu. Dapat dikatakan bahwa minat beli
merupakan pernyataan mental dari konsumen yang merefleksikan rencana pembelian
sejumlah produk dengan merek tertentu. Hal ini sangat diperlukan oleh para pemasar
untuk mengetahui minat beli konsumen terhadap suatu produk, baik pemasar maupun
ahli ekonomi menggunakan variabel minat untuk memprediksi perilaku konsumen di
masa yang akan datang. Kotler dan Amstrong (2003), keputusan pembelian adalah
tahap dalam proses pengambilan keputusan pembelian dimana konsumen benar-benar
membeli. Pengambilan keputusan merupakan suatu kegiatan individu yang secara
langsung terlibat dalam mendapatkan dan mempergunakan barang yang ditawarkan.
1. Pengenalan Kebutuhan
Pada tahap ini konsumen merasakan bahwa ada hal yang dirasakan kurang
dan menuntut untuk dipenuhi. Konsumen menyadari bahwa terdapat
perbedaan antara apa yang dialaminya dengan yang diharapkan. Kebutuhan
ini disebabkan karena adanya rangsangan internal maupun eksternal.
2. Pencarian Informasi
Informasi yang diperoleh dari berbagai sumber tersebut akan menjadi bahan
pertimbangan bagi konsumen untuk mengambil keputusan. Konsumen akan
mempertimbangkan atau membandingkan manfaat termasuk kepercayaan
merek dan biaya atau resiko yang akan diperoleh jika membeli suatu produk.
4. Keputusan Pembelian
1. Attention
Keterkaitan konsumen dan produk, dalam hal ini di mana perusahaan dapat
menaruh perhatian konsumen dengan melakukan pendekatan agar konsumen
menyadari keberadaan produk dan kualitasnya.
2. Interest
Kepekaan konsumen terhadap produk, dalam tahap ini konsumen
ditumbuhkan dan diciptakan rasa ketertarikan terhadap produk tersebut.
Perusahaan berusaha agar produknya mempunyai daya tarik dalam diri
konsumen, sehingga konsumen memiliki rasa ingin tahu yang dapat
menimbulkan minatnya terhadap suatu produk.
3. Desire
Menurut Schiffman dan Kanuk (2007), ada beberapa aspek minat beli pada
konsumen, diantaranya yaitu:
1. Tertarik untuk mencari informasi tentang produk
Konsumen yang terangsang kebutuhannya akan terdorong untuk mencari
informasi yang lebih banyak. Ada 2 (dua) level rangsangan atau stimulan
kebutuhan konsumen, yaitu level pencarian informasi yang lebih ringan atau
penguatan perhatian dan level aktif mencari informasi yaitu dengan mencari
bahan bacaan, bertanya pada teman atau mengunjungi toko untuk
mempelajari produk tertentu.
1. Variabel attitude.
2. Subjective norm.
2) Pencarian Informasi
Langkah berikutnya setelah pengenalan kebutuhan adalah pencarian
informasi internal ke dalam ingatan untuk menentukan apakah cukup banyak
yang diketahui mengenai pilihan yang tersedia untuk memungkinkan pilihan
dibuat tanpa pencarian informasi lebih lanjut. Apabila informasi internal
kurang, dilakukan pencarian informasi eksternal. Pencarian internal adalah
pencarian berdasarkan yang ada pada diri konsumen, yaitu ingatan dan
pengalaman masa lalu. Pencarian eksternal adalah pencarian yang bersumber
di luar konsumen. Pencarian eksternal dilakukan dengan cara: dari mulut ke
mulut, mencoba-coba dan informasi dari pemasaran.
3) Evaluasi Alternatif
4) Pembelian
Hasil Pembelian merupakan langkah setelah evaluasi alternatif. Setelah
membeli hasilnya adalah puas atau tidak tidak puas. Kepuasan merupakan
evaluasi pasca konsumsi bahwa suatu alternatif yang dipilih setidaknya
memenuhi atau melebihi harapan. Ketidakpuasan terjadi bila alternatif yang
dipilih lebih rendah dari yang diharapkan.
Berdasarkan beberapa pendapat dari para pakar tentang dimensi Purchase
Intention (Keputusan Pembelian) maka penulis menyimpulkan untuk menggunakan
dimensi yang dikemukakan oleh Engel, Kollat dan Blackwell (EKB) dalam Engel,
Miniard dan Blackwell (2006). Langkah-langkah utama didalam model EKB adalah :
a) Pengenalan Kebutuhan
b) Pencarian Informasi
c) Evaluasi Alternatif
d) Pembelian
Tabel 2.1
Hasil Penelitian Yang Relevan
Omer Torlak
Behcet Yalin
Ozkara
Muhammet Ali
Tiltay
Hakan Cengiz
Mehmet Fatih
Dulger
(2014)
5. The impact of Confirmatory Pengalaman Pengalaman
brand experience, factor analysis merek merek, kualitas
service quality and (CFA) dan Kualitas layanan layanan, dan
perceived Structural Persepsi persepsi nilai
value on word of equation nilai yang dirasakan
mouth of retail model (SEM) WOM memiliki dampak
bank customers: dengan 412 signifikan pada
investigating pelanggan ritel rekomendasi
the mediating berbagai bank di WOM dari
effect of loyalty India sebagai pelanggan bank
responden. ritel.
Kaushik Mukerjee
(2018)
C. Kerangka Teoritik
Dalam persaingan bisnis kesehatan yang semakin tinggi diantara berbagai
perusahaan layanan kesehatan khususnya pada pelayanan fasilitas cathlab, maka
rumah sakit yang selain berorientasi sebagai produsen produk dan jasa, rumah sakit
mulai berorientasi pada pemasaran. Rumah sakit mulai menempatkan kebutuhan,
keinginan dan harapan pasien terhadap produk dan jasa sebagai nilai pelayanan yang
harus dipenuhi. Menurut Kotler (1996), pemasaran merupakan kunci untuk meraih
tujuan organisasi yang lebih efektif dari para pesaing karena memadukan kegiatan
pemasaran untuk menetapkan dan memuaskan kebutuhan dan keinginan sasaran pasar.
Penggunaan alat canggih dalam bidang medis sudah menjadi keunggulan dari rumah
sakit untuk menjaring konsumen. Penggunaan alat canggih dalam bidang medis sudah
menjadi keunggulan dari rumah sakit untuk menjaring konsumen. Salah satu alat
canggih yang marak digunakan saat ini adalah fasilitas cathlab. Kateter Jantung &
Angiografi (Cath Lab) adalah suatu tindakan medis atau prosedur diagnostik invasif
yang berfungsi untuk mendeteksi penyempitan atau sumbatan pembuluh darah
jantung atau koroner. Melalui prosedur ini, dapat diketahui jenis tindakan yang sesuai
bagi pasien. Sehingga dokter dapat merekomendasikan tindak lanjut pengobatan yang
mana tergantung dari hasil angiografi. Tindakan termasuk pasang ring jantung,
intervensi dengan balon, atau tindakan operasi bypass. Maka untuk meningkatkan
minat beli konsumen pada fasilitas cathlab diperlukan kepercayaan merek rumah sakit
dari masyarakat yang dapat diperoleh dari citra merek rumah sakit dan promosi mulut
ke mulut.
Brand image (citra merek) merupakan petunjuk yang digunakan oleh konsumen
untuk mengevaluasi produk ketika tidak memiliki pengetahuan yang cukup tentang
suatu produk. Terdapat kecenderungan bahwa konsumen akan memilih produk yang
telah dikenal baik melalui pengalaman menggunakan produk maupun berdasarkan
informasi yang diperoleh melalui berbagai sumber. Brand image (citra merek)
menurut Kotler dan Keller (2016) merupakan persepsi konsumen tentang suatu merek
sebagai refleksi dari asosiasi yang ada pada pikiran konsumen. Brand image (citra
merek) merupakan asosiasi yang muncul dalam benak konsumen ketika mengingat
suatu merek tertentu. Asosiasi tersebut secara sederhana dapat muncul dalam bentuk
pemikiran dan citra tertentu yang dikaitkan dengan suatu merek. Brand image (citra
merek) tersusun dari asosiasi merek, bahwa asosiasi merek adalah apa saja yang
terkait dengan memori terhadap merek. Asosiasi merek memiliki tingkat kekuatan
tertentu dan akan semakin kuat seiring dengan bertambahnya pengalaman konsumsi
atau penggalian informasi dan akan bertambah kuat jika didukung oleh jaringan
lainnya. Sehingga brand image (citra merek) ini penting bagi konsumen untuk
menjatuhkan pilihannya dalam membeli sebuah produk.
Dari unit rekam medis di Rumah Sakit Swasta B, didapatkan data jumlah
kunjungan pasien di unit cathlab. Data kunjungan cathlab yang bervariasi setiap
bulannya pada periode tahun 2019 menjadi evaluasi tersendiri dari bidang medis dan
bidang pemasaran di Rumah Sakit Swasta B, dimana evaluasi ini akan menjadi acuan
strategi bidang pemasaran rumah sakit untuk dapat meningkatkan citra merek rumah
sakit, kepercayaan merek rumah sakit serta meningkatkan minat beli dari konsumen
terhadap Rumah Sakit Swasta B. Permasalahan yang sering kali timbul dalam
pengembangan citra merek rumah sakit dalam meningkatkan kunjungan pasien di unit
cathlab disebabkan karena adanya pesaing-pesaing lain yang menawarkan jasa yang
sama disertai paket-paket yang menarik. Banyak rumah sakit yang tumbuh serta
menawarkan produk layanan yang lebih baik. Strategi dari bidang pemasaran rumah
sakit diketahui telah melakukan promosi di berbagai daerah melalui kegiatan seminar
kesehatan bagi masyarakat awam, namun umpan balik dari strategi pemasaran
tersebut kurang menjadi target dari bidang pemasaran. Hal ini menjadikan citra merek
Rumah Sakit Swasta B kurang mendapatkan perhatian dan kepercayaan masyarakat
terhadap merek Rumah Sakit Swasta B. Banyak hal yang perlu dicermati dalam
meningkatkan strategi pemasaran rumah sakit seperti menggunakan stategi pemasaran
Word of Mouth/WOM (promosi mulut ke mulut). Dimana strategi tersebut bertujuan
dalam upaya meningkatkan kepercayaan konsumen terhadap merek rumah sakit serta
meningkatkan minat beli konsumen itu sendiri.
Penelitian ini dilaksanakan pada unit cathlab Rumah Sakit Swasta B. Penelitian
ini disusun sedemikian rupa mengikuti kaidah-kaidah ilmiah yang lazim digunakan
dalam penelitian bidang-bidang sosial sehingga diharapkan mampu menjawab
permasalahan-permasalahan pokok penelitian. Untuk mencapai tujuan penelitian ini
maka perlu adanya kerangka pemikiran, yang akan mempermudah dan dapat
mendukung perolehan hasil yang optimal. Hal ini dapat terlihat pada kerangka teori
berikut ini:
Brand Image H2
H4 Intention H1
WOM H3
Brand Trust (Kepercayaan Merek), menurut Lau dan Lee (1999) kepercayaan
konsumen pada merek (brand trust) didefinisikan sebagai keinginan konsumen untuk
bersandar pada sebuah merek dengan resiko-resiko yang dihadapi karena ekspektasi
terhadap merek itu akan menyebabkan hasil yang positif. Lau & Lee (2000)
menyatakan bahwa terdapat tiga faktor yang mempengaruhi kepercayaan terhadap
merek. Ketiga faktor ini adalah merek itu sendiri, perusahaan pembuat merek, dan
konsumen.
1) Brand Characteristic
Berperan sangat penting dalam menentukan pengambilan keputusan
konsumen untuk mempercayai suatu merek. Hal ini disebabkan oleh penilaian
konsumen sebelum membeli. Karakterisktik merek yang berkaitan dengan
kepercayaan merek meliputi dapat diramalkan, memiliki reputasi, dan kompetensi,
dengan indikator sebagai berikut:
a) Merek dengan reputasi tinggi, yaitu merek dengan kualitas yang baik dan
mampu bersaing dengan merek lain.
b) Pengetahuan publik tentang merek, yaitu suatu tingkat pengetahuan
masyarakat terhadap suatu merek.
c) Berita positif tentang merek produk, yaitu suatu kabar berita yang baik
tentang produk yang beredar di masyarakat.
d) Pengetahuan konsumen tentang merek, yaitu pengetahuan konsumen
mengenai merek yang telah digunakan.
e) Kinerja merek dapat diantisipasi, yaitu tingkat keefektifitasan suatu
perusahaan terhadap merek, sehingga dalam pelaksanaanya dapat berjalan
dengan baik.
f) Merek yang konsisten dengan kualitasnya, yaitu tingkat konsistensi suatu
merek dengan menjaga kualitas yang sesuai keinginan masyarakat.
g) Harapan konsumen terhadap merek, yaitu suatu keinginan konsumen
terhadap apa yang dilakukan perusahaan pada produk yang
dipasarkannya.
h) Berbeda dengan merek lain, yaitu perbandingan dengan merek ataupun
produk merek lain dengan bidang yang sama yang memiliki kekuatan
merek yang berbeda.
i) Efektivitas produk dibandingkan dengan merek lain, yaitu perbandingan
tingkat kinerja yang ditawarkan suatu perusaahn terhadap produk yang
dipasarkannya
j) Merek yang paling dapat memenuhi kebutuhan, yaitu suatu produk yang
memiliki kualitas yang baik dan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat.
2) Company Characteristic
Karakterisitik perusahaan pembuat merek dapat mempengaruhi kepercayaan
konsumen terhadap merek tersebut. Pengetahuan konsumen tentang perusahaan
yang ada di balik merek suatu produk merupakan dasar awal pemahaman oleh
konsumen, indikatornya adalah sebagai berikut:
a. Kepercayaan terhadap perusahaan, yaitu suatu tingkat kepercayaan
konsumen terhadap perusahaan.
b. Perusahaan tidak akan menipu konsumen, merupakan suatu komitmen
yang dipegang oleh suatu perusahaan agar menciptakan loyalitas
konsumen.
c. Perhatian perusahaan terhadap konsumen, merupakan salah satu wujud
strategi pemasaran agar masyarakat merasakan kenyamanan dalam
menggunakan produk suatu perusahaan.
d. Keyakinan konsumen terhadap produk perusahaan, merupakan wujud
dari hasil suatu komitmen perusahaan untuk melayani konsumennya
dengan baik.
3) Consumer-brand characteristic
Merupakan dua faktor yang saling mempengaruhi. Oleh sebab itu,
karakteristik konsumen-merek dapat mempengaruhi kepercayaan terhadap merek.
Karakteristik ini meliputi kemiripan antara konsep emosional konsumen dengan
kepribadian merek, kesukaan terhadap merek dan pengalaman terhadap merek.
Consumer-brand characteristic memiliki 3 indikator, yaitu:
a) Ada kesamaan merek dengan emosi konsumen, yaitu antara perusahaan
dengan konsumen memiliki keinginan dan tujuan yang sama.
b) Merupakan merek favorit, yaitu persepsi konsumen akan suatu merek
yang diinginkan tentunya dengan kualitas yang baik.
c) Merek yang sesuai dengan kepribadian konsumen, merupakan suatu
persepsi konsumen akan merek suatu produk yang digunakan.
Purchase Intention (Keputusan Pembelian), menurut Engel, Kollat, dan
Blackwell yang dikutip dari Lin dan Lin (2007) Purchase Intention adalah “proses
yang digunakan untuk mengevaluasi pengambilan keputusan konsumen”. Dimensi
dari Purchase Intention menggunakan Model Perilaku Konsumen dari Engel, Kollat
dan Blackwell (EKB) dalam Engel, Miniard dan Blackwell (2006). Model ini
mempunyai kesamaan dengan model Howard dan Sheth, baik dalam ruang lingkup,
sudut pandang maupun tujuannya. Model EKB membedakan tipe-tipe perilaku
konsumen atas dasar situasi yang dihadapinya, apakah pilihan membeli berlangsung
secara rutin atau hanya pada saat tertentu saja. Model EKB merupakan pengembangan
dari model Howard dan Sheth mengenai situasi pemecahan masalah.
Langkah-langkah utama didalam model EKB adalah: pengenalan kebutuhan,
pencarian informasi, evaluasi alternatif, pembelian dan hasilnya.
1) Pengenalan Kebutuhan
Terdapat tiga determinan pengenalan kebutuhan, yaitu informasi yang
disimpan dalam ingatan, perbedaan individu dan pengaruh lingkungan.
2) Pencarian Informasi
Langkah berikutnya setelah pengenalan kebutuhan adalah pencarian
informasi internal ke dalam ingatan untuk menentukan apakah cukup banyak
yang diketahui mengenai pilihan yang tersedia untuk memungkinkan pilihan
dibuat tanpa pencarian informasi lebih lanjut. Apabila informasi internal
kurang, dilakukan pencarian informasi eksternal. Pencarian internal adalah
pencarian berdasarkan yang ada pada diri konsumen, yaitu ingatan dan
pengalaman masa lalu. Pencarian eksternal adalah pencarian yang bersumber
di luar konsumen. Pencarian eksternal dilakukan dengan cara: dari mulut ke
mulut, mencoba-coba dan informasi dari pemasaran.
3) Evaluasi Alternatif
Penilaian alternatif dimulai dengan pembentukan dan perubahan kepercayaan
terhadap produk atau merek dan atributnya, diikuti perubahan sikap terhadap
tindakan pembelian, dan selanjutnya adalah niat untuk melakukan tindakan
pembelian. Dalam melakukan evaluasi alternatif memanfaatkan kriteria
evaluasi, yaitu standar dan spesifikasi, untuk membandingkan produk dan
merek yang berbeda. Kriteria evaluasi dibentuk dan dipengaruhi oleh
pebedaan individu dan pengaruh lingkungan. Ketika berbagai alternatif
dibandingkan, penilaian dibentuk.
4) Pembelian
E. Hipotesis Penelitian
H1: Word of mouth (promosi mulut ke mulut) dan brand image (citra merek)
berpengaruh terhadap purchase intention (minat beli) melalui brand trust
(kepercayaan merek) sebagai variabel intervening.
H2: Brand image (citra merek) berpengaruh terhadap brand trust (kepercayaan
merek).
H3: Word of mouth (promosi mulut ke mulut) berpengaruh terhadap brand trust
(kepercayaan merek).
H4: Brand trust (kepercayaan merek) berpengaruh terhadap purchase intention
(minat beli).