Anda di halaman 1dari 19

BAB 2

KAJIAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Brand image
2.1.1.1 Pengertian Brand Image
Menurut Kotler (2012) merek adalah nama, istilah, tanda,
simbol, atau desain, atau kombinasi dari semuanya, yang
dimaksudkan untuk mengidentifikasikan barang atau jasa dari satu
penjual atau kelompok penjual dan mendiferensiasikan produk atau
jasa dari para pesaing. Kotler dan Keller mempersepsikan Brand
image (citra merek) adalah sebagai proses dimana seseorang
memilih, mengorganisasikan, dan mengartikan masukan informasi
untuk menciptakan suatu gambaran yang berarti. Merek juga
mempunyai visualisasi dari citra yang ingin ditanamkan di benak
konsumen. Dalam konteks lain merek sering menggunakan kata
merek dagang (trademark).
Menurut Firmansyah (2018:87) citra merek adalah apa
yang konsumen pikirkan dan rasakan ketika mendengar atau
melihat nama suatu merek. Di mana hal yang dipikirkan konsumen
terkait dengan pandangan, persepsi dan sikap konsumen terhadap
timbal balik yang akan diberikan perusahaan melalui produk yang
dijual. Timbal balik yang dilakukan perusahaan dapat
mengahadirkan sebuah Brand image yang baik dan akan membuat
produk dipandang lebih baik daripada produk lain serta akan
menguntungkan perusahaan.
Berdasarkan definisi menurut para ahli diatas dapat ditarik
kesimpulan bahwa brand image merupakan pemikiran yang
pertama kali muncul saat seseorang mendengar atau melihat suatu
merek. Citra merek atau brand image suatu produk bisa
mempengaruhi posisi sebuah produk. Perusahaan berusaha untuk
menampilkan citranya sendiri agar berbeda dan tidak identik
dengan produk lain.

2.1.1.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Brand Image


Menurut Keller (2012:26) mengemukakan faktor-faktor
terbentuknya citra merek antara lain:
1) Keunggulan asosiasi merek (favorability of brand association)
Keunggulan asosiasi merek merupakan salah satu pembentuk
citra merek pada konsumen, karena dengan produk yang unggul
dari produk kompetitor akan membuat konsumen merasa yakin
dalam menggunakan merek tersebut. Keunggulan asosiasi
merek juga dapat membuat konsumen percaya bahwa atribut
dan manfaat yang diberikan oleh suatu merek dapat memuaskan
kebutuhan dan keinginan konsumen sehingga akan membentuk
sikap positif terhadap merek. Tujuan akhir dari setiap konsumsi
yang dilakukan oleh konsumen adalah mendapatkan kepuasan
akan kebutuhan dan keinginan mereka. Adanya kebutuhan dan
keinginan dalam diri konsumen melahirkan harapan, dimana
konsumen yang berusaha memenuhi harapan tersebut dengan
menggunakan produk dan merek yang dianggap dapat
memenuhi harapan yang diinginkan. Jika produk dan merek
yang digunakan dapat melebihi harapan yang diinginkan maka
konsumen akan merasa puas, demikian juga sebaliknya.
2) Kekuatan asosiasi merek (Strength of brand association/
familiarity of brand association )
Kekuatan asosiasi juga salah satu pembentuk terjadinya brand
image yaitu tergantung pada bagaimana informasi yang masuk
ke dalam ingatan konsumen dan bagaimana informasi tersebut
diolah oleh otak sebagai brand image. Maka dari itu kekuatan
asosiasi merek adalah gambaran atau kesan yang ditimbulkan
oleh suatu merek dalam benak pelanggan. Penempatan citra
merek dibenak konsumen harus dilakukan secara terusmenerus
agar citra merek yang tercipta. Ketika seorang konsumen
membagikan informasi suatu produk atau jasa kepada
seseorang atau calon konsumen maka akan tercipta asosiasi
yang semakin kuat dalam ingatan konsumen. Membangun
kepopuleran merek dengan strategi komunikasi, melalui
periklanan atau media komunikasi lainnya, adalah bentuk dari
kekuatan asosiasi merek.
3) Keunikan asosiasi merek (Uniquesness of brand association)
Keunikan asosiasi merek merupakan faktor ketiga dalam
terbentuknya brand image, keunikan asosiasi merek adalah inti
dari bagaimana brand dalam benak konsumen, sehingga
konsumen dapat dengan mudah mengingat suatu brand
dikarenakan ada sebuah keunikan pada brand tersebut yang
dapat membedakan dengan brand lain atau kompetitor. Oleh
karena itu, harus diciptakan keunggulan bersaing yang dapat
dijadikan alasan bagi konsumen untuk memilih suatu merek
tertentu.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa ada beberapa
faktor yang dapat mempengaruhi atau membentuk suatu brand
image bagi masyarakat antara lain; keunggulan asosiasi merk,
kekuatan asosiasi merk dan keunikan asosiasi merk.

2.1.1.3 Indikator Brand Image


Menurut Aaker dan Biel dalam (Keller, 2012:239) indikator
yang digunakan untuk mengukur brand image adalah sebagai
berikut :
1. Citra pembuat (corporate image), Citra pembuat merupakan
perkumpulan asosiasi yang telah dipersepsikan konsumen
terhadap suatu produk/jasa yang meliputi popularitas,
kredibilitas dan jaringan yang dimilki perusahaan.
2. Citra pemakai (user image), Citra pemakai adalah sekelompok
asosiasi yang dipersepsikan konsumen terhadap pemakai yang
menggunakan barang atau jasa, meliputi pemakai itu sendiri,
gaya hidup, atau kepribadian, serta status sosial.
3. Citra produk (product image), yaitu sekumpulan asosiasi yang
dipersepsikan konsumen terhadap suatu produk, yang meliputi
atribut produk tersebut, manfaat bagi konsumen,
penggunaannya, serta jaminan.
Berdasarkan pendapat dari ahli diatas dapat ditarik sebuah
kesimpulan bahwa terdapat indikator-indikator yang dapat
digunakan untuk mengukur brand image yaitu citra pembuat
(corporate image), citra pemakai (user image) dan citra produk
(product image).

2.1.2 Personal branding


2.1.2.1 Pengertian Personal branding
Timothy P. O’Brien, seorang penulis buku “The Personal
Branding” mengatakan bahwa personal brand adalah identitas
pribadi yang mampu menciptakan sebuah respon emosional
terhadap orang lain mengenai kualitas dan nilai yang dimiliki
orang tersebut. Dengan kata lain, Personal branding adalah proses
membentuk presepsi masyarakat terhadap aspek-aspek yang
dimiliki seseorang, diantaranya adalah kepribadian, kemampuan
atau nilai-nilai dan bagaimana semua itu menimbulkan persepsi
positif dari masyarakat yang ada dan pada akhirnya dapat
digunakan sebagai alat pemasaran.
Menurut Parengkuan dan Becky (2014) Personal branding
adalah suatu kesan yang berkaitan dengan keahlian, perilaku
maupun prestasi yang dibangun oleh seseorang baik secara sengaja
maupun tidak sengaja dengan tujuan untuk menampilkan citra
dirinya, Personal branding dapat dijadikan sesuai identitas yang
digunakan orang lain dalam mengingat seseorang. Personal
branding adalah proses dimana individu dianggap sebagai sebuah
brand oleh sasaran pasarnya, dengan tujuan menarik lebih banyak
klien secara aktif membentuk persepsi publik. Dengan demikian
setiap individu dalam membangun Personal branding haruslah
merasa berhati-hati dengan segala hal, karena setiap manusia
memiliki presepsi yang berbeda-beda.
Dari definisi personal branding diatas, dapat disimpulkan
bahwa personal branding adalah brand atau merek yang melekat
pada diri seseorang yang dapat dibangun dan merefleksikan siapa
diri seseorang yang mempengaruhi presepsi khalayak terhadap
nilai dan kualitas yang dimiliki oleh seseorang

2.1.2.2 Faktor–faktor Yang Mempengaruhi Personal Branding


Menurut (Yunitasari & Japarianto, 2013) ada tiga dimensi
utama pembentuk personal branding :
1. Kompetensi atau Kemampuan Individu
Untuk membangun reputasi atau personal branding, diperlukan
kemampuan khusus atau kompetensi dalam satu bidang tertentu
yang dikuasai. Seseorang dapat membentuk sebuah personal
branding melalui sebuah metode komunikasi yang disusun
dengan baik. Personal brand adalah sebuah gambaran mengenai
apa yang masyarakat pikirkan tentang sesorang. Hal tersebut
mencerminkan nilai-nilai, kepribadian, keahlian dan kualitas
yang membuat sesorang berbeda dengan yang lainnya.
2. Style
Gaya merupakan kepribadian dari personal branding. Gaya
merupakan bagian yang menjadikan seseorang unik di dalam
benak orang lain. Gaya adalah cara berhubungan dengan orang
lain. Sering kali kata-kata yang digunakan untuk menilai gaya
mengandung suatu emosi yang kuat.
3. Standar
Standar personal branding sangat mempengaruhi persepsi
seseorang. Standar akan menetapkan dan memberikan makna
terhadap kekuatan personal branding. Standar ini ditetapkan
oleh diri sesorang yang akan membangun personal branding
sesuai denga kemampuan dirinya.

Menurut (Imawati et al., 2016) Ada beberapa karakteristik


yang harus di perhatikan dalam merancang personal branding yang
kuat, yakni sebagai berikut :

1. Khas, yakni personal brand yang tidak hanya berbeda, tetapi


merupakan cerminan dari ide-ide dan nilai-nilai dalam diri
Anda yang membentuk kekhasan Anda.
2. Relevan, yakni apa yang diwakili oleh personal brand tersebut
relevan dengan apa yang dianggap penting atau dibutuhkan
oleh orang lain.
3. Konsisten, yakni menjalankan personal brand yang dirancang
secara terus-menerus sehingga audiens dapat mengidentifikasi
personal brand Anda dengan mudah dan jelas.

Jadi dengan menggabungkan tiga faktor dan tiga


karakteristik tesebut, yaitu kompetisi, style, standart, khas, relevan
dan kosisten seseorang dapat mulai membangun dan
mengembangkan reputasi dalam bidang khusus yang dipilih. Proses
membangun reputasi adalah proses yang berlaku seumur hidup.

2.1.2.3 Indikator Personal Branding


Menurut (Peter Montoya, 2002) terdapat 8 (delapan)
konsep utama yang menjadi acuan dalam membangun sebuah
Personal branding seseorang :
1. The Law of Specialization (spesialisasi)
Ciri khas dari personal brand yang tepat adalah kecepatan pada
spesialisasi, terkonsentrasi pada sebuah kekuatan, keahlian atau
pencapaian tertentu.
2. The Law of Leadership (Kepemimpinan)
Masyarakat membutuhkan sosok pemimpin yang dapat
memutuskan permasalahan dalam waktu cepat dalam situasi
yang penuh ketidakpastian dan mampu memberikan
arahan yang tepat dan jelas untuk memenuhi kebutuhan mereka.
Jika seseorang memiliki jiwa kepemimpinan yang baikmaka
dianggap mampu menempati posisi sebagai pemimpin yang
baik.
3. The Law of Personality (Kepribadian)
Seorang personal brand yang baik terbentuk dari seseorang
dengan kepribadian baik dan apa adanya dan juga hadir dengan
segala ketidaksempurnaannya. Dengan kepribadian yang baik,
maka seorang dengan personal brand akan mudah membaur dan
menarik perhatian orang lain dengan sifatnya.
4. The Law of Distinctiveness (Perbedaan)
Sebuah personal brand yang efektif perlu ditampilkan dengan
cara yang berbeda dengan yang lainnya. Kebanyakan ahli
membangun suatu merek yang sama dengan yang beredar di
pasar dengan tujuan menghindari konflik, namun hal ini justru
sebuah kesalahan karena merek yang diciptakan akan terkesan
sama saja dan tidak akan dikenal dari sebagian banyak merek
yang tersebar di pasar.
5. The Law of Visibility (Terlihat)
Untuk menjadi sukses, personal brand harus dapat dilihat secara
terus menerus, hingga personal brand orang tersebut terlihat dan
dikenal. Seseorang harus mempromosikan dirinya, memasarkan
dirinya, menggunakan setiap kesempatan yang dimiliki dan
memiliki beberapa keberuntungan.
6. The Law of Unity (Kesatuan)
Kehidupan seorang personal brand harus sesuai dengan apa
yang telah melekat pada dirinya namun juga tetap sesuai dengan
etika dan moral yang berada pada masyarakat. Kehidupan
pribadi akan dijadikan cermin dari sebuah citra yang dibangun
dan ditanamkan oleh seorang personal brand.
7. The Law of Persistence (Kegigihan)
Setiap personal brand butuh waktu untuk tumbuh dan
bekembang, selama proses itu berjalanadalah hal penting untuk
selalu memperhatikan setiap tahapan dan trend. Seorang
personal brand harus tetap teguh pada awal personal brand
dibentuk, dan tanpa ada keragu-raguan untuk merubahnya.
8. The Law of Goodwill (Nama Baik)
Sebuah personal brand akan menghasilkan hal baik dan bertahan
lama, jika seseorang dibelakangnya telah dipersiapkan dengan
positif. Seseorang tersebut haruslah dipromosikan dalam ide
atau nilai yang telah diakui oleh masyarakat sebuah nilai
tersebut positif dan bermanfaat.

Berdasarkan uraian diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa


indikator yang menjadi acuan dalam membangun personal
branding yaitu spesialisasi, kepemimpinan, kepribadian,
perbedaan, terlihat, kesatuan, kegigihan dan nama baik.

2.1.3 Media Sosial Facebook


2.1.3.1 Pengertian Media Sosial Facebook
Media sosial terdiri dari dua kata: media dan sosial.
Pengertian menurut bahasa, media sosial adalah alat atau sarana
komunikasi masyarakat untuk bergaul. Istilah lain media sosial
adalah “jejaring sosial” (social network), yakni jaringan dan jalinan
hubungan secara online dan internet. Dari sudut pandang bisnis,
Media Sosial adalah tentang memungkinkan pembicaraan. Media
sosial juga tentang cara bagaimana pembicaraan ini bisa dihasilkan,
dipromosikan, dan dijadikan pendapatan (Safko, 2010).
Menurut (Kartika, 2013) media sosial adalah tempat, alat
bantu, layanan yang memungkinkan individu untuk
mengekspresikan diri mereka untuk bertemu dan berbagi dengan
rekan lainnya melalui teknologi internet. Menurut (Mujahiddin &
Harahap, 2017) Facebook masih menjadi layanan media sosial
yang memiliki pengguna paling aktif di Indonesia. Hal ini 20
membuktikan bahwa kenaikan pengguna internet selalu
berpengaruh pada kenaikan pengguna media sosial. Tidak salah
jika kemudian Indonesia sering dikatakan sebagai negara yang
sangat potensial untuk menjadi pasar digital. Media Sosial
facebook menjadi sangat populer karena kemudahan dan
memberikan kesempatan kepada orang-orang untuk dapat
terhubung secara online dalam bentuk hubungan personal, politik
dan kegiatan bisnis..
Berdasarkan pengertian menutut para ahli diatas dapat
ditarik kesimpulan bahwa media sosial facebook merupakan
sebuah alat komunikasi yang dapat diakses dengan mudah untuk
mengekspresikan diri secara personal maupun untuk menjalankan
kegiatan bisnis.

2.1.3.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Media Sosial Facebook


Dapat diketahui bahwa ada bahwa beberapa faktor yang
dapat mempengaruhi media sosial yang digunakan oleh
masayarakat luas. Menurut (Fitri & Marina, 2019) Dalam
penggunaan media sosial Facebook ada beberapa faktor yang
mempengaruhi penggunaan media sosial dilakukan antara lain :
1) Faktor Negatif
Media sosial sebagai nedia pertukaran data san informasi,
media sosial memudahkan dalam berkomunikasi tanpa perlu
memperhatikan aturan etika berkomunikasi dan menggunakan
media sosial karena ingin dikatakan anak gaul.
2) Faktor Positif
Penggunaan media sosial yang memberikan banyak inspirasi
dari pengguna lainnya, media sosial menjadi sarana bersantai,
media sosial digunakan untuk mengisi waktu luang, media
sosial dapat mempermudah berkreatifitas dan berketerampilan,
dan kebutuhan untuk selalu meng-update informasi dari media
sosial sehingga pengetahuan pun lebih luas.

Lalu menurut (Mariskhana, 2018) menyatakan dalam media


sosial Facebook terdapat dua faktor yang mempengaruhinya yaitu
faktor negatif dan faktor positif, berikut penjelasannya :

1) Faktor Positif, Jaringan Facebook juga membuat para pengguna


berfikir untuk memanfaatkannya tidak hanya mengunggah foto,
memperbaharui status tetapi orang yang ingin mencari
keuntungan seperti membuat website bisnis secara online,
hingga pendidikan.
2) Faktor Negatif, Facebook juga memiliki dampak negatif seperti
penipuan, penculikan bahkan sampai pembunuhan.

Selanjutnya menurut (Halim et al., 2020:16) media sosial


Facebook dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu :

1) Kehidupan sosial dalam masyarakat, perubahan dalam


hubungan sosial atau perubahan dalam keseimbangan
hubungan sosial dan segala bentuk perubahan pada lembaga
kemasyarakatan di dalam suatu masrakat yang mempengaruhi
sistem sosialnya, termasuk nilai-nilai, sikap, dan pola perilaku.
2) Ekonomi kreatif, pengusaha yang menggunakan media sosial
seperti Facebook sebagai sarana untuk promosi semakin
memudahkan konsumennya untuk berinteraksi langsung dari
lokasi di mana saja. Strategi seperti ini dapat menurunkan biaya
operasional bagi para pelaku usaha, sekaligus memudahkan
konsumen dari berbagai penjuru untuk memberikan umpan
balik kepada pelaku usaha.
3) Sarana menciptakan bisnis, dapat diketahui bahwa di dalam
Facebook ada yang dinamakan fitur Facebook Advestising
sudah marak digunakan oleh para pebisnis baik pemula
maupun professional untuk mendapatkan target market yang
lebih luas mengingat aplikasi ini sangat banyak digunakan oleh
masyarakat Indonesia.

Dari pembahasan teori di atas dapat disimpulkan bahwa


faktor-faktor yang mempengaruhi media sosial Facebook yaitu
adanya faktor negatif dan positif yang diakibatkan adanya
Facebook dan juga perkembangan usaha bisnis yang dijalankan
sekarang ini tentu saja sudah memakai media online.

2.1.3.3 Indikator Media Sosial Facebook


Dalam media sosial Facebook terdapat indikator-indikator
atau karakteristik yang terdapat di media sosial ini seperti
komunikasi yang dilakukan dengan orang lain dan juga dapat
digunakan sebagai media bisnis yang mudah. Menurut (Sosiawan,
2011) melaporkan bahwa indikator-indikator Facebook dalam
proses komunikasi adalah :
1) Memfasilitasi komunikasi dan interaksi secara virtual tanpa
batas ruang dan waktu.
2) Menjalin komunikasi secara lebih efisien dari segi waktu,
tenaga, dan biaya.
3) Digunakan untuk bertukar fikiran dengan sangat mudah.
4) Bersifat virtual dalam berkomunikasi, maka situs jejaring
sosial facebook para peserta dapat berinteraksi di dalamnya.
5) Sebagai alat promosi bisnis online.
Lalu menurut (Sulianta, 2015:7) berikut karakteristik yang
dijumpai pada media sosial anatara lain ;
1) Transparansi, keterbukaan informasi karena konten media sosial
ditujukan untuk konsumsi publik atau sekolompok orang.
2) Dialog dan komunikasi, terjalin hubungan dan komunikasi
interaktif menggunakan berbagai fitur.
3) Jejaring relasi, hubungan anatara pengguna layaknya jaring-
jaring yang terhubung satu sama lain. Dan semakin kompleks.
4) Multi opini, setiap orang dengan mudahnya berargumen dan
mengutarakan pendapatnya.
5) Multi form, informasi disajikan dalam ragam konten dan ragam
chanel.
6) Kekuatan promosi online, media sosial dapat dipandang sebagai
tool yang memunculkan peluang-peluang guna mewujudkan visi
misi organisasi.

Maka dapat disimpulkan bahwa indikator dari media sosial


facebook yaitu antara lain dapat menjalin komunikasi dengan orang
lain, sebagai tempat untuk melakukan usaha bisnis online, dan
melakukan promosi tanpa batas ruang dan waktu.

2.1.4 Keputusan Pembelian


2.1.4.1 Pengertian Keputusan Pembelian
Keputusan pembelian didefinisikan sebagai penentu yang
muncul dari pembeli atau konsumen untuk melakukan tindakan
seperti pembelian produk. Keputusan pembelian juga memiliki
beberapa proses sebelum nantinya berujung kepada pembelian
produk. Maka dari itu, keputusan pembelian muncul setelah adanya
proses evaluasi produk dan juga kepercayaan konsumen terhadap
produk tersebut (Kotler & Armstrong, 2014).
Menurut (Jusuf, 2018:43) keputusan pembelian dilakukan
saat proses evaluasi yang dilakukan konsumen terhadap produk
yang ingin dibeli selesai dilakukan. Kemauan konsumen untuk
membeli dapat dijadikan sebagai salah satu indikator untuk
memprediksi penjualan, meskipun tidak selalu kemauan membeli
akan diteruskan ke tindakan untuk jadi membeli barang tersebut.
Lalu menurut (Firmansyah, 2018:24) pada saat pengambilan
keputusan, konsumen memiliki sasaran atau perilaku yang ingin
dicapai atau dipuaskan. Selanjutnya, konsumen membuat
keputusan mengenai perilaku yang ingin dilakukan untuk dapat
memecahkan masalahnya. Maka dapat diketahui pembelian
konsumen dapat dibedakan menjadi dua yaitu, pembelian terencana
(planned purchasing) dan pembelian tak terencana (unplanned
purchasing). Pembelian terencana adalah perilaku pembelian
dimana keputusan tentang barang yang akan dibeli telah diambil
sebelum konsumen masuk ke dalam toko. Sedangkan pembelian
tak terncana adalah perilaku pembelian dimana konsumen tidak
mempertimbangkan sebelumnya untuk membeli produk, atau
mempertimbangkan untuk membeli tetapi belum memutuskan
produk apa yang akan dibeli.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa keputusan pembelian adalah
proses dimana seseorang melakukan pembelian dan menjatuhkan
pilihan terhadap suatu prohduk dari beberapa alternatif setelah
melakukan beberapa nperhitungan dan pertimbangan.

2.1.4.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keputusan Pembelian


Menurut (Arianty, 2013) Dalam mengambil keputusan
untuk membeli sebuah produk, konsumen selalu
mempertimbangkan banyak faktor, dimana faktor-faktor tersebut
banyak mempengaruhi perilaku konsumen dalam keputusannya.
Didalam mengambil keputusan pembelian tentunya
terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi konsumen dalam
mengambil keputusan. Menurut (Kotler & Keller, 2009) perilaku
pembelian konsumen dipengaruhi oleh empat faktor, diantaranya
sebagai berikut:

1) Faktor Budaya
Budaya adalah determinan dasar kesimpulan perilaku
seseorang.Budaya juga merupakan penentu keinginan dan
perilaku yang mendasar untuk mendapat nilai, persepsi dan
perilaku lembaga-lembaga penting lainnya.Faktor kebudayaan
memberikan pengagruh luas dan dalam pada tingkah laku
konsumen. Setiap budaya berdiri dari subbudaya (subculture)
yang lebiih kecil yang memberikan identifikasi dan sosialisasi
yang lebih spesifik untuk anggota mereka. Sub budaya meliputi
kebangsaan, agama, kelompok ras dan wilayah geografis,
2) Faktor Sosial
Faktor sosial sebagai kelompok referensi, keluarga, serta peran
sosial dan status mempengaruhi perilaku konsumen.Kelas
sosial ditentukan oleh satu faktor tunggal, seperti pendapatan,
pendidikan dan kekayaan.
3) Faktor Pribadi
Faktor pribadi didefinisikan sebagai karakteristik psikologi
seorang yang menyebabkan tanggapan yang relatif konsisten
dan bertahan lama terhadap lingkungan. Keputusan pembelian
dipengaruhi juga karakteristik pribadi yang meliputi usia dan
tahun dalam siklus hidup pembeli, pekerjaan, keadaan
ekonomi, kepribadian, konsep diri, gaya hidup dan nilai.
4) Faktor Psikologis
Titik awal untuk memahami perilaku konsumen adalah model
respon rangsangan. Rangsangan pemasaran dan memasuki
kesadaran konsumen, sekelompok proses psikologi
digabungkan dengan karakteristik konsumen tertentu
menghasilkan proses pengambilan keputusan dan keputusan
akhir pembelian. Ada empat proses psikologi yaitu motivasi,
persepsi, pembelajaran dan memori.

Maka dapat disimpulkan dari penjelasan teori diatas bahwa


faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan pembelian
diantaranya faktor budaya, sosial, pribadi dan
psikologis.kepercayaan, faktor harga, okasi penjual yang strategis,
pelayanan yang baik, kemampuan tenaga penjualnya, iklan
(promosi), faktor sosial, dan kebudayaan.

2.1.4.3 Indikator Keputusan Pembelian


Keputusan pembelian yang dilakukan konsumen dapat
dilihat melalui indikator-indikator. Menurut Kotler dan Keller
(2012:161) keputusan pembelian memiliki indikator yaitu :
1. Pemilihan Produk
Konsumen dapat mengambil keputusan untuk mengunjungi
sebuah tempat untuk tujuan yang lain, dalam hal ini perusahaan
harus memusatkan perhatianya kepada orang-orang yang
berminat untuk memilih hotel yang mereka kelola.
2. Pilihan Brand (Merek)
Konsumen harus memutuskan tempat mana yang akan
dikunjungi. Setiap tepat memiliki perbedaan-perbedaan
tersendiri.
3. Pemilihan Penyalur persediaan produk yang lengkap,
kenyamanan, keluasan tempat dan sebagainya.
4. Jumlah Pembelian
Konsumen dapat mengambil keputusan tentang seberapa
banyak produk/jasa yang akan dikunjungi pada suatu saat.
Kunjungan dilakukan mungkin lebih dari satu, dalam hal ini
perusahaan harus mempersiapkan banyaknya produk/jasa
sesuai dengan keinginan yang berbeda-beda dari setiap
pengunjung.
5. Penetuan Waktu
Kunjungan Keputusan konsumen dalam pemilihan waktu
berkunjung bisa berbeda-beda, misalnya ada yang berkunjung
setiap hari, satu minggu sekali, satu bulan sekali, dan mungkin
satu tahun sekali
6. Metode Pembayaran
Konsumen dalam mengunjungi suatu tempat pasti harus
melakukan suatu pembayaran. Pada saat pembayaran inilah
biasanya pengunjung ada yang melakukan pembayaran secara
tunai. Konsumen mengambil keputusan tentang penyaluran yang
akan digunakan. Setiap pengunjung berbeda-beda dalam hal
menentukan penyalur yang bisa dikarenakan faktor lokasi, harga
yang murah.

Maka dapat disimpulkan dari teori di atas bahwa indikator-


indikator pengambilan keputusan pembelian terdiri dari; pilihan
produk, merek, penyaluran, junlah pembelian, waktu pembelian
dan metode pembayaran.

2.2 Kerangka Pemikiran


2.2.1 Pengaruh Brand Image Terhadap Keputusan Pembelian
Salah satu hal yang dapat mempengaruhi konsumen dalam
mengambil sebuah keputusan pembelian adalah adanya brand
image. Menurut Kotler (2009), keputusan pembelian yang
dilakukan konsumen dipengaruhi oleh citra merek. Oleh karena itu,
kualitas suatu merek menjadi alasan penting untuk memutuskan
membeli suatu produk. Calon pembeli akan mempertimbangkan
merek yang akan dipertimbangkan dan kemudian memilih. Jika
dihubungkan dengan keinginan konsumen untuk memperoleh
kualitas dari produk, citra merek yang positif dapat sangat
mempengaruhi konsumen untuk membeli produk. Hal tersebut
menimbulkan sebuah keyakinan dan pandangan yang baik
mengenai produk yang memiliki citra positif akan lebih
memungkinkan konsumen melakukan pembelian kembali.

Sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh August


Haloman Siregar (2021) dengan judul “Pengaruh Harga, Brand
Image Dan Personal Branding Terhadap Keputusan Membeli Unit
Rumah Di Kompleks Royal Sumatera” yang menunjukkan hasil
bahwa variabel brand image memiliki pengaruh positif dan
signifikan terhadap keputusan pembelian unit rumah di kompleks
royal sumatera.

2.2.2 Pengaruh Personal Branding Terhadap Keputusan Pembelian


Personal branding merupakan pemberian gambaran yang
akan didapat konsumen ketika melihat pemilik brand. Personal
branding akan membuat orang-orang memandang seseorang
tersebut secara berbeda dan unik. Hubungan yang terjadi dalam
personal branding dengan keputusan pembelian sangat berkaitan.
Konsumen pada saat ini tidak hanya memikirkan rasa dan iklan
yang tersebar di dunia maya. Pemilik usaha tidak luput dari
penglihatan masyarakat sebagai salah satu faktor keputusan
pembelian.

Hal ini sesuai dengan hasil penulisan Harnum Pratiwi


(2021) dengan judul “Pengaruh Media Sosial Dan Personal
Branding Terhadap Keputusan Pembelian Produkms Glow Di
Masa pandemi Covid-19 (Studi Kasus mahasiswi Universitas
Muhammadiyah Sumatera Utara)” yang menyebutkan bahwa
personal branding berpengaruh positif dan signifikan terhadap
keputusan pembelian.
2.2.3 Pengaruh Media Sosial Facebook Terhadap Keputusan Pembelian
Sekarang ini media sosial Facebook menjadi akun yang
paling banyak dikunjungi karena sering digunakan untuk
melakukan penjualan bisnis dan transaksi bisnis secara online.
Media sosial ini juga memudahkan calon konsumen untuk melihat
produk-produk yang dipasarkan, sehingga dapa melakukan
keputusan pembelian terhadap produk tersebut. Dengan beberapa
fitur yang diberikan dan didukung dengan informasi dari berbagai
lembaga survei menunjukkan bahwa Facebook tidak hanya sekedar
jejaring sosial untuk mencari pertemanan tetapi bisa dijadikan juga
untuk mendorong meningkatkan perekonomian, sebab sifatnya
yang menghubungkan antar individu di seluruh dunia membuat
Facebook sebagai salah satu jejaring sosial yang ampuh untuk
mempromosikan produk atau jasa.

Dari hasil penelitian Ike Ambar Rian Sari (2019) dengan


judul ”Pengaruh Media Sosial Facebook Dan Instagram Terhadap
Keputusan Pembelian Di Home Industry (Madiun Jajan) Madiun”
menunjukkan bahwa media sosial Facebook memiliki pengaruh
yang positif dan signifikan terhadap keputusan pembelian. Dimana
semakin baik pemanfaatan facebook, maka semakin besar pula
keputusan pembelian terhadap suatu produk.

Berdasarkan uraian diatas variabel-variabel yang digunakan


dalam penelitian ini terdiri dari Brand Image, Personal Branding,
Media Sosial Facebook dan Keputusan Pembelian yang
digambarkan dalam kerangka pemikiran di bawah ini :
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran

2.3 Hipotesis Penelitian


Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah dikemukakan maka
hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

H1: Brand image memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap
keputusan pembelian.

H2: Personal branding memiliki pengaruh yang positif dan signifikan


terhadap keputusan pembelian.

H3: Media sosial facebook memiliki pengaruh yang positif dan signifikan
terhadap keputusan pembelian

H4: Brand image, personal branding dan media sosial facebook memiliki
pengaruh yang positif dan signifikan terhadap keputusan pembelian.

Anda mungkin juga menyukai