Anda di halaman 1dari 3

‫ َو َعىَل آِهِل َو ْحَص ِب ِه‬، ‫ َو الَّص اَل ُة َو الَّس اَل ُم َعىَل ُم َح َّم ٍد َس ِّي ِد َو ِدَل َعْد اَن َن‬،

‫اَحلْم ُد ِهلل اْلَم ِكِل اَّدل اَّي ِن‬


‫َو اَت ِبِع ْي ِه َعىَل َمِّر الَّز َم اِن‬.
‫ َو َأْش َهُد َأَّن ُم َح َّم ًد ا َع ْب ُد ُه َو َر ُس ْو ُهُل اِذَّل ْي اَك َن‬، ‫َو َأْش َهُد َأْن اَّل َهل اَّل ُهللا َو ْح َد ُه اَل ِرَش ْيَك ُهَل‬
‫ُلُق ْلُق آ ِإ ِإ‬
‫ُخ ُه ا ْر َن‬
‫ ِا َّتُقوا َهللا َح َّق ُتَقاِتِه َو اَل َتُمْو ُتَّن ِااَّل َو َأْنْمُت ُم ْس ِلُمْو َن‬، ‫ َفَيا َأَهُّيا اْلَح اُرِض ْو َن‬، ‫َاَّم ا َبْع ُد‬.
‫ َأُع ْو ُذ اِب ِهلل ِم َن الَّش ْي َط اِن الَّر ِج ِمْي‬.‫َقاَل ُهللا َتَع اىَل يِف اْلُقْر ٰا ِن اْلَع ِظ ِمْي‬:
‫اَي َأَهُّيا الَّناُس اَّتُقوا َر َّبُمُك اِذَّل ي َخ َلَقْمُك ِم ْن َنْفٍس َو اِح َد ٍة َو َخ َلَق ِم َهْنا َز ْو َهَجا َو َبَّث ِم ُهْنَم ا ِر َج ااًل‬
‫َكِثًري ا َو ِنَس اًء َو اَّتُقوا اَهَّلل اِذَّل ي َتَس اَء ُلوَن ِبِه َو اَأْلْر َح اَم َّن اَهَّلل اَك َن َعَلْي ْمُك َر ِق يًبا‬
Amma ba’du.
‫ِإ‬

Al-Wasilah (‫ )َاْلَو ِس ْيَلُة‬secara bahasa (etimologi) berarti segala hal yang dapat menyampaikan serta
dapat mendekatkan kepada sesuatu. Bentuk jamaknya adalah [1] wasaa-il ( ‫)َو َس اِئٌل‬.

Al-Fairuz Abadi mengatakan tentang makna “ ‫”َو َّس َل ِإَلى ِهللا َتْو ِس ْيًال‬: “Yaitu ia mengamalkan suatu
amalan yang dengannya ia dapat mendekatkan diri kepada Allah, sebagai perantara.” [2]

Selain itu wasilah juga mempunyai makna yang lainnya, yaitu kedudukan di sisi raja, derajat dan
kedekatan. [3]

Wasilah secara syar’i (terminologi) yaitu yang diperintahkan di dalam Al-Qur-an adalah segala
hal yang dapat mendekatkan seseorang kepada Allah Azza wa Jalla, yaitu berupa amal ketaatan
yang disyari’atkan.

2. Seorang Muslim bertawassul dengan amal shalihnya.

Allah Ta’ala berfirman:


‫اَّلِذ يَن َيُقوُلوَن َر َّبَنا ِإَّنَنا آَم َّنا َفاْغ ِفْر َلَنا ُذ ُنوَبَنا َوِقَنا َع َذ اَب الَّناِر‬

“Yaitu orang-orang yang berdo’a: ‘Ya Rabb kami, sesungguhnya kami telah beriman, maka
ampunilah segala dosa kami dan peliharalah kami dari siksa Neraka.” [Ali ‘Imran: 16] [9]

Dalil lainnya yaitu tentang kisah tiga orang penghuni gua yang bertawassul kepada Allah dengan
amal-amal mereka yang shalih lagi ikhlas, yang mereka tujukan untuk mengharap wajah Allah
Yang Mahamulia, maka mereka diselamatkan dari batu yang menutupi mulut gua tersebut.[10]

3. Tawassul kepada Allah dengan do’a orang shalih yang masih hidup.

Jika seorang Muslim menghadapi kesulitan atau tertimpa musibah besar, namun ia menyadari
kekurangan-kekurangan dirinya di hadapan Allah, sedang ia ingin mendapatkan sebab yang kuat
kepada Allah, lalu ia pergi kepada orang yang diyakini keshalihan dan ketakwaannya, atau
memiliki keutamaan dan pengetahuan tentang Al-Qur-an serta As-Sunnah, kemudian ia meminta
kepada orang shalih itu agar berdo’a kepada Allah untuk dirinya, supaya ia dibebaskan dari
kesedihan dan kesusahan, maka cara demikian ini termasuk tawassul yang dibolehkan, seperti:

Pertama, hadits yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik, ia berkata: “Pernah terjadi musim
kemarau pada masa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, yaitu ketika Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam berkhutbah di hari Jum’at. Tiba-tiba berdirilah seorang Arab Badui, ia berkata:
‘Wahai Rasulullah, telah musnah harta dan telah kelaparan keluarga.’ Lalu Rasulullah
mengangkat kedua tangannya seraya berdo’a: ‘Ya Allah turunkanlah hujan kepada kami. Ya
Allah, turunkanlah hujan kepada kami.” Tidak lama kemudian turunlah hujan.[11]

Kedua, hadits yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik bahwa ‘Umar bin al-Khaththab
Radhiyallahu anhu -ketika terjadi musim paceklik- ia meminta hujan melalui ‘Abbas bin ‘Abdil
Muthalib Radhiyallahu anhu, lalu berkata: “Ya Allah, dahulu kami bertawassul kepada-Mu
melalui Nabi kami, lalu Engkau menurunkan hujan kepada kami. Sekarang kami memohon
kepada-Mu melalui paman Nabi kami, maka berilah kami hujan.” Ia (Anas bin Malik) berkata:
“Lalu mereka pun diberi hujan.”[12]

Anda mungkin juga menyukai