Anda di halaman 1dari 1

16 minggu 27 MARET 2022 lembar budaya • RADAR BOJONEGORO

Semburat Merah di
Langit Temayang
Oleh: Oleh: ICHWAN ARIFIN

Saraswati. Sudiro mudah


Saat itu, belum ada jalan tol tersinggung dan sensitif
lintas Jawa. Sebagian kondisi terhadap semua hal terkait
Saraswati. Termasuk jika
jalan-jalan utama antar provinsi ada lelaki berdekatan
dengannya.
atau kabupaten/kota juga tidak Irama gamelan semula
sebagus sekarang. rancak berubah menjadi
“mellow” namun menyayat
hati. Mengiringi lagu

W diaktu itu aku bekerja dengan luwes di tengah terkenal dari Banyuwangi.
satu lembaga panggung. Para pemain Isinya menceritakan
kemanusiaan gamelan berbaju hitam- kemiskinan rakyat masa
internasional yang bertugas hitam dengan ikat kepala pendudukan Jepang. Saking
melakukan pendampingan hitam sedangkan para miskinnya, rakyat
pada komunitas perempuan berpakaian mengonsumsi daun genjer
masyarakat, terutama di tradisional Jawa. (limnocharis flava) sebagai
kawasan terpencil. Karena Di antara lima penari makanannya.
itu, sering melakukan perempuan, ada satu orang Belum selesai lagu itu
perjalanan dari satu daerah yang cantik. Wajahnya dinyanyikan, tiba-tiba dari
ke daerah lainnya. Kurun bersinar cerah. Rambut luar gedung muncul ratusan
waktu tertentu, harus “live panjangnya dibiarkan orang memaksa masuk dan
in” di perkampungan atau terurai sampai ke bahu. membubarkan pagelaran.
desa-desa lokasi program. Menutupi kulit putihnya “Ganyang komunis dan
Malam itu, selepas acara di bersih. Di lehernya yang antek-anteknya!” Teriakan
satu desa di Bojonegoro, aku jenjang, melingkar itu menggelora dengan
berniat melanjutkan selendang panjang menjadi beringas.
perjalanan ke Surabaya. bagian dari gerak tariannya. Para Pemuda Rakyat
Jalur utama diberitakan Tampak jelas, perempuan berjaga dalam gedung
macet karena perbaikan ini jadi bintangnya. melakukan perlawanan.
jalan dan kecelakaan lalu Aku tidak tahu lagu-lagu Namun, jumlah tidak
lintas. Aku pun memilih dinyanyikan. Sebagian besar imbang. Sebagian massa
jalur alternatif belum tembang Jawa. Musik terus merangsek ke panggung.
pernah kulewati. mengalun. Malam beranjak Dalam kegugupanku, aku
Donny, salah satu teman larut, suasana semakin coba lindungi Saraswati.
kerjaku sempat meriah. Beberapa orang Tiba-tiba satu pukulan
menyarankan menunda duduk di kursi depan, naik mengenai kepalaku.
esok hari. ”Bim, tidur di sini ke panggung dan ikut Seketika terjatuh dan
aja, besok aja lanjutin menari bersama para pandanganku jadi gelap.
perjalanan. Ini sudah penari. Saat tersadar. Aku
tengah malam. Lagi pula Aku masih bingung dan terbaring di rumah sakit.
kamu juga gak hafal coba memahami situasi, Donny bercerita, aku
medan,” katanya. ruang, dan waktu. Aku ajak mengalami kecelakan di
Namun telanjur bicara orang duduk di tengah hutan perbatasan
berkomitmen datang ke satu sebelah kanan dan kiriku. Bojonegoro-Nganjuk. Mobil
acara di Surabaya, aku tidak Keduanya sudah usia lanjut, menabrak pohon. Baru
mau menunda.”Thanks bro, namun tetap bersemangat ditemukan warga keesokan
tapi aku mau lanjut aja menikmati pagelaran. harinya. Dibawa ke
malam ini. Tenang, aku Sesekali bertepuk tangan puskesmas dan kemudian
sudah biasa nyetir sendirian dan bersorai. “Ini tayub dirujuk ke rumah sakit.
antar kota antar propinsi,” Langen Mardiko dari Sekitar lima hari koma.
kataku sambil bercanda. Surabaya,” katanya. Tidak Setelah pulih, aku ajak
Kuambil kunci mobil dan banyak informasi yang Donny menelusuri rute
melangkah ke parkiran. didapat. malam itu. Tidak
“Oke kalo gitu, safe drive!” Ah, baru tahu kalau itu kutemukan jejak binatang.
Donny sambil melambaikan pagelaran tayub. Seni Hanya ada pohon tumbang
tangan. tradisional terkenal di Jawa, tertabrak mobilku. Menurut
Musik berputar keras khususnya Jawa Timur dan sesepuh, kawasan itu
dengan lagu-lagu rock Jawa Tengah, termasuk di dikenal “wingit”. Kadang
“jadul” sebagai pilihan. Bojonegoro, Ngawi, Madiun, terdengar suara-suara
Sekitar satu jam perjalanan, dan sekitarnya. Ada yang gamelan laksana pagelaran.
memasuki kawasan hutan. menyebutnya langen Pasca 30 September 1965,
Jalan mulai tidak mulus. beksan. Para penyanyi atau area tersebut menjadi salah
Mobil tetap kupacu dengan penari disebut sinden. Di satu lokasi pembersihan
cepat. Jam menunjukkan daerah lain bernama PKI. Namun yang terbunuh
dua dini hari. Campur ronggeng. Pagelaran itu tidak semuanya kaum
antara lelah dan kantuk, biasanya menjadi bagian komunis. Ada yang karena
pandanganku kadang jadi ritual atau acara tertentu, dorongan kecintaannya
kabur dan buram. seperti bersih desa, sedekah terhadap seni, sering pentas
Hutan itu begitu lebat. bumi dan sebagainya. bersama Lekra. Dicap
Suasana gelap pekat. Periode 1960-1965, seni sebagai PKI dan jadi sasaran
Seandainya malam itu tradisional tumbuh pesat. pembersihan. Saraswati
waktu purnama, cahaya Pada era itu, banyak salah satu di antaranya.
bulan pun tidak kuasa organisasi politik memasuki Di lokasi itu, aku
menembusnya. Dalam hati, jalur seni dan budaya menyempatkan berdoa bagi
aku menyesal, memaksakan sebagai instrumen AINUR OCHIEM/RDR.BJN
semua korban dan harapan
diri melanjutkan perjalanan. komunikasi politik. agar sejarah kelam itu tidak
Tiba-tiba sekelebat Misalnya Lembaga mimbar. Terlihat betul tokoh Lekra setempat. antaranya Saraswati, penari Di sela-sela menari, dengan terulang. Kemudian, kuajak
semburat merah memancar Kebudayaan Rakyat (Lekra), orang tersebut sangat Malam itu merupakan menjadi bintang. Sepanjang berbisik, kami berbincang. Donny pulang. (*)
dari langit dan sesosok Lembaga Seniman dihormati. bagian dari hajatan Lekra pagelaran itu, mataku tidak Seakan menjawab rasa
bayangan muncul di tengah Budayawan Muslimin Usianya sekitar 45 tahun. aktif memopulerkan seni bisa lepas darinya. ingin tahuku, Saraswati Temayang, 27 Maret 2022.
jalan. Entah rusa atau Indonesia (Lesbumi), Mengawali pidatonya tradisional hingga Tiba-tiba Saraswati berkata, “Aku gak tertarik Nama tokoh dan lokasi
binatang lainnya, tidak Lembaga Kebudayaan dengan menyapa orang- menjangkau desa-desa melangkah ke arahku dan pada politik. Namun, aku adalah rekaan.
pasti. Reflek kuinjak rem. Nasional (LKN) dan orang yang hadir. terpencil. Selain tayub, mengalungkan mencintai seni. Apalagi ini
Namun, mobil tetap melaju. sebagainya. Mengenalkan dirinya sandur, dan ludruk juga selendangnya ke leherku. produk budaya rakyat.
“Braaaaaaak!” itulah Strategi itu efektif dengan nama Dipa banyak dipentaskan. Jantungku berdegup. Rakyat adalah pencipta
suara terakhir kudengar mendulang dukungan Kamaruzaman. Pidatonya Banyak grup ludruk masa Lututku terasa lemas. kebudayaan. Pembangunan
sebelum semuanya jadi rakyat. Herbeth Feith dalam menarik, membius orang- itu yang sangat terkenal. Namun, Saraswati dengan kebudayaan Indonesia
gelap. bukunya Pemilu 1955 di orang yang hadir. Misalnya Irama Massa lembut menarik tanganku. hanya dapat dilakukan oleh
Aku tidak tahu pasti apa Indonesia, menyebutkan Artikulasinya jelas, Banyuwangi dan Suluh Membimbingku melangkah rakyat,” bisiknya.
yang terjadi. Tiba-tiba telah suara Partai Nasional intonasinya naik turun. Massa Bojonegoro. ke tengah panggung. Tidak Sepanjang menari, dari
berada dalam satu ruangan. Indonesia (PNI) dan Partai Sesekali ada penegasan dan Lebih istimewa, penampil ada kuasa bisa menolak sudut mata, aku merasa ada
Mirip pendapa atau balai Komunis Indonesia (PKI) pengulangan dalam kalimat malam itu tidak hanya ajakannya. sosok terus memperhatikan Ichwan Arifin
kecamatan/desa. Aku mendominasi wilayah tertentu. Audiens pun penayub, namun juga para Termasuk diriku tidak bisa kami berdua dari sudut Alumnus Pascasarjana
duduk di deretan kursi Mataraman Jawa Timur, menyambut dengan gegap mahasiswa pegiat kesenian dan tidak biasa menari. panggung. Matanya nanar Universitas Diponegoro. Di sela
depan. Di bagian belakang seperti Karesidenan Kediri, gempita. dari berbagai kampus di Keringat dingin mengalir dan wajahnya memerah. kesibukan bekerja di perusahan
masih banyak deretan kursi. Madiun, dan Bojonegoro. Tidak banyak kalimat Surabaya. Sebagian besar di deras. Saraswati Sosok bermata tajam itu migas, masih intens menulis.
Semuanya terisi penuh. *** kuingat dari pidatonya. antaranya merupakan mendekatkan bibirnya ke bernama Sudiro. Salah satu Beragam tulisan fiksi dan
Di depan, terdapat Beberapa hal yang sering aktivis Consentrasi Gerakan telingaku, berbisik, “Mas tokoh CGMI menaruh non-fiksi telah dimuat di
panggung cukup besar. Ada Waktu terus beranjak diulang adalah reformasi Mahasiswa Indonesia Bima, nikmati gamelannya perhatian tersendiri berbagai media massa.
satu mimbar pidato dan malam. Penonton semakin agraria, pembagian tanah (CGMI). Namun, banyak dan biarkan gerak tubuh terhadap Saraswati.
seperangkat gamelan. ramai dan terlihat untuk petani, ajakan pula yang tidak ikut CGMI, mengikuti irama gamelan,” Namun, gayung tak
Dimainkan para pemuda, menikmati pagelaran. mengganyang tujuh setan Lekra atau organisasi bisiknya. Aku heran, bersambut. Saraswati tidak WORO-WORO
mengiringi beberapa Setelah beberapa lagu desa, dan melawan kabir lainnya. Bergabung pada darimana dia tahu namaku. merespons sama sekali. Radar Bojonegoro menerima
perempuan bernyanyi pembuka, gamelan dan (kapitalis birokrat). kegiatan seni memang Namun tidak sempat Sudiro tidak pantang kiriman cerpen dengan panjang
sambil duduk bersila di tarian berhenti sejenak. Rupanya, Dipa dorongan hati dan bertanya lebih lanjut. menyerah bahkan semakin 1.200 kata. Dikirim email:
panggung. Sebagian menari Seseorang berdiri di Kamaruzaman adalah kecintaan pada seni. Satu di Gamelan terus mengalun. intensif mendekati lembarbudayaminggu@gmail.com

http://www.jawapos.co.id email: radarbojonegoro@jawapos.com

Anda mungkin juga menyukai